Anda di halaman 1dari 27

Nama.

: Farizal Anggoro Aji


Nim. : C2017040

PENGETAHUAN DAN PRAKTEK IBU HUBUNGANNYA


DENGAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN KARIOGENIK DAN
STATUS KARIES GIGI PADA ANAK USIA 2-4 TAHUN DI KELURAHAN
TEGALSARI KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi
kesehatan tubuh keseluruhan.(1) Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk
mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka.(2)Mengingat kegunaannya yang
demikian penting maka penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat
bertahan lama dalam rongga mulut.
Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di negara-negara
berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah penyakit jaringan keras gigi
( caries dentis ) di samping penyakit gusi.(3) Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi
yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu
karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang
kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan
kematian pulpa serta penyebaran infeksi periapeks yang dapat menyebabkan rasa nyeri.(4)
Penyakit karies pada anak, banyak dan sering terjadi namun kurang mendapat perhatian
dari orang tua karena anggapan bahwa gigi anak akan digantikan gigi tetap. (5)Orang tua kurang
menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan sebenarnya akan sangat besar bila tidak dilakukan
perawatan untuk mencegah karies sejak dini pada anak. Dampak yang terjadi bila sejak awal
sudah mengalami karies adalah selain fungsi gigi sebagai pengunyah yang terganggu, anak juga
akan mengalami gangguan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari sehingga anak tidak mau
makan dan akibat yang lebih parah bisa terjadi malnutrisi, anak tidak dapat belajar karena kurang
berkonsentrasi sehingga akan mempengaruhi kecerdasan. Akibat lain dari kerusakan gigi pada
anak adalah penyebaran toksin atau bakteri pada mulut melalui aliran darah, saluran pernapasan,
saluran pencernaan apalagi bila anak menderita malnutrisi, hal tersebut akan menyebabkan daya
tahan tubuh anak menurun dan anak akan mudah terkena penyakit. Bila gigi sulung sudah
berlubang dan rusak maka dapat diramalkan gigi dewasanya tidak akan sehat nantinya.(2)
Proses karies dan faktor risiko terjadinya karies gigi tetap dan gigi sulung tidak berbeda
namun demikian proses kerusakan gigi sulung lebih cepat menyebar, meluas dan lebih parah
dibandingkan gigi tetap. Hal ini selain disebabkan karena faktor dari dalam sendiri yaitu struktur
enamel gigi sulung yang kurang solid dan lebih tipis serta morfologi gigi sulung yang lebih
memungkinkan retensi dibanding gigi tetap juga disebabkan faktor luar yang menjadi faktor
risiko anak terhadap proses kerusakan gigi seperti keadaan kebersihan mulut anak yang
umumnya lebih buruk dan anak lebih banyak dan sering makan dan minum kariogenik
dibandingkan orang dewasa. Besar kecilnya faktor risiko terhadap timbulnya karies gigi sulung
pada anak usia prasekolah dipengaruhi oleh pengetahuan, kesadaran orang tua dalam merawat
kesehatan gigi. Pengetahuan dan kebiasaan yang perlu dimiliki orang tua antara lain yang
berkaitan dengan cara membersihkan diri, jenis makanan yang menguntungkan kesehatan gigi
dan cara makan minum yang benar.(6)
Makanan atau substrat merupakan salah satu unsur penting untuk dapat terjadi karies.
Makanan pokok manusia adalah karbohidrat, lemak dan protein. Dari berbagai penelitian tampak
ada hubungan antara intake karbohidrat dengan karies dan hubungan yang lebih kompleks
dengan lemak, protein, vitamin dan mineral. Selain itu ternyata ada hubungan langsung antara
bertambahnya konsumsi makanan yang mudah dicerna terutama karbohidrat yang berupa tepung
dengan bertambahnya karies.(6)
Karbohidrat dalam makanan yang sifatnya paling dapat merusak gigi adalah jenis
sukrosa. Proses karies selain ditentukan oleh jenis karbohidrat juga tergantung pada frekuensi
dan bentuk fisik karbohidrat tersebut. Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan atau yang
bersifat lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies. Dari
penelitian Alfano (1980) tehadap tikus ternyata makanan yang paling kariogenik adalah coklat
sedangkan sugar free biskuit, kacang-kacangan, roti dedak menduduki urutan paling rendah.
Dalam penelitian Rugg-Gunn menyatakan bahwa banyaknya intake gula harian lebih besar
hubungannya dibanding dengan frekuensi makan gula. Hubungan gula dalam snack dengan
karies lebih besar dibanding total diet karena snack lebih sering dimakan dalam frekuensi tinggi
dan makanan kariogenik yang sering dimakan di antara dua waktu makan mempunyai ciri-ciri
pH rendah, mengandung gula tinggi dan lengket. Hampir semua anak menyukai makanan
minuman kariogenik yang merupakan faktor risiko terhadap karies yang dimakan di antara dua
waktu makan.(6)
Dalam perkembangannya anak membutuhkan orang lain dan orang lain yang paling
utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Orang tua bertanggung
jawab dalam memenuhi kebutuhan anak juga dalam hal makanan. Perilaku anak kecil lebih
banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggapnya penting seperti ibu. (7) Penyediaan
makanan untuk dikonsumsi anggota keluarga merupakan hasil proses pengambilan keputusan.
Tindakan pengambilan keputusan oleh ibu dalam penyediaan makanan yang baik serta
pemeliharaan kesehatan anak sangat dipengaruhi kesiapan psikologi ibu diantaranya tingkat
pendidikan, tingkat pengetahuan dan sikap ibu.(8) Hasil penelitian Sanjur dan Scoma (1971)
mengenai kebiasaan makan anak, diketahui bahwa makanan yang tidak disukai oleh ibu juga
tidak disukai oleh anaknya dan ketidaktahuan ibu terhadap jenis makanan tertentu akan
mempengaruhi ketidaktahuan anak terhadap makanan tertentu.(9) Bagi sebagian masyarakat, jenis
makanan yang telah terbiasa mereka pelajari untuk menyukainya sejak masa kanak-kanak akan
berlanjut menjadi makanan kesukaannya pada saat dewasa.(10)
Masalah kesehatan gigi di Indonesia masih merupakan hal menarik karena prevalensi
karies dan penyakit periodontal mencapai 80% dari jumlah penduduk (Ibone Effendi dan
Mooler, 1973). Prevalensi karies gigi dan penyakit periodental tidak berbeda tahun 1973 dan
1983.(11) Sampai sekarang ini di Indonesia data tentang frekuensi karies gigi sulung anak usia
prasekolah masih langka. Data yang adapun tidak dapat dipakai sebagai indikator kesehatan gigi
anak karena tidak mewakili keadaan gigi sulung di Indonesia, walaupun hasil observasi lapangan
menunjukkan adanya karies rampan gigi sulung yang cukup luas (Armasastra dan Antonraharjo,
1986). Di Yogyakarta, dari 7 lokasi pemeriksaan didapatkan angka frekuensi karies gigi sulung
anak usia 3-5 tahun sebesar 75% dengan def-t rata-rata 5,2 (Supartinah, 1982). Tahun 1985
dilaporkan fekuensi karies gigi di 100 Sekolah Taman Kanak-kanak di Yogyakarta sebesar 85 %,
tanpa melaporkan indeks def-nya (Rinaldi dan Iwa-Sutardjo, 1985). Di Medan frekuensi karies
gigi sulung anak usia balita karena minum susu botol di beberapa Puskesmas adalah 61 % (Lina
dan Situmorang, 1985). Frekuensi karies gigi sulung merupakan indikator kesehatan gigi anak
usia prasekolah yang diperlukan untuk menilai keadaan kesehatan gigi sekaligus juga
keberhasilan upaya kesehatan gigi anak usia prasekolah dan usia balita.(6)
Anak usia 2-4 tahun umumnya sudah mempunyai gigi sulung yang lengkap yaitu
berjumlah 20 buah dan perilaku anak dalam menjaga kesehatan termasuk kesehatan gigi masih
sangat tergantung pada orang dewasa terutama ibu yang merawatnya. Kesehatan gigi anak usia
ini dipengaruhi oleh perilaku ibu khususnya dalam menjaga kebersihan gigi maupun dalam
memberikan makanan minuman yang dapat menyebabkan karies gigi.
Kelurahan Tegalsari merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan
Candisari. Letak kelurahan yang berada ditengah kota dan berbentuk perkampungan
menyebabkan banyak tersedia kemudahan dalam mendapatkan variasi konsumsi makanan dan
minuman kariogenik dan keragaman tingkat pendidikan ibu yang akan turut mempengaruhi
keadaan kesehatan gigi anak pada usia 2-4 tahun yang umumnya masih diasuh oleh ibu.
Berdasarkan hal tersebut peneliti merasa tertarik untuk mengetahui gambaran keadaan kesehatan
gigi anak pada usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari.

2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut “ Apakah ada hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dalam
pemberian makanan jajanan dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan
status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Candisari Kota
Semarang.”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dengan frekuensi konsumsi
makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan
Tegalsari Kecamatan Candisari Kota Semarang.
2. Tujuan khusus
1. Mendapatkan informasi tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di
Kelurahan Tegalsari
2. Mengetahui jenis-jenis makanan jajanan menurut status kariogenitas jajanan yang sering
dikonsumsi oleh anak usia 2-4 tahun
3. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan
frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
4. Mengetahui hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuesi
konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
5. Mengetahui hubungan frekunsi konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan tingkat
keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun
6. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan
tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun
7. Mengetahui hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat
keparahan karies gigi pada anak prasekolah usia 2-4 tahun

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan pengalaman langsung dalam
melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah.
2. Bagi masyarakat
Menjadi bahan masukan dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap karies gigi dan
perawatan gigi sejak masih anak-anak.

3. Bagi Instansi terkait


Menjadi bahan masukan untuk menilai keadaan kesehatan gigi dan keberhasilan upaya
kesehatan gigi anak usia prasekolah dan usia balita
4. Bagi mahasiswa
Sebagai tambahan informasi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian lebih lanjut
tentang karies gigi.

5. Ruang Lingkup

1. Lingkup keilmuan
Lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya
bidang epidemiologi karies gigi.
2. Lingkup masalah
Permasalahan dibatasi pada hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dengan
frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia 2-4
tahun di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Candisari
3. Lingkup Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2000 – Maret 2001
4. Lingkup Tempat
Penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Candisari, Kota
Semarang
5. Lingkup Sasaran
Sasaran penelitian adalah anak prasekolah umur 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karies Gigi

1. Definisi Karies
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang
disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya
adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan
organiknya , akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke
jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri.(4)

2. Mekanisme Karies
Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat diragikan oleh bakteri
tertentu dan dapat membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam
tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan
demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun dimulai. Paduan keempat faktor
penyebab tersebut digambarkan sebagai empat lingkaran yang bersitumpang. Karies baru akan
timbul hanya kalau keempat faktor penyebab tersebut bekerja simultan.(4)
Karies gigi dimulai dengan terjadinya demineralisasi pada lapisan email. Email menjadi keropos
dan lambat laun akan terjadi lubang pada permukaan gigi. Tanpa perawatan proses karies
berjalan terus, menjalar ke lapisan dentin dan akhirnya sampai ke jaringan pulpa. Kalau proses
sampai ke jaringan pulpa maka lambat laun pulpa akan mati dan membusuk dan proses radang
akan menjalar terus sampai ke tulang alveola. Pada ujung akar akan timbul sebuah kantong yang
berisikan nanah dan bakteri, kantong ini disebut granuloma. Granuloma menjadi sumber infeksi
untuk jaringan sekitar gigi maupun organ-organ tubuh lainnya seperti ginjal, jantung, mata.(12)

Mikroorganisme

Substrat

Gigi
dan
Saliva
Karies

Waktu

Gambar 2.1 : Faktor penyebab terjadinya karies gigi

Sumber : Edwin. A.M Kidd and Sally Joysion. Bechal ( Alih bahasa : Narlan Sumawinata dan
Saffida Faruk). Dasar dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya, Jakarta, EGC,
1991

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karies


a. Faktor dalam
Faktor resiko di dalam mulut adalah faktor yang langsung berhubungan dengan karies. Ada 4
faktor yang berinteraksi :
1. Hospes yang meliputi gigi dan saliva
1. Komposisi gigi sulung
Komposisi gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin adalah lapisan di bawah
email. Struktur email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies. Struktur email
gigi terdiri dari susunan kimia kompleks dengan gugus kristal yang terpenting yaitu
hidroksil apatit. Permukaan email terluar lebih tahan karies dibanding lapisan
dibawahnya karena lebih keras dan padat. Permukaan email lebih banyak mengandung
mineral dan bahan-bahan organik dengan air yang relatif lebih sedikit. Proses
mineralisasi email tidak hanya melalui pulpa dan dentin saja, tetapi ion-ion dari saliva
secara tetap meletakkan komposisi mineral langsung ke permukaan gigi atau email.(6)
Ion kimia paling penting yang diharapkan banyak diikat oleh hidroksil apatit
adalah ion fluor. Dengan penambahan fluor, hidroksil apatit akan berubah menjadi fluor
apatit yang lebih tahan terhadap asam. Selain unsur fluor, ada unsur lain yang berkaitan
dengan tinggi rendahnya karies. Menurut penelitian Glass dkk (1973), bila di dalam air
minum terdapat banyak unsur kalsium, magnesium, molibdenum atau vanadium jumlah
karies akan rendah. Sebaliknya bila air minum banyak mengandung tembaga, besi dan
mangan, frekuensi karies akan lebih tinggi. Dari penelitian Newbrun (1973) juga
menjelaskan klasifikasi berat ringannya pengaruh unsur tersebut dengan karies sehingga
jelas bahwa modifikasi komposisi kimiawi gigi berpengaruh pada resistensi permukaan
email terhadap karies.(6)
Proses karies pada gigi tetap sama dengan pada gigi sulung. Kuat lemahnya
struktur gigi terhadap karies dapat dilihat dari warna, keburaman dan kelicinan gigi serta
ketebalan email. Tebal email gigi sulung yang hanya setengah dari gigi tetap
menyebabkan proses karies gigi sulung lebih cepat terjadi dari pada gigi tetap.(6)
2. Morfologi gigi sulung
Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap karies. Morfologi
gigi sulung dapat ditinjau dari 2 permukaan :
1. Permukaan oklusal
Permukaan oklusal gigi molar sulung mempunyai bonjol yang relatif tinggi sehingga
lekukan menunjukkan gambaran curam dan relatif dalam. Bentuk morfologi gigi
sulung tidak banyak bervariasi kecuali gigi molar sulung pertama atas dalam bentuk
dan ukurannya. Lekukan gigi sulung yang lebih dalam akan memudahkan terjadinya
karies.(6)
2. Permukaan halus
Kontak antar gigi tetap adalah kontak titik tetapi kontak antar gigi sulung merupakan
kontak bidang. Hal ini disebabkan bentuk permukaan proksimal gigi sulung agak
datar. Keadaan ini akan menyulitkan pembersihannya.(6)

3. Susunan gigi sulung


Gigi-gigi berjejal dan saling tumpang tindih akan mendukung timbulnya karies
karena daerah tersebut sulit dibersihkan. Pada umumnya susunan gigi molar sulung rapat
sedangkan gigi insisivus sulung renggang. Dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa
anak dengan susunan gigi berjejal lebih banyak menderita karies daripada yang
mempunyai susunan gigi baik.(6)
4. Saliva
Di dalam mulut selalu ada saliva yang berkontak dengan gigi. Saliva berperan
dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli menyatakan, saliva merupakan pertahanan
pertama terhadap karies. Mereka juga menyatakan bahwa fungsi saliva sebagai pelicin,
pelindung, buffer , pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Namun demikian saliva juga
memegang peranan penting lain yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva juga
merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang
berhubungan dengan karies gigi.(6)
2. Mikroorganisme
Walaupun banyak perbedaan pendapat tentang bagaimana dan mikroorganisme mana
sebagai penyebab karies namun semua ahli berpendapat bahwa karies gigi tidak akan terjadi
tanpa mikroorganisme. Meskipun begitu tidak semua mikroorganisme di dalam mulut
penting dalam hubungan ini. Ternyata banyak mikroorganisme asidogenik di dalam mulut
tidak menyebabkan karies in vitro. Selain itu beberapa individu yang mempunyai banyak
mikroorganisme di dalam mulut ternyata tidak menderita karies (Volker dan Russel, 1973;
Sumnich, 1977; Newburn, 1978; Miller, 1981).
Banyak dilakukan penelitian mengenai hubungan antara mikroorganisme dengan
karies diantaranya penelitian klasik Orland tahun 1954 tentang tikus yang diberi makan diet
karbohidrat yang sangat kariogenik. Gigi tikus tersebut ternyata tidak ada karies karena tidak
ada (bebas dari) mikroorganisme. Gigi tikus tersebut terserang karies setelah ada
mikroorganisme. Penelitian selanjutnya mengarah pada penelitian berbagai jenis
mikroorganisme di dalam mulut yang diduga berkaitan dengan karies. Banyak yang telah
membuktikan bahwa mikroorganisme di dalam mulut yang berhubungan dengan karies antara
lain bermacam strain Streptococcus, Lactobacillus, Actinomices dan lain-lain.
Mikroorganisme ini menempel di gigi bersama dengan plak atau debris. Plak gigi adalah
media lunak non mineral yang menempel erat di gigi. Plak terdiri dari mikroorganisme (70%)
dan bahan antar sel (30%) (Newburn, 1978). Lebih jauh Van Houte et al. (1981)
mengemukakan bahwa 50 % mikroorganisme yang ada di plak adalah Lactobacillus kendati
tidak selalu terdapat di dalam jaringan karies dan keadaannya sama di permukaan gigi yang
tidak atau yang sudah diberi fluor.(4)
3. Substrat
Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dimakan sehari-hari yang
menempel di permukaan gigi. Substrat ini berpengaruh terhadap karies secara lokal di dalam
mulut (Newburn,1978, Konig dan Hoogendoorn, 1982). Substrat yang menempel di
permukaan gigi berbeda dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh yang diperlukan untuk
mendapatkan energi dan membangun tubuh.(6)
Makanan pokok manusia ialah karbohidrat, lemak dan protein. Pada dasarnya nutrisi sangat
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan gigi saat pembentukan matriks email dan
kalsifikasi. Nutrisi berperan dalam membentuk kembali jaringan mulut dan membentuk daya
tahan terhadap infeksi juga karies. Makanan akan mempengaruhi keadaan di dalam mulut
secara lokal selama pengunyahan dan setelah ditelan akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan masa pre dan pasca erupsi (Altano, 1980 dan Menaker,
1980 ). Nutrisi berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan gigi dalam struktur,
ukuran, komposisi, erupsi dan ketahanan gigi terhadap karies.(6)
4. Waktu
Pengertian waktu disini adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi
substrat menempel di permukaan gigi (Newsburn, 1978 ; Konig dan Hoogendoorn ,1982).
Faktor waktu menonjol setelah Vipeholm tahun 1954 (Newburn 1978) melakukan penelitian
untuk mengetahui hubungan antara waktu dengan frekuensi diet makanan dan minuman
kariogenik. Ternyata memang ada hubungan di antara keduanya. Faktor ini juga tampak jelas
pada percobaan binatang.(6)
Karies gigi merupakan penyakit kronis, kerusakan berjalan dalam periode bulan atau
tahun. Rata-rata kecepatan karies gigi tetap yang diamati di klinik adalah 18-6 bulan.
Kecepatan karies anak-anak lebih tinggi sedangkan kecepatan kerusakan gigi penderita
xerostamia lebih pendek (2 bulan ) (Newsburn, 1978).(6)
Faktor waktu ini jelas terlihat pada anak yang diberi minum susu atau cairan manis lainnya
melalui botol. Ketika anak tidur dengan dot kater di botol masih berada di mulutnya, cairan
dari botol akan tergenang di mulut dalam waktu lama. Kecepatan kerusakan gigi akan jelas
terlihat dengan timbulnya karies menyeluruh dalam waktu singkat (terjadi karies botol )
(Finn, 1973; Miller, 1981; Jonsen, 1984). Selain itu keadaan yang dapat menyebabkan
substrat lama berada dalam mulut ialah kebiasaan anak menahan makanan di dalam mulut
dimana makanan tidak cepat-cepat ditelan.(6)

2. Faktor Luar
1. Usia
Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun juga akan bertambah. Hal
ini jelas karena faktor risiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi.
Anak yang pengaruh faktor risiko terjadinya karies kuat akan menunjukkan jumlah karies
lebih besar dibanding yang kurang kuat pengaruhnya.(6)
2. Jenis kelamin
Dari berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih
tinggi dibandingkan pria. Demikian juga dengan anak-anak, prevalensi karies gigi sulung
anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan antara
lain karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak laki-laki sehingga gigi
anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih
lama berhubungan dengan faktor risiko terjadinya karies.(6)
3. Suku bangsa
Beberapa penelitian menunjukkan ada perbedaan pendapat hubungan suku bangsa
dengan prevalensi karies, semua tidak membantah bahwa perbedaan ini karena keadaan
sosial ekonomi, pendidikan, makanan, cara pencegahan karies dan jangkauan pelayanan
kesehatan gigi yang berbeda di setiap suku tersebut.(6)
4. Letak geografis
Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena kandungan fluor air
minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm maka gigi mempunyai daya tahan terhadap
karies tetapi bila air minum mengandung lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled
teeth yang menyebabkan kerusakan email berupa bintik-bintik hitam.(13)
5. Kultur sosial penduduk
Wycoff (1980) menjelaskan bahwa ada hubungan antara keadaan sosial ekonomi dan
prevalensi karies. Faktor yang mempengaruhi keadaan ini adalah pendidikan dan penghasilan
yang berhubungan dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan lain-lain.(6)

6. Kesadaran, sikap dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi


Fase perkembangan anak usia di bawah 5 tahun masih sangat tergantung pada
pemeliharaan dan bantuan orang dewasa dan pengaruh paling kuat dalam masa tersebut
datang dari ibunya. Peranan ibu sangat mementukan dalam pertumbuhan dan perkembangan
anak. Demikian juga keadaan kesehatan gigi dan mulut anak usia prasekolah masih sangat
ditentukan oleh kesadaran, sikap dan perilaku serta pendidikan ibunya.(6)

B. Pemeriksaan Gigi Sulung dan Kebersihan Mulut Anak


1. Indeks def-t
Indikator karies gigi dapat berupa prevalensi karies gigi dan skor dari indeks karies.
Indeks karies gigi yaitu angka yang menunjukkan jumlah gigi karies seseorang atau sekelompok
orang. Indeks karies gigi tetap disebut DMF (D, decayed = gigi karies yang tidak ditambal ; M,
missing = gigi karies yang sudah atau yang seharusnya dicabut; F, filled = gigi yang sudah
ditambal), pertama kali diperkenalkan oleh Klein tahun 1938 (Muhler, 1954) dan untuk gigi
sulung disebut def, oleh Gruebbel tahun 1944 (James dan Beal, 1981). Indeks karies gigi
(DMF/def) adalah jumlah gigi karies yang masih bisa ditambal (D, untuk gigi tetap; d, untuk gigi
sulung) ,ditambah dengan gigi karies yang tidak dapat ditambal lagi atau gigi dicabut (M, untuk
gigi tetap; e, untuk gigi sulung) dan jumlah gigi karies yang sudah ditambal (F, untuk gigi tetap;
f, untuk gigi sulung). Indeks DMF atau def gigi disebut DMF-T (DMF-Tooth) untuk gigi tetap
atau def-t untuk gigi sulung.
Batasan prevalensi dan indeks ini dapat secara seragam digunakan untuk mengumpulkan
data sehingga diketahui keadaan kesehatan gigi rata-rata tiap orang di suatu populasi tertentu
(Muhler, 1954; Finn, 1977; WHO, 1977; Barmes, 1981; James dan Beal, 1981; Jong, 1981).
Kategori tinggi rendahnya prevalensi karies di suatu daerah atau negara adalah :
Keparahan karies Kategori

0,0 – 1,1 sangat rendah


1,2 – 2,6 rendah
2,7 – 4,4 sedang
4,5 – 6,6 tinggi
> 6,6 sangat tinggi

2. Pengukuran tingkat kebersihan gigi dan mulut


Adanya plak atau debris di permukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator kebersihan
mulut. Grenn dan Vermillon (1960, 1964), Marten dan Meskin (1972) dan WHO (1977)
mengusulkan cara untuk menilai kebersihan mulut dengan memberi skor adanya plak atau debris
atau karang gigi yang menempel di permukaan gigi. Indeks debris yang sering dipakai untuk
menilai kebersihan mulut adalah Indeks kebersihan mulut (OHI = Oral Hygiene Index ) dari
Green dan Vermillon (1964) (Sutatmi Suryo, 1977). Cara lebih sederhana sehingga memudahkan
penelitian dengan sampel besar dipakai OHI-S (Oral Higiene Index Simplified), yaitu memberi
skor debris (DI) dan calculus indeks (CI) kepada enam permukaan gigi tertentu (Green dan
Vermillon, 1964)

Keuntungan OHI-S adalah :


 Kriteria obyekif
 Pemeriksaan dilakukan dengan cepat
 Tingkat reproducibility yang tinggi dimungkinkan dengan masa latihan yang minimum
 Dapat mengevaluasi kebersihan gigi dan mulut secara pribadi
Penentuan skor :
1. Debris Indeks (DI)
DI adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa makanan yang melekat
pada gigi tertentu.
Skor debris
Skor 0 = tidak ada debris sama sekali
Skor 1 = debris ada di sepertiga sevikal permukaan gigi
Skor 2 = debris sampai mencapai pertengahan permukaan gigi
Skor 3 = debris sampai mencapai daerah sepertiga oklusal atau insisial permukaan gigi
Jumlah skor debris
DI =
Jumlah gigi yang diperiksa

2. Calculus Indeks (CI)


CI adalah skor dari endapan keras (karang gigi) atau debris yang mengalami pengapuran
yang melekat pada gigi penentu.
Calculus Indeks
Skor 0 = tidak ada karang gigi sama sekali
Skor 1 = karang gigi ada di sepertiga sevikal permukaan gigi
Skor 2 = karang gigi sampai mencapai pertengahan permukaan gigi
Skor 3 = karang gigi sampai mencapai daerah sepertiga oklusal atau insisial permukaan
gigi
Jumlah skor calculus
CI =
Jumlah gigi yang diperiksa

Kategori keadaan kebersihan gigi dan mulut :


Skor OHI-S Keadaan

0,0 – 1,2 Baik


1,3 - 3,0 Sedang
3,1 – 6,0 Kurang

C. Makanan Jajanan
Makanan jajanan adalah makanan atau minuman yang siap dikonsumsi, yang dijual di
tempat umum dan terlebih dahulu telah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi (rumah)
atau di tempat penjualan (Fardiaz, 1992). Sedangkan berjajan diartikan sebagai membeli
panganan di kedai atau yang dijajakan. Menurut Winarno (1998) makanan jajanan/jajan pasar
yaitu jenis masakan yang dimakan sepanjang hari, sebagai hiburan, tidak terbatas pada suatu
waktu, tempat dan jumlah yang dikonsumsi. Bagi masyarakat Indonesia, jajan sudah menjadi
kebiasaan bahkan dapat dikatakan sebagai bagian dari pola makan masyarakat Indonesia.
Perkembangan di dunia industri makanan telah menghasilkan produk-produk makanan
yang siap disantap dan minuman awet yang dapat dengan mudah diperoleh di pasaran. Hal ini
didorong oleh kebutuhan konsumen akan produk-produk yang serba praktis termasuk makanan.
Kesibukan yang menyita waktupun telah turut menjadikan makanan jajanan sebagai salah satu
alternatif pemenuhan kebutuhan tubuh akan zat gizi selain berfungsi sebagai makanan selingan
yang dimakan diantara waktu makan.
Kebiasaan jajan atau mengkonsumsi makanan jajanan yang salah di masa kanak-kanak
dapat membawa dampak berupa timbulnya penyakit yang sifatnya akut atau kronis. Efek negatif
jajanan bisa diderita dalam jangka waktu yang singkat maupun sepanjang hayat. Berikut ini
adalah beberapa contoh dampak negatif dari jajanan :
 Anak menjadi sulit makan(14) dan menurut Winarno (1993) dapat juga mengurangi nafsu
makan karena seringkali anak menjadi terlalu kenyang, lebih-lebih jika jajan berkali-kali
dalam sehari.(15) Hal ini dapat menyebabkan anak mederita berbagai penyakit akibat
kurang gizi.
 Higiene sanitasi dan keamanan makanan jajanan yang kurang dapat menyebabkan
keracunan makanan dan infeksi bakteri sehingga anak menderita muntah-muntah, sakit
perut bahkan diare.(16)
 Kandungan bahan makanan tambahan yang mengandung bahan kimia tertentu pada
makanan jajanan dengan tujuan pengawatan, penguat rasa maupun pewarna dapat
menjadi pencetus gejala alergi, diare, pusing, muntah bahkan secara komulatif bisa
menimbulkan kanker.(16)
 Kualitas jajanan yang rendah akibat cara persiapan maupun pengolahan bahan yang tidak
tepat dapat menyebabkan hilangnya zat gizi tertentu.(16)
 Sebagian besar makanan jajanan kaya akan kalori atau biasanya dibuat dari tepung-
tepungan dan gula tetapi miskin akan zat gizi tertentu. Ketidakseimbangan zat gizi dalam
makanan jajanan dapat menyebabkan kegemukan yang selanjutnya dapat menyebabkan
hilangnya rasa percaya diri dan beresiko tinggi terhadap berbagai macam penyakit
degeneratif seperti penyempitan pembuluh darah dan jantung koroner.(17)

D. Makanan Kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat
makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur di
dalam mulut. Dari penelitian Altano (1980) dan Menaker (1980) menyatakan adanya hubungan
antara masukan karbohidrat dengan karies. Hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan
terjadinya karies gigi ada kaitannya dengan pembentukan plak pada permukaan gigi. Plak
terbentuk dari sisa-sisa makanan yang melekat di sela-sela gigi dan pada plak ini akhirnya akan
ditumbuhi bakteri yang dapat mengubah glukosa menjadi asam sehingga pH rongga mulut
menurun sampai dengan 4,5. Pada keadaan demikian maka struktur email gigi akan terlarut.
Pengulangan konsumsi karbohidrat yang terlalu sering menyebabkan produksi asam oleh bakteri
menjadi lebih sering lagi sehingga keasaman rongga mulut menjadi lebih asam dan semakin
banyak email yang terlarut.
Kariogenitas suatu makanan tergantung dari :
1. Bentuk fisik
Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket serta mudah hancur di
dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies dibanding bentuk fisik lain, karbohidrat
seperti ini misalnya kue-kue, roti, es krim, susu, permen dan lain-lain (Bibby, 1975 dan
1983 ; Newburn, 1978; Konig dan Hoogendoorn, 1982). Bibby dan Huang (1980)
membuktikan dalam percobaan in vitro bahwa susu kental lebih menyebabkan demineralisasi
dibandingkan dengan susu kering. Susu coklat lebih merusak dibandingkan susu saja.(6)
Sebaliknya makanan yang kasar dan berserat menyebabkan makanan lebih lama
dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi kesehatan gigi dan gusi.
Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang membasuh gigi dan mengencerkan
serta menetralisasi zat-zat asam yang ada.(18) Makanan berserat menimbulkan efek seperti
sikat dan tidak melekat pada gigi. Titik-titik positif pada buah segar adalah kadar vitamin,
kadar mineral, kaya akan serabut kasar dan air serta sifat-sifat yang merangsang fungsi
pengunyahan dan sekresi ludah.(19) Buah yang mempunyai sifat sebagi pembersih alami
seperti apel, benkoang, pir, jeruk.(6)
2. Jenis
Pada umumnya para ahli sependapat bahwa karbohidrat yang berhubungan dengan proses
karies adalah polisakarida, disakarida, monosakarida dan sukrosa terutama mempunyai
kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme asidogenik dibanding
karbohidrat lain.(6) Sukrosa dimetabolisme dengan cepat untuk menghasilkan zat-zat asam.
Makanan manis dan penambahan gula dalam minuman seperti air teh atau kopi bukan
merupakan satu-satunya sukrosa dalam diet seseorang.(19)
3. Frekuensi konsumsi
Frekuensi makan dan minuman tidak hanya menentukan timbulnya erosi tetapi juga
kerusakan karies. Dari penelitian Rugg-Gunn et al (1980) menyatakan banyaknyaintake gula
harian lebih besar korelasinya dibanding dengan frekuensi makan gula. Hubungan gula
dalam snack dengan karies lebih besar dari total diet karena snacklebih sering dimakan dalam
frekuensi tinggi. Dalam studi Vipeholm dijelaskan bahwa karies didasarkan oleh frekuensi
yang tinggi makan makanan kecil.(19) Dari beberapa penelitian lain ditemukan hal-hal sebagai
berikut (Silverstone , 1981) (20)
1. Komposisi gula yang meningkat akan meningkatkan aktivitas karies.
2. Kemampuan gula dalam menimbulkan karies akan bertambah jika dikonsumsi dalam
bentuk yang lengket
3. Aktivitas karies juga meningkat jika jumlah konsumsi makan makanan yang manis dan
lengket ditingkatkan
4. Aktivitas karies akan menurun jika ada variasi makanan
5. Karies akan menurun jika menghilangkan kebiasaan makan-makanan manis yang lengket
dari bahan makanan.

E. Frekuensi Konsumsi Pangan


Metoda frekuensi pangan didesain untuk mendapatkan data kualitatif, informasi
deskriptif tentang pola konsumsi pangan. Metoda ini tidak digunakan untuk data kuantitatif
intake zat-zat gizi. Pertanyaan –pertanyaan dalam kuesioner terdiri dari dua bagian, yaitu :(21)
1. Daftar bahan pangan
Daftar bahan pangan dapat terkonsentrasi pada satu kelompok bahan pangan dan dapat pula
berupa bahan pangan yang dikonsumsi dalam hubungan dengan musim atau kejadian tertentu
atau dapat pula mengetahui keanekaragaman pola konsumsi dari suatu populasi.
2. Satu set frekuensi konsumsi bahan-bahan pangan
Tujuan dari metoda frekuensi pangan ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang
frekuensi konsumsi bahan pangan tertentu atau kelompok bahan pangan , selama waktu tertentu
(seperti harian, mingguan, bulanan). Zat gizi tertentu dapat diperoleh dari kombinasi bahan
pangan tertentu yang merupakan fokus kuesioner. Misalnya frekuensi konsumsi buah-buahan
segar dan sari buah dapat merupakan golongan makanan sumber konsumsi vitamin C, sayuran
hijau dan wortel merupakan golongan makanan sumber konsumsi karoten. Sereal, kacang-
kacangan, buah-buahan dan sayuran merupakan golongan makanan sumber konsumsi serat.
6. Tinjauan Umum Pengetahuan, Sikap dan Praktek sebagai Komponen Perilaku.
Perilaku menurut Notoatmodjo (1990) adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk operasional dapat
dikelompokkan menjadi 3 :(22)
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.
Pengetahuan diperoleh setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek
tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan pendorong yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket.(23)
2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan
dari luar si subyek yang menimbulkan perasaan suka atau tidak suka.
Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuatu dengan
rangsangan yang diterimanya. Sebelum orang itu mendapatkan informasi atau melihat obyek
itu tidak mungkin terbentuk sikap. Meskipun dikatakan mendahului tindakan, sikap belum
tentu tindakan aktif tetapi merupakan predisposisi (melandasi/mempermudah) untuk
bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu mencakup komponen kognisi,
afeksi dan konasi.(24) Menurut Berkowitz (1997) sikap merupakan respon evaluatif yang
menempati sikap sebagai perilaku yang tidak statis walaupun pembentukan sikap seringkali
tidak disadari oleh orang yang bersangkutan akan tetapi bersifat dinamis dan terbuka
terhadap kemungkinan perubahan karena interaksi dengan lingkungan. Sikap akan ada
artinya bila ditampakkan dalam bentuk pernyataan, lisan maupun perbuatan dan apa yang
dinyatakan seseorang sebagai sikapnya secara terbuka tidak selalu sesuai dengan sikap hati
sesungguhnya. Jadi penyimpulan mengenai sikap individu sangat sulit bahkan dapat
menyesatkan bila diambil dalam bentuk perilaku yang tampak.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan/praktek yang sudah nyata yaitu berupa perbuatan
terhadap situasi dan atau rangsangan dari luar.
Menurut WHO (1984) ada 4 alasan utama seseorang akan berperilaku:
1. Pikiran dan perasaaan
Yang termasuk dalam hal ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan nilai-nilai.
2. Orang yang dianggap penting seperti orang tua, orang yang dipercaya.
3. Sumber daya termasuk fasilitas, dana, waktu, ketrampilan.
4. Kebudayaan atau perilaku normal, kebiasaaa, nilai dan penggunaan sumber-sumber
dalam masyarakat.
6. Perilaku Anak dalam Makan

Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Orang lain yang paling utama
dan pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Perilaku anak kecil lebih banyak
dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggapnya penting seperti ibu, begitu juga dalam hal
makanan. Apa yang anak pelajari tentang apa dan bagaimana makan akan membentuk pola
makan tertentu sampai dia dewasa. Ibu mempunyai peran penting dalam membentuk pola makan
anak terutama pada fase perkembangan anak usia di bawah 5 tahun.
Sejak anak lahir, ibu mulai mengenalkan anak pada makanan dengan memberikan ASI.
Menyusui bayi merupakan tradisi yang masih umum dijumpai di Indonesia, meski periodenya
berbeda dari satu tempat dengan yang lainnya. Di desa ibu menyusukan bayinya hingga 12 bulan
sampai 24 bulan. Sebagian besar anak disapih menjelang umur 2 tahun. Di daerah kota periode
penyusuan umumnya lebih pendek.(25)
Setelah anak disapih, anak mulai dikenalkan pada makanan lain selain ASI. Pada usia 1-3
tahun anak bersifat konsumen pasif. Makanan tergantung pada apa yang disediakan ibu. Gigi
susu juga telah tumbuh tetapi belum dapat digunakan mengunyah makanan yang terlalu keras.
Ibu hanya memberikan makanan yang teksturnya lunak namun anak hendaknya sudah diarahkan
untuk mengikuti pola makan orang dewasa. Selanjutnya fase perkembangan anak usia 4-6 tahun,
anak mulai bersifat konsumen aktif dimana mereka telah dapat memilih makanan yang disukai.
Pada usia ini kebiasaan yang baik sudah harus ditanamkan.(26)
Bagi sebagian besar ibu, pemberian kasih sayang pada anak masih kecil cukup dengan
memberikan kepuasan emosi pada anak-anak mereka. Orang tua cukup memenuhi kehendak
anak, bahkan biasanya disiplin tidak terlalu ketat. Kebiasaan seperti ini berlaku juga dalam
pemberian makanan. Ibu banyak yang memberikan makanan yang menjadi keinginan anak tanpa
melihat apakah makanan tersebut sehat dan baik dikonsumsi bagi anak.(27)
Anak-anak umumnya menyukai makanan yang manis-manis. Kebiasaan ini terbentuk
karena ibu membiasakan anak mengkonsumsi makanan yang manis dengan atau tanpa mereka
sadari. Melalui penambahan gula pada susu, makanan bayi, penggunaan obat-obatan dalam
bentuk sirup, lama-lama kebiasaan ini akan berlanjut sampai dewasa untuk terus mengkonsumsi
makanan yang manis-manis.(23)
K
Faktor dari dalam :
1. Struktur gigi
2. Morfologi gigi
3. Susunan gigi geligi di rahang
4. pH saliva
5. Kebersihan mulut
6. Jumlah dan frekuensi makanan kariogenik
erangka Teori

Karies gigi anak

Faktor luar :
1. Pengetahuan, sikap dan praktek terhadap pemeliharaan kesehatan gigi
2. Usia
3. Jenis kelamin
4. Suku bangsa
5. Letak geografis
6. Kultur sosial

Sumber : Suwelo, 1992 dengan modifikasi


= variabel yang diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Teori Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi
BAB III
METODE PENELITIAN

A
Pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan
. Kerangka Konsep

Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak


Karies gigi pada anak
Praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan

Kebersihan gigi dan mulut


- OHI-S
- praktek kebersihan gigi oleh anak

Keterangan : II
I : kerangka konsep I
II : kerangka konsep II

B. Hipotesis
1. Ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi
konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
2. Ada hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi konsumsi
makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
3. Ada hubungan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan tingkat keparahan
karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari
4. Ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat
keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun
5. Ada hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat keparahan
karies gigi pada anak usia 2-4 tahun

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


Variabel penelitian
Kerangka Konsep I
 Variabel bebas : Pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan
 Variabel terikat : Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak
Kerangka Konsep II
 Variabel bebas : Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak
 Variabel terikat : Karies gigi pada anak
- Variabel pengganggu : Kebersihan gigi dan mulut yang meliputi OHI-S dan praktek
kebersihan gigi oleh anak

Definisi operasional
1. Karies gigi pada anak
Indeks def-t responden yang diperoleh dengan menjumlahkan gigi sulung karies
( d=decayed ) di subyek, baik yang belum atau sudah ditambal (=extracted ) dan yang
seharusnya atau sudah dicabut ( f=filled)
Skala : rasio

Untuk memudahkan dalam analisa deskriptif keparahan karies digolongkan menjadi :


Keparahan karies Kategori

0,0 - 0,241 Ringan


0,242 - 0,394 Sedang
>0,394 Berat

2. Makanan jajanan
Makanan atau minuman selain makanan pokok yang berbentuk kemasan atau tidak, yang
dibuat oleh industri atau dibuat sendiri, yang dijajakan maupun tidak, yang dimakan di antara
waktu makan sebagai selingan , terbagi dalam :
I. Makanan kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan atau minuman yang mudah menimbulkan karies
yang bersifat manis, lengket dan mudah hancur di dalam mulut
II. Makanan non kariogenik
Makanan non kariogenik adalah makanan yang tidak menimbulkan terjadinya karies
tetapi justru bersifat sebagai pencegah terjadinya karies.
3. Frekuensi konsumsi makanan jajanan
Berapa kali per minggu anak umur 2-4 tahun mengkonsumsi makanan jajanan yang diperoleh
dengan metoda frekuensi konsumsi pangan selama satu minggu.
Skala : rasio
Dalam deskriptif frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan non kariogenik
dikelompokkan :
1. Tiap jenis makanan kariogenik
Sering sekali : konsumsi >14 kali/minggu
Sering : konsumsi 8-14 kali/minggu
Jarang : konsumsi 1-7 kali/minggu
Tidak pernah : tidak mengkonsumsi
2. Total konsumsi makanan kariogenik
Sering sekali : konsumsi >70 kali/minggu
Sering : konsumsi 35-70 kali/minggu
Jarang : konsumsi 1-35 kali/minggu
2. Makanan non kariogenik
Sering sekali : konsumsi >7 kali/minggu
Sering : konsumsi 4-7 kali/minggu
Jarang : konsumsi 1-3 kali/minggu
Tidak pernah : tidak mengkonsumsi
4. OHI-S
Pemeriksaan gigi dan mulut dengan menjumlahkan skor debris dan calculus indeks dibagi
jumlah gigi yang dinilai.
Skala : rasio
Dalam deskriptif hasil penelitian keadaan kebersihan gigi dan mulut dikelompokkan :
Skor OHI-S Keadaan

0,0 – 1,2 Baik


1,3 - 3,0 Sedang
3,1 – 6,0 Kurang

5. Pengetahuan ibu
Kemampuan ibu responden untuk menjawab dengan benar pada kuesioner tentang karies dan
makanan jajanan.
Skala : rasio
Dalam deskriptif hasil penelitian tingkat pengetahuan dikelompokkan menjadi :
1. baik dengan nilai 3-5
2. kurang dengan nilai 0-2
6. Praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan
Tindakan nyata yang dilakukan ibu responden dalam memberikan atau menyediakan
makanan jajanan.
Skala : rasio
Dalam deskriptif hasil penelitian, praktek ibu dalam pemberiaan makanan jajanan
dikelompokkan :
1. baik dengan nilai >19
2. sedang dengan nilai 15-19
3. kurang dengan nilai 10-14

7. Praktek kebersihan gigi oleh anak


Tindakan nyata yang dilakukan oleh anak dalam menjaga kebersihan gigi

D. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah Explanatory yaitu menjelaskan hubungan
antara variabel terikat dengan variabel bebas melalui pengujian hipotesa. Metode yang
digunakan adalah survei dengan pendekatan cross sectional.(28)

E. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak di Kelurahan Tegalsari yang berumur
2-4 tahun
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus :
n=
keterangan : n : sampel
: standar deviasi untuk 1,96 dengan taraf kepercayaan 95%
d : derajat ketepatan yang digunakan yaitu sebesar 10 % atau 0,1
p : proporsi populasi antisipasi digunakan 80 % atau 0,8 (dari penelitian
prevalensi karies sebesar 71-87,10%)
q : populasi tanpa atribut, p-1=0,2
Dengan demikian besar sampel :
n=
= 64 orang
Teknik pengambilan sampel dengan metode simple random sampling
Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi :
1. anak usia 2-4 tahun
2. Sehari-hari tinggal di wilayah Kelurahan Tegalsari.
Kriteria eksklusi :
1. anak yang mengkonsumsi susu, susu bukan sebagai makanan pokok
3. Responden
Responden dalam penelitian ini adalah ibu dari anak yang menjadi sampel

F. Pengumpulan Data
1. Data primer
 Data diperoleh melalui wawancara dengan responden
 Pemeriksaan gigi anak
2. Data sekunder
Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh dari kantor kelurahan Tegalsari

G. Pengolahan dan Analisis Data


1. Editing
Untuk memeriksa kelengkapan kuesioner dan hasil pemeriksaan gigi
2. Koding
Pengisian kotak dalam daftar pertanyaan untuk pengkodean yang berdasarkan jawaban
yang telah diisikan dalam kuesioner
3. Skoring
Nilai skor akhir diperoleh dari jumlah skor masing-masing pertanyaan dalam kuesioner
4. Tabulasi dan analisis data
Pengolahan dan analisis data menggunakan program SPSS for Windows riliase 9.0. Data
yang telah diskor kemudian ditabulasikan dan dilakukan analisis stastistik dengan
menggunakan uji Rank Spearman untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan
praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dan konsumsi makanan jajanan dan karies
gigi dengan langkah-langkah :
1. Data yang telah ditabulasikan kemudian dilakukan analisis pada SPSS dengan mengklik
icon Analyze
2. Sorot Correlate dan pilih Bivariate
3. Setelah tabel Bivariate Correlation muncul, pilih variabel yang akan dikorelasikan
4. Pada kotak Correlation Coefficient pilih Spearman
5. Klik Ok, maka tabel korelasi akan muncul.
Nilai korelasi :
rs = 0 berarti tidak ada korelasi
rs 0,5 berarti korelasinya lemah
rs > 0,5 berarti korelasinya cukup kuat
rs =1 berarti korelasinya sempurna
Taraf signifikansi atau kemaknaan dapat diketahui dengan p (value), jika :
p 0,05 berarti korelasinya tidak bermakna
p <>

Anda mungkin juga menyukai