Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi merupakan masalah terbanyak yang dihadapi oleh

negara yang berkembang termasuk di Indonesia. Jumlah korban

yang meninggal karena infeksi masih menduduki peringkat teratas

diantara penyakit – penyakit yang menyerang penduduk Indonesia.

Salah satu penyakit infeksi yang menjadi penyebab utama

morbiditas dan mortalitas di Indonesia adalah Demam Thypoid

yang merupakan penyakit infeksi yang menyerang saluran cerna

dan merupakan penyebab kematian infeksi gastrointestinal kedua

setelah gastroenteritis, manifestasi klinis demam tifoid di Indonesia

pada umumnya lebih berat dibandingkan di negara- negara Asia

Tenggara lainnya. (Nurvina,2012)

Demam thypoid merupakan penyakit yang dijumpai secara

luas di daerah tropis dan sub tropis terutama di daerah dengan

sumber air yang tidak memadai dengan standar higiene dan

sanitasi yang rendah. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal

dengan nama tipus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut typhoid

fever atau thyphus abdominalis, karena pada umumnya kuman ini

menyerang usus, maka usus menjadi luka dan menyebabkan

perdarahan serta bisa pula terjadi kebocoran usus. Penyakit ini

banyak diderita oleh anak-anak atau orang muda. Penyebabnya

adalah kuman Salmonella typhi. Kuman ini terdapat di dalam

14
15

kotoran, urine manusia dan juga pada makanan dan minuman yang

tercemar kuman yang dibawa oleh Lalat. (Arief,2009)

Dekatnya kontak antara limbah manusia dan sumber air

yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari serta kebiasaan hidup

yang kurang bersih seringkali menjadi penyebab makanan dan

minuman terkontaminasi Salmonella typhi yang menyebar melalui

tangan penderita dan lalat. Sekitar 3% dari penderita dewasa

demam tifoid akan menjadi karier sehingga dapat menularkan

penyakitnya kepada orang lain dan lingkungannya. (PPDT,2006)

Menurut WHO (World Health Organization) memperkirakan

angka kejadian di seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa per tahun,

sedangkan angka kematian penyebab demam tifoid mencapai

600.000 Jiwa dan 70% nya terjadi di Asia. Di Indonesia sendiri,

penyakit demam thypoid bersifat endemik, menurut WHO angka

penderita demam thypoid mencapai 81% per 100.000 populasi

(Depkes RI, 2013).

Diagnosis klinik demam tifoid sulit ditegakkan karena

manifestasi kliniknya tidak khas, maka diperlukan pemeriksaan

laboratorium penunjang diagnosis demam tifoid. Pemeriksaan

laboratorium yang biasa dilakukan untuk diagnosa demam typhoid

yaitu dengan pemeriksaan hematologi, bakteriologi, dan serologi.

Diagnosis pasti demam tifoid ditegakkan bila ditemukan

isolat Salmonella typhi pada media kultur bahan pemeriksaan yang

berasal dari penderita. Bahan pemeriksaan untuk kultur dapat


16

menggunakan darah, aspirat sumsum tulang, feses, atau urine.

Kultur darah masih digunakan sebagai standar baku emas karena

sensitivitas pemeriksaan kultur darah penderita demam tifoid pada

minggu pertama 60-80% bila prosedur kultur memenuhi syarat,

yaitu volume bahan pemeriksaan darah minimal 5-15 ml untuk

penderita dewasa dan anak 2-3 ml, Hasil pemeriksaan kultur

Salmonella typhi umumnya baru diperoleh setelah 3-5 hari inokulasi

bahan pemeriksaan pada media kultur. (Made,2015)

Pemeriksaan Widal merupakan pemeriksaan serologis

penunjang diagnosis demam tifoid yang masih sering diusulkan

oleh klinisi hingga saat ini. Nilai diagnostik tes Widal adalah

melihat adanya kenaikan titer antibodi yang bermakna dalam darah

terhadap antigen O (somatik) dan/atau antigen H (flagellar)

Salmonella enteric serotype typhi pada 2 kali pengambilan

spesimen serum dengan interval waktu 10-14 hari. Prosedur

pemeriksaan Widal relatif mudah sehingga dapat dilakukan di

berbagai sarana kesehatan, hasilnya cepat diperoleh, dengan biaya

relatif ekonomis. Selain itu pemeriksaan Widal memiliki kelebihan

lain, yaitu dapat mendeteksi infeksi kuman Salmonella non typhi.

Pemeriksaan uji widal tunggal pada negara endemik seperti

Indonesia , akan memberikan hasil yang kurang akurat dengan

banyaknya hasil positif palsu maupun negatif palsu. Salah satu

hasil positif palsu yaitu interpretasi hasil uji widal tunggal di daerah

endemik dimana Sebagian besar populasi sehat juga pernah


17

kontak atau terinfeksi dan menunjukkan hasil widal positif (Kataria,

2013).

Demam merupakan salah satu gejala yang sering timbul

pada pasien suspect demam thypoid, rentang demamnya pun

bervariasi seperti penelitian yang dilakuakan oleh Vika dkk

mengenai Gambaran Uji Widal Berdasarkan Lama Demam Pada

Pasien Demam Thypoid yang dilakukan di Bagian Rekam Medis di

RS. dr. M Djamil Padang. Titer antibodi demam thypoid tidak hanya

terbentuk pada saat menderita demam thypoid, namun pada

individu sehat bisa saja terdeteksi , selain itu faktor sanitasi juga

menjadi peran yang penting dalam peningkatan titer antibodi

Salmonella typhi seperti penelitian yang dilakukan oleh Dissa dkk

mengenai Titer Widal Pada Populasi Sehat di Universitas Jember,

dan penelitian yang dilakukan oleh Afriani dkk mengenai

Perbandingan Titer Widal Individu Sehat pada Lingkungan Sanitasi

Baik dan Sanitasi Buruk di Kota Langsa.

Hasil titer widal pada beberapa kasus dapat digunakan untuk

rujukan dan memperkaya teori secara ilmiah, hal ini sangat penting

untuk mendukung diagnosis penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Salmonella typhi. Berdasarkan beberapa studi literatur belum

terdapat penelitian yang membahas dan mengkompilasi titer widal

dalam berbagai kasus, Sehingga perlu dilakukannya Studi Titer

Antibodi Salmonella typhi Dengan Metode Widal Slide Pada

Berbagai Kasus.
18

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimanakah

Gambaran Titer Antibodi Salmonella typhi Dengan Metode Widal

Slide Pada Berbagai Kasus?”

C. Tujuan Penelitian

A. Tujuan Umum

Mengetahui Gambaran titer antibodi Salmonella typhi dengan

metode Widal Slide pada berbagai Kasus

B. Tujuan Khusus

1. Mendeskripsikan Gambaran titer antibodi pada populasi

sehat

2. Mendeskripsikan Gambaran titer widal individu sehat

pada lingkungan sanitasi baik dan sanitasi buruk

3. Mendeskripsikan Gambaran uji widal berdasarkan lama

demam pada pasien demam thypoid

4. Menganalisis hasil deskripsi titer antibodi Salmonella

typhi pada berbagai kasus

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Hasil dari penelitian diharapkan dapat meningkatkan wawasan

dan pengetahuan bagi peneliti sehingga mampu

mengembangkan dan menerapkan ilmu yang telah didapatkan


19

selama perkuliahan di jurusan Analis Kesehatan Mataram

khususnya dalam bidang Penyakit Tropis.

2. Bagi Akademik

Dapat menambah pengetahuan dan daftar kepustakaan serta

memberikan informasi bagi mahasiswa yang akan melakukan

penelitian lebih lanjut.

3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan dan

informasi kepada masyarakat mengenai pemeriksaan

laboratorium yang tepat dalam diagnose demam thypoid.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Salmonella typhi

a. Taksonomi

Menurut Brooks tahun 2005, klasifikasi penggolongan bakteri

Salmonella typhi adalah sebagai berikut :

Kingdom : Bacteria

Divisio : Proteobacteria

Class : Gamma Proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Familia : Enterobactertaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella typhi (Brooks, 2005)

b. Morfologi

Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari family

Enterobacteriaceae. Bakteri ini merupakan bakteri Gram

negatif batang, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan

berflagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat

hidup pada pH 6-8 pada suhu 15-41°C (suhu optimal 37°C ).

Bakteri ini tahan hidup dalam air yang membeku untuk waktu

yang lama. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan

54,4°C selama satu jam dan suhu 60°C selama 15 – 20

menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.

20
21

Bakteri ini juga bersifat fakultatif, dan sering disebut

sebagai facultative intra-cellular parasites. S.typhi

membentuk asam dan gas dari glukosa dan maltosa.

Organisme ini juga menghasilkan gas H2S, namun hanya

sedikit (Brooks, 2005).

Struktur dinding sel bakteri gram negatif mengandung

3 polimer senyawa mukokompleks yang terletak di luar

lapisan peptidoglikan (murein). Ketiga polimer ini terdiri dari:

1) Lipoprotein adalah senyawa protein yang mempunyai

fungsi menghubungkan antara selaput luar dengan

lapisan peptidoglikan (murein).

2) Selaput luar adalah selaput ganda yang mengandung

senyawa fosfolipid dan sebagian besar dari senyawa

fosfolipid ini terikat oleh molekul-molekul

lipopolisakharida pada lapisan atasnya.

3) Lipopolisakharida adalah senyawa yang mengandung

lipid yang kompleks molekul-molekul lipopolisakarida ini

berfungsi sebagai penyusun dinding sel bakteri gram

negatif yang dapat mengeluarkan sejenis racun (toxin)

yang disebut endotoksin. Endotoksin ini dikeluarkan

apabila terjadi luka pada permukaan sel bakteri gram

negatif tersebut.
22

Terjadinya penularan S. typhi pada manusia yaitu

secara jalur fekal oral. Sebagian besar akibat kontaminasi

makanan atau minuman yang tercemar (Tumbelaka, 2003;

WHO, 2003). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 2.1 dan 2.2 .

Sumber : Centers for Disease Control (CDC),2015


Gambar 2.1 Mikroskopis bakteri Salmonella typhi

Sumber : Bonang ,2008


Gambar 2.2 Morfologi bakteri Salmonella typhi
23

c. Struktur Antigen

Struktur antigen S. typhi terdiri dari 3 macam antigen, yaitu:

1) Antigen O (Antigenik somatik) merupakan bagian

terpenting dalam menentukan virulensi kuman. Bagian ini

mempunyai struktur kimia lipopolisakarida disebut

endotoksin dan terletak pada lapisan luar dari tubuh

kuman. Antigen ini bersifat hidofilik, tahan terhadap

pemanasan suhu 100°C selama 2-5 jam dan tahan

alkohol 96 % serta etanol 96% selama 4 jam pada suhu

37°C tetapi tidak tahan terhadap formaldehid

(Tumbeleka, 2003).

2) Antigen H (Antigen flagella) yang terletak pada flagella

dan fimbria (pili) dari kuman. Flagel ini terdiri dari badan

basal yang melekat pada sitoplasma dinding sel kuman,

struktur kimia ini berupa protein yang tahan terhadap

formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan

alkohol pada suhu 60°C, Selain itu flagel juga terdiri dari

the hook dan filamen yang terdiri dari komponen protein

polimerase yang disebut flagelin. Antibodi untuk antigen

ini terutamanya adalah IgG yang dapat memunculkan

reaksi aglutinasi. (WHO, 2003)

3) Antigen K berasal dari bahasa Jerman, kapsel. Antigen

K merupakan antigen kapsul polisakarida dari bakteri

enteric. Antigen ini mempunyai berbagai bentuk sesuai


24

genus dari bakterinya. Pada Salmonella, antigen K

dikenal juga sebagai virulence antigen (antigen Vi).

Antigen Vi (permukaan) yang terletak pada kapsul

(envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman

terhadap fagositosis. Struktur kimia proteinnya dapat

digunakan untuk mendeteksi adanya karier dan akan

rusak jika diberi pemanasan selama 1 jam pada suhu

60°C dan pada pemberian asam serta fenol. Ketiga

komponen antigen tersebut di atas di dalam tubuh

penderita akan menimbulkan pembentukan 3 macam

antibodi yang lazim disebut agglutinin. (WHO, 2003).

d. Patogenesis

Salmonella yang terbawa melalui makanan ataupun

benda lainnya akan memasuki saluran cerna. Di lambung,

bakteri ini akan dimusnahkan oleh asam lambung, namun

yang lolos akan masuk ke usus halus. Bakteri ini akan

melakukan penetrasi pada mukosa baik usus halus maupun

usus besar dan tinggal secara intraseluler dimana mereka

akan berproliferasi. Ketika bakteri ini mencapai epitel dan

IgA tidak bisa menanganinya, maka akan terjadi degenerasi

brush border. Kemudian, di dalam sel bakteri akan dikelilingi

oleh inverted cytoplasmic membrane mirip dengan vakuola

fagositik .(Brooks,2007)
25

Pada awalnya S. typhi berpfoliferasi di Payer’s patch

dari usus halus, kemudian sel mengalami destruksi sehingga

bakteri akan dapat menyebar ke hati, limpa, dan sistem

retikuloendotelial. Dalam satu sampai tiga minggu bakteri

akan menyebar ke organ tersebut. Bakteri ini akan

menginfeksi empedu, kemudian jaringan limfoid dari usus

halus, terutamanya ileum (Sari & Amelia, 2015).

2. Demam Thypoid

a. Definisi

Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh

kumam berbentuk basil yaitu Salmonella typhi yang

ditularkan melalui makanan atau minuman tercemar yang

merupakan mekanisme transmisi kuman Salmonella

termasuk S. typhi.

Demam tifoid (Tifus abdominalis, enteric fever) ialah

penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran

cerna dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai

gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa

gangguan kesadaran (Prabu, 2003).

b. Epidemiologi

Demam thypoid merupakan penyakit infeksi yang

dijumpai di seluruh dunia, secara luas di daerah tropis dan

subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air

yang tidak memadai dengan standar higienis dan sanitasi


26

yang rendah yang mana di Indonesia dijumpai dalam

keadaan endemik (Putra, 2012).

Data World Health Organization (WHO) pada tahun

2003, terdapat 17 juta kasus demam thypoid per tahun di

dunia dengan jumlah kematian mencapai 600.000 kematian

dengan Case Fatality Rate (CFR = 3,5%). Angka kejadian

penyakit demam thypoid di daerah endemis berkisar antara

45 per 100.000 penduduk per tahun sampai 1.000 per

100.000 penduduk per tahun.

Demam thypoid terutama ditemukan di negara

sedang berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi,

serta kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat.

Demam thypoid di Indonesia, dapat ditemukan

sepanjang tahun, Prevalensi nasional untuk demam thypoid

(berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan) adalah 1,60%.

Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi demam thypoid

diatas prevalensi nasional yaitu Nanggroe Aceh Darussalam

(2,96%), Bengkulu (1,60%), Jawa Barat (2,14%), Jawa

Tengah (1,61%), Banten (2,24%), NTB (1,93%), NTT

(2,33%), Kalimantan Selatan (1,95%), Kalimantan Timur

(1,80%), Sulawesi Selatan (1,80%), Sulawesi Tengah

(1,65%), Gorontalo (2,25%), Papua Barat (2,39%), dan

Papua (2,11%). Prevalensi demam thypoid banyak


27

ditemukan pada kelompok umur sekolah (5-24 tahun) yaitu

1,9%, dan terendah pada bayi yaitu 0,8% (BPPK, 2013).

Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia

(manusia sebagai natural reservoir). Manusia yang terinfeksi

Salmonella typhi dapat mengeksresikannya melalui sekret

saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka waktu yang

sangat bervariasi. S.typhi yang berada di luar tubuh manusia

dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam

air, es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada

pakaian. Akan tetapi S.typhi hanya dapat hidup kurang dari

1 minggu pada raw sewage (limbah mentah), dan mudah

dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temp 63° C).

Demam thypoid erat hubungannya dengan lingkungan

terutama lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan

seperti penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat

kesehatan dan sanitasi lingkungan yang buruk. Faktor-

faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit tersebut

antara lain sanitasi umum, temperatur, polusi udara, dan

kualitas air. Faktor sosial ekonomi seperti kepadatan

penduduk, kepadatan hunian, dan kemiskinan juga

mempengaruhi penyebarannya (Harahap, 2011).

c. Manifestasi Klinis

Masa tunas demam typhoid berlangsung antara 10-14

hari. Gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan


28

sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran

penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.

Pada minggu pertama gejala klnis penyakit ini ditemukan

keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut

pada umumnya yaitu : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri

otot, anoreksia, mual, muntah,diare, perasaan tidak enak

diperut, batuk dan epistaksis, sampai dengan bentuk klinis

yang berat baik berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala

septik yang lain, ensefalopati atau timbul komplikasi

gastrointestinal berupa perforasi usus atau perdarahan. Hal

ini menyebabkan sulit untuk melakukan penegakan

diagnosis berdasarkan gambaran klinisnya saja (Tumbelaka,

2003).

Pemeriksaan fisik pada penderita demam thypoid

hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam

adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore

hingga malam hari.

Keluhan demam merupakan gejala klinis terpenting

yang muncul pada semua penderita demam tifoid. Demam

muncul secara tiba-tiba kemudian dalam 1-2 hari menjadi

parah dengan tipe demam step ladder temperature chart

yang ditandai dengan demam timbul kemudian naik secara

bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir

minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi


29

dan pada minggu keempat demam akan turun perlahan.

Bersamaan dengan munculnya gejala demam sering

ditemukan pula keluhan gastrointestinal seperti muntah,

mual , diare dan dan pada tahap lanjut terjadi konstipasi dan

dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus.

Manifestasi gejala mental kadang-kadang mendominasi

gambaran klinis, seperti konfusi, stupor, psikotik atau koma.

Gejala lain yang tidak spesifik seperti batuk, malaise, sakit

kepala, menggigil sering muncul pada awal perjalanan

penyakit (Pastoor, 2007).

d. Perjalanan Penyakit (Path Ways)

Sumber : Zulkoni,2011
Gambar 2.3 Skema Perjalanan Penyakit
30

e. Pemerikasan Penunjang Diagnosis Demam Thypoid

Menurut WHO (2003), seseorang dikatakan

mengalami demam thypoid bila disertai demam (≥ 38°C)

yang berlangsung selama tiga hari dengan konfirmasi

laboratorium kultur S.typhi positif (darah, tulang sumsum,

usus cairan). Seseorang mungkin mengalami demam

thypoid bila disertai demam (≥ 38°C) selama tiga hari

dengan sero diagnosis positif atau tes deteksi antigen

S.typhi tetapi tanpa isolasi. Pemeriksaan penunjang

diagnosis demam thypoid diantaranya adalah:

1) Pemeriksaan Darah Tepi

Anemia dapat ditemukan pada penderita demam

tifoid, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau

meningkat, anemia sering terjadi adalah anemia

normokrom normositik yang terjadi diakibatkan asupan

yang terbatas karena terganggunya absorbsi, hambatan

pembentukan darah di sum-sum tulang dan

penghancuran sel darah merah. Diduga akibat infeksi S.

typhi terjadi perpindahan leukosit dari sirkulasi ke dinding

pembuluh darah sehingga leukosit dalam sirkulasi

berkurang sehingga penderita mengalami leukopenia

(20-25%). Leukopenia dengan jumlah 3000 - 21

4000/mm³ dapat ditemukan pada fase demam. Jumlah

leukosit < 2000/mm³ merupakan tanda prognosis buruk.


31

2) Biakan Salmonella typhi

Penegakan diagnosis pasti demam tifoid dapat

ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi terdapat pada

biakan darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan

duodenum dan rose spot (Tumbelaka, 2003). Hasil

biakan darah yang positif memastikan demam thypoid

akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam

thypoid, Kegagalan untuk mengisolasi organisme dapat

disebabkanoleh beberapa faktor: keterbatasan media

laboratorium, penggunaan antibiotik, volume spesimen,

jumlah yang dianjurkan 10-15 ml, atau waktu

pengumpulan, pasien dengan riwayat demam selama 7

sampai 10 hari menjadi lebih mungkin memiliki kultur

darah positif). Aspirasi sum-sum tulang adalah gold

standard untuk diagnosis demam thypoid karena bakteri

dalam sumsum tulang ini lebih sedikit dipengaruhi oleh

antibiotika daripada dalam darah. Namun prosedur yang

digunakan sangat invasif dan tidak digunakan dalam

praktek sehari-hari. (Tumbelaka, 2003

3) Pemeriksaan ELISA

Pemeriksaan ELISA merupakan pemeriksaan

serologis yang sering dipakai untuk menganalisis adanya

interaksi antigen-antibodi di dalam suatu sampel dengan

menggunakan enzim. Spesimen klinis yang biasa


32

digunakan adalah double antibody sandwich ELISA

(WHO, 2003). Pemeriksaan ini memiliki spesifisitas 95%

namun memiliki kelemahan dimana besar kemungkinan

terjadinya positif palsu karena adanya reaksi silang

antara antigen yang satu dengan yang lain, sedangkan

hasil negatif palsu terjadi jika pemeriksaan ini dilakukan

pada window period (waktu pembentukan antibodi baru

dimulai sehingga jumlah antibodi tersebut masih sedikit

dan kemungkinan tidak dapat terdeteksi). (WHO, 2003).

4) Pemeriksaan Dipstik

Pemeriksaan Dipstik merupakan pemeriksaan

serologis yang dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik

terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan

membran nitroselulosa yang mengandung antigen S.

typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-

human immobilized sebagai reagen kontrol (WHO,

2003).

5) Pemeriksaan Tubex

Pemeriksaan Tubex merupakan pemeriksaan

aglutinasi kompetitif semikuantitatif yang cepat dan

mudah untuk dikerjakan. Pemeriksaan ini mendeteksi

antibodi IgM terhadap antigen pada serum pasien, prinsip

kerjanya dengan menggunakan metode reaksi

immunoassay magnetic binding inhibition (IMBI) yaitu


33

dengan cara mengukur kemampuan serum antibodi IgM

dalam menghambat reaksi antara antigen S. typhi dan

anti IgM monoclonal antibody . Selanjutnya ikatan inhibisi

akan dipisahkan oleh suatu daya magnetik (Rahman,

2007).

6) Pemeriksaan Typhidot

Typhidot adalah sebuah metode dignostik buatan

Malaysia yang revolusioner. Pemeriksaan ini diketahui

sebagai alat deteksi antibodi kualitatif yang didesain

sebagai alat diagnosis cepat dari demam thypoid.

Typhidot akan mendeteksi adanya IgM dan IgG yang

terdapat pada protein membran luar S. typhi.

Pemeriksaan Typhidot akan mendapatkan hasil positif 2-

3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara

spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi

seberat 50 Da (Dalton) yang terdapat pada strip

nitroselulosa (Hayat, 2011).

2. Sanitasi Lingkungan

a. Pengertian Sanitasi Lingkungan

Menurut WHO, sanitasi lingkungan adalah upaya

pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia

yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan

hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik,

kesehatan, dan daya tahan hidup manusia (Artanti,


34

2013).Sanitasi merupakan salah satu komponen dari

kesehatan lingkungan, yaitu perilaku yang disengaja

untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah

manusia bersentuh langsung dengan kotoran dan bahan

berbahaya lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan

meningkatkan kesehatan manusia (Mundiatun dan

Daryanto, 2015).

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu

lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan

kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. Sanitasi

lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang

ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan

standar kondisi lingkungan yang mendasar yang

mempengaruhi kesejahteraan manusia. Kondisi tersebut

mencakup:

1) Pasokan air yang bersih dan aman

2) Pembuangan limbah dari hewan, manusia dan

industri yang efisien

3) Perlindungan makanan dari kontaminasi biologis dan

kimia

4) Udara bersih dan aman

5) Rumah yang bersih dan aman (Mundiatun dan

Daryanto, 2015).
35

b. Ruang Lingkup Sanitasi

1) Sarana Air Bersih

Sarana air bersih merupakan salah satu

sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan

dengan kejadian demam tifoid. Prinsip penularan

demam tifoid adalah melalui fekal-oral. Kuman

berasal dari tinja atau urin penderita atau bahkan

carrier (pembawa penyakit yang tidak sakit) yang

masuk ke dalam tubuh melalui air dan makanan.

Pemakaian air minum yang tercemar kuman secara

massal sering bertanggung jawab terhadap terjadinya

Kejadian Luar Biasa (KLB). Di daerah endemik, air

yang tercemar merupakan penyebab utama

penularan penyakit demam tifoid (Widoyono, 2011).

Air yang memenuhi persyaratan air minum

menurut Kepmenkes RI No.907/Menkes/SK.VII/2002,

secara garis besar persyaratan kualitas air dapat

digolongkan dengan empat syarat:

a) Syarat fisik

Air minum yang digunakan sebaiknya tidak

berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna (15

TCU), tidak keruh (maksimal 5 NTU), dan suhu

udara maksimal ± 3°C dari udara sekitar.


36

b) Syarat kimia

Air minum yang dikonsumsi tidak mengandung

zat-zat organik dan anorganik melebihi standar

yang ditetapkan, pH pada batas maksimum dan

minimum (6,5-8,5) dan tidak mengandung zat

kimia beracun sehingga menimbulkan gangguan

kesehatan.

c) Syarat bakteriologis

Air minum yang digunakan harus terhindar dari

kemungkinan kontaminasi E.coli atau coliform tinja

dengan standar 0 dalam 100ml air minum.

d) Zat radioaktif

Air minum harus terhindar dari kemungkinan

kontaminasi radiasi radioaktif yang melebihi batas

maksimal yang diperbolehkan .(Depkes,2002)

2) Sarana Pembuangan Tinja

Dalam perencanaan pembuatan jamban,

perhatian harus diberikan pada upaya pencegahan

keberadaan vektor perantara penyakit demam tifoid

yaitu pencegahan perkembangbiakan lalat. Peranan

lalat dalam penularan penyakit melalui tinja (fecal-

borne diseases) sangat besar. Lalat rumah selain

senang menempatkan telurnya pada kotoran kuda

atau kotoran kandang, juga senang menempatkannya


37

pada kotoran manusia yang terbuka dan bahan

organik lain yang sedang mengalami penguraian.

Pengelolaan kotoran manusia yang tidak memenuhi

syarat dapat menjadi sumber penularan penyakit

yang mengancam kesehatan masyarakat banyak.

Oleh karena itu kotoran manusia perlu ditangani

dengan seksama. (Depkes RI, 2006)

3) Status Rumah Sehat

Rumah sehat menurut Kepmenkes No.

829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan

Kesehatan Perumahan adalah bangunan rumah

tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah

yang memiliki jamban sehat, sarana air bersih, tempat

pembuangan sampah, sarana pembuangan air

limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan hunian

yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari

tanah.(Dinkes, 2014).

4) Kondisi Tempat Pembuangan Sampah

Salah satu penyebab penularan demam tifoid

adalah keadaan sanitasi lingkungan yang buruk

seperti cara pengelolaan sampah rumah tangga yang

kurang (Alladany, 2010). Kebiasaan masyarakat yang

kurang memperhatikan tempat pembuangan sampah

ini dapat menyebabkan vektor penyakit seperti lalat


38

dapat berkumpul dan tingkat penyebaran demam

typhoid akan lebih tinggi dibanding lingkungan yang

memilki tempat pembuangan sampah yang lebih

terorganisir. Pengelolaan sampah meliputi

penyimpanan sampah, pengumpulan, dan

pembuangan sampah. (Alladany, 2010)

5) Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha

pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan

tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan

dan minuman dari segala bahaya yang dapat

mengganggu kesehatan ,mulai dari sebelum

makanan diproduksi, selama dalam proses

pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai

pada saat dimana makanan dan minuman tersebut

siap untuk dikonsumsi kepada masyarakat atau

konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk

menjamin keamanan dan kemurnian makanan,

mencegah konsumen dari penyakit, mencegah

penjualan makanan yang akan merugikan pembeli,

mengurangi kerusakan, atau pemborosan makanan

(Sumantri, 2013).
39

6) Higine Perorangan

Higiene perorangan merupakan ciri berperilaku

hidup sehat. Beberapa kebiasaan berperilaku hidup

sehat antara lain kebiasaan mencuci tangan dengan

sabun setelah BAB dan kebiasaan mencuci tangan

dengan sabun sebelum makan. Peningkatan higiene

perorangan adalah salah satu dari program

pencegahan yakni perlindungan diri terhadap

penularan tifoid. (Depkes RI, 2006)

c. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Peningkatan

Titer Widal

Penularan demam tifoid dapat terjadi melalui

berbagai cara, yaitu dikenal dengan 5F yaitu (food,finger,

fomitus, fly, feses) Feses dan muntahan dari penderita

demam tifoid dapat menularkan bakteri S. typhi kepada

orang lain. Kuman tersebut ditularkan melalui makanan

atau minuman yang terkontaminasi dan melalui perantara

lalat, di mana lalat tersebut akan hinggap di makanan

yang akan dikonsumsi oleh orang sehat. Apabila orang

tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya

seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar oleh

bakteri S. typhi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui

mulut selanjutnya orang sehat ptersebut akan menjadi

sakit (Nuruzzaman dan Syahrul,2016).


40

Secara epidemiologis, penyebaran penyakit

berbasis lingkungan dikalangan anak sekolah di

Indonesia tergolong sangat tinggi. Terjadinya infeksi,

seperti diare, demam berdarah dengue, cacingan,

demam tifoid serta berbagai dampak negatif akibat

buruknya sanitasi. Dalam interaksi setiap hari banyak

terjadi kontak secara langsung maupun tidak langsung

yang dapat menyebabkan terjadinya penularan dan

penyebab penyakit (Nuruzzaman dan Syahrul,2016).

Hampir semua ahli sepakat bahwa kenaikan titer

aglutinin empat kali, terutama aglutinin O atau aglutinin H

dalam jangka waktu 5- 7 hari mempunyai nilai diagnostik

amat penting untuk demam tifoid, sedangkan

peningkatan titer aglutinin yang tinggi pada satu kali

pemeriksaan Widal, terutama aglutinin H masih

kontroversi. Peneliti yang menyetujuinya menetapkan

titer aglutinin O bervariasi antara titer O > 1/160 sampai

titer > 1/320 atau titer H >1/800 dengan catatan 8 bulan

terakhir tidak mendapatkan vaksinasi atau sembuh dari

sakit demam tifoid. (Nuruzzaman dan Syahrul,2016).

Penelitian yang dilakukan Mishra, et al tahun 2016

pada 200 orang anak sehat dari daerah endemik Uttar

Pradesh di India yang diperiksa serologi diagnosis

menggunakan semi kuantitatif Widal slides sebanyak 120


41

(60%) menunjukkan hasil positif,sedangkan 80 (40%)

menunjukkan hasil negatif. Pada penelitian didapat titer

tertinggi O adalah 1:320 (5 orang) dan titer H adalah

1:320 (6 orang). Kesimpulan dari penelitiannya adalah

tingginya angka kejadian demam tifoid ditemukan pada

orang sehat yang mengkonsumsi unsafe water and food

yang bersumber dari luar rumah. Peneliti juga

menyebutkan bahwa tes Widal mungkin dapat digunakan

untuk mendeteksi Enterik Fever setelah seminggu

demam apabila hasil kutur ditemukan negatif (Mishra,

2016)

3. Metode Widal Slide

a) Tinjauan Umum Tentang Uji Widal

Uji serologi standar dan rutin untuk diagnosis

demam tifoid adalah uji widal. Uji widal merupakan uji

aglutinasi yang menggunakan suspensi kuman

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi sebagai

antigen untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap

S.typhi atau S.paratyphi di dalam serum penderita.

Indikasi pemeriksaan uji widal di pakai untuk membantu

menegakkan diagnosis penyakit demam tifoid ( Handojo,

2004 ).

Prinsip uji widal adalah serum pasien dengan

pengenceran berbeda-beda ditambah antigen dalam


42

jumlah sama. Jika serum terdapat antibodi maka akan

terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih

menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam

serum (Tumbelaka, 2003).

Sampai saat ini uji widal merupakan uji serologi

yang paling banyak dipakai untuk menunjang diagnosis

demam tifoid. Pang dan Puthucheary mengatakan

bahwa uji widal merupakan pilihan cara yang praktis

sehubung kesulitan dalam memeriksa bakteri di Negara

berkembang. Terdapat 2 teknik pemeriksaan uji widal

yaitu Uji Widal Slide (slide agglutination test) dan Uji

Widal Tabung (tube agglutination test) (Wardana, 2011).

Prinsip dasar uji widal slide yaitu 1 tetes serum

(Ab) + 1 tetes antigen aglutinasi. Spesimen yang

digunakan dalam tes widal adalah serum yang

didapatkan dari pembuluh darah vena pasien. Khusus

pada kasus yang tes widalnya ditunda atau tidak

dilakukan segera setelah pengambilan sampel serum,

maka spesimen serum pasien harus disimpan pada

tempat yang dingin dengan temperature 2°C - 8°C. Uji

widal harus di laksanakan terhadap seri antigen berikut :

1) Antigen H (antigen flagela). Dibuat dari strain

S.typhi yang motil dengan permukaan koloni yang


43

licin. Kuman dimatikan dengan larutan formalin

0,1%

2) Antigen O (antigen somatik) Dibuat dari strain

S.typhi yang tidak motil. Untuk membunuh kuman

di pakai alkohol absolut dan sebagai pengawet di

pakai larutan phenol 0,5%. Sebelum di pakai

konsentrasi alkohol harus di encerkan sampai

menjadi 12%.

3) Antigen PA (S.parathypi A) Dibuat dari strain S.

parathypi A. Untuk membunuh kuman dipakai

formalin 0,1.

4) Antigen PB (S.parathypi B) Dibuat dari strain

S.parathypi B. Untuk membunuh kuman di pakai

formalin 0,1%( Handojo, 2004 ).

Sumber : Wordpress.com,2013
44

Gambar 2.4 Reagen Pemeriksaan Widal

b. Tinjauan Ketepatan Pemeriksaan Widal

Dasar pemeriksaan widal adalah reaksi aglutinasi

yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan

suspensi antigen Salmonella typhi. Pemeriksaan yang

positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan cara

pengenceran tertinggi yang masih bisa menimbulkan

reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang

diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. Titer

bernilai 1/160 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan

yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis. Titer

tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan

penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H tidak

diperlukan untuk diagnosis karena dapat tetap tinggi

setelah mendapat imunisasi atau bila penderita telah

lama sembuh. Tidak selalu pemeriksaan widal positif

menunjukan pasien menderita demam thypoid (Velina &

Hanif, 2016).

Tehnik pemeriksaan widal dapat dilakukan dengan

dua metode yaitu metode slide dan metode tabung.

Perbedaannya, metode tabung membutuhkan waktu

inkubasi semalam karena membutuhkan teknik yang

lebih rumit dan metode slide hanya membutuhkan waktu


45

inkubasi 1 menit saja yang biasanya digunakan dalam

prosedur penapisan. Umumnya sekarang lebih banyak

digunakan pemeriksaan widal metode slide. Sensitivitas

dan spesifitas tes ini amat dipengaruhi oleh jenis antigen

yang digunakan. Dalam pemeriksaan widal dilakukan uji

kualitatif, uji kualitatif adalah 25 µl masing- masing serum

pasien di tempatkan pada slide di tambahkan 40 µl

masing-masing empat antigen Salmonella di

homogenkan selama 1 menit (Wardhani, 2005)

c. Interpretasi Uji Widal

Hasil pemeriksaan test widal dianggap positif mempunyai

arti klinis sebagai berikut (Kosasih, 2008)

1. Titer antibody O sampai 1/80 pada awal penyakit

berarti suspek demam tifoid, kecuali pasien yang

telah mendapat vaksinasi.

2. Titer antibody O diatas 1/160 berarti indikasi kuat

terhadap demam tifoid.

3. Titer antibody H sampai 1/40 berarti suspek

terhadap demam tifoid kecuali pada pasien yang

divaksinasi jauh lebih tinggi.

4. Titer antibody H diatas 1/80 memberi indikasi

adanya demam tifoid.


46

Sumber : Laboratoryinfo,2013
Gambar 2.4 Interpretasi aglutinasi pemeriksaan widal
47

B. Kerangka Konsep

Kasus dengan
Pemeriksaan titer
antibodi Salmonella
typhi

Titer Antibody
Salmonella Typhi
Metode widal slide

Lama Demam Tingkat Sanitasi Higiene Lingkungan


Tempatt inggal

Keterangan :

: : Variabel Diteliti

: Variabel Tidak Diteliti

: Mempengaruhi / Diperiksa Dengan Metode

: Bagian
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai

dengan bulan Mei 2020.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode

penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk

meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya

adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen

kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi

(gabungan),analisis data yang bersifat induktif dan hasil penelitian

kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi

(Sugiyono,2009).

C. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Pendekatan Studi Kasus. Studi

kasus merupakan strategi penelitian dimana di dalamnya peneliti

menyelidiki secara cermat suatu program,peristiwa, aktivitas,proses

atau sekelompok individu. (Creswell,2010). Studi Kasus digunakan

untuk mendeskripsikan hasil penelitian dan berusaha menemukan

gambaran menyeluruh mengenai suatu keadaan.

48
49

D. Metode Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data dalam studi kasus ini yaitu

metode dokumentasi. Dokumentasi merupakan Teknik yang

digunakan untuk mencari data yang diperlukan dalam penelitian

studi kasus, dapat berupa catatan,buku, dokumen,ataupun jurnal.

E. Sumber Data

Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang bukan diusahakan

sendiri pengumpulannya oleh peneliti (Marzuki,2000). Artinya

peneliti adalah tangan kedua yang mencatat,mengakses atau

meminta data tersebut ke pihak lain yang telah mengumpulkannya

di lapangan. Sumber data dalam penelitian ini yaitu data hasil

penelitian yang berasal dari jurnal-jurnal terkait dengan tema yang

sama yaitu pada kasus dengan pemeriksaan titer antibodi

Salmonella typhi.

F. Tekhnik Analisis Data

Pada hakikatnya analisis data adalah sebuah kegiatan

untuk memberikan makna atau memaknai data dengan mengatur,

mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan

mengkategorikannya menjadi bagian-bagian berdasarkan

pengelompokan tertentu sehingga diperoleh suatu temuan

terhadap rumusan masalah yang diajukan.


50

Menurut Marshall dan Rossman dalam Widji (2008) ,

Tahapan analisis data dalam penelitian kualitatif adalah sebagai

berikut :

a. Mengorganisasikan data

b. Pengelompokkan berdasarkan kategori,tema dan pola

jawaban

c. Menguji asumsi atau permasalahan yang ada terhadap

data

d. Mencari alternatif penjelasan bagi data

e. Menulis hasil penelitian


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

beberapa orang peneliti dengan topik yang sama yaitu tentang

Studi titer antibody Salmonella typhi Dengan Metode Widal Slide

Pada Berbagai Kasus dapat penulis rangkum sebagai berikut.

1. Penelitian yang telah dilakukan oleh Dissa Yulianita dkk dari

Fakultas Kedokteran Universitas Jember pada Tahun 2018

dengan judul Titer Widal pada Populasi Sehat di Universitas

Jember. Adapun distribusi titer agglutinin (antibodi) pada

populasi sehat disajikan dalam tabel 4.1

Tabel 4.1 Distribusi Titer Agglutinin pada Populasi Sehat

Aglutinin Titer Titer Titer Titer Titer Titer


0 20 40 80 160 320
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
O 7 6 16 11 19 35
(7,4) (6,3) (17,0) (11,8) (20,2) (37,2)
H 2 10 8 20 18 36
(2,1) (10,7) (8,6) (21,2) (19,1) (38,2)
AO 1 1 1 4 6 81
(1,0) (1,0) (1,0) (4,2) (6,3) (86,1)
6 1 6 9 9 63
AH (6,3) (1,0) (6,3) (9,6) (9,6) (67,0)
BO 1 3 4 6 7 73
(1,0) (3,1) (4,2) (6,3) (7,4) (77,7)
BH 6 15 26 24 8 15
(6,3) (15,9) (27,7) (25,5) (8,6) (15,9)

51
52

Keterangan :
O : Titer antibodi S.typhi O
H : Titer agntibodi S. typhi H
AO : Titer antibodi S. paratyphi AO
AH : Titer antibodi S. paratyphi AH
BO : Titer antibodi S. paratyphi BO
BH : Titer antibody S. paratyphi BH

Berdasarkan data pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa

frekuensi nilai titer terbanyak pada aglutinin O, H, AO, AH, dan BO

adalah titer 1/320. Frekuensi titer Widal terbanyak pada populasi

sehat di Universitas Jember disajikan pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Frekuensi Titer Terbanyak pada Populasi Sehat di


Universitas Jember
Aglutinin Titer Jumlah Persentase
(orang) (%)
O 1/320 35 37,2
H 1/320 36 38,2
AO 1/320 81 86,1
AH 1/320 63 67,0
BO 1/320 73 77,7
BH 1/40 26 27,7
53

2. Penelitian yang telah dilakukan oleh Afriani dkk dari Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun 2018

dengan judul Perbandingan Titer Widal Individu Sehat Pada

Lingkungan Sanitasi Baik dan Sanitasi Buruk di Kota Langsa.

Hasil analisis antara subyek yang tinggal pada lingkungan

dengan sanitasi baik dan sanitasi buruk disajikan dalam tabel

4.3.

Tabel 4.3 Perbedaan Hasil Tes Widal Berdasarkan Kondisi Sanitasi


Lingkungan
Aglutinin Sanitasi Sanitasi Ρ OR
Buruk Baik 95% CI
n = 90 n = 90
S.thypi O
Positif (>1/80) 55 (61,1) 60 (66,7) 0,438 0,786
Negatif (<atau= 35 (38,9) 30 (33,3) 0,427-1,44
1/80)

S.thypi A O
Positif (>1/80) 24 (26,7) 33 (36,7) 0,149 0,628
Negatif (<atau= 66 (73,3) 57 (63,3) 0,333-1,18
1/80)

S.thypi B O
Positif (>1/80) 30 (33,3) 30 (33,3) 1,000 1,000
Negatif (<atau= 60 (66,7) 60 (66,7) 0,538-1,85
1/80)

S.thypi C O
Positif (>1/80) 15 (16,7) 32 (35,6) 0,004 0,363
Negatif (<atau= 75 (83,3) 58 (64,4) 0,180-0,73
1/80)

S.thypi H
Positif (>1/80) 44 (48,9) 20 (22,2) <0,001 3,348
Negatif (<atau= 46 (51,1) 70 (77,8) 1,754-6,39
1/80)

S.thypi A H
Positif (>1/80) 20 (22,2) 15 (16,7) 0,346 1,429
54

Negatif (<atau= 70 (77,8) 75 (83,3) 0,679-3,00


1/80)

S.thypi B H
Positif (>1/80) 23 (25,6) 13 (14,4) 0,062 2,033
Negatif (<atau= 67 (74,4) 77 (85,6) 0,956-4,32
1/80)

S.thypi C H
Positif (>1/80) 21 (23,3) 16 (17,8) 0,356 1,408
Negatif (<atau= 69 (76,7) 74 (82,2) 1,679-2,91
1/80)

Keterangan :

Ρ : Probabilitas

OR : Odds Ratio (faktor risiko)

Perhitungan Odds Ratio menunjukkan OR>1 adalah pada

aglutinin S.typhi H yaitu (OR = 3,348) , S.paratyphi A H (OR=

1,429), S.paratyphi B H (OR=2,033), S.paratyphi C H (OR=1,408).

Dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa

aglutinin yang memiliki perbedaan yang signifikan adalah aglutinin

S. parathypi CO (p=0,004) dan S. thypi H (p<0,001). Persentase

titer widal individu sehat pada lingkungan sanitasi baik dan sanitasi

buruk di Kecamatan Langsa Barat dapat dilihat pada tabel 4.4 dan

4.5.
55

Tabel 4.4 Persentase Titer Widal Individu Sehat Pada Lingkungan Sanitasi Baik di
Kota Langsa.
Sanitasi Baik (n=90)
Aglutinin
1/80 1/160 1/320

S. typhi O, n (%) 30 18 42
(33,3) (20) (46,7)
S. paratyphi AO, n (%) 57 22 11
(63,3) (24,4) (12,2)
S. paratyphi BO, n (%) 60 20 10
(66,7) (22,2) (11,1)
S. paratyphi CO, n (%) 58 19 13
(64,4) (21,1) (14,4)
S. typhi H, n (%) 70 8 12
(77,8) (8,9) (13,3)
S. paratyphi AH, n (%) 75 10 5
(83,3) (11,1) (5,6)
S. paratyphi BH, n (%) 77 8 5
(85,6) (8,9) (5,6)
S. paratyphi CH, n (%) 74 11 5
(82,2) (12,2) (5,6)

Tabel 4.5 Persentase Titer Widal Individu Sehat Pada Lingkungan Sanitasi Buruk
di Kota Langsa
Sanitasi Buruk (n=90)

Aglutinin 1/80 1/160 1/320

S. typhi O, n(%) 35 34 21
(38,9) (37,8) (23,3)
S. paratyphi A O, n(%) 66 18 6
(73,3) (20) (6,7)
S. paratyphi B O, n(%) 60 25 5
(66,7) (27,8) (5,6)
S. paratyphi CO, n(%) 75 12 3
(83,3) (13,3) (3,3)
S. typhi H, n(%) 46 24 20
(51,1) (26,7) (22,2)
S. paratyphi A H, n(%) 70 9 11
(77,8) (10) (12,2)
S. paratyphi B H, n(%) 67 15 8
(74,4) (16,7) (8,9)
S. paratyphiC H, n(%) 69 11 10
(76,7) (12,2) (11,1)
56

3. Penelitian yang telah dilakukan oleh Vika. R dkk. Dari

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang pada tahun

2016 dengan judul gambaran hasil uji widal berdasarkan lama

demam pada pasien suspek demam tifoid. . Distribusi

frekuensi hasil uji Widal Typhi O dan H berdasarkan lama

demam disajikan dalam tabel 4.6 dan 4.7

Tabel 4.6 . Distribusi frekuensi hasil uji Widal Typhi O berdasarkan lama
demam
Lama Demam n titer (%)
(Hari) 1:80 1:160 1:320 1:640
 3 – 5 0 (0,00) 3 ( 6,52) 2 (4,34) 0 (0,00)
18
 6 – 8 1 (2,17) (39,13) 3 (6,52) 0 (0,00)
 9 – 11 0 (0,00) 5 (10,86) 1 (2,17) 0 (0,00)
 12 – 14 2 (4,34) 6 (13,04) 1 (2,17) 0 (0,00)
 15 – 17 0 (0,00) 2 (4,34) 1 (2,17) 0 (0,00)
 >17 0 (0,00) 0 (0,00) 1 (2,17) 0 (0,00)
34
3 (73,89) 9
 Jumlah (6,51) (19,54) 0 (0,00)

Tabel 4.7 . Distribusi Frekuensi Hasil Uji Widal Typhi H Berdasarkan


Lama Demam
Lama Demam n titer (%)
(Hari) 1:80 1:160 1:320 1:640
 3 – 5 1 (2,17) 1 (2,17) 3 (6,52) 0 (0,00)
13
 6 – 8 0 (0,00) 8 (17,39) (28,26) 1 (2,17)
 9 – 11 0 (0,00) 5 (10,86) 1 (2,17) 0 (0,00)
 12 – 14 1( 2,17) 6 (13,04) 2 (4,34) 0 (0,00)
57

 15 – 17 0 (0,00) 1 (2,17) 2 (4,34) 0 (0,00)


 >17 0 (0,00) 1 (2,17) 0 (0,00) 0 (0,00)
22
2 (47,82) 21 1
 Jumlah (4,34) (45,65) (2,17)

Hasil uji Widal untuk antigen O Salmonella typhi yang terbanyak

adalah titer 1:160 dan nilai titer antibodi tertinggi yakni 1:320 lebih

sering ditemukan pada lama demam dengan rentang 6 – 8 hari dan

hasil uji Widal untuk antigen H Salmonella typhi yang terbanyak adalah

titer 1:160 dan nilai titer antibodi tertinggi yakni 1:640 ditemukan pada

demam dengan rentang 6 – 8 hari. Distribusi frekuensi hasil titer Widal

typhi O dan H dapat dilihat dalam tabel 4.8

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Hasil Titer Widal Typhi O dan H


Berdasarkan Lama Demam
Lama demam Titer O Titer H N
(hari)
3–5 1:160 1:160 2
1:160 1:320 1
1:320 1:80 1
1:320 1:320 1
6–8 1:80 1:640 1
1:160 1:160 8
1:160 1:320 10
1:320 1:320 3
9 – 11 1:160 1:160 5
1:320 1:320 1
12 – 14 1:80 1:160 1
1:80 1:320 1
1:160 1:80 1
1:160 1:160 4
1:160 1:320 1
1:320 1:160 1
58

15 – 17 1:160 1:160 1
1:160 1:320 1
1:320 1:320 1
>17 1:320 1:160 1

B. Pembahasan

Penelitian Studi Kasus tentang Studi Titer Antibodi

Salmonella typhi Menggunakan Widal Slide Pada Berbagai Kasus

ini dilakukan dengan mengumpulkan data hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh beberapa orang peneliti dengan topik yang

sama.

Uji Widal dalam sampel serum tunggal sering digunakan

untuk diagnosis laboratorium terutama ketika fasilitas kultur tidak

tersedia. Pemeriksaan uji Widal tunggal pada negara endemik

seperti Indonesia, akan memberikan hasil yang kurang akurat

dengan banyaknya hasil false-positive maupun false-negative.

Salah satu hasil false positive yaitu interpretasi hasil uji widal

tunggal di daerah endemik dimana Sebagian besar populasi sehat

juga pernah kontak atau terinfeksi, dan menunjukkan hasil uji widal

positif.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Dissa Yulianita dkk dari

Fakultas Kedokteran Universitas Jember pada Tahun 2018 dengan

judul Titer Widal pada Populasi Sehat di Universitas Jember

menunjukkan frekuensi nilai titer terbanyak pada aglutinin O, H,

AO, AH, dan BO adalah titer 1/320, sedangkan aglutinin BH


59

frekuensi nilai titer terbanyak ada pada titer 1/40. Antigen H dalam

penelitian ini menunjukkan prevalensi S. typhi lebih tinggi

dibandingkan S. paratyphi A dan S. paratyphi B. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan di India oleh Mankodi dkk yang

menyatakan prevalensi S. typhi lebih tinggi dibanding S. paratyphi .

Kenaikan titer aglutinin terutama aglutinin H tidak mempunyai arti

diagnostik yang penting untuk demam tifoid pada penderita dewasa

didaerah endemis. Maka, pada daerah endemis tidak dianjurkan

pemeriksaan aglutinin H terhadap S. typhi, namun cukup

pemeriksaan titer aglutinin O terhadap S.typhi. Antigen O (Antigenik

somatik) merupakan bagian terpenting dalam menentukan virulensi

kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida yang

disebut endotoksin dan terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.

Antigen ini bersifat hidofilik, tahan terhadap pemanasan suhu

100°C selama 2-5 jam dan tahan alkohol 96 % serta etanol 96%

selama 4 jam pada suhu 37°C.

Penelitian epidemiologi yang banyak dilakukan di Indonesia

menunjukkan bahwa penyakit menular masih merupakan penyebab

kematian yang penting di Indonesia. Kurangnya sarana air bersih,

sempitnya lahan tempat tinggal keluarga, kebiasaan makan dengan

tangan yang tidak dicuci terlebih dulu, pemakaian ulang daun-daun

dan pembungkus makanan yang sudah dibuang ke tempat

sampah, sayuran yang dimakan mentah, penggunaan air sungai

untuk berbagai kebutuhan hidup (mandi,mencuci bahan makanan,


60

mencuci pakaian, berkumur, gosok gigi, yang juga digunakan

sebagai kakus) dan penggunaan tinja untuk pupuk sayuran,

meningkatkan penyebaran penyakit menular yang menyerang

sistem pencernaan (Artanti, 2013).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Afriani dkk dari Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun 2018 dengan

judul Perbandingan Titer Widal Individu Sehat Pada Lingkungan

Sanitasi Baik dan Sanitasi Buruk di Kota Langsa. Komponen

kriteria sanitasi yang diobservasi meliputi penilaian; sarana air

bersih, jamban (sarana pembuangan kotoran),sarana pembuangan

air limbah dan sarana pembuangan sampah.

Hasil penelitian menunjukkan pemeriksaan Widal pada

subyek sehat dengan sanitasi baik didapatkan hasil aglutinin positif

terbanyak adalah S.thypi O sebanyak 60 orang (66,7%), diikuti oleh

aglutinin S. parathypi AO sebanyak 33 orang (36,7%), sedangkan

pada subjek sehat dengan sanitasi buruk didapatkan hasil

agglutinin positif terbanyak adalah S. thypi O sebanyak 55 orang

(61,1%), diikuti oleh aglutinin S. thypi H sebanyak 44 orang

(48,9%). Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan titer

widal pada individu sehat di kedua kelompok lingkungan sanitasi

baik dan lingkungan sanitasi buruk yang didominasi oleh aglutinin

S.thypi O. Hasil penelitian ini menunjukkan lebih dari 50% individu

sehat yang diteliti adalah Widal positif (titer >1/80), hal ini menjadi

tolak ukur dalam menegakkan diagnosa demam tifoid agar tidak


61

terjadi kesalahan , karena pada individu sehat sudah terdapat

antibodi yang menunjukkan Widal positif. Individu sehat yang

tinggal di lingkungan sanitasi buruk berisiko 3,348 kali dijumpai

hasil tes Widal yang positif aglutinin S. typhi dibandingkan dengan

individu sehat yang tinggal dilingkungan sanitasi baik.

Buruknya sanitasi lingkungan dan kondisi Kesehatan

ternyata berpengaruh terhadap hasil titer yang tinggi. Selain itu,

beberapa faktor seperti keadaan gizi pasien saat pemeriksaan,

pemberian antibiotik sebelum pemeriksaan, status imunologi,

vaksinasi, penggunaan obat imunosupresif, terjadi reaksi silang

dengan Enterobacteriaceae lain dan metode pemeriksaan tes

Widal yang digunakan juga dapat mempengaruhi hasil hasil

pemeriksaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa agglutinin Salmonella

umumnya terdapat pada orang-orang yang tampaknya sehat dan

tidak sedang menderita demam saat diperiksa serumnya pada

populasi dan sanitasi yang berbeda, hal tersebut dapat terjadi

karena :

a. Pernah terinfeksi atau sering terinfeksi dengan S.typhi

dosis rendah (<100.000 bakteri/ml)

b. Penderita berada dalam masa penyembuhan demam

tifoid

c. Pernah mendapat imunisasi antitifoid (Wardhani , 2005).

bakteri tidak terbentuk.


62

Demam merupakan salah satu keluhan dan gejala klinis

yang selalu timbul pada semua penderita demam tifoid tetapi bukan

sebagai gejala khas demam tifoid. Berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan RI tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid,

seseorang dikatakan suspek demam tifoid apabila dari anamnesis

dan pemeriksaan fisik ditemukan beberapa kumpulan gejala tifoid

seperti demam, gangguan saluran cerna, dan gangguan

kesadaran.

Pada Penelitian yang telah dilakukan oleh Vika. R dkk. Dari

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang pada tahun 2016

dengan judul gambaran hasil uji widal berdasarkan lama demam

pada pasien suspek demam tifoid, hasil penelitian menunjukkan

didapatkan titer O terbanyak yaitu 1:160 sejumlah 34 orang

(73,89%), diikuti 1:320 sebanyak 9 orang (19,54%) sedangkan

Pada hasil uji Widal untuk antigen H juga ditemukan titer 1:160

sebagai titer yang terbanyak ditemukan (47,8%), diikuti dengan

titer 1:320 (45,63%) dan hanya 1 orang yang mencapai titer 1:640

(2,17%).

Dominan pasien datang dengan lama demam 6 – 8 hari.

Lama demam dengan rentang 6 – 8 hari terdapat titer O 1:80

dengan H 1:640 dan pada lama demam dengan rentang 12–14 hari

ditemukan titer O 1:80 dengan H 1:160 serta O 1:80 dengan H

1:320.
63

Pada akhir minggu pertama sejak timbulnya gejala, kedua

titer antibodi baik terhadap antigen H maupun O meningkat menjadi

1:160. Pembentukan antibodi mulai terjadi pada akhir minggu

pertama demam, meningkat cepat sampai puncaknya di minggu

keempat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut

yang mula-mula timbul adalah antibodi terhadap antigen O yaitu

pada hari ke 6 – 8, sejak timbulnya gejala (setelah sembuhpun

dapat menetap 4 – 6 bulan) kemudian diikuti dengan antibodi

terhadap antigen H, yaitu pada hari ke 10 – 12 sejak timbulnya

gejala yang jika telah sembuh masih dapat menetap hingga 9 – 12

bulan.

Terdapat banyak faktor yang dapat memengaruhi hasil titer

uji Widal sehingga mempersulit interpretasi hasil seperti

pengobatan dini dengan antibiotik, gangguan pembentukan

antibodi,riwayat vaksinasi,marupakan daerah endemik atau non

endemik, ataupun reaksi anamnesik yaitu peningkatan titer

agglutinin pada infeksi bukan demam akibat infeksi demam typoid

masa lalu atau vaksinasi . Oleh karena itu, dibutuhkan informasi

yang lebih detail tentang riwayat medis, riwayat bepergian, dan

riwayat vaksinasi pasien.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari studi kasus penelitian ini adalah :

Gambaran titer antibodi Salmonella typhi menggunakan

widal slide beberapa kasus meliputi :

1) Pada populasi sehat yang diuji widal ,titer antibodi

terbanyak adalah titer S. Paratyphi AO (86,1%) pada titer

1/320.

2) Pada populasi sehat dengan lingkungan sanitasi baik

didapatkan persentase terbanyak dari aglutinin S. typhi O

adalah titer 1/320 sebanyak 42 sampel (46%).

Sedangkan pada populasi sehat dengan lingkungan

sanitasi yang buruk didapatkan titer aglutinin S. typhi O

dengan persentase terbanyak adalah titer 1/80 sebanyak

35 sampel (38,9%).

3) Pada pasien suspect demam thypoid berdasarkan lama

demam , didapatkan persentase terbanyak dari aglutinin

S. typhi O yaitu 1:160 pada hari ke 6 - 8 sebanyak 34

sampel (73,89 %)

4) Dari beberapa kasus yang ditemukan rata-rata aglutinasi

terbanyak didominasi oleh S. typhi O dengan titer 1:160 –

1:320

64
65

B. Saran
1. Hasil Penelitian ini dapat menjadi landasan penelitian bagi

peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih lanjut titer antibodi

Salmonella typhi pada kasus lainnya.

2. Perlunya berhati-hati dalam mendiagnosis demam thypoid,,,

sebaiknya menggunakan uji tubex atau kultur sebagai uji

pembanding.
66
67
68

Anda mungkin juga menyukai