Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, yakni tidak dapat hidup sendiri dan
selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Terutama dalam hal muamalah, seperti jual beli, pinjam meminjam, sewa
menyewa hingga urusan utang piutang maupun usaha- usaha yang lain, baik
dalam urusan diri sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Namun sering
kali dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui kecurangan-kecurangan
dalam urusan muamalah ini, seperti riba yang sangat meresahkan dan
merugikan masyarakat. Untuk menjawab segala problema tersebut, agama
memberikan peraturan dan pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kita yang
telah diatur sedemikian rupa dan termaktub dalam Al-Qur’an dan hadits, dan
tentunya untuk kita pelajari dengan sebaik-baiknya pula agar hubungan antar
manusia berjalan dengan lancar dan teratur.
Jual beli adalah kegiatan tukar menukar barang dengan cara tertentu
yang setiap hari pasti dilakukan namun kadang kala kita tidak mengetahui
apakah caranya sudah memenuhi syara’ ataukah belum. Begitu pula dengan
utang piutang yang sering kali tidak dapat kita hindari karena sangat kental
dengan kehidupan manusia. Kita perlu mengetahui bagaimana cara utang
piutang menurut syariat. Kegiatan jual beli dan utang piutang ini juga sering
dikait-kaitkan dengan yang namanya riba.Riba menurut syariat hukumnya
adalah haram karena tidak menunbuhkan manfaat tetapi menimbulkan
madharat.
Oleh karena itu, dalam makalah ini, sengaja kami bahas mengenai jual
beli, utang piutang dan riba karena ketiganya sangat kental dengan kehidupan
masyarakat. Disini pula akan banyak dibahas mulai dari tata cara jual beli dan
utang piutang yang benar sampai hal-hal yang diharamkan atau dilarang.
Begitu pula dengan riba juga akan dibahas mulai dari hukumnya,sampai
macam-macam bentuk riba, untuk mempermudah praktek muamalah kita
dalam kehidupan sehari-hari dan supaya kita tidak mudah untuk terjerat dalam
lingkaran riba yang sangat meresahkan dan merugikan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dibahas antara
lain:
1. Apa pengertian, hukum, rukun dan syarat jual beli?
2. Apa saja jual beli yang dilarang?
3. Apa pengertian, hukum, dan rukun serta hukum menambah bayaran
piutang?
4. Apa pengertian riba, hukum serta macam riba?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan yang
akan dicapai dalam makalah ini antara lain:
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian, hukum, rukun dan syarat jual
beli.
2. Mahasiswa mampu memahami jual beli yang dilarang
3. Mahasiswa mampu memahamipengertian utang piutang, hukum, dan
rukun serta hukum menambah bayaran piutang
4. Mahasiswa mampu memahamipengertian riba, hukum serta macam riba
BAB II
PEMBAHASAN
A. JUAL BELI
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut bahasa disebut ‫بيع‬88‫ال‬, secara bahasa berarti
‫( اعطاءشيءفىمقابلةش يء‬memberikan sesuatu untuk ditukar dengan sesuatu).
Adapun menurut istilah syara’ adalah:
‫مقابلة مال مبا ل قابلني للتصرف باجياب وقبول على الوجه املأذ ون فيه‬

“Menukar suatu barang dengan barang (alat tukar yang syah) dengan
ijab qabul dan berdasarkan suka sama suka.”
Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa jual beli harus
dilakukan berdasarkan suka sama suka.
...      ...
Artinya: “…Janganlah kamu makan harta yang ada di antara kamu
dengan jalan batil, ….”(QS. An Nisa’: 29)
2. Hukum Jual Beli
Jual beli hukum asalnya jâiz atau mubah/boleh (halal) berdasarkan
dalil dari al-Quran, hadis dan ijma’ para ulama.
            ...
... 

Artinya: “….janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan


jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka samasuka di antara kamu….. “ (QS. An Nisa’29)

...       ...

Artinya: “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”


(Qs. Al Baqarah 275)
3. Rukun dan Syarat Jual Beli
a. Penjual dan Pembeli
Syaratnya adalah:
1) Brakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh tidak
sah jual belinya.
2) Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa). Keterangannya yaitu
pada QS. An- Nisa : 29.
3) Tidak mubazir (pemboros)
Firman Allah SWT :
          
 
   
Artinya : “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang
belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupanmu, berilah mereka belanja dan pakaian (dari
hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yan baik” (QS. An-Nisa: 5)

Baliq (berumur 15 tahun ke atas/dewasa). Anak kecil tidak sah


jual belinya. Adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi belum
sampai umur dewasa, menurut pendapat sebagian ulama, mereka
diperbolehkan berjual beli barang yang kecil-kecil; karena kalau tidak
diperbolehkan, sudah tentu menjadi kesulitan dan menetapkan
peraturan yang mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya.
b. Uang dan Benda yang di beli
Syaratnya adalah:
1) Suci. Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang
untuk dibelikan, seperti kulit binatang atau bangkai yang belum
disamak.
2) Ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada
manfaatnya. Dilarang pula mengambil tukarannya karena hal itu
termasuk dalam arti menyia-nyiakan (memboroskan) harta yang
terlarang. Hal ini di jelaskan dalam Al-qur’an:
          
Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-
saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar
kepada Tuhannya” (QS. Al- Isra’: 27)
3) Barang itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual suatu barang yang
tidak dapat diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan
dalam laut, barang rampasan yang masih berada ditangan yang
merampasnya, barang yang sedang dijaminkan, sebab semua itu
mengandung tipu daya (kecohan).
4) Barang itu diketahui oleh si penjual dan si pembeli. Zat, bentuk,
kadar (ukuran), dan sifat-sifatnya jelas sehingga antara penjual
dan pembeli keduanya tidak saling kecoh-mengecoh.
c. Akad (Ijab dan Kabul)
Rukun jual beli ada tiga yaitu; akad (ijab Kabul), orang-orang
yang berakad (penjual dan pembeli), dan ma’kud alaib (objek akad).
Akad ialah ikatan antara penjual dan pembeli, jual beli belum
dikatan sah sebelum ijab dan Kabul dilakuhkan, sebab ijab Kabul
menunjukan kerelaan (keridhaan), pada dasarnya ijab Kabul
dilakuhkan dengan lisan, tapi kalau tidak mungkin, seperti bisu atau
yang lainnya, maka boleh ijab Kabul dengan surat-menyurat yang
mengandung arti ijab dan kabul. Rasulullah SAW bersabda:
“Dari Abi Hurairah ra. dari Nabi SAW. bersabda: janganlah
dua orang yang jual beli berpisah, sebelum saling meridhai” (Riwayat
Abu Daud dan Tirmidzi).
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya jual beli hanya sah dengan saling merelakan”
(Riwayat Ibn Hibban dan Ibn Majah).
Jual beli yang menjadi kebiasaan, seperti jual beli sesuatu yang
menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab dan kabul, ini
adalah pendapat jumhur. Adapuun syarat-syarat sah ijab kabul ialah:
1) Jangan ada yang memisahkan, janganlah pembeli diam saja
setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.
2) Janganlah diselangi dengan kata-kata lain antara ijab dan
kabul.
3) Beragama islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam
benda-benda tertentu, seperti seseorang dilarang menjual
hambanya yang beragam Islam kepada pembeli yang tidak
beragama islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut
akan merendahkan abid yang beragama islam, sedangkan Allah
melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang
kafir untuk merendahkan mukmin, firman-Nya:
        ...

Artinya : “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan


kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan
orang-orang yang beriman” (An- Nisa: 141).
4. Jual Beli Yang Dilarang
a. Terlarang karena kurang syarat atau rukun
Jual beli system ijon (belum jelas barangnya). Jual beli ini
dilarang karena barang yang akan dibeli masih samar.

‫عن بيع الثما رحىت يبد وصال حيامتفق عليهعن ابن مر هنى النىب ص م‬

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Nabi saw melarang jual beli buah-
buahan sehingga nyata baiknya buah itu”.(Muttafaq ‘alaih)
b. Jual beli anak binatang ternak yang masih di dalam kandungan
Jual beli ini dilarang karena barangnya belum ada dan tidak
tampak juga. Rasulullalh SAW bersabdah:
“Sesungguhnya Rasulullah saw melarang jual beli anak
binatang yang masih dalam kandungan induknya”.(HR. Bukhori dan
Muslim)
c. Jual beli sperma hewan
Jual beli sperma hewan, seperti mengawinkan seekor domba
jantan dengan betina, agar dapat memperoleh turunan.
‫بيع فضل الماءنهى الل رسول رسول ه جابربن ص معن عبدهللا ل قا‬
(‫)مسلمعن رواه‬
Artinya: “Rasulullah saw telah melarang jual beli air jantan
binatang.”(HR. Muslim).
d. Jual beli barang yang belum dimiliki
‫ه تقبضه حتى استريته شيأ تبيعن ص د ال اللرسولقال‬
(‫)احموالبيهقىم رواه‬
Artinya: “Nabi saw telah bersabda janganlah engkau menjual sesuatu
yang baru saja engkau beli sehingga engkau menerima
(memegangbarang itu)”. (HR. Ahmad Baihaqi).
5. Jual beli yang sah tetapi terlarang
a. Jual beli pada waktu khutbah/sholat Jum’at bagi laki-laki.
b. Jual beli dengan niat untuk ditimbun saat masyarakat membutuhkan

‫قال رسول هللا ص م ال يختكر اال خا طىءمسلم‬

Artinya: “Rasulullah saw telah bersabda tidaklah seseorang


menimbun barang kecuali orang yang durhaka”. (HR.
Muslim).
c. Jual beli yang tidak mengetahui harga pasar
Contohnya menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk
ke pasar, untuk membeli benda-bendanya dengan harga yang semurah-
murahnya, sebelum mereka tau harga pasaran kemudian ia menjual
dengan harga yang setinggi-tingginya.
d. Jual beli yang masih dalam tawaran orang lain
Jual beli yang masih dalam tawaran orang lain, umpamanya
seseorang berkata”kembalikan saja barang orang itu kepada
penjualnya, nanti barangku saja kau beli dengan harga yang lebih
murah dari itu.
‫ ال يبع بعضكم علىبيع بعض متفق عليه‬: ‫عن ابى هريرة قال رسول هللا ص م‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw bersabda: janganlah
kamu menjual atau membeli dari sebagian kamu atas barang
yang sudah dijual atau dibeli oleh orang lain”. (HR. Bukhari
dan Muslim)
e. Jual beli dengan cara menipu/memainkan ukuran timbangan
Jual beli ini sah namun haram hukumnya karena kaidah ulama
fiqih berikut ini “Apabila larangan dalam urusan muamalat itu karena
hal yang di luar urusan muamalat, larangan itu tidak menghalangi
sahnya akad.
f. Jual beli untuk kemaksiatan
Jual beli untuk kemaksiatan adalah haram hukumnya karena
jual beli ini akan menimbulkan perbuatan maksiat yaitu perbuatan
dosa.
6. Hikmah Jual Beli
Allah mensyari’atkan jual beli sebagai penberian keluangan dan
keleluasaan dari-NYA untuk hamba-hamba-NYA, yang membawa
hikmah bagi manusia diantaranya:
a. Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang
menghargai hak milik orang lain.
b. Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar
kerelaan.
c. Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang
haram atau secara bathil.
d. Penjual dan pembeli sama-sama mendapat rizki Allah
e. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
7. Khiyar Dalam Jual Beli
Secara etimologi, khiyar berarti pilihan atau memilih yang
terbaik.Secara terminologi, khiyar ialah mencari kebaikan dari dua perkara
yaitu memilih antara melangsungkan atau membatalkan (jual beli) supaya
tidak terjadi penyesalan di kemudian hari.
Hukum khiyar mubah (dibolehkan). Dasar hukumnya adalah
Hadits Nabi:
‫وانت بالخيار بكل سلعة إبتعتها ثال ث ليالرواه البيهقى وابن مجه‬
Artinya: “Engkau berhak dalam tiap-tiap barang yang kau beli selama 3
malam”. (HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah).
a. Macam-macam Khiyar
1) Khiyar Majelis
Yaitu hak pilih dari kedua belah pihak yang berakad untuk
meneruskan atau membatalkan akad, selama keduanya masih
berada dalam majlis akad (toko) dan belum berpisah badan. Sabda
Rasulullah:
‫البيعان بالخيا ر مالم يتفرقا رواه البخارى ومسلم‬
Artinya: “Dua orang yang berjual beli boleh memilih (akan
meneruskan atau tidak) selema keduanya bercerai dari
tempat akad”.(Riwayat Bukhori dan Muslim)
2) Khiyar ‘Aib (cacat)
Yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual
beli bagi kedua belah pihak yang berakad apabila terdapat suatu
cacat pada obyek yang diperjualbelikan, dan cacat itu tidak
diketahui pemiliknya ketika akad berlangsung.
3) Khiyar Syarat
Yaitu hak memilih untuk meneruskan atau membatalkan
jual beli dengan syarat tertentu/tenggang waktu yang disepakati.
setelah sampai pada hari yang ditentukan, maka harusa ada
ketegasan tentang jadi atau tidaknya. Dalam hal ini maksimal aktu
yang ditentukan adalah 3 hari.
Sabda Rasulullah;
‫انت با لخيار فى كل سلعة ابتعتها ثال ث ليالرواه مسلم‬.
Artinya: “Engkau boleh khiyar pada segala barang yang telah
engkau beli selama tiga hari tiga malam” (Riwayat
Baihaqi dan Ibn Majjah)
b. Hikmah Khiyar
1) Membuat akad jual beli berlangsung menurut prinsip-prinsip
Islam, yaitu kerelaan dan ridha antara penjual dan pembeli.
2) Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan akad jual
beli, sehingga pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik,
sepadan pula dengan harga yang dibayar.
3) Penjual tidak semena-mena menjual barangnya kepada pembeli,
dan mendidiknya agar bersikap jujur dalam menjelaskan keadaan
barangnya.
4) Terhindar dari unsur-unsur penipuan dari kedua belah pihak,
karena ada kehati-hatian dalam proses jual beli.
5) Khiyar dapat memelihara hubungan baik antar sesama. Sedangkan
ketidakjujuran atau kecurangan pada akhirnya akan berakibat
penyesalan yang mengarah pada kemarahan, permusuhan, dendam
dan akibat buruk lainnya
B. Utang Piutang
1. Pengertian Utang Piutang
Hutang-piutang menurut syara’ ialah aqad untuk memberikan
sesuatu benda yang ada harganya atau berupa uang dari seseorang kepada
orang lain yang memerlukan dengan perjanjian orang yang berutang akan
mengembalikan dengan jumlah yang sama.
           ...
  
    

Artinya: ...“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)


kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”. (QS. Al-
Maidah: 2)
2. Hukum Utang Piutang
Orang yang berhutang hukumnya mubah (boleh), sedangkan orang
yang memberi pinjaman hukumnya sunnah, sebab ia termasuk orang yang
menolong sesamanya. Hukum ini dapat berubah menjadI wajib jika orang
yang meminjam itu benda-benar dalam keadaan terdesak, misalnya hutang
beras bagi orang yang kelaparan, hutang uang untuk biaya pengobatan,
dan lain sebagainya. Rasulullah SAW bersabda :
‫ ما من مسلم يقر ض مسلما قر ضا مر تين‬:‫عن ا بن مسعود ان ا لنبي صلي ا هلل عليه و سلم قا ل‬

‫ا ال كا ن كصد قتها مر ة رواه ابن ما جه‬

Artinya: “Dari Ibnu Mas’ud ra, sesungguhnya Nabi SAW telah besabda
“Seorang muslim yang memberi pinjaman kepada seorang
muslim dua kali, seolah-olah dia telah bersedekah kepadanya
satu kali“.(HR. Ibnu Majah)
3. Rukun Utang Piutang

a. Lafaz.( kalimat mengutangi) seperti: “saya uatangkan ini kepada


engkau” jawab yang berhutang “ saya mengaku berhutang kepada
engkau”
b. Yang berpiutang dan yang berhutang
c. Barang yang dihutangkan. Tiap-tiap barang yang dapat dihitung, boleh
dihutangkan.
C. Riba
1. Pengertian Riba
Riba menurut bahasa artinya ‫ الزيادة‬yaitu tambahan atau kelebihan.
Riba menurut istilah syara’ ialah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam
tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya
menurut syara’ atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan
menerima salah satu dari dua barang.
2. Hukum Riba
Riba hukumnya haram dan Allah melarang untuk memakan barang
riba. Allah SWT berfirman :
...      ...
Artinya: “...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba...” (QS. Al-Baqarah : 275).
3. Macam-macam Riba
Menurut pendapat sebagian ulama’, riba itu da empat macam:
a. Riba Fadhli (‫) الربواالفضل‬
Yaitu tukar-menukar suatu barang yang sama jenisnya tapi tidak
sama ukurannya/takarannya. Contoh: Seseorang menukarkan seekor
kambing dengan kambing lain yang lebih besar, kelebihannya disebut
riba fadhli.
b. Riba Qardhi (‫) الربواالقرضى‬
Yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan
atau tambahan. Contoh: Pinjam uang Rp. 10.000,- waktu
mengembalikan minta tambahan menjadi RP. 12.000,- Maka yang Rp.
2000,- termasuk riba qordhi.
c. Riba Yad ( ‫)الربوااليد‬
Yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima.
Contoh: Seseorang membeli barang, setelah dibayar si penjual
langsung pergi padahal barang belum diketahui jumlah dan ukurannya.
d. Riba Nasiah (‫)الربواالنسئة‬
Yaitu tukar menukar suatu barang, yang pembayarannya
disyaratkan lebih oleh penjual. Contoh: Beli radio Rp. 50.000,- (jika
kontan) menjadi Rp. 60.000,- (jika hutang)(yang Rp. 10.000,-
termasuk riba nasi’ah).

DAFTAR PUSTAKA

Hendi Suhendi.Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Mughniyyah,Muhammmad Jawad.1999.Fiqih Imam Ja’far Shadiq. Jakarta : Penerbit
Lantera

Rasjid, Sulaiman. 2003. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo Bandung.

Zuhaili, Wahbah.2010. Fiqih Imam Syafi’i :Mengupas Masalah Fiqhiyah berdasarkan


Alqur’an dan Hadits.

[1] H. Sulaiman Rasjid. 2005. Fiqih Islam. Bandung Sinar Baru Algensindo.hal. 281.

[2]Al-Kahlani, Subul al-salam, hlm. 4

[3]H. Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 71.

[4] H. Sulaiman Rasjid. 2005. Fiqih Islam. Bandung Sinar Baru Algensindo.hal. 307.

[5]H. Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 57.

[6] H. Sulaiman Rasjid. 2005. Fiqih Islam. Bandung Sinar Baru Algensindo.hal. 290.

Anda mungkin juga menyukai