KELOMPOK 4
KUSPARIYAH :
NAOMI PERANJUKA :
2019
BAB I
PENDAHULUAN
yang berat adalah sepsis. Pelepasan racun oleh mikroorganisme (bakteri gram negatif)
kapiler, kebocoran plasma ke jaringan dan penurunan tekanan darah (syok septic).
Pengaturan suhu yang tak terkontrol, depresi miokard dan beberapa kegagalan sistem
(DIC) dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) . Frekuensi tersering dari traktus
urinarius, Gastrointestinal dan paru-paru, Ekstrim khususnya pada usia yang rentan, seperti
korban luka bakar, diabetes, pasien kanker dan pasien yang baru-baru dilakukan prosedur
inviasif.1
Pasien sepsis umumnya adalah orang tua dengan infeksi saluran kemih yang telah
berkembang menjadi masalah sistemik. Pasien terasa hangat dan memerah, agak gelisah,
dan suhu meningkat ('warm shock') berkembang menjadi 'cold shock' ini sering oleh
karena vasokonstriksi perifer dan hipotensi. Keadaan seperti ini sering hadir, disertai
dengan hiperventilasi karena asidosis metabolik. Tekanan Nadi yang melebar sering
terjadi.1
Syok adalah kondisi yang mengancam jiwa dimana tekanan darah turun terlalu
jantung untuk memompa secara efekktif atau penurunan aliran balik vena dapat
menyebabkan syok.2
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan suatu sindrom klinis
tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya fungsi jaringan. keadaan hipoperfusi
ini memperburuhk hantaran oksigen dan nutrisi, serta pembuangan sisa-sisa metabolit pada
tingat jaringan. Hipoksia jaringan akan menggeser metabolisme dari jalur oksidatif ke jalur
berlarut-larut , yang pada puncaknya akan menyebabkan kemunduran sel dan kerusakan
multisystem.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mampu memahami dan mengaplikasikan teori mengenai syok sepsis dalam
asuhan keperawatan khususnya pada ruang intensif.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendefinisikan syok sepsis.
b. Mampu mengidentifikasi factor resiko yang berkaitan dengan timbulnya syok sepsis.
c. Mampu menggambarkan proses- proses pathofisiologis yang terlibat pada syok sepsis.
d. Mampu menjelaskan penatalaksanaan medis yang diantisipasi dan rasional untuk
tindakan terhadap syok sepsis.
e. Mampu mengidentifikasi dan menginternalisasi dalam asuhan keperawatan pada klien
yang mengalami syok sepsis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFENISI
aktivasi sistem respon inflamasi dan biasanya ditandai dengan peningkatan cardiac
aliran darah regional mengakibatkan hipoperfusi jaringan . Bentuk lain dari syok
multiple, toxic shock syndrome, anafilaksis dan anafilaktoid obat-obatan atau racun
termasuk gigitan serangga, reaksi transfuse, dan keracunan logam berat. Jenis syok
ini ditandai dengan adanya peningkatan kapasitas vaskuler Pada pasien dengan
Sindrome inflamasi respons sistemik adalah bila ditemukan dua dari kondisi :
2. Takipneu (>24x/menit)
B. ETIOLOGI
C. EPIDEMOLOGI
Sepsis adalah salah satu alasan paling umum untuk masuk ke unit
perawatan intensif (ICU) diseluruh dunia. Selama dua decade terakhir, kejadian
sepsis di amerika serikat telah 3 kali lipat dan sekarang merupakan penyebab utama
kematian kesepuluh. Di amerika serikat saja sekitar 750.000 kasus sepsis terjadi
setiap tahun, setidaknya 225.000 dari yang fatal. Pasien sepsis umumnya dirawat di
rumah sakit untuk waktu yang lama, jarang meninggalkan ICU sebelum 2-3
minggu. Meskipun penggunaan agen anti mikroba angka kematian untuk pasien
dengan sepsis tetap antara 20% dan 30% selama decade terakhir.8,9
D. PATOGENESIS
sumber bakteremia, hal ini disebut sebagai bakteremia sekunder. Sepsis Gram
perforasi appendikal. atau bisa berpindah dari perineum ke uretra atau kandung
kemih. Selain itu sepsis gram negative focus primernya dapat berasal dari saluran
gastrointestinum. Sepsis Gram positif biasanya timbul dari infeksi kulit, saluran
resprasi dan juga berasal dari luka terbuka misalnya pada luka bakar.10
Inflamasi sebagai tanggapan imunitas tubuh terhadap berbagai macam
untuk menghilangkan dan eradikasi organism penyebab. berbagai jenis sel akan
sitokin. Mediator inflamasi sangat komplek karena melibatkan banyak sel dan
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis. Masih banyak
faktor lain (non sitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan suatu
komponen sistem imun dan berbagai macam sitokin baik itu bersifat proinflamasi
proinflamasi mediator ini tidak tercapai dengan sempurna maka dapat memberikan
Penyebab sepsis dan syok sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin,
baik dari endotoksin Gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Endotoksin dapat
secara langsung dengan LPS dan bersama-sama dengan antibody dalam serum
berada dalam darah penderita akan bereaksi dengan makrofag melalui TLRs4 (tool
14+ dan makrofag mengekspresikan imuno modulator, hal ini hanya dapat terjadi
makrofag dengan melalui TLRs2 ( Tool Like Reseptor 2 ) tetapi ada juga
endotoksin, virus dan parasit, maka mekanisme tersebut diatas masih kurang
lengkap dan tidak dapat menerangkan pathogenesis sepsis secara keseluruhan, oleh
karena itu konsep tersebut tidak melibatkan peran limfosit T dalam keadaan sepsis
nbakteri gram negative saja tetapi juga disebabkan oleh bakteri gram positif yang
sebagai superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan
sebagai Antigen Processing Cell (APC). Antigen ini mebawa muatan polipeptida
spesifik yang berasal dari major hitokompatibility (MHC) antigen yang bermuatan
peptide kelas II akan berikatan dengan CD4 (limfosit Th1 dan Th2) dengan
Sebagai usaha tubuh untuk berekti terhadap sepsis maka limfosit T akan
mengeluarkan substansi dan Th1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu :
IFN-g, IL2 dan M-CSF ( macrofag colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan
mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. IFN-y merangsang makrofag untuk
mengeluarkan I-1B dan TNF-a. IFN-g, IL-1B, dan TNF-a merupakan sitokin
proinflamatory sehingga pada keadaan sepsis terrjadi peningkatan kadar IL-1B dan
TNF-a serum penderita. Pda beberapa kajian biasanya saat terjadi sepsis tingkat IL-
B dan TNF-a berkorelasi dengan keparahan penyakit dan kematian. Tetapi ternyata
sitokin IL-2 dan TNF-a selain merupakan reaksi terhadap sepsis dapat pula
merusakkan endotel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum
jelas.7
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-
Kemungkinan sepsis harus segera dicurigai pada pasien dengan infeksi setempat
yang mendadak mengalami keluhan tersebut. Respon septic dapat terjadi lebih
lambat dan memiliki manifestasi yang tidak begitu nyata. Sebagian pasien sepsis
dapat memperlihatkan suhu tubuh yang normal atau bahkan hipotermia, tidak
Peninggian kadar laktat terjadi secara dini dan kenaikan ini sebagian
hipoglikemia10
Gejala sepsis tersebut dapat menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut,
penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulositopenia
yang sering diikuti gejala MODS sampai dengan terjadinya syok sepsis. Tnda-
- koagulasi intravascular
- ggal ginjal akut
- perdarahan usus
- gagal hati
- gagal jantung
- kematian
F. DIAGNOSIS
Diagnosis dari Sepsis ,dapat ditegakkan bila ditemukan dua dari kondisi seperti
pada tabel 2.
meningkat. Bila otot pernapasan lelah terjadi akumulasi serum laktat. Asidosis
G. TERAPI
1. Terapi Supportif
Terapi sepsis dimulai oksigen dan support ventilator sangat dibutuhkan. PO2
dari 8-12 mm Hg, tekanan arteri rata-rata 65 mm Hg atau lebih besar, output
urin 0,5 mL / kg per jam atau lebih, dan vena sentral atau saturasi oksigen vena
campuran 70% atau lebih. Agen vasopressor harus digunakan untuk membantu
mengurangi kematian. Ini "awal diarahkan pada tujuan" terapi ditargetkan pada
sentral dari 8-12 mm Hg) dan kemudian vasopressor yang diperlukan untuk
tujuan lebih besar dari 70%. Pertama, jika pasien anemia, dikemas sel darah
semua bentuk shock. Indikator klinis dari respon dilihat dari Fluid challenge
test (terapi cairan bolus dari 250 hingga 1,000 mL kristaloid selama 5 sampai
15 menit) tantangan cairan adalah denyut jantung, tekanan darah, dan urin, serta
invasif diperoleh
langkah-langkah, termasuk CVP, PAOP, sistolik dan variasi tekanan nadi, dan
awal pada sepsis berat dan syok sepsis. Pilihan kristaloid dibandingkan koloid
kritis. Hasil dari analisis ini bertentangan, menunjukkan angka kematian baik
dibandingkan efek cairan resusitasi dengan albumin atau saline pada kematian
pada pasien ICU. Studi ini menunjukkan bahwa penggunaan baik 4% albumin
hari.8
bahwa tidak ada perbedaan mortalitas dengan HES dibandingkan 0,9% salin
normal (31% vs 25,3%, p=0,37) dalam resusitasi pasien dengan syok sepsis.
Namun penelitian ini tidak begitu kuat untuk mendeteksi perbedaan 6% angka
kematian yang mutlak diamati. Dalam studi kohort sebuah studi menggunakan
multicenter Skandavian pada pasien sepsis (6s grup trial) memperlihatkan
perawatan intensif ( HES vs isotonic saline, n= 7000 pasien sakit kritis), hal ini
salin (18% vs 17% p=0,26), kebutuhan untuk terapi pengganti ginjal cenderung
lebih tinggi pada kelompok HES (7,0 % vs 5,8% resiko relative) angka
kepercayaan 95%.
keseluruhan dalam angka kematian antara kristaloid dan koloid buatan (gelatin
modivicated, HES dan Dextran) ketika digunakan untuk resusitasi cairan awal
Sebuah hasil penelitian menerankan bahwa pasien dengan sepsis berat yang
mereka yang menerima asetat Ringer, memiliki risiko kematian yang lebih
lebih mungkin untuk menerima terapi ginjal pengganti, dan memiliki lebih
sedikit harapan hidup tanpa ginjal pengganti. Terapi dan lebih sedikit harapan
LPS sehingga menibulkan lebih banyak masalah bagi pasien, pilihan obat yang
aminoglikosida
aminoglikosida
koeksistensi gagal ginjal akut, ARDS, atau kegagalan sistem organ lain , namun
bedah dilakukan.11
5. Terapi Adjuvan
pasien yang gagal meningkatkan kadar kortisol plasma lebih dari 9 ug/mL
pembula darah yang hilang karena asidosis serta memperbaiki metabolisme dan
fungsi sel.11
H. KOMPLIKASI
syndrome)
- Perdarahan usus
- Gagal jantung
- Kematian
I. PROGNOSIS
Secara keseluruhan kematian terjadi pada lebih dari 25% pasien sepsis.
pertama sete;ah timbulnya gejala, mortalitas terjasi 14 hari kemudian atau lebih.
Kematian yang terjadi kemudian ini sring disebabkan oleh infeksi yang tidak
organ multiple.
A. PATH WAY
B. PATHWAY SYOK SEPTIK
C. Bakteri (mikroorganisme)S
D.
endotoksin eksotalmus
Sitoksin, akutrofil
Perubahan biokimia dan
imun
Sesak
takipnea
(takipnea) Penurunan curah
jantung (B2)
O2 dalam darah /
G3 pola
jar. Tdk adekuat
nafas (B1) Misal: asam otak
laktat G3 perfusi jaringAn
kesadaran
Resiko cedera (B1)
GCS 1,2,3 (B3)
E. PENGKAJIAN
1. Airway : yakinkan kepatenan jalan napas, berikan alat bantu napas jika perlu (guedel
atau nasopharyngeal), jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
2. Breathing: kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan, kaji saturasi oksigen, periksa gas darah arteri untuk mengkaji status
oksigenasi dan kemungkinan asidosis, berikan 100% oksigen melalui non re-breath
mask, auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada, periksa foto thorak.
3. Circulation : kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan,
monitoring tekanan darah, tekanan darah, periksa waktu pengisian kapiler, pasang
infuse dengan menggunakan canul yang besar, berikan cairan koloid – gelofusin atau
temperature kurang dari 36Oc, siapkan pemeriksaan urin dan sputum, berikan
4. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
5. Exposure : Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
syok, hemoragia
2. Tidak efektifnya perfusi jaringan b/d vasodilatasi ,penurunan curah jantung dan
kedalam jaringan
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual, muntah,
metabolisme meningkat.
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya perfusi jaringan b/d vasodilatasi ,penurunan curah jantung dan
Intervensi :
2. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit b.d penurunan perfusi jaringan, odema,
syok, hemoragia
Tujuan : Integritas kulit dapat dipertahankan
Intervensi :
kedalam jaringan
Tujuan :
Intervensi :
I: Pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman atau semi fowler
R :pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan sirkulasi
endotoksin
metabolisme meningkat
Tujuan :
Intervensi :
Lakukan pemberian makan awal dan sering serta lanjutkan sesuai toleransi.
lambung.
Pantau masukan dan haluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap
hari.
Pantau kadar Dextrosix segera setelah kelahiran dan secara rutin sampai
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Ediai 8. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius FK UI.
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan. Jakarta : Info Medika
Jakarta.
Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Pernapasan :
Salemba
KASUS
26/6/09 jam 20.00
Pasien laki 72 tahun masuk UGD dengan keluhan demam, sesak nafas dan perut
kembung sejak sehari SMRS.Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum : sakit
sedang, CM. Tanda vital : TD 105/61mmHg, HR 115X/m, S 40,2 0C, RR 26x/m. Mata tak
anemis, tak ikterik. Jantung BJ I murni, murmur gallop –. Paru: Vesikuler, rh . Abdomen
lemas, H/L , NT (+) epigastrium, BU (+).Ekstremitas: pulsasi cukup, edema sianosis –.
Tanggal 29/6
Abd 3 posisi : ileus paralik. DD/ ileus obstrukf letak rendah pada rektosigmoid.
Tgl 1/7
CT Scan abdomen: meteorismus, tak tampak udara bebas, tak jelas tandaanda ileus
obstrukf.
Tgl 3/7
KU: lemas, TD 110/60, HR 92x/m, S 37OC, RR 20x/m. Abd : distensi, LP 112,6 cm
Tgl 4/7/09
Pasien masuk ICU jam 20.35
KU : sakit berat, apas, sesak dengan oksigen kanul 5l/m. TV : TD 100/60; HR 124x/m; RR
40x/m; S 390C; sat 92%. Jtg : BJ Imurni, murmur gallop – . Paru : Vesikuler, rh +/+
Abd : distensi >>. Akral : dingin, sianosis – . Pasien kemudian dilakukan intubasi.
APACHE score 23 dengan PDR 46%. Mode : CMV; TV 500 cc; RR 14; PEEP +5; FiO2
0,8.Tekanan darah turun menjadi 80/40 mmHg dan dilakukan loading RL 300 cc, diulang
lagi 200 cc. TD dak meningkat dan HR 130x/m. Diberikan voluven 250 cc + 250 cc. Jam
22.00 pasien dipasang CVP dan diukur 18 cmH2O. Karena TD belum meningkat
kemudian pasien diberikan inotropik dob 5 ug/kg/m dan vasopresor noradrenalin
0,1ug/kg/m. Tekanan darah mulai naik 90/40 mmHg dan HR 120x/m.
Dari hasil laboratorium didapatkan AGD: pH 7,3; pO2 132,2; pCO2 44,6; HCO3
26; sat 99;BE 0,7; laktat 4,1. Elektr : Na 139; K 2,8; Cl 102; Ca 6,9; Mg 1,7. Hematologi
: Hb 11,7; Ht 35; L 29.000; Tr 194.000; Ur 29; Cr 1,3; GD 148. Alb 2,4; SGOT 14; SGPT
40; PCT 61,5. Ro Toraks : Paru normal
B. Diagnose Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d Infeksi, riwayat gagal napas
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d Adanya secret
INTERVENSI
BATASAN KARAKTERISTIK
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
BATASAN KARAKTERISTIK
Lingkungan Fisiologis
nafas klien kembali efektif 1. Pantau rate, irama, gangguan yang terjadi