FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2020 1. Demam Berdarah Dengue (DBD) a. Pengertian Demam Berdarah Dengue Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam 2- 7 hari, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukkan manifestasi DBD berat. Ada yang hanya bermanifestasi demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit (asimtomatik). Sebagian lagi akan menderita demam dengue saja yang tidak menimbulkan kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian. b. Mekanisme Penularan Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran 35- 45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infeksius. Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.13 Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue.12 Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain (multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi. c. Penyebab Penyebab dari penyakit demam berdarah adalah virus dengue anggota dari genus Flavirus (Arbavirosis group B) salah satu genus familia Togaviradae. Arbavirosis artinya penyebab penyakit yang ditularkan Arthropoda. Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang mempunyai 4 serotipe jenis, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Virus yang paling banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengan tipe 1 dan tipe 3. Nyamuk mendapat virus demam berdarah dari pasien demam berdarah dengue yang sakit, maupun orang yang tidak tampak sakit namun dalam aliran darahnya terdapat virus dengue pada saat nyamuk menggigit orang tersebut virus dengue akan terbawa masuk bersama darah yang dihisapnya kedalam tubuh nyamuk itu menjadi sakit demam berdarah. Dalam tempo 7 hari, virus dengue sudah tersebar diseluruh bagian tubuh nyamuk termasuk di kalenjar air liurnya, jika nyamuk ini menggigit orang lain, virus dengue akan turut berpindah bersama air liur nyamuk kedalam tubuh orang tersebut. Sifat gigitan nyamuk yang dirasakam manusia tidaklah berbeda-beda dengan gigitan nyamuk lainnya, artinya tidak lebih sakit, dan tidak lebih gatal d. Cara masuk ke tubuh manusia (a). Secara Tidak Langsung Demam dengue (dengue fever/ DF) dimulai dari gigitan nyamuk Aedes sp. Manusia adalah inang (host) utama terhadap virus dengue. Nyamuk Aedes sp akan terinfeksi virus dengue apabila menggigit seseorang yang sedang mengalami viremia virus tersebut, kemudian dalam kelenjar liur nyamuk virus dengue akan bereplikasi yang berlangsung selama 8─12 hari. Namun, proses replikasi ini tidak memengaruhi keberlangsungan hidup nyamuk. Kemudian, serangga ini akan mentransmisikan virus dengue jika dengan segera menggigit manusia lainnya. Orang yang digigit oleh nyamuk Aedes sp yang membawa virus dengue, akan berstatus infeksius selama 6─7 hari. Virus dengue akan masuk ke dalam peredaran darah orang yang digigitnya bersama saliva nyamuk, lalu virus akan menginvasi leukosit dan bereplikasi. Leukosit akan merespon adanya viremia dengan mengeluarkan protein cytokines dan interferon, yang bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala-gejala seperti demam, flu-like symptoms, dan nyeri otot. Masa inkubasi biasanya 4─7 hari, dengan kisaran 3─14 hari. Bila replikasi virus bertambah banyak, virus dapat masuk ke dalam organ hati dan sum-sum tulang. Sel-sel stroma pada sum-sum tulang yang terkena infeksi virus akan rusak sehingga mengakibatkan menurunnya jumlah trombosit yang diproduksi. Kekurangan trombosit ini akan mengganggu proses pembekuan darah dan meningkatkan risiko perdarahan, sehingga DF berlanjut menjadi DHF. Gejala perdarahan mulai tampak pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis, hematemesis dan melena. 2. HIV/AIDS a. Pengertian HIV (Human Immunodeficiency Virus) AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan
sekumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh HIV (Human Immuno Deficiency Virus).“Acquired” artinya tidak diturunkan, tetapi ditularkan dari orang satu ke orang lainya; “Immune” artinya sistem daya tangkal atau kekebalan tubuh terhadap penyakit; “Deficiency” artinya tidak cukup atau kurang; dan “Syndrome” adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit.AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV.AIDS bukan merupakan sebuah penyakit, karena AIDS merupakan gejala yang tampil bilamana kekebalan tubuh kita melemah atau rusak diakibatkan HIV.HIV merusak kekebalan tubuh, sehingga kekebalan tubuh melemah sebagai akibatnya berbagai penyakit mudah menular (Departemen Kesehatan, 2006). Virus HIV ditemukan Barre-Sinoussi, Montagnier, dan kawan- kawan pada Institut Pasteur pada tahun 1983 yang menyebabkan limfadenopati sehingga disebut LAV. Pada tahun 1986 Komisi Taksonomi Internasional memberi nama baru Human Immuno Deficiency Virus (HIV). Virus HIV merupakan retrovirus yang termasuk golongan virus RNA (virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik). Disebut retrovirus karena memiliki enzim reserve transcriptase. Enzim ini memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang berada dalam RNA ke dalam bentuk DNA yang kemudian diintregasikan ke dalam bentuk informasi genetik sel limfosit yang diserang (Departemen kesehatan, 2006). HIV dapat memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk mengkopi dirinya menjadi virus baru yang memiliki ciri-ciri HIV.HIV menyerang sistem immun manusia yaitu menyerang limfosit T helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya.Limfosit T helper antara lain berfungsi menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi sehingga yang terganggu bukan hanya fungsi limfosit T tetapi juga limfosit B, monosit, makrofag dan sebagainya. HIV membajak sel CD4 dan memakainya sebagai pabrik untuk membuat virus baru dalam jumlah besar.Virus yang baru ini kemudian menularkan sel CD4 lagi, dan semakin lama jumlah CD4 yang sehat semakin merosot.Sistem kekebalan tubuh semakin merusak sehingga tubuh tidak mampu lagi melawan infeksi (Departemen kesehatan, 2006). Dari penjelasan diatas, HIV adalah Human Immunodeficiency Virus (virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia). HIV sebagai virus penyerang sel darah putih manusia dan menyebabkan penurunan kekebalan tubuh penderitanya.Virus-virus tersebut memanfaatkan kesempatan (opportunity) yang diberikan sistem kekebalan tubuh yang rusak, sehingga menyebabkan infeksi oportunistik. b. Mekanisme Penularan HIV adalah suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan tubuh (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun. HIV adalah suatu virus yang biasanya ditularkan dari satu orang kepada orang lain melalui kontak seksual. Orang yang telah terinfeksi virus HIV akan terkena penyakit yang disebabkan oleh virus HIV tersebu, yaitu AIDS. Virus HIV yang telah masuk kedalam tubuh seseorang tidak akan menimbulkan gejala-gejala yang terlihat secara fisik sehingga penderitanya terlihat normal seperti tidak sedang terkana penyakit. Namun perlu diwaspadai walaupun dari luar penderita HIV tampak normal-normal saja, tetapi dia dapat menularkan virus tersebut kepada orang lain dalam berbagai dalam berbagai cara yang mungkin juga tidak disadari oleh penderita itu. Jika virus HIV telah masuk ke tubuh seseorang baru beberpa tahun kemudian virus ini akan mulai menyerang sistem kekebalan tubuh pada sel darah putih. Kekebalan tubuh seseorang yang terinfeksi HIV biasanya akan terus menerus dan kemudian hilang dalam kurun waktu sekitar 5 sampai 10 tahun. Setelah ekebalan tubuh seseorang menghilang maka penyakit akan mudah menghinggapi orang tersebut. Penyakit akan terus menerus hingga, sampai suatu saat muncul penyakit yang benar-benar berbahaya yang kemudian akan mengakibatkan kematian. HIV harus masuk langsung ke aliran darah orang yang bersangkutan untuk dapat berada di dalam tubuh manusia. Sedangkan di luar tubuh manusia, HIV sangat cepat mati. HIV bertahan lebih lama di luar tubuh manusia hanya bila darah yang mengandung HIV tersebut masih dalam keadaan belum mengering. Dalam media kering HIV akan lebih cepat mati. HIV juga mudah mati oleh air panas, sabun dan bahan pencuci hama lain. Karena HIV cepat mati di luar tubuh manusia, maka HIV tidak dapat menular lewat udara seperti virus lainnya, misalnya virus influenza. Virus influensa dapat hidup di udara bebas di sekeliling kita, sehingga penularan influensa dapat terjadi melalui udara. Hubungan seksual secara anal (lewat dubur) paling berisiko menularkan HIV, karena epitel mukosa anus relatif tipis dan lebih mudah terluka dibandingkan epitel dinding vagina, sehingga HIV lebih mudah masuk ke aliran darah. Dalam berhubungan seks vaginal, perempuan lebih besar risikonya daripada pria karena selaput lendir vagina cukup rapuh. Disamping itu karena cairan sperma akan menetap cukup lama di dalam vagina, kesempatan HIV masuk ke aliran darah menjadi lebih tinggi. HIV di cairan vagina atau darah tersebut, juga dapat masuk ke aliran darah melalui saluran kencing pasangannya. AIDS tidak menular, yang menular adalah HIV yaitu virus yang menyebabkan tubuh mencapai masa AIDS. Virus ini terdapat dalam larutan darah, cairan sperma, dan cairan vagina sehingga dapat menular melalui kontak darah/ cairan tersebut. c. Penyebab AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II,LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang berupa agent virus yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. HIV tergolong dalam family lentivirus. Infeksi dari family lentivirus ini khas ditandai dengan sifat latennya yang lama, masa inkubasi yang lama, replikasi virus yang persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat (SSP). Sedangkam ciri khas untuk jenis retrovirus yaitu : dkelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan variasi genetik tang tinggi, mempunyai cara unik untuk replikasi serta dapat menginfeksi seluruh jenis vertebrata. HIV terdapat dalam cairan tubuh ODHA, dan dapat dikeluarkan melalui cairan tubuh tersebut. Seseorang dapat terinfeksi HIV bila kontak dengan cairan tersebut. Meskipun berdasarkan penelitian, virus terdapat dalam saliva, air mata, cairan serebrospinal dan urin, tetapi cairan tersebut tidak terbukti berisiko menularkan infeksi karena kadarnya sangat rendah dan tidak ada mekanisme yang menfasilitasi untuk masuk kedalam darah orang lain, kecuali kalau ada luka. d. Cara masuk ke tubuh manusia. a) Secara Langsung dan Tidak langsung HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertical, horizontal dan transeksual. Jadi HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan diperantarai benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intak seperti yang terjadi pada kontak seksual. Begitu mencapai atau berada dalam sirkulasi sistemik, 4 – 11 hari sejak paparan pertama HIV dapat dideteksi di dalam darah. Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda infeksi virus akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, sulit tidur, batuk-pilek, dan lain-lain. Keadaan ini disebut sindrom retroviral akut, pada face ini mulai terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA viral load. viral load akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi dan kemudian turun sampai pada suatu titik tertentu, dengan semakin berlanjutnya infeksi, viral load secara perlahan cenderung terus meningkat, keadaan tersebut akan diikuti penurunan hitung CD4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada kurun waktu 1,5-2,5 tahun sebelum akhirnya jatuh ke stadium AIDS. Sel T4 terdapat pada cairan tubuh tertentu, antara lain dapat ditemukan pada: darah dan produk darah termasuk darah haid, air mani dan cairan lain yang keluar dari alat kelamin pria kecuali air seni, cairan vagina dan cairan leher rahim. HIV pernah ditemukan pada air ludah tetapi sampai saat ini belum ada bukti HIV menular melalui air ludah. infeksi primer terjadi bila virion HIV dalam darah, semen atau cairan tubuh lainnya dari seseorang masuk ke dalam sel orang lain melalui fusi yang diperantarai oleh reseptor gpl 120 atau gp41. Orang yang terinfeksi HIV maka diperlukan waktu 5-10 tahun untuk sampai ke tahap AIDS. awal virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia selama 2-4 minggu keberadaan virus tersebut belum dapat terdeteksi dengan pemeriksaan darah. jumlah CD4 lebih dari 500 sel/L maka disebut tahap periode jendela. Tahap HIV positif dalam pemeriksaan darah terdapat virus HIV tetapi secara fisik penderita belum menunjukkan adanya gejala atau kelainan khas bahkan masih dapat bekerja seperti biasa. Kondisi tersebut sudah aktif menularkan virusnya ke orang lain, jika melakukan hubungan seksual atau menjadi donor darah. Jumlah CD4 pada face ini adalah 300-500 sel/L, pada face infeksi primer jumlah CD4 menurun sehingga mudah terinfeksi oportunistik. Pada tahap AIDS jumlah CD4 kurang dari 200 sel/L, maka penderita mudah terinfeksi virus lain seperti bakteri, protozoa, jamur serta terkena penyakit kanker seperti sarcoma Kaposi dan penurunan berat badan persisten. Hal ini disebabkan sistem kekebalan tubuh yang hancur bahkan hilang. 3. Sifilis a. Pengertian Sifilis Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema pallidum yang bersifat akut dan kronis ditandai dengan lesi primer diikuti dengan erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir kemudian masuk ke dalam periode laten diikuti dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran pencernaan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler. Menurut Centre of Disease Conrol (CDC) pada tahun 2010 mendefinisikan sifilis sebagai penyakit sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Berdasarkan temuan klinis, penyakit dibagi ke dalam serangkaian kumpulan staging yang digunakan untuk membantu dalampanduan pengobatan dan tindak lanjut. b. Mekanisme Penularan Sifilis terutama ditularkan melalui kontak seksual atau selama kehamilan dari ibu ke janinnya, spiroseta mampu menembus membran mokusa utuh atau ganguan kulit. Oleh karena itu dapat ditularkan melalui mencium area di dekat lesi, serta seks oral, vaginal, dan anal. Sekitar 30 sampai 60% dari mereka yang terkena sifilis primer atau sekunder akan terkena penyakit tersebut. Contoh penularannya, seseorang yang disuntik dengan hanya 57 organisme mempunyai peluang 50% terinfeksi. Sebagian besar (60%) dari kasus baru di United States terjadi pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Penyakit tersebut dapat ditularkan lewat produk darah. Namun, produk darah telah diuji di banyak negara dan risiko penularan tersebut menjadi rendah. Risiko dari penularan karena berbagi jarum suntik tidaklah banyak. Sifilis tidak dapat ditularkan melalui dudukan toilet, aktifitas sehari-hari, bak panas, atau berbagi alat makan serta pakaian c. Penyebab Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo Spirochaetales dan Genus Treponema spesiesTreponema pallidum. Pada Tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu Treponema pallidum. Treponema berupa spiral halus, panjang 5-15 mikron dan diameter 0,009-0,5 mikron, setiap lekukan gelombang berjarak 1 mikron dan rata-rata setiap bakteriterdiri dari 8-14 gelombang dan bergerak secara aktif, karena spiralnya sangat halus maka hanya dapat dilihat pada mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan teknik immunofluoresensi. Kuman ini bersifat anaerob dan diantaranya bersifat patogen pada manusia. Ada tiga macam antigen Treponema pallidum yaitu protein tidak tahan panas, polisakarida, dan antigen lipoid. Dalam keadaan anaerob pada suhu 25°C, Treponema pallidum dapat bergerak secara aktif dan tetap hidup selama 4-7 hari dalam perbenihan cair yang mengandung albumin, natrium karbonat, piruvat, sistein, ultrafiltrat serum sapi. Kuman ini sukar diwarnaidengan zat warna lilin tetapi dapat mereduksi perak nitrat menjadi logam perak yang tinggal melekat pada permukaan sel kuman. Kuman berkembang biak dengan cara pembelahan melintang. Waktu pembelahan kuman ini kira-kira 30 jam. d. Cara masuk ke tubuh manusia a). Secara Langsung Treponema dapat masuk (porte d’entrée) ke tubuh calon penderita melalui selaput lendir yang utuh atau kulit dengan lesi. Kemudian masuk ke peredaran darah dari semua organ dalam tubuh.Penularan terjadi setelah kontak langsung dengan lesi yang mengandung treponema.3–4 minggu terjadi infeksi, pada tempat masuk Treponema pallidum timbul lesi primer (chancre primer) yang bertahan 1–5 minggu dan sembuh sendiri. Tes serologik klasik positif setelah 1–4 minggu. Kurang lebih 6 minggu (2– 6 minggu) setelah lesi primer terdapat kelainan selaput lendir dan kulit yang pada awalnya menyeluruh kemudian mengadakan konfluensi dan berbentuk khas. Penyembuhan sendiri biasanya terjadi dalam 2–6 minggu. Keadaan tidak timbul kelainan kulit dan selaput dengan tes serologik sifilis positif disebut Sifilis Laten. Pada seperempat kasus sifilis akan relaps. Penderita tanpa pengobatan akan mengalami sifilis lanjut (Sifilis III 17%, kordiovaskular 10%, Neurosifilis 8%). Banyak orang terinfeksi sifilis tidak memiliki gejala selama bertahun- tahun, namun tetap berisiko untuk terjadinya komplikasi akhir jika tidak dirawat. Gejala-gejala yang timbul jika terkena penyakit ini adalah benjolan-benjolan di sekitar alat kelamin. Timbulnya benjolan sering pula disertai pusing-pusing dan rasa nyeri pada tulang, mirip seperti gejala flu. Anehnya, gejala-gejala yang timbul ini dapat menghilang dengan sendirinya tanpa pengobatan. 4. Tuberkulosis (TBC) Paru a. Defenisi Tuberkulosis (TBC) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan bronkus. TBC paru tergolong penyakit air borne infection, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan ke dalam paru-paru. Kemudian kuman menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui bronkus atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya b. Mekanisme Penularan Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel ini dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi oleh neutrofil, kemudian baru makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini akan terbawa masuk ke organ lainnya. Kuman yang bersarang di dalam paru akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang ini bisa terdapat di seluruh bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi lomfodenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menajalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun, diabetes, AIDS, malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, gagal ginjal. c. Penyebab Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar dinding kuman terdiri dari asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA). Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi menjadi disenangi oleh kuman karena banyak mengandung lipid. d. Cara Masuk Ketubuh Manusia a). Secara Langsung Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan Tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh. Komplikasi yang dapat timbul akibat Tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan Tuberkulosis usus, Meningitis serosa, dan Tuberkulosis milier. 5. Hepatitis B a. Defenisi Hepatitis B Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B akut jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan sedangkan Hepatitis B kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan. b. Mekanisme Penularan Cara utama penularan VHB adalah melalui parenteral dan menembus membrane mukosa, terutama berhubungan seksual. Penanda HBsAg telah diidentifikasi pada hampir setiap cairan tubuh dari orang yang terinfeksi yaitu saliva, air mata, cairan seminal, cairan serebrospinal, asites, dan air susu ibu. Beberapa cairan tubuh ini (terutama semen dan saliva) telah diketahui infeksius. Jalur penularan infeksi VHB di Indonesia yang terbanyak adalah secara parenteral yaitu secara vertikal (transmisi) maternal-neonatal atau horizontal (kontak antar individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenik, penggunaan jarum suntik bersama). Virus Hepatitis B dapat dideteksi pada semua sekret dan cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi pada serum. c. Penyebab Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil berasal dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-42 nm. Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60- 90 hari (Sudoyo et al, 2009). Bagian luar dari virus ini adalah protein envelope lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupa nukleokapsid atau core. Genom VHB merupakan molekul DNA sirkular untai-ganda parsial dengan 3200 nukleotida (Kumar et al, 2012). Genom berbentuk sirkuler dan memiliki empat Open Reading Frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara parsial protein envelope yang dikenal sebagai selubung HBsAg seperti large HBs (LHBs), medium HBs (MHBs), dan small HBs (SHBs) disebut gen S, yang merupakan target utama respon imun host, dengan lokasi utama pada asam amino 100-160 (Hardjoeno, 2007). HBsAg dapat mengandung satu dari sejumlah subtipe antigen spesifik, disebut d atau y, w atau r. Subtipe HBsAg ini menyediakan penanda epidemiologik tambahan Gen C yang mengkode protein inti (HBcAg) dan HBeAg, gen P yang mengkode enzim polimerase yang digunakan untuk replikasi virus, dan terakhir gen X yang mengkode protein X (HBx), yang memodulasi sinyal sel host secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi ekspresi gen virus ataupun host, dan belakangan ini diketahui berkaitan dengan terjadinya kanker hati. d. Cara Masuk Ketubuh Manusia a). Secara Langsung Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus Hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati. Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus Hepatitis B dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme kerusakan hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel, terbukti banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan hati ringan. Respon imun host terhadap antigen virus merupakan faktor penting terhadap kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus, makin lengkap respon imun, makin besar klirens virus dan semakin berat kerusakan sel hati. Respon imun host dimediasi oleh respon seluler terhadap epitop protein VHB, terutama HBsAg yang ditransfer ke permukaan sel hati. Human Leukocyte Antigen (HLA) class I-restricted CD8+ cell mengenali fragmen peptida VHB setelah mengalami proses intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh molekul Major Histocompability Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir dengan penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit Tsitotoksik CD8+. 6. Demam Chikungunya a. Defenisi Demam Chikungunya Chikungunya adalah penyakit mirip demam dengue yang disebabkan oleh virus Chikungunya dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes africanus. Chikungunya dalam bahasa Swahili berarti kejang urat. Istilah lain penyakit ini adalah dengue, dyenge, abu rokap dan demam tiga hari. Penyakit ini ditandai dengan demam, mialgia atau artralgia, ruam kulit, leukopenia dan imfadenopati karena vektornya nyamuk maka Chikungunya tergolong arthropod-borne disease yaitu penyakit yang disebabkan oleh artropoda. b. Mekanisme Penularan Penularan Chikungunya dapat terjadi bila penderita yang mengandung virus Chikungunya digigit nyamuk penular maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita (extrinsic incubation period), nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya sehingga selain menja di vektor juga menjadi reservoir dari virus Chikungunya. c. Penyebab Virus Chikungunya adalah virus yang termasuk dalam genus virus alfa dari family Togaviridae. Virus ini berbentuk sferis dengan ukuran diameter sekitar 42 nm. Virus Chikungunya bersama dengan virus O’nyong-nyong dari genus virus alfa dan virus penyebab penyakit “Demam Nil Barat dari genus virus flavi menyebabkan gejala penyakit mirip dengue. Sebelum menyerang manusia 200 – 300 tahun yang lalu, virus ini telah menyerang primata di hutan dan padang Savana di Afrika. Hewan primata yang sering terjangkit adalah baboon (Papio sp) dan Cercopithecus sp. Siklus di hutan diantara satwa primata dilakukan oleh Aedes s. d. Cara Masuk Ketubuh Manusia. a). Secara Tidak langsung Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, dua jenis nyamuk yang juga dikenal sebagai penyebab DB. Demam Chikungunya mempunyai masa inkubasi (periode sejak digigit nyamuk pembawa virus hingga menimbulkan gejala) sekitar 2 hingga 4 hari. Pada saat virusmasuk ke dalam sel secara endositosis virus tersebut menuju sitoplasma dan reticulumendoplasma. Di dalam sitoplasma terjadi proses sisntesis DNA dan sisntsesis RNA virussedangkan di dalam reticulum endoplasma terjai proses sintesis protein virus. Setetahmasa inkubasi tersebut virion matang di sel endothelial di limfonodi, sumsum tulang,limfa dan sel kuffer, lalu virus tersebut di keluarkan melewati sel membrane maka virus beredar dalam darah. Demam chikungunya salah satunya dapat menginfekasi sel hatisehingga sel hati mengalami degenerasi dan dapat menyebabkan nekrosis pada sel hatitersebut yang akan mempengaruhi metabolisme pada sel hati yang mempengaruhi peningkatan bilirubin sehingga seseorang yang mengalami demam ini biasanya terdapatikterus. Gejala yang paling menonjol pada kasus ini adalah nyeri pada setiap persendian(poliarthralgia) terutama pada sendi lutut, pergelangan kaki dan tangan, serta sendi-senditulang punggung. Radang sendi yang terjadi menyebabkan sendi susah untuk digerakkan, bengkak dan berwarna kemerahan. Itulah sebabnya postur tubuh penderita menjadiseperti membungkuk dengan jari-jari tangan dan kaki menjadi tertekuk Gejala lainadalah munculnya bintik- bintik kemerahan pada sebagian kecil anggota badan, serta bercak-bercak merah gatal di daerah dada dan perut. Muka penderita bisa menjadikemerahan dan disertai rasa nyeri pada bagian belakang bola mata. Meskipun gejala penyakit itu bisa berlangsung 3-10 hari (kemudian sembuh dengan sendirinya), tetapitidak dengan nyeri sendinya yang bisa berlangsung berminggu-minggu bahkan berbulan- bulan. 7. Rubella a. Pengertian Rubella Rubella adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Dikenal juga sebagai campak Jerman, yang biasanya menyerang anak-anak dan remaja. Rubella sendiri merupakan penyakit yang berbeda dari campak, tetapi memiliki kesamaan karena sama-sama menyebabkan ruam kemerahan pada kulit. Untuk wanita hamil yang usia kehamilannya belum 5 bulan, jika terserang rubella harus diwaspadai. Hal tersebut karena rubella berpotensi untuk menimbulkan sindrom rubella kongenital yang bisa berdampak pada bayi setelah kelahiran. b. Mekanisme Penularan Cara penularan rubella melalui sekret nasofaring dari orang terinfeksi. Infeksi terjadi melalui droplet atau kontak langsung dengan penderita. Pada lingkungan tertutup seperti asrama calon prajurit, semua orang yang rentan dan terpajan bisa terinfeksi. Bayi dengan CRS mengandung virus pada sekret nasofarin dan urin mereka dalm jumlah besar, sehingga menjadi sumber infeksi. Penularan juga terjadi melalui kontak dengan cairan yang berasal dari nasopharynx penderita. Virus ini juga menular melalui partikel udara. Rubella biasanya di tularkan oleh ibu kepada bayinya, makanya di sarankan untuk melakukan tes rubella sebelum hamil. Penularan virus rubella dapat terjadi ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin atau menular melalui kontak langsung dengan sekret pernapasan (seperti lendir) orang yang terinfeksi. Rubella juga dapat di tularkan dari wanita hamil ke janinya melalui aliran darah. Orang yang terinfeksi rubella juga dapat menularkan penyakitnya bahkan sebelum gejalanya muncul. Rubella di tularkan dari orang ke orang. c. Penyebab Rubella berasal dari virus rubella yang bisa menyebar dengan begitu mudah dan biasanya melalui saluran pernapasan. Prosesnya adalah ketika pengidap rubella bersin atau batuk, kemudian percikan liurnya tanpa sengaja terhirup oleh orang-orang di dekatnya, sehingga menjadi jalan penyebaran rubella. Rubella juga bisa ditularkan melalui berbagi makanan atau minuman dengan pengidap. Menyentuh beberapa bagian tubuh, seperti mata, hidung, atau mulut juga seharusnya jangan dilakukan setelah memegang benda yang sudah terkena virus rubella. Selain proses yang sudah dijelaskan di atas, rubella juga bisa menyebar dari ibu hamil ke anak dalam kandungan melalui aliran darah. Masa inkubasi pengidap rubella berlangsung satu atau dua minggu sebelum timbulnya ruam sampai sekitar satu atau dua minggu setelah ruam menghilang. Orang yang terinfeksi dapat menularkan penyakitnya sebelum orang tersebut mengalami gejala rubella. Era sekarang penyakit rubella sudah jarang sekali ditemui, kecuali jika seseorang tidak mendapatkan vaksinasi. Ibu hamil menjadi orang yang paling berisiko terinfeksi rubella. d. Cara Masuk Ketubuh Manusia Manusia adalah satu-satunya pejamu untuk togavirus RNA yang menyebabkan rubella. Transmisi terutama melalui penyebaran nasofaring, udara atau droplet. Pasien bersifat infeksius selama 5-7 hari sebelum dan sampai 2 minggu setelah onsert gejala. Bayi yang terinfeksi secara kongenital dapat tetap infeksius selama beberapa bulan setelah lahir. Rubella biasanya merupakan infeksi yang ringan pada anak dan seringkali bersifat subklinis pada orang dewasa. masa inkubasi berkisar dari 1-21 hari. 8. Campak a. Pengertian Campak Penyakit campak dikenal juga dengan istilah morbili dalam bahasa latin dan measles dalam bahasa inggris atau dikenal dengan sebutan gabagen (dalam bahasa Jawa) atau kerumut (dalam bahasa Banjar) atau disebut juga rubeola (nama ilmiah) merupakan suatu infeksi virus yang sangat menular, yang di tandai dengan demam, lemas, batuk, konjungtivitas (peradangan selaput ikat mata /konjungtiva) dan bintik merah di kulit (ruam kulit). b. Mekanisme Penularan Penularan penyakit ini adalah melalui droplet dan kontak, yakni karena menghirup Percikan ludah (droplet) dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita morbili atau campak. Artinya seseorang dapat tertular campak bila menghirup virus morbili, bisa di tempat umum, di kendaraan atau dimana saja. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul. Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak usia pra- sekolah dan anak- anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini. Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahirdari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). c. Penyebab Penyakit campak disebabkan oleh virus campak yang termasuk golongan paramyxovirus genus morbilivirus merupakan salah satu virus RNA. Virus ini terdapat dalam darah dan secret (cairan)nasofaring (jaringan antara tenggorokan dan hidung) pada masa gejala awal (prodromal) hingga 24 jam setelah timbulnya bercak merah di kulit dan selaput lendir. d. Cara Masuk Ketubuh Manusia a). Secara Langsung Virus campak masuk ke tubuh melalui mukosa saluran nafas atas atau kelenjar air mata. Infeksi awal dan replikasi virus terjadi secara lokal pada sel epitel trakea dan bronkus. Fase viremia pertama terjadi setelah 2-4 hari setelah invasi, akibat replikasi dan kolonisasi virus pada kelenjar limfe regional yang kemungkinan dibawa oleh makrofag paru. Fase viremia kedua terjadi setelah 5-7 hari setelah infeksi awal akibat penyebaran virus pada seluruh sistem retikuloendotelial. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan gejala batuk, pilek, mata merah (3 C’s: cough, coryza, conjunctivitis) dan demam yang semakin tinggi. Gejala akan semakin memberat sampai hari kesepuluh setelah infeksi virus dan mulai timbul ruam makulopapular berwarna kemerahan. Ruam akan menjadi gelap pada masa konvalesens diikuti dengan terjadinya proses deskuamasi dan hiperpigmentasi. Infeksi virus campak menyebabkan proses imunosupresi pada tubuh yang ditandai dengan penurunan reaksi hipersensitivitas tipe lambat, penurunan produksi interleukin (IL)-12 dan penurunan sistem limfoproliferatif antigen-spesifik yang bertahan beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi. Hal ini yang menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi oportunistik sekunder seperti bronkopneumonia dan ensefalitis yang meningkatkan angka mortalitas pada anak. Jika virus mencapai paru-paru maka akan membentuk infiltrat pada paru dan menyebabkan bronkopneumonia. Pada individu dengan defisiensi imunitas selular, dapat terjadi giant cell pneumonia yang bersifat fatal dan progresif. Jika virus mencapai otak dapat menyebabkan pembengkakan atau edema pada otak dan jika bereplikasi pada susunan saraf pusat (SSP) maka dapat menimbulkan gejala ensefalitis. Pada individu yang imunokompeten umumnya virus dapat dieliminasi dan menimbulkan kekebalan seumur hidup. 9. Penyakit Difteri a. Pengertian penyakit Difteri adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi secara lokal pada mukosa atau kulit, yang disebabkan oleh basil gram positif Corynebacterium diphtheriae. Nama Penyakit ini berasal dari Yunani yaitu diphtera, yang berarti menyembunyikan kulit. Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas dengan tanda khas berupa pseudomembran dan dilepaskannya eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal. Penularan umumnya melalui udara, berupa infeksi droplet, selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Masa tunas 2-7 hari. Penyakit ini dijelaskan pada abad ke-5 SM oleh Hippocrates, dan epideminya dijelaskan pada abad ke-6 Masehi oleh Aetius. Penyakit difteri ini pertama kali diamati melalui membran bakteri penyebab difteri (Corynebacterium diphtheria) oleh Klebs pada tahun 1883 dan dilanjutkan oleh Löffler pada tahun 1884. Pada akhir abad ke 19 ditemukanlah antitoksin dan kemudian dikembangkan toksoid pada tahun 1920-an b. Mekanisme Penularan Manusia sebagai reservoir infeksi, transmisi terutama terjadi karena kontak dekat dengan kasus atau carier. Penularan dari manusia ke manusia secara langsung umumnya terjadi melalui droplet (batuk, bersin, berbicara) atau yang kurang umum melalui kontak dengan discharge dari lesi kulit. Sedangkan secara tidak langsung melalui debu, baju, buku dan barang-barang yang terkontaminasi karena bakteri cukup resisten terhadap udara panas, suhu dingin dan kering c. Penyebab Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae (basil Klebs-Loeffler) , merupakan basil gram positif tidak teratur, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan berbentuk batang pleomorfis, diameternya 0,1-1 µm dan panjangnya beberapa µm.Organisme tersebut paling mudah ditemukan pada media yang mengandung penghambat tertentu yang memperlambat pertumbuhan mikroorganisme lain (tellurite). Koloni-koloni Corynebacterium Diphteriae berwarna putih kelabu pada medium Loeffler. Pada media tellurite dapat dibedakan 3 tipe koloni : koloni mitis yang halus, berwarna hitam dan cembung; koloni gravis yang berwarna kelabu dan setengah kasar, sedangkan koloni intermedius berukuran kecil, halus serta memiliki pusat berwarna hitam. Bakteri ini timbul dari lingkungan yang buruk.Seseorang yang tinggal dalam lingkungan buruk dengan kebersihan yang kurang terjaga, serta tidak mendapatkan imunisasi, kemungkinan besar dapat terinfeksi penyakit jenis ini d. Cara Masuk Ketubuh Manusia a). Secara Langsung dan Tidak Langsung Penyakit difteri timbul dimulai dengan masuknya basil Corynebacterium diphteriae ke dalam hidung atau mulut, dan berkembang pada mukosa saluran napas bagian atas terutama daerah tonsil, kadang-kadang di daerah kulit, konjungtiva, atau genital. Basil kemudian akan memproduksi eksotoksin. Toksin yang terbentuk akan diabsorpsi melewati membrane sel mukosa, menimbulkan peradangan dan epitel diikuti oleh nekrosis. Pada daerah nekrosis ini terbentuk fibrin, kemudian diinfiltrasi oleh sel darah putih; keadaan ini mengakibatkan terbentuknya patchy exuddate yang pada permulaan masih bisa terkelupas. Pada keadaan yang lebih lanjut toksin yang diproduksi basil ini semakin meningkat menyebabkan daerah nekrosis ini bertambah luas dan bertambah dalam, sehingga menimbulkan terbentuknya membrane palsu yang terdiri atas jaringan nekrotik, fibrin, sel epitel, sel leukosit dan eritrosit, berwarna abu-abu sampai hitam. Membrane palsu ini sulit terkelupas, apabila dipaksa terjadi perdarahan. Membrane palsu ini terbentuk di tonsil, faring, laring dan dalam keadaan berat bisa meluas sampai ke trakea dan kadang- kadang ke bronkus , diikuti edema soft tissue dibawah mukosanya. Toksin yang terbentuk selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan kerusakan organ dan jaringan berupa degenerasi, fatty infiltration dan nekrosis, terutama pada jantung, ginjal, hati, kelenjar adrenalin dan jaringan saraf. Apabila mengenai jantung akan menyebabkan mikorditis . Bebeapa jenis Corynebacterium yang hidup pada saluran napas atau konjungtiva tidak menimbulkan penyakit, jenis ini disebut difteroid, misalnya corynebacterium pseudodiphtheriticum, C. cerosis, C. Haemolyticum dan C.Ulcerans. Setelah terinfeksi, zat-zat berbahaya yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebar melalui aliran darah penderita ke organ lain, seperti jantung, sehingga dapat menyebabkan kerusakan organ yang signifikan. Selanjutnya, penyakit ini dapat ditularkan dari seseorang yang telah terjangkit melalui ludah. Bakteri ini juga dapat menghasilkan racun yang diproduksididalam aliran darah. Difteri menyebar dari seseorang ke oranglain melalui kontak langsung dengan orang-orang yang memiliki penyakit atau yang membawanya. Penyakit ini juga dapat menyebar melalui kontak dengan barang yang telah digunakan oleh penderita, misalnya tisu atau cangkir. Bakteri Corynebacterium diphtheriae hidup sehingga menyebabkan orang terinfeksi pada hidung, tenggorokan, kulit atau mata, serta dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui bersin dan batuk. Orang bisa terinfeksi difteri dengan menyentuh luka terbuka dari seseorang yang terinfeksi.Transisi bakteri melalui media luka ini sangat umum terjadi di negara-negara tropis ataupun di daerah dengan kondisi yang padatdisertai kebersihan yang tidak memadai. Bakteri Difteri dapat bertambah dan berkembang biak pada bagian mulut dan tenggorokan yang lembab, sehingga dapat menyebabkan peradangan. 10. Penyakit Tifus a. Pengertian penyakit Tifus Tifus merupakan suatu penyakit yang disebabkanoleh adanya suatu infeksi pada usus yang ber imbas pada jaringan seluruh tubuh. Penyakit tifus disebabkan dari adanya suatu bakteri yang masuk melalui makanan , minuman atau bisa pula dari wabah yang merata pada suatu wilayah. Tipe penyakit tifus terdapat dua macam tergantung dari bakteri penyebabnya seperti bakteri rickettsia typhi / tifes endemik (biasanya terjadi dalam satu wilayah yang di karenakan binatang seperti lalat dan kecoa yang menempelkan bakteri pada makanan) dan bakteri rickettsia prowazekii / tipes epidemik (dari seseorang yang pernah terkena penyakit tipus sebelunya dan kanbuh kembali). Penderita penyakit tipes sendiri biasnya akan mengalami banyak kekurangan kadal albumin, kadar sodium, sakit di sekitar ginjal, antibodi meninggi dan enzim dalam liver meningkat. b. Mekanisme Penularan Penyebaran demam thypoid dapat terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Orang yang terinfeksi bakteri thypoid dapat mencemari sumber air dilingkungannya melalui feses (tinja) yang mengandung konsentrasi tinggi bakteri. Kuman dapat hidup pada feses (tinja) dan urine dari orang yang terinfeksi. Bakteri dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dalam air atau limbah kering. Manusia adalah satu-satunya pembawa kuman thypoid. c. Penyebab Penyebab demam typhoid adalah Salmonella typhi, basil gram negatif, bergerak dengan Rambut getar, tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya empat macam antigen yaitu antigen O (somatic), H (flagella), Vi, dan protein membran hialin. d. Cara Masuk Ketubuh Manusia a). Secara Langsung Bakteri (Salmonella thypis) masuk ke tubuh manusia melalui saluran cerna. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limpod plaque peyen di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella thypis kemudian menembus kelamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentirial yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini Salmonella typii lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus Salmonela typii bersarang di plasue peyeri, limfa, hati, dan bagian-bagian lain sistem retikulo endoterial. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam thypoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam thypoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat S. thypii berkembangbiak. Demam pada thypoid disebabkan karena S. typii dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang 2. 10 penyakit Menular dan tingkat pencegahan 1. Penyakit Sifilis a. Pencegahan Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan sifilis melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Adapun bentuk pencegahan yang dapa dilakukan sebagai berikut : a) Pencegahan Primer Sasaran pencegahan terutama ditujukan kepada kelompok orang yang memiliki resiko tinggi tertular sifilis. Bentuk pencegahan primer yang dilakukan adalah dengan prinsip ABC yaitu : A (Abstinensia), tidak melakukan Pengaruh seks secara bebas dan berganti-ganti pasangan. B (Be Faithful), bersikap saling setia dengan pasangan dalam Pengaruh perkawinan atau Pengaruh perkawinan atau Pengaruh jangka panjang tetap. C (Condom), cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B. D (Drug), tidak menggunakan narkoba/napza. E (Education), pemberian informasi kepada kelompok yang memiliki resiko tinggi untuk tertular sifilis dengan memberikan leaflet,brosur, dan stiker. b) Pencegahan Sekunder Sasaran pencegahan terutama ditujukan pada mereka yang menderita (dianggap suspect) atau terancam akan menderita. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat dilakukan dengan cara mencari penderita sifilis, meningkatkan usaha surveilans, dan melakukan pemeriksaan berkala kepada kelompok orang yang memilik resiko untuk terinfeksi sifilis. Bentuk pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara : Melakukan cek darah untuk mengetahui infeksi sifilis. pengobatan injeksi antibiotik benzatin benzil penicilin untuk menyembuhkan infeksi sifilis. c) Pencegahan Tersier Sasaran tingkat ketiga ditujukan kepada penderita tertentu dengan tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat/kelainan permanen, mencegah agar jangan bertambah parah/ mencegah kematian karena penyakit tersebut. Bentuk pencegahan tersier yang dapat dilakukan adalah : Melakukan pengobatan (injeksi antibiotik) yang bertujuan untuk menurunkan kadar titer sifilis dalam darah. Melakukan tes HIVuntuk mengetahui status kemungkinan terkena HIV. Cara paling pasti untuk menghindari penularan penyakit menular seksual, termasuk sifilis, adalah untuk menjauhkan diri dari kontak seksual atau berada dalam Pengaruh jangka panjang yang saling monogami dengan pasangan yang telah diuji dan diketahui tidak terinfeksi. Menghindari penggunaan alkohol dan obat juga dapat membantu mencegah penularan sifilis karena kegiatan ini dapat menyebabkan perilaku seksual berisiko. Adalah penting bahwa pasangan seks berbicara satu sama lain tentang status HIV mereka dan sejarah PMS lainnya sehingga tindakan pencegahan dapat diambil. 2. Penyakit Campak a. Pencegahan Penyakit Campak a). Pencegahan Primordial Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya factor predisposisi/ resiko terhadap penyakit Campak. Sasaran dari pencegahan primordial adalah anak-anak yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit Campak. Edukasi kepada orang tua anak sangat penting peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan, konselling nutrisi dan penataan rumah yang baik. b). Pencegahan Primer Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok beresiko, yakni anak yang belum terkena Campak, tetapi berpotensi untuk terkena penyakit Campak. Pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya Campak dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut. Penyuluhan Edukasi Campak adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai Campak. Disamping kepada penderita Campak, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien campak adalah definisi penyakit Campak, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya campak dan upaya-upaya menekan campak, pengelolaan Campak secara umum, pencegahan dan pengenalan komplikasi Campak. Imunisasi Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak dilakukan dengan vaksinasi Campak secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur 9 – 15 bulan. Vaksin yang digunakan adalah Schwarz vaccine yaitu vaksin hidup yang dioleh menjadi lemah. Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml. vaksin campak tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan TBC yang tidak diobati, penderita leukemia. Vaksin Campak dapat diberikan sebagai vaksin monovalen atau polivalen yaitu vaksin measles-mumps-rubella (MMR). vaksin monovalen diberikan pada bayi usia 9 bulan, sedangkan vaksin polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan. Penting diperhatikan penyimpanan dan transportasi vaksin harus pada temperature antara 2ºC - 8ºC atau ± 4ºC, vaksin tersebut harus dihindarkan dari sinar matahari. Mudah rusak oleh zat pengawet atau bahan kimia dan setelah dibuka hanya tahan 4 jam. Isolasi Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit campak dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak untuk diisolasi selama 20-30 hari guna menghindari penularan lingkungan sekitar. c). Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini campak serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Edukasi dan pengelolaan campak memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat. d). Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan. Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien-pasien dengan dokter maupun antara dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit campak. alam penyuluhan ini hal yang dilakukan adalah : Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup dengan komplikasi kronik. 3. Penyakit HIV/AIDS a. Pencegahan a). Pencegahan Primer Pencegahan primer diartikan sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit pada seseorang dengan faktor risiko. Tahap pencegahan primer diterapkan dalam fase pre pathogenesis yaitu pada keadaan dimana proses penyakit belum terjadi atau belum mulai. Dalam fase ini meskipun proses penyakit belum mulai tapi ketiga faktor utama untuk terjadinya penyakit, yaitu agent, host, dan environment yang membentuk konsep segitiga epidemiologi selalu akan berinteraksi yang satu dengan lainya dan selalu merupakan ancaman potensial untuk sewaktu-waktu mencetuskan terjadinya stimulus yang memicu untuk mulainya terjadinya proses penyakit dan masuk kedalam fase pathogenesis. Untuk pencegahan primer masalah sistem reproduksi pada dewasa, antara lain : (a). Pada Pria Promosi Kesehatan Tingkat pencegahan yang pertama, yaitu promosi kesehatan oleh para ahli kesehatan di terjemahkan menjadi peningkatan kesehatan, bukan promosi kesehatan, hal ini dikarenakan makna yang terkandung dalam istilah promotion of health disini adalah meningkatkan kesehatan seseorang, yaitu melalui asupan gizi seimbang, olahraga teratur, dan lain sebagainya agar orang tersebut tetap sehat, tidak terserang penyakit. Namun demikian, bukan berarti bahwa peningkatan kesehatan tidak ada hubungannya dengan promosi kesehatan. Leavell dan Clark dalam penjelasannya tentang promotion of health menyatakan bahwa selain melalui peningktan gizi dan sebagainya peningkatan kesehatan juga dapat di lakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan (health education) kepada individu dan masyarakat. Usaha ini merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan pada umumnya. Sebagian besar strategi promosi kesehatan termasuk ke dalam pencegahan primer. Seperti peningkatan kesehatan, misalnya: dengan pendidikan kesehatan reproduksi tentang HIV/AIDS; standarisasi nutrisi; menghindari seks bebas dan sebagainya. Perlindungan khusus, misalnya: imunisasi; kebersihan pribadi; atau pemakaian kondom. Menurut Machfoedz Ircham dalam bukunya Pendidikan Kesehatan Bagian dari Promosi Kesehatan, usaha untuk memepertinggi nilai kesehatan diantaranya : 1. Penyediaan makanan sehat cukup kwalitas maupun kwantitas Asupan makanan yang dimakan. Pengawasan terhadap makanan yang dimakan 2. Perbaikan Hyegiene dan Sanitasi Lingkungan. 3. Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain pelayanan kesehatan reproduksi dan pelayanan Keluarga Berencana. 4. Pendidikan kesehatan pada masyarakat diantaranya : Konseling pranikah, saat hamil, persalinan dan menyusui Konseling mengenai seksualitas, kesehatan reproduksi Spesific Protection Di bawah ini merupakan pencegahan primer (specific protection) secara umum yang dapat dilakukan pria, untuk mencegah terjadinya masalah dalam sistem reproduksi. Melakukan pemeriksaan organ reproduksi secara rutin agar kelainan dapat segera ditangani lebih awal. Melindungi testis selama beraktifitas, misalnya dengan tidak menggunakan pakaian teralu ketat sehingga testis tidak kepanasan. Mengurangi kebiasaan mandi dengan air panas. Temperatur yang sejuk diperlukan untuk perkembangan sperma. Menjalankan pola hidup sehat, seperti mengkonsumsi makanan bergizi, cukup olahraga, menghindari penyakit menular seksual, dan menciptakan ketenangan psikis. e)Â Menghindari minuman berakohol dan rokok. (b). Pada Wanita Pada wanita pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah dengan promosi kesehatan dan spesific protection. Pada promosi kesehatan seperti peningkatan kesehatan, misalnya dengan pendidikan kesehatan reproduksi tentang menghindari seks bebas kanker serviks; dan sebagainya. Untuk spesific protection, berikut ada penjelasannya. 1. Pencegahan HIV Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian resiko infeksinya secara umum dapat diabaikan. Pencegahan untuk mengurangi terjadi HIV/AIDS adalah A-B-C-D-E A (abstinensia) = tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. B (befaithful) = jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya. C (condom ) = jika cara A dan B tidak bisa dipatuhi maka gunakanlah condom. D (drugs) = hindari pemakaian narkoba suntik. E (equipment) = jangan memakai alat suntik bergantian. b). Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang mana sasaran utamanya adalah pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang terancam akan menderita penyakit tertentu. Adapun tujuan pada pencegahan sekunder yaitu diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. Adapun beberapa pengobatan terhadap penyakit masalah sistem reproduksi dapat melalui obat dan operasi. Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakaukan pada fase awal patogenik yang bertujuan untuk : Mendeteksi dan melakukan intervensi segera guna menghentikan penyakit pada tahap ini. Mencegah penyebaran penyakit menurunkan intensitas penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit menular. Untuk mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit serta untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan terjadinya cacat yang lebih buruk lagi. Karena rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, maka sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi di masyarakat. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya. Hal ini dapat menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Pencegahan sekunder terdiri dari : 1. Diagnosis dini dan pengobatan segera Artinya semakin dini penyakit diketahui maka semakin mudah menanganinya. Bila dengan deteksi ini ditemui kelainan maka segera dilakukan pemeriksaan diagnostic untuk memastikan diagnosa seperti pemeriksaan biopsy, USG atau mamografi atau kolposcopy. Tujuan utama dari usaha ini adalah : Pengobatan yang setepat-tepatnya dan secepat-cepatnya dari setiap jenis penyakit sehingga tercapai penyembuhan yang sempurna dan segera. Pencegahan penularan kepada orang lain, bila penyakitnya menular. Mencegah terjadinya kecacatan yang diakibatkan sesuatu penyakit. Beberapa usaha deteksi dini di antaranya : Mencari penderita di dalam masyarakat dengan jalam pemeriksaan : misalnya pemeriksaan darah,roentgent paru-paru dan sebagainya serta segera memberikan pengobatan. Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita penyakit yang telah berhubungan dengan penderita penyakit menular (contact person) untuk diawasi agar derita penyakitnya timbul dapat segera diberikan pengobatan dan tindakan-tindakan lain yang perlu misalnya isolasi, desinfeksi dan sebagainya. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat agar mereka dapat mengenal gejala penyakit pada tingkat awal dan segera mencari pengobatan. Masyarakat perlu menyadari bahwa berhasil atau tindaknya usaha pengobatan, tidak hanya tergantung pada baiknya jenis obat serta keahlian tenaga kesehatannya, melainkan juga tergantung pada kapan pengobatan itu diberikan. c). Pencegahan Tersier ODHA perlu diberikan dukungan berupa dukungan psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal mungkin. Misalnya: Memperbolehkannya untuk membicarakan hal-hal tertentu dan mengungkapkan perasaannya. Membangkitkan harga dirinya dengan melihat keberhasilan hidupnya atau mengenang masa lalu yang indah. Menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya. Mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri atau orang lain. Selain itu perlu diberikan perawatan paliatif (bagi pasien yang tidak dapat disembuhkan atau sedang dalam tahap terminal) yang mencakup, pemberian kenyamanan (seperti relaksasi dan distraksi, menjaga pasien tetap bersih dan kering, memberi toleransi maksimal terhadap permintaan pasien atau keluarga), pengelolaan nyeri (bisa dilakukan dengan teknik relaksasi, pemijatan, distraksi, meditasi, maupun pengobatan antinyeri), persiapan menjelang kematian meliputi penjelasan yang memadai tentang keadaan penderita, dan bantuan mempersiapkan pemakaman. 4. Penyakit Demam Chikungunya a. Pencegahan Satu-satunya cara menghindari penyakit ini adalah dengan menghindari/membasmi nyamuk pembawa virusnya. Nyamuk ini senang hidup dan berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih. Serangga yang bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Selain itu, nyamuk ini juga menyenangi tempat yang gelap dan pengap. Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan penyakit demam berdarah dengue. lnsektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan cara pengasapan (fogging), bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung. Namun, pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan cara menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari. Penyakit chikungunya ini berkait dengan kesehatan lingkungan. Kesadaran menciptakan lingkungan yang bersih menjadi keharusan tiap orang. Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan seperti sekarang. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut. Pencegahan individu dapat dilakukan dengan cara khusus seperti penggunaan obat oles kulit (insect repellent) yang mengandung DEET atau zat aktif EPA lainnya. Penggunaan baju lengan panjang dan celana panjang juga dianjurkan untuk dalam keadaan daerah tertentu yang sedang terjadi peningkatan kasus. . Pencegahan Chikungunya ditekankan pada usaha terus-menerus, berkesinambungan, community based, integrated mosquito control, tidak boleh terlalu mengandalkan insektisida baik untuk jentik nyamuk maupun nyamuk dewasa (chemical larvicide atau adulticide). Pencegahan wabah penyakit memerlukan peran serta masyarakat yang terkoordinasi dalam usaha meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit Chikungunya, serta bagaimana mengenali penyakit dan bagaimana mengendalikan nyamuk yang dapat menularkan/menyebarkan penyakit. a). Pencegahan Primordial 1. Peningkatan kesehatan. Rutin melakukan aktivitas fisik (seperti berolahraga) sehingga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh meningkat seiring meningkatnya jumlah sel darah putih untuk melawan segala bentuk penyakit. 2. Pemenuhan gizi Salah satu anjuran untuk mencegah tertularnya chikungunya adalah makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta minumair putih secara rutin. Konsumsi buah-buahan segar atau vitamin bermanfaat untuk menghadapi kondisi tubuh yang menurun setelah beraktivitas berat. Dengan demikian, pemenuhan gizi harus dilakukan dengan baik sehingga fungsi imunitas berjalan optimal dan tercegah dari penularan penyakit demam chikungunya b). Pencegahan Primer Sasaran pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan serta faktor pejamu. Pencegahan dapat dilakukan dengan kegiatan promosi kesehan dan perlindungan khusus. Promosi kesehatan antara lain: 1. Pencegahan gigitan nyamuk Ini bisa dilakukan dengan pemasangan kelambu, penggunaan kasa anti nyamuk, dan pemakaian obat nyamuk oles, bakar, atau semprot. Bardasarkan laporan penelitian , tidur siang berhubungan dengan gigitan nyamuk eades aegypti, sehingga pemakaian baju lengan panjang pada saat tidur siang merupakan upya perlindungan yang penting. 2. Pemberantasan jentik Istilah pemberantasan sarang nyamuk (PSN) sebenarnya kurang tepat karena nyamuk beristirahat disemak-semak, gantungan baju bekas pakai, gorden, dan tempat sejuk dan lembap lainnya. Nyamuk aedes sp. Akan bertelur dipermukaan air yang jernih, seperti tempat penampungan air, vas atau pot bunga, air buangan dispenser, penampungan air AC, dan tempat minum burung. Pemberantasan jentik dibagi menjadi 3 cara, yaitu: Fisik, dengan 3M plus. Biologi, dengan menebar ikan pemakan jentik ditempat penampungan air. Kimiawi, dengan pemberian larvasida (pembasmi larva) berupa: Temephosyang berbentuk granul, dosis 1 ppm atau 10 gram (kurang lebih 1 sendok makan) untuk 100 liter air yang diberikan setiap 3 bulan. InsectGrowthRegulator,sepertimethroprenedanphyriproxipheney angbisamenjagajentiksampai3-6bulan. 3. Pemberantasan nyamuk Ini dilakukan untuk memutus rantai penularan dengan penyemprotan (fogging) massal menggunakan insektisida cair 2 kali dengan selang waktu 1 minggu. Pencegahan primer pada infeksi chikungunya yaitu dengan membasmi nyamuk pembawa virusnya. Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan penyakit demam berdarah dengue. Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes aegypti tidak suka hinggap didinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung. Namun, pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan cara menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari. Sanitasi lingkungan yaitu pada halaman atau kebun disekitar rumah yang harus bersih dari benda-benda yang menungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan, selain itu pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. c). Pencegahan sekunder Sasaran pencegahan ini terutama ditujukan pada mereka yang akan menderita atau dianggap menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita (masa tunas) (Nur, 2006). pencegahan ini meliputi: 1. Diagnosis dini Diagnosis dini dengan pemeriksaan laboratorium yaitu dengan bahan darah vena 5 cc pada fase akut (utama). Pada pemeriksaan hematologi rutin dapat dijumpai kadar hemoglobin yang normal, trombositopenia, leukopenia, atau leukositosis, relatif limfositosis pada hitung jenis dan peningkatan laju endap darah (LED). Pemeriksaan kimia klinis menunjukan fungsi hati yang bisa terganggu apabila terjadi hepatomegali yang ditandai dengan SGOT/SGPT dan bilirubin direk atau total yang meningkat. Pemeriksaan serologi yang lebih pasti dilakukan dengan Rapid Diagnostic Test (RDT), ELISA, hemaglutinase inhibisi (HI), Dan Immunofluorescent Assay (IFA) untuk mendeteksi antibodi antibodi IgM dan IgG atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk memeriksa materi genetik virus (WHO, 2008). 2. Pengobatan Karena belum ada vaksin atau obat untuk virus chikungunya, maka pengobatan diarahkan terutama pada menghilangkan gejala, termasuk nyeri sendi, pengobatan tersebut antara lain: Pengobatan analgetik Obat antipiretik atau analgesik non-aspirin dan anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) diberikan untuk mengurangi demam dan rasa sakit pada persendian serta mencegah kejang. Infus Infus diberikan apabila perlu, terutama bagi penderita yang malas minum. Ini berguna untuk menjaga keseimbangan cairan (widoyono, 2011). d). Pencegahan Tersier Pencegahan tersier pada penyakit ini dengan cara rehabilitasi atau pengobatan suportif yaitu istirahat tirah baring dilakukan untuk mempercepat penyembuhan, bersama dengan penambahan vitamin yang meningkatkan daya tahan tubuh. Penderita sebaiknya diberi minum yang cukup. Rehabilitasi dengan fisioterapi untuk nyeri sendi juga perlu dipertimbangkan 5. Penyakit TBC Paru a. Pencegahan a). Pencegahan Primer 1. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara : Makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna Usahakan setiap hari tidur cukup dan teratur Lakukanlah olahraga di tempat-tempat yang mempunyai udara segar. Meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG. 2. Kebersihan Lingkungan Lengkapi perumahan dengan ventilasi yang cukupMemberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi, misalnya kepadatan hunian.8 b). Pencegahan Sekunder 1. Case Finding : X-foto toraks yang dikerjakan secara massal, uji tuberkulin secara Mountoux, dan bagi imigran yang datang dari negara-negara dengan prevalensi TB Paru yang tinggi dilakukan skrining dengan foto toraks, tes PPD, pemeriksaan BTA dan kultur, bekerjasama dengan WHO. 2. Perawatan khusus penderita dan mengobati penderita. Penderita tuberkulosis yang baru didiagnosa, diberikan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang mempunyai efek sterilisasi sekaligus mempunyai efek yang dapat mencegah pertumbuhan kuman-kuman resisten seperti isoniazid (H), rifampisis (R) dan pirazinamid (Z).11 c). Pencegahan Tersier Membuat stategi menyembuhkan penderita TB Paru yaitu pemberian paduan obat efektif dengan konsep Directly Observed Treatment Short-course (DOTS). Penderita dengan initial drug resitance yang tinggi terhadap INH diberi obat etambutol karena jarang initial resitance terhadap INH. Streptomisin dapat dipakai pada populasi tertentu untuk meningkatkan complance pengobatan. Memberi pengobatan secara teratur dan supervisi yang ketat dalam jangka waktu 9-12 bulan pada acquired resistance (penderita kambuh setelah pengobatan). 6. Penyakit DBD a. Pencegahan a). Pencegahan Primer Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. 1. Surveilans Vektor Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan distribusi, kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vektor. Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei jentik. Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. 2. Pengendalian Vektor 4 Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3 cara pengendalian vektor yaitu : Pengendalian Cara Kimiawi ada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin, organofosfor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut dalam air di tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi. Pengendalian Hayati / Biologik Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian biologis dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme hewan invertebrate atau vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit dan pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis golongan cacing nematoda seperti Romanomarmis iyengari dan Romanomarmis culiforax merupakan parasit yang cocok untuk larva nyamuk. Pengendalian Lingkungan Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari. 7. Penyakit Hepatitis B a. Pencegahan Untuk menurunkan angka kesakitan maupun kematian akibat infeksi VHB perlu dilakukan pencegahan yang meliputi pencegahan primordial, primer, sekunder, dan tersier. a). Pencegahan Primordial Pencegahan primordial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup, maupun kondisi lain yang merupakan faktor risiko untuk munculnya suatu penyakit.26 Pencegahan primordial yang dapat dilakukan adalah : Konsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur serta konsumsi makanan dengan gizi seimbang. Bagi ibu agar memberikan ASI pada bayinya karena ASI mengandung antibodi yang penting untuk melawan penyakit. Melakukan kegiatan fisik seperti olah raga dan cukup istirahat. Dilakukan pencegahan penularan secara parenteral dengan cara menghindari pemakaian darah atau produk darah yang tercemar VHB, pemakaian alat-alat kedokteran yang harus steril, menghindari pemakaian peralatan pribadi terutama sikat, pisau cukur, dan peralatan lain yang dapat menyebabkan luka. Program Imunisasi Pemberian imunisasi hepatitis B dapat dilakukan baik secara pasif maupun aktif. Imunisasi pasif dilakukan dengan memberikan hepatitis B Imunoglobulin (HBIg) yang akan memberikan perlindungan sampai 6 bulan. Imunisasi aktif dilakukan dengan vaksinasi hepatitis B. Dalam beberapa keadaan, misalnya bayi yang lahir dari ibu penderita hepatitis B perlu diberikan HBIg mendahului atau bersama-sama dengan vaksinasi hepatitis B. HBIg yang merupakan antibodi terhadap terhadap VHB diberikan secara intra muskular selambat-lambatnya 24 jam setelah persalinan. Vaksin hepatitis B diberikan selambat-lambatnya 7 hari setelah persalinan. Untuk mendapatkan efektivitas yang lebih tinggi, sebaiknya HBIg dan vaksin hepatitis B diberikan segera setelah persalinan. b). Pencegahan Primer Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum terjadi penyakit ketika seseorang sudah terpapar faktor resiko. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain : Program Promosi Kesehatan Memberikan penyuluhan dan pendidikan khususnya bagi petugas kesehatan dalam pemakaian alat-alat yang menggunakan produk darah agar dilakukan sterilisasi.9 Memberikan penyuluhan kepada masyarakat umumnya agar melaksanakan program imunisasi untuk mencegah penularan hepatSecara konservatif vaksin hepatitis B juga dianjurkan kepada pasangan seksual yang kontak langsung dengan penderita HBsAg positif, kelompok yang mempunyai pasangan seksual berganti-ganti, terutama yang didiagnosa terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS), pasangan homoseksual, pasien yang mendapatkan tindakan pengobatan dengan cuci darah, dan Petugas kesehatan yang sehari-hari kontak dengan darah atau jaringan tubuh penderita HBsAg positif, seperti perawat dan petugas laboratorium. c). Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan terhadap orang yang sakit agar lekas sembuh dan menghambat progresifitas penyakit melalui diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. Pemeriksaan Laboratorium Menurut WHO (1994) untuk mendeteksi virus hepatitis digolongkan dengan tiga (3) cara yaitu : Cara Radioimmunoassay (RIA), Enzim Linked Imunonusorbent Assay (Elisa), imunofluorensi mempunyai sensitifitas yang tinggi. Untuk meningkatkan spesifisitas digunakan antibodi monoklonal dan untuk mendeteksi DNA dalam serum digunakan probe DNA dengan teknik hibridasi.27 Pemeriksaan laboratorium yang paling sering digunakan adalah metode Elisa. Metode Elisa digunakan untuk mengetahui adanya kerusakan pada hati melalui pemeriksaan enzimatik. Enzim adalah protein dan senyawa organik yang dihasilkan oleh sel hidup umumnya terdapat dalam sel. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan enzim dengan penghancurannya. Apabila terjadi kerusakan sel dan peninggian permeabilitas membran sel, enzim akan banyak keluar ke ruangan ekstra sel, keadaan inilah yang membantu diagnosa dalam mengetahui kadar enzim tersebut dalam darah. Penderita hepatitis B juga mengalami peningkatan kadar bilirubin, kadar alkaline fosfat. Pemeriksaan enzim yang sering dilakukan untuk mengetahui kelainan hati adalah pemeriksaan SGPT dan SGOT (Serum Glutamic Pirivuc Transaminase dan Serum Glutamic Oksalat Transaminase). Pemeriksaan SGPT lebih spesifik untuk mengetahui kelainan hati karena jumlah SGPT dalam hati lebih banyak daripada SGOT. Kejadian hepatitis akut ditandai dengan peningkatan SGPT dan SGOT 10-20 kali dari normal, dengan SGPT lebih tinggi dari SGOT. SGPT dan SGOT normal adalah < 42 U/L dan 41 U/L. Pada hepatitis kronis kadar SGPT meningkat 5-10 kali dari normal. Pengobatan Tujuan pengobatan VHB adalah untuk mencegah atau menghentikan radang hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau menghilangkan injeksi. Dalam pengobatan hepatitis B, titik akhir yang sering dipakai adalah hilangnya pertanda replikasi virus yang aktif secara menetap. Obat-obat yang digunakan untuk menyembuhkan hepatitis antara lain obat antivirus, dan imunomulator. Pengobatan antivirus harus diberikan sebelum virus sempat berintegrasi ke dalam denom penderita. Jadi pemberiannya dilakukan sedini mungkin sehingga kemungkinan terjadi sirosis dan hepatoma dapat dikurangi. Yang termasuk obat antivirus adalah interferon (INF). Sedangkan obat imunomodulator yang menekan atau merangsang sistem imun misalnya transfer faktor,immune RNA, dan imunosupresi. d). Pencegahan Tersier Sebagian besar pencegahan penderita hepatitis B akut akan membaik atau sembuh sempurna tanpa meninggalkan bekas. Tetapi sebagian kecil akan menetap dan menjadi kronis, kemudian menjadi buruk atau mengalami kegagalan faal hati. Biasanya penderita dengan gejala seperti ini akan berakhir dengan meninggal dunia. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut maka perlu diadakan pemeriksaan berkala. Sebelum dilaksanakan pembedahan, pada waktu pembedahan, dan pasca pembedahan. 8. Penyakit Difteri a. Pencegahan a). Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan tindakan pencegahan yang dilakukan pada periode pre-patogenesis. Dimana penyakit tersebut seolah-olah belum terjadi, meskipun kontak atau interaksi antar host dan agent sudah ada atau selalu terjadi. Tindakan pencegahan primer bertujuan untuk mengantisipasi agar penyakit tersebut tidak sampai terjadi. Sasaran dari pencegahan primer adalah seluruh masyarakat yang masih sehat dan memiliki resiko tinggi terjangkit penyakit difteri. Upaya yang dapat dilakukan adalah : (a). Promosi kesehatan difteri Promosi kesehatan difteri dapat dilakukan melalui beberapa upaya umum seperti: Pemberian makanan bergizi. Penyediaan sanitasi lingkungan yang bai Kebersihan perorangan Pemeriksaan kesehatan secara berkala Melakukan kegiatan penyuluhan Kegiatan penyuluhan sangatlah penting dimana kegiatan ini memberi penyuluhan kepada masyarakat terutama kepada para orang tua tentang bahaya dari difteria dan perlunya imunisasi aktif diberikan kepada bayi dan anak-anak.Melakukan imunisasi aktif secara luas (massal) Tindakan imunisasi akti merupakan pemberantasan yang efektif yang dilakukan dengan Diphtheria Toxoid (DT). Mengatur jadwal imunisasi (b). Melakukan upaya khusus Upaya khusus ini perlu dilakukan terhadap mereka yang terpajan dengan penderita seperti kepada para petugas kesehatan dengan cara memberikan imunisasi dasar lengkap dan setiap sepuluh tahun sekali diberikan booster. b). Tingkat Pencegahan Sekunder Upaya pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah berlangsung namun belum timbul tanda/gejala sakit (patogenesis awal) dengan tujuan agar proses penyakit tidak berlanjut.Selain itu tujuan lain dari upaya ini adalah untuk menghentikan proses penyakit lebih lanjut serta untuk mencegah komplikasi. Bentuk dari upaya pencegahan sekunder dapat berupa deteksi dini dan pemberian pengobatan yang tepat. Sasaran diagnosis dini dapat dilakukan pada kelompok masyarakat yang tinggal di lingkungan yang tidak terawat dan memiliki kemungkinan beresiko difteri tinggi. Masyarakat di daerahini dapat secara rutin memeriksakan diri ke dokter untuk pencegahan. Beberapa Pencegahan Sekunder Meliputi : (a). Diagnosis dini dan pengobatan segera Diagnosis dini dan pengobatan segera dapat dilakukan melalui pemeriksaan pada seseorang yang mengalami gejala awal dari difteri seperti demam, lesu, pucat, nyeri kepala, dan anorexia. Dilihat juga gejala khususnya, seperti pilek, nyeri menelan atau sesak napas dengan serak dan stridor. Sedangkan gejala akibat eksotoksin bergantung pada jaringan yang terkena seperti miokartidis, paralisis jaringan saraf atau nefritis. Pengobatan umum dan khusus meliputi: Pengobatan Umum Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut-turut.Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu.Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2- 3 minggu. Khusus pada difteria laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan humidifier Pengobatan Khusus Antitoksin : Anti Diptheriar Serum (ADS) Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteria. Antibiotik Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin, melainkan untuk membunuh bakteri dan menghentikan produksi toksin. Pengobatan untuk difteria digunakan eritromisin , Penisilin, kristal aqueous pensilin G, atau Penisilin prokain. Kortikosteroid Dianjurkan pemberian kortikosteroid pada kasus difteria yang disertai gejala. Selain itu upaya pencegahan sekunder dapat dilakukan melalui Laporan kepada petugas kesehatan setempat Isolasi Desinfeksi serentak Karantina Manajemen Kontak Investigasi kontak dan sumber infeksi c). Tingkat Pencegahan Tersier Tingkat pencegahan tersier dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategi-strategi pencegahan sekunder. Pencegahan tersier difokuskan pada perbaikan kembali ke arah stabilitas sistem klien secara optimal. Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat resistansi dan mencegah reaksi timbul kembali atau regresi, sehingga dapat mempertahankan energi.Pencegahan tersier cenderung untuk kembali pada kondisi yang sehat. Sasaran pencegahan tersier adalah para pasien yang sudah terkena difteri dan sudah mendapatkan pengobatan. Pencegahan tersier dapat dilakukan melalui: Disability limitation Mencegah agar penyakit tidak lebih parah lagi atau mencegah agar penderita tidak meninggal. Bila kondisi2 tersebut dapat dilampaui maka penderita mungkin akan sembuh dan ia akan masuk kedalam tahap penyembuhan atau dan ia akan masuk kedalam tahap recovery. Rehabilitation Rehab kedokteran, pendidikan dan pelatihan, sosial, kejiwaan. Terapi profilaktik bagi carrier 9. Penyakit Tifus a). Pencegahan primer Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tidak sakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor risikonya. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara : 1. Imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan Walaupun imunisasi tidak dianjurkan di Amerika Serikat (kecuali pada kelompok yang beresiko tinggi), imunisasi pencegahan Tifus Abdominalis termasuk dalam program pengembangan imunisasi yang dianjurkan di Indonesia. Akan tetapi, program ini masih belum diberikan secara gratis karena keterbatasan sumber daya pemerintah. Oleh sebab itu, orangtua harus membayar biaya imunisasi untuk anaknya. Jenis vaksinasi yang tersedia adalah : Vaksin parenteral utuh Berasal dari sel Salmonella Typhi yang sudah mati. Setiap cc vaksin mengandung sekitar 1 miliar kuman. Dosis untuk anak usia 1-5 tahun adalah 0,1 cc, anak usia 6-12 tahun 0,25 cc, dan dewasa 0,5 cc. Dosis diberikan 2 kali dengan interval 4 minggu. Karena efek samping dan tingkat perlindungannya yang pendek, vaksin jenis ini sudah tidak beredar lagi. Vaksin oral Ty21a Ini adalah vaksin oral yang mengandung Salmonella Typhi strain Ty21a hidup. Vaksin diberikan pada usia minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul setiap 2 hari selama 1 minggu. Menurut laporan, vaksin oral Ty21a bisa memberikan perlindungan selama 5 tahun. Vaksin parenteral polisakarida Vaksin ini berasal dari polisakarida Vi dari kuman Salmonella. Vaksin diberikan secara parenteral dengan dosis tunggal 0,5 cc intra muscular pada usia mulai 2 tahun dengan dosis ulangan (booster) setiap 3 tahun. Lama perlindungan sekitar 60- 70%. Jenis vaksin ini menjadi pilihan utama karena relatif paling aman. Imunisasi rutin dengan vaksin tifoid pada orang yang kontak dengan penderita seperti anggota keluarga dan petugas yang menangani penderita tifoid dianggap kurang bermanfaat, tetapi mungkin berguna bagi mereka yang terpapar oleh carrier. Vaksin oral tifoid bisa juga memberi perlindungan parsial terhadap demam Paratifoid, karena sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang efektif untuk demam Paratifoid. 2. Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat agar menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang pentingnya mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum memegang makanan dan minuman, sediakan fasilitas untuk mencuci tangan secukupnya. Hal ini penting terutama bagi mereka yang pekerjaannya sebagai penjamah makanan dan bagi mereka yang pekerjaannya merawat penderita dan mengasuh anak-anak. b). Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu: (a). Diagnosis klinik Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid. (b). Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama. (c). Diagnosis serologic 1. Uji Widal Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid. Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. 2. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai. Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA. Pencegahan sekunder dapat berupa : Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha surveilans demam tifoid. Perawatan umum dan nutrisi. Pemberian anti mikroba (antibiotik). c). Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak. 10. Penyakit Kusta a). Pencegahan Primodial Pencegahan primodial yaitu upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki faktor resiko penyakit kusta melalui penyuluhan. Penyuluhan tentang penyakit kusta ialah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat oleh petugas kesehatan sehingga masyarakat dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. b). Pencegahan Primer (Primary Prevention) Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan seseorang yang telah memiliki faktor resiko agar tidak sakit. Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor resikonya. Untuk mencegah terjadinya penyakit kusta, upaya yang dilakukan adalah memperhatikan dan menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, personal hygiene, deteksi dini adanya penyakit kusta dan pergerakan peranserta masyarakat untuk segera memeriksakan diri atau menganjurkan orang-orang yang dicurigai untuk memeriksakan diri kepuskesmas. c). Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention) Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan penyakit dini yaitu mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindari komplikasi. Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mengobati penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan. Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan melakukan 24 diagnosis dini dan pemeriksaan neuritis, deteksi dini adanya reaksi kusta, pengobatan secara teratur melalui kemoterapi atau tindakan bedah. d). Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention) Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Rehabilitasi ialah upaya yang dilakukan untuk memulihkan seseorang yang sakit sehingga menjadi manusia yang lebih berdaya guna, produktif, mengikuti gaya hidup yang memuaskan dan untuk memberikan kualitas hidup yang sebaik mungkin, sesuai tingkatan penyakit dan ketidakmampuannya.