Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH SYOK SEPTIK

MATA KULIAH GAWAT DARURAT

KELOMPOK 4

HERI INDRIYANI :1914314201086

KRISTIDA ADITAMA : 1914314201088

TRISIWI SEKARTARI : 1914314201103

KUSPARIYAH :

BETI KUSUMAWATI :1914314201079

NAOMI PERANJUKA :

AHMAD MUSLIK :1914314201073

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG

PROGAM STUDI KEPERAWATAN

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Bacteremia adalah invasi aliran darah oleh mikroorganisme menular. Bacteremia

yang berat adalah sepsis. Pelepasan racun oleh mikroorganisme (bakteri gram negatif)

menyebabkan host makrofag menghasilkan zat-zat pertahanan seperti kinins, sitokin,

komplemen dan prostaglandin menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas

kapiler, kebocoran plasma ke jaringan dan penurunan tekanan darah (syok septic).

Pengaturan suhu yang tak terkontrol, depresi miokard dan beberapa kegagalan sistem

organ terjadi. Komplikasi yang terjadi adalah Disaminated Intravaskuler Coagulation

(DIC) dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) . Frekuensi tersering dari traktus

urinarius, Gastrointestinal dan paru-paru, Ekstrim khususnya pada usia yang rentan, seperti

korban luka bakar, diabetes, pasien kanker dan pasien yang baru-baru dilakukan prosedur

inviasif.1

Pasien sepsis umumnya adalah orang tua dengan infeksi saluran kemih yang telah

berkembang menjadi masalah sistemik. Pasien terasa hangat dan memerah, agak gelisah,

dan suhu meningkat ('warm shock') berkembang menjadi 'cold shock' ini sering oleh

karena vasokonstriksi perifer dan hipotensi. Keadaan seperti ini sering hadir, disertai

dengan hiperventilasi karena asidosis metabolik. Tekanan Nadi yang melebar sering

terjadi.1

Syok adalah kondisi yang mengancam jiwa dimana tekanan darah turun terlalu

rendah untuk mempertahankan hidup. Setiap kondisi yang mengurangi kemampuan

jantung untuk memompa secara efekktif atau penurunan aliran balik vena dapat

menyebabkan syok.2
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan suatu sindrom klinis

kmpleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan berbagai manifestasi hemodinamik,

tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya fungsi jaringan. keadaan hipoperfusi

ini memperburuhk hantaran oksigen dan nutrisi, serta pembuangan sisa-sisa metabolit pada

tingat jaringan. Hipoksia jaringan akan menggeser metabolisme dari jalur oksidatif ke jalur

anaerob, yang mengakibatkan pembentukan asam laktat. Kekacauan metabolisme yang

berlarut-larut , yang pada puncaknya akan menyebabkan kemunduran sel dan kerusakan

multisystem.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mampu memahami dan mengaplikasikan teori mengenai syok sepsis dalam
asuhan keperawatan khususnya pada ruang intensif.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendefinisikan syok sepsis.
b. Mampu mengidentifikasi factor resiko yang berkaitan dengan timbulnya syok sepsis.
c. Mampu menggambarkan proses- proses pathofisiologis yang terlibat pada syok sepsis.
d. Mampu menjelaskan penatalaksanaan medis yang diantisipasi dan rasional untuk
tindakan terhadap syok sepsis.
e. Mampu mengidentifikasi dan menginternalisasi dalam asuhan keperawatan pada klien
yang mengalami syok sepsis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFENISI

Syok septik adalah jenis syok distributive yang berhubungan dengan

aktivasi sistem respon inflamasi dan biasanya ditandai dengan peningkatan cardiac

output, penurunan resistensi pembuluh darah sistemik, hipotensi dan redistribusi

aliran darah regional mengakibatkan hipoperfusi jaringan . Bentuk lain dari syok

distributif meliputi pancreatitis, luka bakar, fulminant hepatic failure, trauma

multiple, toxic shock syndrome, anafilaksis dan anafilaktoid obat-obatan atau racun

termasuk gigitan serangga, reaksi transfuse, dan keracunan logam berat. Jenis syok

ini ditandai dengan adanya peningkatan kapasitas vaskuler Pada pasien dengan

infeksi sistemik dapat diklasifikasikan menjadi Systemik Inflamatory Response

Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat dan syok septic.4,5

Sepsis adalah sindrom inflamasi respon sistemik dengan bukti infeksi.

Sindrome inflamasi respons sistemik adalah bila ditemukan dua dari kondisi :

1. Demam ( Suhu oral >38oc) atau hipotermia (< 36oc)

2. Takipneu (>24x/menit)

3. Takikardia (denyut jantung >90x/menit)

4. Leukositosis (>12.000/L), Leukopenia (<4000) atau >10% neutrofil batang.6

B. ETIOLOGI

Sepsis dapat merupakan respons terhadap infeksi yang disebabkan oleh


setiap golongan mikroorganisme. Hampir semua mikroorganisme dapat
menyebabkan sepsis atau syok septik. Meskipun bakteri gram-negatif dan gram
positif merupakan penyebab sebagian besar kasus, namun sepsis dapat terjadi pada
penyakit yang disebabkan oleh jamur, mikobakterium, riketsia, virus atau protozoa.
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan presentase 60% - 70%
kasus yang menghasilkan berbagai produk dapat menstimulasi sel imun. Sepsis
yang disebaban oleh gram negative tidak bisa dibedakan dengan sepsis yang
disebabkan oleh bakteri gram positif hanya dengan karakteristik klinis saja, namun
epidemologi, host dan faktor-faktor klinis meningkatkan kemungkinan organism
tertentu. Misalnya Eschericia coli adalah agen etiologi yang paling sering
menunjukkan sepsis terutama pada infeksi saluran kemih yang merupakan sumber
infeksi. Kejadian infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negative lainnya,
staphylococci, streptococci, anaerob, candida, dan organism lain yang sangat
ditentukan oleh faktor epidemologi dan host yang dapat diidentifikasi dengan
riwayat menyeluruh dan pemeriksaan fisik.7,8

C. EPIDEMOLOGI

Sepsis adalah salah satu alasan paling umum untuk masuk ke unit

perawatan intensif (ICU) diseluruh dunia. Selama dua decade terakhir, kejadian

sepsis di amerika serikat telah 3 kali lipat dan sekarang merupakan penyebab utama

kematian kesepuluh. Di amerika serikat saja sekitar 750.000 kasus sepsis terjadi

setiap tahun, setidaknya 225.000 dari yang fatal. Pasien sepsis umumnya dirawat di

rumah sakit untuk waktu yang lama, jarang meninggalkan ICU sebelum 2-3

minggu. Meskipun penggunaan agen anti mikroba angka kematian untuk pasien

dengan sepsis tetap antara 20% dan 30% selama decade terakhir.8,9

D. PATOGENESIS

Sebagian besar penderita sepsis menunjukkan focus infeksi jaringan sebagai

sumber bakteremia, hal ini disebut sebagai bakteremia sekunder. Sepsis Gram

negative merupakan komensal normal dalam saluran gastrointestinal, yang

kemudian menyebar ke struktur yang berdekatan, seperti pada peritonitis setelah

perforasi appendikal. atau bisa berpindah dari perineum ke uretra atau kandung

kemih. Selain itu sepsis gram negative focus primernya dapat berasal dari saluran

gastrointestinum. Sepsis Gram positif biasanya timbul dari infeksi kulit, saluran

resprasi dan juga berasal dari luka terbuka misalnya pada luka bakar.10
Inflamasi sebagai tanggapan imunitas tubuh terhadap berbagai macam

stimulasi imunogen dari luar. inflamasi sesungguhnya merupakan upaya tubuh

untuk menghilangkan dan eradikasi organism penyebab. berbagai jenis sel akan

teraktivasi dan memproduksi berbagai jenis mediator inflamasi termasuk berbagai

sitokin. Mediator inflamasi sangat komplek karena melibatkan banyak sel dan

mediator yang dapat mempengaruhi satu sama lain.

Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis. Masih banyak

faktor lain (non sitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan suatu

penyakit. Respon tubuh terhadap suatu pathogen melibatkan bermacam-macam

komponen sistem imun dan berbagai macam sitokin baik itu bersifat proinflamasi

dan antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF, IL 1, interferon

(IFN,g) yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang

menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor

antagonis (IL-1ra), IL-4,IL10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau

represi terhadap respons yang berlebihan. Apabila keseimbangan kerja antara

proinflamasi mediator ini tidak tercapai dengan sempurna maka dapat memberikan

kerugian bagi tubuh.10

Penyebab sepsis dan syok sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin,

baik dari endotoksin Gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Endotoksin dapat

secara langsung dengan LPS dan bersama-sama dengan antibody dalam serum

darah penderita membentuk LPSab (Lipopoli sakarida Antibodi). LSAb yang

berada dalam darah penderita akan bereaksi dengan makrofag melalui TLRs4 (tool

like reseptor 4) sebagaii reseptor transmembran dengan perantaraan reseptor CD

14+ dan makrofag mengekspresikan imuno modulator, hal ini hanya dapat terjadi

pada bakteri gram negative yang mempunyai LPS dalam dindingnya.3


Pada bakteri gram positif eksotoksin dapat merangsang langsung terhadap

makrofag dengan melalui TLRs2 ( Tool Like Reseptor 2 ) tetapi ada juga

eksotoksin sebagai superantigen Padahal sepsis dapat terjadi pada rangsangan

endotoksin, virus dan parasit, maka mekanisme tersebut diatas masih kurang

lengkap dan tidak dapat menerangkan pathogenesis sepsis secara keseluruhan, oleh

karena itu konsep tersebut tidak melibatkan peran limfosit T dalam keadaan sepsis

dan kejadian syok sepsis.4

Di Indonesia dan negara berkembang sepsis tidak hanya disebabkan oleh

nbakteri gram negative saja tetapi juga disebabkan oleh bakteri gram positif yang

mengeluarkan eksotoksin. eksotoksin, virus, dan parasit yang dapat berperan

sebagai superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan

sebagai Antigen Processing Cell (APC). Antigen ini mebawa muatan polipeptida

spesifik yang berasal dari major hitokompatibility (MHC) antigen yang bermuatan

peptide kelas II akan berikatan dengan CD4 (limfosit Th1 dan Th2) dengan

perantara TCR (T cell resptor).5

Sebagai usaha tubuh untuk berekti terhadap sepsis maka limfosit T akan

mengeluarkan substansi dan Th1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu :

IFN-g, IL2 dan M-CSF ( macrofag colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan

mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. IFN-y merangsang makrofag untuk

mengeluarkan I-1B dan TNF-a. IFN-g, IL-1B, dan TNF-a merupakan sitokin

proinflamatory sehingga pada keadaan sepsis terrjadi peningkatan kadar IL-1B dan

TNF-a serum penderita. Pda beberapa kajian biasanya saat terjadi sepsis tingkat IL-

B dan TNF-a berkorelasi dengan keparahan penyakit dan kematian. Tetapi ternyata

sitokin IL-2 dan TNF-a selain merupakan reaksi terhadap sepsis dapat pula
merusakkan endotel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum

jelas.7

E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-

tanda sepsis non-spesifik meliputi demam, menggigil, takikardia, takipnea,

hipotensi, dan gejala kostitutif seperti lelah, malasise, gelisah, kebingungan.

Kemungkinan sepsis harus segera dicurigai pada pasien dengan infeksi setempat

yang mendadak mengalami keluhan tersebut. Respon septic dapat terjadi lebih

lambat dan memiliki manifestasi yang tidak begitu nyata. Sebagian pasien sepsis

dapat memperlihatkan suhu tubuh yang normal atau bahkan hipotermia, tidak

terdapatnya gejala panas paling sering ditemukan diantara neonatus, pasien-pasien

lansia, pasien uremia dan alkoholisme.10

Peninggian kadar laktat terjadi secara dini dan kenaikan ini sebagian

disebabkan oleh oleh peningkatan glikolisis dalam jaringan perifer. Dengan

timbulnya hipoperfusi, hipoksia jaringan menghasilkan lebih banyak lagi asam

laktat sehingga memperburuk asidosis metabolic. Konsentrasi guula darah sering

meningkat terutama pada pasien diabetes mellitus, kendati glukoneogenesis yang

terganggu dan pelepasan insulin yang berlebihan juga dapat menyebabkan

hipoglikemia10

Gejala sepsis tersebut dapat menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut,

penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulositopenia

yang sering diikuti gejala MODS sampai dengan terjadinya syok sepsis. Tnda-

tandanya MODS dengan terjadinya komplikasi :

- sindroms distress pernapasan dewasa

- koagulasi intravascular
- ggal ginjal akut

- perdarahan usus

- gagal hati

- disfungsi sistem saraf pusat

- gagal jantung

- kematian

Table 1. Stadium sepsis8

F. DIAGNOSIS

Diagnosis dari Sepsis ,dapat ditegakkan bila ditemukan dua dari kondisi seperti

pada tabel 2.

Table 2. Kriteria diagnosis pada sepsis.11


Temuan laboratorium :

Sepsis awal : leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia,

dan proteinuria. Dapat terjadi leucopenia. Neutrofil mengandunggranulasi toksis,

badan dohle, atau vakuola sioplasma. Hiperventilasi menimbulkan alkalosis

respiratorik. Hipoksemia dapat dikoreksi dengan oksigen. Penderita diabetes dapat

mengalami hiperglikemia. Lipid serum meningkat.9

Selanjutnya : Trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu

thrombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D0imer yang menunjukkan DICn.

Azotemia dan hiperbilrubinemia lenih dominan. Aminotransferase (enzim hepar)

meningkat. Bila otot pernapasan lelah terjadi akumulasi serum laktat. Asidosis

metabolic (peningkatan abion gap) terjadi setelah alkalosis respiratorik.


Hipoksemia tidak dapat dikoreksi dengan oksigen 100%. Hiperglikemia diabetic

dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi.9

G. TERAPI

Tiga prioritas utama dalam terapi sepsis, yaitu :

1. Terapi Supportif

Terapi sepsis dimulai oksigen dan support ventilator sangat dibutuhkan. PO2

harus di maintenance 60-65 mmHg dengan oksigen cannula, masker, dan

bantuan alat pernafasan lainnya jika diperlukan.5

Pemberian cairan infus, baik kritaloid maupun koloid memperluas volume

intravascular untuk mempervaiki deficit relative akibat vasodilatasi karena

produk bakteri dan tanggapan dari host.5

Administrasi beberapa liter cairan intravena biasanya dibutuhkan selama 2-

6 jam. Jika edema paru kardiogenik adalah kekhawatiran, kateterisasi arteri

paru dan pemantauan dapat membantu dalam membimbing pemberian cairan

yang tepat. Hipotensi mungkin bertahan meskipun penggantian cairan karena

Resistensi pembuluh darah sistemik; sangat rendah pada beberapa pasien,

penurunan miokard kontraktilitas terkait dengan sepsis dapat berkontribusi.5

Tujuan resusitasi awal adalah untuk memulihkan dan menjaga perfusi

organ.Tanda-tanda perfusi organ yang memadai termasuk tekanan vena sentral

dari 8-12 mm Hg, tekanan arteri rata-rata 65 mm Hg atau lebih besar, output

urin 0,5 mL / kg per jam atau lebih, dan vena sentral atau saturasi oksigen vena

campuran 70% atau lebih. Agen vasopressor harus digunakan untuk membantu

dalam mencapai gol ini.


Gambar.3 Allgoritma penanganan Sepsis

Pendekatan terkoordinasi untuk pengobatan dini sepsis dikaitkan dengan

mengurangi kematian. Ini "awal diarahkan pada tujuan" terapi ditargetkan pada

6 jam pertama perawatan di departemen darurat dan ICU, berfokus pada

penggantian cairan yang memadai pertama (untuk mencapai tekanan vena

sentral dari 8-12 mm Hg) dan kemudian vasopressor yang diperlukan untuk

mempertahankan tekanan arteri rata-rata lebih besar dari 65 mm Hg.

Pengiriman oksigen dinilai menggunakan vena sentral O2 saturasi, dengan

tujuan lebih besar dari 70%. Pertama, jika pasien anemia, dikemas sel darah

merah yang ditransfusikan ke hemoglobin target minimal 10 g / dL. Jika vena

sentral O2 Sisa-sisa saturasi kurang dari 70%, maka dobutamin diberikan8

Ekspansi volume intravaskular adalah Pilihan pertama dari terapi pada

semua bentuk shock. Indikator klinis dari respon dilihat dari Fluid challenge

test (terapi cairan bolus dari 250 hingga 1,000 mL kristaloid selama 5 sampai
15 menit) tantangan cairan adalah denyut jantung, tekanan darah, dan urin, serta

invasif diperoleh

langkah-langkah, termasuk CVP, PAOP, sistolik dan variasi tekanan nadi, dan

cardiac output. Peningkatan curah jantung berikut ekspansi volume unmasks

mutlak atau relatif dalam keadaan hipovolemik (ketergantungan preload).

Kurangnya perubahan atau penurunan curah jantung berikut ekspansi volume

menunjukkan status euvolemic, kelebihan beban volume, atau gagal jantung.8

Cairan kristaloid direkomendasikan untuk digunakan sebagai pilihan terapi

awal pada sepsis berat dan syok sepsis. Pilihan kristaloid dibandingkan koloid

untuk ekspansi volume telah diperdebatkan selama beberapa dekade, tanpa

resolusi yang jelas. Dua meta-analisis meneliti bagaimana pilihan solusi

kristaloid atau koloid mempengaruhi kelangsungan hidup pada pasien sakit

kritis. Hasil dari analisis ini bertentangan, menunjukkan angka kematian baik

noninferior atau meningkat dengan penggunaan albumin yang mengandung

cairan A multicenter yang lebih baru, acak, percobaan double-blind

dibandingkan efek cairan resusitasi dengan albumin atau saline pada kematian

pada pasien ICU. Studi ini menunjukkan bahwa penggunaan baik 4% albumin

atau resusitasi cairan salinefor yang normal mengakibatkan hasil serupa di 28

hari.8

Baru-baru ini tiga RCTs multisenter mengevaluasi 6% HES solusion

130/0,4 (tetra starches) telah diterbitkan. Studi CRYSTMAS telah menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan mortalitas dengan HES dibandingkan 0,9% salin

normal (31% vs 25,3%, p=0,37) dalam resusitasi pasien dengan syok sepsis.

Namun penelitian ini tidak begitu kuat untuk mendeteksi perbedaan 6% angka

kematian yang mutlak diamati. Dalam studi kohort sebuah studi menggunakan
multicenter Skandavian pada pasien sepsis (6s grup trial) memperlihatkan

peningkatan angka kematian sebanyak 6% pada pemberian HES 130/0,4 cairan

resusitasi dibandingkan dengan pemberian Ringer Asetat (51% vs 43% p=0,03).

Study CHEST dilakukan pada populasi yang heterogen yang terdaftar di

perawatan intensif ( HES vs isotonic saline, n= 7000 pasien sakit kritis), hal ini

menunjukkan bahwa dalam 90 hari tidak ada perbedaan angka kematian

dibandingkan resusitasi HES 6% dengan berat molekul 130/0,40 dan isotonic

salin (18% vs 17% p=0,26), kebutuhan untuk terapi pengganti ginjal cenderung

lebih tinggi pada kelompok HES (7,0 % vs 5,8% resiko relative) angka

kepercayaan 95%.

Sebuah meta-analisis dari 56 percobaan acak tidak menemukan perbedaan

keseluruhan dalam angka kematian antara kristaloid dan koloid buatan (gelatin

modivicated, HES dan Dextran) ketika digunakan untuk resusitasi cairan awal

Sebuah hasil penelitian menerankan bahwa pasien dengan sepsis berat yang

menerima resusitasi cairan dengan HES 130 / 0,42, dibandingkan dengan

mereka yang menerima asetat Ringer, memiliki risiko kematian yang lebih

tinggi pada 90 hari, yang

lebih mungkin untuk menerima terapi ginjal pengganti, dan memiliki lebih

sedikit harapan hidup tanpa ginjal pengganti. Terapi dan lebih sedikit harapan

hidup keluar dari rumah sakit.10

2. Pemberian anti biotic yang kuat

Agen mikrobakterial tertentu dapat memperburuk keadaan pasien. Diyakini

bahwa agen Antimikrobakterial tertentu menyebabkan pelepasan lebih banyak

LPS sehingga menibulkan lebih banyak masalah bagi pasien, pilihan obat yang

tidak menyebabkan pasien memburuk adalah : karbapenem, seftriaxon,


sefepim, glikopeptida, aminoglikosida dan kuinolon. pilihan obat tergantung

pada hasil kultur kuman.9

Obat yang digunakan tergantung sumber sepsis

a. untuk pneumonia dapatan komunitas biasanya diberikan 2 regimen obat.

Biasanya sefalosporin generasi ketiga (seftriaxon) atau keempat (sefepim)

diberikan dengan aminoglikosida (biasanya gentamisin)

b. pneumonia nasokomial : sefepim atau imipenemsilastatin dan

aminoglikosida

c. infeksi abdomen : imipenem-silastatin atau piperasilin-tazobaktam dan

aminoglikosida

d. kulit/ jaringan lunak : vankomisin dan imipenem-silastatin

e. Infeksi traktur urinarius : Siprofloxacin dan aminoglikosida

3. Management shock dengan vasopressor atau inotropik

Norepinefrin umumnya lebih disukai daripada dopamin atau vasopressors

lainnya. Pasien tidak menanggapi norepinefrin mungkin membutuhkan

penambahan phenylphrine atau vasopresin. Penggunaan vasopressin

memungkinkan pengurangan dosis vasopresor lain, tapi ini adalah

kontroversial. Vasopressor tidak efektif ketika cairan pengganti tidak memadai.8

Jika pasien tetap persisten hypotensive meskipun ekspansi volume dan

penanda yang memadai preload, penggunaan vasopressor ditunjukkan. Agen

farmakologis termasuk agonis adrenergik dengan inotropik dan vasokonstriktor

efek (norepinefrin, dopamin, dobutamin, epinefrin,

fenilefrin); vasokonstriktor lain vasopressin dan nitrat oksida sintase inhibitor


4. Drasinase Pembedahan

Bahan purulen harus dikeringkan dan jaringan nekrotik dipotong untuk

mengobati sepsis. Ahli bedah mungkin enggan untuk beroperasi karena

koeksistensi gagal ginjal akut, ARDS, atau kegagalan sistem organ lain , namun

konsekuensi patologis dari sepsis cenderung terus meningkat kecuali drainase

bedah dilakukan.11

5. Terapi Adjuvan

Dalam beberapa tahun ini telah diperbaharui mengenai penggunaan

kortikosteroid untukk sepsis dan syok sepsis dengan percobaan besar di

perancis menunjukkan bahwa terjadi peningkatan angka keberhasilan dengan

pemberian hiidrokortison dan fludrocortisones. Manfaat itu terlihat diantara

pasien yang gagal meningkatkan kadar kortisol plasma lebih dari 9 ug/mL

dalam menanggapi hormon adrenokortikotropik (ACTH). Manfaat pemberian

kortikosteroid dalam meperbaki hemodiamik dengan memperbaiki reaktifitas

pembula darah yang hilang karena asidosis serta memperbaiki metabolisme dan

fungsi sel.11

H. KOMPLIKASI

- Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS, adult respiratory distress

syndrome)

- Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC)

- Gagal ginjal akut (ARF)

- Perdarahan usus

- Disfungsi sistem saraf pusat

- Gagal jantung

- Kematian
I. PROGNOSIS

Secara keseluruhan kematian terjadi pada lebih dari 25% pasien sepsis.

meskipun sepertifa dari kematian tersebut berlangsung dalam waktu 48 jam

pertama sete;ah timbulnya gejala, mortalitas terjasi 14 hari kemudian atau lebih.

Kematian yang terjadi kemudian ini sring disebabkan oleh infeksi yang tidak

terkontrol dengan baik. Komplikasi perawatan intensif ataupun oleh kegagalan

organ multiple.

A. PATH WAY
B. PATHWAY SYOK SEPTIK
C. Bakteri (mikroorganisme)S
D.

Bakteri gram (-) eseria


coll, dll Bakteri gram (+)
stafilokokus

endotoksin eksotalmus

Masuk aliran darah Proses inflamasi,


(sirkulasi darah mediator inflmasi
arteri tidak adekuat)

Sitoksin, akutrofil
Perubahan biokimia dan
imun

inflamasi Anti inflamasi


Kompensasi
tubuh G3 seluler berbagai
organ
Panas, takikardi,
takipnea
Disfungsi
Ginjal hasil Produksi
G3 pola nafas (B1) Paru2 metabolisme endotel
urine
Panas kehilangan
Urea anairob fasedilatasi
cairan dalam keringat O2 yg tdk
nitrogen
(periver) yg berlebih adekuat
Proses Vol.darah Disfungsi d/d
oligaria pembakar mionard vol,
Kompensasi an tdk
Resiko defisit darah dlm otot
tubuh adekuat Hipo perfusi jar jntung menurun
vol cairan (B4)

Sesak
takipnea
(takipnea) Penurunan curah
jantung (B2)
O2 dalam darah /
G3 pola
jar. Tdk adekuat
nafas (B1) Misal: asam otak
laktat G3 perfusi jaringAn

kesadaran
Resiko cedera (B1)
GCS 1,2,3 (B3)
E. PENGKAJIAN

menggunakan pendekatan ABCDE

1. Airway : yakinkan kepatenan jalan napas, berikan alat bantu napas jika perlu (guedel

atau nasopharyngeal), jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli

anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU.

2. Breathing: kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang

signifikan, kaji saturasi oksigen, periksa gas darah arteri untuk mengkaji status

oksigenasi dan kemungkinan asidosis, berikan 100% oksigen melalui non re-breath

mask, auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada, periksa foto thorak.

3. Circulation : kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan,

monitoring tekanan darah, tekanan darah, periksa waktu pengisian kapiler, pasang

infuse dengan menggunakan canul yang besar, berikan cairan koloid – gelofusin atau

haemaccel, pasang kateter, lakukan pemeriksaan darah lengkap, siapkan untuk

pemeriksaan kultur, catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau

temperature kurang dari 36Oc, siapkan pemeriksaan urin dan sputum, berikan

antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

4. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal

sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan

menggunakan AVPU.

5. Exposure : Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat

suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit b.d penurunan perfusi jaringan, odema,

syok, hemoragia

2. Tidak efektifnya perfusi jaringan b/d vasodilatasi ,penurunan curah jantung dan

defisit volume cairan.

3. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman oksigen

kedalam jaringan

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual, muntah,

metabolisme meningkat.

G. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Tidak efektifnya perfusi jaringan b/d vasodilatasi ,penurunan curah jantung dan

defisit volume cairan.

Tujuan: Perfusi jaringan adekuat.

Intervensi :

 Observasi status cardiovascuker :frekuensi denyut jantung ,irama.

 Observasi status hemodinamik : vital sigh,CVP.

 Pantau intake output dan balance cairan.

 Kaji warna kulit ,suhu,sianosis, capilary refill.

 Pantau asidosis dan koreksi ketidakseimbangan

 Kolaborasi medis : pemberian cairan dan obat-obatan.

2. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit b.d penurunan perfusi jaringan, odema,

syok, hemoragia
Tujuan : Integritas kulit dapat dipertahankan

Intervensi :

 Lakukan personal hygiene : mandi, oral hygiene dll

 Cegah tekanan dengan kasur anti dekubitus

 Lakukan alih baring tiap 2 jam

 Masage area yang tertekan

 Hindari efek membekas dari linen

3. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman oksigen

kedalam jaringan

Tujuan :

Intervensi :

I: Pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman atau semi fowler

R : meningkatkan ekspansi paru-paru

I: Pantau frekuensi dan kedalaman jalan nafas

R :pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan sirkulasi

endotoksin

I: Auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels, mengik

R : kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari

kongesti pulmonal/ edema intersisial

I: Catat adanya sianosis sirkumoral

R : menunjukkna oksigen sistemik tidak adequate

I: Selidiki perubahan pada sensorium

R : fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenisasi


4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual, muntah,

metabolisme meningkat

Tujuan :

Intervensi :

 Kaji BB dalam hubungannya dengan usia gestasi dan ukuran.

Dokumentasikan pada grafik pertumbuhan. Timbang BB setiap hari.

 Pertahankan lingkungna termonetral, termasuk penggunaan incubator sesuai

indikasi. Pantau suhu pemanas bayi dan lingkungan dengan sering.

 Lakukan pemberian makan awal dan sering serta lanjutkan sesuai toleransi.

 Kaji toleransi terhadap makanan. Perhatikan warna feses, konsistensi dan

frekwensi, adanya penurunan subtansi, lingkar abdomen, muntah dan residu

lambung.

 Pantau masukan dan haluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap

hari.

 Kaji tingkat dehidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, BJ urine, kondisi

membran mukosa dan fluktuasi BB.

 Pantau kadar Dextrosix segera setelah kelahiran dan secara rutin sampai

glukosa serum distabilkan.

 Kaji tanda-tanda hipoglikemia.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Ediai 8. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E.dkk. 2000. Rencana Perawatan. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media

Aesculapius FK UI.

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan. Jakarta : Info Medika

Jakarta.

Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Pernapasan :

Salemba
KASUS
26/6/09 jam 20.00

Pasien laki 72 tahun masuk UGD dengan keluhan demam, sesak nafas dan perut
kembung sejak sehari SMRS.Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum : sakit
sedang, CM. Tanda vital : TD 105/61mmHg, HR 115X/m, S 40,2 0C, RR 26x/m. Mata tak
anemis, tak ikterik. Jantung BJ I murni, murmur gallop –. Paru: Vesikuler, rh . Abdomen
lemas, H/L , NT (+) epigastrium, BU (+).Ekstremitas: pulsasi cukup, edema sianosis –.

Dari hasil laboratorium: hematologi : Hb 12,6; Ht 37; L 16100; Tr 211.000. Malaria


(widal (SGOT 41;SGPT 38; alk phospatase 87; Ur 58; Cr 1,4; GD 179. AGD : pH 7,37;
pO2 86,5; pCO2 40,9; HCO3 23,3; Sat 96; BE tat 2,12. Thorax foto : Pleuropneumonia
kiri.

Tanggal 29/6

Abd 3 posisi : ileus paralik. DD/ ileus obstrukf letak rendah pada rektosigmoid.
Tgl 1/7

CT Scan abdomen: meteorismus, tak tampak udara bebas, tak jelas tandaanda ileus
obstrukf.
Tgl 3/7
KU: lemas, TD 110/60, HR 92x/m, S 37OC, RR 20x/m. Abd : distensi, LP 112,6 cm
Tgl 4/7/09
Pasien masuk ICU jam 20.35
KU : sakit berat, apas, sesak dengan oksigen kanul 5l/m. TV : TD 100/60; HR 124x/m; RR
40x/m; S 390C; sat 92%. Jtg : BJ Imurni, murmur gallop – . Paru : Vesikuler, rh +/+

Abd : distensi >>. Akral : dingin, sianosis – . Pasien kemudian dilakukan intubasi.
APACHE score 23 dengan PDR 46%. Mode : CMV; TV 500 cc; RR 14; PEEP +5; FiO2
0,8.Tekanan darah turun menjadi 80/40 mmHg dan dilakukan loading RL 300 cc, diulang
lagi 200 cc. TD dak meningkat dan HR 130x/m. Diberikan voluven 250 cc + 250 cc. Jam
22.00 pasien dipasang CVP dan diukur 18 cmH2O. Karena TD belum meningkat
kemudian pasien diberikan inotropik dob 5 ug/kg/m dan vasopresor noradrenalin
0,1ug/kg/m. Tekanan darah mulai naik 90/40 mmHg dan HR 120x/m.
Dari hasil laboratorium didapatkan AGD: pH 7,3; pO2 132,2; pCO2 44,6; HCO3
26; sat 99;BE 0,7; laktat 4,1. Elektr : Na 139; K 2,8; Cl 102; Ca 6,9; Mg 1,7. Hematologi

: Hb 11,7; Ht 35; L 29.000; Tr 194.000; Ur 29; Cr 1,3; GD 148. Alb 2,4; SGOT 14; SGPT
40; PCT 61,5. Ro Toraks : Paru normal

Terapi: Midazolam 5 mg/jam, Dob 10ug/kg/m, Noradr 0,3 ug/kg/m, Meropenem


3x1 gr, Ca gluconas 2x1 amp, Omeprazol 1x1 amp, KCL 50 meq, TE 1000 1000cc,
Amiparen 500cc, RL 1000 cc.

Prod urin 210 cc/8 jam. Imbang cairan + 1480 cc

B.     Diagnose Keperawatan
1.      Gangguan pertukaran gas b.d Infeksi, riwayat gagal napas
2.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d Adanya secret

INTERVENSI

1.        Gangguan Pertukaran Gas (Gas Exchange Impired)


Domain 3: eliminasi dan pertukaran   
Kelas 4: fungsi pernapasan
DEFINISI:
kelebihan atau deficit pada oksigenasi dan atau eliminasi karbon dioksida pada membrane
alveolar-kapiler

BATASAN KARAKTERISTIK

 PH darah arteri abnormal  Diaphoresis


 PH arteri abnormal  Dispnea
 Pernapasan abnormal (mis.,  Sakit kepala saat bangun
kecepatan, irama, kedalaman)  Hiperkapnea
 Warna kulit abnormal (mis., pucat,  Hipoksemia
kehitaman)  Hipoksia
 Konfusi  Iritabilitas
 Sianosis (pada neonates saja)  Napas cuping hidung
 Penurunan karbon dioksida  Gelisah
 Gangguan penglihatan

FAKTOR  YANG BERHUBUNGAN

 Perubahan membrane alveolar-kapiler


 Ventilasi-perfusi
  

CONTOH NURSING CARE PLAN

TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


HASIL
Setelah diberikan asuhan NIC : Airway Management Airway Management
keperawatan 1×12 jam,
diharapkan kerusakan 1. Posisikan pasien 1. Melancarkan

pertukaran gas teratasi, untuk pernapasan klien

dengan kriteria hasil: memaksimalkan 2. Merilekskan dada


ventilasi udara untuk memperlancar

NOC : Respiratory status: 2. Lakukan terapi fisik pernapasan klien

Airway patency dada, sesuai 3. Memperlancar saluran


kebutuhan pernapasan
 Klien mampu 3. Berikan treatment 4. Memenuhi kebutuhan
aerosol, sesuai oksigen dalam tubuh
mengeluarkan secret kebutuhan 5. Menyeimbangkan
 RR klien normal 16- 4. Berikan terapi cairan dalam tubuh
20 x/menit oksigen, sesuai 6. Mengetahui status
 Irama pernapasan keebutuhan respirasi klien lncar
teratur 5. Regulasi intake ataukah ada gangguan
 Kedalaman inspirasi cairan untuk
normal mencapai Respiratory monitoring
 Oksigenasi pasien keseimbangan
adekuat cairan 1. Untuk mendeteksi ada

6. Monitor status nya gangguan

respiratory dan pernapasan


Respiratory Status : Gas 2. Untuk mendeteksi ada
oksigenasi
Exchange nya gangguan
pernapasan
 AGD dalam batas
Respiratory Monitoring 3. Memperlancar saluran
normal skala 5 (no
pernapasan
deviation from 1. Monitor frekuensi,
normal range). ritme, kedalaman
 Tanda-tanda pernapasan. Vital Signs Monitoring
sianosis mencapai 2. Monitor adanya
skala 5 (none) suara 1. Mendeteksi adanya
 Klien tidak abnormal/noisy pada gangguan respirasi
mengalami pernapasan seperti dan kardiovaskuler
somnolen mencapai snoring atau 2. Mengecek adanya
skala 5 (none). crowing. gangguan pernapasan

3. Kaji keperluan 3. Mendeteksi adanya

suctioning dengan keabnormalan suara


Tissue Perfusion : paru
melakukan
Peripheral 4. Mendeteksi adanya
auskultasi untuk
mendeteksi adanya gangguan system
 Capitary refill pada
crackles dan rhonchi tubuh
jari-jari dalam
rentang normal di sepanjang jalan
mencapai skala 5 napas.
Managemen Asam-Basa
(no deviation from
Vital Signs Monitoring
normal range) 1. Untuk membuat klien
1. Monitor tekanan agar bernafas dengan
darah, nadi, baik tanpa adanya
temperature, dan gangguan.
status respirasi, 2. Untuk mengetahui
sesuai kebutuhan. tekanan gas darah (O2
2. Monitor respiration dan CO2) sehingga
rate dan ritme kondisi pasien tetap
(kedalaman dan dapat dipantau.
simetris) 3. Agar klien tidak
3. Monitor suara paru mengalami alkalosis
4. Monitor adanya akibat kekurangan
abnormal status asam yang berlebihan
respirasi (cheyne dari tubuh.
stokes, apnea, 4. Posisi yang tepat
kussmaul) menyebabkan
berkurangnya tekanan
diafragma ke atas
Managemen Asam-Basa sehingga ekspresi paru
maksimal sehingga
1. Pertahankan
klien dapat bernafas
kepatenan jalan
dengan leluasa.
napas.
5. Agar perawat cepat
2. Pantau gas darah
mengetahui jika
arteri (AGD), serum
terjadinya gagal nafas
dan tingkat elektrolit
sehingga tidak
urine.
membuat kondisi klien
3. Monitor hilangnya
menjadi semakin
asam (misalnya
buruk.
muntah, output
6. Sebagai indikator
nasogastrik, diare
adanya gangguan
dan diuresis).
nafas dan indikator
4. Berikan posisi untuk
dalam tindakan
memfasilitasi
selanjutnya.
ventilasi yang
memadai (misalnya 7. Untuk mempelancar
membuka jalan pernafasan klien dan
napas dan memenuhi kebutuhan
mengangkat kepala oksigen klien.
tempat tidur)
5. Pantau gejala gagal
pernafasan
(misalnya PaO2
rendah, PaCO2
tinggi dan kelelahan
otot pernafasan).
6. Pantau pola
pernapasan.
7. Berikan terapi
oksigen, jika perlu.

                       

2.      Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas (Ineffective Airway Clearance)


Domain : keamanan/perlindungan
Kelas 2 : cedera fisik
DEFINISI:
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk
mempertahankan bersihan jalan

BATASAN KARAKTERISTIK

 Tidak ada batuk  Pernurunn bunyi napas


 Suara napas tambahan  Dispnea
 Perubahan frekuensi napas  Sputum dalam jumlah yang
 Sianosis berlebihan
 Perubahan irama napas  Batuk yang tidak efektif
 Ortopnea
 Kesulitan berbicara/mengeluarkan  Gelisah
suara  Mata terbuka lebar

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

Lingkungan Fisiologis

 Perokok pasif  Jalan napas alergik


 Menghisap asap rokok  Asma
 Merokok  Penyakit paru obstruksi kronis
 Hiperplasia dinding bronkial
 Infeksi
Obstruksi jalan napas  Disfungsi neuromuskular

 Spasme jalan napas


 Mukus dalam jumlah berlebihan
 Eksudat dalam alveoli
 Materi asing dalam jalan napas
 Adanya jalan napas buatan
 Sekresi yang tertahan/sisa sekresi
 Sekresi dalam bronki

CONTOH NURSING CARE PLAN

Tujuan Dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
Setelah diberikan askep NIC Label >> Respiratory NOC: Respiratory monitoring
selama 5x 24 jam, monitoring
diharapkan bersihan jalan 1. Mengetahui tingkat

nafas klien kembali efektif 1. Pantau rate, irama, gangguan yang terjadi

dengan kriteria hasil: kedalaman, dan dan membantu dalam


usaha respirasi menetukan intervensi

NOC Label >> Respiratory 2. Perhatikan gerakan yang akan diberikan.

status: airway patency dada, amati simetris, 2. menunjukkan


penggunaan otot keparahan dari
aksesori, retraksi gangguan respirasi
 Frekuensi otot supraclavicular yang terjadi dan
pernapasan dalam dan interkostal menetukan intervensi
batas normal (16- 3. Monitor suara napas yang akan diberikan
20x/mnt) tambahan 3. suara napas tambahan
 Irama pernapasn 4. Monitor pola napas : dapat menjadi
normal bradypnea, indikator gangguan
 Kedalaman tachypnea, kepatenan jalan napas
pernapasan normal hyperventilasi, napas yang tentunya akan
 Klien mampu kussmaul, napas berpengaruh terhadap
mengeluarkan cheyne-stokes, kecukupan pertukaran
sputum secara apnea, napas biot’s udara.
efektif dan pola ataxic 4. mengetahui
 Tidak ada permasalahan jalan
akumulasi sputum napas yang dialami
NIC Label >> Airway dan keefektifan pola
Management napas klien untuk
memenuhi kebutuhan
5. Auskultasi bunyi
oksigen tubuh.
nafas tambahan;
ronchi, wheezing.
6. Berikan posisi yang NOC: Airway Management
nyaman untuk
mengurangi dispnea. 5. Adanya bunyi ronchi
7. Bersihkan sekret dari menandakan terdapat
mulut dan trakea; penumpukan sekret
lakukan penghisapan atau sekret berlebih di
sesuai keperluan. jalan nafas.
8. Anjurkan asupan 6. posisi
cairan adekuat. memaksimalkan
9. Ajarkan batuk ekspansi paru dan
efektif menurunkan upaya
10. Kolaborasi pernapasan. Ventilasi
pemberian oksigen maksimal membuka
11. Kolaborasi area atelektasis dan
pemberian meningkatkan
broncodilator sesuai gerakan sekret ke
indikasi. jalan nafas besar
untuk dikeluarkan.
7. Mencegah obstruksi
NIC Label >> Airway atau aspirasi.
suctioning Penghisapan dapat
diperlukan bia klien
12. Putuskan kapan
tak mampu
dibutuhkan oral
mengeluarkan sekret
dan/atau trakea
sendiri.
suction
8. Mengoptimalkan
13. Auskultasi sura
keseimbangan cairan
nafas sebelum dan
dan membantu
sesudah suction
mengencerkan sekret
14. Informasikan kepada
sehingga mudah
keluarga mengenai
dikeluarkan
tindakan suction
9. Fisioterapi dada/ back
15. Gunakan universal
massage dapat
precaution, sarung
membantu
tangan, goggle,
menjatuhkan secret
masker sesuai
yang ada dijalan
kebutuhan
nafas.
16. Gunakan aliran
10. Meringankan kerja
rendah untuk
paru untuk memenuhi
menghilangkan
kebutuhan oksigen
sekret (80-100
serta memenuhi
mmHg pada dewasa)
kebutuhan oksigen
17. Monitor status
dalam tubuh.
oksigen pasien
11. Broncodilator
(SaO2 dan SvO2)
meningkatkan ukuran
dan status
lumen percabangan
hemodinamik (MAP
trakeobronkial
dan irama jantung)
sehingga menurunkan
sebelum, saat, dan
tahanan terhadap
setelah suction aliran udara.

NOC: Airway suctioning

12. waktu tindakan


suction yang tepat
membantu
melapangan jalan
nafas pasien
13. Mengetahui adanya
suara nafas tambahan
dan kefektifan jalan
nafas untuk
memenuhi O2 pasien
14. memberikan
pemahaman kepada
keluarga mengenai
indikasi kenapa
dilakukan tindakan
suction
15. untuk melindungai
tenaga kesehatan dan
pasien dari
penyebaran infeksi
dan memberikan
pasien safety
16. aliran tinggi bisa
mencederai jalan
nafas
17. Mengetahui adanya
perubahan nilai SaO2
dan satus
hemodinamik, jika
terjadi perburukan
suction bisa
dihentikan.

Anda mungkin juga menyukai