Anda di halaman 1dari 223

GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA DAN KONDISI

LINGKUNGAN DALAM RUANGAN TERHADAP KELUHAN


GEJALA ISPA DI TAMAN PENITIPAN ANAK (DAY CARE)
KECAMATAN SUKMAJAYA KOTA DEPOK TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Kesehatan Masyarakat (S.K.M)

Oleh:

Dwi Ayu Noviantari

NIM. 11141010000001

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2018 M
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, 20 Agustus 2018
DWI AYU NOVIANTARI, NIM: 11141010000001
Gambaran Karakteristik Balita dan Kondisi Lingkungan Dalam Ruangan
Terhadap Keluhan Gejala ISPA di Taman Penitipan Anak (Day Care)
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018
(xxii + 174 halaman, 21 tabel, 3 grafik, 3 bagan, 8 gambar, 6 lampiran)
ABSTRAK
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit penyebab
utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular yang menyerang balita.
Berdasarkan Data Dinkes Depok 2017, ISPA pada balita menempati urutan
pertama dari 10 penyakit yang lain dan Kecamatan Sukmajaya menempati urutan
kedua yang memiliki balita ISPA terbanyak. Keluhan gejala ISPA pada balita
disebabkan oleh faktor karakteristik balita dan kondisi lingkungan dalam ruangan
karena balita banyak menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam ruangan
terutama balita yang dititipkan di day care.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik balita dan
kondisi lingkungan dalam ruangan terhadap keluhan gejala ISPA di day care
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok yang dilakukan pada bulan Februari sampai
Juli 2018. Penelitian menggunkan desain studi studi ekologi dengan sampel
seluruh day care sebanyak 8 day care.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi day care yang memiliki
keluhan gejala ISPA pada balita tinggi sama dengan proporsi day care yang
memiliki keluhan gejala ISPA pada balita rendah sebesar 50%. Mayoritas day
care memiliki karakteristik balita berjenis kelamin laki-laki sebesar 75%,
memiliki karakteristik balita status gizi normal sebesar 100%, memiliki
karakteristik balita status imunisasi dasar wajib lengkap sebesar 100%, memiliki
konsentrasi PM10 memenuhi syarat sebesar 100%, memiliki suhu memenuhi
syarat sebesar 75%, memiliki kelembaban tidak memenuhi syarat sebesar 100%,
memiliki pencahayaan tidak memenuhi syarat sebesar 62,5 %, memiliki
kepadatan hunian tidak memenuhi syarat sebesar 75%, dan memiliki luas
ventilasi tidak memenuhi syarat sebesar 100%.
Orang tua balita disarankan untuk melakukan pencegahan ISPA pada balita
dan day care disarankan untuk menjadikan lingkungan selalu sehat dengan
mengatur sirkulasi udara dan pencahayaan dalam ruangan, memelihara tanaman
sebagai barier terhadap polutan, membersihkan peralatan secara rutin, dan
memberikan batas kuota jumlah balita yang dititipkan dengan pertimbangan luas
bangunan di setiap day care.
Kata Kunci: Balita, Keluhan gejala ISPA, Karakteristik balita, Kondisi
lingkungan dlam ruangan, Day care
Daftar Bacaan: 117 (1987 – 2018)

i
FACULTY OF HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Under Graduation Thesis, 20 August 2018
DWI AYU NOVIANTARI, NIM: 11141010000001
Description of Children Under Five Years Characteristics and Indoor
Environment Conditions on Complaints Symptoms of ARI at Day Care
Sukmajaya Sub-District Depok City 2018
(xxii + 174 pages, 21 tables, 6 charts, 8 pictures, 6 attachments)
ABSTRACT
Acute Respiratory Infections (ARI) is a major causes of infectious diseases
are morbidity and mortality that affect children under five years. Based on data
from the Depok Health Office 2017, ARI in children under five years is in the first
ranks of ten diseases and Sukmajaya sub-District is in the second ranks of the
highest number children with ARI. Symptoms of ARI in children under five years
could be caused by children under five years characteristics factors and indoor
environmental conditions because many children under five years spend most of
their time indoors, especially children under five years in day care.
The aims of this study are to describe the children under five years
characteristics and indoor environment conditions towards ARI symptoms
complaint for children under five years in Day Care Sukmajaya Depok, which was
conducted from February to July 2018. This research is an ecological study with 8
day cares in Sukmajaya Depok as the samples.
The results showed that the proportion of day care who had the highest
symptoms of ARI in children under five years was same as the proportion of day
care who had lowest symptoms of ARI in children under five by 50%. The
majority of day care having children under five years males 75%, having children
under five years normal nutritional status 100%, having children under five years
completed basic immunization status 100%, having a PM10 concentration that
eligible 100%, having a temperature that eligible 75%, having humidity don’t
eligible 100%, having the lighting don’t eligible 62.5%, having occupancy density
don’t eligible 75%, and having the ventilation area don’t eligible 100%.
Parents of children under five years is recomended to prevention of ISPA
and day care is recommended to make the healthy environment by regulating air
circulation and indoor lighting, maintaining plants as the barrier against
pollutants, cleaning the equipment regularly, and providing a quota limit on the
number of children under five years who deposited with the reasoning of building
area in each day care.
Keywords: Complaints symptoms of ARI, Children under five years
characteristics, Indoor environmental conditions, Day care
References: 117 (1987 – 2018)

ii
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan sebagai salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Fakultas Ilmu
Kesehatan (FIKES) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ilmu
Kesehatan (FIKES) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Agustus 2018

Dwi Ayu Noviantari

iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi

GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA DAN KONDISI


LINGKUNGAN DALAM RUANGAN TERHADAP KELUHAN GEJALA
ISPA DI TAMAN PENITIPAN ANAK (DAY CARE) KECAMATAN
SUKMAJAYA KOTA DEPOK TAHUN 2018

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Sidang


Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 20 Agustus 2018

Disusun Oleh:

Dwi Ayu Noviantari


NIM: 11141010000001

Mengetahui,

Pembimbing

Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes, Ph.D

NIP. 19750316 200710 2 001

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/ 2018 M
iv
PERNYATAAN PENGESAHAN

GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA DAN KONDISI


LINGKUNGAN DALAM RUANGAN TERHADAP KELUHAN GEJALA
ISPA DI TAMAN PENITIPAN ANAK (DAY CARE) KECAMATAN
SUKMAJAYA KOTA DEPOK TAHUN 2018

Dwi Ayu Noviantari


NIM: 11141010000001

Jakarta, 20 Agustus 2018

Tim Sidang Skripsi

Ketua,

Izza Hananingtyas, S.KM, M.Kes

NIP. 19890216 201403 2 005

Anggota,

Catur Rosidati, S.KM, M.KM Ns. Karyadi, M.Kep, Ph.D


NIP. 19750210 200801 2 018 NIP.19710903 200501 1 007

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

• Data Pribadi
Nama Lengkap : Dwi Ayu Noviantari
Tempat Tanggal Lahir: Jakarta, 20 November 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Palsigunung, RT 008, RW 001, No. 47, Kelurahan
Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, 16451
Email : dwiayunoviantari11@gmail.com
No. HP : 089627403173
• Riwayat Pendidikan
1. TK Nurul Ikhsan IV, lulus pada tahun 2002
2. SD Negeri Tugu 3, lulus pada tahun 2008
3. SMP Negeri 257 Jakarta, lulus pada tahun 2011
4. SMA Negeri 106 Jakarta, lulus pada tahun 2014
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Ilmu Kesehatan, tahun 2014 - sekarang
• Pengalaman Organisasi

2015 : Panitia Pelatihan Juru Pemantau Jentik di UIN


Syarif Hidayatullah Jakarta
2015 – 2016 : Anggota Departemen Penelitian dan Pengembangan
Keilmuan Kepala Sub Bidang Gizi-Kespro Pergerakan
Anggota Muda Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat
Indonesia (PAMI) Jakarta Raya
2015-2016 : Volunteer Greenpeace Youth Indonesia
2016 – 2017 : Badan Pengurus Harian (Sekretaris II) Environmental
Helath Student Association (ENVIHSA) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta

vi
2017 : Volunteer Napak Tilas Proklamasi di Museum Naskah
Proklamasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
RI
2017 : Panitia Pengembangan Seminar Profesi Kesehatan
Lingkungan 2017 dengan tema Healthy Homes for
Healthy City
2017 – Sekarang : Badan Pengurus Harian (Sekretaris I) Environmental
Health Student Association (ENVIHSA) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta

• Pengalaman Praktek Kerja


1. Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas Parigi, Kota Tangerang
Selatan tahun 2016 dan 2017
2. Praktek Kerja Lapangan di seksi Penaatan Lingkungan bidang
Pengendalian dan Penaatan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan
Kebersihan Kota Depok tahun 2018
3. Pengajar di Bimbingan Belajar tahun 2018-sekarang

vii
LEMBAR PERSEMBAHAN

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? dan Kami telah


menghilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu. Dan
kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu, karena sesungguhnya sesudah
kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhan mu lah hendaknya
kamu berharap.” (Q.S. Al Insyirah: 1-8)

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

Bapak dan Mamah yang sangat aku cintai

Kakak yang sangat aku sayangi

Sahabat-sahabatku terkasih

Almamaterku UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

viii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh

Segala Puji dan syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah


SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Karakteristik balita dan
Kondisi Lingkungan Dalam Ruangan Terhadap Keluhan Gejala ISPA di Taman
Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018”
dapat selesai dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat mencapai
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih


kepada :

1. Kedua orang tua tercinta Bapak Muhamid dan Ibu Sri Warni, serta kakak
Sisca Apriyaningrum, S.Pd.I yang selalu ada, siap membantu, mendukung
baik secara moril maupun materil, selalu memberikan motivasi serta do’a
yang tiada henti.
2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph. D, selaku Kepala Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes, Ph.D selaku pembimbing fakultas
yang telah membimbing, memberikan masukan dan arahan selama proses
pembuatan skripsi.

ix
5. Ibu Catur Rosidati, SKM, M.KM, Ibu Izza Hananingtyas, SKM, M.Kes,
Bapak Ns. Karyadi, M.Kep, Ph.D selaku penguji yang telah memberikan
penilaian dan masukan untuk perbaikan dalam penulisan skripsi ini.
6. Pihak Taman Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota
Depok yang telah memberikan izin dan membantu dalam proses
pengambilan data peneltian.
7. Puspa Indah, Atikah Fauziah, Prayogo Pangestu, Agatha Kushandayani,
Regina Tantri, Anggita Rahmalia, Aviana Dwi, dan Amalia Dwi yang telah
memberikan semangat, do’a, dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi.
8. Saffanah Nuriyah, Sarah Maftu Sabila K, Nurul Anisa, Anin Nadiyahtul
Hilma, Siska Hariyanti, Risma Aprillia, Nurul Fathiyah Urfa, dan Sofy Dwi
Sefrani yang juga telah menjadi support system, memberikan do’a,
dukungan, dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini
9. Teman-teman seperjuangan Peminatan Kesehatan Lingkungan 2014
(ENVIHSA’6) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Teman-teman seperjuangan Program Studi Kesehatan Masyarakat 2014
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat
dijadikan sebagai bahan masukan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 20 Agustus 2018

Dwi Ayu Noviantari

x
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................................ ii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN........................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. v
LEMBAR PERSEMBAHAN .................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. viii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xvii
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................. xix
DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xx
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xxii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 6
C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 7
D. Tujuan ............................................................................................................ 8

1. Tujuan Umum .................................................................................... 8


2. Tujuan Khusus ................................................................................... 8

E. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 9

1. Bagi Peneliti ....................................................................................... 9


2. Bagi Masyarakat................................................................................. 9
3. Bagi Pemerintah ................................................................................. 9

a. Dinas Pendidikan Kota Depok ....................................................... 9


a. Puskesmas di Kecamatan Sukmajaya............................................. 9

4. Bagi Taman Penitipan Anak ............................................................ 10


x
5. Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................................. 10

F. Ruang Lingkup Penelitian............................................................................ 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 13

A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ..................................................... 13

1. Pengertian ISPA ............................................................................... 13


2. Etiologi ISPA ................................................................................... 13
3. Klasifikasi ISPA pada Balita............................................................ 14
4. Tanda dan Gejala ISPA .................................................................... 15
5. Diagnosis ISPA ................................................................................ 17
6. Mekanisme Terjadinya ISPA ........................................................... 17

B. Faktor Risiko ISPA ...................................................................................... 18

1. Faktor Agen ...................................................................................... 19

a. Agen Biologi ............................................................................... 19


b. Agen Kimia .................................................................................. 19

1) Nitorgen Oksida (NOx).......................................................... 20


2) Sulfur Oksida (SOx)............................................................... 20

c. Agen Fisika.............. .................................................................... 20


d. Sumber Agen. ............................................................................... 20

1) Sumber Luar Ruangan .......................................................... 21


2) Sumber Dalam Ruangan........................................................ 21
a) Merokok di Dalam Ruangan ............................................. 21
b) Penggunaan Obat Nyamuk Bakar .................................... 22
c) Penggunaan Bahan Bakar Masak ...................................... 22

2. Faktor Karakteristik Balita................................................................23

a. Usia............................................................................................... 23
b. Jenis Kelamin ............................................................................... 23

xi
c. Status Gizi .................................................................................... 25
d. Pemberian ASI Ekslusif ............................................................... 27
e. Status Imunisasi ............................................................................ 28

3. Faktor Kondisi Lingkungan Dalam Ruangan .................................. 28

a. Particulate Matter 10 (PM10)................................................. 29


a) Mekanisme Pajanan PM10 Pada Tubuh Manusia.................29
b) Efek PM10 Terhadap Kesehatan Manusia ......................... 31

b. Suhu Dalam Ruangan ................................................................... 29


c. Kelembaban Dalam Ruangan ....................................................... 33
d. Pencahayaan ................................................................................. 35
e. Kepadatan Hunian ........................................................................ 36
f. Luas Ventilasi ............................................................................... 37
g. Ventilasi Alami ............................................................................ 38
h. Ventilasi Buatan ........................................................................... 39
i. Jenis Lantai .................................................................................. 40
j. Jenis Dinding ............................................................................... 40
k. Jenis Alas .................................................................................... 41
l. Jenis Tempat Tidur....................................................................... 41
4. Faktor Hygiene ................................................................................ 42
a. Kebiasaan Membuka Jendela ...................................................... 42
b. Mencuci Tangan dengan Sabun .................................................. 43
c. Membersihkan Peralatan ............................................................. 43

C. Taman Penitipan Anak (Day Care) ............................................................. 44


D. Studi Ekologi ............................................................................................... 49
E. Kerangka Teori ............................................................................................ 51

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ................ 54

A. Kerangka Konsep ......................................................................................... 54


B. Definisi Operasional .................................................................................... 57

xii
BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................................... 64

A. Desain Penelitian ......................................................................................... 64


B. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 64
C. Populasi dan Sampel .................................................................................... 65

1. Populasi ............................................................................................ 65
2. Sampel .............................................................................................. 65
a. Teknik Pengambilan Sampel................................................................... 66

D. Pengumpulan Data ....................................................................................... 67


E. Instrumen Penelitian .................................................................................... 69
F. Validitas Data............................................................................................... 81
G. Pengolahan Data .......................................................................................... 82
H. Analisis Data ................................................................................................ 84

1. Analisis Univariat............................................................................. 84

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................ 85

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................ 85

1. Letak Geografis ................................................................................ 85


2. Kependudukan.................................................................................. 86
3. Kondisi Cuaca .................................................................................. 87

B. Gambaran Keluhan Gejala ISPA Pada Balita di Taman Penitipan Anak (Day
Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018.............................. 87
C. Gambaran Karakteristik Balita di Taman Penitipan Anak (Day Care)
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 ........................................ 89

1. Jenis Kelamin ................................................................................... 89


2. Status Gizi ........................................................................................ 90
3. Status Imunisasi ............................................................................... 91

D. Gambaran Kondisi Lingkungan Dalam Ruangan di Taman Penitipan Anak


(Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 ..................... 94

xiii
1. Konsentrasi PM10 ............................................................................ 92
2. Suhu ................................................................................................ 93
3. Kelembaban...................................................................................... 94
4. Pencahayaan ..................................................................................... 94
5. Kepadatan Hunian ............................................................................ 95
6. Luas Ventilasi................................................................................... 96

E. Gambaran Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Karakteristik Balita di Taman


Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun
2018.............................................................................................................. 97

1. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Jenis Kelamin .......................... 98


2. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Status Gizi ............................... 99
3. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Status Imunisasi ....................... 99

F. Gambaran Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kondisi Lingkungan Dalam


Ruangan di Taman Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota
Depok Tahun 2018 .................................................................................... 100

1. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Konsentrasi PM10 .................. 101


2. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Suhu ....................................... 101
3. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kelembaban ........................... 102
4. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Pencahayaan .......................... 103
5. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kepadatan Hunian ................. 104
6. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Luas Ventilasi ........................ 105

BAB VI PEMBAHASAN....................................................................................... 106

A. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 106


B. Gambaran Keluhan Gejala ISPA Pada Balita di Taman Penitipan Anak (Day
Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018............................ 107
C. Gambaran Kondisi Lingkungan Dalam Ruangan di Taman Penitipan Anak
(Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 ................... 112

xiv
1. Konsentrasi PM10 Dalam Ruangan di Day Care Kecamatan
Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 ............................................. 112
2. Suhu Dalam Ruangan di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota
Depok Tahun 2018 ......................................................................... 114
3. Kelembaban Dalam Ruangan di Day Care Kecamatan Sukmajaya
Kota Depok Tahun 2018 ................................................................ 116
4. Pencahayaan di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018 .................................................................................... 117
5. Kepadatan Hunian di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018 .................................................................................... 118
6. Luas Ventilasi di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018 .................................................................................... 119

D. Gambaran Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Karakteristik Balita di Taman


Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun
2018............................................................................................................ 120

1. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Jenis Kelamin Balita di Day Care


Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 .......................... 120
2. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Status Gizi Balita di Day Care
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 .......................... 123
3. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Status Imunisasi Balita di Day
Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 ................. 131

E. Gambaran Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kondisi Lingkungan Dalam


Ruangan di Taman Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota
Depok Tahun 2018 .................................................................................... 134

1. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Konsentrasi PM10 di Day Care


Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 .......................... 134
2. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Suhu di Day Care Kecamatan
Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 ............................................. 141

xv
3. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kelembaban di Day Care
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 .......................... 144
4. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Pencahayaan di Day Care
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 .......................... 146
5. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kepadatan Hunian di Day Care
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 .......................... 148
6. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Luas Ventilasi di Day Care
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 .......................... 151

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 155

A. Simpulan .................................................................................................... 155


B. Saran .......................................................................................................... 158

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 163


LAMPIRAN ............................................................................................................ 175

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi ISPA Pada Bayi dan Balita .................................................... 15

Tabel 2.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks ....... 26
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian ................................................................ 57
Tabel 4.1 Kode Variabel ........................................................................................... 83
Tabel 5.1 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepdatan Penduduk Setiap Kelurahan87
Tabel 5.2 Gambaran Keluhan Gejala ISPA Pada Balita di Taman Penitipan Anak
(Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 .................. 88
Tabel 5.3 Gambaran Konsentrasi PM10 di Taman Penitipan Anak (Day Care)
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 ...................................... 92
Tabel 5.4 Gambaran Suhu Dalam Ruangan di Taman Penitipan Anak (Day Care)
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 ...................................... 93
Tabel 5.5 Gambaran Kelembaban Dalam Ruangan di Taman Penitipan Anak (Day
Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 ........................... 94
Tabel 5.6 Gambaran Pencahayaan Dalam Ruangan di Taman Penitipan Anak (Day
Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 ........................... 95
Tabel 5.7 Gambaran Kepadatan Hunian di Taman Penitipan Anak (Day Care)
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 ...................................... 96
Tabel 5.8 Gambaran Luas Ventilasi di Taman Penitipan Anak (Day Care)
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 ...................................... 97
Tabel 5.9 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Jenis Kelamin Balita di
Taman Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018 .............................................................................................. 98
Tabel 5.10 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Status Gizi Balita di Taman
Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun
2018 ......................................................................................................... 99
Tabel 5.11 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Status Imunisasi Balita di
Taman Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018 ............................................................................................ 100

xvii
Tabel 5.12 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Konsentrasi PM10 di
Taman Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018 .............................................................................................. 101
Tabel 5.13 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Suhu di Taman Penitipan
Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018 .... 102
Tabel 5.14 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kelembaban di Taman
Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun
2018 ....................................................................................................... 103
Tabel 5.15 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Pencahayaan di Taman
Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun
2018 ....................................................................................................... 103
Tabel 5.16 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kepadatan Hunian di
Taman Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018 ............................................................................................ 104
Tabel 5.17 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Luas Ventilasi di Taman
Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun
2018 ....................................................................................................... 105

xviii
DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Balita di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota
Depok Tahun 2018 ................................................................................... 89

Grafik 5.2 Distribusi Status Gizi Balita di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota
Depok Tahun 2018 ................................................................................... 90
Grafik 5.3 Distribusi Status Imunisasi Balita di Day Care Kecamatan Sukmajaya
Kota Depok Tahun 2018 ........................................................................... 91

xix
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian ........................................................................ 53
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ..................................................................... 56
Bagan 4.1 Pengumpulan Data Primer ........................................................................ 67

xx
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan Luas <10 m2 78
Gambar 4.2 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan Luas 10 m2 –
100 m2 ..................................................................................................... 78
Gambar 4.3 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan Luas >100 m279
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kecamatan di Kota Depok Tahun 2016 ........................... 88
Gambar 6.1 Sansiviera ............................................................................................. 140
Gambar 6.2 Scindapsus aureus ................................................................................ 140
Gambar 6.3 Aglaonema............................................................................................ 140
Gambar 6.4 Spathipyllum ......................................................................................... 140

xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ............................................................................ 175
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian............................................................................. 181
Lampiran 3. Surat Izin Peminjaman Alat dan Pengukuran Konsentrasi PM10 ........ 182
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Konsentrasi PM10 ................................................... 183
Lampiran 5. Hasil Output SPSS ............................................................................... 184
Lampiran 6. Dokumentasi Lapangan ....................................................................... 198

xxii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering

dijumpai di masyarakat dengan gejala ringan sampai berat (Kementerian

Kesehatan RI, 2009). Penyakit ISPA menjadi penyebab utama morbiditas dan

mortalitas penyakit menular di dunia. Menurut WHO (2016) kasus ISPA di

seluruh dunia sebanyak 18,8 miliar dan kematian sebanyak 4 juta orang per

tahun. Tingkat mortalitas penyakit ISPA sangat tinggi pada balita, anak-anak,

dan orang lanjut usia terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita

rendah dan menengah (WHO, 2007). Kasus ISPA di Indonesia pada tahun

2015 menempati urutan pertama sebanyak 25.000 jiwa se-Asia Tenggara

pada tahun 2015 (WHO, 2016).

Berdasarkan data Riskesdas, kasus ISPA di Indonesia memiliki period

prevalence pada tahun 2007 sebesar 25,5% lalu menurun pada tahun 2013

sebesar 25% (Kementerian Kesehatan RI, 2008, 2013a). Sementara itu,

period prevalence kasus ISPA di Jawa Barat pada tahun 2007 sebesar 24,73%

dan meningkat pada tahun 2013 sebesar 24,8% (Kementerian Kesehatan RI,

2008, 2013a). Dari data tersebut dapat terlihat period prevalence ISPA di

Jawa Barat lebih rendah dari period prevalence nasional, namun mengalami

peningkatan kasus sekitar 0,02%.

1
2

Kasus ISPA tersebar di kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat,

khususnya di Kota Depok. Berdasarkan data Riskesdas Provinsi Jawa Barat,

period prevalence kasus ISPA di Kota Depok sebesar 20,6% pada tahun 2007

dan pada tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 23,6% (Kementerian

Kesehatan RI, 2009, 2013b). Kasus ISPA di Kota Depok menempati urutan

ke-17 dari 26 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat (Kementerian

Kesehatan RI, 2013b). Walaupun kasus ISPA di Kota Depok tidak

menempati urutan 10 besar, namun mengalami peningkatan kasus yang

menandakan masalah ISPA belum dapat diminimalisir. Berdasarkan data

Dinas Kesehatan Kota Depok tahun 2017, penyakit ISPA pada balita berusia

0 sampai <5 tahun merupakan penyakit yang menempati urutan pertama dari

10 penyakit yang ada di Rumah Sakit dan Puskesmas Kota Depok, dimana

penderita ISPA pada balita sebesar 31,27% (Dinas Kesehatan Kota Depok,

2017). Hal tersebut menandakan bahwa penyakit ISPA merupakan penyakit

yang banyak diderita oleh balita di Kota Depok.

Tingginya kasus ISPA pada balita tidak terlepas dari adanya pengaruh

kualitas udara. Kualitas udara dapat mengalami perubahan seiring dengan

meningkatnya aktivitas pembangunan fisik kota, kegiatan transportasi, dan

pusat-pusat industri (Fauzia dan Kusumayati, 2014). Meningkatnya aktivitas

tersebut memengaruhi udara luar dan dalam ruangan untuk mentransmisikan

debu, virus, maupun bakteri penyebab ISPA. Kualitas udara yang buruk

menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana sekitar 1,6 juta jiwa

meninggal setiap tahunnya (WHO, 2017). Penyebab kematiannya adalah


3

polusi karena asap rokok dan paparan debu (particulate matter) dengan

diameter ≤10 mikron (PM10) di dalam ruangan (WHO, 2016). Menurut

Breysse, et al (2010) menyatakan bahwa proporsi kematian pada balita karena

kualitas udara yang buruk adalah sebesar 36%. Oleh sebab itu, kualitas udara

dalam ruangan menjadi hal yang harus diperhatikan karena pada saat ini

balita lebih banyak menghabiskan waktu mereka di dalam ruangan terutama

balita yang dititipkan di taman penitipan anak dari pagi hingga sore hari.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sun dan Sundell, et al (2011)

menyatakan bahwa balita dapat terkena ISPA saat balita berada di day care

selama lebih dari 20 jam dalam seminggu. Hal tersebut menandakan bahwa

semakin lama balita di day care, balita tersebut rentan untuk terkena penyakit.

Taman penitipan anak (day care) merupakan bagian dari pendidikan anak

usia dini jalur nonformal dengan rentang usia 0 sampai 6 tahun yang

berfungsi sebagai tempat tinggal sementara bagi anak saat orang tua bekerja

dari pagi hingga sore hari (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,

2015). Anak yang berada di day care lebih rentan terhadap penyakit infeksi

dibandingkan dengan anak yang diasuh di rumah (Kumalasari, 2016).

Beberapa penyakit yang sering mengancam risiko anak di day care antara lain

diare, giardiasis, hepatitis A, infeksi telinga, batuk, dan flu (Hoog, et al,

2014). Hal tersebut dapat terjadi karena anak di day care lebih lama

menghabiskan waktunya dan sering berinteraksi dengan orang lain dalam satu

ruangan yang tidak menutup kemungkinan terjadi penularan virus dan bakteri

penyebab ISPA.
4

Kondisi lingkungan dalam ruangan di day care juga menyebabkan

terjadinya ISPA, seperti pada penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa

ruangan yang memiliki konsentrasi PM10 di atas baku mutu (>70 μg/m3)

terdapat 84,3% balita mengalami keluhan gejala ISPA. Hal tersebut terjadi

karena PM10 mengendap di dalam saluran pernapasan sehingga menyebabkan

pembengkakan mukosa dinding saluran pernapasan dan saluran pernapasan

menjadi sempit sehingga dapat menyebabkan balita terkena keluhan gejala

ISPA (Hayati, 2017). Penelitian Hattaka, et al (2010) juga menyatakan bahwa

day care yang kecil dan padat penghuni terdapat 65% balita yang terkena

ISPA (Hattaka, et al, 2010). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh

Kumalasari (2016) menyatakan bahwa di day care dengan jenis lantai, jenis

dinding, luas ventilasi, jenis ventilasi, pencahayaan, suhu, dan kelembaban

yang tidak memenuhi syarat terdapat 66,7% balita yang mengalami ISPA.

Faktor risiko lain yang dapat menyebabkan ISPA pada balita adalah

faktor hygiene, dimana sebesar 33,3% balita di day care yang tidak mencuci

tangan dengan sabun dapat terkena ISPA (Kumalasari, 2016). Selain itu,

karakteristik karakteristik balita di day care, yakni jenis kelamin, pemberian

ASI, dan status gizi juga dapat menyebabkan balita terkena ISPA (Hernandez,

et al, 1999; Sun dan Sundell, 2011).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di dua tempat day

care Kota Depok menunjukkan bahwa dari dua day care tersebut, semua day

care (100%) memiliki balita yang mengalami keluhan gejala ISPA. Selain itu,

berdasarkan pengukuran yang dilakukan di dalam ruangan menunjukkan


5

bahwa kedua day care tersebut memiliki kondisi ruangan yang lembab yakni

lebih dari 60% dan padat penghuni yakni kurang dari 10 m2/orang. Ruangan

yang lembab dan padat penghuni dapat meningkatkan potensi perkembangan

bakteri patogen penyebab ISPA.

Apabila ditinjau dari segi lokasi, day care di Kecamatan Sukmajaya Kota

Depok termasuk dalam area yang berisiko untuk berkembangnya penyakit

ISPA. Hal ini dikarenakan pada tahun 2017, kasus ISPA pada balita di

Kecamatan Sukmajaya menempati urutan kedua tertinggi dari 11 kecamatan

di Kota Depok yakni sebanyak 8.561 balita (Dinas Kesehatan Kota Depok,

2017). Walaupun kasus ISPA di Kecamatan Sukmajaya menempati urutan

kedua namun Kecamatan Sukmajaya merupakan kecamatan yang menempati

urutan pertama paling padat penduduk di Kota Depok yakni sebanyak 15.600

orang/km2 (BPS Kota Depok, 2016). Pada beberapa studi diketahui bahwa

semakin banyak jumlah penduduk menandakan area itu semakin padat dan

semakin padat jumlah penduduk penularan penyakit ISPA lebih mudah

terjadi. Padatnya penduduk dapat memengaruhi kondisi kualitas udara, karena

semakin banyak penduduk yang menghuni suatu tempat maka produksi uap

air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) akan meningkat sehingga menjadikan

kondisi lembab dan meningkatkan perkembangan patogen penyakit ISPA

(Asriati et al, 2015; Suryani et al, 2015).

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai gambaran karakteristik balita dan kondisi lingkungan


6

dalam ruangan terhadap keluhan gejala ISPA di day care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok.

B. Rumusan Masalah

Taman penitipan anak (day care) merupakan tempat berkumpulnya anak

usia 0 sampai 6 tahun dari pagi sampai sore hari, maka dari itu anak yang

berada di day care lebih rentan terhadap penyakit infeksi, salah satunya

adalah penyakit ISPA. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan

di dua tempat day care di Kota Depok menunjukkan bahwa dari dua day care

tersebut, semua day care (100%) memiliki balita yang mengalami keluhan

gejala ISPA. Selain itu, berdasarkan pengukuran yang dilakukan di dalam

ruangan menunjukkan bahwa kedua day care tersebut memiliki kondisi

ruangan yang lembab yakni lebih dari 60% dan padat penghuni yakni kurang

dari 10 m2/orang. Keluhan gejala ISPA yang terjadi pada balita di day care

disebabkan karena kualitas udara dalam ruangan. Kualitas udara dalam

ruangan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dalam ruangan (PM10, suhu,

kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian, luas ventilasi, jenis ventilasi,

jenis dinding, jenis lantai, jenis alas, dan jenis tempat tidur. Selain itu, faktor

hygiene serta karakteristik balita di day care juga menyebabkan terjadinya

penyakit ISPA.

Letak day care yang berada di kecamatan yang menempati urutan kedua

tertinggi kejadian ISPA dan padat penduduk juga berkontribusi menyebabkan

terjadinya ISPA pada balita. Selain itu, belum ada penelitian sebelumnya
7

mengenai karakteristik balita dan kondisi lingkungan dalam ruangan terhadap

keluhan gejala ISPA di day care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok. Oleh

sebab itu, peneliti ingin mengangkat permasalahan tersebut.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan gejala ISPA pada balita di day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018?

2. Bagaimana gambaran karakteristik balita (jenis kelamin, status gizi, dan

status imunisasi) di day care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun

2018?

3. Bagaimana gambaran kondisi lingkungan dalam ruangan (PM10, suhu,

kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian, dan luas ventilasi) di day

care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018?

4. Bagaimana gambaran keluhan gejala ISPA berdasarkan karakteristik balita

(jenis kelamin, status gizi, dan status imunisasi) di day care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok tahun 2018?

5. Bagaimana gambaran keluhan gejala ISPA berdasarkan kondisi

lingkungan dalam ruangan (PM10, suhu, kelembaban, pencahayaan,

kepadatan hunian, dan luas ventilasi) di day care Kecamatan Sukmajaya

Kota Depok tahun 2018?


8

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran karakteristik balita dan kondisi lingkungan dalam

ruangan terhadap keluhan gejala ISPA di day care Kecamatan Sukmajaya

Kota Depok tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran keluhan gejala ISPA pada balita di day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018.

b. Mengetahui gambaran karakteristik balita (jenis kelamin, status gizi,

dan status imunisasi) di day care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok

tahun 2018.

c. Mengetahui gambaran kondisi lingkungan dalam ruangan (PM10,

suhu, kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian, dan luas ventilasi)

di day care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018.

d. Mengetahui gambaran keluhan gejala ISPA berdasarkan karakteristik

balita (jenis kelamin, status gizi, dan status imunisasi) di day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018.

e. Mengetahui gambaran keluhan gejala ISPA berdasarkan gambaran

kondisi lingkungan dalam ruangan (PM10, suhu, kelembaban,

pencahayaan, kepadatan hunian, dan luas ventilasi) di day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018.


9

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengalaman bagi peneliti

mengenai karakteristik balita dan kondisi lingkungan dalam ruangan yang

dapat menyebabkan keluhan gejala ISPA pada balita di day care.

2. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan pengetahuan

bagi masyarakat, khususnya orang tua yang menitipkan anaknya di day care

terkait hal-hal yang dapat menyebabkan ISPA pada balita di day care dan

dapat berpartisipasi untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada balita.

3. Bagi Pemerintah

a. Dinas Pendidikan Kota Depok

Menjadi bahan informasi bagi Unit Pengelola Teknis Pendidikan

Anak Usia Dini Formal dan Nonformal Dinas Pendidikan Kota Depok

mengenai pengelolaan day care yang tidak sesuai dengan Petunjuk

Teknis Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak di Indonesia dan

menjadi bahan masukan untuk segera membuat Surat Operasional

Prosedur (SOP) pemantauan lingkungan dan kesehatan di day care.

b. Puksesmas di Kecamatan Sukmajaya

Dapat menjadi masukan bagi Puskesmas dalam perencanaan program

pengendalian ISPA pada balita dengan membentuk kader pengendalian


10

ISPA untuk melakukan promosi kesehatan (penyuluhan dan memberikan

leaflet atau poster) ke setiap day care terkait pencegahan penyakit ISPA

dan terjalinnya kerjasama antara Unit Pengelola Teknis Pendidikan Anak

Usia Dini Formal dan Nonformal Dinas Pendidikan Kota Depok dengan

Puskesmas di Kecamatan Sukmajaya (Puskesmas Sukmajaya, Pondok

Sukmajaya, Abadijaya, dan Baktijaya) untuk melakukan pemantauan

lingkungan dan kesehatan balita di setiap day care.

4. Bagi Taman Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota

Depok

Penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi day care terkait

pencegahan penyakit ISPA di day care. Selain itu, dapat menjadi bahan

masukan dan evaluasi bagi day care untuk menjaga kesehatan balita di day

care dan kondisi lingkungan tetap bersih dan sehat, khususnya kondisi

lingkungan dalam ruangan day care, sehingga balita yang berada di day

care tersebut dapat terhindar dari penyakit ISPA.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lebih

lanjut mengenai faktor karakteristik balita dan kondisi lingkungan dalam

ruangan maupun faktor lain yang memengaruhi atau menyebabkan keluhan

gejala ISPA pada balita di day care.


11

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan karakteristik balita (jenis

kelamin, status gizi, dan status imunisasi) dan kondisi lingkungan dalam

ruangan (PM10, suhu, kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian, dan luas

ventilasi) terhadap keluhan gejala ISPA di day care Kecamatan Sukmajaya

Kota Depok tahun 2018. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari hingga Juli

2018. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain studi

ekologi, dimana unit analisis yang diteliti adalah populasi day care. Sampel

dalam penelitian ini adalah 8 day care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok.

Sumber data penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan untuk mendapatkan data individu diolah

menjadi data agregat (populasi) yang diperoleh dari wawancara dengan

menanyakan keluhan gejala ISPA kepada orang tua balita, status gizi dengan

menanyakan usia balita, status imunisasi dasar wajib dengan menanyakan

riwayat imunisasi pada balita sesuai usia, dan kepadatan hunian dengan

menanyakan jumlah karakteristik balita di day care kepada pengasuh di day

care, observasi dengan melihat keluhan gejala ISPA pada balita dan

membuktikan jawaban riwayat imunisasi dasar wajib pada balita yang

diberikan orang tua balita dengan data yang ada di dalam Kartu Menuju Sehat

(KMS), dan pengukuran untuk mendapatkan data agregat, yakni data

konsentrasi PM10 menggunakan Haz Dust EPAM 5000 selama 1 jam, suhu,

kelembaban, dan pencahayaan menggunakan environmental meter selama 10

menit untuk pengukuran suhu serta kelembaban dan sampai hasil pengukuran
12

stabil untuk pengukuran pencahayaan, serta kepadatan hunian dan luas

ventilasi menggunakan roll meter. Sedangkan pengumpulan data sekunder

diperoleh dari situs internet (website) untuk mengetahui jumlah day care di

Kecamatan Sukmajaya dan diperoleh dari setiap day care untuk mengetahui

daftar balita di day care.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

1. Pengertian ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran pernapasan mulai dari

hidung sampai alveoli termasuk jaringan adneksa yang meliputi sinus,

rongga telinga tengah, dan pleura (Kementerian Kesehatan RI, 2011b).

Menurut WHO (2007) ISPA merupakan salah satu penyakit menular saluran

pernapasan atas atau bawah yang disebabkan oleh agen infeksius dan dapat

menimbulkan berbagai penyakit, yakni penyakit tanpa gejala atau infeksi

ringan dan penyakit yang parah atau mematikan. Penyakit ISPA dibedakan

menjadi dua, yaitu infeksi saluran pernapasan atas dan infeksi saluran

pernapasan bawah. Infeks saluran pernapasan atas meliputi pilek, faringitis,

difteri, laringitis, rhinitis, sinusitis, otitis media, dan influenza tanpa

komplikasi. Sedangkan infeksi saluran pernapasan bawah meliputi

pneumonia dan bronchitis (Corwin, 2009).

2. Etiologi ISPA

ISPA disebabkan oleh agen biologi, agen fisik, dan agen kimia. Agen

biologi penyebab ISPA meliputi lebih dari 300 jenis bakteri, virus, riketsia,

dan jamur. Bakteri penyebab ISPA berasal dari genus Streptococcus,

Stafilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium.

13
14

Virus penyebab ISPA berasal dari virus golongan Micsovirus, Adenovirus,

Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus, dan sebagainya.

Sedangkan jamur penyebab ISPA berasal dari Aspergillus sp, Candida

albicarns, dan Histoplasma. (Kementerian Kesehatan RI, 2002).

Selain agen biologi, agen fisik dan agen kimia juga menyebabkan ISPA.

Agen kimia meliputi polutan asap kendaraan bermotor, polutan aktivitas

industri, dan bahan bakar minyak. Sedangkan agen fisika meliputi makanan

dan benda asing seperti debu dan biji-bijian yang menjadi penyebab ISPA

(Widoyono, 2008).

Keanekaragaman penyebab ISPA tergantung dari usia, kondisi tubuh,

dan kondisi lingkungan (Fillacano, 2013). Penelitian yang dilakukan di

Amerika Serikat didapatkan bahwa penyebab terbesar penyakit ISPA yang

terjadi pada anak berusia 1 bulan hingga 6 tahun adalah Streptococcus

pneumonia dan heamophillus influenza serotype B (Schwartz, et al, 1994;

Wattimena, 2004). Sedangkan sekitar 60-70% kejadian ISPA pada anak 4

bulan sampai 4 tahun disebabkan oleh bakteri (Wattimena, 2004).

3. Klasifikasi ISPA

Klasifikasi ISPA dibedakan menjadi pneumonia berat, pneumonia, dan

bukan peneumonia menurut kelompok usia dari usia 0 bulan sampai

kurang dari 5 tahun. Berikut tabel 2.1 klasifikasi ISPA pada bayi dan

balita berserta gejala yang dialami:


15

Tabel 2.1 Klasifikasi ISPA Pada Bayi dan Balita

Kelompok Klasifikasi Tanda Penyerta Selain Batuk dan atau


Usia Sukar Bernafas

<2 Bulan Pneumonia Nafas cepat ≥60 kali/menit atau tarikan


Berat kuat dinding dada bagian bawah ke dalam

Bukan Tidak ada nafas cepat dan tidak ada


Pneumoniatarikan dada bagian bawah ke dalam
2 Bulan - PneumoniaTarikan dinding dada bagian bawah ke
<5 Tahun Berat dalam (chest indrawing)
PneumoniaNafas cepat sesuai golongan usia
• 2 bulan - <1 tahun : ≥50 kali/menit
• 1 - <5 tahun : ≥40 kali/menit
Bukan Tidak ada nafas cepat dan tidak ada
Pneumonia tarikan dada bagian bawah ke dalam
Sumber: Kementerian Kesehatan RI, 2011b

Pada tabel diatas, klasifikasi bukan pneumonia yang dimaksud adalah

penyakit-penyakit ISPA di luar pneumonia seperti batuk, pilek bukan

pneumonia (common cold, pharyngitis, tonsillitis, dan otitis) (Kementerian

Kesehatan RI, 2011b).

4. Tanda dan Gejala ISPA

Tanda dan gejala yang biasa dialami oleh penderita ISPA bukan

pneumonia, yakni demam dengan suhu lebih dari 37°C, batuk, hidung

berair, nyeri atau radang tenggorokan, tidak ada tarikan dinding dada ke

dalam, dan tidak ada nafas cepat (Kementerian Kesehatan RI, 2011b;

WHO 2007). Timbulnya gejala pada penderita berlangsung cepat, biasanya

dalam waktu 3 hari dan akan menurun gejalanya dalam waktu 7 sampai 14

hari (WHO, 2007).


16

Departemen Kesehatan RI (2004) membagi tanda dan gejala ISPA

menjadi tiga, yaitu gejala ISPA ringan, gejala ISPA sedang, dan gejala

ISPA berat.

a. Gejala ISPA Ringan

Seorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan

satu atau lebih gejala-gejala seperti batuk, suara serak saat berbicara

atau menangis, pilek, dan demam dengan suhu badan lebih dari 37°C.

b. Gejala ISPA Sedang

Seorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika ditemukan

satu atau lebih gejala-gejala seperti afas cepat (fast breathing) sesuai

usia, untuk usia <2 bulan frekuensi nafas ≤60 kali/menit, untuk usia 2

sampai <1 tahun frekuesi nafas ≥50.menit, dan untuk usia 1 sampai <5

tahun frekuensi nafas ≥40 kali/menit, suhu tubuh lebih dari 39°C,

tenggorokan berwarna merah, timbul bercak merah pada kulit seperti

campak, telinga sakit, dan nafas berbunyi seperti mendengkur.

c. Gejala ISPA Berat

Seorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika ditemukan satu

atau lebih gejala-gejala ringan dan sedang seperti bibir atau kulit

membiru, tidak sadar atau kesadaran menurun, sela iga tertarik ke

dalam pada waktu bernafas, tampak gelisah, denyut nadi cepat >60

kali/menit atau tidak teraba, nafas berbunyi seperti mendengkur, dan

tenggorokan berwarna merah.


17

5. Diagnosis ISPA

Diagnosis ISPA dilakukan bila ingin mengetahui seseorang menderita

ISPA atau tidak. Diagnosis ISPA dilakukan dengan tiga cara, yaitu

pemeriksaan dengan wawancara atau anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemerikasaan laboratorium. Pemeriksaan dengan wawancara dilakukan

dengan menanyakan keluhan gejala yang dirasakan terkait ISPA.

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan memeriksakan suara nafas yang

terdengar dan pemeriksaan hidung serta tenggorokan. Sedangkan

pemeriksaan laboratorium dilakukan bila diperlukan untuk kebutuhan

lebih lanjut (Kementerian Kesehatan RI, 2012).

6. Mekanisme Terjadinya ISPA

ISPA merupakan penyakit yang dapat menyebar melalui udara

(airborne disease). ISPA dapat menular bila agen penyebab ISPA, seperti

virus, bakteri, jamur, serta polutan yang ada di udara masuk dan

mengendap di saluran pernapasan sehingga menyebabkan pembengkakan

mukosa dinding saluran pernapasan dan saluran pernapasan tersebut

menjadi sempit. Agen mengiritasi, merusak, menjadikan kaku atau

melambatkan gerak rambut getar (cilia) sehingga cilia tidak dapat

menyapu lendir dan benda asing yang masuk di saluran pernapasan.

Pengendapan agen di mucociliary transport (saluran pengahasil mukosa)

menimbulkan reaksi sekresi lendir yang berlebihan (hipersekresi). Bila hal

itu terjadi pada anak-anak, kelebihan produksi lendir tersebut akan meleleh

keluar hidung karena daya kerja mucociliary transport sudah melampaui


18

batas. Bila terjadi pada orang dewasa, lendir yang berlebihan dan agen

yang mengendap akan disapu ke arah faring hingga ditelan masuk ke

saluran makanan. Oleh sebab itu akan terjadi kelainan motilitas pada cilia,

sehingga terjadi penumpukan lendir yang harus dikeluarkan melalui

mekanisme batuk (Lipfert, 1994). Batuk dan lendir yang keluar dari

hidung itu menandakan bahwa seseorang telah terkena ISPA.

Seseorang yang terkena ISPA bisa menularkan agen penyebab ISPA

melalui transmisi kontak dan transmisi droplet. Transmisi kontak

melibatkan kontak langsung antar penderita dengan orang sehat, seperti

tangan yang terkontaminasi agen penyebab ISPA. Transmisi droplet

ditimbulkan dari percikan ludah penderita saat batuk dan bersin di depan

atau dekat dengan orang yang tidak menderita ISPA. Droplet tersebut

masuk melalui udara dan mengendap di mukosa mata, mulut, hidung, dan

tenggorokan orang yang tidak menderita ISPA (WHO, 2007). Agen yang

mengendap tersebut menjadikan orang yang tidak sakit ISPA menjadi sakit

ISPA.

B. Faktor Risiko ISPA Pada Balita

Menurut teori John Gordon, proses terjadinya penyakit pada manusia dapat

disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara faktor agen penyakit,

penjamu (host), dan lingkungan. Mengacu pada teori tersebut, terjadinya ISPA

pada balita disebabkan karena ketidakseimbangan oleh beberapa faktor, yaitu

faktor agen, faktor karakteristik balita (host), faktor lingkungan. Selain itu,
19

faktor hygiene juga dapat menyebabkan ISPA (Kementerian Kesehatan RI,

2016a; WHO, 2007).

1. Faktor Agen

a. Agen Biologi

Agen biologi merupakan salah satu faktor risiko yang dapat

menyebabkan penyakit ISPA. Lebih dari 300 jenis bakteri, virus, riketsia,

dan jamur yang dapat menyebabkan penyakit ISPA. Bakteri penyebab

ISPA berasal dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pneumococcus,

Hemofillus, Bordetella, dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA

berasal dari virus golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus,

Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus, dan sebagainya. Sedangkan

jamur penyebab ISPA, diantaranya Aspergillus sp, Candida albicarns,

dan Histoplasma. (Kementerian Kesehatan RI, 2002). Menurut

Kementerian Kesehatan RI (2002) jumlah mikroorganisme yang

diperbolehkan ada di udara dalam ruangan yaitu <700 cfu/m3.

b. Agen Kimia

Agen kimia merupakan zat kimia yang berada di dalam tubuh maupun

luar tubuh, seperti nitrogen oksida (NOx) dan sulfur oksida (SOx) yang

tidak bisa dilihat dengan kasat mata dan dapat menyebabkan penyakit

ISPA.
20

1) Nitrogen Oksida (NOx)

Nitrogen oksida berasal dari kegiatan industri, seperti pembakaran

batu bara di pabrik, pembangkit energi listrik, dan emisi gas buang

kendaraan bermotor (Fauzi, et al, 2016). Nitrogen oksida (NOx) bila

bereaksi dengan oksigen akan berubah menjadi nitrogen dioksida yang

akan berdampak pada saluran pernapasan, seperti iritasi pada selaput

lendir mata, hidung, tenggorokan, dan paru-paru (Wiyandari, 2010).

2) Sulfur Oksida (SOX)

Sulfur oksida merupakan salah satu gas yang berada di udara

ambien yang berasal dari kegiatan industri (Sutresna, 2008). Selain

itu, gas sulfur dioksida (SO2) juga dapat menyebabkan iritasi pada

sistem pernapasan, seperti pada selaput lendir hidung, tenggorokan,

dan saluran udara di paru-paru (Yuligawati, 2014).

c. Agen Fisik

Agen fisik merupakan agen penyakit yang dapat dilihat, dirasakan, dan

diukur. Agen fisik yang dapat memengaruhi terjadinyan ISPA adalah

makanan, benda asing, dan debu (Widoyono, 2008).

d. Sumber Agen

Agen fisik, kimia, dan biologi berada di ruangan berasal dari

berbagai sumber, baik itu berasal dari luar ruangan maupun di dalam

ruangan.
21

1) Sumber Luar Ruangan

Sember dari luar ruangan yang dapat menyebabkan agen untuk

berada di dalam ruangan, yakni asap kendaraan bermotor, kompor,

pembakaran kayu dan perapian, debu dari kontruksi, kebakaran hutan,

pembakaran sampah, sumber industri, dan debu yang berasal dari

lahan terbuka seperti halaman atau lapangan, pembakaran batu bara di

pabrik, dan pembangkit energi listrik (California Environmental

Protection Agency, 2009).

2) Sumber Dalam Ruangan

a) Merokok di Dalam Ruangan

Salah satu pencemar udara dalam ruang adalah rokok.

Rokok mempunyai kontribusi yang besar untuk menyebabkan

kesakitan akibat ISPA dan kematian akibat ISPA (WHO, 2016).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2015)

menyatakan bahwa balita yang berada dengan orang merokok di

dalam ruangan berisiko untuk terkena ISPA (Sugihartono dan

Nurjazuli, 2012). Hal ini disebabkan karena kondisi tubuh balita

yang rentan dan asap yang dikeluarkan dari rokok merangsang

produksi mukus dan menurunkan pergerakan silia sehingga

menurunkan pergerakan udara dan meningkatkan risiko

pertumbuhan mikroorganisme di saluran pernapasan.


22

b) Penggunaan Obat Nyamuk Bakar

Penggunaan obat nyamuk bakar berdampak pada kesehatan

karakteristik balita rumah karena dari pembakaran obat nyamuk

tersebut, asap yang keluar meninggalkan zat kimia residu. Zat

kimia residu tersebut dalam terhirup dan mengendap dalam tubuh

serta menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan (Indahsari,

2016).

Hasil penelitian Halim (2012) menyatakan bahwa balita

yang tinggal di dalam ruangan menggunakan obat nyamuk bakar

berisiko, terkena ISPA. Hal ini disebabkan karena balita terpapar

asap yang keluar dari obat nyamuk dan menganggu saluran

pernapasan.

c) Penggunaan Bahan Bakar Masak

Penggunaan bahan bakar seperti kayu bakar dan minyak

tanah untuk memasak menyebabkan pencemaran udara di dalam

ruangan dan berdampak pada kesehatan karakteristik balitanya

terutama bagi anak-anak yang seringkali terpapar. Asap yang

keluar dari bahan bakar untuk memasak adalah partikulat, sulfur

oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, florida, aldehida, dan

senyawa karbon masuk ke dalam saluran pernapasan yang

mengganggu pergerakan silia dan memperbanyak produksi mukus

(Bruce, 2000).
23

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2015)

menyatakan bahwa penggunaan bahan bakar untuk memasak

berpengaruh terhadap kejadian ISPA. Hal ini disebabkan karena

asap yang berasal dari hasil pembakaran kayu mengandung banyak

karbon monoksida. Bayi dan anak yang sering menghisap asap

tersebut di dalam rumah lebih mudah terserang ISPA.

2. Faktor Karakteristik Balita

a. Usia

Usia yang paling rawan untuk terena penyakit ISPA adalah usia bayi

dan balita. Hal ini disebabkan karena kelompok usia bayi dan balita

merupakan kelompok usia yang memiliki kekebalan tubuh belum

sempurna, sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi

(Rahajoe, 2008). Menurut Kementerian Kesehatan RI (2002) balita yang

berusia <2 bulan memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena ISPA

dibandingkan dengan balita dengan usia 2 bulan sampai 5 tahun. Selain

itu, menurut penelitian Sun dan Sundell (2011) menyatakan bahwa balita

berusia 1 sampai 3 tahun di day care yang mengalami ISPA sebesar

42,1% dan balita berusia 4 sampai 6 tahun di day care yang mengalami

ISPA sebesar 57,9%. Hal tersebut menandakan bahwa balita yang berusia

≥4 tahun lebih beresiko mengalami ISPA.

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko kejadian ISPA.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Iskandar (2015) menyatakan


24

bahwa balita berjenis kelamin laki-laki berisiko terkena penyakit ISPA.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Koch, et al (2003) menyatakan

bahwa anak laki-laki berisiko untuk terkena penyakit ISPA. Selain itu,

Sun dan Sundell (2011) menyatakan bahwa anak laki-laki beresiko

terkena ISPA. Hal ini disebabkan karena aktivitas fisik balita laki-laki

yang lebih aktif bila dibandingkan dengan balita perempuan sehingga

memungkinkan balita laki-laki lebih sering terpapar agen penyebab

ISPA.

Balita laki-laki yang aktif membutuhkan oksigen (O2) untuk

metabolisme tubuhnya dan bernapas. Laki-laki pada umumnya

memerlukan oksigen normal sebesar 4-5 liter sedangkan kebutuhan

oksigen pada perempuan hanya 3-4 liter (Pearce, 2009). Banyaknya

kebutuhan oksigen (O2) yang diperlukan oleh tubuh, maka produksi uap

air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) ketika mengeluarkan napas juga

akan meningkat. Meningkatnya uap air (H2O) dan karbon dioksida (CO2)

akan menjadikan kondisi dalam ruangan lembab dan meningkatkan

perkembangan patogen penyakit ISPA (Asriati, et al, 2012 ; Suryani et al

2015).

Selain itu, seseorang yang memiliki jenis kelamin laki-laki tidak

mempunyai hormon 17 ß-estradiol, hormon tersebut hanya dimiliki

perempuan, dimana fungsi hormon tersebut menstabilkan dan

meningkatkan reaksi imunitas bila terjadi infeksi di dalam tubuh.

Sehingga laki-laki memiliki kekebalan tubuh yang lebih rendah


25

dibandingkan perempuan untuk terkena agen penyebab ISPA (Falages,

2007).

c. Status Gizi

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia.

Akibat kekurangan gizi akan menyebabkan beberapa efek serius seperti

kegagalan dalam pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya

perkembangan dan kecerdasan. Selain itu, dapat menyebabkan terjadinya

penurunan produktifitas, menurunnya daya tahan tubuh terhadap

penyakit yang akan meningkatkan risiko kesakitan salah satunya adalah

ISPA (Marimbi, 2010).

Berdasarkan Kementerian Kesehatan RI (2011a) penilaian status gizi

seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan

antropometri. Untuk usia bayi dan anak-anak dapat dipakai salah satu

dari empat macam indikator antropometri, yaitu berat badan menurut usia

(weigt for age), panjang badan menurut usia (height for age), berat badan

menurut tinggi badan (weight for heigt), dan lingkar lengan atas kiri (left

mid upper arm circumference). Kategori penilaian status gizi pada balita

dapat dilihat berdasarkan indeks yang bersumber dari Kementerian

Kesehatan RI. Berikut tabel 2.2 kategori dan ambang batas status gizi

anak berdasarkan indeks:


26

Tabel 2.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak


Berdasarkan Indeks

Indeks Kategori Ambang Batas (Z-


Status Gizi Score)
BB/U (Usia 0 Gizi Buruk < -3SD
sampai 60 Gizi Kurang -3 SD sampai dengan <
bulan) -2 SD
Gizi Baik - 2 SD sampai dengan 2
SD
Gizi Lebih < 2 SD
TB/U (Usia 0 Sangat < -3 SD
sampai 60 Pendek
bulan) Pendek -3 SD sampai dengan <
-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2
SD
Tinggi >2 SD
BB/TB atau Sangat Kurus < -3 SD
IMT/U(Usia 0 Kurus -3 SD sampai dengan <
sampai 60 -2 SD
bulan) Normal >2 SD
Gemuk < -3 SD
IMT/U (Usia Sangat Kurus < -3 SD
5 sampai 18 Kurus -3 SD sampai dengan <
tahun) -2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 1
SD
Gemuk >1 SD sampai dengan 2
SD
Obesitas > 2 SD
Sumber: Kementerian Kesehatan RI, 2011a

Indikator yang paling sering dipakai untuk penilaian status gizi pada bayi

dan anak-anak adalah berat badan menurut usia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Getrudis (2010)

menyatakan bahwa balita dengan status gizi kurang berisiko untuk


27

mengalami kejadian ISPA. Hal ini disebabkan karena faktor daya tahan

tubuh yang lemah pada balita gizi kurang, sehingga balita lebih mudah

terserang ISPA terutama ISPA berat dalam jangka waktu yang lama.

Balita dengan status gizi yang kurang (malnutrisi) mudah terkena

penyakit infeksi. Gizi yang kurang akan menurunkan imunitas seluler,

kelenjar timus dan tonsil menjadi atrofik, serta jumlah T-limfosit

berkurang sehingga tubuh akan lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu,

malnutrisi dapat menganggu proses fisiologis saluran pernapasan dalam

hal proteksi terhadap agen penyakit, terutama agen penyebab ISPA

(Hadiana, 2013).

d. Pemberian ASI Eksklusif

ASI adalah komponen yang paling utama bagi bayi sampai balita

berusia 2 tahun dalam memenuhi pertumbuhan dan perkembangan

psikososialnya. ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh karena ASI

mengandung zat kekebalan 10 sampai 17 kali lebih banyak dari susu

formula. Selain itu, ASI dapat menurunkan kemungkinan bayi terkena

penyakit infeksi, penyakit alergi, telinga, batuk, dan pilek (Suhandayani,

2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Sun dan Sundell (2011) menyatakan

bahwa balita yang tidak diberi ASI Ekslusif berisiko terkena ISPA.

Selain itu, penelitian Fillacano (2013) juga menyatakan bahwa balita

yang tidak diberi ASI ekslusif berisiko terkena ISPA. Hal ini disebabkan

karena ASI mengandung immunoglobin yang dapat mencegah penyakit


28

infeksi dan mengandung asam lemak tak jenuh yang sangat penting bagi

pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam kata lain ASI memiliki

daya protektif terhadap kejadian ISPA.

e. Status Imunisasi

Imunisasi dasar wajib pada balita diberikan untuk menjaga kesehatan

balita dari berbagai macam penyakit. Pemberian imunisasi dasar wajib

pada balita dari 0 sampai <5 tahun secara lengkap meliputi hepatitis B

sebanyak 4 kali pada usia 0 bulan dan 2 sampai 4 bulan, DPT sebanyak 4

kali pada usia 2 sampai 4 bulan dan usia 18 bulan, polio sebanyak 5 kali

pada usia 0 atau 1 sampai 4 bulan dan usia 18 bulan, BCG sebanyak 1

kali pada usia antara 0 sampai 2 bulan, campak sebanyak 2 kali pada usia

9 bulan dan 18 bulan, dan MMR sebanyak 1 kali pada usia 15 bulan

secara lengkap akan mengurangi angka kesakitan dan kematian penyakit

pneumonia, hepatitis B, difteri, pertusis, tetanus, TBC, poliomyelitis, dan

campak (Kementerian Kesehatan RI, 2016b).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugihartono dan

Nurjazali (2012) menyatakan bahwa balita yang tidak mendapatkan

imunisasi dasar secara lengkap dan teratur berisiko terkena penyakit

ISPA. Hal ini disebabkan karena fungsi imunisasi dasar dapat mencegah

balita terkena penyakit infeksi.

3. Faktor Kondisi lingkungan Dalam Ruangan

Salah satu penyebab terjadinya ISPA adalah rendahnya kualitas udara

dalam ruangan yang memengaruhi lingkungan, khususnya kondisi


29

lingkungan (Kementerian Kesehatan RI, 2011b). Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Kumalasari (2016) menyatakan bahwa faktor kondisi

lingkungan di day care memengaruhi terjadinya ISPA.

a. Keberadaan Polutan Particulate Matter 10 (PM10) di Dalam Ruangan

PM10 adalah sebuah istilah yang digunakan untuk suatu campuran

bahan yang meliputi asap, jelaga, debu, garam, asam, dan gas yang

ditemui di udara. Partikel ini berukuran ≤10 mikrometer dengan tebal

sekitar se per tujuh ketebalan rambut manusia. Apabila partikel ini

terhirup akan terjebak di hidung, mulut atau tenggorokan manusia

(California Environmental Protection Agency, 2009; National Pollutant

Inventory, 2013).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1077/MENKES/PER/V/2011, batas konsentrasi PM10 di dalam ruangan

sebesar ≤70 μg/m3 dalam 24 jam (Kementerian Kesehatan RI, 2011c).

Bila konsentasi PM10 melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan

maka dalam ruangan tersebut telah tercemar oleh PM10.

1) Mekanisme Pajanan PM10 Pada Tubuh Manusia

Partikel debu masuk ke dalam tubuh melalui proses inhalasi.

Dalam proses inhalasi, partikel debu secara umum mengalami tiga

proses sampai akhirnya bisa mengakibatkan efek kesehatan pada

individu. Berikut proses mekanisme pajanan partikel debu (Mukono,

2003):
30

a) Proses Inersia

Pada proses ini partikel debu bergerak di dalam saluran

pernapasan. Saluran pernapasan yang lurus akan membuat debu

mengikuti aliran udara masuk ke dalam saluran pernapasan. Bila

partikel debu memiliki massa partikel yang besar, seperti PM10

tidak dapat terdorong oleh aliran udara sehingga PM10 tersebut

akan menempel dan mengedap di saluran pernapasan atas.

b) Proses Sedimentasi

Proses sedimentasi ini terjadi di bronki dan bronkiolus.

Pada proses ini debu dengan ukuran 3-5 mikrometer akan

mengendap dan menempel pada mukosa bronkiolus, sedangkan

yang berukuran 1-3 mikrometer langsung ke permukaan

alveolus paru.

c) Gerak Brown

Debu bergerak dengan gerak brown terjadi pada partikel

debu yang mempunyai ukuran 0,1 mikrometer. Dengan adanya

udara gesekan pada mekanisme memungkinkan partikel debu

membentur dinding alveolus dan akhirnya tertimbun.

Partikel yang mempunyai diameter lebih besar dari 5

mikrometer akan terkumpul dan mengendap di dalam saluran

pernapasan atas, terutama hidung dan tenggorokan. Hal tersebut

menyebabkan pembengkakan mukosa dinding saluran


31

pernapasan dan saluran menjadi sempit. PM10 mengiritasi,

merusak, menjadikan kaku atau melambatkan gerak cilia

sehingga cilia tidak dapat menyapu lendir dan PM10 yang masuk

di saluran pernapasan. Pengendapan PM10 juga menimbulkan

reaksi sekresi lendir yang berlebihan, dimana kelebihan

produksi lendir akan meleleh keluar dari hidung dan akan disapu

kearah faring sampai ditelan masuk ke saluran makanan yang

menyebabkan muncul tanda dan gejala penyakit ISPA yaitu

pilek dan batuk (Lipfert, 1994).

2) Efek PM10 Terhadap Kesehatan Manusia

PM10 merupakan salah satu jenis polutan yang paling berbahaya

dari semua jenis polutan di udara. hal ini disebabkan karena ukuran

partikel yang kecil dapat masuk ke dalam saluran pernapasan hingga

ke paru-paru bahkan dapat masuk ke dalam aliran darah sehingga

dapat mempengaruhi paru-paru dan jantung (Environmental

Protection Agency, 2016). PM10 juga dapat meningkatkan jumlah

dan tingkat keparahan serangan asma, menyebabkan atau

memperparah bronkitis dan penyakit paru-paru lainnya serta

mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi terutama pada

populasi yang berisiko seperti anak-anak dan lansia (California

Environmental Protection Agentcy, 2009).

Berdasarkan laporan WHO-Europe tahun 2004, kenaikan 1

μg/m3 di atas baku mutu konsentrasi PM10 dapat menimbulkan


32

peningkatan saluran pernapasan sebesar 5,59 kasus per 100.000

orang per tahun (WHO, 2003). Efek jangka pendek dari PM10 dapat

menimbulkan batuk, nafas cepat, dada terasa sakit, dan iritasi mata.

Sedangkan efek jangka panjang dari PM10 dapat menimbulkan

penurunan fungsi paru-paru, gangguan penyakit pernapasan pada

anak-anak, kematian janin dari ibu yang menderita penyakit paru-

paru (Environmental Helath Agency, 2014).

b. Suhu Dalam Ruangan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1077/MENKES/PERV/2011, syarat suhu ideal dalam ruangan adalah

18°C-30°C (Kementerian Kesehatan RI, 2011c). Suhu menjadi faktor

pendukung untuk berkembangbiaknya agen biologi penyebab penyakit

ISPA. Suhu optimum untuk tumbuh dan berkembangnya bakteri patogen

yaitu pada suhu 37,5°C.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Luiz, et.al (2012) menyatakan

bahwa ketika suhu udara menurun, virus ISPA cenderung meningkat. Hal

itu disebabkan karena suhu yang rendah akan menyebabkan kelembaban

menjadi tinggi. Tingginya kelembaban menjadi pencetus virus ISPA

untuk berkembangbiak. Selain itu, berdasarkan penelitian Nam, et al

(2010) suhu udara yang meningkat dapat meningkatkan emisi partikulat

bertahan lama di udara.

Suhu udara dalam ruangan dapat dipengaruhi oleh sirkulasi udara

dan pencahayaan. Sirkulasi yang kurang lancar menjadikan ruangan


33

terasa pengap dan kelembaban menjadi tinggi (Kementerian Permukiman

dan Prasarana Wilayah, 2002). Suhu ruangan yang rendah dengan

kelembaban tinggi menyebabkan kondisi polutan di udara semakin padat

sehingga konsentrasi pencemar akan semakin tinggi dan dapat

menyebabkan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri di dalam

ruangan dan (Broaddus, et al., 2015). Selain itu, suhu yang tinggi di

dalam ruangan akan membuat sirkulasi udara menjadi tidak berpindah

sehingga menyebabkan polutan dalam atmosfir menjadi kering dan

ringan sehingga dapat melayang dan bertahan lama di udara. Hal itu

menyebabkan polutan terperangkap dan tidak menyebar sehingga

menimbulkan penyakit bagi individu seperti penyakit jantung, asma, dan

penyakit saluran pernapasan lainnya (Halim, 2012).

c. Kelembaban Dalam Ruangan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1077/MENKES/PER/V/2011, syarat untuk kelembaban udara dalam

ruangan adalah kelembaban dengan persentase 40% sampai 60%

(Kementerian Kesehatan RI, 2011c). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Getrudis (2010) menyatakan bahwa balita yang berada di

ruangan yang memiliki kelembaban tidak memenuhi syarat berisiko

terkena penyakit ISPA. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Irawan

dan Sutomo (2017) menyatakan bahwa semakin tinggi kelembaban maka

semakin meningkat kasus ISPA. Hal ini disebabkan kelembaban yang

tidak memenuhi syarat >60% akan menyebabkan berkembangbiaknya


34

organisme patogen maupun organisme yang bersifat alergen dan

kelembaban <40% dapat menimbulkan ketidaknyamanan, iritasi mata,

gangguan sinus, dan kekeringan pada membran mukosa seperti

tenggorokan.

Kelembaban udara dalam ruang dipengaruhi oleh sirkulasi udara

dalam rumah dan pencahayaan alami rumah (Suryani, 2015).

Kelembaban udara yang tinggi dapat menyebabkan suburnya

pertumbuhan mikroorganisme patogen dan allergen. Semakin tinggi

kelembaban dalam ruang dapat memengaruhi penurunan daya tahan

tubuh seseorang dan dapat meningkatkan kerentanan tubuh terhadap

penyakit terutama infeksi pernapasan (Kementerian Kesehatan RI,

2011b). Selain itu, kelembaban udara yang tinggi menandakan uap air di

udara juga tinggi. Uap air yang tinggi akan bereaksi dengan polutan di

udara, dimana polutan udara seperti debu akan meningkat dan

menangkap partikel polutan lainnya sehingga beberapa polutan tersebut

akan membentuk partikel yang berukuran lebih besar. Partikel yang lebih

besar tersebut lebih mudah mengendap di permukaan bumi (Christiani,

2016).

Sedangkan kelembaban yang rendah dapat menyebabkan

kekeringan atau iritasi pada membran mukosa serta gangguan sinus.

Selain itu, kelembaban yang rendah akan meningkatkan konsentrasi

partikulat. Hal ini disebabkan kelembaban yang rendah akan

menyebabkan kondisi udara semakin kering sehingga membuat polutan


35

menjadi kering dan ringan. Oleh sebab itu, polutan tersebut dapat

melayang dan bertahan lama di udara dan akan meningkatkan risiko

orang untuk terpapar polutan tersebut (Cahyadi, 2016; Kementerian

Kesehatan RI, 2011b).

d. Pencahayaan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1077/MENKES/PER/V/2011, syarat pencahayaan dalam ruangan

dianggap baik yakni minimal 60 lux. Apabila cahaya terlalu tinggi akan

mengakibatkan kenaikan suhu pada ruangan.

Ruangan yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, khususnya

cahaya matahari yang mengandung sinar ultraviolet dengan panjang

gelombang 253,7 nm yang dapat membunuh virus, bakteri, maupun

jamur dalam ruangan seperti virus, bakteri, maupun jamur penyebab

ISPA dan TBC (Halim, 2012). Sinar ultraviolet akan merusak DNA

bakteri, virus, maupun jamur, sehingga tidak mampu bereproduksi dan

akhirnya bakteri, virus, maupun jamur mati (Sari, et al, 2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Halim (2012)

menyatakan bahwa balita yang berada di dalam ruangan dengan

pencahayaan yang tidak memenuhi syarat berisiko terkena ISPA. Hal ini

disebabkan karena pencahayaan yang tidak memenuhi syarat tidak dapat

mematikan agen penyebab ISPA sehingga agen tersebut tetap berada di

dalam ruangan.
36

e. Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian dalam ruangan memengaruhi terjadinya ISPA.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1077/MENKES/PER/V/2011, kepadatan hunian yang memenuhi syarat

apabila luas lantai rumah dibagi dengan jumlah karakteristik balita yaitu

≥10 m2/orang.

Keadaan tempat yang padat dapat meningkatkan faktor polusi

dalam ruangan. Semakin padat jumlah penghuni di dalam rumah

penularan penyakit ISPA lebih mudah terjadi, karena semakin banyak

penghuni maka produksi uap air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) dalam

ruang akan meningkat sehingga menjadikan kondisi dalam ruangan

lembab (Asriati, et al, 2012 ; Suryani et al 2015). Kondisi yang lembab

tersebut dapat menyebabkan polutan akan meningkat dan menangkap

partikel polutan lainnya sehingga beberapa polutan tersebut akan

membentuk partikel yang berukuran lebih besar. Partikel yang lebih

besar tersebut lebih mudah mengendap di permukaan bumi dan bertahan

lama di permukaan bumi (Christiani, 2016). Selain itu, jumlah penghuni

yang banyak dengan luas ruangan yang kecil menyebabkan berkurangnya

ruang bagi setiap penghuni sehingga kontak antar penghuni lebih sering

dan lebih lama, akibatnya apabila ada penderita ISPA maka lebih mudah

terjadi penularan ke penghuni lainnya (Noviya, 2012).


37

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Hattaka, et al (2010)

menyatakan bahwa balita balita yang dititipkan di taman penitipan anak

(day care) yang padat karakteristik balita dengan kapasitas ≥20 orang

berisiko untuk terkena ISPA. Selain itu, penelitian lain menyebutkan

bahwa balita yang dititipkan di day care yang padat penghuni berisiko

terkena ISPA dibandingkan balita yang dititipkan di day care yang tidak

padat penghuni (Collet, et al, 1991; Fleming, et al, 1987). Hal ini

disebabkan semakin banyak penghuni berkumpul dalam suatu ruangan

kemungkinan mendapatkan risiko untuk terjadinya penyakit akan lebih

mudah.

f. Luas Ventilasi

Luas ventilasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 yaitu minimal 10% luas

lantai. Luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥10% dari

luas lantai, sedangkan yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah

<10% dari luas lantai. Luas ventilasi yang kurang akan menyebabkan

suplai udara segar yakni oksigen (O2) masuk ke dalam ruangan tidak

mencukupi, sementara pengeluaran udara kotor yakni karbon dioksida

(CO2) dalam ruangan juga tidak maksimal. Tidak cukupnya ventilasi juga

akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena

terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.

Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk bakteri–bakteri

penyebab penyakit dan polutan di udara (Notoatmodjo, 2003).


38

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suhandayani (2007),

balita yang tinggal dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi standar

berisiko terkena ISPA. Hal ini disebabkan karena ventilasi yang tidak

memenuhi syarat menandakan pertukaran udara yang buruk sehingga

menimbulkan gangguan kesehatan bagi karakteristik balita.

g. Ventilasi Alami

Ventilasi alami merupakan proses penyediaan udara segar ke dalam

ruangan dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara

alami. Ventilasi alami berfungsi untuk mengalirkan udara di dalam

ruangan secara alami melalui jendela, pintu, dan lubang angin

(Notoatmodjo, 2003).

Ventilasi alami yang cukup menghasilkan sirkulasi yang baik.

Sirkulasi yang baik menyebabkan udara dapat bergerak atau bertukar

sehingga akan mengurangi jumlah mikroorganisme. Sebaliknya bila

sirkulasi tidak baik menyebabkan udara relatif tidak bergerak atau ada

pergerakan namun sedikit dan tidak mampu mengganti udara berkualitas

buruk dengan udara bersih atau segar, sehingga memperbanyak jumlah

mikroorganisme di dalam ruangan (Moerdjoko, 2004).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zuarimi, et al (2007)

menyatakan bahwa balita yang berada di ruangan dengan ventilasi alami

yaitu jendela, lubang angin, dan pintu tidak terbuka berisiko terkena

ISPA. Hal ini disebabkan ventilasi alami yang kurang dapat

menyebabkan kenaikan kelembaban yang disertai penguapan cairan


39

tubuh dan kulit. Apabila udara kurang mengandung uap air maka udara

terasa kering dan apabila udara banyak mengandung uap air maka udara

akan basah dan bila dihirup dapat menyebabkan gangguan dan fungsi

paru (Padmonobo, 2012).

h. Ventilasi Buatan

Ventilasi buatan merupakan proses penyediaan udara segar ke dalam

ruangan dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara

buatan. Ventilasi buatan dilakukan dengan alat mekanis maupun elektrik

seperti kipas angin, exhauster, dan Air Conditioner (AC) yang

berpengaruh terhadap perumbuhan mikroorganisme (Notoatmodjo,

2003).

Hasil penelitian Moerdjoko (2004) menunjukkan jumlah koloni

mikroorganisme yang menggunakan AC lebih sedikit dibandingkan

mikroorganisme dari ruangan yang tidak menggunakan AC. Hal tersebut

dikarenakan pada ruang yang menggunakan AC, suhu dan kelembaban

diatur oleh alat tersebut sehingga kondisi udara menjadi media yang

kurang menguntungkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Oleh sebab

itu ruangan memerlukan adanya kipas angin maupun AC agar di dalam

ruangan selalu ada pergerakan atau sirkulasi udara.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Zuarimi, et al (2007) juga

menyatakan bahwa balita yang berada di day care yang tidak memiliki

ventilasi buatan atau ventilasi buatan tidak digunakan saat kegiatan

berisiko untuk terkena ISPA. Hal tersebut dikarenakan jumlah udara


40

segar lebih rendah di AC, exhauster, serta kipas angin dan menghasilkan

CO2 yang tinggi sehingga memudahkan bakteri untuk tinggal di dalam

ruangan.

i. Jenis Lantai

Jenis lantai yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi media

perkembangbiakan bakteri penyebab ISPA. Lantai yang baik adalah

lantai dalam keadaan kering dan tidak lembab. Selain itu, lantai harus

diplester, diubin atau keramik, mudah dibersihkan, dan dapat cepat

kering bila dibersihkan (Kementerian Kesehatan RI, 1999).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuwono (2008)

menunjukkan bahwa balita berada di ruangan dengan jenis lantai yang

tidak memenuhi syarat berisiko terkena ISPA. Hal ini disebabkan karena

lantai yang tidak rapat air dan tidak didukung dengan ventilasi yang baik

dapat menimbulkan peningkatan kelembaban dan kepengapan yang akan

memudahkan penularan penyakit.

j. Jenis Dinding

Jenis dinding yang memenuhi syarat, yakni tidak tembus pandang

terbuat dari bahan yang tahan terhadap cuaca, rata dan dilengkapi dengan

sarana ventilasi untuk sirkulasi udara. Jenis dinding yang baik harus

dapat dibersihkan sehingga tidak menyebabkan penumpukan debu atau

lembab (Oktaviani, 2015). Bila dinding rumah terbuat dari anyaman

bambu maupun dari kayu umumnya banyak berdebu yang dapat menjadi

media bagi virus atau bakteri untuk terhirup karakteristik balita rumah
41

(Yuwono, 2008). Hasil penelitian Yuwono (2008) menunjukkan bahwa

balita yang berada di ruangan dengan jenis dinding yang tidak memenuhi

syarat berisiko terkena ISPA. Hal itu dikarenakan dinding yang tidak

baik dapat menjadi media agen penyeba ISPA berkembangbiak.

k. Jenis Alas

Jenis alas seperti karpet dan tikar dapat menjadi sumber penyebab

polusi udara dalam ruangan (Fitria, et al, 2008). Penggunaan karpet dan

tikar di dalam ruangan dapat menjadi tempat untuk debu, virus, bakteri,

dan jamur menempel. Debu, virus, bakteri, dan jamur yang menempel di

karpet dan tikar akan terhirup oleh saluran pernapasan. Secara tidak

langsung jenis alas menjadi media untuk debu, virus, bakteri, dan jamur

di dalam ruang menempel atau mengendap.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Celedon, et al (1999)

menyatakan bahwa penggunaan karpet dan tikar di dalam ruangan

berisiko untuk menyebabkan penyakit ISPA. Hal tersebut dikarenakan

karpet dan tikar menjadi media untuk agen menempel maka

kemungkinan akan terhirup.

l. Jenis Tempat Tidur

Jenis tempat tidur terbagi ke dalam dua jenis, yakni tempat tidur

berbahan busa dan tempat tidur berbahan kapuk. Jenis tempat tidur dapat

menjadi sumber polusi udara dalam ruang (Fitria, et al, 2008). Ketika

anak tidur menggunakan tempat tidur berbahan busa dan kapuk yang

tidak tertutup dengan sprei atau pelindung lainnya maka partikel-partikel


42

dari bahan tersebut akan terhirup. Secara tidak langsung dapat

menyebabkan gangguan saluran pernapasan.

4. Faktor Hygiene

Hygiene merupakan kegiatan pencegahan yang dilakukan dengan maksud

menjaga individu untuk tetap sehat (Purnawajiyanti, 2006). Berikut

merupakan hyigene dan sanitasi yang dapat menyebabkan keluhan gejala

ISPA.

a. Kebiasaan Membuka Jendela

Membuka jendela menjadi faktor risiko terjadinya ISPA. Jendela

rumah berfungsi sebagai ventilasi, merupakan tempat keluar masuknya

udara. Selain itu jendela juga berfungsi untuk tempat masuknya cahaya

matahari. Ventilasi sangat memengaruhi kualitas udara dalam rumah.

Namun hal ini tidak akan berfungsi dengan baik apabila ventilasi tersebut

berupa jendela namun tidak pernah dibuka (Suryani, 2015).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marinata, et al (2015)

menyatakan bahwa balita yang tinggal dengan karakteristik balita rumah

yang tidak membuka jendela setiap hari berisiko terkena ISPA. Hal ini

disebabkan karena kebiasaan membuka jendela merupakan hal yang

memengaruhi sirkulasi udara dari luar ruang ke dalam ruang. Adanya

sirkulasi udara membuat kelembaban dan pencahayaan di dalam ruangan

baik sehingga agen penyebab ISPA tidak berkembangbiak di dalam

rumah.
43

b. Mencuci Tangan Dengan Sabun

Mencuci tangan berfungsi untuk mengilangkan atau mengurangi

mikroorganisme yang menempel di tangan (Aldila, 2015). Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Aldila (2015) pada balita menunjukkan

bahwa balita dan keluarga balita yang tidak mencuci tangan dengan

sabun sehabis beraktivitas berisiko terkena ISPA. Hal tersebut

dikarenakan kebiasaan mencuci tangan menggunakan air dan sabun

setelah bersin, batuk, bermain atau memegang alat dan beraktivitas

lainnya memiliki peranan penting dalam kaitannya dengan pencegahan

penyakit, khususnya penyakit ISPA.

Mencuci tangan menggunakan sabun dapat lebih efektif

menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit

dan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab

penyakit seperti virus, bakteri, dan parasit lainnya pada kedua tangan.

Berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan cuci tangan menggunakan

sabun diantaranya diare, kolera, disentri, typus, kecacingan, penyakit

kulit, flu burung atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) (Aldila, 2015).

c. Membersihkan Peralatan

Membersihkan peralatan secara rutin dapat mencegah agen fisik,

kimia, dan biologi yang menempel di peralatan tersbeut menjadi hilang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Norihwadziyah dan Keman

(2013) menunjukkan bahwa yang tidak membersihkan peralatan secara


44

rutin minimal satu minggu sekali menyebabkan penyakit ISPA sebesar

61%.

C. Taman Penitipan Anak (Day Care)

Taman penitipan anak (day care) merupakan bentuk Pendidikan Anak

Usia Dini (PAUD) nonformal yang memberikan pelayanan berupa asuhan,

perawatan, dan pendidikan bagi anak khususnya balita selama ditinggal ibu

bekerja (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2015). Tujuan adanya

day care, yakni untuk memberikan layanan kepada anak usia 0-6 tahun yang

terpaksa ditinggal orang tua karena pekerjaan atau halangan lainnya,

memberikan layanan yang terkait dengan pemenuhan hak-hak anak untuk

tumbuh dan berkembang, serta menghindarkan anak dari kemungkinan

terlantar pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani, dan sosial

(Departemen Sosial RI, 1993; Kementerian Pendidikan RI, 2011).

Day care dapat didirikan oleh pemerintah kabupaten/kota, pemerintah

desa, orang perseorangan, kelompok orang, dan badan hukum (Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2015). Waktu pelayanan taman penitipan anak

disesuaikan dengan kebutuhan lapangan, yaitu (Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan RI, 2015):

1. Day Care Full Day

Day care full day diselenggarakan selama satu hari penuh dari jam 07.00

sampai dengan 17.00 (disesuaikan dengan kondisi daerah/lingkungan

setempat), untuk melayani peserta didik yang dititipkan baik yang

dititipkan sewaktu-waktu maupun dititipkan secara rutin atau setiap hari.


45

2. Day Care Half Day

Day care setengah hari (half day) diselenggarakan selama setengah hari

dari jam 07.00 sampai dengan 12.00 atau jam 12.00 sampai dengan 17.00.

3. Day Care Temporer

Day care yang diselenggarakan hanya pada waktu-waktu tertentu saat di

butuhkan oleh masyarakat, contohnya pada daerah nelayan dapat dibuka

TPA saat musim melaut, musim panen di daerah pertanian dan

perkebunan, atau terjadi situasi khusus seperti terjadi bencana alam, dan

lain-lain.

Day care dapat menjadi tempat yang berpotensi menularkan penyakit

infeksi pada anak, salah satunya adalah ISPA. Hal tersebut karena kondisi

lingkungan day care dan anak-anak berkumpul dalam satu ruangan yang

tidak menutup kemungkinan terjadi penularan penyakit. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Sun dan Sundell, et al (2011) menyatakan

bahwa balita dapat terkena ISPA saat balita berada di day care selama lebih

dari 20 jam dalam seminggu. Hal tersebut menandakan bahwa semakin lama

balita di day care, balita tersebut rentan untuk terkena penyakit.

Menurut Departemen Sosial RI (1993) pada buku Pedoman Pembinaan

Kesejateraan Sosial Anak Usia Dini, day care dikatakan berkualitas apabila

dapat memberikan pelayanan yang mencakup:


46

1. Perawatan fisik seperti perbaikan hubungan sosial, disiplin anak dan

penyediaan sarana prasarana untuk anak.

2. Pemberian makan secukupnya sesuai dengan standar pemenuhan gizi

seimbang.

3. Pemberian pakaian yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan.

4. Penyediaan fasilitas kesehatan kepada anak.

5. Pemberian pendidikan untuk merangsang perkembangan kognitif anak.

6. Pemberian pengetahuan kesadaran beragama dan budi pekerti anak.

Proses pelayanan yang diberikan oleh day care yang ada di Indonesia,

sebagai berikut (Departemen Sosial RI, 1993; Kementerian Pendidikan RI,

2011; Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2015):

1. Pendekatan Awal

Orang tua yang ingin menitipkan anaknya diharuskan untuk mengisi

formulir pendaftaran, mengisi daftar pribadi keluarga dan anak yang akan

dititipkan, dan wawancara.

2. Penerimaan

Anak yang dtitipkan di day care tidak sembarangan, ada proses

seleksi terlebih dahulu, dimana anak yang akan dititipkan dilakukan

pemeriksaan kesehatan, bila anak menderita penyakit menular maka anak

tersebut ditolak dan bila anak tidak menderita penyakit menular maka anak

tersebut diterima dengan melakukan registrasi lebih lanjut sesuai dengan

aturan taman penitipan anak masing-masing.


47

3. Kegiatan Pelayanan

a. Pelayanan terhadap anak

1) Pemenuhan kebutuhan jasmani berupa makan dan minum,

pemeliharaan kesehatan dengan berolahraga yang dilakukan 4 kali

seminggu, penimbangan berat badan, pemeriksaan gigi, pemeriksaan

dokter 2 kali dalam seminggu, dan pemberian obat atau vitamin.

2) Pemenuhan kebutuhan rohani dan sosial berupa perawatan,

pendidikan dan bimbingan, kebutuhan yang diperlukan anak

diberikan dengan rasa kasih sayang, kewibawaan dan perhatian, serta

menggunakan Alat Permainan Edukasi (APE). Bagi anak usia 4-5

tahun diberikan kegiatan untuk persiapan memasuki pendidikan

tingkat pra sekolah (TK).

b. Pelayanan terhadap orang tua

1) Konsultasi tentang permasalahan yang dihadapi orang tua mengenai

anak yang dititipkan.

2) Pertemuan berkala, ceramah-ceramah disertai peragaan dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga.

4. Struktur Organisasi

Struktrur organisasi yang ada di day care terdiri dari kepala taman

penitipan anak, petugas tata usaha, pengasuh, pendidik, dokter, psikolog,

paramedis, dan pekerja sosial.


48

5. Sarana dan Prasarana

a. Sarana Gedung/ Bangunan Day Care

Day care memerlukan gedung atau bangunan yang terdapat ruangan

sesuai dengan jumlah karakteristik balita yang berfungsi sebagai ruang

kantor, ruang kesehatan, ruang tidur, ruang khsusus untuk ibu penitip,

ruang kosultasi, ruang bermain, ruang makan, ruang pendidikan, ruang

serba guna, toilet, ruang gudang, ruang dapur, dan ruang UKS atau

khusus untuk balita yang sakit. Ruangan tersebut harus dilengkapi

dengan penerangan dan ventilasi yang cukup.

b. Sarana Belajar di Day Care

Sarana belajar yang perlu dipersiapkan oleh day care adalah sarana

untuk belajar yang mendukung pembentukan pembiasaan hidup sehat

bagi anak seperti bahan untuk mencuci tangan, menyapu, dan sikat gigi

masing-masing anak, sarana untuk makan seperti alat makan setiap

anak, serbet, dan alat untuk menyiapkan makanan yang terjaga

kebersihannya, sarana untuk toilet, air bersih yang cukup, sabun mandi,

dan handuk kecil, sarana untuk tidur seperti matras, bantal, selimut

sesuai ukuran anak, dan sarana penunjang perkantoran/administrasi,

seperti meja, kursi, almari, rak-rak untuk alat permainan, box, tempat

tidur, kasur, telepon, perlengkapan administrasi, TV, Radio, dan lain-

lain.
49

c. Peralatan di Day Care

Peralatan yang digunakan oleh day care, yaitu alat-alat

perkantoran, perlengkapan asrama, alat dapur atau rumah tangga,

perlengkapan pendidikan serta alat permainan edukasi, dan fasilitas lain

seperti air dan listrik. Peralatan tersebut harus dibersihkan secara rutin

tergantung dari bahan yang digunakan pada peralatan tersebut yang

sesuai dengan Pedoman Sarana Pendidikan Anak Usia Dini.

D. Studi Ekologi

Studi ekologi merupakan studi epidemiologi deskriptif dengan populasi

sebagai unit analisis yang bertujuan mendeskripsikan hubungan korelatif antara

faktor-faktor yang diminati dalam penelitian seperti usia, bulan, penggunaan

pelayanan kesehatan, konsumsi jenis makanan, dan obat-obatan dengan

penyakit (Murti, 1997). Unit observasi dan unit analisis yang ada pada studi

ekologi adalah kelompok (agregat) individu, komunitas atau populasi yang

lebih besar dibatasi secara geografik (Murti, 1997). Studi ekologi mengamati

data kelompok (agregat) individu bukan data individu, oleh sebab itu studi

ekologi disebut juga sebagai studi korelasi ekologi dan studi agregat. Studi

ekologi digunakan apabila data pada tingkat individu tidak tersedia atau data

tingkat pengukuran pajanan pada individu tidak tersedia (Murti, 1997).

Studi ekologi memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatan studi ekologi

adalah studi yang sederhana dapat dilakukan dalam skala besar dengan

menggunakan data agregat atau populasi seperti data insidensi, prevalensi, dan

mortalitas, serta mampu menilai efektivitas program intervensi kesehatan pada


50

populasi sasaran. Sedangkan kelemahan studi ekologi adalah tidak dapat

dipakai untuk menganalisis hubungan sebab akibat karena tidak mampu

menjembatani kesenjangan status pajanan dan status penyakit pada tingkat

populasi dan individu, serta tidak mampu mengontrol faktor pemicu potensial

yang terjadi (Murti, 1997).

Menurut Afonso (2000) dalam Agustin (2004), studi ekologi terbagi dalam

4 jenis, yaitu:

1. Eksploratory / Spasial Profil

Studi ini membandingkan variasi geografi dari penyakit suatu daerah

yang umumnya lebih dari 10 wilayah, dimana tampilan hasilnya berupa

pemetaan daerah itu.

2. Place (Multiple Group Study)

Studi ini membandingkan variasi tempat yang umumnya lebih dari 10

tempat untuk melihat hubungan antara frekuensi pajanan atau rata-rata

tingkat pajanan dengan frekuensi penyakit antar grup yang berbeda. Bisa

menggunakan kombinasi berbagai sumber data agregat.

3. Time (Time Trend Study / Time Series Study)

Studi ini membandingkan satu kelompok populasi di wilayah

geografik tertentu yang diikuti setiap waktu. Tujuannya untuk menaksir

kemungkinan hubungan antara perubahan pada frekuensi atau rata-rata

pajanan dengan perubahan frekuensi penyakit pada populasi tersebut. Unit

analisisnya adalah populasi pada satu saat dan dibandingkan pada saat

yang berbeda.
51

4. Place and Time (Mixed Study)

Studi ini merupakan gabungan dari desain studi terdahulu, dimana

kelompok geografik setiap kelompok diikuti overtime. Tujuannya

menaksir kemungkinan hubungan antara antara perubahan pada frekuensi

pajanan dan perubahan pada frekuensi penyakit pada beberapa grup.

Desain studi yang culup layak untuk meneliti hubungan pajanan

lingkungan dan kejadian penyakit dengan data dasar kelompok

E. Kerangka Teori

Berdasarkan hasil kajian teori, studi kepustakaan, dan hasil penelitian

terdahulu faktor risiko yang menyebabkan keluhan gejala ISPA pada balita di

day care dapat dijelaskan dengan menggunakan teori John Gordon dan

penelitian sebelumnya. Faktor risiko yang dapat menyebabkan ISPA, yakni

faktor agen, faktor perilaku, faktor host atau karakteristik balita, dan faktor

lingkungan (kondisi lingkungan dalam ruangan).

Faktor agen terdiri dari agen biologi seperti bakteri, virus, dan jamur, agen

fisika seperti debu, dan agen kimia seperti NOx, dan SOx (Kementerian

Kesehatan RI, 2002; Widoyono, 2008; Wiyandari, 2010; Yuligawati, 2014).

Agen fisik dan agen kimia berada di udara bersumber dari luar ruangan seperti

asap kendaraan bermotor, debu dari konstruksi, pembakaran sampah, debu dari

lahan terbuka, dan industri (California Environmental Protection Agency,

2009; Wiyandari, 2010; Yuligawati, 2014). Selain itu, sumber dari dalam

ruangan, seperti merokok di dalam ruangan, penggunaan obat nyamuk bakar,

penggunaan bahan bakar masak juga memengaruhi keberadaan agen fisik,


52

kimia, dan biologi (Halim, 2012; Marinata, et al, 2015; Sugihartono dan

Nurjazuli, 2012; Suryani, 2015). Faktor hygiene juga memengaruhi keberadaan

agen seperti kebiasaan membuka jendela, mencuci tangan dengan sabun, dan

memebrsihkan peralatan (Aldila, 2015; Norihwadziyah dan Keman, 2013).

Faktor kondisi lingkungan dalam ruangan seperti keberadaan PM10, suhu,

kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian, luas ventilasi, ventilasi alami,

ventilasi buatan, jenis lantai, jenis dinding, jenis alas, dan jenis tempat tidur

juga menyebabkan terjadinya ISPA, dimana bila kondisi lingkungan dalam

ruangan tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan agen penyebab

ISPA menjadi tumbuh dan berkembang di dalam ruangan (Collet, et al, 1991;

Fitria, et al, 2008; Fleming, et al, 1987; Hattaka, et al 2010; Getrudis, 2010;

Luiz, et al, 2012; Sugihartono dan Nurjazuli, 2012; Suhandayani, 2007;

Yuwono, 2008; Zuarimi, et al, 2007). Selain itu, faktor karakteristik balita

seperti usia, jenis kelamin, status gizi, pemberian ASI Eksklusif, dan status

imunisasi yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA (Sun dan Sundell, 2011;

Getrudis, 2010; Iskandar, et al (2015); Kementerian Kesehatan RI, 2002; Koch,

et al, 2003; Sugihartono dan Nurjazali, 2012). Berikut di bawah ini merupakan

bagan 2.1 kerangka teori:


53

FAKTOR KARAKTERISTIK
SUMBER LUAR RUANGAN BALITA
• Usia
• Asap kendaraan bermotor
• Jenis Kelamin
• Pembakaran sampah • Status Gizi
AGEN FISIK
• Debu dari konstruksi • Pemberian ASI Eksklusif
• Debu dari lahan terbuka • Debu • Status Imunisasi
• Industri
AGEN KIMIA
SUMBER DALAM RUANGAN • NOx,
• SOx Keluhan Gejala
• Merokok di Dalam Ruangan ISPA Pada Balita
• Penggunaan Obat Nyamuk Bakar di Taman
• Penggunaan Bahan Bakar Masak Penitipan Anak
(Day Care)

AGEN BIOLOGI
FAKTOR KONDISI LINGKUNGAN DALAM
• Bakteri RUANGAN
• Virus • Keberadaan PM10 Ventilasi Alami
FAKTOR HYGIENE
• Kebiasaan Membuka Jendela • Jamur • Suhu Ventilasi Buatan
• Mencuci Tangan Dengan Sabun • Kelembaban Jenis Dinding
• Membersihkan Peralatan • Pencahayaan Jenis Lantai
• Kepadatan Hunian Jenis Alas
• Luas Ventilasi Jenis Tempat Tidur
Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi dari teori John Gordon dan peneliti sebelumnya (California Environmental Agency, 2014; Collet, et al, 1991;
Fleming, et al, 1987; Halim, 2012; Hattaka, et al, 2010; Getrudis, 2010: Iskandar, et al, 2015; Luiz, et al, 2012; Koch, et al,
2003; Sun dan Sundell, 2011; Zuraimi, et al, 2007)
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang ada, peneliti ingin melihat gambaran

karakteristik balita dan kondisi lingkungan dalam ruangan terhadap keluhan

gejala ISPA di day care. Variabel yang diteliti adalah jenis kelamin, status gizi,

status imunisasi, konsentrasi PM10, suhu, kelembaban, pencahayaan, kepadatan

hunian, dan luas ventilasi.

Adapun variabel yang tidak diteliti yaitu sumber luar ruangan seperti asap

kendaraan bermotor, pembakaran sampah, debu dari kontruksi, debu dari lahan

terbuka, dan industri karena peneliti ingin berfokus pada sumber dari dalam

ruangan. Variabel sumber dalam ruangan tidak diteliti seperti merokok di

dalam ruangan diteliti karena di day care ada larangan untuk merokok,

penggunaan obat nyamuk bakar dan penggunaan bahan bakar masak yakni

bahan bakar masak kayu dan minyak tanah tidak diteliti karena di day care

tidak menggunakan obat nyamuk bakar ketika balita tidur siang dan memakai

bahan bakar gas untuk memasak. Faktor hygiene seperti variabel kebiasaan

membuka jendela tidak diteliti karena setelah dilakukan observasi pengasuh

yang berada di day care membuka jendela pada pagi hari, variabel mencuci

tangan dengan sabun tidak diteliti karena berdasarkan observasi yang telah

dilakukan jumlah pengasuh di setiap day care hanya sedikit sekitar 1 sampai 4

pengasuh dibandingkan dengan jumlah anak di day care jadi kemungkinan

54
55

ketika ditanyakan terkait variabel mencuci tangan pada balita di day care

kepada pengasuh akan dihasilkan data yang homogen dan bias karena tidak

semua pengasuh memperhatikan aktivitas balita di day care satu per satu, dan

variabel membersihkan peralatan tidak diteliti karena peneliti tidak bisa

mengobservasi pengasuh di day care membersihkan peralatannya, karena

pengasuh membersihkannya setelah balita tidak dititipkan di day care tersebut.

Faktor agen yakni agen fisik dan kimia seperti debu, SOx dan NOx tidak

diteliti karena peneliti ingin berfokus pada kondisi lingkungan dalam ruangan

yang dipengaruhi oleh konsentrasi PM10. Sedangkan agen biologi tidak diteliti

karena pada penelitian ini berfokus pada kategori ISPA bukan pneumonia.

Apabila dilakukan pengukuran terhadap variabel agen biologi dikhawatirkan

dapat menimbulkan bias karena parameter agen biologi biasa digunakan untuk

mengetahui jumlah bakteri dalam udara yang dapat mengindikasikan kejadian

tuberkulosis dan pneumonia.

Faktor karakteristik balita seperti usia tidak diteliti karena rentang usia yang

dimiliki balita di setiap day care adalah homogen atau sama. Variabel

pemberian ASI ekslusif tidak diteliti karena setiap anak yang dititipkan di day

care memiliki data sudah diberikan ASI ekslusif pada saat bayi.

Selain itu, faktor kondisi lingkungan dalam ruangan seperti variabel jenis

lantai dan jenis dinding tidak diteliti karena berdasarkan observasi day care

yang diteliti mayoritas memiliki jenis dinding yang berbahan dasar batu bata
56

dan semen diplester serta jenis lantainya yang keramik sehingga data yang

dihasilkan homogen. Variabel ventilasi alami dan ventilasi buatan tidak diteliti

karena berdasarkan observasi di setiap day care Kecamatan Sukmajaya Kota

Depok memiliki jendela, lubang angin, pintu, dan memiliki salah satu atau

lebih ventilasi buatan seperti AC, kipas angin, atau exhauster. Variabel jenis

alas tidak diteliti karena berdasarkan observasi di setiap day care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok menggunakan karpet karet sebagai alas untuk

melakukan aktivitas seperti bermain, belajar, makan, dan tidur sehingga data

yang dihasilkan homogen. Variabel jenis tempat tidur tidak diteliti karena

berdasarkan observasi di setiap day care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok

menggunakan tempat tidur busa sehingga data yang dihasilkan homogen.

Berikut di bawah ini merupakan bagan 3.1 kerangka konsep :

Jenis Kelamin

Status Gizi

Status Imunisasi

Konsentrasi PM10
Keluhan Gejala ISPA
Suhu Pada Balita di Taman
Penitipan Anak (Day
Kelembaban Care)

Pencahayaan

Kepadatan Hunian

Luas Ventilasi

Bagan 3.1 Kerangka Konsep


57

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1` Definisi Operasional

Variabel Dependen

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
1. Keluhan Gejala Proporsi balita berusia 0 sampai <5 tahun Wawancara Kuesioner dan 0: Tinggi (>69% Ordinal
ISPA Pada Balita yang mengalami keluhan gejala ISPA dan Lembar balita yang
di Day Care bukan pneumonia di setiap day care. Observasi Observasi mengalami
Hasil perhitungan dibandingkan dengan keluhan gejala
rata-rata proporsi balita yang mengalami ISPA)
keluhan gejala ISPA dari semua day care 1: Rendah
(Kementerian Kesehatan, 2011b; WHO, (≤69% balita
2007). yang
mengalami
keluhan gejala
ISPA)
(Berdasarkan
58

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
mean proporsi
balita yang
mengalami
keluhan gejala
ISPA di semua
day care)
Variabel Independen
1. Jenis Kelamin Proporsi balita laki-laki di setiap day care Wawancara Kuesioner 0: Laki-laki Nominal
dan proporsi balita perempuan di setiap 1: Perempuan
day care.
2. Status Gizi Proporsi balita status gizi kurang Pengukuran Timbangan 0: Gizi Kurang Ordinal
berdasarkan BB/U (-3 SD sampai -2 SD) dan digital dan 1: Gizi Normal
di setiap day care dan proporsi balita Wawancara Kuesioner (Kementerian
status gizi normal berdasarkan BB/U (-2 Kesehatan RI,
SD sampai 2 SD) di setiap day care 2011a)
(Kementerian Kesehatan RI, 2011a).
59

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
3. Status Imunisasi Proporsi balita dengan riwayat imunisasi Wawancara Kuesioner dan 0: Imunisasi Ordinal
dasar wajib tidak lengkap (tidak sama dan lembar Dasar Wajib
sekali/tidak ada salah satu imunisasi Observasi observasi Tidak
dasar wajib yang dilakukan balita sesuai Lengkap
usia balita) di setiap day care dan 1: Imunisasi
proporsi balita dengan riwayat imunisasi Dasar Wajib
dasar wajib lengkap (semua imunisasi Lengkap
dasar wajib yang dilakukan balita sesuai (Kementerian
usia balita) di setiap day care Kesehatan RI,
(Kementerian Kesehatan RI, 2016b). 2016b)
4. Konsentrasi PM10 Konsentrasi partikulat berukuran Pengukuran Haz-Dust EPAM 0: Tidak Ordinal
maksimum 10 mikron dalam satuan 5000 Memenuhi
µg/m3 di ruangan day care yang menjadi Syarat (>70
tempat balita paling sering beraktivitas µg/m3)
sewaktu pengukuran. Hasil pengukuran 1: Memenuhi
dibandingkan dengan baku mutu sebesar Syarat (≤70
µg/m3)
60

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
≤70 µg/m3 (Kementerian Kesehatan RI, (Kementerian
2011c). Kesehatan RI,
2011c)
5. Suhu Hasil pengukuran kondisi panas atau Pengukuran Environmental 0: Tidak Ordinal
dinginnya udara di ruangan day care meter Memenuhi
yang menjadi tempat balita paling sering Syarat (<18ºC
beraktivitas di day care yang dinyatakan atau >30ºC)
dalam derajat celcius. Hasil pengukuran 1: Memenuhi
dibandingkan dengan baku mutu yakni Syarat (18ºC -
18ºC – 30ºC (Kementerian Kesehatan RI, 30ºC)
2011c). (Kementerian
Kesehatan RI,
2011c)
6. Kelembaban Hasil pengukuran persentase kandungan Pengukuran Environmental 0: Tidak Ordinal
uap air di ruangan day care yang menjadi meter Memenuhi
tempat balita paling sering beraktivitas. Syarat (<40%
Hasil pengukuran dibandingkan dengan atau >60%)
61

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
baku mutu yakni 40% – 60% 1: Memenuhi
(Kementerian Kesehatan RI, 2011c). Syarat (40% –
60%)
(Kementerian
Kesehatan RI,
2011c)
7. Pencahayaan Hasil pengukuran intensitas cahaya alami Pengukuran Environmental 0: Tidak Ordinal
di dalam ruangan day care yang menjadi meter Memenuhi
tempat balita paling sering beraktivitas Syarat (<60
yang dinyatakan dalam satuan lux. Hasil lux)
pengukuran dibandingkan dengan baku 1: Memenuhi
mutu ≥60 lux (Kementerian Kesehatan Syarat (≥60
RI, 2011c). lux)
(Kementerian
Kesehatan RI,
2011c)
62

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur

8. Kepadatan Kepadatan karakteristik balita dalam Wawancara Kuesioner dan 0: Tidak Ordinal
Hunian ruangan day care diperoleh dari hasil dan Roll meter Memenuhi
perhitungan luas lantai seluruh day care Pengukuran Syarat (<10
dibagi jumlah karakteristik balita di day m2/orang)
care. Hasil pengukuran dibandingkan 1: Memenuhi
dengan baku mutu yakni ≥10 m2/orang Syarat (≥10
(Kementerian Kesehatan RI, 2011c). m2/orang)
(Kementerian
Kesehatan RI,
2011c)
9. Luas Ventilasi Luas jendela dan lubang angin yang Pengukuran Roll meter 0: Tidak Ordinal
terbuka dan berfungsi sebagai jalur Memenuhi
masuk dan keluar sirkulasi udara di Syarat (luas
ruangan day care yang menjadi tempat ventilasi <10%
balitanya paling sering beraktivitas luas lantai)
diperoleh dari hasil perhitungan luas 1: Memenuhi
63

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur

jendela terbuka ditambah luas lubang Syarat (luas


angin terbuka dibagi dengan luas lantai ventilasi ≥10%
ruangan day care yang menjadi tempat luas lantai)
balita paling sering beraktivitas. Hasil (Kementerian
pengukuran dibandingan dengan baku Kesehatan RI,
mutu yakni luas ventilasi ≥10% dari luas 2011c)
lantai Kementerian Kesehatan RI, 2011c).
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif dengan desain

studi ekologi. Peneliti menggunakan desain studi ekologi bertujuan untuk

mendeskripsikan antara faktor risiko ISPA dengan keluhan gejala ISPA di day

care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok. Pada penelitian ini unit analisis yang

diteliti adalah day care di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok. Variabel

dependen yang diteliti adalah keluhan gejala ISPA pada balita. Sedangkan

variabel independen yang diteliti adalah konsentrasi PM10, karakteristik balita

(jenis kelamin, status gizi, dan status imunisasi), dan kondisi lingkungan dalam

ruangan (suhu, kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian, dan luas

ventilasi).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di day care yang berada di Kecamatan Sukmajaya

Kota Depok. Kecamatan Sukmajaya dipilih karena Kecamatan Sukmajaya

menempati urutan kedua kejadian ISPA tertinggi dari data sekunder Dinas

Kesehatan Kota Depok dan kecamatan yang paling padat penduduk di Kota

Depok. Adapun penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli

2018 terhitung sejak penyusunan proposal hingga laporan hasil.

64
65

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh day care di Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok dengan jumlah populasi sebanyak 10 day care.

2. Sampel

Sampel penelitian ini ini dihitung menggunakan perhitungan sampel

penelitian deskriptif dengan rumus uji estimasi proporsi, berikut

(Lameshow, et al, 1997):

𝑍 2 1−∝/2 . P(1−P)N
n = 𝑑2 (𝑁−1)+ 𝑍 21−∝/2 . P(1−P)

Keterangan:
n : Besar sampel minimal yang dibutuhkan
Z21-α/2 : Derajat kepercayaan 95% = 1,96
d : Derajat presisi (ketepatan) yang diinginkan sebesar 10% = 0,1
N : Besar populasi day care = 10 day care
P : Proporsi kejadian ISPA di day care 29,4% = 0,294 (Kumalasari,
2016)
Maka didapatkan perhitungan sebagai berikut:

1,962 . 0,294(1−0,294)10
n = 0,12 (10−1)+1,962 . 0,294(1−0,294)

n = 8,98 = 9 day care


66

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel minimal

sebesar 9 day care. Namun, dari 9 day care tersebut, ada satu day care

yang tidak dijadikan sebagai sampel penelitian. Hal ini karena setelah

dilakukan survei, kedua day care tersebut sudah tidak beroperasi. Maka

dari itu sampel yang diambil pada penelitian ini hanya 8 day care di

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok.

a. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dimulai dengan melakukan

penelusuran day care yang berada di Kecamatan Sukmajaya Kota

Depok melalui situs internet dengan sumber website

https://www.google.com/search?day+care+di+kecamatan+sukmajay

a//. Dari website tersebut didapatkan populasi day care berjumlah

sepuluh day care yang berada di Kecamatan Sukmajaya dan

dilakukan penelusuran lebih lanjut dengan websitenya masing-

masing. Berdasarkan hasil perhitungan sampel, sampel yang

dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 9 day care, namun dari 9 day

care tersebut, ada satu day care yang tidak dijadikan sebagai sampel

penelitian, maka sampel penelitian berjumlah 8 day care. Desain

studi yang dipakai adalah desain studi ekologi maka sampel dalam

penelitian ini diambil dengan teknik total sampling, dimana seluruh

day care di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok menjadi sampel

penelitian.
67

D. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer

dan data sekunder.

1. Pengumpulan Data Primer

Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi, dimana

pengumpulan data yang dibutuhkan adalah data agregat (populasi). Oleh

sebab itu, data primer dalam penelitian ini digunakan untuk

mengumpulkan data individu yang akan diolah menjadi data agregat

(populasi) dan digunakan untuk mengumpulkan data agregat (populasi).

Berikut cara pengumpulan data primer pada bagan 4.1.

Variabel Keluhan
Wawancara,
Gejala ISPA
Observasi, dan Data Individu
Pengukuran
Variabel
Karakteristik balita Diolah

Variabel Kondisi
lingkungan Dalam Pengukuran Data Agregat
Ruangan (Populasi)

Bagan 4.1 Pengumpulan Data Primer

a. Data Individu

Pengumpulan data individu digunakan untuk mengambil data

keluhan gejala ISPA dan karakteristik balita di day care. Kedua data

tersebut diperoleh dengan melakukan wawancara, observasi, dan

pengukuran. Sebelum melakukan wawancara, peneliti meminta


68

persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan mengisi

informed consent yang telah disediakan dan menandatangani informed

consent sebagai bentuk bukti persetujuan kepada orang tua balita yang

dititipkan di day care.

Pengumpulan data dengan wawancara dilakukan dengan

menggunakan kuesioner untuk memperoleh informasi terkait data

keluhan gejala ISPA pada balita, data status gizi (usia balita), dan data

status imunisasi. Pengumpulan data dengan observasi dilakukan dengan

kuesioner dan lembar observasi untuk melihat keluhan gejala ISPA

pada balita dan membuktikan jawaban riwayat imunisasi balita yang

diberikan orang tua balita dengan data yang ada di dalam KMS. Selain

itu, pengumpulan data dengan pengukuran dilakukan dengan timbangan

untuk mengetahui berat badan balita.

Data individu (keluhan gejala ISPA dan karakteristik balita (jenis

kelamin, status gizi, dan status imunisasi)) yang telah terkumpul akan

diolah menjadi data agregat (populasi).

b. Data Agregat (Populasi)

Pengumpulan data agregat (populasi) digunakan untuk mengambil

data kondisi lingkungan dalam ruangan (konsentrasi PM10, suhu,

kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian, dan luas ventilasi)

diperoleh dengan melakukan pengukuran menggunakan Haz Dust

EPAM 5000, Environmental meter, dan roll meter.


69

2. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari situs

internet (website) untuk mengetahui data day care di Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok dan diperoleh dari setiap day care untuk

mengetahui daftar balita yang dititipkan.

E. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner, lembar observasi,

timbangan digital untuk memperoleh data indvidu yang akan diolah menjadi

data agregat (populasi) dan dengan Haz Dust EPAM 5000, environmental

meter, dan roll meter untuk memperoleh data agregat (populasi).

1. Instrumen Data Individu

a. Kuesioner

Kuesioner merupakan daftar pertanyaan untuk mengumpulkan data

individu mengenai keluhan gejala ISPA pada balita di delapan day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok, karakteristik balita (jenis kelamin,

status gizi, dan status imunisasi). Keluhan gejala ISPA pada balita

mengacu pada teori yang ada di Kementerian Kesehatan RI (2011b) dan

WHO (2017). Karakteristik balita seperti jenis kelamin mengadopsi dari

kuesioner penelitian Hayati (2017), status gizi mengacu pada Kepmenkes

Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri


70

Penilaian Status Gizi Anak, dan status imunisasi mengacu pada Pusat

Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI tentang status imunisasi.

b. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan lembar kerja untuk mengobservasi

atau memastikan kondisi yang akan diamati benar terjadi atau tidak

dengan cara diberi tanda checklist. Lembar observasi dalam penelitian

ini digunakan untuk melihat keluhan gejala ISPA pada balita dan

membuktikan jawaban riwayat imunisasi balita yang diberikan orang tua

balita pada kuesioner dengan data yang ada di dalam Kartu Menuju Sehat

(KMS).

c. Timbangan Digital

Timbangan digital digunakan untuk mengumpulkan data mengenai

berat badan balita yang digunakan untuk menghitung status gizi balita.

Berikut cara kerja dari timbangan.

1) Letakkan timbangan berat badan di tempat yang datar.

2) Setelah alat siap, balita yang akan ditimbang harus melepas alas kaki,

aksesoris (cincin, kalung, jam tangan, kaca mata), jaket, dan lain-lain.

3) Balita yang akan ditimbang naik ke atas timbangan, kemudian berdiri

tegak pada bagian tengah timbangan dengan pandangan lurus ke

depan.

4) Bila balita yang ditimbang belum bisa berdiri, balita tersebut

digendong lalu hasilnya dikurang dengan berat badan orang yang

menggendong.
71

5) Hasil pengukuran terdapat pada monitor timbangan.

6) Lakukan pengukuran sebanyak 3 kali untuk hasil yang akurat.

2. Instrumen Data Agregat (Populasi)

a. Haz Dust EPAM 5000

Haz Dust EPAM 5000 digunakan untuk mengukur konsentrasi PM10

di dalam ruangan yang mempunyai keakuratan pembacaan data

pengukuran kurang lebih 10% setelah dikalibrasi. Pengukuran dilakukan

dengan metode sewaktu atau spot sampling yang dipakai untuk

memeriksa secara acak keadaan sewaktu zat pencemar udara pada tempat

pemeriksaan (Kartz, 1996 dalam Lindawaty, 2010). Melalui pengukuran

sewaktu, peneliti memperoleh gambaran potensial tingkat konsentrasi

PM10 di dalam ruangan setiap day care. Pengambilan sampel konsentrasi

PM10 ini dilakukan satu kali di dalam ruangan tempat balita sering

beraktivitas di day care dengan lama pengukuran selama 1 jam. Sebelum

melakukan pengambilan sampel alat dikalibrasi terlebih dahulu sebelum

digunakan dengan memilih menu system function, kemudian pilih

calibration dan tunggu selama 100 detik. Berikut ini merupakan cara

dalam menggunakan EPAM 5000:

1) Cek baterai. Sebelum digunakan, baterai EPAM 5000 harus dalam

keadaan terisi penuh. Gunakan EDC EPAM untuk mengisi daya

baterai. Waktu pengisisian baterai adalah sekitar 22 jam untuk

pengggunaan selama 24 jam.


72

2) Tekan tombol On/Off untuk menyalakan monitor EPAM 5000.

3) Tekan Enter untuk masih ke menu utama.

4) Untuk melihat setting-an (pengaturan alat), pilih Special Functions

dari menu utama, kemudian pilih Date/Time, kemudian pilih View

Date/Time, kemudian masukkan data tanggal dan waktu sesuai dengan

tanggal dan waktu data pengukuran diambil dengan menggunakan

tanda panah ke atas atau ke bawah. Tekan Enter jika sudah selesai

melakukan pengaturan tanggal dan waktu pengukuran.

5) Untuk pengaturan alarm, pilih Special Functions dari menu utama,

kemudian pilih Set Alarm, atur alarm sesuai kebutuhan, dan tekan

Enter jika sudah selesai melakukan pengaturan alarm.

6) Untuk menghapus data, pilih Special Functions dari menu utama,

kemudian pilih System Options, kemudian pilih Erase Memory dan

tekan Yes untuk menghapus data.

7) Sebelum melakukan pengukuran, lakukan terlebih dahulu tes laju alir

udara dengan menggunakan Flow Audit Meter atau tes laju alir udara,

dengan cara memasang alat laju alir udara di kepala sensor EPAM

5000, kemudian Run, dan pilih Continue atau Overwrite data.

Kemudian lihat angka di alat laju alir udara, jika bola kecil

menunjukkan angka 4 Lpm maka laju alir udara alat masih

sesuai,namun jika tidak menunjukkan angka 4 Lpm maka lakukan

penyesuaian angka dengan menggeser laju alir udara dengan jenis

ukuran partikel debu yang akan diambil.


73

8) Pengukuran dengan menggunakan EPAM 5000 dapat mengukur

partikel dengan ukuran partikel debu 1,0 mikron, 2,5 mikron, dan 10

mikron. Dalam penelitian ini ukuran partikel debu yang diukur

berukuran 10 mikron. Berikut adalah cara pemasangan dan

penggunaan alat untuk ukuran partikel debu 10 mikron (10 µm):

a) Pilih Special functions dari menu utama

b) Pilih System options

c) Pilih Extended options

d) Pilih Size select

e) Pilih 10 µm – M

f) Masukkan inlet sampling ke dalam kepala sensor dari EPAM 5000

g) Pasang penahan filter cassette ke dalam sensor EPAM 5000

h) Lakukan Manual Zero

Manual Zero (Manual Nol) merupakan menetapkan dasar

pengukuran EPAM 5000 menjadi nol mg/m3. Pemeriksaan manual

zero harus dilakukan sebelum memulai satu set baru pengukuran,

yang jika menggunakan setting Auto zero (default) EPAM 5000

secara otomatis kembali lagi ke nol awal setiap 30 menit sekali.

Pastikan saluran masuk untuk sampling yang akan dikur sudah

terpasang pada saluran masuk sensor dari EPAM 5000. Jika

sampling partikel PM10 maka masukkan 10 impactor jet. Berikut

adalah cara melakukan manual zero:

(1) Pilih Special functions dari menu utama


74

(2) Pilih System options

(3) Pilih Extended options

(4) Pilih Calibration options

(5) Pilih Manual zero

(6) Pilih lagi Manual zero, tunggu hingga 99 detik. Kemudian

menu utama akan muncul jika proses manual zero telah

selesai.

i) Memilih Sample rate:

(1) Pilih Special functions dari menu utama

(2) Pilih System options

(3) Pilih Sample rate. Pilih 1 second untuk pengambilan sampel

selama 6 jam, pilih 10 second untuk maksimal pengambilan

sampel selama 60 jam. Pilih 1 menit untuk maksimal

pengambilan selama 15 hari dan pilih 30 menit untuk

maksimal pengambilan sampel selama 15 bulan.

j) Sampling (pengukuran):

(1) Nyalakan alat dan tekan Enter

(2) Pilih Run, dan pilih continue atau overwrite data

(3) Untuk menghapus semua data sebelumnya yang telah terekam

dalam alat, pilih overwrite, kemudian pilih Yes untuk

mengonfirmasi. Jika pilih No, akan membatalkan proses

sampling tanpa menghapus memori data.


75

(4) Untuk menambahkan data poin untuk ke lokasi penyimpanan

data pada pengukuran yang berturut-turut pilih Continuation

(5) Untuk pengambilan sampel tanpa fitur alarm tekan Run, untuk

pengambilan sampel dengan fitur alarm tekan Alarm-continue

(6) Internal pump akan aktif dan memulai proses pengukuran. Dan

kemudian pada layar akan muncul data Run

(7) Tekan enter untuk stop (menghentikan) pengukuran data dan

kembali ke Menu Utama

k) Sampel yang ada akan diambil setiap detik dan akan dirata-ratakan

sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan

l) Melihat hasil data yang tersimpan:

(1) Pilih Review data

(2) Pilih Statistics

(3) Jika memori menahan data poin dilokasi lain, maka layar akan

menampilkan Scanning data memori, lanjutkan ke step l (7).

Tetapi jika memori telah dibersihkan dari semua data poin

yang ada maka tidak ada data yang tersimpan

(4) Untuk memilih lokasi jika ingin melihat lokasi yang berbeda,

pilih New Tag XXX dan lanjutkan ke step l (7)

(5) Tekan Enter untuk lokasi yang datanya ingin dilihat. Untuk

melihat nilai lokasi yang lebih kecil tekan panah bawah, jika

ingin mrlihat lokasi data yang lebih besar tekan panah atas.

Pilih digit atau ruang selanjutnya dengan menekan enter


76

(6) Tekan Enter ketika lokasi data yang diinginkan ingin dilihat

(7) Data pertama yang akan terlihat adalah lima layar statistik

ketika data dihitung. Pilih layar statistik dengan menekan

panah bawah atau panah atas

b. Environmental Meter

Environmental meter adalah satu alat multifungsi yang bisa

mengukur suhu, kelembaban, pencahayaan, kebisingan, dan kecepatan

angin yang mempunyai keakuratan pembacaan data pengukuran kurang

lebih 5% setelah dikalibrasi. Dalam penelitian ini, environmental meter

digunakan untuk mengukur suhu, kelembaban, dan pencahayaan. Berikut

cara kerja environmental meter dari masing-masing pengukuran:

1) Suhu dan Kelembaban

Pengambilan data suhu dan kelembaban udara dalam ruangan

dilakukan selama 10 menit di ruangan yang menjadi tempat balita

paling sering melakukan aktivitas di day care. Berikut cara kerja

pengukuran suhu dan kelembaban:

a) Masukkan dan pasang baterai dan tekan tombol On/Off selama 3

detik untuk menghidupkan alat

b) Masukkan sensor kelembaban dan suhu pada stop kontak di sisi

alat

c) Letakkan alat dan pegang sensor suhu dan kelembaban pada area

yang akan diukur yakni di titik tengah atau epicentrum


77

d) Tekan tombol kelembaban dan suhu untuk melihat hasil

pengukuran

e) Catat perubahan nilai dari suhu dan kelembaban ruangan tersebut

setiap menitnya selama 10 menit

f) Hitung rata-rata dari nilai suhu dan kelembaban dalam ruangan

g) Matikan alat dengan tombol On/Off selama 3 detik dan lepaskan

baterai

2) Pencahayaan

Pengambilan data pencahayaan dilakukan berdasarkan SNI 16-

7062-2004. Berdasarkan SNI tersebut penentuan titik pengukuran

terbagi menjadi dua, yakni penerangan setempat dan penerangan

umum. Penerangan setempat dilakukan pada objek kerja seperti meja

kerja atau peralatan kerja lainnya, sedangkan penerangan umum

dilakukan pada tituk potong garis horizontal panjang dan lebar

ruangan pada setiap jarak tertentu dengan tinggi satu meter dari lantai.

Pengukuran pencahayaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

pengukuran penerangan umum, karena ruangan yang menjadi tempat

balita paling sering beraktivitas di day care bukan termasuk objek

kerja. Berikut cara kerja pengukuran pencahayaan:

a) Menghitung luas area pengukuran

b) Menentukan titik pengukuran di titik tengah dengan ketentuan

sebagai berikut:
78

(1) Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi dengan memotong

titik garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada

jarak setiap 1 (satu) meter.

Gambar 4.1 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan

Umum dengan Luas >10 m2

(2) Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi

dengan memotong titik garis horizontal panjang dan lebar

ruangan adalah pada jarak setiap 3 (tiga) meter.

Gambar 4.2 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan

Umum dengan Luas 10 m2 – 100 m2

(3) Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi dengan memotong

titik horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak 6

meter.
79

Gambar 4.3 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan

Umum dengan Luas >100 m2

c) Masukkan dan pasang baterai dan tekan tombol On/Off selama 3

detik untuk menghidupkan alat

d) Masukkan sensor cahaya pada stop kontak di sisi alat

e) Tekan tombol pencahayaan untuk melihat data pengukuran

f) Pegang alat dan buka penutup sensor cahaya, kemudian letakkan

alat dan sensor cahaya di tempat yang akan dilakukan pengukuran

pencahayaan dengan tinggi 1 meter dari lantai

g) Arahkan sensor cahaya pada permukaan daerah yang diukur kuat

penerangannya

h) Lihat hasil pengukuran dan tunggu hingga angka pada layar stabil

i) Catat hasil pengukuran pada lembar pengukuran

j) Lakukan pengukuran kedua dan ketiga di titik pengukuran yang

sama

k) Tutup kembali sensor cahaya

l) Matikan alat dengan tombol On/Off selama 3 detik dan lepaskan

baterai
80

m) Ulang langkah-langkah tersebut di titik-titik pengukuran yang

lainnya

c. Roll meter

Roll meter adalah alat untuk mengukur luas lantai tempat balita

sering beraktivitas, luas ventilasi tempat balita sering beraktivitas di day

care, dan luas seluruh lantai (luas bangunan) day care. Berikut cara kerja

dari roll meter:

1) Rentangkan roll meter dari ujung yang satu ke ujung yang berbeda

atau sesuai dengan objek (jendela dan lunbang angin) yang akan

diukur.

2) Untuk hasil yang lebih akurat dilakukan dengan dua orang. Orang

pertama memegang ujung awal roll meter dititik yang pertama dan

meletakkannya tepat di angka nol. Selanjutnya orang kedua

memegang roll meter menuju ke titik pengukuran lainnya, lalu tarik

roll meter selurus mungkin dan letakkan meteran di titik yang dituju

dan baca angka pada roll meter yang tepat dititik yang dituju.

3) Hitung luas objek sesuai dengan bentuknya masing-masing. Apabila

objek berbentuk segitiga maka hitung dengan rumus luas segitiga

yakni ½ x alas x tinggi, apabila berbentuk persegi maka hitung dengan

rumus luas persegi yakni sisi x sisi, apabila persegi panjang maka

hitung dengan rumus luas persegi panjang yakni panjang x lebar, dan

apabila lingkaran maka hitung dengan rumus luas lingkaran yakni π x

r2, apabila belah ketupat maka hitung dengan rumus luas belah
81

ketupat, yakni ½ x diagonal1 x diagonal2, dan rumus yang lainnya

sesuai dengan bentuk objek.

F. Validitas Data

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan atau kesesuaian

instrumen dalam mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2012). Uji

validitas dalam penelitian ini dilakukan pada kuesioner dan alat ukur. Uji

validitas kuesioner yang digunakan adalah validitas muka (face validity). Uji

validitas muka dilakukan pada 20 orang responden balita yang berada di dua

day care di Kota Depok dengan menanyakan kuesioner terkait keluhan gejala

ISPA kepada orang tua balita. Uji validitas muka dilakukan dengan cara

melihat respon dari responden saat diberikan pertanyaan dalam kuesioner.

Apabila responden tidak mengalami kebingungan atau tidak bertanya saat

diwawancara menandakan bahwa pertanyaan dalam kuesioner tersebut

dianggap relevan, masuk akal, tidak ambigu, dan jelas karena responden dapat

menjawab pertanyaan dengan mudah. Maka kuesioner tersebut dianggap lulus

uji validitas (Swarjana, 2016). Sedangkan uji validitas alat ukur dilakukan

dengan cara mengkalibrasi semua alat ukur secara berkala yang dilakukan oleh

lembaga kalibrasi alat ukur dan dilakukan reliabilitas dengan cara mengukur

objek berulang kali untuk menghasilkan data yang konsisten dan lebih akurat.
82

G. Pengolahan Data

Sebelum melakukan analisis data terlebih dahulu dilakukan pengolahan data.

Pengolahan data terdiri dari serangkaian tahapan yang harus dilakukan,

meliputi:

1. Data Editing

Proses editing merupakan pengecekan kembali jawaban responden

baik dalam segi kelengkapan, kejelasan tulisan serta relevansi dan

konsistensi jawaban. Pada tahap ini data yang telah terkumpul dibaca

kembali untuk melihat apakah ada hal-hal yang masih meragukan dan ada

data yang kurang sehingga masih dapat ditelusuri kembali pada responden

yang bersangkutan.

2. Data Coding

Proses coding merupakan proses merubah data yang semula berbentuk

kalimat menjadi bentuk angka sehingga dapat diolah dalam software

pengolah data. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah

mengklasifikasikan data dan memberikan kode dengan angka 0 dan 1.

Angka 0 untuk jawaban yang berisiko dan angka 1 untuk jawaban yang

tidak berisiko. Berikut tabel 4.1 kode variabel:


83

Tabel 4.1 Kode Variabel

Variabel Kategori Kode


a. Tinggi (>69% balita yang
Keluhan Gejala mengalami keluhan gejala ISPA) 0
ISPA pada Balita b. Rendah (≤69% balita yang
mengalami keluhan gejala ISPA) 1
a. Laki-laki
Jenis Kelamin b. Perempuan 0
1
a. Gizi Kurang
Status Gizi b. Gizi Normal 0
1
a. Imunisasi Dasar Wajib Tidak
Status Imunisasi Lengkap 0
b. Imunisasi Dasar Wajib Lengkap 1
a. Tidak memenuhi syarat (>70
Konsentrasi PM10 µg/m3) 0
b. Memenuhi syarat (≤70 µg/m3)
1
a. Tidak memenuhi syarat (<18ºC
Suhu atau >30ºC) 0
b. Memenuhi syarat (18ºC - 30ºC) 1
a. Tidak memenuhi syarat (<40%
Kelembaban atau >60%) 0
b. Memenuhi syarat (40% – 60%) 1
a. Tidak memenuhi syarat (<60 lux)
Pencahayaan b. Memenuhi syarat (≥60 lux) 0
1
a. Tidak memenuhi syarat (<10
Kepadatan Hunian m2/orang) 0
b. Memenuhi syarat (≥10 m2/orang) 1
a. Tidak memenuhi syarat (luas
Luas Ventilasi ventilasi <10% luas lantai) 0
b. Memenuhi syarat (luas ventilasi
≥10% luas lantai) 1
3. Data Entry

Pada tahap ini, data yang telah terkumpul dimasukkan ke dalam

software entry data sesuai dengan pengkodean yang telah ditetapkan

sebelumnya.
84

4. Data Cleaning

Apabila seluruh data telah di entri maka perlu dilakukan data cleaning

untuk memastikan kembali apakah kode yang dimasukkan ke dalam

software telah benar dan lengkap. Proses ini dilakukan dengan cara

melihat jumlah missing data dan variasi data.

H. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Tahap analisis data merupakan tindak lanjut dari pengumpulan dan

pengolahan data. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan

analisis univariat. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui

menjelaskan atau mendeskripsikan tiap variabel yang diteliti (keluhan

gejala ISPA pada balita, jenis kelamin, status gizi, status imunisasi,

konsentrasi PM10, suhu, kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian, dan

luas ventilasi). Semua variabel yang dianalisis ditampilkan dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi. Selain itu, akan dilakukan tabulasi silang

(crosstab) untuk melihat keluhan gejala ISPA pada balita berdasarkan

karakteristik balita dan kondisi lingkungan dalam ruangan.


BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis

Lokasi penelitian ini dilakukan di delapan day care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok. Day care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok

merupakan tempat penitipan anak mulai dari usia 0 bulan sampai dengan

usia sekolah dasar. Di dalam day care terdapat beberapa fasilitas, antara lain

fasilitas ruang kesehatan, fasilitas ruang tidur, fasilitas ruang konsultasi,

fasilitas ruang bermain, fasilitas ruang makan, fasilitas ruang pendidikan

atau belajar, fasilitas ruang dapur, dan toilet.

Secara administratif, delapan day care tersebar di seluruh Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok. Kecamatan Sukmajaya merupakan kecamatan di

Kota Depok yang memiliki luas 18,04 km2 (BPS Kota Depok, 2016).

Kecamatan Sukmajaya memiliki 6 kelurahan, yakni Kelurahan Sukmajaya,

Kelurahan Tirtajaya, Kelurahan Mekarjaya, Kelurahan Abadijaya,

Kelurahan Baktijaya, dan Kelurahan Cisalak (BPS Kota Depok, 2016).

Kecamatan Sukmajaya berbatasan dengan berbatasan dengan lima

kecamatan, diantaranya:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cimanggis.

85
86

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cilodong.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cimanggis dan

Kecamatan Tapos

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cipayung dan Pancoran

Mas.

Gambar 5.1 Peta Wilayah Kecamatan di Kota Depok


Tahun 2016
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2016

2. Kependudukan

Kecamatan Sukmajaya memiliki jumlah penduduk sebanyak 281.419

jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut memiliki kepadatan penduduk

sebanyak 15.600 orang/km2 (BPS Kota Depok, 2016). Delapan day care

yang diteliti di Kecamatan Sukmajaya tersebar di empat kelurahan, yakni

Kelurahan Sukmajaya, Tirtajaya, Mekarjaya, dan Baktijaya. Berikut

merupakan tabel jumlah penduduk, luas wilayah, dan kepadatan penduduk

kelurahan di Kecamatan Sukmajaya.


87

Tabel 5.1 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk


Setiap Kelurahan
Kelurahan Jumlah Luas Kepadatan
Penduduk Wilayah Penduduk
(Jiwa) (Km2) (Jiwa/
Km2)
Sukmajaya 34.970 3,29 10.629
Tirtajaya 19.706 3,24 6.082
Mekarjaya 67.418 3,32 20.306
Abadijaya 70.240 2,65 26.505
Baktijaya 68.587 2,94 23.328
Cisalak 20.498 2,59 7.914

Sumber: Kecamatan Sukmajaya Dalam Angka 2016

3. Kondisi Cuaca

Day care yang berada di Kecamatan Sukmajaya terletak di Kota Depok.

Oleh sebab itu, kondisi cuaca day care mengikuti kondisi cuaca di Kota

Depok. Cuaca merupakan keadaan udara pada saat tertentu, wilayah

tertentu, dan dalam jangka waktu singkat. Berdasarkan data Badan

Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tahun 2017

menunjukkan bahwa rata-rata suhu di Kota Depok sebesar 26,6ºC,

kelembaban sebesar 60%, rata-rata kecepatan angin sebesar 9km/jam, dan

rata-rata curah hujan sebesar 2833 mm.

B. Gambaran Keluhan Gejala ISPA Pada Balita di Taman Penitipan Anak

(Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018

Hasil penelitian mengenai keluhan gejala ISPA pada balita di day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 5.2.
88

Tabel 5.2 Gambaran Keluhan Gejala ISPA Pada Balita di Day Care
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
Day care Jumlah Karakteristik Proporsi Keterangan
Keluhan balita Day (%)
Gejala ISPA Care (Balita)
pada Balita (n)
(n)
A 7 10 70 Tinggi
B 2 4 50 Rendah
C 3 4 75 Tinggi
D 5 5 100 Tinggi
E 7 13 53,8 Rendah
F 4 7 57,1 Rendah
G 6 6 100 Tinggi
H 5 11 45,5 Rendah
Keterangan : Tinggi (>69% balita yang mengalami keluhan gejala ISPA)
Rendah (≤69% balita yang mengalami keluhan gejala ISPA)
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar 4 dari 8 (50%) day

care di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok memiliki proporsi keluhan gejala

ISPA pada balita tinggi, yakni di day care A, C, D, dan G. Sedangkan sebagian

besar 4 dari 8 (50%) day care di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok memiliki

proporsi keluhan gejala ISPA pada balita rendah, yakni day care B, E, F, dan

H.
89

C. Gambaran Karakteristik Balita di Taman Penitipan Anak (Day Care)

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018

Hasil penelitian mengenai karakteristik balita (jenis kelamin, status gizi,

dan status imunisasi) di day care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun

2018 dapat dilihat pada grafik 5.1, 5.2, dan 5.3.

1. Jenis Kelamin

Sebaran data jenis kelamin karakteristik balita di day care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 sebagai berikut:

Grafik 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Karakteristik Balita di Day


Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
80% 75%75%
71.40%
70% 66,7%
63.60%
60% 60%
60% 53.80%
50% 46.20%
40% 40%
40% 36.40%
33,3% Perempuan
28.60%
30% 25% 25% Laki-laki
20%

10%

0%
Day Day Day Day Day Day Day Day
Care A Care B Care C Care D Care E Care F Care G Care H

Berdasarkan grafik 5.1 diketahui bahwa mayoritas day care di

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok memiliki proporsi karakteristik balita

yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada proporsi karakteristik


90

balita yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 6 day care (75%), yakni

berada di day care A, B, D, E, F, dan H.

2. Status Gizi

Sebaran data status gizi karakteristik balita di day care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 sebagai berikut:

Grafik 5.2 Distribusi Status Gizi Karakteristik Balita di Day Care


Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
120%
100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
100%
85.70%
80%

60% Gizi Normal


Gizi Kurang
40%

20% 14.30%

0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
0%
Day Day Day Day Day Day Day Day
Care A Care B Care C Care D Care E Care F Care G Care H

Berdasarkan grafik 5.2 diketahui bahwa semua day care di Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok memiliki proporsi karakteristik balita yang

berstatus gizi normal lebih banyak daripada proporsi karakteristik balita

yang berstatus gizi kurang sebanyak 8 day care (100%).


91

3. Status Imunisasi

Sebaran data status imunisasi karakteristik balita di day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 sebagai berikut

Grafik 5.3 Distribusi Status Imunisasi Karakteristik Balita di Day Care


Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
120%
100% 100%
100% 92.30%
85.70%
80% 80%
80%
66.70%
63.60%
60% Imunisasi Dasar
Wajib Lengkap
36.40%
40% Imunisasi Dasar
33.30%
20% 20% Wajib Tidak Lengkap
20% 14.30%
7.70%
0% 0%
0%
Day Day Day Day Day Day Day Day
Care A Care B Care C Care D Care E Care F Care G Care H

Berdasarkan grafik 5.3 diketahui bahwa semua day care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok memiliki proporsi karakteristik balita yang

berstatus imunisasi dasar wajib lengkap lebih banyak daripada proporsi

karakteristik balita yang berstatus imunisasi dasar wajib tidak lengkap

sebanyak 8 day care (100%).


92

D. Gambaran Kondisi lingkungan Dalam Ruangan di Taman Penitipan

Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018

Hasil penelitian mengenai kondisi lingkungan dalam ruangan (konsentrasi

PM10, suhu, kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian, dan luas ventilasi) di

day care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 dapat dilihat pada

tabel 5.3, 5.4, 5.5, 5.6, 5.7, dan 5.8.

1. Konsentrasi PM10

Gambaran konsentrasi PM10 dalam ruangan di day care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 sebagai berikut:

Tabel 5.3 Gambaran Konsentrasi PM10 di Day Care Kecamatan


Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
Day Care Hasil Pengukuran Keterangan
Konsentrasi PM10
(μg/m3)
A 0,02 Memenuhi Syarat
B 0,04 Memenuhi Syarat
C 0,08 Memenuhi Syarat
D 0,02 Memenuhi Syarat
E 0,05 Memenuhi Syarat
F 0,05 Memenuhi Syarat
G 0,07 Memenuhi Syarat
H 0,05 Memenuhi Syarat
Keterangan : Tidak Memenuhi Syarat (>70 μg/m3)
Memenuhi Syarat (≤70 μg/m3)
93

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa semua day care di Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok memiliki konsentrasi PM10 memenuhi syarat

sebanyak 8 day care (100%).

2. Suhu

Gambaran suhu dalam ruangan di day care Kecamatan Sukmajaya Kota

Depok tahun 2018 sebagai berikut:

Tabel 5.4 Gambaran Suhu Dalam Ruangan di Day Care


Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
Day Care Hasil Pengukuran Keterangan
Suhu (ºC)
A 29,35 Memenuhi Syarat
B 30,02 Tidak Memenuhi Syarat
C 27,03 Memenuhi Syarat
D 28,03 Memenuhi Syarat
E 30,35 Tidak Memenuhi Syarat
F 29,45 Memenuhi Syarat
G 26,38 Memenuhi Syarat
H 29,68 Memenuhi Syarat
Keterangan: Tidak Memenuhi Syarat (<18ºC atau >30ºC)
Memenuhi Syarat (18ºC – 30ºC)
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa mayoritas day care di

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok memiliki suhu memenuhi syarat

sebanyak 6 day care (75%), yakni berada di day care A, C, D, F, G, dan H.


94

2. Kelembaban

Gambaran kelembaban dalam ruangan di day care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 sebagai berikut:

Tabel 5.5 Gambaran Kelembaban Dalam Ruangan di Day Care


Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
Day Care Hasil Pengukuran Keterangan
Kelembaban (%)
A 84,79 Tidak Memenuhi Syarat
B 77,12 Tidak Memenuhi Syarat
C 71,60 Tidak Memenuhi Syarat
D 61,95 Tidak Memenuhi Syarat
E 82,83 Tidak Memenuhi Syarat
F 83,86 Tidak Memenuhi Syarat
G 69,61 Tidak Memenuhi Syarat
H 80,07 Tidak Memenuhi Syarat
Keterangan: Tidak Memenuhi Syarat (<40% atau >60%)
Memenuhi Syarat (40% – 60%)
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa semua day care di Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok memiliki kelembaban tidak memenuhi syarat

sebanyak 8 day care (100%).

3. Pencahayaan

Gambaran pencahayaan dalam ruangan di day care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 sebagai berikut:


95

Tabel 5.6 Gambaran Pencahayaan Dalam Ruangan di Day Care


Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
Day Care Hasil Pengukuran Keterangan
Pencahayaan (lux)
A 49,51 Tidak Memenuhi Syarat
B 135,55 Memenuhi Syarat
C 36,29 Tidak Memenuhi Syarat
D 890,46 Memenuhi Syarat
E 104,39 Memenuhi Syarat
F 23,68 Tidak Memenuhi Syarat
G 59,79 Tidak Memenuhi Syarat
H 19,60 Tidak Memenuhi Syarat
Keterangan: Tidak Memenuhi Syarat (<60 lux)
Memenuhi Syarat (≥60 lux)
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa sebagian besar day care di

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok memiliki pencahayaan tidak memenuhi

syarat sebanyak 5 day care (62,5%), yakni berada di day care A, C, F, G,

dan H.

4. Kepadatan Hunian

Gambaran kepadatan hunian di day care Kecamatan Sukmajaya Kota

Depok tahun 2018 sebagai berikut:


96

Tabel 5.7 Gambaran Kepadatan Hunian di Day Care


Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
Day Care Kepadatan Hunian Keterangan
(m2/orang)
A 8,11 Tidak Memenuhi Syarat
B 37,50 Memenuhi Syarat
C 3,18 Tidak Memenuhi Syarat
D 14,73 Memenuhi Syarat
E 6,00 Tidak Memenuhi Syarat
F 8,18 Tidak Memenuhi Syarat
G 7,80 Tidak Memenuhi Syarat
H 6,95 Tidak Memenuhi Syarat
Keterangan: Tidak Memenuhi Syarat (<10 m2/orang)
Memenuhi Syarat (≥10 m2/orang)
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa mayoritas day care di

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok memiliki kepadatan hunian tidak

memenuhi syarat sebanyak 6 day care (75%), yakni berada di day care A,

C, E, F, G, dan H.

2. Luas Ventilasi

Gambaran kelembaban dalam ruangan di day care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 sebagai berikut:


97

Tabel 5.8 Gambaran Luas Ventilasi di Day Care


Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
Day Hasil Hasil Keterangan
Care Pengukuran Perhitungan
Luas 10% x Luas
Ventilasi (m2) Lantai
(m2)

A 0 2,87 Tidak Memenuhi Syarat


B 0,05 2,52 Tidak Memenuhi Syarat
C 0,02 2,19 Tidak Memenuhi Syarat
D 0,08 2,14 Tidak Memenuhi Syarat
E 0,05 0,95 Tidak Memenuhi Syarat
F 0,11 1,37 Tidak Memenuhi Syarat
G 0,03 2,87 Tidak Memenuhi Syarat
H 0,52 1,57 Tidak Memenuhi Syarat
Keterangan: Tidak Memenuhi Syarat (luas ventilasi <10% dari luas lantai)
Memenuhi Syarat (luas ventilasi ≥10% dari luas lantai)
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa semua day care di Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok memiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat

sebanyak 8 day care (100%).

E. Gambaran Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Karakteristik balita di

Taman Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok

Tahun 2018

Hasil penelitian mengenai gambaran keluhan gejala ISPA berdasarkan

karakteristik balita (jenis kelmain, status gizi, dan status imunisasi) di day care
98

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 5.9,

5.10, dan 5.11.

1. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi keluhan gejala ISPA berdasarkan jenis kelamin

karakteristik balita di day care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun

2018 sebagai berikut:

Tabel 5.9 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Jenis Kelamin


Karakteristik balita di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018

Jenis Kelamin Keluhan Gejala ISPA Total


Tinggi Rendah
n % n % n %
Laki-laki > 2 33,3 4 66,7 6 100,0
Perempuan

Perempuan > 2 100,0 0 0 2 100,0


Laki-laki
Total 4 50,0 4 50,0 8 100,0
Keterangan:
n : Jumlah
% : Persentase
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa day care yang memiliki

proporsi karakteristik balita berjenis kelamin laki-laki lebih besar dari

perempuan lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita

rendah sebanyak 2 dari 6 (33,3%) day care. Sedangkan day care yang

memiliki proporsi karakteristik balita berjenis kelamin perempuan lebih


99

besar dari laki-laki lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA

pada balita tinggi sebanyak 2 dari 2 (100%) day care.

2. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Status Gizi

Distribusi keluhan gejala ISPA berdasarkan status gizi karakteristik

balita di day care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 sebagai

berikut:

Tabel 5.10 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Status Gizi


Karakteristik balita di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018

Status Gizi Keluhan Gejala ISPA Total


Tinggi Rendah
n % n % n %
Gizi Normal 4 50,0 4 50,0 8 100,0
> Gizi
Kurang
Total 4 50,0 4 50,0 8 100,0
Keterangan:
n : Jumlah
% : Persentase
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa day care memiliki proporsi

karakteristik balita berstatus gizi normal lebih besar dari gizi kurang

memiliki proporsi keluhan gejala ISPA tinggi dan rendah memiliki jumlah

dan persentase yang sama sebanyak 4 dari 8 (50%) day care.


100

3. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Status Imunisasi

Distribusi keluhan gejala ISPA berdasarkan status imunisasi

karakteristik balita di day care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun

2018 sebagai berikut:

Tabel 5.11 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Status


Imunisasi Karakteristik balita di Day Care
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
Status Keluhan Gejala ISPA Total
Imunisasi Tinggi Rendah
n % n % n %
Imunisasi 4 50,0 4 50,0 8 100,0
Dasar Wajib
Lengkap >
Imunisasi
Dasar Wajib
Tidak Lengkap
Total 4 50,0 4 50,0 8 100,0
Keterangan:
n : Jumlah
% : Persentase
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa day care memiliki proporsi

karakteristik balita berstatus imunisasi dasar wajib lengkap lebih besar dari

imunisasi dasar wajib tidak lengkap memiliki proporsi keluhan gejala ISPA

pada balita tinggi dan rendah memiliki jumlah dan persentase yang sama

sebanyak 4 dari 8 (50%) day care.


101

F. Gambaran Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kondisi lingkungan Dalam

Ruangan di Taman Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya

Kota Depok Tahun 2018

Hasil penelitian mengenai gambaran keluhan gejala ISPA berdasarkan

kondisi lingkungan dalam ruangan (konsentrasi PM10, suhu, kelembaban,

pencahayaan, kepadatan hunian, dan luas ventilasi) di day care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 5.12, 5.13, 5.14,

5.15, 5.16, dan 5.17.

1. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Konsentrasi PM10

Hasil penelitian mengenai gambaran keluhan gejala ISPA berdasarkan

konsentrasi PM10 di day care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun

2018 dapat dilihat pada tabel 5.12.

Tabel 5.12 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Konsentrasi


PM10 di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
Konsentrasi Keluhan Gejala ISPA Total
PM10 Tinggi Rendah
n % n % n %
Memenuhi 4 50,0 4 50,0 8 100,0
Syarat
Total 4 50,0 4 50,0 8 100,0
Keterangan:
n : Jumlah
% : Persentase
Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa day care memiliki

konsentrasi PM10 memenuhi syarat dan memiliki proporsi keluhan gejala


102

ISPA pada balita tinggi dan rendah memiliki jumlah dan persentase yang

sama sebanyak 4 dari 8 (50%) day care.

2. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Suhu

Distribusi keluhan gejala ISPA berdasarkan suhu di day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 sebagai berikut:

Tabel 5.13 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Suhu di Day


Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
Suhu Keluhan Gejala ISPA Total
Tinggi Rendah
n % n % n %
Tidak 0 0 2 100,0 2 100,0
Memenuhi
Syarat
Memenuhi 4 66,7 2 33,3 6 100,0
Syarat
Total 4 50,0 4 50,0 8 100,0
Keterangan:

n : Jumlah

% : Persentase

Berdasarkan tabel 5.13 diketahui bahwa day care yang memiliki suhu

tidak memenuhi syarat lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA

pada balita rendah sebanyak 2 dari 2 (100%) day care. Sedangkan day care

yang memiliki suhu memenuhi syarat lebih banyak memiliki proporsi

keluhan gejala ISPA tinggi sebanyak 4 dari 6 (66,7%) day care.


103

3. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kelembaban

Distribusi keluhan gejala ISPA berdasarkan kelembaban di day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 sebagai berikut:

Tabel 5.14 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kelembaban


di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
Kelembaban Keluhan Gejala ISPA Total
Tinggi Rendah
n % n % n %
Tidak 4 50,0 4 50,0 8 100,0
Memenuhi
Syarat
Total 4 50,0 4 50,0 8 100,0
Keterangan:
n : Jumlah
% : Persentase
Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa day care memiliki

kelembaban tidak memenuhi syarat dan memiliki proporsi keluhan gejala

ISPA tinggi dan rendah memiliki jumlah dan persentase yang sama

sebanyak 4 dari 8 (50%) day care.

4. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Pencahayaan

Distribusi keluhan gejala ISPA berdasarkan pencahayaan di day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 sebagai berikut:


104

Tabel 5.15 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Pencahayaan


di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
Pencahayaan Keluhan Gejala ISPA Total
Tinggi Rendah
n % n % n %
Tidak 3 60,0 2 40,0 5 100,0
Memenuhi
Syarat
Memenuhi 1 33,3 2 66,7 3 100,0
Syarat
Total 4 50,0 4 50,0 8 100,0
Keterangan:

n : Jumlah

% : Persentase

Berdasarkan tabel 5.15 diketahui bahwa day care yang memiliki

pencahayaan tidak memenuhi syarat lebih banyak memiliki proporsi

keluhan gejala ISPA tinggi sebanyak 3 dari 5 (60%) day care. Sedangkan

day care yang memiliki pencahayaan memenuhi syarat lebih banyak

memiliki proporsi keluhan gejala ISPA rendah sebanyak 2 dari 3 (66,7%)

day care.

5. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kepadatan Hunian

Distribusi keluhan gejala ISPA berdasarkan kepadatan hunian di day

care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 sebagai berikut:


105

Tabel 5.16 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kepadatan


Hunian di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
Kepadatan Keluhan Gejala ISPA Total
Hunian Tinggi Rendah
n % n % n %
Tidak 3 50,0 3 50,0 6 100,0
Memenuhi
Syarat
Memenuhi 1 50,0 1 50,0 2 100,0
Syarat
Total 4 50,0 4 50,0 8 100,0
Keterangan:
n : Jumlah
% : Persentase
Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa day care yang memiliki

kepadatan hunian tidak memenuhi syarat dan memiliki proporsi keluhan

gejala ISPA tinggi dan rendah memiliki jumlah dan persentase yang sama

sebanyak 3 dari 6 (50%) day care. Sedangkan day care yang memiliki

kepadatan hunian memenuhi syarat dan memiliki proporsi keluhan gejala

ISPA tinggi dan rendah memiliki jumlah dan persentase yang sama

sebanyak 1 dari 2 (50%) day care.

6. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Luas Ventilasi

Distribusi keluhan gejala ISPA berdasarkan luas ventilasi di day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2018 sebagai berikut:


106

Tabel 5.17 Distribusi Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Luas Ventilasi


di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok
Tahun 2018
Luas Keluhan Gejala ISPA Total
Ventilasi Tinggi Rendah
n % n % n %
Tidak 4 50,0 4 50,0 8 100,0
Memenuhi
Syarat
Total 4 50,0 4 50,0 8 100,0
Keterangan:
n : Jumlah
% : Persentase
Berdasarkan tabel 5.17 diketahui bahwa day care memiliki luas

ventilasi tidak memenuhi syarat dan memiliki proporsi keluhan gejala ISPA

tinggi dan rendah memiliki jumlah dan persentase yang sama sebanyak 4

dari 8 (50%) day care.


BAB VI
PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa kendala yang menjadi

keterbatasan penelitian, yaitu:

1. Pencarian data lokasi penelitian day care di Kecamatan Sukmajaya Kota

Depok dilakukan melalui situs internet maka yang tidak memiliki website

tidak dapat ditemukan lokasinya sehingga kemungkinan tidak semua day

care di Kecamatan Sukmajaya diteliti pada penelitian ini.

2. Adanya keterbatasan alat dan biaya pengukuran PM10 maka hanya

melakukan pengukuran PM10 pada waktu sesaat, yakni 1 jam dengan

rentang jam 08.00 – 13.00 WIB yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan nomor 1077 yang mengukur PM10 selama 24 jam dan hanya

melakukan pengukuran di dalam day care sehingga tidak dapat diketahui

apakah sumber pencemaran PM10 berasal dari dalam atau luar day care.

3. Adanya keterbatasan durasi peminjaman alat, maka pengukuran suhu,

kelembaban, dan pencahayaan tidak dilakukan pada rentang waktu jam

08.00 – 12.00 melainkan dilakukan pada rentang waktu jam 08.00 – 13.00

WIB sehingga kemungkinan intensitas cahaya matahari pada waktu lebih

107
108

dari jam 12.00 akan memengaruhi hasil pengukuran menjadi lebih tinggi

karena sudut datang sinar matahari tegak lurus dengan bumi.

4. Adanya keterbatasan jumlah tempat penelitian yang diambil sehingga

analisis data yang dihasilkan hanya analisis deskriptif saja, tidak dapat

melihat besarnya paparan polutan PM10 dan besarnya pengaruh faktor

kondisi lingkungan dalam ruangan yang diterima per individu serta tidak

dapat dibuktikan adanya hubungan serta pengaruhnya antara konsentrasi

PM10 dalam ruangan dan kondisi lingkungan dalam ruangan (suhu,

kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian, dan luas ventilasi) dengan

keluhan gejala ISPA pada balita secara statistik.

B. Gambaran Keluhan Gejala ISPA Pada Balita di Taman Penitipan Anak

(Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran pernapasan mulai dari

hidung sampai alveoli termasuk jaringan adneksa yang meliputi sinus, rongga

telinga tengah, dan pleura (Kementerian Kesehatan RI, 2011b). Penyakit ISPA

terbagi menjadi dua, yaitu infeksi saluran pernapasan atas dan infeksi saluran

pernapasan bawah. Infeksi saluran pernapasan atas meliputi pilek, faringitis,

difteri, laringitis, rhinitis, sinusitis, otitis media, dan influenza tanpa

komplikasi. Sedangkan infeksi saluran pernapasan bawah meliputi pneumonia

dan bronchitis (Corwin, 2009). Klasifikasi ISPA menurut Kementerian


109

Kesehatan RI (2011b) terdiri dari pneumonia berat, pneumonia, dan bukan

pneumonia.

Pada penelitian ini, keluhan gejala ISPA pada balita yang diteliti di setiap

day care adalah keluhan gejala ISPA bukan pneumonia seperti batuk, pilek,

nyeri tenggorokan, demam, tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, dan tidak

ada nafas cepat dalam 2 minggu terakhir (Kementerian Kesehatan, 2011b;

WHO, 2007). Berdasarkan teori, balita yang dikatakan mengalami keluhan

gejala ISPA bukan pneumonia adalah balita yang tidak mengalami tarikan

dinding dada ke dalam, tidak mengalami nafas cepat, dan mengalami keluhan

dari satu gejala atau lebih seperti batuk, pilek atau nyeri tenggorokan. Apabila

balita mengalami alergi yang menimbulkan gejala seperti bersin, batuk, pilek

maka itu bukan disebut sebagai mengalami keluhan gejala ISPA karena gejala

yang ditimbulkan berasal dari reaksi tubuh yang berlebihan bukan karena

adanya infeksi saluran pernapasan. Sedangkan balita yang hanya mengalami

demam, belum tentu disebut mengalami keluhan gejala ISPA karena demam

bukan hanya menandakan mengalami infeksi pada saluran pernapasan

melainkan bisa juga menandakan mengalami infeksi pada saluran lain.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 di delapan day care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok menunjukkan bahwa terdapat 4 dari 8 (50%) day care

memiliki proprosi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi (> 69% balita yang

mengalami keluhan gejala ISPA dari semua day care), yakni berada di day

care A, C, D, dan G. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh


110

Hayati (2017) di Wilayah Puskesmas Rawa Terate yang menunjukkan bahwa

79,1% balita mengalami keluhan gejala ISPA sehingga wilayah tersebut

memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi. Pada tabel 5.3 juga

terdapat 4 dari 8 (50%) day care memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada

balita rendah (≤69% balita yang mengalami keluhan gejala ISPA dari semua

day care), yakni berada di day care B, E, F, dan H. Sama halnya dengan

penelitian Kumalasari (2016) di beberapa wilayah Surabaya Timur yang

menunjukkan bahwa 29,4% balita mengalami keluhan gejala ISPA sehingga

day care di wilayah Surabaya Timur memiliki proporsi keluhan gejala ISPA

pada balita rendah.

Tingginya proporsi keluhan gejala ISPA pada balita di day care A, C, D,

dan G dapat terjadi karena pada day care A memiliki proporsi karakteristik

balita berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan yang lebih

berisiko terkena keluhan gejala ISPA, memiliki kelembaban, pencahayaan, dan

luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat. Pada day care C dapat terjadi

karena memiliki kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian, dan luas

ventilasi yang tidak memenuhi syarat. Pada day care D dapat terjadi karena

proporsi karakteristik balita berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada

perempuan yang lebih berisiko terkena keluhan gejala ISPA, memiliki

kelembaban dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan pada

day care G dapat terjadi karena memiliki kelembaban, pencahayaan, kepadatan

hunian, dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat. Dari empat day care
111

tersebut memiliki proporsi karakteristik balita laki-laki lebih banyak yang

menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat dan kandungan uap air ketika

mengeluarkan napas juga meningkat sehingga kelembaban di empat day care

tersebut juga meningkat. Kelembaban meningkat juga kemungkinan bisa

disebabkan karena pencahayaan di dalam ruangan tidak memenuhi syarat dan

kepadatan hunian serta luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat juga

memengaruhi sirkulasi udara di dalam ruangan yang akan meningkatkan

kelembaban di dalam ruangan dan cahaya matahari yang masuk tidak

memenuhi syarat. Oleh sebab itu, empat day care tersebut memiliki proporsi

keluhan gejala ISPA pada tinggi.

Rendahnya proporsi keluhan gejala ISPA pada balita di day care B, E, F,

dan H dapat terjadi karena pada day care B memiliki proporsi karakteristik

balita berstatus gizi normal lebih banyak daripada gizi kurang, status imunisasi

dasar wajib lengkap lebih banyak daripada status imunisasi dasar wajib tidak

lengkap, konsentrasi PM10, suhu, pencahayaan, dan kepadatan hunian

memenuhi syarat. Pada day care E dapat terjadi karena memiliki proporsi

karakteristik balita berstatus gizi normal lebih banyak daripada gizi kurang,

status imunisasi dasar wajib lengkap lebih banyak daripada status imunisasi

dasar wajib tidak lengkap, konsentrasi PM10 dan pencahayaan memenuhi

syarat. Pada day care F dapat terjadi karena memiliki proporsi karakteristik

balita berstatus gizi normal lebih banyak daripada gizi kurang, status imunisasi

dasar wajib lengkap lebih banyak daripada status imunisasi dasar wajib tidak
112

lengkap, konsentrasi PM10, suhu, dan luas ventilasi memenuhi syarat.

Sedangkan pada day care H dapat terjadi karena memiliki proporsi

karakteristik balita berstatus gizi normal lebih banyak daripada gizi kurang,

status imunisasi dasar wajib lengkap lebih banyak daripada status imunisasi

dasar wajib tidak lengkap konsentrasi PM10, suhu, dan luas ventilasi. Dari

empat day care tersebut memiliki kepadatan hunian dan luas ventilasi yang

memenuhi syarat sehingga sirkulasi udara di dalam ruangan lancar dan stabil

maka suhu, pencahayaan, dan konsentrasi PM10 yang berada di dalam ruangan

pun memenuhi syarat. Selain itu, karakteristik balita di empat day care tersebut

memiliki status gizi normal dan status imunisasi dasar wajib lengkap sehingga

dapat menghasilkan imunitas tubuh yang kuat. Oleh sebab itu, empat day care

tersebut memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita rendah.

Menurut WHO (2007), seseorang yang mengalami keluhan gejala ISPA

menandakan bahwa terdapat agen yang mengendap di saluran pernapasan dan

akan menimbulkan reaksi seperti batuk dan bersin, maka ketika seseorang yang

mengalami keluhan gejala ISPA seperti batuk dan mengeluarkan droplet

(percikan ludah) di depan orang yang sehat maka droplet tersebut akan masuk

melalui udara dan mengendap di mukosa mata, mulut, hidung, dan

tenggorokan orang sehat sehingga orang yang sehat tersebut akan tertular

mengalami keluhan gejala ISPA. Penularan keluhan gejala ISPA dari satu

orang ke orang lain tersebut berkontribusi untuk menyebabkan keluhan gejala

ISPA di suatu tempat memilki proporsi yang tinggi atau rendah.


113

Menurut Breysse (2010) kondisi lingkungan dalam ruangan dan kualitas

udara dalam ruangan menjadi hal yang harus diperhatikan karena balita di day

care lebih banyak menghabiskan waktu mereka di dalam ruangan yang dapat

menjadi tempat penularan penyakit. Oleh sebab itu, faktor risiko yang dapat

menyebabkan keluhan gejala ISPA, seperti kondisi lingkungan dalam ruangan,

konsentrasi PM10, harus dijaga dan dipelihara sesuai dengan syarat kesehatan.

C. Gambaran Kondisi lingkungan Dalam Ruangan di Taman Penitipan

Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018

1. Konsentrasi PM10 Dalam Ruangan di Day Care Kecamatan Sukmajaya

Kota Depok Tahun 2018

Particulate Matter (PM10) adalah partikel yang berukuran ≤10

mikrometer dengan tebal sekitar se per tujuh ketebalan rambut manusia

yang berada di atmosfir (California Environmental Protection Agency,

2009). Pengukuran konsentrasi PM10 pada penelitian ini dilakukan

menggunakan Haz Dust EPAM 5000 selama 1 jam di ruangan yang

balitanya paling sering beraktivitas di setiap day care. Pengukuran selama 1

jam merupakan pengukuran sewaktu atau disebut dengan metode spot

sampling yang dipakai untuk memeriksa secara acak keadaan zat pencemar

udara pada tempat pemeriksaan sehingga dapat diperoleh gambaran

konsentrasi PM10 dalam ruangan (Lindawaty, 2010). Pengukuran

konsentrasi PM10 dimulai dari jam 08.00 – 13.00 WIB dengan kondisi cuaca

cerah. Pengukuran yang dilakukan sudah sesuai dengan beberapa teori yang
114

menyatakan bahwa pengukuran konsentrasi PM10 lebih baik dilakukan pada

kondisi cuaca cerah dan waktu sibuk dimulai dari jam 08.00 - 13.00 WIB

karena pada waktu tersebut aktivitas manusia dan jumlah kendaraan

bermotor sedang meningkat sehingga banyak menghasilkan konsentrasi

PM10 di udara dan hasil pengukuran konsentrasi PM10 dapat

menggambarkan hasil pengukuran yang potensial di tempat tersebut.

Apabila pengukuran dilakukan pada waktu lebih dari jam 13.00 WIB, PM10

sudah bercampur dengan gas polutan lain di udara dan bila kondisi hujan

maka hujan akan membersihkan atau menghilangkan konsentrasi PM10 di

udara (Gumara, 2006; Ruktiningsih, 2014; Sumaryati, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3 di delapan day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok menunjukkan bahwa semua day care

memiliki konsentrasi PM10 memenuhi syarat (≤70 µg/m3) sebesar 100%.

Hal ini dikarenakan berdasarkan observasi yang telah dilakukan, letak

delapan day care mayoritas berada di lingkungan perumahan, jauh dari

aktivitas industri, jauh dari aktivitas konstruksi, dan tidak ada sumber PM10

dari dalam ruangan seperti tidak menggunakan obat nyamuk bakar, tidak

menggunakan bahan bakar memasak dengan kayu dan minyak tanah, dan

tidak ada yang merokok di dalam ruangan delapan day care tersebut.

Walaupun sumber konsentrasi PM10 di dalam ruangan tidak ada, namun

delapan day care tersebut tetap memiliki konsentrasi PM10 di dalam

ruangan. Adanya polutan PM10 di ruangan bisa disebabkan karena sumber


115

PM10 dari luar ruangan yang masuk ke dalam ruangan, seperti asap

kendaraan bermotor, debu dari lahan atau halaman terbuka, dan pembakaran

sampah (California Environmental Protection Agency, 2009).

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, PM10 yang berada di dalam

ruangan day care tersebut disebabkan karena asap kendaraan bermotor yang

melewati day care tersebut, baik itu berasal dari kendaraan yang dimiliki

oleh orang tua balita yang dititipkan maupun kendaraan bermotor orang lain

yang melewati day care. Selain itu, delapan day care memiliki lahan atau

halaman terbuka yang tidak menutup kemungkinan terdapat polutan PM10.

Faktor meteorologi juga dapat menyebabkan adanya PM10 di setiap day

care, seperti suhu, kelembaban, curah hujan, arah dan kecepatan angin

(Istikharotun, et al, 2016).

2. Suhu Dalam Ruangan di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok

Tahun 2018

Suhu dalam ruangan adalah derajat panas atau dingin udara dalam

ruangan. Pada penelitian ini, suhu udara dalam ruangan day care diukur

dengan menggunakan environmental meter yang diletakkan di ruangan yang

balitanya paling sering beraktivitas, dimana waktu pengukuran dilakukan

pada jam 08.00 – 13.00 WIB dalam kondisi cerah dengan pengukuran

selama 10 menit.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 di delapan day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok menunjukkan bahwa mayoritas day


116

care memiliki suhu memenuhi syarat (18ºC - 30ºC) sebesar 75%, yakni

berada di day care A, C, D, F, G, dan H. Hal ini dikarenakan berdasarkan

observasi yang dilakukan, enam day care tersebut menggunakan AC yang

selalu dipakai ketika mereka beraktivitas sehingga suhu di dalam ruangan

tersebut diatur oleh AC tersebut.

Pada tabel 5.5 juga terdapat day care yang memiliki suhu tidak

memenuhi syarat (>30 ºC) sebesar 25%, yakni berada di day care B dan E.

Hal ini dikarenakan berdasarkan observasi yang dilakukan, di day care B

tidak menggunakan AC, kipas angin, atau exhauster sehingga suhu udara

tidak diatur oleh alat tersebut dan ruangan yang diukur di dua day care

memiliki jendela yang berada dekat dengan halaman terbuka samping

rumah sehingga sinar matahari masuk dan memengaruhi suhu di dalam

ruangan. Selain itu, di day care E juga tidak menggunakan AC, kipas angin,

atau exhauster sehingga suhu udara tidak diatur oleh alat tersebut dan juga

dipengaruhi oleh padatnya karakteristik balita yang mengeluarkan panas

tubuh. Semakin banyak panas tubuh yang dikeluarkan maka suhu di dalam

ruangan semakin terasa panas (Ningrum, 2015). Oleh sebab itu, dua day

care tersebut memiliki suhu yang tidak memenuhi syarat. Maka dari itu,

perlu dilakukan upaya untuk dapat mengendalikan suhu udara dalam

ruangan day care seperti menggunakan AC, exhauster, dan kipas angin

untuk mengatur suhu dan sirkulasi udara.


117

3. Kelembaban Dalam Ruangan di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota

Depok Tahun 2018

Kelembaban adalah persentase kandungan uap air udara dalam ruang.

Pada penelitian ini, kelembaban dalam ruangan day care diukur dengan

menggunakan environmental meter yang diletakkan di ruangan yang

balitanya paling sering beraktivitas, dimana waktu pengukuran dilakukan

pada jam 08.00 – 13.00 WIB selama 10 menit.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5 di delapan day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok menunjukkan bahwa semua day care

memiliki kelembaban tidak memenuhi syarat (>60%) sebesar 100%. Hal ini

dikarenakan berdasarkan observasi yang dilakukan, semua day care tidak

mempergunakan ventilasi alami secara maksimal, dimana terdapat jendela

namun tidak dapat dibuka dan terdapat lubang angin yang ditutup dengan

kaca dengan alasan agar nyamuk tidak masuk ke dalam ruangan sehingga

tidak dapat membantu sirkulasi udara berjalan dengan baik yang

mengakibatkan kelembaban udara dalam ruang meningkat. Selain itu,

padatnya karakteristik balita yang menempati day care C, E, G, dan H dan

banyaknya karakteristik balita yang berjenis kelamin laki-laki di day care A,

B, D, E, F, dan H juga berkontribusi menyebabkan kelembaban di ruangan

menjadi tidak memenuhi syarat (>60%).

Menurut Asriati (2012) dan Suryani, et al (2015) ruangan yang memiliki

balita laki-laki membutuhkan oksigen lebih banyak untuk metabolisme


118

tubuh dan bernapas. Maka kebutuhan oksigen (O2) yang diperlukan oleh

tubuh akan meningkat dan produksi uap air (H2O) serta karbon dioksida

(CO2) juga akan meningkat. Meningkatnya uap air dan karbon dioksida

(CO2) akan menjadikan kondisi dalam ruangan menjadi tinggi (>60%) atau

lembab dan semakin banyak karakteristik balita maka produksi uap air

(H2O) dan karbon dioksida (CO2) dalam ruangan juga akan meningkat

sehingga kondisi dalam ruangan menjadi lembab.

4. Pencahayaan di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun

2018

Pencahayaan yang diukur dalam penelitian ini adalah pencahayaan alami.

Pencahayaan alami merupakan penerangan ruangan secara alami oleh sinar

matahari melalui jendela, lubang angin, dan pintu (Suryani, et al., 2015).

Pencahayaan dalam ruangan diukur pada jam 08.00 – 13.00 WIB di ruangan

yang balitanya paling sering beraktivitas di setiap day care dengan

menggunakan environmental meter dengan melakukan pengukuran

penerangan secara umum yang mengacu pada SNI 16-7062-2004.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6 di delapan day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok menunjukkan bahwa sebagian besar day

care memiliki pencahayaan tidak memenuhi syarat (<60 lux) sebesar 62,5%,

yakni berada di day care A, C, F, G, dan H. Hal ini dikarenakan berdasarkan

observasi yang dilakukan, ruangan yang menjadi tempat yang balitanya

paling sering beraktivitas di lima day care tersebut memiliki jendela serta
119

lubang angin yang sedikit dan tidak ada genting kaca atau fiber glass

sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam ruangan. Selain itu,

mayoritas ruangan yang menjadi tempat yang balitanya paling sering

beraktivitas terletak di ruang depan namun di depan ruangan tersebut

terdapat pohon besar dan atap di teras depan yang panjang sehingga

intensitas cahaya matahari yang masuk ke ruangan tersebut sedikit.

Pada tabel 5.6 juga terdapat day care yang memiliki pencahayaan

memenuhi syarat (≥60 lux) sebesar 37,5%, yakni berada di day care B, D,

dan E. Hal ini dikarenakan berdasarkan observasi yang dilakukan, ruangan

yang balitanya paling sering beraktivitas di tiga day care tersebut berada di

ruangan yang berhadapan langsung dengan luar dan memiliki banyak

jendela dan lubang angin sehingga intensitas cahaya matahari yang masuk

ke dalam ruangan tinggi. Selain itu, ketika dilakukan pengukuran

pencahayaan di day care D waktu pengukuran lebih dari jam 12.00, dimana

pada waktu tersebut arah datangnya sinar matahari yang masuk ke bumi

adalah tegak lurus sehingga intensitas cahaya matahari semakin kuat di

bumi mengakibatkan pencahayaan di day care D menjadi tinggi dan

memenuhi syarat (Musyaiyadah, 2011; Utoyo, 2009).

5. Kepadatan Hunian di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok

Tahun 2018

Pengukuran kepadatan hunian dalam penelitian ini diperoleh dari

perbandingan antara jumlah luas bangunan dengan jumlah karakteristik


120

balita yang berada di day care yang menjadi lokasi penelitian. Pengukuran

dilakukan dengan menggunakan roll meter.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7 di delapan day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok menunjukkan bahwa mayoritas day

care memiliki kepadatan hunian tidak memenuhi syarat (<10m2/orang)

sebesar 75%, yakni berada di day care A, C, E, F, G, dan H. Hal ini

dikarenakan berdasarkan observasi yang dilakukan, empat day care tersebut

memiliki jumlah karakteristik balita yang banyak namun luas ruangannya

sempit sehingga kepadatan hunian yang dihasilkan padat. Ketidaktahuan

pengelola day care terkait jumlah karakteristik balita dan luas bangunan

yang memenuhi syarat kesehatan juga menyebabkan kepadatan hunian di

tempat tersebut melebihi syarat kesehatan yang telah ditetapkan.

Pada tabel 5.7 juga terdapat day care yang memiliki kepadatan hunian

memenuhi syarat (≥10m2/orang) sebesar 25%, yakni berada di day care B

dan D. Hal ini dikarenakan berdasarkan observasi yang dilakukan, dua day

care tersebut memiliki jumlah karakteristik balita yang sedikit dibandingkan

dengan luas bangunannya yang luas sehingga kepadatan hunian di empat

day care tersebut memenuhi syarat.

6. Luas Ventilasi di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun

2018

Pengukuran luas ventilasi dalam penelitian ini diperoleh dari

perbandingan antara jumlah jendela terbuka dan lubang angin terbuka


121

dengan luas lantai ruangan yang balitanya paling sering beraktivitas.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan roll meter. Luas ventilasi yang

diukur merupakan ventilasi alami yang menjadi jalan masuk udara segar ke

dalam ruangan dan jalan keluar bagi udara kotor.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.8 di delapan day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok menunjukkan bahwa semua day care

memiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat (<10% dari luas lantai

masing-masing day care) sebesar 100%. Hal ini dikarenakan berdasarkan

observasi yang dilakukan, luas ventilasi di setiap day care kurang dari 10%

dari luas lantai, banyak ventilasi yang tidak terbuka, dan ada day care yakni

di day care A yang tidak memiliki ventilasi yang terbuka dan berfungsi

sehingga suplai udara yang masuk lebih sedikit. Selain itu, ketidaktahuan

pengelola day care terkait luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan

dan menghitung luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan juga

menyebabkan luas ventilasi di semua day care Kecamatan Sukmajaya Kota

Depok tidak memenuhi syarat kesehatan.

D. Gambaran Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Karakteristik balita di

Taman Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Tahun 2018

1. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Jenis Kelamin Karakteristik balita

di Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko terjadinya gangguan

pernapasan yakni ISPA. Faktor jenis kelamin merupakan salah satu variabel
122

deskriptif yang dapat memberikan perbedaan angka atau rate kejadian pada

laki-laki dan perempuan (Noor, 2008). Jenis kelamin memiliki pengaruh

terhadap gangguan saluran pernapasan. Perbedaan insiden penyakit menurut

jenis kelamin bisa terjadi karena adanya perbedaan pada bentuk anatomi,

fisiologis, dan sistem hormonal pada laki-laki dan perempuan. Selain itu,

perbedaan frekuensi penyakit tertentu menurut jenis kelamin kemungkinan

dapat disebabkan karena adanya perbedaan kebiasaan makan, tingkat

kerentanan, penggunaan sarana kesehatan, dan pekerjaan (Halim, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian pada grafik 5.1 diketahui bahwa mayoritas

day care memiliki proporsi karakteristik balita berjenis kelamin laki-laki

lebih banyak daripada perempuan sebesar 75%. Menurut beberapa

penelitian menyatakan bahwa laki-laki lebih rentan terkena penyakit. Hal ini

disebabkan karena aktivitas fisik balita laki-laki yang lebih aktif bila

dibandingkan dengan balita perempuan sehingga memungkinkan balita laki-

laki lebih sering terpapar agen penyakit, khususnya penyakit ISPA. Balita

laki-laki yang aktif membutuhkan oksigen untuk metabolisme tubuhnya dan

bernapas. Banyaknya kebutuhan oksigen (O2) yang diperlukan oleh tubuh,

maka produksi uap air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) juga akan

meningkat. Meningkatnya uap air dan karbon dioksida (CO2) akan

menjadikan kondisi dalam ruangan lembab dan meningkatkan

perkembangan patogen penyakit ISPA (Asriati, et al, 2012 ; Suryani et al

2015). Selain itu, seseorang yang memiliki jenis kelamin laki-laki tidak
123

mempunyai hormon 17 ß-estradiol yang hanya dimiliki perempuan, dimana

fungsi hormon tersebut menstabilkan dan meningkatkan reaksi imunitas bila

terjadi infeksi di dalam tubuh. Sehingga laki-laki memiliki kekebalan tubuh

yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan (Falages, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.10 diketahui bahwa terdapat 2

dari 6 (100%) day care yang memiliki proporsi karakteristik balita berjenis

kelamin laki-laki lebih besar dari perempuan lebih banyak memiliki

proporsi keluhan gejala ISPA pada balita rendah. Selain itu, pada tabel 5.10

juga terdapat 2 dari 2 (100%) day care yang memiliki proporsi karakteristik

balita berjenis kelamin perempuan lebih besar dari laki-laki lebih banyak

memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi. Hal ini tidak

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sun dan Sundell (2011) dan

Iskandar, et al (2015) di day care yang memiliki karakteristik balita berjenis

kelamin laki-laki lebih besar dari perempuan lebih banyak memiliki

proporsi keluhan gejala ISPA tinggi dan day care yang memiliki

karakteristik balita berjenis kelamin perempuan lebih besar dari laki-laki

lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita rendah atau

bahkan tidak ada yang mengalami keluhan gejala ISPA.

Day care yaang memiliki proporsi karakteristik balita berjenis kelamin

laki-laki lebih besar dari perempuan lebih banyak memiliki proporsi keluhan

gejala ISPA pada balita rendah disebabkan karena adanya faktor status gizi

normal dan status imunisasi dasar wajib lengkap yang dimiliki oleh
124

mayoritas karakteristik balita di day care tersebut yang dapat menjaga

imunitas tubuh balita menjadi kuat atau terlindungi dari tertularnya keluhan

gejala ISPA sehingga proporsi keluhan gejala ISPA pada balita di dua day

care tersebut rendah. Sedangkan day care yang memiliki proporsi

karakteristik balita berjenis kelamin perempuan lebih besar dari laki-laki

lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi

disebabkan karena adanya faktor lain yakni kondisi kondisi lingkungan day

care yang tidak memenuhi syarat. Berdasarkan observasi, day care tersebut

memiliki kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian, dan luas ventilasi

yang tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu, balita perempuan yang tinggal

di day care dengan kondisi kondisi lingkungan tidak memenuhi syarat dapat

menyebabkan terjadinya keluhan gejala ISPA sehingga day care tersebut

memiliki keluhan gejala ISPA pada balita tinggi. Maka dari itu, perlu

adanya pencegahan untuk selalu memperhatikan dan menjaga kondisi

lingkungan di day care sehingga balita yang tinggal di day care dapat

terhindar dari penyakit.

2. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Status Gizi Karakteristik balita di

Day Care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia.

Pengukuran status gizi balita di setiap day care pada penelitian ini

ditetapkan berdasarkan perbandingan berat badan menurut usia (BB/U),


125

dimana setiap karakteristik balita di masing-masing day care diukur berat

badan dan ditanyakan usianya oleh orang tua balita.

Status gizi balita dapat memengaruhi balita terkena penyakit. Balita

dengan status gizi yang kurang (malnutrisi) mudah terkena penyakit infeksi.

Gizi yang kurang akan menurunkan imunitas seluler, kelenjar timus dan

tonsil menjadi atrofik, serta jumlah T-limfosit berkurang sehingga tubuh

akan lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu, malnutrisi dapat menganggu

proses fisiologis saluran nafas dalam hal proteksi terhadap agen penyakit

(Hadiana, 2013).

Berdasarkan grafik 5.2 diketahui bahwa semua day care memiliki

proporsi karakteristik balita berstatus gizi normal lebih banyak daripada

proporsi karakteristik balita yang berstatus gizi kurang sebesar 100%. Pada

tabel 5.11 juga diketahui bahwa terdapat 4 dari 8 (50%) day care memiliki

proporsi karakteristik balita berstatus gizi normal lebih besar dari status gizi

kurang lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita

tinggi dan rendah. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian Hadiana

(2013) yang menyatakan bahwa tempat yang memiliki proporsi karakteristik

balita dengan status gizi normal lebih besar dari gizi kurang lebih banyak

memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita rendah atau tidak ada

sama sekali memiliki keluhan gejala ISPA. Hal tersebut dapat terjadi karena

balita yang memiliki status gizi normal memiliki imunitas tubuh yang baik,

dimana status gizi tersebut menandakan asupan gizi yang dimiliki balita

baik dan dapat mencegah balita terkena penyakit infeksi.


126

Tidak adanya day care yang memiliki proporsi karakteristik balita

berstatus gizi kurang lebih besar dari status gizi normal dan memiliki

proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi dan rendah dikarenakan

balita yang dititipkan di setiap day care selalu diperhatikan konsumsi

makanannya sesuai dengan pedoman gizi seimbang oleh pengasuh day care.

Selain itu, orang tua masing-masing balita pun memiliki pengetahuan yang

baik dilihat dari penghasilan yang tinggi dan memiliki pekerjaan yang

otomatis akan memengaruhi pengetahuan yang baik juga tentang gizi balita.

Day care yang memiliki proporsi karakteristik balita berstatus gizi

normal lebih besar dari gizi kurang namun memiliki proporsi keluhan gejala

ISPA pada balita tinggi dan rendah dapat disebabkan karena adanya faktor

lain. Menurut teori John Gordon, penyebab terjadinya penyakit disebabkan

karena adanya ketidakseimbangan tiga faktor, yakni faktor host, agen, dan

lingkungan. Apabila salah satu faktor tidak terbukti kuat menyebabkan

suatu penyakit maka ada faktor lain yang lebih kuat dapat menyebabkan

suatu penyakit. Faktor lain selain status gizi yang dapat menyebabkan ISPA

adalah adanya keberadaan agen penyebab ISPA di setiap day care karena

faktor lingkungan dalam ruangan, yakni kelembaban, pencahayaan,

kepadatan hunian, dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat sehingga

dapat menimbulkan terjadinya keluhan gejala ISPA pada balita. Selain itu,

semakin banyak balita yang mengalami keluhan gejala ISPA di day care

tersebut maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi penularan sehingga


127

memengaruhi proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tersebut menjadi

tinggi dan rendah.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya-upaya dengan menjaga kebersihan

lingkungan di day care dan pengasuh day care tetap memberikan makan

makanan sehat bagi balita selama di day care yang mempunyai nilai asupan

gizi tinggi dalam menjaga status gizi dan perbaikan status gizi untuk

menghindarkan terjadinya penularan penyakit ISPA seperti yang tertuang di

dalam Hadits Tirmidzi: 2799 dan Al-Qur’an surah ‘Abasa ayat 24-32.

Artinya:

“Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, Abu Amir Al Aqadi

menceritakan kepada kami, Khalid bin Ilyas menceritakan kepada kami, dari

Shalih bin Abu Hassan, ia berkata: Aku mendengar Sa’id bin Al Musayyab

berkata, “Sesungguhnya Allah baik dan mencintai yang baik, bersih dan
128

mencintai kebersihan, mulia dan mencintai kemuliaan, dermawan dan

mencintai kedermawanan. Oleh karena itu, bersihkanlah lingkunganmu.”

(HR. Tirmidzi: 2799)

Hadits tersebut bermula dari hadits lain yang menyatakan bahwa setiap

penyakit ada obatnya. Salah satu obat tersebut adalah dengan melakukan

pencegahan yakni membersihkan tempat tinggal dan lingkungan untuk

terhindar dari berbagai penyakit. Hal tersebut dikarenakan status gizi normal

dapat juga terkena penyakit, khususnya ISPA maka faktor lain yakni

lingkungan perlu diperhatikan dan dijaga kondisinya untuk tetap bersih dan

sehat agar balita dapat terhindar dari penyakit ISPA.

Selain itu, dalam Surah ‘Abasa ayat 24-32 dijelaskan bahwa kita

dianjurkan untuk memperhatikan makanan serta minuman. Makanan dan

minuman yang hendak dimakan dan diminum haruslah sehat dan bergizi,

seperti air, beras dan gandum yang mengandung karbohidrat, buah-buahan,

dan sayur-sayuran maka apabila kita makan-makanan yang sehat dan bergizi

akan membantu untuk memperbaiki status gizi balita yang kurang menjadi

normal dan yang normal tetap menjaga status gizi normalnya.


129

Artinya:

“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya

Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah

bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu.

Anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan kurma, kebun-kebun (yang) lebat,

dan buah-buahan serta rumput-rumputan. Untuk kesenanganmu dan untuk

binatang-biantang ternakmu” (Q.S. ‘Abasa: 24-32)

Allah SWT juga menganjurkan dalam Surah An Nahl ayat 69 untuk

memakan buah-buahan dan madu untuk menjaga kesehatan. Buah-buahan

banyak mengandung manfaat bagi kesehatan sehingga balita juga harus

diberi makanan buah-buahan setiap harinya di day care dan madu yang

dapat memberikan manfaat untuk menambah nafsu makan balita sehingga

menambah berat badan balita yang otomatis akan memengaruhi status gizi

balita yang tadinya kurang menjadi normal serta madu dapat digunakan

sebagai obat bagi penyakit saluran pernapasan atas seperti pilek dan keluhan

gejala ISPA lainnya (An-Najjar dan Kahil, 2012).


130

Artinya:

“Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan, lalu tempuhlah

jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar

minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamya terdapat

obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh, pada yang demikian itu

benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir”.

(Q.S. AN-Nahl: 69)

Selain itu, dalam Surah Al Baqarah ayat 233 dan Surah Luqman ayat 14

juga dianjurkan untuk menambahkan nutrisi pada balita bagi pertumbuhan

dan perkembangannya dengan memberikan Air Susu Ibu (ASI). ASI

merupakan makanan yang ideal untuk balita terutama untuk bulan-bulan

pertama kehidupan. ASI mengandung semua zat gizi untuk membangun dan

penyediaan energi bagi balita sehingga balita dapat memiliki status gizi

normal dan ASI memiliki berbagai zat anti infeksi dan antibodi sehingga

balita dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi. Apabila balita telah

diberikan ASI oleh ibunya demi asupan gizi balitanya maka dianjurkan

untuk berbuat baik kepada ibunya dan ayahnya, karena ibu telah

mengandung dalam keadaan lemah dan menyapihnya dalam dua tahun dan

ayah telah memberikan makanan yang baik untuk ibu ketika menyusui

balita.
131

Artinya:

“Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun penuh, yaitu

bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya. Dan kewajiban ayah

memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.

Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.

Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang

ayah karena anaknya, dan warisanpun berkewajiban demikian. Apabila

keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya

dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu

ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosan bagimu

apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah

kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang

kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah: 233)


132

Artinya:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang

ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang

bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah

kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah

kembalimu.” (Q.S. Luqman: 14)

3. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Status Imunisasi Balita di Day Care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018

Imunisasi pada balita diberikan untuk menjaga kesehatan balita dari

berbagai macam penyakit. Balita 0 sampai <5 tahun perlu dilakukan

imunisasi dasar wajib yang meliputi hepatitis B sebanyak 4 kali pada usia 0

bulan dan 2 sampai 4 bulan, DPT sebanyak 4 kali pada usia 2 sampai 4

bulan dan usia 18 bulan, polio sebanyak 5 kali pada usia 0 atau 1 sampai 4

bulan dan usia 18 bulan , BCG sebanyak 1 kali pada usia antara 0 sampai 2

bulan, campak sebanyak 2 kali pada usia 9 bulan dan 18 bulan, dan MMR

sebanyak 1 kali pada usia 15 bulan, secara lengkap akan mengurangi angka

kesakitan dan kematian penyakit pneumonia, hepatitis B, difteri, pertusis,


133

tetanus, TBC, poliomyelitis, dan campak (Kementerian Kesehatan RI,

2016b).

Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data status imunisasi dasar

wajib dilakukan dengan wawancara dan observasi melihat Kartu Menuju

Sehat (KMS) balita untuk mengecek jawaban yang diberikan saat

wawancara. Day care dikatakan memiliki karakteristik balita yang berstatus

imunisasi dasar wajib lengkap apabila telah mendapatkan keseluruhan

imunisasi dasar wajib.

Berdasarkan grafik 5.3 diketahui bahwa semua day care memiliki

proporsi karakteristik balita berstatus imunisasi dasar wajib lengkap lebih

banyak daripada proporsi karakteristik balita yang berstatus imunisasi dasar

wajib tidak lengkap sebesar 100%. Pada tabel 5.12 juga diketahui bahwa

terdapat 4 dari 8 (50%) day care memiliki proporsi karakteristik balita

berstatus imunisasi dasar wajib lengkap lebih besar dari status imunisasi

dasar wajib tidak lengkap lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala

ISPA pada balita tinggi dan rendah. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian

Lestari (2014) yang menyatakan bahwa tempat yang memiliki proporsi

karakteristik balita dengan status imunisasi dasar wajib lengkap>status

imunisasi dasar wajib tidak lengkap lebih banyak memiliki proporsi keluhan

gejala ISPA pada balita rendah atau tidak ada sama sekali memiliki keluhan

gejala ISPA. Hal tersebut karena balita mendapatkan imunisasi dasar secara

lengkap dan teratur memiliki imunitas tubuh yang baik, dimana fungsi

imunisasi dasar dapat mencegah balita terkena penyakit infeksi.


134

Tidak adanya day care yang memiliki proporsi karakteristik balita

berstatus imunisasi dasar wajib tidak lengkap lebih besar dari status

imunisasi dasar wajib lengkap dan memiliki proporsi keluhan gejala ISPA

pada balita tinggi dan rendah dikarenakan mayoritas balita yang dititipkan di

day care memiliki orang tua yang bekerja dan berpenghasilan menengah ke

atas. Pekerjaan dan penghasilan tersebut berpengaruh terhadap pendidikan

orang tua balita, dimana mayoritas orang tua memiliki pengetahuan yang

baik tentang imunisasi dasar pada anak.

Day care yang memiliki proporsi karakteristik balita berstatus imunisasi

dasar wajib lengkap lebih besar dari status imunisasi dasar wajib tidak

lengkap namun memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi

dan rendah dapat disebabkan karena adanya faktor lain selain status

imunisasi yang dimiliki oleh balita. Menurut teori John Gordon, penyebab

terjadinya penyakit disebabkan karena adanya ketidakseimbangan tiga

faktor, yakni faktor host, agen, dan lingkungan. Apabila salah satu faktor

tidak terbukti kuat menyebabkan suatu penyakit maka ada faktor lain yang

lebih kuat dapat menyebabkan suatu penyakit. Faktor lain selain status

imunisasi yang dapat menyebabkan ISPA adalah adanya keberadaan agen

penyebab ISPA di setiap day care karena faktor lingkungan dalam ruangan,

yakni kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian, dan luas ventilasi yang

tidak memenuhi syarat sehingga dapat menimbulkan terjadinya keluhan

gejala ISPA pada balita. Selain itu, semakin banyak balita yang mengalami

keluhan gejala ISPA maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi


135

penularan dan sistem kekebalan tubuh balita menjadi menurun sehingga

memengaruhi keluhan gejala ISPA pada balita tersebut tinggi dan rendah.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya dari segi lingkungan dan kesehatan

balita, seperti menjadikan lingkungan day care tetap bersih dan sehat

dengan membersihkan seluruh lingkungan day care baik halaman maupun

ruangan day care secara rutin sehingga agen penyebab penyakit ISPA tidak

tumbuh dan berkembang di dalam day care tersebut dan memberikan

vitamin serta imunisasi lanjutan kepada balita sehingga balita tetap memiliki

kekebalan tubuh terhadap agen penyebab penyakit, khususnya penyakit

ISPA.

E. Gambaran Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kondisi lingkungan Dalam

Ruangan di Taman Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya

Tahun 2018

1. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Konsentrasi PM10 di Day Care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018

PM10 adalah sebuah istilah yang digunakan untuk suatu campuran bahan

yang meliputi asap, jelaga, debu, garam, asam, dan gas yang ditemui di

udara berukuran ≤10 mikrometer dengan tebal sekitar se per tujuh ketebalan

rambut manusia. Apabila partikel ini terhirup akan terjebak di hidung, mulut

atau tenggorokan manusia (California Environmental Protection Agency,

2009; National Pollutant Inventory, 2013).


136

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.9 diketahui bahwa day care

memiliki konsentrasi PM10 memenuhi syarat lebih banyak memiliki

proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi dan rendah sebanyak 4 dari

8 (50%) day care. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Getrudis (2010)

yang menyatakan bahwa ruangan yang memiliki konsentrasi PM10

memenuhi syarat lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada

balita rendah atau bahkan tidak ada yang mengalami keluhan gejala ISPA.

Konsentrasi PM10 memenuhi syarat namun memiliki proporsi keluhan

gejala ISPA pada balita tinggi disebabkan karena suhu dan kelembaban

udara ambien Kota Depok berada pada batas yang memenuhi syarat atau

normal sebesar 26,6ºC dan 60%, dimana suhu dan kelembaban

memengaruhi keberadaan polutan PM10 di udara ambien. Apabila suhu dan

kelembaban pada batas yang memenuhi syarat maka polutan PM10 juga

berada pada batas normal. Walaupun empat day care memiliki konsentrasi

PM10 memenuhi syarat, namun empat day care tersebut tetap memiliki

konsentrasi PM10 di dalam ruangannya sehingga masih dapat menyebabkan

proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi di day care. Selain itu,

menurut teori John Gordon, penyebab terjadinya penyakit disebabkan

karena adanya ketidakseimbangan tiga faktor, yakni faktor host, agen, dan

lingkungan. Apabila salah satu faktor tidak terbukti kuat menyebabkan

suatu penyakit maka ada faktor lain yang lebih kuat dapat menyebabkan

suatu penyakit. Faktor lain selain PM10 adalah kondisi kondisi lingkungan
137

yang dimiliki oleh empat day care tersebut yang tidak memenuhi syarat,

faktor (host) karakteristik balitanya itu sendiri baik itu jenis kelaminnya

yang lebih banyak laki-laki maupun status gizi dan status imunisasi yang

dimiliki oleh masing-masing karakteristik balita serta berdasarkan observasi

empat day care tersebut jarang membersihkan peralatan di day care secara

rutin dari debu sehingga PM10 di dalam ruangan tersebut akan menempel di

peralatan dan terhirup oleh balita yang berada di day care. Sedangkan

konsentrasi PM10 memenuhi syarat dan memiliki proporsi keluhan gejala

ISPA pada balita rendah disebabkan karena empat day care tersebut rutin

membersihkan setiap peralatan yang ada di dalam day care dari debu dan

karakteristik balitanya itu sendiri memiliki status gizi normal dan status

imunisasi dasar wajib lengkap sehingga balita memiliki imunitas tubuh yang

kuat dan day care tersebut memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada

balita rendah dengan konsentrasi PM10 yang memenuhi syarat.

Tinggi atau rendahnya proporsi keluhan gejala ISPA pada balita di day

care disebabkan karena kadar konsentrasi PM10 di dalam ruangan yang

terhirup oleh tubuh balita berbeda-beda. PM10 masuk ke dalam tubuh

melalui proses inhalasi. Dalam proses inhalasi, PM10 bergerak di dalam

saluran pernapasan. Saluran pernapasan yang lurus akan membuat PM10

mengikuti aliran udara masuk ke dalam saluran pernapasan. Apabila PM10

memiliki ukuran partikel 3 sampai 5 mikrometer akan mengendap dan

menempel pada mukosa bronkiolus, PM10 yang berukuran 1 sampai 3


138

mikrometer akan menuju langsung ke permukaan alveolus paru, dan PM10

yang memiliki ukuran 0,1 mikrometer akan membentur dinding alveolus

dan akhirnya tertimbun. Selain itu, apabila PM10 memiliki ukuran partikel

>5 sampai 10 mikrometer maka tidak dapat terdorong oleh aliran udara

sehingga partikel tersebut akan menempel dan mengedap di saluran

pernapasan atas. Hal tersebut menyebabkan pembengkakan mukosa dinding

saluran pernapasan dan saluran menjadi sempit. PM10 mengiritasi, merusak,

menjadikan kaku atau melambatkan gerak cilia sehingga cilia tidak dapat

menyapu lendir dan PM10 yang masuk di saluran pernapasan. Pengendapan

PM10 juga menimbulkan reaksi sekresi lendir yang berlebihan, dimana

kelebihan produksi lendir akan meleleh keluar dari hidung dan akan disapu

ke arah faring sampai ditelan masuk ke saluran makanan yang menyebabkan

muncul tanda dan gejala penyakit ISPA yaitu pilek dan batuk (Lipfert,

1994).

Menurut Environmental Protection Agency (2014) adanya PM10 di udara

dalam waktu lama dapat menimbulkan efek seperti batuk, nafas cepat, dada

terasa sakit, iritasi mata, penurunan fungsi paru-paru, gangguan penyakit

pernapasan pada anak-anak, kematian janin dari ibu yang menderita

penyakit paru-paru. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk dapat

mengendalikan konsentrasi PM10 di dalam ruangan day care.

Upaya untuk mengendalikan konsentrasi PM10 di dalam ruangan dapat

dilakukan dengan menanam tanaman yang dapat menyaring, menyerap atau


139

mengendapkan emisi partikel halus, seperti tanaman semak atau perdu

dengan tinggi 80 sampai 150 cm, memiliki kerimbunan daun yang lebat

mulai dari 0 cm diatas permukaan tanah, dan memiliki luas daun minimal 5

cm2 (Mediastika, 2002).

Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai pengendali gas polutan

di udara, khususnya konsentrasi PM10 di setiap day care, diantaranya

tanaman Sansiviera (lidah mertua) yang dapat membersihkan udara serta

menyaring segala macam polutan berbahaya dan mereduksikannya menjadi

asam organik, gula dan asam amino sehingga polutan berbahaya menjadi

tidak berbahaya lagi bagi manusia, Scindapsus aureus (sirih belanda) yang

dapat menyerap polutan di udara seperti formaldehida dan benzene,

Aglaonema (sri rejeki) yang menjadi penetralisir polutan di udara, dan

Spathipyllum (bunga peace lily) yang dapat menyerap polutan jenis alkohol,

aseton, trikloro, dan formaldehida (Trubus, 2008). Tingkat kemampuan

penyerapan tanaman hias tersebut dalam menurunkan polutan sebesar 84%

pada tanaman Sansiviera (lidah mertua), 75% pada tanaman Scindapsus

aureus (sirih belanda), 90% pada tanaman Aglaonema (sri rejeki), dan 96%

pada tanaman Spathipyllum (bunga peace lily) (Apsari, 2017; Cristina,

2012). Berikut ini contoh gambar masing-masing tanaman.


140

Gambar 6.1 Gambar 6.2 Gambar 6.3 Gambar 6.4


Sansiviera Scindapsus Aglaonema Spathipyllum
aureus
Selain itu, sesuai dengan Pedoman Sarana Pendidikan Anak Usia Dini dan

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1077 tahun 2011 maka perlu

dilakukan upaya untuk membersihkan seluruh ruangan yang ada di day care

seperti membersihkan ventilasi (AC) minimal 3 atau 6 bulan sekali,

membuka ventilasi untuk mengontrol pertukaran udara, membersihkan

peralatan yang berada di dalam day care secara rutin untuk menghilangkan

debu yang menempel, dan day care dibersihkan dari debu setiap hari dengan

desinfektan atau alat penyedot debu seperti yang tertuang dalam Hadits

Riwayat Tirmidzi.
141

Artinya :

“Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, Abu Amir Al Aqadi

menceritakan kepada kami, Khalid bin Ilyas menceritakan kepada kami, dari

Shalih bin Abu Hassan, ia berkata: Aku mendengar Sa’id bin Al Musayyab

berkata, “Sesungguhnya Allah baik dan mencintai yang baik, bersih dan

mencintai kebersihan, mulia dan mencintai kemuliaan, dermawan dan

mencintai kedermawanan. Oleh karena itu, bersihkanlah lingkunganmu.”

(HR. Tirmidzi: 2799)

Hadits di atas merupakan hadits Tirmidzi yang berada di kitab adab bab

kebersihan. Hadits tersebut bermula dari adanya hadits lain yang

menyatakan bahwa penyakit yang diderita manusia pasti ada obatnya. Obat

tersebut dapat berupa usaha dengan memohon do’a, pengobatan, dan

pencegahan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri salah satunya dengan

membersihkan lingkungan agar terhindar dari penyakit. Hadits tersebut

menerangkan bahwa Allah SWT adalah Dzat yang Maha Baik, Maha Suci,

dan Maha Indah. Allah mencintai kebaikan, kebersihan, dan kemuliaan.

Agar kita dicintai Allah maka hendaknya kita harus senantiasa berbuat

kebaikan dan menjadikan tempat tinggal dan lingkungan terlihat teratur,

tertib, bersih, dan indah dengan berbagai upaya untuk membersihkan tempat

tinggal dan lingkungan seperti yang telah dijelaskan di paragraf sebelumnya

sehingga dapat terhindar dari agen penyakit, khususnya penyakit penyebab

ISPA.
142

2. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Suhu di Day Care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018

Suhu menjadi faktor yang harus diperhatikan karena dapat memicu

terjadinya penyakit ISPA dan dapat memengaruhi kelembaban sehingga

berpengaruh pada kondisi udara yang kering dan mengakibatkan iritasi

mukosa (WHO, 2007). Suhu udara dalam ruangan dipengaruhi oleh

sirkulasi udara dan pencahayaan (Kementerian Pemukiman dan Prasarana

Wilayah, 2002). Suhu yang tinggi yakni >30ºC akan membuat sirkulasi

udara menjadi tidak berpindah, menyebabkan polutan dalam atmosfir

menjadi kering dan ringan sehingga polutan tersebut melayang di udara,

dapat bertahan lama karena sirkulasi udara tidak berpindah, dan

meningkatkan risiko orang untuk terpapar polutan yang melayang tersebut.

Hal tersebut berpengaruh terhadap timbulnya penyakit bagi individu seperti

penyakit jantung, asma, dan penyakit saluran pernapasan lainnya karena

ketika suhu tinggi menyebabkan tubuh kekurangan cairan (dehidrasi) dan

menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit (Halim,

2012).

Suhu yang rendah yakni <18ºC dapat menyebabkan polutan udara seperti

debu akan meningkat dan menangkap partikel polutan lainnya sehingga

beberapa polutan tersebut akan membentuk partikel yang berukuran lebih

besar. Partikel yang lebih besar tersebut lebih mudah mengendap di

permukaan bumi (Christiani, 2016). Selain itu, suhu yang rendah dapat
143

menyebabkan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri di dalam

ruangan (Broaddus, et al., 2015). Menurut Luiz, et al (2012) ketika suhu

udara berada di bawah 18ºC, virus infeksi saluran pernapasan cenderung

meningkat. Hal itu disebabkan karena suhu yang rendah akan menyebabkan

kelembaban menjadi tinggi. Tingginya kelembaban menjadi pencetus virus

ISPA untuk berkembangbiak.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.13 diketahui bahwa terdapat 2

dari 2 (100%) day care yang memiliki suhu tidak memenuhi syarat lebih

banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita rendah. Pada

tabel 5.13 juga terdapat 4 dari 6 (66,7%) day care yang memiliki suhu

memenuhi syarat lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada

balita tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Hayati (2017) yang

menyatakan bahwa ruangan yang memiliki suhu tidak memenuhi syarat

lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi dan

ruangan yang memiliki suhu memenuhi syarat lebih banyak memiliki

proporsi keluhan gejala ISPA pada balita rendah atau tidak ada sama sekali

keluhan gejala ISPA.

Day care yang memiliki suhu tidak memenuhi syarat dan memiliki

proporsi keluhan gejala ISPA pada balita rendah kemungkinan disebabkan

karena adanya faktor lain selain suhu. Faktor tersebut adalah faktor

karakteristik balitanya itu sendiri seperti memiliki status gizi normal dan

memiliki status imunisasi dasar wajib lengkap yang dapat menjaga imunitas

tubuh balita dari penularan penyakit infeksi, khususnya ISPA.


144

Day care yang memiliki suhu memenuhi syarat namun memiliki proporsi

keluhan gejala ISPA pada balita tinggi disebabkan karena berdasarkan

observasi yang dilakukan sebagian besar day care memiliki alat pengatur

suhu sehingga suhunya memenuhi syarat, namun jarang membersihkan alat

pengatur suhu tersebut secara rutin sehingga tidak menutup kemungkinan

dapat berkontribusi menyebabkan keluhan gejala ISPA di day care menjadi

tinggi. Selain itu, menurut teori John Gordon, penyebab terjadinya penyakit

disebabkan karena adanya ketidakseimbangan tiga faktor, yakni faktor host,

agen, dan lingkungan. Apabila salah satu faktor tidak terbukti kuat

menyebabkan suatu penyakit maka ada faktor lain yang lebih kuat dapat

menyebabkan suatu penyakit. Faktor lain selain suhu adalah kondisi kondisi

lingkungan lain yang dimiliki oleh day care yang tidak memenuhi syarat

dan faktor (host) karakteristik balitanya itu sendiri baik itu jenis kelaminnya

yang lebih banyak laki-laki maupun kekebalan tubuh yang dimiliki oleh

masing-masing karakteristik balita, ada yang memiliki kekebalan tubuh baik

sehingga ketika ada balita yang mengalami keluhan gejala ISPA menjadi

tidak tertular dan ada juga yang memiliki imunitas tubuh tidak baik

sehingga mudah tertular dan ikut mengalami keluhan gejala ISPA.

Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk tetap menjaga kebersihan

dan kesehatan lingkungan seperti membuka jendela dan pintu di pagi hari

serta menutup jendela dan pintu menjelang siang hari untuk mengatur suhu

dalam ruangan tetap stabil dan membersihkan alat pengatur suhu minimal 3
145

atau 6 bulan sekali sehingga agen penyebab ISPA tidak dapat tumbuh dan

berkembangbiak.

3. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kelembaban di Day Care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018

Kelembaban udara di dalam ruangan dipengaruhi oleh kelembaban di

luar ruangan dan ventilasi. Ventilasi berfungsi untuk mengatur sirkulasi

udara dari dalam ke luar dan dari luar ke dalam serta mengatur sinar

matahari untuk masuk ke dalam ruangan sehingga kelembaban di dalam

ruangan dapat stabil dan dapat membunuh agen penyakit (Yuwono, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.14 diketahui bahwa day care

memiliki kelembaban tidak memenuhi syarat lebih banyak memiliki

proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi dan rendah sebanyak 4 dari

8 (50%) day care. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Hayati (2017) yang

menyatakan bahwa ruangan yang memiliki kelembaban tidak memenuhi

syarat lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita

tinggi.

Day care yang memiliki kelembaban tidak memenuhi syarat dan

memiliki proporsi keluhan gejala ISPA tinggi dan rendah disebabkan karena

adanya perbedaan sirkulasi udara yang tidak lancar di setiap day care.

Menurut WHO (2007) apabila sirkulasi udara tidak lancar di dalam ruangan

maka kelembaban menjadi tinggi dan kondisi tersebut dapat memicu

perkembangbiakan agen penyebab ISPA. Selain itu, faktor lain seperti


146

perbedaan proporsi jenis kelamin karakteristik balita, suhu, kepadatan

hunian, dan luas ventilasi di setiap day care juga menyebabkan day care

yang memiliki kelembaban tidak memenuhi syarat memiliki proporsi

keluhan gejala ISPA pada balita tinggi dan rendah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irawan dan Sutomo (2017)

menyatakan bahwa semakin tinggi kelembaban (kelembaban tidak

memenuhi syarat) maka semakin meningkat kasus ISPA. Kelembaban udara

yang tinggi (tidak memenuhi syarat) yakni >60% dapat menyebabkan virus,

jamur, tungau, lumut, dan bakteri pemicu alergi akan bertumbuh pesat

(Fatimah, et al., 2014). Selain itu, kelembaban udara yang tinggi

menandakan uap air di udara juga tinggi. Uap air yang tinggi akan bereaksi

dengan polutan di udara, dimana polutan udara seperti debu akan meningkat

dan menangkap partikel polutan lainnya sehingga beberapa polutan tersebut

akan membentuk partikel yang berukuran lebih besar. Partikel yang lebih

besar tersebut lebih mudah mengendap di permukaan bumi (Christiani,

2016).

Kelembaban udara yang rendah (tidak memenuhi syarat) yakni <40%

dapat menyebabkan membran mukosa di hidung dan tenggorokan

mengering, gangguan sinus serta meningkatkan ketidaknyamanan

(Kementerian Kesehatan RI, 2011c; Minnegasco, 2014). Selain itu,

kelembaban yang rendah akan menyebabkan kondisi udara semakin kering

sehingga membuat polutan menjadi kering dan ringan. Oleh sebab itu,

polutan tersebut melayang di udara dan bertahan lama di udara sehingga


147

akan meningkatkan risiko orang untuk terpapar polutan yang melayang

tersebut (Cahyadi, 2016). Maka dari itu, perlu dilakukan upaya untuk dapat

mengendalikan kelembaban dalam ruangan day care tetap stabil seperti

menggunakan humidifier (alat pengatur kelembaban), mengusahakan untuk

membuka jendela dan pintu minimal pagi hari sehingga terjadi pertukaran

udara dan kelembaban udara di dalam ruangan menjadi stabil.

4. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Pencahayaan di Day Care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.15 diketahui bahwa terdapat 3

dari 5 (60%) day care yang memiliki pencahayaan tidak memenuhi syarat

lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi. Pada

tabel 5.15 juga terdapat 2 dari 3 (66,7%) day care yang memiliki

pencahayaan memenuhi syarat dan memiliki proporsi keluhan gejala ISPA

pada balita rendah lebih banyak. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Suryani, et al (2015) menyatakan bahwa balita yang

berada di dalam ruangan dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat

lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi dan

day care yang memiliki pencahayaan memenuhi syarat lebih banyak

memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita rendah.

Day care yang memiliki pencahayaan tidak memenuhi syarat dan

memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi disebabkan karena

day care tersebut tidak mempunyai fiber glass atau atap kaca dan
148

ventilasinya banyak yang tertutup maka dari itu pencahayaan yang tidak

memenuhi syarat tidak dapat mematikan agen penyebab ISPA sehingga

agen tersebut tetap berada di dalam ruangan dan memengaruhi keluhan

gejala ISPA pada balita di day care menjadi tinggi.

Ruangan yang sehat memerlukan cahaya matahari yang cukup. Cahaya

matahari mengandung sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 253,7

nm yang dapat membunuh virus, bakteri, maupun jamur dalam ruangan

seperti virus, bakteri, maupun jamur penyebab ISPA dan TBC (Halim,

2012). Sinar ultraviolet akan merusak DNA bakteri, virus, maupun jamur,

sehingga tidak mampu bereproduksi dan akhirnya bakteri, virus, maupun

jamur mati (Sari, et al, 2014). Selain cahaya matahari, cahaya lain seperti

lampu juga dapat mematikan kuman namun hanya saja berbeda dari segi

lamanya proses mematikan kuman (Soesanto, et al., 2000).

Kondisi day care yang memiliki pencahayaan tidak memenuhi syarat dan

memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi, perlu dilakukan

upaya agar pencahayaan matahari dapat masuk ke dalam ruangan secara

optimal seperti membuka jendela atau pintu pada pagi hari agar cahaya

matahari dapat masuk ke dalam ruangan dan dapat memperbanyak jendela

dan lubang angin serta membuat pintu yang terbagi dua atas dan bawah,

dimana bagian atas pintu bisa dibuka sebagai ventilasi dan jalan masuk

cahaya matahari dan bagian bawah dibuat tertutup untuk mencegah balita ke

luar ruangan secara diam-diam dan mencegah masuknya binatang. Apabila

jendela atau pintu tidak dapat dibuka dapat dilakukan dengan cara
149

menggunakan genting kaca atau fiber glass di atap (Conant dan Fadem,

2008).

5. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kepadatan Hunian di Day Care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018

Kepadatan hunian dapat memperburuk sirkulasi udara dalam ruang dan

polusi di dalam ruangan akan meningkat sehingga memudahkan terjadinya

penularan penyakit (Halim, 2012). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel

5.16 diketahui bahwa terdapat 3 dari 6 (50%) day care yang memiliki

kepadatan hunian tidak memenuhi syarat sama-sama memiliki proporsi

keluhan gejala ISPA pada balita tinggi dan rendah. Pada tabel 5.16 juga

terdapat 1 dari 2 (50%) day care yang memiliki kepadatan hunian

memenuhi syarat sama-sama memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada

balita tinggi dan rendah. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Suryani, et al

(2015) yang menyatakan bahwa kepadatan hunian tidak memenuhi syarat

lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi dan

kepadatan hunian memenuhi syarat lebih banyak memiliki proporsi keluhan

gejala ISPA pada balita rendah atau tidak ada sama sekali memiliki keluhan

gejala ISPA.

Tinggi dan rendahnya proporsi keluhan gejala ISPA pada balita di day

care berdasarkan kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat disebabkan

karena tiga day care tersebut berada di kelurahan yang padat penduduk

urutan ke-2 dan 4 di Kecamatan Sukmajaya sehingga proporsi keluhan


150

gejala ISPA pada balita di day care tersebut tinggi dan tiga day care lainnya

berada di kelurahan yang padat penduduk urutan ke-3, 4, dan 6 sehingga

proporsi keluhan gejala ISPA pada balita di day care tersebut rendah.

Semakin banyak jumlah penduduk menandakan area itu semakin padat

dan semakin padat jumlah penduduk penularan penyakit ISPA lebih mudah

terjadi. Kepadatan hunian yang padat dapat menyebabkan kondisi ruangan

menjadi pengap dan kesulitan bernapas karena udara segar dalam ruangan

untuk kebutuhan pernapasan tidak mencukupi. Udara yang pengap membuat

suhu di dalam ruangan meningkat terasa lebih panas dan lembab karena uap

air yang dihasilkan dari metabolisme tubuh (Halim, 2012). Selain itu,

semakin padat jumlah karakteristik balita di dalam ruangan, penularan

penyakit ISPA lebih mudah terjadi. Hal ini dikarenakan semakin banyak

karakteristik balita maka produksi uap air (H2O) dan karbon dioksida (CO2)

dalam ruang akan meningkat sehingga kondisi dalam ruangan lembab. Oleh

sebab itu, dapat meningkatkan perkembangan patogen penyakit ISPA dan

mengendapkan polutan di dalam ruangan (Asriati, et al, 2012 ; Christiani,

2016; Suryani et al 2015). Selain itu, jumlah karakteristik balita yang

banyak dengan luas bangunan yang kecil menyebabkan berkurangnya ruang

bagi setiap karakteristik balita sehingga kontak antar karakteristik balita

lebih sering dan lebih lama, akibatnya apabila ada penderita ISPA maka

lebih mudah terjadi penularan ke karakteristik balita lainnya (Noviya, 2012).


151

Day care yang memiliki kepadatan hunian yang memenuhi syarat dan

memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi dan rendah

desebabkan karena adanya faktor lain, seperti kondisi luas ventilasi,

pencahayaan, dan kelembaban yang tidak memenuhi syarat. Selain itu,

banyaknya jumlah laki-laki di day care juga dapat berkontribusi

menyebabkan proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi dan rendah di

day care.

Hasil penelitian menyatakan bahwa day care yang memiliki kepadatan

hunian tidak memenuhi syarat maupun memenuhi syarat, sama-sama

berisiko memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi dan

rendah. Oleh karena itu, karakteristik balita yang berada di day care tersebut

harus menjaga lingkungan selalu bersih. Selain itu, pengelola day care perlu

menetapkan batas atau kuota jumlah anak yang dititipkan dengan

pertimbangan luas bangunan yang dimiliki oleh masing-masing day care,

dan UPT Pendidikan Anak Usia Dini Formal dan Nonformal Dinas

Pendidikan Kota Depok perlu bekerjasama dengan Puskesmas setempat

untuk melakukan sosialisasi kepada pengelola dan pengasuh day care terkait

rumah sehat yang memenuhi syarat kesehatan sehingga penularan penyakit

juga dapat dicegah.


152

6. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Luas Ventilasi di Day Care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018

Luas ventilasi yang diukur merupakan ventilasi alami yang menjadi jalan

masuk udara segar ke dalam ruangan dan jalan keluar bagi udara kotor.

Keberadaan ventilasi alami bermanfaat bagi sirkulasi pergantian udara

dalam ruangan serta mengurangi kelembaban. Ventilasi yang cukup

membuat udara leluasa bergerak sehingga udara dapat terus berganti dan

akan mengurangi jumlah mikroorganisme di dalam ruangan (Halim, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.17 diketahui bahwa terdapat 4

dari 8 (50%) day care memiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat sama-

sama memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi dan rendah.

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Suryani, et al (2015) yang

menyatakan bahwa ruangan yang memiliki luas ventilasi yang tidak

memenuhi syarat lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada

balita tinggi.

Day care yang memiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat dan

memiliki proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi dan rendah

disebabkan karena adanya faktor lain yang memengaruhi seperti perbedaan

proporsi jenis kelamin karakteristik balita, suhu, pencahayaan, kepadatan

hunian, dan luas ventilasi di setiap day care menyebabkan day care yang

memiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat memiliki proporsi keluhan

gejala ISPA pada balita tinggi dan rendah. Perbedaan luas ventilasi di setiap
153

day care menyebabakan pertukaran udara yang buruk sehingga

menimbulkan gangguan kesehatan bagi karakteristik balita. Luas ventilasi

yang kurang akan menyebabkan suplai udara segar yakni oksigen (O2)

masuk ke dalam ruangan tidak mencukupi, sementara pengeluaran udara

kotor yakni karbon dioksida (CO2) dalam ruangan juga tidak maksimal.

Selain itu, luas ventilasi yang kurang dapat menyebabkan asap dan udara

kotor terperangkap di dalam ruangan dan dapat menahan kelembaban di

dalam ruangan sehingga ruangan menjadi lembab (Halim, 2012). Menurut

Notoatmodjo (2003) kelembaban yang tinggi menjadi media yang baik

untuk bakteri–bakteri penyebab penyakit berkembangbiak. Apabila udara

kurang mengandung uap air maka udara terasa kering dan apabila udara

banyak mengandung uap air maka udara akan basah dan bila dihirup dapat

menyebabkan gangguan dan fungsi paru (Padmonobo, 2012).

Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya agar luas ventilasi dapat

memenuhi syarat seperti membuka jendela di pagi hari, lubang angin jangan

ditutup menggunakan kaca, luas lubang angin dibuat dengan luas ≥10% dari

luas lantai, dan apabila ruangan menggunakan AC dapat dilakukan dengan

cara tetap membuka lubang angin sedikit sehingga dapat terjadi pertukaran

udara dan ruangan tidak menjadi pengap atau lembab yang dapat

menyebabkan berkembangbiaknya agen penyakit. Selain itu, perlu adanya

kerjasama antara UPT Pendidikan Anak Usia Dini Formal dan Nonformal

Dinas Pendidikan Kota Depok dengan Puskesmas setempat untuk

melakukan sosialisasi kepada pengelola dan pengasuh day care terkait


154

rumah sehat yang memenuhi syarat kesehatan sehingga luas ventilasi di day

care tersebut menjadi sesuai dengan syarat kesehatan dan penularan

penyakit juga dapat dicegah.


BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di day care Kecamatan

Sukmajaya Kota Depok, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Day care di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok sebagian besar memiliki

proporsi keluhan gejala ISPA pada balita tinggi dan memiliki proporsi

keluhan gejala ISPA pada balita rendah sebesar 50%.

2. Gambaran karakteristik balita adalah sebagai berikut:.

1) Mayoritas (75%) day care di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok lebih

banyak memiliki proporsi karakteristik balita berjenis kelamin laki-laki

daripada perempuan.

2) Semua day care di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok lebih banyak

memiliki proporsi karakteristik balita berstatus gizi normal atau baik

daripada status gizi kurang.

3) Semua day care di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok lebih banyak

memiliki proporsi karakteristik balita berstatus imunisasi dasar wajib

lengkap daripada status imunisasi dasar wajib tidak lengkap.

155
156

3. Gambaran kondisi lingkungan dalam ruangan adalah sebagai berikut:

1) Semua day care di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok memiliki

konsentrasi PM10 memenuhi syarat.

2) Mayoritas (75%) day care di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok

memiliki suhu memenuhi syarat.

3) Semua day care di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok memiliki

kelembaban tidak memenuhi syarat.

4) Sebagian besar (62,5%) day care di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok

memiliki pencahayaan tidak memenuhi syarat.

5) Mayoritas (75%) day care di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok

memiliki kepadatan hunian tidak memenuhi syarat.

6) Semua day care di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok memiliki luas

ventilasi tidak memenuhi syarat.

4. Gambaran keluhan gejala ISPA berdasarkan karakteristik balita di day care

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok, antara lain:

1) Berdasarkan jenis kelamin, day care yang memiliki proporsi karakteristik

balita dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak memiliki proporsi

keluhan gejala ISPA yang rendah sebesar 66,7% sedangkan day care

yang memiliki proporsi karakteristik balita dengan jenis kelamin

perempuan lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA yang

tinggi sebesar 100%.


157

2) Berdasarkan status gizi, day care memiliki proporsi karakteristik balita

dengan status gizi normal sama-sama memiliki proporsi keluhan gejala

ISPA yang tinggi dan rendah sebesar 50%.

3) Berdasarkan status imunisasi, day care yang memiliki proporsi

karakteristik balita dengan status imunisasi dasar wajib lengkap sama-

sama memiliki proporsi keluhan gejala ISPA yang tinggi dan rendah

sebesar 50%.

5. Gambaran keluhan gejala ISPA berdasarkan kondisi lingkungan dalam

ruangan di day care Kecamatan Sukmajaya Kota Depok, antara lain:

1) Berdasarkan konsentrasi PM10, day care memiliki konsentrasi PM10

memenuhi syarat sama-sama memiliki keluhan gejala ISPA yang tinggi

dan rendah sebesar 50%.

2) Berdasarkan suhu, day care yang memiliki suhu tidak memenuhi syarat

lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA yang rendah sebesar

100% sedangkan day care yang memiliki suhu memenuhi syarat lebih

banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA yang tinggi sebesar

66,7%.

3) Berdasarkan kelembaban, day care memiliki kelembaban tidak

memenuhi syarat sama-sama memiliki proporsi keluhan gejala ISPA

yang tinggi dan rendah sebesar 50%.

4) Berdasarkan pencahayaan, day care yang memiliki pencahayaan tidak

memenuhi syarat lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA

yang tinggi sebesar 60% sedangkan day care yang memiliki pencahayaan
158

memenuhi syarat lebih banyak memiliki proporsi keluhan gejala ISPA

yang rendah sebesar 66,7%.

5) Berdasarkan kepadatan hunian, day care yang memiliki kepadatan

hunian tidak memenuhi syarat sama-sama memiliki proporsi keluhan

gejala ISPA yang tinggi dan rendah sebesar 50% sedangkan day care

yang memiliki kepadatan hunian memenuhi syarat sama-sama memiliki

proporsi keluhan gejala ISPA yang tinggi dan rendah sebesar 50%.

6) Berdasarkan luas ventilasi, day care yang memiliki luas ventilasi tidak

memenuhi syarat sama-sama memiliki proporsi keluhan gejala ISPA

yang tinggi dan rendah sebesar 50%.

B. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan, maka saran yang

dapat diberikan sebagai berikut:

1. Bagi Masyarakat (Orang Tua Balita) di Taman Penitipan Anak (Day Care)

Kecamatan Sukmajaya Kota Depok

1) Sebaiknya orang tua balita menambah atau mencari pengetahuan terkait

day care sehingga orang tua balita bisa selektif dalam memilih day care

yang baik dari segi lingkungan dan kesehatannya bagi balita.

2) Sebaiknya apabila balita sedang mengalami keluhan gejala ISPA, orang

tua tidak menitipkan balita di day care karena akan menyebabkan balita

lain bisa tertular oleh balita yang sedang sakit.


159

3) Sebaiknya orang tua melakukan konsultasi kepada pihak day care

mengenai perkembangan balita dan kesehatan balita selama di day care

sehingga kesehatan balita dapat terkontrol.

2. Bagi Taman Penitipan Anak (Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota

Depok

1) Setiap day care perlu memberikan ruangan kesehatan atau ruangan

khusus untuk balita yang sedang sakit apabila balita tersebut tetap

dititipkan di day care. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari

terjadinya penularan penyakit.

2) Setiap day care disarankan untuk menjaga keseimbangan sirkulasi

udara dengan cara menggunakan alat pengatur sirkulasi udara seperti

AC, exhauster, kipas angin, dan humidifier (alat pengatur kelembaban).

Apabila tidak menggunakan alat pengatur sirkulasi udara dapat

dilakukan dengan selalu membuka jendela atau pintu pada pagi hari,

membuat pintu yang terbagi dua atas dan bawah, dimana bagian atas

pintu bisa dibuka sebagai jalan masuk cahaya matahari dan bagian

bawah dibuat tertutup untuk mencegah balita ke luar ruangan secara

diam-diam dan mencegah masuknya binatang. Apabila jendela atau

pintu tidak dapat dibuka dapat dilakukan dengan menggunakan genting

kaca atau fiber glass di atap agar pertukaran udara dan cahaya matahari

dapat berjalan dengan baik dan meminimalisir polutan yang masuk ke

dalam tubuh balita.


160

3) Setiap day care disarankan untuk memberikan batas atau kuota jumlah

anak yang dititipkan dengan pertimbangan luas bangunan yang dimiliki

day care sehingga kepadatan hunian di day care menjadi tidak padat

dan penularan penyakit juga dapat dicegah.

4) Setiap day care disarankan untuk membersihkan semua peralatan yang

digunakan balita secara rutin sesuai dengan bahan peralatan yang

digunakan sesuai dengan Pedoman Sarana Pendidikan Anak Usia Dini

yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan

membersihkan AC minimal 3 atau 6 bulan sekali sesuai dengan

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1077 tahun 2011 sehingga

debu dan agen penyebab penyakit yang menempel di peralatan tersebut

tidak terhirup oleh balita.

5) Setiap day care disarankan untuk memelihara tanaman seperti tanaman

lidah mertua, sirih belanda, bunga lily, dan sri rejeki sebagai barier

terhadap polutan yang masuk ke dalam ruangan.

6) Setiap day care disarankan untuk mengadakan kegiatan desinfektan

atau penyemprotan aerosol dan menyedot debu dengan alat penyedot

debu setiap hari sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1077 tahun 2011 sehingga agen yang berada di ruangan tersebut mati.

7) Setiap day care disarankan untuk mendaftarkan day care nya ke Unit

Pengelola Teknis Pendidikan Anak Usia Dini Formal dan Nonformal

Dinas Pendidikan Kota Depok sehingga day care tersebut mempunyai

izin dan sesuai dengan Petunjuk teknis Penyelenggaraan Taman


161

Penitipan Anak Tahun 2015 yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan RI.

8) Setiap day care disarankan untuk melakukan kerjasama kepada

puskesmas terdekat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan balita

yang dititipkan secara rutin.

9) Setiap day care disarankan untuk melakukan pertemuan setiap bulan

dengan orang tua balita yang dimaksudkan untuk memberikan

sosialisasi terkait pencegahan penyakit ISPA pada balita dan

konsultasi terkait kesehatan balita selama di day care.

3. Bagi Instansi Pemerintah

a. Bagi Dinas Pendidikan Kota Depok

1) Sebaiknya peraturan terkait perizinan penyelenggaraan taman

penitipan anak dipertegas agar setiap day care yang berada di Kota

Depok memiliki izin penyelenggaraan day care dan apabila tidak

memiliki izin maka day care tersebut tidak boleh beroperasi sampai

day care tersebut memiliki izin penyelenggaraan day care.

2) Sebaiknya Unit Pengelola Teknis Pendidikan Anak Usia Dini

Formal dan Nonformal Dinas Pendidikan Kota Depok segera

membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait pemantauan

secara berkala ke setiap day care.

3) Sebaiknya Unit Pengelola Teknis Pendidikan Anak Usia Dini

Formal dan Nonformal Dinas Pendidikan Kota Depok bekerjasama

dengan Puskesmas di Kecamatan Sukmajaya (Puskesmas


162

Sukmajaya, Pondok Sukmajaya, Abadijaya, dan Baktijaya) untuk

melakukan pemantauan lingkungan dan kesehatan di setiap day

care secara berkala sesuai dengan SOP.

b. Bagi Puskesmas di Kecamatan Sukmajaya

1) Sebaiknya Puskesmas di Kecamatan Sukmajaya membentuk kader

pengendalian ISPA untuk melakukan promosi kesehatan

(penyuluhan dan memberikan leaflet atau poster) kepada pengelola

dan pengasuh day care terkait rumah sehat, faktor risiko penyebab

ISPA dan dampaknya terhadap kesehatan sehingga pengelola dan

pengasuh day care dapat melakukan promosi kesehatan juga

kepada orang tua balita.

2) Sebaiknya Puskesmas di Kecamatan Sukmajaya melakukan

pemantauan lingkungan dan kesehatan ke setiap day care untuk

melihat kondisi lingkungan dan mengecek status kesehatan balita

yang dititipkan di day care.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

1) Perlu memperbanyak lokasi penelitian untuk mengetahui korelasi antara

faktor penyebab keluhan gejala ISPA dengan keluhan gejala ISPA pada

balita di day care.

2) Sebaiknya dilakukan pengukuran udara ambien untuk mengetahui

apakah kualitas udara ambien dapat berpengaruh terhadap terjadinya

ISPA pada balita di day care.


DAFTAR PUSTAKA

Agustin. 2004. Hubungan Kualitas Udara Ambien dengan Kasus ISPA, Bronkitis,
dan Asma di DKI Jakarta Tahun 2003-2004 (Studi Ekologi di 15
Kecamatan). Tesis. FKM Univeristas Indonesia.
Aldila, Tri Yoga. 2015. Analisis Faktor Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
dengan Kejadian Penyakit Ispa Berulang Pada Balita di Kecamatan Kerja
Puskesmas Pekalongan Selatan Kota Pekalongan. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang.
An-Najjar, Zaglul dan Kahil, Abdul Daim. 2012. Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah
Al- Quran dan Hadits 5: Mukjizat Ilmiah tentang Gaya Hidup, Kesehatan,
dan Pengobatan. Jakarta: PT. Ikrarmandiri Abadi.
Apsari, Sannidya. 2017. Desain Air Purifier dengan Konsep Eco-Friendly dan
Pembahasan Fitur Self Watering. Skripsi. Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh November.
Asriati., Zamrud, M., Kalenggo, Dewi Febrianty. 2012. Analisis Faktor Risiko
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak Balita, pp. 57–63.
BMKG. 2018. Data Prakiraan Cuaca (https://www.bmkg.go.id/cuaca/prakiraan-
cuaca.bmkg?AreaID=5002229&Prov=10 dikutip pada 25 Juli 2018 jam
10.19 WIB).
BPS Kota Depok. 2016. Kecamatan Sukmajaya Dalam Angka 2016 Sukmajaya
District In Figures.
BSN. 2004. SNI 16-7062-2004 Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat
Kerja.
Breysse, P.N, et al. 2010. Indoor Air Pollution and Asthma in Children. Jurnal
Proceedings of American Thoraric Society, 7(2), pp. 102-106.
Broaddus, V.C, et al. 2015. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine
E-Book. Elsevier Health Sciences

163
164

(https://books.google.co.id/books?id=Hux1BwAAQBAJ dikutip pada 20 Juni


2018 jam 08.14 WIB).
Bruce, N. 2000. Indoor Air Pollution in Developing Countries: A Major
Environmental And Public Health Challenge. Bulletin of the World Health
Organization, 78(9), pp. 1078–1092.
Cahyadi, Wiji, et al. 2016. Pengaruh Faktor Metereologis dan Konsentrasi
Partikulat (PM10) Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) (Studi Kasus Kecamatan Banjarbaru Selatan Kota Banjarbaru Tahun
2014-2015). Jurnal Enviro Scientea, 12(3), pp. 302-311.
Californian Environmental Protection Agency. 2009. Air Pollution - Particulate
Matter Brochure Air Resour. Board
(https://www.arb.ca.gov/html/brochure/pm10.htm/ dikutip pada 15 Maret
2018 jam 10.10 WIB).

Celedon, Juan C., et al. 1999. Day Care Attendance in The First Year of Life and
Illness of The Upper and Lower Respiratory Tract in Children with a
Familial. Jurnal Pedriatics, 104(3).

Christina, Yolanda Mutiara. 2016. Hubungan Konsentrasi PM10 dan


Karaktertistik Pekerja Terhadap Keluhan Subjektif Gangguan Pernapasan
Akut Pada Petugas di Area Basement Parkir Mal Blok M dan Poins Square
Tahun 2016. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Collet, J. P, et al. 1991. Type of Day Care Setting and Risk of Repeated
Infections. Jurnal Pediatrics, 84, pp. 1110-1113.
Connant, Jeff dan Fadem, Pam. 2009. Panduan Masyarakat untuk Kesehatan
Lingkungan. Bandung. The Eksyezet (http://pustaka-ebook.com/e-book-
panduan-masyarakat-untuk-kesehatan-lingkungan/ dikutip pada 20 Juni
2018 jam 08.29 WIB).
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Kedokteran.
Cristina, Bovi Rahadiyah Adita. 2012. Tingkat Kemampuan Penyerapan
Tanaman Hias dalam Menurunkan Polutan Karbon Monoksida. Skripsi.
165

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional


Veteran.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita.
Jakarta.
Departemen Sosial RI. 1993. Pedoman Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak
Dini Usia. Jakarta.
Dinas Kesehatan Kota Depok. 2017. Rekap Laporan Pengendalian ISPA Dinas
Kesehatan Kota Depok 2017.
Environmental Protection Agency. 2014. Overview of Particle Air Pollution
(PM10 and PM2,5) (https://www.epa.gov/sites/production/files/2014-
05/documents/huff-particle.pdf dikutip pada 6 Juli 2018 jam 11.52 WIB).
Environmental Protection Agency. 2016. What are The Harmful Effects of PM?
(https://www.epa.gov/pm-pollution/particulate-matter-pm-basics#main-
content dikutip pada 6 Juli 2018 jam 11.49 WIB).
Falages, ME. 2007. Sex Differences In The Incidence and Severity Of Respiratory
Tract Infections. Boston MA, USA: Tufts University School of Medicine.
Jurnal Elsevier Respiratory Medicine, 101(9), pp. 1845-1863.
Fatimah, R., et al. 2014. Kualitas Udara Rumah dengan Kejadian Pneumonia
Anak Bawah Lima Tahun di Puskesmas Cimahi Selatan dan Leuwi Gajah
Kota Cimahi. Jurnal Makara Health Research, 18(1).

Fauzi, Ahmad Rawi, et al. 2016. Big Pelajaran 6 in 1 SMA/MA Kelas 10, 11, dan
12. Jakarta. Bintang Wahyu
(https://books.google.co.id/books?isbn=602740907X dikutip pada tanggal 1
Juli 2018 jam 12.02 WIB).

Fauzia, Nurilma., Kusumayati, Agustin. 2014. Tingkat Risiko Kesehatan Akibat


Pajanan PM10 Pada Populasi Berisiko di Terminal Bus Pulogadung Jakarta
Timur Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Lingkungan FKM Universitas
Indonesia.
166

Fillacano, Rahmayatul. 2013. Hubungan Lingkungan Dalam Rumah Terhadap


ISPA Pada Balita Di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun
2013. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Fitria, et al. 2008. Kualitas Udara Dalam Ruang Perpustakaan Universitas “X”
Ditinjau dari Kualitas Biologi, Fisik, dan Kimia. Jurnal Makara Kesehatan,
12(2).
Fleming, David W, et al. 1987. Chidhood Upper Respiratory Tract Infections: To
What Degree Incidence Affected by Day Care Attendence?. Jurnal
Pediatrics, 79(1).
Fuchs, Sandra Costa, et al. 1996. Duration of Day Care Attendence and Acute
Respiratory Infection. Jurnal Cad Saude Publica, 12(3), pp. 291-296.
Gertrudis, T. 2010. Hubungan Antara Kadar Partikulat (PM10) Udara Rumah
Tinggal Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Sekitar Pabrik Semen PT
Indocement Citeureup Tahun 2010. Tesis. Universitas Indonesia.
Gumara, Fajar. 2006. Analisis Konsentrasi dan Komposisi Partikulat (TSP, PM10,
dan PM2,5) di Udara Ambien Kampus Universitas Andalas Limau Manis
dan Sekitarnya. Artikel Ilmiah. Universitas Andalas.
Hadiana, Suman Yus Mei. 2013. Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita di Puskesmas Pajang
Surakarta. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hadits Sunan Tirmidzi.
Halim, Fitri. 2012. Hubungan Faktor Kondisi lingkungan Dengan Kejadian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Pekerja Mebebel Dukuh
Tukrejo, Desa Bondo, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara, Provinsi
Jawa Tengah 2012. Skripsi. Universitas Indonesia.
Hastono, Sutanto Priyo. 2006. Statistika Kesehatan. Depok: FKM UI.
Hattaka, Katja, et al. 2010. Factors Associated With Acute Respiratory Illness In
Day Care Children. Scandinavian Journal of Infection Diseases, 42, pp.
704-711.
167

Hayati, Rizki Zahrotul. 2017. Hubungan Konsentrasi PM10 dan Faktor


Lingkungan Dalam Rumah dengan Keluhan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) Pada Balita di Puskesmas Rawa Terate Kecamatan Cakung
Tahun 2017. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hernandez, Sergio Flores, et al. 1999. The Day Care Center As a Risk Factor for
Acute Respiratory Infections. Jurnal Elsevier, 30, pp. 216-223.
Hoog, Marieke La De., et al. 2014. Impact of Early Daycare on Healthcare
Resource use Related to Upper Respiratory Tract Infection During
Childhood: Prospective Whistler Cohord Study. Jurnal Bio Med Central,
12, pp. 107.
Indahsari, N. 2016. Hubungan Paparan Polusi Udara Dalam Rumah Dengan
Kejadian ISPA Pada Balita di Kecamatan Kerja Puskesmas Malimongan
Baru. Skripsi. Universitas Hasanuddin.
Irawan, Angki dan Sutomo, Adi Herum Sukandarrumidi. 2017. Indeks Standar
Pencemar Udara, Faktor Meteorologi dan Kejadian ISPA di Pekanbaru.
Journal of Community Medicine and Public Health, 33(1).
Iskandar, Azri., Tanuwijaya, Suganda., Yuniart, Lelly. 2015. Hubungan Jenis
Kelamin dan Usia Anak Satu Tahun Sampai Lima Tahun Dengan Kejadian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Jurnal Global Medical and Health
Communication, 3(1), pp. 1-6.
Istikharotun, Titik, et al. 2016. Kontribusi Parameter Meteorologi dan Kondisi
Lalu Lintas Terhadap Konsentrasi Pencemar NO2 di Kota Semarang. Jurnal
Presipitasi, 12(2), pp. 48-56.
Kementerian Agama RI. 2018. Website Al-Qur’an Kementerian Agama RI
(https://quran.kemenag.go.id/ dikutip pada 20 Juni 2018 jam 11.25 WIB).
Kementerian Kesehatan RI. 1999. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
829/MENKES/SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.
Kementerian Kesehatan RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1537.A/Menkes/SK/XII/2002 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit
168

Infeksi Saluran Pernapasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia Pada


Balita.
Kementerian Kesehatan RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2009. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Provinsi Jawa Barat Tahun 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2011a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2011b. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Kementerian Kesehatan RI. 2011c. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1077/MENKES/PER/V/2011 Tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam
Ruang Rumah.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
Kementerian Kesehatan RI. 2013a. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2013b. RISKESDAS Dalam Angka Provinsi Jawa
Barat 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2.
Kementerian Kesehatan RI. 2016a. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
Kementerian Kesehatan RI. 2016b. Situasi Imunisasi di Indonesia. Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI.
169

Kementerian Pemukiman dan Prasarana Wilayah RI. 2002. Keputusan Menteri


Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 403/KPTS/M/2002 tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat).
Kementerian Pendidikan RI. 2011. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Taman
Penitipan Anak. Direkotorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini,
Nonformal, dan Informal.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2013. Pedoman Sarana Pendidikan
Anak Usia DIni. Direkotorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan
Pendidikan Masyarakat.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2015. Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak. Direkotorat Jenderal Pendidikan
Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 2011. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.
Koch, Anders, et al. 2003. Risk Factors for Acute Respiratory Tract Infections in
Young Greenlandic Children. American Journal of Epidemiology, 158(4).
Kumalasari, Anggi. 2016. Hubungan Komponen Fisik Ruangan dan Perilaku
Pengasuh Terhadap Insiden ISPA Pada Bayi di Taman Penitipan Anak
Kecamatan Surabaya Timur. Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada, 5(2).
Lameshow, Stanley David W. Homser, et al. 1997. Besar Sampel dalam
Penelitian Kesehatan (terjemahan). Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.
Lestari, Tri Ayu. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gejala ISPA
pada Balita di Desa Citeureup Tahun 2014. Skripsi. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Lindawaty. 2010. Partikulat (PM10) Udara Rumah Tinggal Yang Memengaruhi
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita di
Kecamatan Mampang Prapatan Tahun 2009-2010. Tesis. Universitas
Indonesia.
170

Lipfert, F,W. 1994. Air Pollution and Community Health A Critical Review and
Data Sourcebook, New York: Van Nostrand Reinhold, pp.556.
Luiz, Gustavo Gardinassi, et al. 2012. Seasonality of Viral Respiratory Infections
in Southeast of Brazil: The Influence of Temperature and Air Humidity.
Brazilian Journal of Microbiology, 98-108.
Marimbi, H. 2010. Tumbuh Kembang Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada
Balita. Yogyakarta. Nuha Medika.
Marinata, Desi., Chahaya, Indra., Marsaulina Irnawan. 2015. Hubungan Kualitas
Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pasca Bencana Erupsi Gunung
Sinabung di Kecamatan Kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket Karo
Sumatera Utara Pada Tahun 2015. Jurnal Universitas Sumatera Utara.
Mediastika, Christina, E. 2002. Memanfaatkan Tanaman Untuk Mengurangi
Polusi Particulate Matter Ke Dalam Bangunan. Jurnal Dimensi Teknik
Arsitektur, 30(2).
Minnegasco. 2004. Humidity and The Indoor Environment, Minnersota Blue
Flam Gas Association (http://www.hwindow.com/wp-
content/uploads/2014/01/Humidity-and-the-Indoor-Environment.pdf dikutip
pada 18 Juni 2018 jam 11.22 WIB).
Moerdjoko. 2004. Kaitan Sistem Ventilasi Bangunan dengan Keberadaan
Mikroorganisme Udara. Dimensi Teknik Arsitektur, 32(1).
Mukono, H. 2003. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan
Kesehatan. Surabaya. Airlangga University Press.
Musyaiyadah. 2011. Studi Analisis Metode Penentuan Awal Waktu Salat dengan
Jam Istiwa’ Dalam Kitab Syawariq Al-Anwar. Skripsi. IAIN Walisongo.
Murti, Bhisma. 1997. Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Nafstad, Per, et al. 1999. Day Care Centers and Respiratory Health. Jurnal
Pediatrics, 103(4).
171

Nam, Edward, et al. 2010. Temperature Effects on Particulate Matter Emissions


from Lighty-Duty, Gasoline-Powered, Motor Vehicles. Jurnal
Environmental Sciences Technology, 44, pp. 4672–4677.
National Pollutan Inventory. 2013. Particulate Matter (PM10 and PM2,5)
(http://www.npi.gov.au/resource/particulate-matter-pm10-and-pm25 dikutip
pada 15 Maret jam 22.09 WIB).
Ningrum, E. K. 2015. Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Kepadatan Hunian
dengan Kejadian ISPA Non Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Sungai Pinang. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat.
Indonesia, 2(2).
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiology. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Norihwadziyah, Ika Vida dan Keman, Soedjajadi. 2013. Hubungan Kesehatan
Rumah dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Baamang I Kecamatan Baamang Kabupaten Kotawaringin
Timur. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 7(1), pp. 171-178.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Noviya, V. 2012. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Penyakit ISPA Pada
Balita di Sekitar Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)
Tamangapa Kota Makassar Tahun 2012. Skripsi. UIN Alaudin Makassar.
Oktaviani, V. A. 2015. Hubungan Antara Sanitasi Fisik Rumah Dengan Kejadian
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (Ispa) Pada Balita Di Desa Cepogo
Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Statewide Agricultural Land Use
Baseline 2015, 1.
Padmonobo, et al. 2012. Hubungan Faktor-faktor Kondisi lingkungan Rumah
dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Kecamatan Kerja Puskesmas
Jatibarang Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan Lingkunga Indonesia,
11(2).
Pearce, H. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. PT. Gramedia.
172

Purnawijayanti, Hiasinta A. 2006. Sanitasi, Hygiene, dan Keselamatan Kerja


dalam Pengelohan Makanan. Jakarta. Kanisius.
Rahajoe, N, et al. 2008. Buku Ajar Respirology Anak. Jakarta. IDAI.
Rosdiana, Dian, Hermawati, Ema. 2015. Hubungan Kulaitas Mikrobiologi Udara
dalam Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada
Balita. Jurnal Respi Indonesia, 35(2).
Ruktiningsih, Rudati. 2014. Kajian Hubungan Volume Lalu Lintas Terhadap
Emisi Gas Buang Kendaraan di Ruas Jalan Majapahit Semarang (Studi
Kasus: Kadar CO dan PM10). Laporan Penelitian. Universitas Negeri
Semarang.
Sari, E.L, Suhartono, Joko, T. 2014. Hubungan Antara Kondisi Kondisi
lingkungan Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Pati I Kabupaten Pati. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(1).
Schrwartz, Benjamin, et al. 1994. Respiratory Infection in Day Care. Jurnal
Pediatrics, 94(6), pp. 1018-1020.
Soeseanto, S.S, et al. 2000. Hubungan Kondisi Perumahan dengan Penularan
Penyakit ISPA dan TB Paru. Jurnal Media Litbang Kesehatan, X(2).
Sugihartono dan Nurjazuli. 2012. Analisis Faktor Risiko Kejadian Pneumonia
Pada Balita Di Kecamatan Kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia, 11(1), pp. 82–86.
Suhandayani, Ike. 2007. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
ISPA Pada Balita di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati Tahun 2006. Skripsi.
Universitas Negeri Semarang.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung.
Alfabeta.
Sumaryati. 2009. Efektifitas Air Hujan dan Kelembaban Udara terhadap
Pembersihan PM10 di Cekungan Bandung. Buku Ilmiah. Sains Atmosfir dan
Ionosfer serta Aplikasinya.
173

Sun, Yuexia dan Sundell, Jan. 2011. Early Daycare Attendance Increase the Risk
for Respiratory Infections and Asthma of Children. Jurnal Informa
Healthcare, 48, pp. 790-796.
Suryani, Irma., Edison., Nazar, Julizar. 2015. Hubungan Kondisi lingkungan dan
Tindakan Penduduk Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kecamatan
Kerja Puskesmas Lubuk Buaya. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), pp. 157–
167.
Sutresna, Nana. 2008. Kimia. Bandung. Grafindo Media Pratama.
Swarjana, I Ketut. 2016. Statistik Kesehatan. Yogyakarta. ANDI.
Trubus. 2008. Sansivieria, 200 Jenis Spesies. Niaga Swadaya.
Utoyo, B. 2009. Geografi 1 Membuka Cakrawala Dunia : untuk Kelas X Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta. Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.
Wattimena, C.S. 2004. Faktor Lingkungan Rumah yang Memengaruhi Hubungan
Kada PM10 dengan Kejadian ISPA pada Balita di Kecamatan Puskesmas
Curug Kabupaten Tangerang Tahun 2004. Tesis. Universitas Indoenesia.
Depok.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Jakarta. Erlangga.
Wiyandari, Miranti, 2010. Hubungan Volume Udara Terhadap Konsentrasi
Polutan NOX di Udara. Skripsi. Universitas Indonesia.
WHO. 2003. Health Expects of Air Pollution with Particulate Matter, Dust, and
Nitrogen Dioxide.
WHO. 2007. Infection Prevention and Control of Epidemic and Pandemic Prone
Acute Respiratory Diseases in Health Care.
WHO. 2016. Ambient (Outdoor) Air Quality and Health
(http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs313/en/ dikutip pada 30
November 2017 jam 13.21 WIB).
174

WHO. 2017. Environment and Health in Developing Countries


(http://www.who.int/heli/risks/ehindevcoun/en/ dikutip pada 30 November
2017 jam 11.22 WIB).
Yuligawati, Reka. 2014. Hubungan Konsentrasu Sulfur Dioksida (SO2) Udara
Ambien dan Faktor-faktor Lainnya Dengan Gejala Asma Pada Murid
Sekolah Dasar Negeri Usia 6-7 Tahun di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.
Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Yuwono, Tulus Aji. 2008. Faktor- Faktor Kondisi lingkungan Rumah Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita di
Kecamatan Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap. Universitas
Diponegoro.
Zuraimi, M.S, et al. 2007. The Effect Of Ventilation Strategies Of Child Care
Centers On Indoor Air Quality And Respiratory Health Of Children In
Singapore. Journal Compilation Indoor Air, 17, pp. 317-327.
Lampiran 1

Kuesioner Penelitian

Lembar Kesediaan Responden

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Saya Dwi Ayu Noviantari, mahasiswi Peminatan Kesehatan Lingkungan
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan
2014. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk menyelesaikan skripsi
sebagai syarat kelulusan Sarjana (S1) Kesehatan Masyarakat mengenai Gambaran
Konsentrasi PM10, Karakterisitik Individu, dan Kondisi lingkungan Dalam
Ruangan Terhadap Keluhan Gejala ISPA Pada Balita di Taman Penitipan Anak
(Day Care) Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2018. Untuk itu, saya
memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk ikut serta dalam penelitian ini sebagai
responden dan bersedia untuk diwawancarai dengan menjawab semua pertanyaan
yang ada dalam kuesioner ini. Penelitian yang saya lakukan tidak akan
membahayakan bagi Bapak/Ibu serta informasi yang diberikan oleh Bapak/Ibu
akan dijaga kerahasiaannya. Apabila Bapak/Ibu bersedia, saya mohon untuk
menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan.
Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi responden, saya ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Nomor Hp :
Depok, ___/_______/2018
(_______________________)

175
Lembar Kuesioner
Nomor Kuesioner

(diisi oleh peneliti)*


Petunjuk Pengisian:
Isilah jawaban dari pertanyaan berikut pada kolom jawaban. Jika jawaban berupa
pilihan, lingkari (O) pada jawaban yang sesuai.

Nomor Pertanyaan Jawaban Kode


(diisi oleh
peneliti)*

A. Nama Taman Penitipan Anak [ ]A


B. Karakteristik Orang Tua Balita
B1. Nama [ ] B1
B2. Usia [ ] B2
B3. Alamat [ ] B3

B4. Pendapatan Orang Tua 0. < Rp 3.000.000,- [ ] B4


1. Rp 3.000.000,- - Rp
5.000.000,-
2. Rp > 5.000.000,-
C. Karakteristik Balita
C1. Nama Balita [ ] C1
C2. Tanggal Lahir/Usia __________________/ [ ] C2
_______ bulan
C3. Jenis Kelamin 0. Laki-laki [ ] C3
1. Perempuan
C4. Status Gizi BB : ________kg [ ] C4
(Diisi Oleh Peneliti)* 0. Gizi Kurang
1. Gizi Normal
C5. Status Imunisasi 0. Tidak Lengkap (Bila [ ] C5
(hepatitis B sebanyak 4 kali, semua/salah satu
DPT sebanyak 3 kali, polio imunisasi dasar wajib
sebanyak 4 kali, BCG tidak dilakukan)
sebanyak 1 kali, dan campak 1. Lengkap (imunisasi dasar
sebanyak 1 kali) wajib dilakukan semua)
176
(Lihat KMS)*
D. Keluhan Gejala ISPA
D1. Apakah dalam 2 minggu terakhir 0. Ya [ ] D1
balita mengalami batuk? 1. Tidak

D2. Apakah dalam 2 minggu terakhir 0. Ya [ ] D2


balita mengalami pilek? 1. Tidak
D3. Apakah dalam 2 minggu terakhir 0. Ya [ ] D3
balita mengalami demam/panas? 1. Tidak
D4. Apakah dalam 2 minggu terakhir 0. Ya [ ] D4
balita mengalami nyeri atau 1. Tidak
radang tenggorokan?
D5. Apakah dalam 2 minggu terakhir 0. Ya [ ] D5
balita mengalami nafas cepat? 1. Tidak
D6. Apakah dalam 2 minggu terakhir 0. Ya [ ] D6
balita mengalami tarikan dinding 1. Tidak
dada ke dalam?
D7. Apakah balita mempunyai 0. Ya [ ] D7
riwayat alergi? 1. Tidak
(Bila Ya, lanjut ke D8)*
(Bila Tidak, stop)*
D8. Riwayat alergi apa yang dimiliki [ ] D8
balita?

E1. Lembar Observasi Keluhan Gejala ISPA


No. Responden: Ya Tidak Keterangan
Batuk
(*Mengeluarkan suara batuk)
Pilek
(*Mengeluarkan lendir dari hidung)
Demam
(*Dipegang badan terasa panas dan
diukur suhunya >37ºC)
Nyeri atau Radang Tenggorokan
(*Pangkal tenggorokan berwarna
kemerahan dan leher terasa panas)
Tarikan Dinding Dada ke dalam
(*Dinding dada bawah tertarik cekung
sampai ke dalam)
Nafas Cepat
(*<2 bulan: ≥60 kali/menit, 2 bulan -
<1 tahun : ≥50 kali /menit, 1 - <5 tahun
: ≥40 kali)
177
E2. Lembar Observasi Status Imunisasi Dasar Wajib (*Melihat KMS)
No. Responden: Ya Tidak Kesimpulan
Tidak Lengkap Lengkap
BCG (usia 0 sampai 2
bulan)
Hepatitis B-1 (usia 0
bulan)
Hepatitis B-2 (usia 2
bulan)
Hepatitis B-3 (usia 3
bulan)
Hepatitis B-4 (usia 4
bulan)
Polio-0 (usia 0 sampai
1 bulan)
Polio-1 (usia 2 bulan)
Polio-2 (usia 3 bulan)
Polio-3 (usia 4 bulan)
Polio-4 (usia 1,5
tahun)
DPT-1 (usia 2 bulan)
DPT-2 (usia 3 bulan)
DPT-3 (usia 4 bulan)
DPT-4 (usia 1,5
tahun)
Campak-1 (usia 9
bulan)
Campak-2 (usia 1,5
tahun)

F. Pengukuran
F1. Konsentrasi PM10 ________µg/m3 [ ] E1
0: Tidak memenuhi
syarat
1: Memenuhi syarat
F2. Suhu ________ ºC [ ] E2
0: Tidak memenuhi
syarat

178
1: Memenuhi syarat
F3. Kelembaban ________ % [ ] E3
0: Tidak memenuhi
syarat
1: Memenuhi syarat
F4. Pencahayaan ________ lux [ ] E4
0: Tidak memenuhi
syarat
1: Memenuhi syarat
F5. Kepadatan Hunian [ ] E5
a. Luas Seluruh Lantai (Luas ________ m2
Bangunan) Day Care
b. Jumlah Karakteristik balita
c. Kepadatan Hunian = Jumlah
luas seluruh lantai (luas _______ orang
bangunan) day care / jumlah
karakteristik balita ________ m2/orang
0: Tidak memenuhi
syarat
1: Memenuhi syarat
F6. Luas Ventilasi [ ] E6
a. Luas Jendela Terbuka ________ m2
b. Luas Lubang Angin ________ m2
c. Luas Lantai Ruangan Tempat ________ m2
Beraktivitas Balita di Day Care
d. Luas Ventilasi = Luas lubang
angin+luas jendela terbuka/luas
lantai ruangan tempat ________ m2
beraktivitas balita di day care
e. Perhitungan luas ventilasi
dibandingkan dengan baku mutu ________ m2
= 10% x luas lantai
0: Tidak memenuhi
syarat
1: Memenuhi syarat

Menit ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata


Suhu (ºC)
Kelembaban
(%)

179
Ruang / Titik Hasil Pengukuran Pencahayaan (lux) Rata-rata
Pengukuran Pengukuran Pengukuran Pengukuran
1 2 3

180
Lampiran 2

Surat Izin Penelitian

181
Lampiran 3

Surat Izin Peminjaman Alat dan Pengukuran PM10

182
Lampiran 4

Hasil Pengukuran Konsentrasi PM1O

183
Lampiran 5

Hasil Output SPSS

1. Keluhan Gejala ISPA Pada di Day Care A, B, C, D, E, F, G, dan H

KELUHAN GEJALA ISPA DI DAY CARE A

Cumulati
ve
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Mengalami Keluhan Gejala


7 70,0 70,0 70,0
ISPA
Tidak Mengalami Keluhan
3 30,0 30,0 100,0
Gejala ISPA

Total 10 100,0 100,0

KELUHAN GEJALA ISPA DI DAY CARE B

Cumulati
ve
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Mengalami Keluhan Gejala


2 50,0 50,0 50,0
ISPA

Tidak Mengalami Keluhan


2 50,0 50,0 100,0
Gejala ISPA

Total 4 100,0 100,0

KELUHAN GEJALA ISPA DI DAY CARE C

Cumulati
ve
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Mengalami Keluhan Gejala


3 75,0 75,0 75,0
ISPA

Tidak Mengalami Keluhan


1 25,0 25,0 100,0
Gejala ISPA

Total 4 100,0 100,0

Keluhan GEJALA ISPA DI DAY CARE D

184
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Mengalami Keluhan


5 100,0 100,0 100,0
Gejala ISPA

KELUHAN GEJALA ISPA DI DAY CARE E

Valid
Percen Cumulative
Frequency Percent t Percent

Valid Mengalami Keluhan Gejala


7 53,8 53,8 53,8
ISPA
Tidak Mengalami Keluhan
6 46,2 46,2 100,0
Gejala ISPA

Total 13 100,0 100,0

KELUHAN GEJALA ISPA DI DAY CARE F

Cumulati
ve
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Mengalami Keluhan Gejala


4 57,1 57,1 57,1
ISPA

Tidak Mengalami Keluhan


3 42,9 42,9 100,0
Gejala ISPA

Total 7 100,0 100,0

KELUHAN GEJALA ISPA DI DAY CARE G

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Mengalami Keluhan


6 100,0 100,0 100,0
Gejala ISPA

KELUHAN GEJALA ISPA DI DAY CARE H

Cumulati
ve
Frequency Percent Valid Percent Percent

185
Valid Mengalami Keluhan Gejala
5 45,5 45,5 45,5
ISPA

Tidak Mengalami Keluhan


6 54,5 54,5 100,0
Gejala ISPA

Total 11 100,0 100,0

2. Keluhan Gejala ISPA Pada Balita di Seluruh Day Care Kecamatan Sukmajaya

KELUHAN GEJALA ISPA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tinggi 4 50,0 50,0 50,0

Rendah 4 50,0 50,0 100,0

Total 8 100,0 100,0

3. Konsentrasi PM10 di Day Care Kecamatan Sukmajaya

KONSENTRASI PM10

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Memenuhi Syarat 8 100,0 100,0 100,0

3. Jenis Kelamin Karakteristik balita di Day Care A, B, C, D, E, F, G, dan H


Kecamatan Sukmajaya

JENIS KELAMIN DAY CARE A

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 6 60,0 60,0 60,0

Perempuan 4 40,0 40,0 100,0

Total 10 100,0 100,0

JENIS KELAMIN DAY CARE B

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

186
Valid Laki-laki 3 75,0 75,0 75,0

Perempuan 1 25,0 25,0 100,0

Total 4 100,0 100,0

JENIS KELAMIN DAY CARE C

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 1 25,0 25,0 25.0

Perempuan 3 75,0 75,0 100,0

Total 4 100,0 100,0

JENIS KELAMIN DAY CARE D

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 3 60,0 60,0 60,0

Perempuan 2 40,0 40,0 100,0

Total 5 100,0 100,0

JENIS KELAMIN DAY CARE E

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 7 53,8 53,8 53,8

Perempuan 6 46,2 46,2 100,0

Total 13 100,0 100,0

JENIS KELAMIN DAY CARE F

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 5 71,4 71,4 71,4

Perempuan 2 28,6 28,6 100,0

Total 7 100,0 100,0

JENIS KELAMIN DAY CARE G

187
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 2 33,3 33,3 33,3

Perempuan 4 66,7 66,7 100,0

Total 6 100,0 100,0

JENIS KELAMIN DAY CARE H

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 7 63,6 63,6 63,6

Perempuan 4 36,4 36,4 100,0

Total 11 100,0 100,0

4. Status Gizi Pada Balita di Day Care A, B, C, D, E, F, G, dan H Kecamatan


Sukmajaya
STATUS GIZI DAY CARE A

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Gizi Normal 10 100,0 100,0 100,0

STATUS GIZI DAY CARE B

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Gizi Normal 4 100,0 100,0 100,0

STATUS GIZI DAY CARE C

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Gizi Normal 4 100,0 100,0 100,0

STATUS GIZI DAY CARE D

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Gizi Normal 5 100,0 100,0 100,0

188
STATUS GIZI DAY CARE E

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Gizi Normal 13 100,0 100,0 100,0

STATUS GIZ DAY CARE F

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Gizi Kurang 1 14,3 14,3 14,3

Gizi Normal 6 85,7 85,7 100,0

Total 7 100,0 100,0

STATUS GIZI DAY CARE G

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Gizi Normal 6 100,0 100,0 100,0

STATUS GIZI DAY CARE H

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Gizi Normal 11 100,0 100,0 100,0

5. Status Imunisasi Pada Balita di Day Care A, B, C, D, E, F, G, dan H


Kecamatan Sukmajaya

STATUS IMUNISASI DAY CARE A

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Imunisasi Tidak Lengkap 2 20,0 20,0 20,0

Imunisasi Lengkap 8 80,0 80,0 100,0

Total 10 100,0 100,0

STATUS IMUNISASI DAY CARE B

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

189
Valid Imunisasi Lengkap 4 100,0 100,0 100,0

STATUS IMUNISASI DAY CARE C

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Imunisasi Lengkap 4 100,0 100,0 100,0

STATUS IMUNISASI DAY CARE D

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Imunisasi Tidak Lengkap 1 20,0 20,0 20,0

Imunisasi Lengkap 4 80,0 80,0 100,0

Total 5 100,0 100,0

STATUS IMUNISASI DAY CARE E

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Imunisasi Tidak Lengkap 1 7,7 7,7 7,7

Imunisasi Lengkap 12 92,3 92,3 100,0

Total 13 100,0 100,0

STATUS IMUNISASI DAY CARE F

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Imunisasi Tidak Lengkap 1 14,3 14,3 14,3

Imunisasi Lengkap 6 85,7 85,7 100,0

Total 7 100,0 100,0

STATUS IMUNISASI DAY CARE G

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Imunisasi Tidak Lengkap 2 33,3 33,3 33,3

Imunisasi Lengkap 4 66,7 66,7 100,0

Total 6 100,0 100,0

190
STATUS IMUNISASI DAY CARE H

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Imunisasi Tidak Lengkap 4 36,4 36,4 36,4

Imunisasi Lengkap 7 63,6 63,6 100,0

Total 11 100,0 100,0

6. Suhu di Day Care Kecamatan Sukmajaya

SUHU

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 2 25,0 25,0 25,0

Memenuhi Syarat 6 75,0 75,0 100,0

Total 8 100,0 100,0

7. Kelembaban di Day Care Kecamatan Sukmajaya

KELEMBABAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Memenuhi Syarat 8 100,0 100,0 100,0

8. Pecahayaan di Day Care Kecamatan Sukmajaya

PENCAHAYAAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Memenuhi Syarat 5 62,5 62,5 62,5

Memenuhi Syarat 3 37,5 37,5 100,0

Total 8 100,0 100,0

191
9. Kepadatan Hunian di Day Care Kecamatan Sukmajaya

KEPADATAN HUNIAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Memenuhi Syarat 6 75,0 75,0 75,0

Memenuhi Syarat 2 25,0 25,0 100,0

Total 8 100,0 100,0

10. Luas Ventilasi di Day Care Kecamatan Sukmajaya

LUAS VENTILASI

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Memenuhi Syarat 8 100,0 100,0 100,0

11. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Konsentrasi PM10 di Day Care Kecamatan

Sukmajaya

KONSENTRASI PM10 * KELUHAN GEJALA ISPA Crosstabulation

KELUHAN GEJALA
ISPA

Tinggi Rendah Total


KONSENTRASI Memenuhi Count 4 4 8
PM10 Syarat % within
50,0% 50,0% 100,0%
KONSENTRASIPM10

% within
100,0% 100,0% 100,0%
KELUHANGEJALAISPA
Total Count 4 4 8

% within
50,0% 50,0% 100,0%
KONSENTRASIPM10

% within
100,0% 100,0% 100,0%
KELUHANGEJALAISPA

192
12. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Balita di Day Care

Kecamatan Sukmajaya

JENIS KELAMIN * KELUHAN GEJALA ISPA Crosstabulation

KELUHAN GEJALA
ISPA

Tinggi Rendah Total

JENIS Laki>Perempuan Count 2 4 6


KELAMIN % within
33,3% 66,7% 100,0%
JENISKELAMIN

% within
50,0% 100,0% 75,0%
KELUHANGEJALAISPA

Perempuan>Laki- Count 2 0 2
laki % within
100,0% 0,0% 100,0%
JENISKELAMIN

% within
50,0% 0,0% 25,0%
KELUHANGEJALAISPA
Total Count 4 4 8

% within
50,0% 50,0% 100,0%
JENISKELAMIN

% within
100,0% 100,0% 100,0%
KELUHANGEJALAISPA

13. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Status Gizi Pada Balita di Day Care

Kecamatan Sukmajaya

STATUS GIZI * KELUHAN GEJALA ISPA Crosstabulation

KELUHAN GEJALA
ISPA

Tinggi Rendah Total

STATUS Gizi Normal>Gizi Count 4 4 8


GIZI Kurang % within STATUSGIZI 50,0% 50,0% 100,0%

% within
100,0% 100,0% 100,0%
KELUHANGEJALAISPA
Total Count 4 4 8
193
% within STATUSGIZI 50,0% 50,0% 100,0%

% within
100,0% 100,0% 100,0%
KELUHANGEJALAISPA

14. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Status Imunisasi Pada Balita di Day Care

Kecamatan Sukmajaya

STATUS IMUNISASI * KELUHAN GEJALA ISPA Crosstabulation

KELUHAN GEJALA
ISPA

Tinggi Rendah Total

STATUS Imunisasi Dasar Count 4 4 8


IMUNISASI Wajib % within
50,0% 50,0% 100,0%
Lengkap>Imunisasi STATUSIMUNISASI
Dasar Wajib Tidak % within
Lengkap 100,0% 100,0% 100,0%
KELUHANGEJALAISPA
Total Count 4 4 8

% within
50,0% 50,0% 100,0%
STATUSIMUNISASI

% within
100,0% 100,0% 100,0%
KELUHANGEJALAISPA

15. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Suhu di Day Care Kecamatan Sukmajaya

SUHU * KELUHAN GEJALA ISPA Crosstabulation

KELUHAN GEJALA
ISPA

Tinggi Rendah Total

SUHU Tidak Memenuhi Count 0 2 2


Syarat % within SUHU 0,0% 100,0% 100,0%

% within
0,0% 50,0% 25,0%
KELUHANGEJALAISPA

Memenuhi Syarat Count 4 2 6

% within SUHU 66,7% 33,3% 100,0%

194
% within
100,0% 50,0% 75,0%
KELUHANGEJALAISPA
Total Count 4 4 8

% within SUHU 50,0% 50,0% 100,0%

% within
100,0% 100,0% 100,0%
KELUHANGEJALAISPA

16. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kelembaban di Day Care Kecamatan

Sukmajaya

KELEMBABAN * KELUHAN GEJALA ISPA Crosstabulation

KELUHAN GEJALA
ISPA

Tinggi Rendah Total

KELEMBABAN Tidak Memenuhi Count 4 4 8


Syarat % within KELEMBABAN 50,0% 50,0% 100,0%

% within
100,0% 100,0% 100,0%
KELUHANGEJALAISPA
Total Count 4 4 8

% within KELEMBABAN 50,0% 50,0% 100,0%

% within
100,0% 100,0% 100,0%
KELUHANGEJALAISPA

17. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Pencahayaan di Day Care Kecamatan

Sukmajaya

PENCAHAYAAN * KELUHAN GEJALA ISPA Crosstabulation

KELUHAN GEJALA
ISPA

Tinggi Rendah Total

PENCAHAYAAN Tidak Memenuhi Count 3 2 5


Syarat % within
60,0% 40,0% 100,0%
PENCAHAYAAN

195
% within
75,0% 50,0% 62,5%
KELUHANGEJALAISPA

Memenuhi Count 1 2 3
Syarat % within
33,3% 66,7% 100,0%
PENCAHAYAAN

% within
25,0% 50,0% 37,5%
KELUHANGEJALAISPA
Total Count 4 4 8

% within
50,0% 50,0% 100,0%
PENCAHAYAAN

% within
100,0% 100,0% 100,0%
KELUHANGEJALAISPA

18. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Kepadatan Hunian di Day Care Kecamatan

Sukmajaya

KEPADATAN HUNIAN * KELUHAN GEJALA ISPA Crosstabulation

KELUHAN GEJALA
ISPA

Tinggi Rendah Total

KEPADATAN Tidak Count 3 3 6


HUNIAN Memenuhi % within
50,0% 50,0% 100,0%
Syarat KEPADATANHUNIAN

% within
75,0% 75,0% 75,0%
KELUHANGEJALAISPA

Memenuhi Count 1 1 2
Syarat % within
50,0% 50,0% 100,0%
KEPADATANHUNIAN

% within
25,0% 25,0% 25,0%
KELUHANGEJALAISPA
Total Count 4 4 8

% within
50,0% 50,0% 100,0%
KEPADATANHUNIAN

% within
100,0% 100,0% 100,0%
KELUHANGEJALAISPA

196
19. Keluhan Gejala ISPA Berdasarkan Luas Ventilasi di Day Care Kecamatan

Sukmajaya

LUAS VENTILASI * KELUHAN GEJALA ISPA Crosstabulation

KELUHAN GEJALA
ISPA

Tinggi Rendah Total

LUAS Tidak Memenuhi Count 4 4 8


VENTILASI Syarat % within
50,0% 50,0% 100,0%
LUASVENTILASI

% within
100,0% 100,0% 100,0%
KELUHANGEJALAISPA
Total Count 4 4 8

% within
50,0% 50,0% 100,0%
LUASVENTILASI

% within
100,0% 100,0% 100,0%
KELUHANGEJALAISPA

197
Lampiran 6

Dokumentasi Lapangan

198
199

Anda mungkin juga menyukai