Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

INFARK MIOKARD AKUT


(STEMI)

OLEH :
NITA MASITA SAPUTRI
064 STYJ 19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MATARAM
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infark miokard akut (IMA) merupakan keadaan nekrosis otot jantung akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen yang terjadi secara mendadak.
Sedangkan menurut Carpenito (2000). Infark Miokard Akut adalah kematian jaringan
yang diakibatkan oleh kerusakan darah koroner miokard ,karena ketidakadekuatan aliran
darah. Penyebab paling sering yaitu adanya sumbatan koroner, sehingga terjadi gangguan
aliran darah yang diawali dengan hipoksia miokard. Gejala dari Infark Miokard Akut
(IMA) seperti nyeri dada kiri dengan atau tanpa penjalaran, seperti ditusuk – tusuk,
kadang berupa nyeri dagu, leher terasa seperti ditekan beban berat atau panas seperti
terbakar (Setianto. 2003).

Laporan studi mortalitas tahun 2001 yang dilakukan oleh Badan Kesehatan
Nasional menunjukkan bahwa penyebab utama kematian di Indonesia adalah penyakit
sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) sekitar 26,39% (Jamal, 2004). Menurut
Depkes RI jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di
RS di Indonesia adalah 239.584 pasien. Kasus terbanyak yaitu penyakit jantung iskemik
(59,72%), infark miokard akut (13,49%), diikuti dengan gagal jantung (13,42%) dan
penyakit jantung lainnya (13,37%).

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik RSUD Karanganyar kasus
Infark Miokard Akut (IMA) pada tahun 2006 sebanyak 2 orang, tahun 2

2007 sebanyak 4 orang, tahun 2008 sebanyak 2 orang, tahun 2009 sebanyak 8 orang,
tahun 2010 sebanyak 5 orang dan tahun 2011 dari bulan Januari sampai bulan November
terdapat 12 orang dengan diagnosa Infark Miokard Akut (IMA). Kasus ini merupakan 5
kasus besar di ICU dengan urutan stroke 74 orang, CHF 14 orang, post laparatomi 13
orang, CKB 12 orang dan Infark Miokard Akut (IMA) 12 orang.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan Asuhan
Keperawatan Pada Tn. A Dengan Infark Miokard Akut (IMA) Di Ruang ICU Rumah
Sakit Umum Daerah Karanganyar”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut diatas maka dapat dirumuskan sebagai
berikut : “Bagaimanakah Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Infark
Miokard Akut (IMA) Di Ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar?”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan Infark Miokard Akut
(IMA).

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan ini adalah :

a. Melakukan pengkajian dan merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan


Infark Miokard Akut (IMA)

b. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien dengan Infark Miokard Akut (IMA)

c. Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan Infark Miokard Akut (IMA)

d. Mampu membuat evaluasi tindakan dan evaluasi hasil pada klien dengan Infark
Miokard Akut (IMA)
D. Manfaat

1. Bagi Penulis

Menambah pengalaman dan wawasan dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada


pasien Infark Miokard Akut (IMA).

2. Bagi Institusi Rumah Sakit

Menambah pengetahuan perawat Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar dalam


memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien Infark Miokard Akut (IMA).

3. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam mengembangkan dan
meningkatkan mutu pendidikan dimasa yang akan datang.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Penyakit

1. Definisi

Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu. (Suyono, 2013)

Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat
disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan kebutuhan
darah miokard. (Morton, 2012)

Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner
besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial bervariasi dan bergantung
kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Infark myocardium dapat
berakibat nekrosis karena parut atau fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak.
(Barbara, 2013)

Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akut Miokard
Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau kematian otot
jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau terhambatnya aliran darah
koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai
perfusi arteri koroner yang cukup.

2. Etiologi

Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :

a. Faktor penyebab :

1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :

a) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.


b) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.

c) Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.

2) Curah jantung yang meningkat :

a) Aktifitas yang berlebihan.

b) Emosi.

c) Makan terlalu banyak.

d) Hypertiroidisme.

3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :

a) Kerusakan miocard.

b) Hypertropimiocard.

c) Hypertensi diastolic.

b. Faktor predisposisi :

1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :

a)Usia lebih dari 40 tahun.

b)Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause.

c)Hereditas.

d)Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.

2) Faktor resiko yang dapat diubah :

a)Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi


lemak jenuh, aklori.
b)Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,
kompetitif), stress psikologis berlebihan.

3. Klasifikasi

Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :

1) Akut Miokard Infark Anterior.

2) Akut Miokard Infark Posterior.

3) Akut Miokard Infark Inferior.

Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi:

a. NSTEMI (Non ST-segmen Elevasi Miokard Infark)

Oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang
lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan
adanya elevasi segmen ST pada EKG.

b. STEMI (ST-segmen Elevasi Miokard Infark)

Oklusi parsial dari arteri koroner akibat trombus dari plak


atherosklerosis, tidak adanya elevasi segmen ST pada EKG.

c. ST-Segment Elevasi Miokard Infark


1. Faktor Risiko

Berdasarkan penelitian berskala luas dalam Interheart Study


menunjukkan kadar lipid yang abnormal, riwayat merokok, hipertensi,
DM, obesitas abdominal, faktor psikososial, pola diet, konsumsi alkohol
serta aktivitas fisik secara signifikan berhubungan dengan infark miokard
akut baik pada STEMI maupun NSTEMI.11 Secara garis besar, faktor
risiko tersebut terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan dapat atau
tidaknya dimodifikasi:

d. Non-Modifiable
1. Usia

Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya


usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor
resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat
proses aterogenik.19 Seluruh jenis penyakit jantung koroner termasuk
STEMI yang terjadi pada usia lanjut mempunyai risiko tinggi kematian
dan adverse events.

2. Jenis Kelamin

Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung dan


kejadiannyalebih awal dari pada wanita. Morbiditas penyakit ini pada laki-
laki lebih besar daripada wanita dan kondisi ini terjadi dan kondisi ini
terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada wanita. Studi lain menyebutkan
wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih
lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini
diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada
wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal
terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama
rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan
esterogen.

3. Ras

Ras kulit putih lebih sering terjadi serangan jantung daripada ras
African American. Kelompok masyarakat kulit putih maupun kulit
berwarna, laki-laki mendominasi kematian, tetapi lebih nyata pada kulit
putih dan lebih sering ditemukan pada usia muda dari pada usia lebih tua.
Insidensi kematian dini akibat penyakit jantung koroner pada orang Asia
yang tinggal di Inggrislebih tinggi dibandingkan dengan populasi lokal
dan juga angka yang rendah pada rasAfro-Karibia.

4 Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga pada kasus penyakit jantung koroner yaitu
keluarga langsung yang berhubungan darah pada pasien berusia kurang 11
dari 70 tahun merupakan faktor risiko independen. Agregasi PJK keluarga
menandakan adanya predisposisi genetik pada keadaan ini. Terdapat
beberapa bukti bahwa riwayat keluarga yang positif dapat mempengaruhi
usia onset PJK pada keluarga dekat. Faktor familial dan genetika
mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis PJK, hal tersebut
dipakai juga sebagai pertimbangan penting dalam diagnosis,
penatalaksanaan dan juga pencegahan PJK.

e. Modifiable

1. Hipertensi

Risiko serangan jantung secara langsung berhubungan dengan


tekanan darah, setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg
risikonya berkurang sekitar 16 %. Hipertensi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik sedikitnya 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sedikitnya
90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi
vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja
jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan
kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan
oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena
hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang
tersedia. Secara sederhana dikatakan peningkatan tekanan darah
mempercepat aterosklerosis dan arteriosclerosis, sehingga rupture dan
oklusi vaskuler terjadi 20 tahun lebih cepat daripada orang normotensi.

2. Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus akan menyebabkan proses penebalan membran


basalis dari kapiler dan pembuluh darah arteri koronaria, sehingga terjadi
penyempitan aliran darah ke jantung. Insiden serangan jantung meningkat
2 hingga 4 kali lebih besar pada pasien yang dengan diabetes melitus.
Orang dengan diabetes cenderung lebih cepat mengalami degenerasi dan
disfungsi endotel. Diabetes mellitus berhubungan dengan perubahan fisik
- pathologi pada system kardiovaskuler. Diantaranya dapat berupa
disfungsi endothelial dan gangguan pembuluh darah yang pada akhirnya
meningkatkan risiko terjadinya coronary artery diseases (CAD).

3. Dislipidemia

Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko


adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia merupakan peningkatan kadar
kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National
Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL
sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary
Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar
kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard.

Dislipidemia diyakini sebagai faktor risiko mayor yang dapat


dimodifikasiuntuk perkembangan dan perubahan secara progresif atas
terjadinya PJK.48 Kolesterol ditranspor dalam darah dalambentuk
lipoprotein, 75 % merupakanlipoprotein densitas rendah (low density 13
liproprotein/LDL) dan 20 % merupakanlipoprotein densitas tinggi (high
density liproprotein/HDL). Kadar kolesterol HDL lahyang rendah
memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terbalik antara
kadar HDL dan insiden PJK. Peningkatan kadar lemak berhubungan
dengan proses aterosklerosis. Berikut ini faktor risiko dari faktor lipid
darah: total kolesterol plasma > 200 mg/dl, kadar LDL > 130 mg/dl, kadar
trigliserid > 150 mg/dl, kadar HDL < 40 mg/dl.

4. Overweight dan Obesitas

Overweight dan Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit


jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara
berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks massa tubuh (IMT).
Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas
dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral atau obesitas abdominal adalah
obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan
ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar
trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi
sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II.

Data dari Framingham menunjukkan bahwa apabilasetiap individu


mempunyai berat badan optimal, akan terjadi penurunan insiden PJK
sebanyak 25 % dan stroke/cerebro vascular accident (CVA) sebanyak 3,5
%. Penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan tekanan darah,
memperbaiki sensitivitas insulin, pembakaran glukosa dan menurunkan
dislipidemia. Hal tersebut dapat ditempuh dengan cara mengurangi asupan
kalori dan menambah aktifitas fisik.

5. Riwayat Merokok

Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner


sebesar 50%. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok
(perokok pasif) memiliki peningkatan risiko sebesar 20 – 30 %
dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan bukan perokok. Di
Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler
berhubungan dengan rokok. Penggunaan tembakau berhubungan dengan
kejadian miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.33 Merokok
sigaret menaikkan risiko serangan jantung sebanyak 2sampai 3 kali.
Sekitar 24 % kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11 %
padaperempuan disebabkan kebiasaan merokok. Pemeriksaan yang
dilakukan pada usia dewasa muda dibawah usia 34 tahun, dapat diketahui
terjadinya atherosklerosis pada lapisan pembuluh darah (tunika intima)
sebesar 50 %. Berdasarkan literatur yang ada hal tersebut banyak
disebabkan karena kebiasaan merokok dan penggunaan kokain.

6. Faktor Psikososial
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya
dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi
secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis. Stres
merangsang sistem kardiovaskuler dengan dilepasnya catecholamine yang
meningkatkan kecepatan denyut jantung dan pada akhirnya dapat
menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah koronaria. Beberapa
ilmuwanmempercayai bahwa stress menghasilkan suatu percepatan dari
prosesatherosklerosis pada arteri koroner. Perilaku yang rentan terhadap
terjadinya penyakit koroner (kepribadian tipeA) antara lain sifat agresif,
kompetitif, kasar, sinis, keinginan untuk dipandang,keinginan untuk
mencapai sesuatu, gangguan tidur, kemarahan di jalan, dan lain-lain.Baik
ansietas maupun depresi merupakan predictor penting bagi PJK.

7. Aktivitas Fisik

Olah raga secara teratur akan menurunkantekanan darah sistolik,


menurunkan kadar katekolamin di sirkulasi, menurunkan kadarkolesterol
dan lemak darah, meningkatkan kadar HDL lipoprotein,
memperbaikisirkulasi koroner dan meningkatkan percaya diri.
Diperkirakan sepertiga laki-laki dan dua per tiga perempuan tidak
dapatmempertahankan irama langkah yang normal pada kemiringan
gradual (3 mph padagradient 5 %). Olah raga yang teratur berkaitan
dengan penurunan insiden PJK sebesar 20 – 40 %. Olah raga secara
teratur sangat bermanfaat untukmenurunkan faktor risiko seperti kenaikan
HDL-kolesterol dan sensitivitas insulin sertamenurunkan berat badan dan
kadar LDL-kolesterol. Pada latihan fisik akan terjadi dua perubahan pada
sistem kardiovaskuler,yaitu peningkatan curah jantung dan redistribusi
aliran darah dari organ yang kurangaktif ke organ yang aktif.

8. Gaya Hidup

Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang


mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan
bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki
kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark
miokard. Namun tidak semua literatur mendukung konsep ini, apabila
mengkonsumsi alkohol berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari,
pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit. Studi Epidemiologi
yang dilakukan terhadap beberapa orang telah diketahui bahwa konsumsi
alkohol dosis sedang berhubungan dengan penurunan mortalitas penyakit
kardiovaskuler pada usia pertengahan dan pada individu yang lebih tua,
tetapi konsumsi alkohol dosis tinggi berhubungan dengan peningkatan
mortalitas penyakit kardiovaskuler. Peningkatan dosis alkohol dikaitkan
dengan peningkatan mortalitas kardivaskuler karena aritmia, hipertensi
sistemik, dan kardiomiopati dilatasi.

4. Manfestasi klinis

Manifestasi klinik IMA menurut Nurarif (2013), yaitu :

a. Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial.

b.Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda berat, ditusuk,
diperas, dan diplintir.

c.Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri.

d.Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

e.Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas, cemas
dan lemas.

f.Dispnea.

Adapun tanda dan gejala infark miokard  (TRIAS) menurut Oman (2008) adalah :

a.Nyeri :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini
merupakan gejala utama.

2)  Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak


tertahankan lagi.

3)  Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan menetap (>
30 menit)

4)  Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar


ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).

5) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau


gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak
hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).

6) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan  leher.

7) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.

8)  Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).

5. Patofisiologi STEMI

Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan


mengalami kerusakan karena berbagai faktor resiko, antara lain : faktor
hemodinamik seperti hipertensi, zat vasokonstriktor, mediator (sitokin),
rokok, diet aterogenik, kadar gula darah berlebih, dan oksidasi LDL-C.
LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel dan menghasilkan respon
inflamasi. Terjadi pula respon angiotensin II, yang menyebabkan
vasokonstriksi atau vasospasme, dan menyetuskan efek protrombik
dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Kerusakan endotel
memicu terjadinya reaksi inflamasi, sehingga terjadi respon protektif dan
terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak atherosklerotik. Plak
atherosklerotik yang terbentuk dapat menjadi tidak stabil dan mengalami
ruptur dan menyebabkan Sindroma Koroner Akut. Infark terjadi jika plak
aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi
trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi
arterikoroner, sehingga pasokan oksigen terhambat. Penelitian
menunjukkan plak atherosklerotik cenderung mudah mengalami rupturjika
fibrous cap tipis dan mengandung inti kaya lipid (lipid rich core).
Gambaran patologis klasikpada STEMI terdiri atas fibrin rich red
thrombus, yang dipercaya menjadi dasarsehingga STEMI memberikan
respon terhadap terapi trombolitik. Reaksi koagulasi diaktivasi oleh
pajanan tissue activator pada sel endotelyang rusak. Faktor VII dan X
diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin menjaditrombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroneryang
terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas agregat
trombositdan fibrin. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI)
terjadi jika aliran darahkoroner menurun secara mendadak akibat oklusi
trombus pada plak aterosklerotikyang sudah ada sebelumnya.

Penyebab lain infark miokard tanpa aterosklerosis koronaria antara


lain emboli arteri koronaria, kelainan arteri koronaria kongenital,
vasospasme koronaria terisolasi, arteritistraumatis, gangguan hematologik,
dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

6. Pemeriksaan Laboratorium

Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA, kadar titer
enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.

1) CK (Kreatinin Fosfokinase)

Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset
infark, mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu 3-4 hari.
Enzim ini juga banyak terdapat pada paru, otot skelet, otak, uterus, sel,
pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard, tingkat abnormalitas
tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular dan setelah latihan
otot.

2) SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)

Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjalDilepaskan


oleh sel otot  miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan turun
kembali menjadi normal setelah 3-4 hari.

3) LDH (Lactat Dehidrogenase)

Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat
meninggi bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi meningkat
dalam waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap
abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik.

4. EKG

Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal  adanya  gelombang T


tinggi dan simetris. Setelah  ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang
terjadi kemudian ialah adanya  gelombang Q/QS yang menandakan adanya
nekrosis. Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard
infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan
elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak
terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen
ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.

Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark


gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak
menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard
dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika
durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead
III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam.

Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara


sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada
akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial
yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda
diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam
potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga
terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury
oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan
gambaran ST depresi.

Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik


menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi.
Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah
iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard
tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi
secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik
dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam
sangat tinggi.

Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi. Berdasarkan


gelombang Q patologis dan elevasi ST pada sedapan EKG, IMA dapat dibagi
menjadi :

Lokasi  infark Q-wave / Elevasi ST A. Koroner

Anteroseptal V1 dan V2 LAD

Anterior V3 dan V4 LAD

Lateral V5 dan V6 LCX

Anterior ekstrinsif I, a VL, V1 – V6 LAD / LCX


High lateral I, a VL, V5 dan V6 LCX

Posterior V7 – V9 (V1, V2*) LCX, PL

Inferior II, III, dan a VF PDA

Right ventrikel V2R – V4R RCA

·         

Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1 – V2 sebagi mirror image dari


perubahan sedapan V7 – V9

LAD        = Left Anterior Descending artery

LCX        = Left Circumflex

RCA        = Right Coronary Artery

PL            = PosteriorDescending Arteryn

Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah precordium anterior
dirasakan seperti diremas-remas, berat, tertekan dan terhimpit. Nyeri  mulai dirasakan
dari rahang, leher, lengan, punggung dan epigastrium. Lengan kiri lebih sering terasa
nyeri daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya berlangsung lebih dari setengah jam
dan jarang berhubungan dengan aktivitas serta tidak hilang istirahat atau pemberian
nitrat. Nyeri disertai dengan rasa mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-
debar, gelisah, nyeri kepala berat dan sinkop. Sesak nafas mungkin bersamaan dengan
nyeri dada sebagai tanda kemampuan atau fungsi vetrikel yang buruk pada keadaan
iskemik akut. Nausea dan nyeri abdomen sering dijumpai pada infark yang mengenai
dinding inferior.

7. Pemeriksaan penunjang

Menurut Mansjoer (2011), pemeriksaan penunjang IMA sebagai berikut :


a. EKG

Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, Q patologis

b. Enzim Jantung

CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST (Aspartat
aminonittransferase), Troponin I, Troponin T.

c. Elektrolit.

Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misal


hipokalemi, hiperkalemi

d. Sel darah putih

Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi

e. Kecepatan sedimentasi

Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.

g. GDA

Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.

h. Kolesterol atau Trigliserida serum

Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.

i. Foto / Ro dada

Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK


atau  aneurisma ventrikuler.

j.  Ecokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.

8. Komplikasi

Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus bradikardi,


supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan konduksi), disfungsi otot
jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark ventrikel kanan, defek mekanik, rupture
miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan thrombus mural. (Nurarif, 2013)

9. Penatalaksanaan

Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan
aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup
(stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan
tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke
jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja
disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang
masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan
adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan
kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas  tidak akan memadai bila daerah yang
bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan
miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan
minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk
akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal
jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran
ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non
infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan
mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.

Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang
fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-
daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA
akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat
pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila
iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur
septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal
hemodinamik jantung.

Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit
atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan
masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf
otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya
mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia
meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi
kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark. (Price & Wilson, 2012)

B. Rencana Asuhan Keperawatan

1.Pengkajian

Pengkajian Primer

a. Airways

1) Sumbatan atau penumpukan secret.

2) Wheezing atau krekles.

3) Kepatenan jalan nafas.

b. Breathing

1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.

2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler  dangkal.

3) Ronchi, krekles.

4) Ekspansi dada tidak penuh.


5) Penggunaan otot bantu nafas.

c. Circulation

1) Nadi lemah, tidak teratur.

2) Capillary refill.

3) Takikardi.

4) TD meningkat / menurun.

5) Edema.

6) Gelisah.

7) Akral dingin.

8) Kulit pucat, sianosis.

9) Output urine menurun.

d. Disability

Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma


Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu  Compos mentis : Sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis :
keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja.
Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium :
keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak
sadar terhadap orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan
kesadaran yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan
rangsang nyeri. Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak
dapat dibangunkan dengan rangsang apapun.
e. Exposure

Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan


ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.

Pengkajian Sekunder

a. AMPLE

1)Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu terjadinya


penyakitnya.

2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum sakit


terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).

3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan menjadi
penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.

4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.

5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien


dengan  kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Aktifitas

Data Subyektif :

a) Kelemahan.

b) Kelelahan.

c) Tidak dapat tidur.

d) Pola hidup menetap.

e) Jadwal olah raga tidak teratur.

Data Obyektif :
a) Takikardi.

b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.

2) Sirkulasi

Data Subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus.

Data Obyektif :

a) Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk atau berdiri.

b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian
kapiler lambat, tidak teratus (disritmia).

c)  Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.

d) Murmur

Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung :

Ø  Friksi ; dicurigai Perikarditis.

Ø  Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.

Ø  Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada
dengan gagal jantung atau ventrikel.

Ø  Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.

3) Integritas ego

Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga.
Data Obyektif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.

4) Eliminasi

Data Obyektif :  normal, bunyi usus menurun.

5) Makanan atau cairan

Data Subyektif  : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar.

Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan.

6) Hygiene

Data Subyektif  atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas perawatan.

7) Neurosensori

Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat).

Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.

8) Nyeri atau ketidaknyamanan

Data Subyektif :

a)Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak
hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).

b) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang,
wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.

c) Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.

d) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang
pernah dialami.

e) Catatan  : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus, hipertensi,
lansia.
9) Pernafasan:

Data Subyektif :

a) Dispnea tanpa atau dengan kerja.

b) Dispnea nocturnal.

c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.

d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.

Data Obyektif :

a) Peningkatan frekuensi pernafasan.

b) Nafas sesak / kuat.

c) Pucat, sianosis.

d) Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.

10) Interaksi social

Data Subyektif :

a)Stress.

b)Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS.

Data Obyektif :

a) Kesulitan istirahat dengan tenang.

b) Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut).

c) Menarik diri.

2.Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri).

b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.

c) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan, iskemik, kerusakan otot jantung,


penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.

d) Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal,
peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.

e) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard


dan  kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi
jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum.

f)  Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis.

3. Intervensi Keperawatan

a)       Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri).

Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan yang actual atau potensial.

NOC :

1)  Pain level.

2)  Pain control.

3)  Comfort level.

Kriteria Hasil :

1)  Mampu mengontrol nyeri.

2)  Nyeri berkurang.
3)  Mampu mengenali nyeri.

4)  Tanda-tanda vital dalam batas normal.

5)  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi/NIC :

1) Kaji nyeri secara komprehensif (PQRST).

2) Ukur vital sign.

3)  Berikan posisi yang nyaman.

4)  Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi/nafas dalam).

5)  Kolaborasi dalam pemberian analgetik.

b)      Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.

Definisi : Resiko penurunan sirkulasi jantung (koroner).

NOC :

1) Cardiac pump effectiveness.

2) Circulation status.

3) Vital sign status.

Kriteria Hasil :

1) Tekanan darah dalam batas normal.

2) CVP dalam batas normal.

3) Nadi perifer kuat dan simetris.

4) Tidak ada oedem perifer dan asites.

5) Denyut jantung dan AGD dalam batas normal.


6) Bunyi jantung abnormal tidak ada.

7) Nyeri dada tidak ada.

Intervensi/NIC :

1) Pertahankan tirah baring selama fase akut.

2) Kaji dan laporkan adanya tanda-tanda penurunan COP, TD.

3) Monitor haluaran urin.

4) Kaji dan pantau TTV tiap jam.

5) Kaji dan pantau EKG tiap hari.

6) Berikan oksigen sesuai kebutuhan

7) Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi.

8) Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis.

9) Berikan makanan sesuai diitnya.

10) Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxan).

c)      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan, iskemik, kerusakan otot jantung,


penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.

Definisi : Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan.

NOC :

1) Circulation status.

2)Tissue perfusion : cerebral.

Kriteria Hasil :

1)Tekanan darah dalam batas normal.


2)Tidak ada tanda-tanda peningkatan intrakranial.

Intervensi/NIC :

1) Monitor Frekuensi dan irama jantung.

2) Observasi perubahan  status mental.

3) Observasi warna  dan suhu kulit / membran mukosa.

4) Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya.

5) Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi.

6) Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit, GDA ( Pa O2, Pa CO2
dan saturasi O2 ). Dan  Pemberian oksigen.

d)      Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi


ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein
plasma.

Definisi : Resiko peningkatan retensi cairan isotonik.

NOC :

1) Electrolit and acid base balance.

2) Fluid balance.

Kriteria Hasil :

1) Terbebas dari oedem.

2) Terbebas dari distensi vena jugularis.

Intervensi/NIC :

1) Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung


keseimbangan cairan.
2) Observasi adanya oedema dependen.

3) Timbang BB tiap hari.

4) Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.

5) Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan  diuetik.

e)      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard


dan  kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi
jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum.

Definisi : Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau


menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan.

NOC :

1) Energy conservation.

2) Activity tolerance.

3) Self care : ADLs.

Kriteria Hasil :

1) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri.

2) Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Intervensi/NIC :

1) Catat frekuensi  jantung, irama,  dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas.

2) Tingkatkan istirahat (di tempat tidur).

3) Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.

4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun dari  kursi bila tidak
ada  nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam  setelah makan.
5) Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau
memerlukan  pelaporan pada dokter.

f)       Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis.

Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom.

NOC :

1) Anxiety self-control.

2) Anxiety level.

3) Coping.

Kriteria Hasil :

1) Klien tampak rileks.

2) Klien dapat beristirahat.

3) Vital sign dalam batas normal.

Intervensi/NIC :

1) Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas.

2) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

3) Ajarkan tehnik relaksasi.

4) Minimalkan rangsang yang membuat stress.

5)  Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan.

6) Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang, serta
berikan support mental.

7) Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi.


DAFTAR PUSTAKA
Suyono (2013). Perawatan Medikal Bedah (Suatu pendekatan Proses Keperawatan). Alih Bahasa
: Yayasan Ikatan Alumni pendidikan keperawatan pajajaran bandung cetak I.

Morton, (2012). Seri skema diagnosis dan penatalaksanaan gawat darurat Medis. Cetakan I. Alih
Bahasa : widjaja kusuma Editor : Lyndon saputra. Binarupa Aksara . Jakarta

Nurarif (2013), Buku ajar Ilmu penyakit dalam. Jilid I Media Aesculapius. Jakarta

Price & Wilson, 2012., Buku ajar keperawatan medical Bedah. Alih Bahasa Agus waluyo dkk.
Editor : Monica ester dkk. Cetakan I . Edisi 8.EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai