OLEH :
NITA MASITA SAPUTRI
064 STYJ 19
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infark miokard akut (IMA) merupakan keadaan nekrosis otot jantung akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen yang terjadi secara mendadak.
Sedangkan menurut Carpenito (2000). Infark Miokard Akut adalah kematian jaringan
yang diakibatkan oleh kerusakan darah koroner miokard ,karena ketidakadekuatan aliran
darah. Penyebab paling sering yaitu adanya sumbatan koroner, sehingga terjadi gangguan
aliran darah yang diawali dengan hipoksia miokard. Gejala dari Infark Miokard Akut
(IMA) seperti nyeri dada kiri dengan atau tanpa penjalaran, seperti ditusuk – tusuk,
kadang berupa nyeri dagu, leher terasa seperti ditekan beban berat atau panas seperti
terbakar (Setianto. 2003).
Laporan studi mortalitas tahun 2001 yang dilakukan oleh Badan Kesehatan
Nasional menunjukkan bahwa penyebab utama kematian di Indonesia adalah penyakit
sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) sekitar 26,39% (Jamal, 2004). Menurut
Depkes RI jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di
RS di Indonesia adalah 239.584 pasien. Kasus terbanyak yaitu penyakit jantung iskemik
(59,72%), infark miokard akut (13,49%), diikuti dengan gagal jantung (13,42%) dan
penyakit jantung lainnya (13,37%).
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik RSUD Karanganyar kasus
Infark Miokard Akut (IMA) pada tahun 2006 sebanyak 2 orang, tahun 2
2007 sebanyak 4 orang, tahun 2008 sebanyak 2 orang, tahun 2009 sebanyak 8 orang,
tahun 2010 sebanyak 5 orang dan tahun 2011 dari bulan Januari sampai bulan November
terdapat 12 orang dengan diagnosa Infark Miokard Akut (IMA). Kasus ini merupakan 5
kasus besar di ICU dengan urutan stroke 74 orang, CHF 14 orang, post laparatomi 13
orang, CKB 12 orang dan Infark Miokard Akut (IMA) 12 orang.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan Asuhan
Keperawatan Pada Tn. A Dengan Infark Miokard Akut (IMA) Di Ruang ICU Rumah
Sakit Umum Daerah Karanganyar”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut diatas maka dapat dirumuskan sebagai
berikut : “Bagaimanakah Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Infark
Miokard Akut (IMA) Di Ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar?”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan Infark Miokard Akut
(IMA).
2. Tujuan Khusus
b. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien dengan Infark Miokard Akut (IMA)
c. Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan Infark Miokard Akut (IMA)
d. Mampu membuat evaluasi tindakan dan evaluasi hasil pada klien dengan Infark
Miokard Akut (IMA)
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam mengembangkan dan
meningkatkan mutu pendidikan dimasa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu. (Suyono, 2013)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat
disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan kebutuhan
darah miokard. (Morton, 2012)
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner
besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial bervariasi dan bergantung
kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Infark myocardium dapat
berakibat nekrosis karena parut atau fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak.
(Barbara, 2013)
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akut Miokard
Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau kematian otot
jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau terhambatnya aliran darah
koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai
perfusi arteri koroner yang cukup.
2. Etiologi
a. Faktor penyebab :
b) Emosi.
d) Hypertiroidisme.
a) Kerusakan miocard.
b) Hypertropimiocard.
c) Hypertensi diastolic.
b. Faktor predisposisi :
b)Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause.
c)Hereditas.
3. Klasifikasi
Oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang
lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan
adanya elevasi segmen ST pada EKG.
d. Non-Modifiable
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Ras
Ras kulit putih lebih sering terjadi serangan jantung daripada ras
African American. Kelompok masyarakat kulit putih maupun kulit
berwarna, laki-laki mendominasi kematian, tetapi lebih nyata pada kulit
putih dan lebih sering ditemukan pada usia muda dari pada usia lebih tua.
Insidensi kematian dini akibat penyakit jantung koroner pada orang Asia
yang tinggal di Inggrislebih tinggi dibandingkan dengan populasi lokal
dan juga angka yang rendah pada rasAfro-Karibia.
4 Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga pada kasus penyakit jantung koroner yaitu
keluarga langsung yang berhubungan darah pada pasien berusia kurang 11
dari 70 tahun merupakan faktor risiko independen. Agregasi PJK keluarga
menandakan adanya predisposisi genetik pada keadaan ini. Terdapat
beberapa bukti bahwa riwayat keluarga yang positif dapat mempengaruhi
usia onset PJK pada keluarga dekat. Faktor familial dan genetika
mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis PJK, hal tersebut
dipakai juga sebagai pertimbangan penting dalam diagnosis,
penatalaksanaan dan juga pencegahan PJK.
e. Modifiable
1. Hipertensi
2. Diabetes Mellitus
3. Dislipidemia
5. Riwayat Merokok
6. Faktor Psikososial
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya
dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi
secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis. Stres
merangsang sistem kardiovaskuler dengan dilepasnya catecholamine yang
meningkatkan kecepatan denyut jantung dan pada akhirnya dapat
menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah koronaria. Beberapa
ilmuwanmempercayai bahwa stress menghasilkan suatu percepatan dari
prosesatherosklerosis pada arteri koroner. Perilaku yang rentan terhadap
terjadinya penyakit koroner (kepribadian tipeA) antara lain sifat agresif,
kompetitif, kasar, sinis, keinginan untuk dipandang,keinginan untuk
mencapai sesuatu, gangguan tidur, kemarahan di jalan, dan lain-lain.Baik
ansietas maupun depresi merupakan predictor penting bagi PJK.
7. Aktivitas Fisik
8. Gaya Hidup
4. Manfestasi klinis
b.Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda berat, ditusuk,
diperas, dan diplintir.
c.Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri.
d.Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
e.Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas, cemas
dan lemas.
f.Dispnea.
Adapun tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) menurut Oman (2008) adalah :
a.Nyeri :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini
merupakan gejala utama.
3) Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan menetap (>
30 menit)
7) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
8) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
5. Patofisiologi STEMI
6. Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA, kadar titer
enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
1) CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset
infark, mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu 3-4 hari.
Enzim ini juga banyak terdapat pada paru, otot skelet, otak, uterus, sel,
pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard, tingkat abnormalitas
tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular dan setelah latihan
otot.
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat
meninggi bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi meningkat
dalam waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap
abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik.
4. EKG
·
Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah precordium anterior
dirasakan seperti diremas-remas, berat, tertekan dan terhimpit. Nyeri mulai dirasakan
dari rahang, leher, lengan, punggung dan epigastrium. Lengan kiri lebih sering terasa
nyeri daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya berlangsung lebih dari setengah jam
dan jarang berhubungan dengan aktivitas serta tidak hilang istirahat atau pemberian
nitrat. Nyeri disertai dengan rasa mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-
debar, gelisah, nyeri kepala berat dan sinkop. Sesak nafas mungkin bersamaan dengan
nyeri dada sebagai tanda kemampuan atau fungsi vetrikel yang buruk pada keadaan
iskemik akut. Nausea dan nyeri abdomen sering dijumpai pada infark yang mengenai
dinding inferior.
7. Pemeriksaan penunjang
b. Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST (Aspartat
aminonittransferase), Troponin I, Troponin T.
c. Elektrolit.
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
e. Kecepatan sedimentasi
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
i. Foto / Ro dada
j. Ecokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
8. Komplikasi
9. Penatalaksanaan
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan
aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup
(stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan
tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke
jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja
disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang
masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan
adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan
kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang
bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan
miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan
minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk
akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal
jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran
ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non
infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan
mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang
fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-
daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA
akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat
pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila
iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur
septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal
hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit
atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan
masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf
otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya
mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia
meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi
kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark. (Price & Wilson, 2012)
1.Pengkajian
Pengkajian Primer
a. Airways
b. Breathing
3) Ronchi, krekles.
c. Circulation
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
d. Disability
Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan menjadi
penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Data Subyektif :
a) Kelemahan.
b) Kelelahan.
Data Obyektif :
a) Takikardi.
2) Sirkulasi
Data Subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus.
Data Obyektif :
a) Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk atau berdiri.
b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian
kapiler lambat, tidak teratus (disritmia).
c) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
d) Murmur
Ø Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada
dengan gagal jantung atau ventrikel.
Ø Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.
3) Integritas ego
Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga.
Data Obyektif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
4) Eliminasi
Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan.
6) Hygiene
7) Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat).
Data Subyektif :
a)Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak
hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
b) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang,
wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
d) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang
pernah dialami.
e) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus, hipertensi,
lansia.
9) Pernafasan:
Data Subyektif :
b) Dispnea nocturnal.
Data Obyektif :
c) Pucat, sianosis.
Data Subyektif :
a)Stress.
b)Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS.
Data Obyektif :
c) Menarik diri.
2.Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri).
d) Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal,
peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
3. Intervensi Keperawatan
a) Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri).
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan yang actual atau potensial.
NOC :
1) Pain level.
2) Pain control.
3) Comfort level.
Kriteria Hasil :
2) Nyeri berkurang.
3) Mampu mengenali nyeri.
Intervensi/NIC :
NOC :
2) Circulation status.
Kriteria Hasil :
Intervensi/NIC :
NOC :
1) Circulation status.
Kriteria Hasil :
Intervensi/NIC :
6) Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit, GDA ( Pa O2, Pa CO2
dan saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen.
NOC :
2) Fluid balance.
Kriteria Hasil :
Intervensi/NIC :
4) Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
NOC :
1) Energy conservation.
2) Activity tolerance.
Kriteria Hasil :
Intervensi/NIC :
3) Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun dari kursi bila tidak
ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah makan.
5) Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau
memerlukan pelaporan pada dokter.
Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom.
NOC :
1) Anxiety self-control.
2) Anxiety level.
3) Coping.
Kriteria Hasil :
Intervensi/NIC :
1) Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas.
6) Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang, serta
berikan support mental.
Morton, (2012). Seri skema diagnosis dan penatalaksanaan gawat darurat Medis. Cetakan I. Alih
Bahasa : widjaja kusuma Editor : Lyndon saputra. Binarupa Aksara . Jakarta
Nurarif (2013), Buku ajar Ilmu penyakit dalam. Jilid I Media Aesculapius. Jakarta
Price & Wilson, 2012., Buku ajar keperawatan medical Bedah. Alih Bahasa Agus waluyo dkk.
Editor : Monica ester dkk. Cetakan I . Edisi 8.EGC. Jakarta