Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan berlebih gingiva (GO; gingival overgrowth) merupakan istilah

yang lebih disukai untuk semua lesi gingiva terkait pengobatan yang sebelumnya

disebut hiperplasia gingiva atau hipertrofi gingiva. 1 Hal ini merupakan efek

samping yang sering dikaitkan dengan tiga kelompok obat utama: antikonvulsan,

calcium-channel blockers (CCBs), dan imunosupresan terutama siklosporin A

(CsA). 1

Prevalensi pertumbuhan gingiva berlebih ini bervariasi diantara obat-obatan,

dan manifestasi dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko. 2 Prevalensi ini sebesar 6-

15% untuk nifedipine, sekitar 50% untuk fenitoin, dan 25-30% pada pasien

dewasa dan >70% pada anak-anak untuk siklosporin A.1 Selain itu, menurut data

terbaru dari Hatahira et al.3, rasio pertumbuhan gingiva berlebih yang diinduksi

CsA adalah 39,4.3

Pertumbuhan berlebih gingiva biasanya dimulai pada papila interdental dan

lebih sering ditemukan di segmen anterior permukaan labial.1

Meskipun mekanisme yang tepat dari GO ini masih belum diketahui dengan

baik, hal itu mungkin terjadi sebagai hasil dari interaksi antara siklosporin A dan

metabolitnya dengan sel fibroblast gingiva yang rentan. Peradangan gingiva yang

disebabkan plak muncul untuk meningkatkan interaksi ini.4

Volume gingiva yang meningkat ini sering menjadi penyebab kesulitan untuk

mengontrol plak dan keluhan ketidaknyamanan, rasa sakit, dan estetika.1,3


Opsi perawatan yang berbeda telah disarankan untuk mengelola GO; opsi ini

dapat dikategorikan sebagai pendekatan non-bedah dan pendekatan bedah.

Pendekatan non-bedah ditujukan untuk mengurangi komponen inflamasi dalam

jaringan gingiva. Pendekatan bedah ditujukan untuk menghilangkan komponen

fibrotik dari jaringan gingiva ketika kasus GO sulit dan refrakter setelah terapi

non-bedah.5

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari pembesaran Gingiva?

2. Apa saja etiologi dan klasifikasi Gingivitis?

3. Bagaimana gambaran klinis dari Gingivitis?

4. Bagaimana penatalaksanaan dari Gingivitis?

5. Apa pengertian dari Siklosporin?

6. Bagaimana famakologi dan farmakokinetik dari Siklosporin?

7. Bagaimana efek samping dari Siklosporin?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi dari pembesaran Gingiva?

2. Untuk mengetahui etiologi dan klasifikasi Gingivitis?

3. Untuk mengetahui gambaran klinis dari Gingivitis?

4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Gingivitis?

5. Untuk mengetahui pengertian Siklosporin?

6. Untuk mengetahui famakologi dan farmakokinetik dari Siklosporin?

7. Untuk mengetahui efek samping dari Siklosporin?

2
D. Manfaat Penulisan

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pembesaran gingiva

pada penggunaan obat Siklosporin.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pembesaran gingiva

Pembesaran gingiva didefenisikan sebagai suatu keadaan dimana ukuran

gingiva bertambah dari normal yang dapat menimbulkan masalah estetis dan

kebersihan gigi geligi. Bertambah besarnya gingiva merupakan gambaran klinis

adanya kelainan gingiva yang disebabkan oleh hiperplasia dan hipertrofi gingiva.6

Secara histologis pembesaran gingiva dapat dibedakan menjadi dua bagian

besar yaitu:6

1. Hipertrofi Gingiva: Pada hipertrofi gingiva pembesaran gingiva disebabkan

oleh bertambah besarnya ukuran sel-sel yang terjadi karena bertambahnya

fungsi kerja tubuh.

2. Hiperplasia Gingiva: Pada hiperplasia gingiva terjadi pertambahan ukuran

gingiva oleh karena adanya peningkatan jumlah sel penyusunnya

Secara klinis hiperplasia gingiva tampak sebagai suatu pembesaran gingiva

yang biasanya dimulai dari papila interdental menyebar ke daerah sekitarnya.

Kelainan ini tidak menimbulkan rasa sakit, dapat mengganggu oklusi dan estetik

serta dapat mempersulit pasien dalam melakukan kontrol plak.

Inflamasi atau peradangan yang mengenai jaringan lunak di sekitar gigi atau

jaringan gingiva disebut gingivitis. Gingivitis adalah akibat proses peradangan

gingiva yang disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer

gingivitis adalah plak, sedangkan faktor sekunder dibagi menjadi 2, yaitu faktor

lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal diantaranya: kebersihan mulut yang buruk,

4
sisa-sisa makanan, akumulasi plak dan mikroorganisme, sedangkan faktor

sistemik, seperti: faktor genetik, nutrisional, hormonal dan hematologi.

Gingivitis merupakan proses peradangan di dalam jaringan periodonsium

yang terbatas pada gingiva, yang disebabkan oleh mikroorganisme yaang

membentuk suatu koloni serta membentuk plak gigi yang melekat pada

tepi gingival.6

Pada kondisi ini tidak terjadi kehilangan perlekatan. Pada pemeriksaan

klinis terdapat gambaran kemerahan di margin gingiva, pembengkakan dengan

tingkat yang bervariasi, perdarahan saat probing dengan tekanan ringan dan

perubahan bentuk gingiva. Peradangan gingiva tidak disertai rasa sakit. 7

Peradangan gingiva disebabkan oleh faktor plak maupun non-plak. Namun

peradangan gingiva tidak selalu disebabkan oleh akumulasi plak pada

permukaan gigi, dan peradangan gingiva yang tidak disebabkan oleh plak

sering memperlihatkan gambaran klinis yang khas. Keadaan ini dapat

disebabkan beberapa penyebab, seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus atau

jamur yang tidak berhubungan dengan peradangan gingiva yang berhubungan

dengan plak dan peradangan gingiva karena faktor genetic.7

Peradangan gingiva yang berasal dari faktor genetik terlihat pada Hereditary

gingival fibromatosis, dan beberapa kelainan mukokutaneus yang bermanifestasi

sebagai peradangan gingiva. Contoh lesi adalah lichen planus, pemphigoid,

pemphigus vulgaris dan erythema multiforme.7

Alergi dan trauma merupakan contoh lain dari peradangan gingiva yang

tidak disebabkan oleh faktor non-plak. Peradangan gingiva yang tidak disebabkan

oleh faktor non-plak sangat relevan, penyebab lesi secara umum merupakan

5
sample penting untuk memahami variasi dari reaksi jaringan yang terdapat pada

periodontium.7

Selain faktor plak dan non-plak peradangan gingiva juga disebabkan oleh

karena gangguan sistemik dengan perdarahan spontan atau setelah teriritasi.

Perdarahannya eksesif dan sulit dikontrol. Adapula karena penggunaan obat

tertentu, alergi, terapi radiasi, siklus menstruasi, dan genetik.8

Keparahan peradangan gingiva akan terus berlanjut akibat penumpukan plak,

apabila kebersihan rongga mulut tidak dipelihara. Pada gingiva yang

mengalami perdarahan, persentase jaringan ikat yang terkena radang adalah lebih

besar, tetapi epitelnya lebih sedikit dan lebih tipis bila dibandingkan dengan

gingiva yang tidak mengalami perdarahan. Ini berarti terjadinya perdarahan pada

gingiva adalah sejalan dengan perubahan histopatologis yang terjadi pada

jaringan ikat periodonsium.6

B. Etiologi dan Klasifikasi

1) Gingivitis marginalis kronis

Merupakan suatu peradangan gingiva pada daerah margin yang banyak

dijumpai pada anak, ditandai dengan perubahan warna, ukuran konsistensi, dan

bentuk permukaan gingiva. Penyebab peradangan yang paling umum yaitu

disebabkan oleh penimbunan bakteri plak. Perubahan warna dan pembengkakan

gingiva merupakan gambaran klinis terjadinya gingivitis marginalis kronis.6

2) Eruption gingivitis

Merupakan peradangan yang terjadi di sekitar gigi yang sedang erupsi dan

berkurang setelah gigi tumbuh sempurna dalam rongga mulut, sering terjadi pada

6
anak usia 6-7 tahun ketika gigi permanen mulai erupsi. Eruption gingivitis

berkaitan dengan akumulasi plak6.

3) Gingivitis pada gigi karies dan loose teeth (eksfoliasi parsial)

Pada pinggiran margin yang tererosi akan terdapat akumulasi plak, sehingga

dapat terjadi edema sampai dengan abses.6

4) Gingivitis pada maloklusi dan malposisi

Peradangan disertai dengan perubahan warna gingiva menjadi merah kebiruan,

pembesaran gingiva, ulserasi, dan bentuk poket dalam yang menyebabkan

terjadinya pus, meningkat pada anak-anak yang memiliki overjet dan overbite yang

besar, kebiasaan bernafas melalui mulut, open bite, edge to edge, dan protrusive.6

5) Gingivitis pada mucogingival problems

Mucogingival problems merupakan salah satu kerusakan atau penyimpangan

morfologi, keadaan, dan kuantitas dari gingiva di sekitar gigi antara margin gingiva

dan mucogingival junction yang ditandai oleh mukosa alveolar yang tampak tipis

dan mudah pecah, susunan jaringan ikatnya yang lepas serta banyaknya serat

elastis.7

6) Gingivitis karena resesi gusi lokalisata

Terjadi karena trauma sikat gigi, alat ortodontik, frenulum labialis yang tinggi,

dan kebersihan mulut yang buruk.

7) Gingivitis karena alergi

Daliemunthe, 2014 menyatakan bahwa adanya peradangan pada gingiva yang

bersifat sementara terutama berhubungan dengan perubahan cuaca. Gingivitis

Artefacta peradangan karena perilaku yang sengaja melakukan cedera fisik dan

menyakiti diri sendiri. Salah satu penyakit periodontal yang disebabkan oleh

7
adanya cedera fisik pada jaringan gingiva disebut sebagai gingivitis artefakta yang

memiliki varian mayor dan minor.

Gingivitis artefakta minor merupakan bentuk yang kurang parah dan dipicu

oleh iritasi karena kebiasaan menyikat gigi yang terlalu berlebihan. Kondisi ini juga

dapat terjadi akibat menusuk gingiva dengan menggunakan jari kuku atau benda

asing lainnya.7

Gingivitis artefakta mayor merupakan bentuk yang lebih parah, karena

melibatkan jaringan periodontal. Perilaku ini berhubungan dengan gangguan

emosional. Peradangan gingiva oleh karena perilaku mencederai diri sendiri terjadi

pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa dan prevalensinya lebih banyak

terjadi pada perempuan.7

Penyebab Utama Gingivitis

Penyakit periodontal didefinisikan sebagai proses patologis yang mengenai

jaringan periodontal. Sebagian besar penyakit periodontal disebabkan oleh adanya

infeksi bakteri. Walaupun faktor-faktor lain dapat memengaruhi jaringan

periodontal, penyebab utama penyakit periodontal adalah mikroorganisme yang

berkolonisasi di permukaan gigi.8

1) Acquired Pelicle

Acquired Pelicle merupakan lapisan tipis, licin, tidak berwarna, translusen,

aseluler, dan bebas bakteri. Lokasinya tersebar merata pada permukaan gigi dan

lebih banyak terdapat pada daerah yang berdekatan dengan gingiva. Jika diwarnai

dengan larutan disclosing solution akan terlihat suatu permukaan yang tipis dan

pucat bila dibandingkan dengan plak yang lebih kontras warnanya.9

2) Materi Alba

8
Materi alba adalah suatu deposit lunak, berwarna kuning atau putih keabu-

abuan yang melekat pada permukaan gigi, restorasi, kalkulus, dan gingiva. Tidak

mempunyai struktur yang spesifik serta mudah disingkirkan dengan semprotan air,

akan tetapi untuk penyingkiran yang sempurna diperlukan pembersihan secara

mekanis.8

Materi alba dapat menyebabkan iritasi lokal pada gingiva sehingga dapat

merupakan penyebab umum terjadinya peradangan pada gingiva. Efek iritasi oleh

materi alba ini disebabkan oleh bakteri serta produk–produknya. Deposit ini

perlekatannya kurang erat jika dibandingkan dengan plak gigi. Deposit dapat

terlihat jelas tanpa menggunakan larutan disklosing dan cenderung menumpuk pada

sepertiga gingival mahkota gigi dan pada gigi yang malposisi. Deposit ini dapat

terbentuk pada permukaan gigi yang baru dibersihkan dalam beberapa jam dan

pada waktu tidak digunakan untuk pengunyahan.10

3) Food Debris

Kebanyakan debris akan segera mengalami liquifikasi oleh enzim bakteri dan

bersih 5–30 menit setelah makan, tetapi sebagian masih tertinggal pada permukaan

gigi dan membran mukosa. Aliran saliva, aksi mekanis dari lidah, pipi, dan bibir

serta bentuk dan susunan gigi dan rahang akan memengaruhi kecepatan

pembersihan sisa makanan. Pembersihan ini dipercepat oleh proses pengunyahan

dan viskositas ludah yang rendah. Walaupun debris makanan mengandung bakteri,

tetapi berbeda dari plak dan materi alba, debris ini lebih mudah dibersihkan.8

4) Plak gigi

9
Plak gigi merupakan mikroorganisme pada permukaan gigi yang melekat pada

matriks polimer saliva yang berasal dari bakteri. Plak gigi mengalami

perkembangan pada permukaan gigi dan membentuk bagian pertahanan pejamu di

dalam rongga mulut. Sebagai contoh, penggunaan antibiotik yang berspektrum luas

secara berkepanjangan. Pada kondisi tersebut, pertumbuhan mikroorganisme secara

berlebihan khususnya jamur dan bakteri.8

Plak gigi tidak dapat dibersihkan hanya dengan berkumur ataupun

semprotan air dan hanya dapat dibersihkan secara sempurna dengan cara mekanis.

Jika jumlahnya sedikit plak tidak dapat terlihat, kecuali diberi dengan larutan

disklosing atau sudah mengalami diskolorisasi oleh pigmen-pigmen yang berada

dalam rongga mulut. Jika menumpuk, plak akan terlihat berwarna abu-abu, abu-

abu kekuningan, dan kuning.8

Peradangan Gingiva Yang Disebabkan Oleh Faktor Lokal

Peradangan gingiva oleh karena faktor lokal adalah termasuk jenis anatomi

dan perkembangan gigi, karies, faktor iatrogenik, gigi malposisi, bernapas melalui

mulut, overhanging, Gigi tiruan sebagian, kurangnya attached gingiva, dan resesi.

Peradangan yang tergolong kronis ataupun rekuren dipicu oleh trauma mekanis

seperti dari penyikatan gigi, menusuk gigi dan menggigit makanan keras, seperti

apel.6

Keparahan perdarahan bergantung pada intensitas peradangan. Dinding

pembuluh darah berkontraksi, aliran darah berkurang, trombosit darah melekat

pada tepi jaringan, dan fibrous terbentuk mengalami kontraksi dan menyebabkan

tepi gingiva mengalami peradangan. Perdarahan pada gingiva disebabkan oleh

peradangan dan dapat terjadi secara spontan pada gingiva. Laserasi gingiva oleh

10
karena bulu sikat gigi selama penyikatan gigi secara agresif dapat menyebabkan

perdarahan gingiva bahkan pada kondisi tanpa adanya penyakit gingiva. Sensasi

terbakar pada gingiva dari makanan panas atau kimia juga dapat meningkatkan

perdarahan pada gingiva. 11

Peradangan gingiva yang disebabkan oleh perubahan sistemik.

Pada beberapa gangguan sistemik, perdarahan gingiva terjadi secara spontan

setelah iritasi. Kondisi tersebut akibat perdarahan abnormal pada kulit, organ

internal, dan jaringan lain, termasuk mukosa rongga mulut. Pengaruh terapi,

kontrasepsi oral, kehamilan, dan siklus menstruasi juga dilaporkan sebagai faktor

yang mempengaruhi perdarahan pada gingiva.6

Beberapa medikasi juga telah ditemukan memiliki pengaruh negatif pada

gingiva. Sebagai contoh, antikonvulsan, antihipertensi berupa calcium channel

blocker, dan obat imunosupresan diketahui menyebabkan pembesaran gingiva

yang dapat menyebabkan perdarahan gingiva sekunder.6

Peradangan gingiva yang disebabkan oleh faktor hormon

Perubahan hormon seksual berlangsung semasa pubertas dan kehamilan,

keadaan ini dapat menimbulkan perubahan jaringan gingiva yang merubah

respons terhadap produk-produk plak. Pada masa pubertas insidensi peradangan

gingiva mencapai puncaknya dan perubahan ini tetap terjadi walaupun kontrol

plak tetap tidak berubah. Plak dapat menyebabkan peradangan yang hebat pada

masa pubertas yang diikuti dengan pembengkakan gingiva dan perdarahan. Bila

masa pubertas sudah lewat, peradangan cenderung reda dengan sendirinya tetapi

tidak dapat hilang kecuali bila dilakukan pengkontrolan plak yang adekut.12

11
Peradangan gingiva yang disebabkan oleh faktor nutrisi

Peradangan gingiva karena malnutrisi ditandai dengan gingiva tampak

bengkak, berwarna merah terang karena defisiensi vitamin C. Kekurangan vitamin

C mempengaruhi fungsi imun sehingga menurunkan kemampuan inang

melindungi diri dari produk-produk seluler tubuh berupa radikal oksigen.13

Perilaku Yang Berhubungan Dengan Gingivitis

1. Merokok

Plak gigi sebagai pemicu terjadinya gingivitis merupakan kondisi yang terjadi

pada anak- anak dan orang dewasa. Menurut penelitian Muller dkk tahun 2002

setelah diamati selama enam bulan pada kelompok perokok ditemukan lebih

banyak plak supragingiva dibandingkan yang bukan perokok. Sedangkan menurut

penelitian dari calsina dkk tahun 2002 resesi gingiva yang lebih parah terjadi pada

kelompok perokok dibandingkan kelompok yang berhenti merokok dan bukan

perokok, bahkan pada perokok berat terdapat peningkatan terjadinya resesi

gingiva sebanyak 2,3%. Resesi pada perokok disebabkan karena adanya

vasokonstriksi dan berkurangnya respon peradangan yang disebabkan oleh nikotin

dari rokok yang masuk ke dalam aliran darah. Hal ini juga menyebabkan pada

kelompok perokok ditemukan perdarahan pada saat probing dibandingkan

kelompok yang bukan perokok atau yang berhenti merokok.7

2. Waktu penyikatan gigi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prijantojo tahun 1996 menyatakan

bahwa indeks rata -rata kalkulus dari kelompok yang menyikat gigi 3x sehari

12
tampak lebih baik dibandingkan kelompok yang menyikat gigi 2x sehari. Namun,

indeks perdarahan gingiva rata-rata pada kelompok yang menyikat gigi 3x sehari

lebih besar dibanding dengan indeks perdarahan rata-rata dari kelompok yang

menyikat gigi 2x sehari pada semua permukaan dari gigi. Hal ini

menunjukkan adanya hubungan yang positif antara akumulasi plak dan

peradangan gingiva.7

3. Jenis sikat gigi yang digunakan

Sikat gigi merupakan salah satu fisioterapi oral yang digunakan untuk

membersihkan gigi dan mulut. Dapat ditemukan beberapa macam jenis sikat gigi,

baik manual maupun elektrik dengan berbagai ukuran dan bentuk. Bulu

sikat terbuat dari berbagai macam bahan, tekstur, panjang, dan kepadatan.

Walaupun banyak jenis sikat gigi tetapi harus diperhatikan keefektifan sikat gigi

untuk membersihkan gigi dan mulut seperti kenyamanan bagi setiap individu

meliputi ukuran, tekstur, dan bulu sikat, mudah digunakan, mudah dibersihkan

dan cepat kering sehingga tidak lembab, awet dan tidak mahal, bulu sikat lembut

tetapi cukup kuat dan tangkainya ringan, dan ujung bulu sikat membulat.11

4. Frekuensi penyikatan gigi

Frekuensi pembersihan gigi banyak dihubungkan dengan efektifitas

terjadinya pembentukan plak dan kesehatan gingiva. Pembentukan plak lebih

banyak terjadi pada kelompok yang jarang melakukan pembersihan gigi daripada

kelompok yang sering melakukan pembersihan gigi. Demikian juga pembentukan

kalkulus lebih rendah pada kelompok yang sering melakukan pembersihan gigi.11

5. Teknik menyikat gigi

13
Teknik menyikat gigi adalah cara yang paling umum dianjurkan untuk

membersihkan deposit lunak pada permukaan gigi dan dan gingiva dan

merupakan tindakan preventif dalam keberhasilan dan kesehatan rongga mulut

yang optimal. Oleh karena itu, teknik menyikat gigi harus dilaksanakan secara

aktif dan teratur. (Daliemunthe, 2014) Kebanyakan teknik menyikat gigi telah

ditetapkan sebagai metode yang efisien dan efektif untuk membersihkan gigi.

Teknik menggosok menjadi metode paling mudah dan paling sering dalam

menyikat gigi. Pasien dengan penyakit periodontal diajarkan untuk

menggunakan teknik penyikatan sirkular dengan menggunakan gerakan vibrasi

untuk meningkatkan akses pada daerah gingiva.

Metode yang dianjurkan adalah Teknik Bass karena teknik ini menekankan

penempatan bulu sikat secara sulkular. Ujung bulu sikat pada margin gingiva

untuk mencapai plak supragingiva dengan menggunakan gerakan yang terkontrol

untuk mencegah trauma.7

6. Kebiasaan menusuk gigi

Kebiasaan menusuk gigi untuk membersihkan gigi dapat mengakibatkan

terjadinya keradangan gingiva. Dari peradangan inilah yang akan menyebabkan

terjadinya gingivitis.

7. Obat-obatan atau medikasi

Beberapa medikasi dapat berpengaruh buruk terhadap gingiva. Sebagai

contoh, obat-obatan antikonvulsan seperti fenitoin, antihipertensi, dan obat

imunosupresan seperti siklosporin yang menyebabkan pembesaran gingiva

sehingga berakibat gingiva mudah berdarah. Dikatakan bahwa gingivitis

terjadisebagai respons terhadap akumulasi plak yang tidak terkontrol.7

14
C. Gambaran Klinis

Secara umum, gambaran klinis gingivitis adalah adanya tanda klinis

berikut: kemerahan, perdarahan akibat stimulasi, perubahan kontur, adanya

plak atau kalkulus dan secara radiografi tidak ditemukan kehilangan tulang

alveolar. Pemeriksaan histologi jaringan gingiva yang mengalami peradangan

menunjukkan ulserasi epitel. Keberadaan radang memberikan pengaruh

negative terhadap fungsi epitel sebagai pelindung. Perbaikan ulserasi epitelium

ini bergantung pada aktivitas proliferative atau regenerative sel epitel.8

Gejala klinis gingivitis yang parah adalah termasuk eritema, edema, dan

pembesaran hiperplastik. Daerah anterior menunjukkan kondisi yang lebih

parah dengan adanya gigi yang berjejal ringan, dan bernapas melalui mulut.

Pada saat probing tidak terdapat kehilangan perlekatan, dan poket tidak

terdapat di daerah cementoenamel junction.8

Karakteristik Gingivitis

1. Perubahan Warna Gingiva

Warna gingiva ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk jumlah dan ukuran

pembuluh darah, ketebalan epitel, keratinisasi, dan pigmen di dalam epitel.

Perubahan warna merupakan tanda klinis dari penyakit pada gingiva. Warna

gingiva normal adalah merah muda coral dan dihasilkan oleh vaskularitas

jaringan dan lapisan epitel. Gingiva menjadi memerah ketika vaskularisasi

meningkat atau derajat keratinisasi epitel mengalami reduksi atau

menghilang. Warna menjadi pucat ketika keratinisasi mengalami reduksi.6

15
Peradangan kronis menyebabkan warna merah atau merah kebiruan akibat

proliferasi dan keratinisasi. Vena akan memberikan kontribusi menjadi warna

kebiruan. Perubahan warna gingiva akan memberikan kontribusi pada proses

peradangan. Perubahan terjadi pada papilla interdental dan margin gingiva,

dan menyebar pada attached gingiva.8

2. Perubahan Konsistensi

Baik kondisi kronis maupun akut dapat menghasilkan perubahan pada

konsistensi gingiva normal yang kaku dan tegas. Seperti yang dinyatakan

bahwa pada gingivitis kronis, perubahan destruktif atau edema dan reparative

atau fibrous terjadi secara bersamaan, dan konsistensi gingiva ditentukan

berdasarkan kondisi yang dominan.8

3. Perubahan Klinis dan Histopatologis

Pada peradangan gingiva, perubahan histopatologi menyebabkan

perdarahan gingiva akibat dilatasi, pembengkakan kapiler, dan penipisan atau

ulserasi epitel. Karena kapiler membengkak dan menjadi lebih dekat ke

permukaan, menipis, epitelium kurang protektif, dan stimuli yang secara

normal tidak melukai dapat menyebabkan rupture pada kapiler dan perdarahan

gingiva.8

1) Perubahan Klinis dan Histopatologis Konsistensi Gingiva


Perubahan Klinis Gambaran Mikroskopis
1. Pembengkakan lunak yang dapat 1. Infiltrasi cairan dan eksudat pada
membentuk lubang sewaktu ditekan. peradangan.
2. Gingiva lunak pada saat probing dan 2. Degenerasi jaringan konektif dan

16
area permukaan pinpoint tampak epitel yang memicu peradangan dan;
kemerahan. Perubahan pada jaringan konektif -
epitel dengan jaringan konektif yang
mengalami pembengkakan dan
peradangan, meluas sampai ke
permukaan jaringan epitel, penebalan
epitel, edema dan invasi leukosit,
dipisahkan oleh daerah yang
mengalami elongasi terhadap
jaringan konektif.

3. Konsistensi kaku dan kasar 3. Fibrosis dan proliferasi epitel akibat


peradangan kronis yang
berkepanjangan.

4. Perubahan Tekstur Jaringan Gingiva

Permukaan gingiva normal seperti kulit jeruk yang biasa disebut

sebagai stippling. Stippling terbatas pada attached gingiva dan secara

dominan terdapat pada daerah subpapila, tetapi meluas sampai ke papilla

interdental. Secara biologis stippling pada gingiva tidak diketahui, beberapa

peneliti menyimpulkan bahwa kehilangan stippling merupakan tanda awal

dari terjadinya gingivitis. Pada peradangan kronis, permukaan gingiva halus

dan mengkilap atau kaku, tergantung pada perubahan eksudatif atau fibrotik.

Tekstur permukaan yang halus juga dihasilkan oleh atropi epitel pada

gingivitis, dan permukaan yang rupture terjadi pada gingivitis kronis.

Hiperkeratosis dengan tekstur kasar, dan pertumbuhan gingiva secara

berlebih akibat oba akan menghasilkan permukaan yang berbentuk nodular

pada gingiva.8

17
5. Perubahan Posisi Gingiva

Salah satu gambaran pada penyakit gingiva adalah adanya lesi pada

gingiva. Lesi traumatik seperti lesi akibat kimia, fisik atau termal

merupakan lesi yang paling umum pada rongga mulut. Lesi akibat kimia

termasuk karena aspirin, hidrogen peroksida, perak nitrat, fenol, dan bahan

endodontik. Lesi karena fisik termasuk bibir, rongga mulut, dan tindik pada

lidah yang dapat menyebabkan resesi gingiva. Lesi karena termal dapat

berasal dari makanan dan minuman yang panas. Pada kasus akut, epitelium

yang nekrotik, erosi atau ulserasi, dan eritema merupakan gambaran umum.

Sedangkan pada kasus kronis, terjadi dalam bentuk resesi gingiva. 6

6. Perubahan Kontur gingiva

Perubahan pada kontur gingiva berhubungan dengan pembesaran

gingiva, tetapi perubahan tersebut dapat juga terjadi pada kondisi yang lain.

Ketika resesi ke apikal, celah menjadi lebih lebar, dan meluas ke permukaan

akar. Ketika lesi mencapai mucogingival junction, mukosa rongga mulut

mengalami peradangan karena kesulitan untuk mempertahankan kontrol

plak yang adekuat pada daerah ini. Istilah McCall festoon telah digunakan

untuk menggambarkan penebalan pada gingiva yang diamati pada gigi

kaninus ketika resesi telah mencapai mucogingival junction.6

7. Mekanisme Terjadinya Gingivitis

Patogenesis gingivitis terdapat empat tipe lesi yang berbeda.

Keempatnya adalah lesi awal, lesi dini, lesi mapan, dan lesi lanjut. Lesi dini

18
dan mapan dapat tetap stabil untuk waktu yang lama. Selain itu, dapat

terjadi pemulihan secara spontan atau disebabkan oleh karena perawatan.6

8. Lesi Inisial Atau Lesi Awal

Pada tahap ini plak mulai berakumulasi ketika kebersihan rongga mulut

tidak terjaga. Untuk beberapa hari pertama, plak ini terdiri dari bakteri cocci

dan batang gram positif, lalu hari berikutnya organisme filamen,

dan terakhir Spirochetes atau bakteri gram negatif. Dalam beberapa hari,

gingivitis ringan mulai terjadi pada tahap ini.6

9. Lesi Dini Atau Early Lesion

Pada tahap ini sudah mulai terlihat tanda klinis eritema. Eritema terjadi

karena proliferasi kapiler dan meningkatnya pembentukan kapiler. Epitel

sulkus menipis atau terbentuk ulserasi. Pada tahap ini mulai terjadi

perdarahan pada probing. Ditemukan 70% jaringan kolagen sudah rusak

terutama di sekitar sel – sel infiltrat. Neutrofil keluar dari pembuluh darah

sebagai respons terhadap stimulus kemotaktik dari komponen plak,

menembus lamina dasar ke arah epitelium dan masuk ke sulkus. Dalam

tahap ini fibroblast jelas terlihat menunjukkan perubahan sitotoksik

sehingga kapasitas produksi kolagen menurun.6

10. Lesi Mapan Atau Established Lesion

Pada tahap ini disebut sebagai gingivitis kronis karena seluruh

pembuluh darah membengkak dan padat, sedangkan pembuluh balik

19
terganggu atau rusak sehingga aliran darah menjadi lambat. Terlihat

perubahan warna kebiruan pada gingiva. Sel – sel darah merah keluar ke

jaringan ikat, sebagian pecah sehingga hemoglobin menyebabkan warna

daerah peradangan menjadi gelap. Lesi ini dapat disebut sebagai peradangan

gingiva moderat hingga berat. Aktivitas kolagenolitik sangat meningkat

karena kolagenase banyak terdapat di jaringan gingiva yang diproduksi oleh

sejumlah bakteri oral maupun neutrophil.14

11. Lesi Lanjut Atau Lesi Advanced

Perluasan lesi ke dalam tulang alveolar menunjukkan karakteristik

tahap keempat yang disebut sebagai lesi advanced atau fase kerusakan

periodontal. Secaramikroskopis, terdapat fibrosis pada gingiva dan

kerusakan jaringan akibat peradangan dan imunopatologis. Secara umum

pada tahap advanced, sel plasma berlanjut pada jaringan konektif, dan

neutrofil pada epitel junctional dan gingiva. Dan pada tahap ini gingivitis

akanberlanjut pada pada individu yang rentan.15

D. Penatalaksanaan

Peradangan baik ringan maupun berat merupakan sumber infeksi penyakit-

penyakit pada tubuh. Sebagaimana umumnya dalam bidang kedokteran gigi,

perawatan untuk peradangan gingiva harus menekankan penjagaan oral higiene.

Pembuangan plak dan semua faktor retensinya harus diutamakan dan dituntaskan

segera.7

Berikut perawatan yang dapat dilakukan pada peradangan gingiva yaitu :

20
1. Skeling dan Root Planing

Skeling adalah suatu proses membuang plak dan kalkulus dari permukaan gigi,

baik supragingiva maupun subgingiva. Sedangkan root planning adalah proses

membuang sisa-sisa kalkulus yang terpendam dan jaringan nekrotik pada

sementum untuk menghasilkan permukaan akar gigi yang licin dan keras. Tujuan

utama skeling dan root planing adalah untuk mengembalikan kesehatan gusi

dengan cara membuang semua elemen yang menyebabkan radang gusi baik plak

maupun kalkulus dari permukaan gigi.16

Prosedur skeling dan root planing perlu dilakukan dan banyak menggunakan

waktu. Penelitian menunjukkan pada kondisi yang klinis terjadi peningkatan

secara umum setelah root planing. Namun demikian, terdapat beberapa daerah

yang tidak memberikan respon terhadap terapi ini. Faktor berikut dapat

membatasi keberhasilan perawatan root planing yaitu: anatomi akar gigi, furkasi,

dan kedalaman probing. Beberapa minggu setelah root planing, evaluasi ulang

harus dilakukan untuk melihat respon perawatan.8

Instrumen skeling, root planning, dan kuretase digunakan untuk pembersihan plak

dan deposit yang terkalsifikasi pada mahkota dan akar gigi, dan pembersihan

jaringan lunak yang membentuk poket. Instrument skeling dan kuretase

diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Skeler sickle merupakan instrument berat yang digunakan untuk membersihkan

kalkulus supragingiva.

2) Kuret merupakan instrumen yang digunakan untuk skeling subgingiva, root

planning, dan pengangkatan jaringan lunak yang membentuk poket.

21
3) Skeler hoe, chisel, dan file digunakan untuk membersihkan kalkulus

subgingiva yang keras, dan sementum yang mengalami perubahan. Instrumen

ultrasonik dan sonik digunakan untuk skeling dan pembersihan permukaan gigi,

dan kuretase dinding jaringan lunak pada poket periodontal.8

2. Penyikatan gigi

Dalam suatu penelitian mengenai kebiasaan menyikat gigi di Amerika

menunjukkan hanya 60% masyarakat melakukannya dengan ketat. Hasil ini

menunjukkan pentingnya motivasi dan penyuluhan tentang penjagaan kebersihan

mulut. Selain itu kesempurnaan hasil penyikatan lebih penting daripada teknik

penyikatannya.

3. Flossing

Hasil penelitian di Amerika menunjukkan bahwa hanya 25% masyarakat terbiasa

melakukannya. Flossing bermanfaat untuk membuang plak dari daerah proksimal

yang tidak dapat dicapai oleh penyikatan gigi. Telah terbukti bahwa flossing

daerah proksimal dapat mengurangi terjadinya peradangan dan perdarahan

gingiva pada orang dewasa. Flossing sebagai alat yang berguna untuk menentukan

status peradangan gingiva interproksimal pada anak, khususnya pada kondisi

kesehatan gingiva.

4. Berkumur dengan obat

22
Berbagai obat kumur hanya sedikit yang berisi bahan kimia yang mampu

mematikan bakteri plak, sehingga hanya obat kumur tertentu yang mendapatkan

pengakuan dari American Dental Assosiation. Keunggulan obat kumur adalah

dapat menyerap ke daerah subgingiva walaupun hanya beberapa milimeter saja.

Jadi obat kumur tetap paling efektif terhadap plak supragingiva.

5. Irigasi gingiva

Air yang digunakan sebagai irigator selain berhasil membuang partikel makanan,

juga dapat membuang produk bakteri sehingga lebih efektif daripada berkumur.

Irigasi ini bermanfaat karena dapat dilakukan ke dalam sulkus maupun poket

sehingga ditemukan jumlah spesies Actinomyces maupun Bacteroides dapat

berkurang. Selain itu Peradangan gingiva juga dapat dihilangkan dengan

penggunaan irigasi subgingiva tunggal selama empat minggu berupa klorheksidin

atau larutan saline.8

E. Definisi Siklosporin

Siklosporin ditemukan pada tahun 1971, yang merupakan era baru di

bidang farmakoimunologi. Karena diisolasi dari jamur Tolypacladium inflatum

(Gambar 1), siklosporin pertama kali digunakan sebagai anti jamur,meskipun

dengan spektrum yang sangat sempit.17 Pada tahun 1976, Borel menemukan

aktivitas imunosupresan, dan hal ini merangsang dilakukannya penelitian lebih

lanjut. Siklosporin memiliki efek samping yang tidak diinginkan, yaitu

nefrotoksisitas.18 Akan tetapi, diketahui pula bahwa siklosporin relatif tidak

toksik terhadap sumsum tulang belakang.17,19,20,21

23
Gambar 1 Jamur Tolypacladium inflatum (Sumber: Rateitschak KH, Wolf
HF. Color atlas of dental medicine periodontology. 3rd ed. Berlin; 2004).

Sejak bulan Maret 2001 siklosporin digunakan pada transplantasi organ

untuk mencegah ditolaknya graft pada ginjal, hati, jantung, paru-paru, dan

kombinasi transplantasi jantung dan paru. Selain itu juga dipakai untuk

mencegah ditolaknya transplantasi sumsum tulang.17 Siklosporin juga

digunakan pada perawatan penyakit psoriasis,18,19 yaitu sejenis penyakit

kulityangpenderitanya mengalamiproses pergantian kulit yang terlalu cepat.

Kemunculan penyakit ini terkadang untuk jangka waktu lama atau timbul/

hilang, penyakit ini secara klinis tidak mengancam jiwa, tidak menular tetapi

karena timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat

menurunkan kualitas hidup serta menggangu mental seseorang bila tidak

dirawat dengan baik.22

Siklosporin juga digunakan untuk penyakit atopik dermatitis,17 yaitu

peradangan kronik yang sifatnya timbul hilang yang disertai rasa gatal pada

kulit. Penatalaksanaan bertujuan untuk mengatasi kekeringan kulit dan

inflamasi,mengurangi pruritus dan mengidentifikasi faktor pencetus serta

24
terapi alternatif atau fototerapi.23 Selain itu, siklosporin digunakan juga

untuk penyakit otoimun rheumatoid arthritis.18,19 Penyakit ini menyerang

persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang

pada membran sinovia, dan struktur- struktur sendi serta atrofi otot dan

penipisan tulang).24

Siklosporin juga dapat digunakan untuk mengobati sindroma nefrotik,18

yaitu suatu penyakit yang erat terkait dengan ginjal, akibat rusaknya glomeruli

yang berfungsi sebagai penahan protein keluar melalui urin dan menyebabkan

tubuh kekurangan protein.25

Sejak tahun 1961, metode standar untuk suatu imunosupresan adalah

kombinas iantara azathioprine dan kortikosteroid. Obat azathioprine

menghambat proliferasi sel dan efek samping utamanya adalah meningkatnya

kemungkinan terjadinya infeksi, hepatotoksik ringan, erupsi kulit, nausea,

kesulitan bernapas, pruritus dan vomitus.17,19 Sebagai obat imunosupresan,

sikloporin mencegah tertolaknya organ implan sebagai hasil dari respon

imun. Sel- sel yang terlibat adalah limfosit T, makrofag dan limfosit B yang

dimediasi oleh limfokin, dan beraksi langsung pada sel asing. Siklosporin

menghambat sistem imun dengan memprodukasi TGF-β1. TGF- β1 adalah

sitokin yang berperan pada hasil-hasil produksi matriks ekstraselular (MES),

yaitu asam hyaluronic acid (HA), serta β-glycan. Jadi MES mengontrol

aktivitas sitokin, dan diperkirakan MES inipun berperan pada mekanisme

25
pembesaran gingiva. Pada penelitian in vitro, sintesis MES dan proliferasi sel

dirangsang oleh sitokin lain, seperti TGF-α.17,19,26,27

Siklosporin merupakan imunosupresan terkuat yang telah ditemukan pada

waktu itu, dan memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan

azathioprine, dan relatif tidak toksik terhadap sum- sum tulang. Dengan

ditemukannya siklosporin, operasitransplantasi organ meningkat sebanyak

20% dalam setahun.Sebagaimana penggunaannya dalam transplantasi organ,

siklosporin juga digunakan untuk terapi sebagian besar penyakit autoimun.

Pada tahun 1980 dilakukan penelitian penggunaan siklosporin pada penderita

diabetes melitus ketergantungan insulin, asma kronik, dermatitis atopik,

anemia aplastik, dan psoriasis.18,20

F. Farmakologi dan Farmakokinetik

Mekanisme tindakan

Efek utama Ciclosporin adalah untuk menurunkan aktivitas sel-T; ia

melakukannya dengan menghambat kalsineurin dalam jalur kalsineurin

fosfatase dan mencegah pori transisi permeabilitas mitokondria dari

pembukaan. Ciclosporin berikatan dengan protein sitosol siklofilin (imunofilin)

limfosit, terutama sel T. Kompleks siklosporin ini — siklofilin menghambat

kalsineurin, yang biasanya bertanggung jawab untuk mengaktifkan transkripsi

interleukin 2. Pada sel-T, aktivasi reseptor sel-T normalnya meningkatkan

kalsium intraseluler, yang bekerja melalui kalmodulin untuk mengaktifkan

kalsineurin. Calcineurin kemudian mendefosforilasi faktor transkripsi NF-AT

(faktor nuklir dari sel-T yang diaktifkan), yang bergerak ke inti sel-T dan

26
meningkatkan transkripsi gen untuk IL-2 dan sitokin terkait. 28 Ciclosporin,

dengan mencegah defosforilasi NF-AT, menyebabkan berkurangnya fungsi sel

T efektor ;29,30,31,32 itu tidak mempengaruhi aktivitas sitostatik .

Ciclosporin juga berikatan dengan protein D siklofilin yang merupakan

bagian dari pori transisi permeabilitas mitokondria (MPTP). 30,33 MPTP

ditemukan dalam membran mitokondria sel otot jantung dan menggerakkan ion

kalsium (Ca 2+ ) ke dalam mitokondria. 30,33 Saat dibuka, Ca 2+ memasuki

mitokondria dan menyebabkan sel-sel otot (dan dengan demikian jantung)

berkontraksi. Jika tidak diatur, masuknya Ca 2+ dapat berkontribusi pada

pembengkakan dan disfungsi mitokondria.33

Farmakokinetik

Ciclosporin adalah peptida siklik dari 11 asam amino; ini mengandung

asam D- amino tunggal, yang jarang ditemukan di alam. Tidak seperti

kebanyakan peptida, siklosporin tidak disintesis oleh ribosom.34

Ciclosporin sangat dimetabolisme pada manusia dan hewan setelah

tertelan. Metabolit, yang meliputi siklosporin B, C, D, E, H, dan L, 35 memiliki

kurang dari 10% aktivitas imunosupresan siklosporin dan berhubungan dengan

toksisitas ginjal yang lebih tinggi.36 Metabolit siklosporin individu telah

diisolasi dan dikarakterisasi tetapi tampaknya tidak dipelajari secara luas.

G. Efek Samping

Efek samping dari ciclosporin dapat meliputi pembesaran gusi ,

peningkatan pertumbuhan rambut, kejang , tukak lambung , pankreatitis ,

27
demam , muntah , diare , kebingungan , peningkatan kolesterol , kesulitan

bernapas , mati rasa dan kesemutan (terutama bibir), gatal, tekanan darah tinggi

, retensi kalium (kemungkinan menyebabkan hiperkalemia ), disfungsi ginjal

dan hati ,37 sensasi terbakar di ujung jari, dan peningkatan kerentanan terhadap

infeksi jamur dan virus oportunistik . Ciclosporin menyebabkan hipertensi

dengan menginduksi vasokonstriksi pada ginjal dan meningkatkan reabsorpsi

natrium. Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan kejadian

kardiovaskular; dengan demikian direkomendasikan bahwa dosis efektif

terendah untuk orang yang membutuhkan pengobatan jangka panjang

digunakan.38

Penggunaan closlosporin setelah transplantasi ginjal dikaitkan dengan

peningkatan kadar asam urat dalam darah dan, dalam beberapa kasus, asam

urat.39 Hal ini disebabkan oleh penurunan laju filtrasi glomerulus, Yang

mengarah pada retensi asam urat. Penggunaan azathioprine sebagai alternatif

telah terbukti mengurangi insiden artritis gout.

Ciclosporin terdaftar sebagai karsinogen IARC Group 1 (yaitu ada cukup

bukti karsinogenisitas pada manusia),40 yang secara spesifik mengarah pada

kanker kulit sel skuamosa dan limfoma non-Hodgkin.41

Siklosporin menyebabkan pembesaran gingiva

Dampak yang tidak diinginkan pada terapi siklosporin telah diteliti pada

manusia, anjing dan tikus. Sekitar 25-30% pasien yang mendapat terapi dengan

obat siklosporin mengalami efek samping pembesaran gingiva pada tingkat

keparahan yang cukup sampai tinggi sehingga dibutuhkan terapi

28
gingivektomi.Peningkatan angka kejadian sejalan dengan meningkatnya pasien

yang mendapat terapi nifedipine. Tingkat kejadian pembesaran gingiva akan

berlipat lebih dari 2 kali pada penderita yang juga mendapat terapi calcium

channel blocking drug.20,26

Gambar 2 Pembesaran gingiva karena siklosporin (Sumber: Rateitschak


rd
KH, Wolf HF. Color atlas of dental medicine periodontology. 3 ed. Berlin;
2004).

Faktor risiko terjadinya pembesaran gingiva

Faktor-faktor risiko lain yang mempengaruhi terjadinya pembesaran

gingiva pada pemberian siklosporin adalah usia, jenis kelamin, lama terapi

dengan siklosporin, inflamasi gingiva sebelum terapi dan konsentrasi serum

kreatinin.20,41,42 Kreatinin adalah bahan kimia yang terjadi dan beredar secara

alami dalam tubuh manusia, yang merupakan hasil break- down protein

normal. Ketika ginjal tidak bekerja dengan baik, kadar kreatinin dalam aliran

darah akan meningkat.44

Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, pembesaran gingiva yang

tercepat adalah pada 3-6 bulan pertama pemakaian terapi siklosporin.Setelah

itu keadaan mulai stabil.Berdasarkan beberapa hasil penelitian, masih banyak

pertentangan dalam hal adanya hubungan antara lamanya terapi dengan

terjadinya pembesaran gingiva. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbedanya

29
metode pengukuran pembesaran gingiva yang dipakai,serta bervariasinya

kemungkinan obat-obat lain yang jugadiminum oleh pasien pada riset

tersebut.20,42 Walaupun mekanisme terjadinya pembesaran gingiva secara pasti

belum diketahui, tetapi yang pasti ada substansi dari obat siklosporin yang

bereaksi secara langsung maupun tidak langsung terhadap fungsinya dan

terjadinya pembesaran fibroblas gingiva serta serat kolagen gingiva melalui

kerja sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan.20

Penelitian yang dilakukan pada anjing yang baru lahir, ditemukan ada

hubungan antara terjadinya kista erupsi pada gingiva terhadap pemberian

siklosporin setiap hari, setelah minggu ketiga. Pembentukan kista terjadi di gigi

insisivus rahang atas maupun rahang bawah. Setelah satu bulan terapi

siklosporin dihentikan, kista menghilang dan gigipun erupsi.26

Kista erupsi merupakan kista odontogenik, yang epitel kista berasal dari

sisa epitel dari organ pembentuk gigi. Sisa epitel email meliputi seluruh organ

pembentuk mahkota gigi dari gigi yang tidak erupsi.Kista erupsi biasanya

soliter dan patogenesis dari lesi ini dan kaitannya denga terapi siklosporin

belum diketahui. Yang pasti pada semua anjing baru lahir yang diberikan terapi

siklosporin, semuanya mengalami kista, sedangkan pada kelompok kontrol

tidak terjadi kista.26

Pembentukan kista multipel ditemukan pada anak laki-laki usia 4 tahun

dengan penyakit kinky hair, yaitu suatu penyakit kongenital yang ditandai

dengan retardasi mental, dan memiliki nama lain sindroma menkes. Pada kasus

ini, pasien telah lama diberikanobatantikonvulsandan terjadi pembesaran

30
gingiva yang diduga karena pemberian siklosporin dengan jangka waktu yang

lama.26,45

Hal yang berbeda terjadi pada hubungan antara konsentrasi serum

kreatinin dengan pembesaran gingiva. Ketika konsentrasi serum kreatinin

rendah, terlihat pembesaran gingiva yang bermakna secara klinis. Begitu juga

sebaliknya, peningkatan kadar serum kreatinin dilaporkan lebih tinggi pada

pasien yang mendapat terapi siklosporin saja dibandingkan dengan pada pasien

yang mendapat terapi siklosporin dan calcium channel blocker. Peningkatan

kadar kreatinin merupakan tanda kerusakan pada ginjal.

Hasil menarik dari penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini adalah

diketahui ada pengaruh waktu lamanya pemberian siklosporin terhadap volume

pembesaran gingiva pada pemakaian siklosporin yang lama. Terjadi penurunan

pembesaran gingiva pada pasien yang mendapat terapi siklosporin mulai bulan

ke-6 sampai ke-48 setelah tranplantasi. Hal ini kemungkinan karena telah

terjadi dampak positif dari sensitivitas gingiva terhadap siklosporin dan tidak

tergantung pada plak kontrol. Hal ini tidak hanya terjadi pada volume gingiva

tetapi juga pada volume densitas dari tulang alveolar yang berkaitan dengan

pengurangan yang bermakna dari volume osteoklas.20

Pada penelitian tersebut juga diperlihatkan penurunan yang bermakna

kadar kalsium, yang kemungkinan merupakan dampak yang tidak spesifik dari

siklosporin terhadap peningkatan ekskresi ginjal. Berdasarkan penelitian

sebelumnya, peningkatan kadar serum alkalin fosfatase merupakan tanda

osteoblas yang juga ditemukan pada pasien dengan terapi siklosporin.

31
Patogenesis

Patogenesis pembesaran gingiva pada terapi siklosporin belum diketahui

pasti; pengaruh dari proliferasi fibroblas serta pengurangan kemampuan

matriks ekstraselular diduga berperan dalam hal ini. Beberapa penelitian

mendapatkan bahwa hal tersebut disebabkan adanya akumulasi komponen

matriks ekstraselular yang abnormal di jaringan konektif gingiva. 43 Riset secara

histologi melaporkan adanya perubahan pada komponen epitelial yang ditandai

dengan pembesaran epitel, dan elongasi atau memanjangnya rete peg yang

menembus jauh ke dalam jaringan konektif. Peningkatan aktivitas mitosis pada

pembesaran gingiva juga dilaporkan sebagai pengaruh terapi siklosporin.46

Banyak penelitian yang mengukur produksi sitokin selama pembesaran

gingiva, dan diketahui hasilnya meningkat, termasuk IL-6, IL-1β, platelet-

derived growth factor-B (PDGF-B), fibroblast growth factor-2 (FGF-2), dan

transforming growth factor-β (TGF-β). Yang belum diketahui adalah IL-1α. IL

1α diketahui berperan penting pada respon imunopatologi yang diikuti dengan

kerusakan jaringanpadasuatuinflamasikronis, seperti penyakit periodontal. IL-

1α juga merangsang sintesis dan proliferasi pada fibroblas dari skleroderma.

IL-1α mempunyai dampak anabolik dan katabolik pada MES, sehingga kadar

IL-1α oleh siklosprin dapat mengganggu keseimbangan homeostatik pada

jaringan gingiva.43

Pada beberapa penelitian secara in vitro yang meneliti interaksi antara

siklosporin dengan sistem imun, diketahui bahwa pada kondisi fisiologis

normal, proses pembentukan tulang maupun resorpsi tulang berjalan seimbang

dengan adanya osteoklas dan osteoblas. Siklosporin membuat kondisi tersebut

32
menjadi tidak imbang, dengan proses resorpsi yang lebih cepat dari proses

pembentukan tulang. Ditemukan juga bahwa siklosporin mempengaruhi

regulasi biosintesis fibroblas pada gingiva manusia; mungkin ini yang

menyebabkan kerusakan jaringan pada penyakit periodontal.20,47

33
BAB III

PEMBAHASAN JURNAL

A. Laporan Kasus

Seorang wanita berusia 21 tahun dikonsultasikan pada Februari 2015 untuk

pertumbuhan gingiva dengan perdarahan yang telah berulang selama 12 bulan.

Pasien mengeluhkan gangguan estetika, ketidaknyamanan, dan kesulitan

mengontrol plak. Menurut riwayat medis, pasien pernah menerima transplantasi

ginjal 2 tahun sebelumnya (2013). Pasien menerima pengobatan penekan

kekebalan harian berupa siklosporin A 125 mg, prednisolon 5 mg, dan

mikofenolat mofetil 500 mg per hari sebagai profilaksis terhadap penolakan

transplantasi organ.

Pasien memiliki kontrol plak oral yang sangat buruk; dengan indeks plak PI48

dan indeks GI skor gingiva49 yang tinggi, masing-masing 2 dan 2,75.

Pemeriksaan klinis menunjukkan pertumbuhan berlebih yang kemerahan,

bengkak, dan terlokalisasi pada bukal dan sisi lingual gigi anterior. Pertumbuhan

gingiva berlebih muncul sebagai pembesaran nodular lokal dari papilla interdental

(Gambar 2-5).

Gambar 3: Tampak Depan.

34
Gambar 4: Tampak Sisi Kanan.

Gambar 5: Tampak Sisi Kiri.

Jumlah pertumbuhan gingiva berlebih diperoleh menurut skor GO dari

Seymour et al.50

Skor GO diberikan untuk setiap papila interdental bukal dan lingual (unit

gingiva) dari enam gigi anterior atas dan bawah. Kemudian penjumlahan dari

komponen pembesaran horisontal dan vertikal dibuat

Komponen pertama mengukur tingkat penebalan (pembesaran horizontal)

gingiva secara labial dan lingual dengan skala tiga poin (0 = lebar normal, 1 =

penebalan hingga 2 mm, dan 2 = penebalan lebih dari 2 mm). Komponen kedua

mengukur sejauh mana perambahan (pembesaran vertikal) dari jaringan gingiva

pada aspek labial dan lingual dari mahkota gigi yang berdekatan; dengan kisaran

antara 0 hingga 3 (dari tidak ada bukti klinis pertumbuhan berlebih hingga

35
pertumbuhan berlebih yang mencakup tiga perempat mahkota gigi). Demikian

juga, diperiksa 20 papila, menyajikan potensi skor GO maksimum 100, yang juga

dapat dinyatakan sebagai persentase.50

Pertumbuhan berlebih gingiva dianggap signifikan secara klinis jika skor GO

≥30%.51

Dalam laporan kasus ini, skor GO adalah 30,5%, sehingga diklasifikasikan

sebagai gingiva dengan pertumbuhan yang terlalu cepat dengan signifikansi klinis.

Pemeriksaan yang cocok mengungkapkan poket yang dalam dengan resesi

negatif, karena pertumbuhan gingiva berlebih (menunjukkan cakupan mahkota

klinis ≥ 2 mm). Kalkulus yang mendasarinya terlokalisasi terutama pada gigi

anterior. Nilai poket dan kehilangan perlekatan klinis masing-masing bervariasi

dari 5 hingga 7 mm dan dari 2 hingga 3 mm.

Pemeriksaan X-ray menunjukkan kehilangan tulang alveolar horizontal

marginal (koronal ketiga) yang lebih jelas di gigi insisivus bawah (Gambar 6).

Sehingga pasien menderita periodontitis di samping pembesaran gingiva.

Gambar 6: Gambaran Radiografi.

Diagnosis akhir adalah pertumbuhan berlebih gingiva yang diinduksi CsA

dengan periodontitis sedang lokal yang mendasarinya tahap II kelas B.

36
Periodontitis diklasifikasikan menurut sistem klasifikasi baru penyakit dan kondisi

periodontal dari American Academy of Periodontology serta Federasi

Periodontologi Eropa 201852 (Tabel 1 dan 2).

Strategi manajemen terdiri dari terapi periodontal berbasis non-bedah,

awalnya, pada instruksi kebersihan mulut. Pada tahap kedua, scaling mulut

keseluruhan dan root planning dilakukan seminggu kemudian disertai dengan

pemolesan semua permukaan gigi yang kasar. Ekstraksi sisa akar gigi #26

dilakukan pada pertemuan itu.

Perawatan dilakukan di bawah antibiotik profilaksis yang sesuai berdasarkan

amoksisilin plus asam klavulanat 1 g (intraoral) 2 kali per hari selama 8 hari

seperti yang disarankan oleh ahli nefrologi pasien. Profilaksis antibiotik dilakukan

untuk mengurangi risiko infeksi yang berkaitan dengan status kesehatan sistemik.

Dua bulan setelah perawatan periodontal (fase higienis), evaluasi klinis

menunjukkan regresi peradangan yang sukses dan peningkatan parameter

periodontal. Kami telah mencatat pengurangan skor poket dan plak serta indeks

gingiva yang menjadi PI: 0,5 dan GI: 0,8.

Dengan demikian, terapi suportif didirikan termasuk penguatan instruksi

kebersihan mulut dan scaling mulut secara keseluruhan setiap 2 bulan. Seluruh

perawatan menghilangkan total pertumbuhan berlebih gingiva tanpa prosedur

operasi.

Evaluasi klinis dan X-ray terakhir setelah follow-up 2 tahun rutin

menunjukkan stabilitas yang baik dari hasil (Gambar 7-10).

37
Gambar 7: Tampak depan pasca perawatan selama 2 tahun.

Gambar 8: Tampak sisi kanan pasca perawatan selama 2 tahun.

Gambar 9: Tampak sisi kiri pasca perawatan selama 2 tahun.

Gambar 10: Gambaran radiografi periapical pasca perawatan selama 2 tahun.

38
B. Pembahasan

Pertumbuhan gingiva berlebih (GO) merupakan efek yang tidak diinginkan

yang terdokumentasikan dengan baik yang berkaitan dengan penggunaan

siklosporin A (CsA) sistemik. Molekul ini merupakan obat imunosupresif yang

secara luas digunakan untuk pencegahan penolakan transplantasi organ serta

pengelolaan sejumlah kondisi autoimun.1

Dilaporkan bahwa enam faktor risiko dapat dimodifikasi dari prevalensi dan

keparahan pertumbuhan gingiva berlebih yang diinduksi siklosporin A. Faktor-

faktor ini adalah kecenderungan genetik, usia, jenis kelamin (pasien pria muda

berisiko lebih tinggi untuk mengalami GO), dan variabel obat (konsentrasi serum,

konsentrasi saliva, dan dosis obat) serta obat yang digunakan secara bersamaan

terutama calcium-channel blockers dan variabel periodontal seperti akumulasi

plak dan gingiva yang sudah ada peradangan sebelumnya.2,53

Akumulasi plak merupakan kofaktor yang kuat dalam etiologi pertumbuhan

gingiva berlebih yang diinduksi CsA. Memang, beratnya pertumbuhan gusi

berkorelasi dengan baik dengan kontrol plak yang buruk.1

Sebuah studi oleh Greenberg et al.54 menunjukkan bahwa terdapat hubungan

GO dan akumulasi plak yang terlihat signifikan secara statistik. Persentase rata-

rata situs dengan PI ≥ 2 (plak terlihat) secara signifikan lebih tinggi di antara

pasien transplantasi ginjal dengan GO (42%) dibandingkan di antara mereka yang

tidak memiliki GO (16%; P <0 0001).54

Manifestasi klinis pembesaran gingiva muncul sering dalam kurun waktu 1

hingga 3 bulan setelah inisiasi obat-obatan.1 Mungkin mencapai fase plateu pada 9

hingga 12 bulan,55 seperti yang diilustrasikan dalam laporan kasus ini. Selain itu,

39
sebuah data terbaru menunjukkan bahwa median waktu untuk memulai GO untuk

imunosupresan adalah sekitar 37 hari.3

Pertumbuhan gingiva berlebih lebih sering ditemukan pada permukaan bukal

gigi anterior. Ditandai dengan pertumbuhan tinggi gingiva menuju tepi insisal

mahkota klinis (pertumbuhan vertikal) dan kemudian meningkatnya ketebalan

gingiva menuju bukal-lingual (pertumbuhan horizontal) area yang terjadi

setelahnya.

Pembesaran gingiva dimulai pada papilla interdental seperti lobulasi gingiva;

dengan perkembangan lebih lanjut, meningkatkan gingiva meluas secara koronal

untuk menutupi sebagian besar mahkota gigi1,55,56

Hal ini meningkatkan kerentanan papilla interdental untuk pembesaran

nodular pada tahap awal pertumbuhan gingiva berlebih mungkin terkait dengan

perbedaan dalam molekul dan komposisi seluler dari berbagai bagian gingiva.

Csiszar et al.57 melaporkan bahwa komposisi molekul papilla interdental berbeda

dari gingiva marginal, menunjukkan bahwa sel-sel dalam papilla interdental

dalam keadaan diaktifkan dan / atau secara inheren menampilkan fenotipe tertentu

menyerupai penyembuhan luka.57

Meskipun pemeriksaan klinis dari semua gingiva pertumbuhan berlebih yang

diinduksi obat tampak serupa, dilaporkan bahwa jaringan terkena CsA umumnya

lebih hiperemik dan lebih mudah berdarah saat diperiksa. 1,58 Memang secara

histopatologis, temuan menunjukkan bahwa GO yang diinduksi CsA sangat

meradang dan menunjukkan sedikit fibrosis dibandingkan lesi yang diinduksi obat

lain.59

40
Dalam laporan kasus ini, kami tidak dapat melakukan histopatologis

eksplorasi karena regresi total GO setelah terapi periodontal non-bedah. Sehingga

kami tidak punya spesimen jaringan GO yang tersisa untuk eksplorasi. Kami

dapat menyimpulkan bahwa etiologi yang lebih dominan mungkin biofilm gigi

dan kalkulus.

Mekanisme patogen yang tepat dari pertumbuhan gingiva berlebih yang

diinduksi CsA masih dalam pembahasan. Tampaknya obat ini dan metabolitnya

mengganggu proliferasi dan fungsi sel-sel fibroblast. Selain itu, CsA memiliki

aksi sinergis dengan sitokin proinflamasi dan fibrogenik (Il-1b, Il-6) dan

mengganggu sintesis dan fungsi matriks metalloproteinase (MMP).1,4

Karena tidak semua pasien yang diobati dengan CsA memiliki gingiva

berlebih, kami berspekulasi bahwa tipe GO ini terkait dengan kerentanan obat

pada individu. Sejak fibroblas gingiva dapat menunjukkan respons obat secara

individual, responder fibroblast versus non-responder fibroblast, terdapat

kemungkinan bahwa CsA dan metabolitnya bereaksi dengan subpopulasi fibroblas

gingiva yang berbeda secara fenotipik.55,60,61

Pasien transplantasi ginjal memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami

infeksi serius karena mereka di bawah imunosupresan seperti CsA dan juga

kortikoid seperti prednisolon. Obat ini menekan sistem kekebalan tubuh dan

mencegah penolakan transplantasi organ.62

Sehingga biasanya ada rekomendasi antibiotik profilaksis, meskipun tidak ada

penelitian berbasis bukti atau pedoman untuk hal ini. Batiuk et al. 63 dan

Guggenheimer et al.64 menggunakan dan merekomendasikan rejimen pencegahan

41
endokarditis berdasarkan American Heart Association 1997 yaitu amoksisilin 2 g

1 jam sebelum operasi.63,64

Obat antiinflamasi nonsteroid dan antibiotik seperti eritromisin dan

klaritromisin tidak dianjurkan. Mereka dapat mengganggu siklosporin dan dapat

meningkat kadar serum, membuat pasien lebih imunosupresi dari yang

diinginkan.65

Meskipun rekomendasi ini, protokol antibiotik profilaksis harus selalu dibuat

dengan berkonsultasi dengan dokter pasien,62 seperti yang kami lakukan untuk

manajemen penyajian laporan kasus.

Sejauh perawatan periodontal yang bersangkutan, saat ini pilihan pengobatan

termasuk intervensi non-bedah saja atau kombinasi intervensi non-bedah dan

bedah. Pendekatan non-bedah meliputi program kebersihan mulut, scaling dan

root planning, dan juga penghapusan faktor iritan lokal yang meningkatkan

akumulasi plak (restorasi yang salah, patah gigi, atau lesi karies).

Terapi periodontal ini efektif karena dapat mengurangi volume pembesaran

gingiva hingga 40%.66 Selain itu, studi oleh Aimetti et al. 67 menunjukkan

manajemen periodontal non-bedah memungkinkan pengurangan pertumbuhan

gingiva berlebih yang lebih signifikan. Hal ini juga menghindari kebutuhan terapi

bedah bahkan 12 bulan setelah perawatan dan pemeliharaan non-bedah. 67 Hal itu

menunjukkan bahwa kontrol klinis peradangan dan GO dengan hasil perawatan

periodontal non-bedah baik secara histologis dapat menurunkan infiltrat inflamasi

dan mengubah komposisi jaringan ikat.68

Penggunaan terapi antibiotik ajuvan telah disarankan. Dengan demikian,

tinjauan sistematis Clementini et al.69 mengungkapkan bahwa terapi azitromisin

42
selama 5 hari dengan scaling dan root planning mengurangi tingkat pertumbuhan

gingiva berlebih dibandingkan dengan metronidazole. 69 Namun, studi lain oleh

Mesa et al. [28] menegaskan bahwa kedua molekul dapat bekerja lebih efektif

pada overinfeksi bakteri secara bersamaan ketimbang regresi GO yang diinduksi

CsA.70

Penarikan atau penggantian obat, seperti beralih dari CsA ke tacrolimus (FK

506), adalah pendekatan lain. Hal ini dapat mengurangi keparahan pertumbuhan

berlebih dan kebutuhan intervensi pembedahan.71 Dilaporkan bahwa kemungkinan

memiliki pembesaran gingiva adalah lima kali lebih tinggi di antara pasien

transplantasi ginjal dengan siklosporin daripada di antara mereka yang

mengonsumsi tacrolimus.54

Meskipun penggantian pengobatan dapat meningkatkan jaringan gingiva,

belum tentu mengarah ke resolusi pertumbuhan berlebih yang lengkap. 72

Meskipun demikian, jika strategi seperti itu dipertimbangkan, dokter gigi harus

berhubungan dengan dokter pasien untuk meninjau pengobatan mereka saat ini.

Baru-baru ini, fototreatment UV (radiasi UV -254 nm) telah diusulkan oleh

Ritchhart dan Joy73. Hal itu mungkin menjadi modalitas pengobatan non-bedah

yang layak karena didasarkan pada aktivasi apoptosis sel fibroblast.73

Ketika pembesaran gingiva semakin parah atau berlanjut, meskipun upaya

substitusi obat dan kontrol plak yang baik telah dilakukan, koreksi bedah

dianjurkan. Hal ini termasuk gingivektomi menggunakan pisau bedah, operasi

flap, bedah listrik, atau eksisi laser.5 Gingivektomi konvensional tetap menjadi

pengobatan pilihan karena memberikan permukaan gingiva pascaoperasi yang

lebih halus. Bedah elektro dan laser memberi hasil yang baik dan hemostasis yang

43
adekuat pada pertumbuhan gingiva yang terlalu meradang.5 Tapi eksisi laser

menghasilkan tingkat kekambuhan yang jauh lebih rendah dan lebih nyaman bagi

pasien dibandingkan dengan operasi flap dan scalpel gingivectomy.74

Tingkat kekambuhan gingiva yang terlalu tinggi tetap menjadi masalah yang

timbul dari penggunaan CsA dan obat-obatan lain secara kronis.60 Menurut studi

oleh Ilgenli et al.75 tingkat kekambuhan menyumbang 34% dari kasus dan dapat

terjadi dalam 18 bulan bahkan setelah terapi bedah terlepas dari obatnya. Selain

itu, kontrol plak yang buruk, peradangan gingiva, dan kepatuhan kunjungan

pemeliharaan pasien yang buruk ditemukan menjadi penentu yang signifikan dari

kekambuhan ini.75

Oleh karena itu, terapi periodontal suportif yang teratur efektif dalam

menyelesaikan peradangan dan pertumbuhan gingiva berlebih dan dalam

menghilangkan kebutuhan untuk perawatan bedah.67 Tindak lanjut pada laporan

kasus ini dilakukan secara rutin lebih dari 24 bulan

44
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pertumbuhan berlebih gingiva merupakan efek samping yang serius yang

menyertai penggunaan siklosporin A. Diagnosis mudah ditegakkan sesuai riwayat

medis dan pemeriksaan intraoral. Akumulasi plak bakteri merupakan faktor risiko

utama yang dapat memulai dan memperburuk peningkatan volume jaringan

gingiva. Pilihan perawatan bisa dikategorikan sebagai terapi non-bedah saja atau

kombinasi terapi non-bedah dan bedah. Semua pendekatan ini telah dicoba untuk

mengurangi atau menghilangkan pembesaran gingiva dan sakunya. Akhirnya,

kepatuhan yang baik dengan praktik kebersihan mulut dan kunjungan perawatan

tetap penting karena memungkinkan hasil yang lebih baik dan stabil setelah

perawatan dan mencegah pertumbuhan ulang gingiva berlebih.

B. Saran

1. Diharapkan mahasiswa co-ass untuk mampu melakukan diagnosa dengan

baik tentang Ilmu Periodonsia.

2. Diharapkan adanya penambahan buku referensi tentang Ilmu Periodonsia di

Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Program Studi Pendidikan Dokter

Gigi Universitas Sam Ratulangi.

3. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang pembesaran gingiva karena


pengaruh Siklosporin untuk menambah pengetahuan dan wawasan baik untuk
mahasiswa co-ass maupun dokter gigi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut

45
Pendidikan Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Sam
Ratulangi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dongari-Bagtzoglou A: Research, Science and Therapy Com- mittee,


American Academy of Periodontology, “Informational paper: drug-
associated gingival enlargement,” Journal of Peri- odontology, vol. 75, no.
10, pp. 1424–1431, 2004.
2. R. A. Seymour, J. S. Ellis, and J. M. Thomason, “Risk factors for drug-
induced gingival overgrowth,” Journal of Clinical Peri- odontology, vol. 27,
no. 4, pp. 217–223, 2000.
3. H. Hatahira, J. Abe, Y. Hane et al., “Drug-induced gingival hyperplasia: a
retrospective study using spontaneous reporting system databases,” Journal
of Pharmaceutical Health Care and Sciences, vol. 3, no. 1, 2017.
4. D. Ponnaiyan and V. Jegadeesan, “Cyclosporine A: novel con- cepts in its
role in drug-induced gingival overgrowth,” Dental Research Journal, vol.
12, no. 6, pp. 499–506, 2015.
5. M. Mavrogiannis, J. S. Ellis, J. M. Thomason, and R. A.Seymour, “The
management of drug-induced gingival overgrowth,” Journal of Clinical
Periodontology, vol. 33, no. 6, pp. 434–439, 2006.
6. Retnoningrum, D., Gingivitis pada ibu hamil sebagai faktor resiko terjadnya
bayi berat badan lahir rendah kurang bulan di rs. Kariadi Semarang. Dentika
dental journal. Vol 1: 1-8. 2011.
7. Daliemunthe, S.H., Periodonsia. Medan: Departemen Periodonsia FKG
USU.2014
8. Erwana, Agam Ferry., Seputar Kesehatan Gigi dan Mulut. hal. 55-59.
Penerbit ANDI. Yoyakarta. 2013.
9. Ganesh, dkk., Gambaran Status Gingiva Pada Ibu Hamil Di Puskesmas
Bahu Manado. Vol. 3. No. 1. hal 4-5. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas
Sam Ratulangi Manado. 2011.
10. Pratiwi, Donna., Gigi Sehat dan Cantik. hal. 37-40. PT Kompas Media
Nusantara. Jakarta. 2011.
11. Rintoko, Bimo., Kebersihan mempengaruhi adanya gingivitis pada ibu
hamil. Dentika dental journal. Vol 1: 1-9. 2015.
12. Hasibuan, Sayuti., Perawatan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
pada masa kehamilan. Dentika dental journal. Vol 15: 125-129. 2010.
13. Isselbacher, Kurt J. et al., Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
ISBN.9794484547. Vol. 1. Ed. 13. EGC. Jakarta. 2013.
14. Tutuheru, dkk., Status Kebersihan Gigi dan Mulut Pasien Poliklinik Gigi
Puskesmas Paniki Bawah Manado. Vol. 2. hal. 3. Fakultas Kedokteran Gigi.
Universitas Sam Ratulangi Manado. Manado. 2014
15. Putri, Megananda Hiranya, dkk,. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras
dan Jaringan Pendukung Gigi. hal.95-97,85-198. EGC. Jakarta. 2010

46
16. Asni, AM., Pengaruh Karang Gigi Terhadap Kesehatan Gusi Pada Anak
Kelas IV Dan V SD Negeri Limbung Putri Kec. Bajeng Kab. Gowa Tahun
2008. Skripsi, ISSN. 2087-0051. 2014. hal. 58-63
17. Yayasan Psoriasis Indonesia, Pusat informasi online Penyakit kulit
Indonesia. Available at http://www.psoriasis.or.id/psoriasis.php.
18. Seymour RA. Risk factor for gingival overgrowth in patients medicated
with ciclosporin in the absence of calcium channel blockers, J.Clin
Periodontol 2005; 32: 273-279.
19. Amiruddin MD. Penatalaksanaan dermatitis atopic. Med Nus 2005; 26:36-
41. http://med.unhas.ac.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=202&Itemid=116
20. Medicine. The Best Online Drugstore. Desember 2008.
http://bestpharmacygroup.com/blog/id/tag/pharmacist?gltr_redir=http%3A
%2F%2Ftranslate.google.com%2Ftranslate%3Fhl%3Den%26sl%3Den
%26tl%3Did%26u%3Dhttp%253A%252F%252Fbestpharmacygroup.com
%252Fblog%252Ftag%252Fpharmacist%252F.
21. Bhattacharyya I. Lip hypertrophy secondary to cyclosporine treatment: a
rare adverse effect and treatment considerations. Oral Surg Oral Med Oral
Pathol Oral Radiol Endod 2006; 102: 469-74.
22. Hyland PL. Regulation of keratinocyte growth factor and scatter factor in
cyclosporine-unduced gingival overgrowth. J Oral Pathol Med 2004; 33:
391-7.
23. Spolidorio LC. Effect of long term cyclosporine therapy on the
periodontium of rats. J Periodont Res 2004; 39:257-62.
24. Bostanci N. Relationship between IL-1A polymorphisms and gingival
overgrowth in renal transplant recipients receiving cyclosporin A. J Clin
Periodontol 2006; 33: 771-8.
25. Nassar CA. Effect of cyclosporine A on alveolar bone homeostasis in a rat
periodontitis model. J Periodont Res 2004; 39: 143-8.
26. Spolidorio LC. Effect of long term cyclosporine therapy on the
periodontium of rat. J Periodont Res 2004; 39: 257- 62.
27. Rheumatoid arthritis. Available at
http://id.wikipedia.org/wiki/Rheumatoid_arthritis.
28. Matsuda S, Koyasu S (Mei 2000). "Mekanisme kerja siklosporin" (PDF).
Imunofarmakologi . 47 (2–3): 119–25. doi : 10.1016 / S0162-3109 (00)
00192-2. PMID 10878286 . Diarsipkan dari yang asli (PDF) pada 2017-08-
11 . Diperoleh 2018-03-04 .
29. Ganong WF (2005). "27". Ulasan fisiologi medis (ed. 22). New York:
McGraw-Hill Medical. hal. 530. ISBN 978-0-07-144040-0.
30. Mott JL, Zhang D, Freeman JC, Mikolajczak P, Chang SW, Zassenhaus HP
(Juli 2004). "Penyakit jantung karena mutasi DNA mitokondria acak
dicegah dengan siklosporin A". Komunikasi Penelitian Biokimia dan
Biofisika . 319 (4): 1210–5. doi : 10.1016 / j.bbrc.2004.05.104 . PMID
15194495 .
31. Youn TJ, Piao H, Kwon JS, Choi SY, Kim HS, Park DG, Kim DW, Kim
YG, Cho MC (Desember 2002). "Efek dari penghambatan jalur pensinyalan
bergantung kalsineurin oleh siklosporin A pada remodeling jantung awal
dan akhir setelah infark miokard" . Jurnal Eropa Gagal Jantung . 4 (6): 713–

47
8. doi : 10.1016 / S1388-9842 (02) 00120-4 . PMID 12453541 . Diarsipkan
dari yang asli pada 2013-04-15.
32. Handschumacher RE, Harding MW, Rice J, Drugge RJ, Speicher DW
(November 1984). "Cyclophilin: protein pengikat sitosol spesifik untuk
siklosporin A". Sains 226 (4674): 544–7. Bibcode : 1984Sci ... 226..544H .
doi : 10.1126 / science.6238408 . PMID 6238408 .
33. Elrod JW, Wong R, Mishra S, Vagnozzi RJ, Sakthievel B, Goonasekera SA,
Karch J, Gabel S, Farber J, Angkatan T, Brown JH, Murphy E, Molkentin
JD (Oktober 2010 ). "Cyclophilin D mengontrol pertukaran Ca (2+) yang
bergantung pada pori mitokondria, fleksibilitas metabolisme, dan
kecenderungan gagal jantung pada tikus" . Jurnal Investigasi Klinis . 120
(10): 3680–7. doi : 10.1172 / JCI43171 . PMC 2947235 . PMID 20890047 .
34. Borel JF (Juni 2002). "Sejarah penemuan siklosporin dan perkembangan
farmakologis awal". Wiener Klinische Wochenschrift . 114 (12): 433–7.
PMID 12422576 .
35. Wang CP, Hartman NR, Venkataramanan R, Jardine I, Lin FT, Knapp JE,
Starzl TE, Burckart GJ (1989). "Isolasi 10 metabolit siklosporin dari
empedu manusia" . Metabolisme dan Disposisi Obat . 17 (3): 292–6. PMC
3154783 . PMID 2568911.
36. Copeland KR, Yatscoff RW, McKenna RM (Februari 1990). "Aktivitas
imunosupresif metabolit siklosporin dibandingkan dan ditandai dengan
spektroskopi massa dan resonansi magnetik nuklir". Kimia Klinis . 36 (2):
225–9. PMID 2137384 .
37. Naesens M, Kuypers DR, Sarwal M (Februari 2009). "Calcineurin inhibitor
nephrotoxicity" (PDF) . Jurnal klinis dari American Society of Nephrology .
4 (2): 481-508. doi : 10.2215 / CJN.04800908 . PMID 19218475 .
38. Robert N, Wong GW, Wright JM (Januari 2010). "Pengaruh siklosporin
pada tekanan darah". Cochrane Database of Systematic Reviews (1):
CD007893. doi : 10.1002 / 14651858.CD007893.pub2 . PMID 20091657 .
39. Lin H, Rocher LL, McQuillan MA, Schmaltz S, Palella TD, Fox IH
(Februari 1990). "Hyperuricemia dan gout yang diinduksi oleh siklosporin".
Jurnal Kedokteran New England . 322 (5): 334–6. doi : 10.1056 /
NEJM199002013220514 . PMID 2296276
40. Agen yang Dikelompokkan oleh Monograf IARC, Volume 1–110
Diarsipkan 2011-10-25 di Wayback Machine
41. Manusia, Kelompok Kerja IARC pada Evaluasi Risiko Karsinogenik hingga
(2012). Ciclosporin . Badan Internasional untuk Penelitian Kanker.
42. Upton, Harriet. Origin of drugs in current use: the cyclosporin story.
43. Azwan. Nephrotic syndrome dan perawatannya. Oktober 2007. Available at
http://drazwan.blogspot.com/2007/10/nephrotic-syndrome-dan-
perawatan.html
44. Stabellini G. Extracellular glycosaminoglycan changes in healthy and
overgrown gingival fibroblasts after cyclosporine A and cytokine
treatments. J Oral Pathol Med 2004; 33: 346-53.
45. O’Hara AJ. Gingival eruption cysts induced by cyclosporine administration
to neonatal dogs. J Clin Periodontol 2002; 29: 507-13.
46. Mondafacto, online dictionary,
http://www.mondofacto.com/facts/dictionary?kinky-hair+disease.

48
47. Perry DA, Schmid MO, Takei HH. Gingival enlargement. In: Newman MG
(editors). Carranza’s clinical periodontology. 10th Ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2006.

49

Anda mungkin juga menyukai