Anda di halaman 1dari 23

CRITICAL BOOK REPORT

“PROFESI PENDISIKAN”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Profesi


Pendidikan. di ampu oleh:

........

DISUSUN OLEH:
PTB-B 2019

RINALD PARULIAN BUTAR-BUTAR (5193111028)

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunia-Nya Saya dapat menyusun CBR ini tepat pada waktunya. Saya juga mengucapkan
terima kasih kepada ........ selaku dosen pengampu mata kuliah Profesi Pendidikan yang telah
memberikan Saya kesempatan dalam menyusun CBR ini.

Dalam penyusunan CBR ini Saya mendapat tantangan untuk mencari sumber
informasi sesuai materi yang diberikan. Akan tetapi, atas bimbingan yang diberikan,
tantangan tersebut teratasi. Oleh karena itu, Saya menyusun CBR ini sebaik mungkin. Saya
berharap agar CBR ini dapat bermanfaat bagi Saya maupun kepada para pembaca.
Saya juga mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan atau penulisan
CBR ini. Kami senantiasa mengharapkan masukan, baik berupa saran atau kritik demi
penyempurnaan makalah ini.

Medan, Maret 2020

Penulis
RPBB

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................................1
1.3. Tujuan Makalah......................................................................................................................2
1.4 Manfaat....................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................3
BAB III PENUTUP........................................................................................................................23
A. Kesimpulan.............................................................................................................................23
B. Saran........................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Psikologi pendidikan adalah cabang dari ilmu psikologi yang mengkhususkan
diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan.Psiko
logi pendidikan merupakan sumbangsih dari ilmu pengetahuan psikologi terhadapdunia
pendidikan dalam kegiatan pendidikan pembelajaran, pengembangan kurikulum, proses
belajar mengajar, sistem evaluasi, dan layanan konseling merupakan serta beberapa
kegiatan utama dalam pendidikan terhadap peserta didik, pendidik, orang tua, masyarakat
dan pemerintah agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara sempurna dan tepat guna.
Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Oleh karena itu,
tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat
dalam pendidikan tersebut seyogianya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus
dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.

Dunia pendidikan khususnya di sekolah, memegang peranan penting dalam proses


belajar selain instasi sekolah adalah adanya kerjasama antara guru dan siswa. Seorang guru
memegang peranan penting dalam membentuk siswanya. Tidak hanya membentuk dalam
bentuk pola pikir atau pengetahuan, seorang guru juga dituntut untuk dapat membentuk
siswanya dari segi tingkah laku dan emosional siswa. Seorang guru juga berperan sebagai
pengganti orang tua kedua bagi siswa disekolah. Sehingga seorang guru harus dapat dan
mampu memberikan contoh yang posistif atau memberikan motivasiyang baik bagi siswa.
Di sekolah sering sekali terdapat anak yang malas, tidakmenyenangkan, suka membolos,
dan lain sebagainya. Dalam hal demikian berarti bahwaguru tidak berhasil memberikan
motivasi yang tepat untuk mendorong dan memberisemangat bagi anak didiknya agar dapat
belajar dengan sungguh-sungguh.

1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dikaji yaitu:

1. Apakah yang dimaksud dengan Gaya Belajar ?


2. Apakah yang dimaksud dengan Gaya Berpikir ?
3. Apakah Jenis-jenis Gaya Belajar ?
4. Apakah Jenis-jenis Gaya Berpikir ?
5. Apakah Faktor-faktor penyebab Perbedaan Gaya Belajar ?
6. Apakah Faktor-faktor penyebab Perbedaan Gaya Berpikir ?
7. Apa saja Strategi-strategi yang baik dalam setiap Gaya Belajar yang ada ?
8. Bagaimanakah cara mengatasi gangguan perkembangan sosial, psikososial, dan
moral ?

1.3. Tujuan Makalah


Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :

1. Menjelaskan definisi Gaya Belajar.


2. Menguraikan Jenis-jenis Gaya Belajar.
3. Menjelaskan definisi Gaya Berpikir.
4. Menguraikan Jenis-jenis Gaya Berpikir.
5. Menjelaskan Strategi yang baik untuk merangsang Gaya Belajar peserta didik.
6. Menjelaskan faktor – faktor yang menyebabkan adanya perbedaan Gaya Belajar.
7. Menjelaskan Faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan Gaya Berpikir.

1.4 Manfaat

Manfaat dari makalah ini adalah agar mahasiswa dapat


menambah pengetahuan dan lebih mengatahui dan memahami
mengenai Apa yang dimaksud dengan gaya belajar, Apa yang dimaksud
dengan Gaya Berpikir, Apa jenis-jenis Gaya Belajar, Apa jenis-jenis Gaya
Berpikir, Bagaimana strategi yang baik dalam merangsang Gaya Belajar

2
dan Berpikir Peserta didik, serta Apa saja faktor-faktor penyebab adanya
Perbedaan Gaya Belajar dan Berpikir.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gaya Belajar


Gaya belajar atau learning style adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan
perilaku psikomotoris, sebagai indikator yang bertindak yang relatif stabil untuk pebelajar
merasa saling berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan belajar (NASSP dalam
Ardhana dan Willis, 1989 : 4).
Definisi yang lebih menjurus pada gaya belajar bahasa dan yang dijadikan panduan
pada penelitian ini dikemukakan oleh Oxford (2001:359) dimana gaya belajar didefinisikan
sebagai pendekatan yang digunakan peserta didik dalam belajar bahasa baru atau
mempelajari berbagai mata pelajaran.
Menurut Fleming dan Mills (1992), gaya belajar merupakan kecenderungan siswa
untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya
untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di
kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran. Drummond (1998:186) mendefinisikan
gaya belajar sebagai, “an individual’s preferred mode and desired conditions of learning.”
Maksudnya, gaya belajar dianggap sebagai cara belajar atau kondisi belajar yang disukai
oleh pembelajar. Willing (1988) mendefinisikan gaya belajar sebagai kebiasaan belajar
yang disenangi oleh pembelajar. Keefe (1979) memandang gaya belajar sebagai cara
seseorang dalam menerima, berinteraksi, dan memandang lingkungannya. Dunn dan Griggs
(1988) memandang gaya belajar sebagai karakter biologis bawaan.

2.2 Jenis-jenis Gaya Belajar

1. Visual (belajar dengan cara melihat)

Lirikan ke atas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi siswa yang bergaya
belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata atau penglihatan ( visual ),
dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak /
dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan
pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau
menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus
melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka
cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir

4
menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan
tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam
kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detail-detailnya untuk mendapatkan
informasi.

Ciri-ciri gaya belajar visual : 

 Bicara agak cepat


 Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
 Tidak mudah terganggu oleh keributan
 Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
 Lebih suka membaca dari pada dibacakan
 Pembaca cepat dan tekun
 Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-
kata
 Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
 Lebih suka musik dari pada seni
 Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan
sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya 

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :

1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.


2. Gunakan warna untuk menghelat hal-hal penting.
3. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
4. Gunakan Multi-media (contohnya: komputer dan video).
5. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.

2. Auditori (belajar dengan cara mendengar)

Lirikan ke kiri atau ke kanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang


sedang saja. Siswa yang bertipe Auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui
telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan
siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar Auditori
dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang

5
guru katakan. Anak Auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara,
pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal Auditori lainnya. Informasi
tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak Auditori mendengarkannya.
Anak-anak seperti ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan
keras dan mendengarkan kaset.

Ciri-ciri gaya belajar Auditori :

 Saat bekerja suka bicara kepada diri sendiri


 Penampilan rapi
 Mudah terganggu oleh keributan
 Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang
dilihat
 Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
 Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
 Biasanya ia pembicara yang fasih
 Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
 Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
 Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
 Berbicara dalam irama yang terpola
 Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak Auditori :

1. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di
dalam keluarga.
2. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk
mendengarkannya sebelum tidur.

3. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)

Lirikan ke bawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya
belajar Kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini

6
sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktivitas dan
eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan
sentuhan.

Ciri-ciri gaya belajar Kinestetik :

 Berbicara perlahan
 Penampilan rapi
 Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
 Belajar melalui memanipulasi dan praktik
 Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
 Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
 Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
 Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat
membaca
 Menyukai permainan yang menyibukkan
 Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di
tempat itu
 Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata
yang mengandung aksi

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak Kinestetik:

1. Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.


2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia
baca sambil menggunakan gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep
baru).
3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
4. Gunakan warna terang untuk menghelat hal-hal penting dalam bacaan.
5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.

2.3 Implikasi Gaya Belajar


Menurut Sugiyono dan Hariyanto (2011), ada tiga hal implikasi gaya belajar siswa
bagi seorang guru dalam proses pembelajaran, diantaranya yaitu:
 Perencanaan Kurikulum.

7
Pada tahap ini guru diharapkan memilih dan memberikan materi pelajaran dengan
memberi penekanan pada perasaan, penginderaan, dan imajinasi siswa sebagai
pelengkap dalam meningkatkan ketrampilan menganalisis, menalar, dan memecahkan
masalah secara urut dan logis.
 Proses Pengajaran.
Pada tahap ini seorang guru diharapkan mampu merencanakan metode dan
proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan gaya belajar siswa, menggunakan
berbagai kombinasi strategi pembelajaran, refleksi, konseptualisasi dan eksperimentasi.
Media yang digunakan dalam menyampaikan dan memberikan unsur pengalaman
melalui unsur bunyi-bunyian, musik, gambar visual, gerak, pengalaman, percakapan
bahkan aktivitas siswa itu sendiri.
 Strategi Penilaian.
Pada tahap ini, guru diharapkan menggunakan berbagai teknik penilaian yang
fokus pada pengembangan kemampuan siswa. Maksudnya, disesuaikan dengan
kemampuan dan perkembangan kapasitas otak dan kecenderungan gaya belajar individu
yang berbeda-beda.

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Gaya Belajar


Menurut Rita Dunn, ada banyak variabel atau faktor yang mempengaruhi gaya
belajar siswa, diantaranya yaitu:

 Faktor fisik
 Faktor emosional
 Faktor sosiologis
 Faktor lingkungan.
Berdasarkan faktor-faktor di atas bisa disimpulkan bahwa sebagian siswa bisa
belajar paling baik dengan cahaya yang terang, sedang sebagian yang lain dengan
pencahayaan yang suram. Ada siswa yang belajar paling baik secara berkelompok,
sedangkan yang lain lagi memilih adanya figur yang otoriter seperti orang tua atau guru,
yang lain lagi merasa bahwa bekerja sendiri yang paling efektif bagi mereka. Sebagian
orang memerlukan musik sebagai iringan belajar, sedang yang lain tidak bisa
berkonsentrasi kecuali dalam keadaan ruangan sepi. Ada siswa yang membutuhkan
lingkungan kerja yang teratur dan rapi, tapi yang lain lagi lebih suka menggelar segala
sesuatunya agar bisa dilihat.

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi konsentrasi belajar siswa antara lain:

1. Suara

8
Tiap siswa mempunyai reaksi yang berbeda-beda terhadap suara, ada yang menyukai
belajar dengan mendengarkan musik lembut, keras ataupun nonton televisi. Ada juga yang
menyukai belajar dalam suasana sepi dan ada juga yang menyukai belajar dalam suasana
ramai dalam belajar kelompok.

2. Pencahayaan

Pencahayaan merupakan faktor yang kurang pengaruhnya kurang dirasakan


dibandingkan pengaruh suara. Hal ini dapat diatur dengan mudah dan pencahayaan yang
dibutuhkan siswa agar dapat berkonsentrasi dalam belajar.

3. Temperatur

Tiap siswa juga mempunyai selera yang berbeda-beda. Ada yang suka tempat sejuk,
ada juga yang lebih menyukai tempat yang hangat.

4. Desain belajar

Desain belajar ada dua macam, yaitu desain belajar formal dan belajar desain belajar
tidak formal. Desain formal contohnya  belajar di meja belajar lengkap dengan alat-alatnya,
sedang desain tidak formal belajar dengan santai, duduk di lantai, duduk di sofa ataupun
sambil tiduran.

2.5 Pengartian Gaya Berfikir

Gaya berpikir merupakan cara yang dipilih seseorang untuk menggunakan


kemampuannya (Sternberg, 1997 dalam Santrock, 2004). Sementara Taylor dkk (1977:55)
mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan (Thinking is an inferring
process). Berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan dari persoalan yang dipahami yang
kemudian mampu menemukan pemecahan persoalan itu sehingga menghasilkan
kesimpulan dan temuan baru. Tentunya, penarikan kesimpulan dalam proses berpikir ini
dipengaruhi rekayasa dan manipulasi data-data dan atau pengertian-pengertian yang
tersimpan dalam long term memori seseorang.

9
2.5 Macam – Macam Gaya Berfikir

1. Gaya impulsif ataukah reflektif

Gaya impulsif/reflektif juga disebut sebagai tempo konseptual, yakni siswa


cenderung gaya belajar dan berpikir bertindak cepat dan impulsif ataukah menggunakan
lebih banyak waktu untuk merespons dan merenungkan akurasi dari suatu jawaban (Kagan,
1965 dalam Santrock ,2004:156). Siswa yang impulsif sering kali lebih banyak melakukan
kesalahan daripada siswa bergaya reflektif.

Riset tentang gaya ini telah memberi pengaruh besar terhadap kegiatan pendidikan
(Jonassen dan Grabowski, 1993 dalam Santrock, 2004:156). Dibandingkan siswa yang
impulsif, siswa yang reflektif lebih banyak melakukan hal-hal berikut:

 mengingat informasi yang terstruktur


 membaca dengan memhami dan mengiterpretasi teks
 memecahkan problem dan membuat keputusan
 lebih mungkin menentukan sendiri tujuan belajar
 lebih mungkin berkonsentrasi terhadap informasi yang relevan.

Standar kinerja siswa reflektif biasanya lebih tinggi daripada standar kinerja siswa
impulsif. Walaupun demikian, ada juga siswa yang bisa cepat belajar secara tepat dan cepat
mengambil keputusan sendiri. Sebenarnya dia reflektif, namun dukungan inteligensi yang
tinggi membuatnya cepat bereaksi, berkesan impulsif.

Bereaksi cepat adalah strategi  buruk hanya jika jawaban/kesimpulan yang


dihasilkan salah. Jika benar, malah itu yang lebih baik. Kadang-kadang gaya reflektif
terlalu lama berkutat dengan memikirkan suatu persoalan yang bisa saja tak terpecahkan
dan berakibat menambah beban belajar. Guru tetap mendorong siswa seperti ini untuk tetap
reflektif namun harus mencapai jawaban akhir.

Cara mengatasi anak yang impulsif:

 Identifikasi siswa yang impulsif


 Dorong mereka agar meluangkan lebih banyak waktu untuk berpikir sebelum
memberikan jawaban
 Dorong mereka untuk menandai informasi baru saat mereka membahasnya

10
 Jadilah guru bergaya reflektif
 Bantu siswa untuk menentukan standar tinggi bagi kinerjanya
 Hargai siswa impulsif yang mau meluangkan banyak waktu untuk berpikir. Beri
pujian untuk peningkatan kinerjanya
 Bimbing murid untuk menyusun sendiri rencana guna mengurangi impulsivitas

2. Gaya mendalam ataukah dangkal

Gaya belajar mendalam adalah sejauh mana siswa mempelajari materi pelajaran
dengan satu cara untuk membantu mereka memahami makna materi tersebut (gaya
mendalam). Gaya belajar dangkal adalah sekadar mencari apa-apa yang perlu untuk
dipelajari (gaya dangkal). Gaya dangkal tidak dapat mengaitkan apa-apa yang mereka
pelajari dengan kerangka konseptual yang lebih luas.  Sering kali hanya mengingat
informasi dan bersikap pasif. Sedangkan  pelajar mendalam (deep learner) lebih mungkin
untuk secara aktif memahami apa-apa yang mereka pelajari dan memberi makna pada apa
yang perlu diingat.

Jadi, pelajar mendalam menggunakan pendekatan kostruktivis dalam belajarnya.


Deep learner lebih banyak memotivasi dirinya sendiri, sedangkan pelajar dangkal (surface
learner) lebih termotivasi jika ada penghargaan dari luar, misalnya pujian dan tanggapan
positif dari guru (Snow, Corno, dan Jackson, 1996 dalam Santrock, 2004:157)

Strategi pembelajaran untuk gaya belajar dangkal agar belajar mendalam:

 Identifikasi siswa bertipe surface learner


 Beritahu mereka bahwa ada yang lebih penting dari sekadar mengingat materi.
Rangsang mereka untuk menghubungkan materi pelajaran sekarang dengan apa
yang mereka pelajari sebelumnya.
 Ajukan pertanyaan/beri tugas yang mensyaratkan untuk menyesuaikan informasi
dengan kerangka materi belajar yang lebih luas
 Jadilah model yang memproses informasi secara mendalam, bukan sekedar
memberi informasi. Bahas topik pelajaran secara mendetail/mendalam
 Jangan menggunakan pertanyaan yang membutuhkan jawaban ya atau tidak

11
SUMBER LAIN

Pada umumnya terdapat empat jenis kategori gaya berpikir dalam otak manusia,
antara lain : gaya berpikir sekuensial konkret ( SK ), gaya berpikir acak konkret ( AK ),
gaya berpikir acak abstrak ( AA), dan gaya berpikir sekuensial abstrak ( SA ). Berikut ini
penjelasan ke empat jenis gaya berpikir tersebut.

1. Gaya Berpikir Sekuensial  Konkret ( SK )

Gaya berpikir sekuensial konkret  merupakan gaya berpikir dimana si pemikir


berpegang pada kenyataan dan proses informasi dengan cara yang teratur, linear, dan
sekuensial. Bagi si pemilik gaya berpikir SK ini realitas terdiri dari apa yang mereka
ketahui yang diperoleh melalui indra fisik mereka. Yang meliputi indra penglihatan, indra
pendengaran, indra peraba, indra penciuman dan indra perasa mereka. Mereka
memperhatikan dan mengingat realitas dengan mudah dan mengingat fakta – fakta,
informasi, rumus – rumus, dan juga aturan – aturan khusus dengan mudah. Kiat – kiat jitu
bagi si pemikir SK :

 Membangun kekuatan organisasional yang baik


 Mengetahui sema detail yang diperlukan
 Memecahkan beberapa tugas dalam beberapa tahap
 Mengatur lingkungan kerja yang nyaman

2. Gaya Berpikir Acak Konkret ( AK )

Gaya berpikir acak konkret atau AK ini memiliki sikap eksperimental yang diiringi
dengan perilaku yang kurang terstruktur. Sepeti hal nya pada gaya berpikir sekuensial
konkret, mereka berdasarkan pada kenyataan, tetapi ingin melakukan pendekatan coba
salah ( trial and error ). Oleh karena itu, mereka sering melakukan lompatan intuitif yang
diperlukan untuk pemikiran yang kreatif yang sebenarnya. Si pemikir AK ini memiliki

12
dorongan yang kuat untuk menemukan alternatif dan mengerjakan segala sesuatu dengan
cara dan keinginan mereka sendiri. Kiat – kiat jitu bagi si pemikir AK :

 Menggunakan kemampuan berpikir devirgen yang lain serta memaksimalkannya


 Menyiapkan diri untuk memecahkan masalah
 Memeriksa dan memanage waktu sebaik mungkin
 Menerima perubahan sebagai kebutuhan
 Mencari dukungan dari lingkungan sekitar

3. Gaya Berpikir Pemikir Acak Abstrak (AA)

Gaya berpikir pemikir gaya acak abstrak ( AA ) merupakan cara berpikir yang tertarik
pada nuansa dan sebagian lagi cenderung kepada mistisisme. Adapun gaya berpikir AA ini
menyerap ide – ide atau informasi serta kesan dan mengaturnya dengan refleksi. Namun
kadang – kadang hal ini memakan waktu yang lama sehingga orang lain tidak menyangka
bahwa orang gaya berpikir AA ini mempunyai reaksi ataupun pendapat terhadap Sesuatu
yang sedang diperbincangkan. Si pemikir AA ini mengingat dengan baik jika informasi
dipersonifikasikan. Perasaannya juga dapat meningkatkan atau memengaruhi gaya belajar
mereka. Kiat – kiat jitu bagi si pemikir AA :

 Menggunakan kemampuan alamiah untuk melakukan pekerjaan denagn orang lain


 Mengenali seberapa besar emosi anda yang mempengaruhi konsentrasi serta daya
ingat anda.
 Membangun kekuatan untuk belajar dengan asosiasi
 Bekerja dari konsep atau gambar yang besar
 Harus waspada terhadap waktu
 Cenderung lebih menggunakan bahasa visual

4. Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak ( SA )

Gaya berpikir sekuensial abstrak atau SA ini merupakan gaya berpikir yang bersifat
dunia teori metafisis dan dunia abstrak. Gaya berpikir SA ini cenderung lebih suka berpikir
secara konsep dan menganalisis informasi. Si pemikir SA ini sangat menghargai orang –
orang serta peristiwa – peristiwa yang teratur dan rapi. Sangatlah mungkin bagi mereka

13
untuk meneropong hal – hal yang bersifat sangat penting, seperti pada titik – titik kunci dan
detail – detail yang sangat penting. Adapun proses dan cara berpikir si pemikir SA ini
sangatlah logis , rasional dan intelektual. Dan bisanya proses atau cara berpikir mereka
sering kali diatas cara berpikir orang yang lainnya. Kiat – kiat jitu bagi si pemikir SA :

 Melatih diri untuk berpikir secara logis dan penuh intelektual.


 Memperbanyak rujukan atau rekan.
 Upayakan keteraturan dalam segala aspek dalam hidup anda.
 Sebaiknya lakukan analisis terhadap orang – orang yang berhubungan dengan anda.

 2.6 Keberagaman Peserta Didik

Keragaman adalah beragam, banyak jenis, rupa-rupa dan sebagainya. Sedangkan


yang dimaksud dengan siswa yaitu peserta didik pada suatu lembaga yang disebut dengan
sekolah. Maka dapat disimpulkan bahwa keragaman siswa merupakan rupa-rupa siswa
yang dibentuk oleh pribadi dan lingkungan. Keragaman budaya dan identitas individu dapat
dilihat dari kelas sosial, kebangsaan, ras, kelompok etnis, kemampuan dan kecerdasan,
agama, wilayah geografis, dan gender.                                                               

1. Keberagaman Status Sosial

Yang sering membedakan seorang siswa dengan siswa lainnya adalah kelas sosial
yang didefinisikan sebagai status sosial ekonomi berdasar penghasilan, pekerjaan,
pendidikan, dan lain sebagainya. Sekolah merupakan lembaga kelas menengah yang
berfungsi sebagai pelebur komunitas kaya dan miskin sehingga tidak terlihat adanya
kesenjangan status sosial. Sebagai seorang pendidik, guru harus mampu berdiri di tengah,
dan mendidik seluruh siswa untuk saling menghargai satu sama lainnya.

2. Suku dan Ras

Suku dan ras dalam suatu bangsa dapat berpengaruh terhadap pengalaman sekolah
siswa. Suku bangsa adalah sejarah, budaya, dan rasa identitas yang dimiliki bersama oleh
sekelompok orang, sedangkan yang dimaksud dengan ras itu sendiri adalah karakteristik
genetik individu yang terlihat jelas yang mengakibatkan mereka dipandang sebagai anggota
kelompok besar yang sama. Faktor penentu utama budaya yang dimana siswa akan
dibesarkan adalah asal-usul etnis mereka. Maka karakter yang terbentuk beragam pula.

14
3. Kemampuan dan kecerdasan

Manusia diciptakan dan dilengkapi dengan kecerdasan yang memiliki kemampuan


luar biasa, yang tidak dimiliki oleh makhluk lain dan kecerdasan sebagai suatu kemampuan
ini pulalah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya di muka bumi ini.
Intelegensi berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga berasal dari bahasa Latin
yaitu “Intellectus dan Intelligentia atau Intellegere”. Teori tentang intelegensi pertama kali
dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951. Teori ini bertujuan
untuk  mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap siswa
dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik. Howard Gardner (1993) menegaskan
bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata memiliki banyak keterbatasan
sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang.

Kecerdasan didefinisikan sebagai bakat umum untuk belajar, yang sering diukur
berdasarkan kemampuan menghadapi abstraksi dan memecahkan masalah. Dalam teori
Gardner terdapat beberapa jenis kecerdasan seseorang, Diantaranya :

 Bahasa

Kecerdasan bahasa, menunjukkan kemampuan seseorang untuk menggunakan


bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang
berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.

 Logika-Matematika

Kecerdasan matematika-logika, menunjukkan kemampuan seseorang dalam berpikir


secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis
pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir.

 Music

Kecerdasan musikal, menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap


suara-suara nonverbal yang berada di sekelilingnya, termasuk dalam hal ini adalah nada
dan irama.

 Tubuh-Kinestetika

15
Kecerdasan Kinestetik, menunjukkan kemampuan seseorang untuk secara aktif
menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan
berbagai masalah.

 Alam (naturalis)

Kecerdasan naturalis, menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap


lingkungan alam.

 Antar Pribadi(Interpersonal)

Kecerdasan interpersonal, menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap


perasaan orang lain.

 Intra Pribadi

Kecerdasan intrapersonal, Kecerdasan intrapersonal menunjukkan kemampuan


seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri.

 Kecerdasan Visual dan Kecerdasan Spasial

kemampuan untuk mengindra dunia secara akurat dan menciptakan kembali atau
mengubah aspek-aspek dunia tersebut.

2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi Gaya Berpikir

Cara berpikir seseorang itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, Diantaranya adalah:

1. Faktor Pendidikan

Pendidikan mempunyai peran penting dalam membentuk karakter seseorang. Orang


lulusan sekolah dasar akan berbeda cara berpikirnya dengan orang tamatan sekolah
menengah. Lulusan perguruan tinggi akan berbeda cara berpikirnya dengan mereka yang
hanya tamat sekolah menengah. Sebab ilmu yang didapat berbeda seiring dengan tingkat
pergaulan. Saya jadi teringat nasehat seorang guru, “Berbicaralah seperti seorang sarjana
meski kamu cuma lulus SMA. Agar orang lain menghormatimu. Jika kamu seorang sarjana,
janganlah berbicara seperti tukang becak atau orang jalanan.”

16
Ini baru setahap berbicara, namun dari cara berbicara lah menunjukkan seperti apa kualitas
kita. Dalam hal ini, pendidikan tidak harus secara formal namun pendidikan pun bisa kita
dapatkan dari berbagai media jika seseorang itu benar-benar belajar.

2. Faktor Lingkungan

Kata pepatah, “Lingkungan yang positif akan mendorong hidup Anda menjadi positif
dan lebih baik.” Interpretasinya, lingkungan yang memiliki cara pandang yang baik tentu
akan berpengaruh baik dalam perkembangan hidup kita. Beda dengan lingkungan yang
lebih banyak unsur negatifnya, seperti meremehkan, menggosip, berprasangka buruk, suka
menghina dan sindir menyindir. Itu akan berpengaruh pada psikologi dan kenyamanan
Anda.

3. Faktor Pergaulan

Pergaulan identik dengan teman sehari-hari. Siapakah teman sehari-hari Anda?


Bagaimana sifat orang-orang yang ada di sekitar Anda? Semua itu juga berpengaruh
terhadap cara berpikir. Anda akan mudah terbawa jika Anda tidak benar-benar memegang
prinsip pribadi Anda. Jika Anda lebih banyak bergaul dengan orang yang terbiasa sombong,
tidak menghargai orang lain dan suka bercanda tanpa batas, maka demikian juga lah Anda
akan bersikap. Namun jika Anda bergaul dengan orang-orang yang rajin, menghormati
sesama, menghargai waktu dan bekerja keras, maka demikian juga lah Anda akan
mengubah cara pandang hidup Anda.

4. Faktor Kebiasaan

Kebiasaan dapat kita ciptakan dan kita disiplinkan. Kebiasaan buruk yang tak diubah
layaknya bumerang bagi kehidupan Anda nantinya. Kebiasaan pun dapat dipengaruhi oleh
pendidikan, lingkungan dan pergaulan. Pendidikan, lingkungan dan pergaulan yang baik
akan menciptakan kebiasaan yang baik. Misalnya kebiasaan berperilaku sopan santun,
meminta ijin, dan lain-lain. Pada pelajaran bahasa di SMP pun telah diajarkan ungkapan
cara meminta ijin secara sopan. Kita tinggal mempraktekkan bukan? Jika kita lupa meminta
ijin, ke mana kita waktu pelajaran berlangsung? Atau kita sudah lupa barangkali. Contoh
lain adalah seperti kebiasaan menjaga kebersihan dan menjaga perasaan lawan bicara
(Yang ini lebih dalem tentunya, J)

Dan kebiasaan paling baik itu dihasilkan dari pendidikan keluarga, dimana pendidikan
keluarga adalah basic dari segala pendidikan yang ada.

17
5. Faktor Genetika

Nah! Yang tak boleh dilupakan adalah faktor genetika atau keturunan. Jika faktor 1-4
yang saya sebutkan di atas sama sekali tak bisa dikontrol, maka lihatlah faktor genetikanya.
Ini erat sekali hubungannya dengan pembawa gen alias orang tua. Kalau masalah faktor
genetika ini tentu kita semua sudah paham bukan? Tanpa penjelasan panjang lebar. 

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berpikir pada dasarnya adalah suatu proses mental. Berpikir adalah kegiatan mental
yang melibatkan kinerja otak. Ketika berpikir setiap individu menggunakan pola-pola pikir
tertentu. Pola pikir adalah pola-pola dominan yang menjadi acuan utama seseorang untuk
bertindak. Selanjutnya dikatakan bahwa pola pikir adalah pola yang menetap dalam pikiran
bawah sadar seseorang. Keyakinan merupakan salah satu bagian dari pola pikir. Met Sandy
buku The Piece of Mind menyatakan bahwa pikiran bawah sadar adalah gudang dimana
seluruh informasi disimpan. Pengamatan-pengamatan sejak masa kecil direkam secara
permanen. Pengamatan yang direkam dalam pikiran bawah sadar inilah yang membentuk
pola pikir seseorang. Rekaman bawah sadar ini berasal dari lingkungan dimana dia berada.
Beberapa pengaruh lingkungan yang terekam dalam pikiran bawah sadar seseorang bisa
positif dan juga negatif. Pengaruh lingkungan tersebut diantaranya adalah lingkungan
keluarga, lingkungan sosial, adat istiadat, dan lingkungan pergaulan seseorang. Semuanya
direkam secara permanen dalam pikiran bawah sadar seseorang.

19
DAFTAR PUSTAKA

De Porter, Bobbi dan Hernacki, Mike. 2007. Quantum Learning. Jakarta: Kaifa
Hidayana, Herma. 2009. Pengaruh Gaya Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa

file:///C:/Users/Rpalupi/Downloads/Documents/juniera5

Zmiv7L6ep2ZJIvSZhtg1IT0GE.pdf

http://eliesyalaladubidam.blogspot.com/2012/08/psikologi-pendidikan-gaya-

belajar.html

http://tyanfedi.blogspot.com/2013/11/perbedaan-individu-siswa-2-gaya-belajar_7.html

http://wawank-wawank.blogspot.com/2011/11/gaya-berpikir-dan-belajar.html

Green, Andy. 2004. Kreativitas Dalam Public Realitions Edisi Kedua. Jakarta :Erlangg

Patty, dkk. 1982.Pengantar Psikologi Umum.Malang : Usaha Nasional Surabaya

Indonesia 

Milfayatetty, Sri. 2018. Psikologi Pendidikan. Medan : Unimed Press

Sumadi, Suryabrata. 1966.Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Yunus, M. 2014. Mindset Revolution Optimalisasi Potensi Otak Tanpa Batas. Yogyaka

rta : Jogja Bangkit Publisher

20

Anda mungkin juga menyukai