Anda di halaman 1dari 18

Identitas Diri

Nama: Monalisa Bakari

Usia: 19 Tahun

Kelas: C (Pendidikan Geografi)

Semester: 4 Empat

Alamat sebelum covid19

Desa/Kelurahan: Moutong

Kecamatan: Tilongkabila

Kabupaten: Bone Bolango

Alamat saat covid19

Desa/Kelurahan: Siuna

Kecamatan: Pagimana

Kabupaten: Banggai

Pekerjaan orang tua

Ayah: Petani

Ibu: URT

Jumlah orang dalam 1 rumah: 4 orang

sumber keuangan: Ayah Ibu

N Perubahan pola kehidupan


o
Indikator Sebelum Covid19 Saat Covid19
1 Jumlah pendapatan pemas 1. Rp. 200.000 1. Rp. 100.000
ukan dalam seminggu
2 Jumlah pengeluaran dala 1. Rp. 100.000 1. Rp. 50.000
m seminggu
3 Jenis pengeluaran (misaln 1. wifi perbulan 1.wifi perbulan
ya beli paket data, beli ce 2. Beli rempah 2. Beli rempah
milan, jajanan, dll 3. Beli ikan dan 3.Beli ikan dan sayur
sayur
4 Sisa pengeluaran dalam s 1. Rp 50.000 1. Rp. 60.000
eminggu
5 Berapa kali makan sehari 1. 2-3 1. 2
6 Harga makanan setiap sek 1. Rp. 7000 1. Rp. 5000
ali makan
7 Jenis pengeluaran terbany 1. Beli kebutuhan p 1.Beli kebutuhan pokok (lauk dan r
ak (misalnya:beli paket okok (lauk dan rem empah rempah)
data pah rempah)
8 Jenis makanan 1. Nasi 1. Nasi
2. Sayur 2. Sayur
3. Ikan 3. Ikan
9 Makanan didapatkan dari 1. Masak sendiri 1. Masak sendiri
mana (masak sendiri, beli
langsung diwarung,
memesan online
10 Perjalan paling jauh yang Luwuk- Goromtalo Toko
dilakukan
11 Jenis penjual/took/pasar 1. Pasar 1. warung
diarea tempat tinggal
(nisalnya; took kebutuhan
sehari-hari
12 Berapa kali anda keluar 1. 2-3 kali 1. 2 kali
rumah dalam sehari
13 Tujuan anda menemui 1. Membeli 1. Membeli kebutuhan
orang diluar rumah kebutuhan
14 Jarak rumah damn temapt 100 Kilometer 30 Meter
orang yang ditemui (perh
itungan dalam meter)
TUGAS UAS

GEOGRAFI EKONOMI
“Pola Kehidupan Sosial Ekonomi”
Oleh Dosen Pengampu Ibu Windayani Ika Yunita Sari, S.Pd,M.Pd
Disusn Oleh :
MONALISA BAKARI
(451418069)
Kelas C

PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2019/2020
Daftar Isi

Cover .............................................................................................................. i

Daftar Isi ........................................................................................................ ii

Pembahasan ................................................................................................... 1

a. Kondis Geografi ......................................................................................... 1

1. Topografi ................................................................................................. 1

2. Morfologi ................................................................................................ 2

3. Iklim dan Cuaca ...................................................................................... 2

b. Kondisi Ekonomi ....................................................................................... 3

1. Pengertian Kondisi Sosial Ekonomi ....................................................... 3

c. Pola Kehidupan Ekonomi Sebelum Covid19............................................. 4

d. Pola Kehidupan Ekonomi Saat Covid19 ................................................... 4

Kesimpulan .................................................................................................... 5

Daftar Pustaka............................................................................................... 6
PEMBAHASAN

A. Kondisi Geografi

Kabupatrn Banggai merupakan salah satu daerah otonom dan masuk dalam
wilayah Provinsi Sulawesi Tengah beribukota di Luwuk, terletak pada titk koordinat
antara 1220231 dan 1240201 bujur timur serta 00301 dan 20201 Lintang selatan,
memiliki luas wilayah daratan + 9.672,70 Km2 atau sekitar 14, 22% dari luas Provinsi
+
Sulawesi Tengah dan laus laut 20.309,68 Km2 dengan garis pantai sepanjang
613,25 km. wilayah Kabupaten Banggai berbatasan dengan:

• Sebelah utara berbatasan dengan teluk tomini


• Sebelah Timur berbatasan dengan laut Maluku dan Kabupaten Banggai
Kepulauan
• Sebelah Selatan berbatasan dengan selat peling dan Kabupaten Banggai
Kepulauan
• Sebelah Barat berbatasan dengan Tojo Una-una dan Kabupaten Morowali
Utara
Secara administrative Wilayah Kabupaten Banggai terbagi atas 23 kecamatan, 291
desa serta 46 kelurahan.

Daerah Kabupaen Banggai resmi berdiri berdasarkan Undang-undang Nomor 29


Tahun 1959 (Lembaran Negara RI Nomor 1822) Tanggal 1April 1959 tentang
pembentukan daerah tingkat ll di Sulawesi, selanjutnya dengan diteteapkan Undang-
undang Nomor 51 Tahun 1999 (Lembaran Negara RI Nomor 3900), tentang
Pembentukan Kabupaen Buol, Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan
Kabupaten Banggai Kepulauan maka secara yuridis wilayah Kabupaten Banggai
telah terpisah dengan Kabupaten Banggai Kepulauan.
1. Topografi

Wilayah Kabupen Banggai sebagian besar merupakan pegunungan dan


perbukitan serta dataran rendah yang umumnya terdapat di kaki pegunungan dan
pesisir.

Kondisi topografi Kabupate Banggai di dominisi oleh kawasan perbukitan dengan


kategori kemiringan lereng curam (25-40%) hingga sangat curam (>40%) sebesar +
395.094,96 Haatau sekitar + 40.83% dari luas wilayah. sedangkan untuk kemiringan
+
lereng yang termasuk kategori landau agak curam-curam (15-25%) sebesar
213,856.75 Ha atau sekitar 22,10% dari luas wilayah. kemiringan lereng yang
termasuk kategori datar-landai (8-15%) seluas +167,901.22 Ha atau sekitar 17,35%
dari luas wilayah. terakhir, yang termasuk kategori sagat datar (0-8%) seluas
+
190,4874.07 Ha atau sekitar 19,72% dari luas wilayah. berdasarkan kondisi toografi
tersebut, dapat diketahui bahwa lahan datar di Kabupaten Banggai terbatas sehingga
lahan yang dapat dijadikan kawasan bududaya juga menjadi terbatas.

2. Morfologi

Kondisi morfologi Kabupaten Banggai memiliki keanekaragaamn kondisi


alam, dimana terdapat pegunungan, sungai-sungai yang masih sangat jernih serta
pulau-pulau kecil yang tersebar mengelilingi wilayah Kabupaten. Desa-desa di
Kabupaten Banggai pada umumnya terletaj [ada ketinggian kurang dari 500 m diatas
permukaan laut dengan bentuk permukaan taah didominasi oleh daratan dan
perbukitan. pada desa tersebut terdapat juga pegunungan, namun dengannumlah
persentase yang lebih kecil dibandingkan dengan darata dan perbukitan. Desa yang
terletak pada ketinggian 500-700 m di atas permukaan laut, pada umumnya di
dominasi oleh bentuk permukaan tanah yang terdiri dari perbukitan atau
pegunungan. Sedangkan untuk Desa yang terletak pada ketinggian lebih besar dari
700 m diatas permukaan laut, pada umumnya memiliki bentuk permukaan tanah
yang di dominasi oleh pegunungan.

3. Iklim dan Cuaca

Kondisi iklim di Kabupaten Banggai dapat digambarkan sebagai berikut: Rata


curah hujan selam a kurun waktu 2007-2011 Yang tercatat pada stasiun meteorology
Bubung Luwukn berkisar antara 77,7-190,6 mm. Dengan curah hujan tertinggi
terdapat pada bulan April sampai Juli, sedangkan curah hujan yang terendah terdapat
apada bulan Agustus sampai Februari. Rata-rata hari hujan 14-18 hari perbulan.
beberapa kondisi ekstrim terjadi yaitu curah hujan tertinggi pada atahun 2010 pada
bulan Desember (284,9 mm) dan tahun 2011 terjadi pada bulan februari (303,9 mm).

Suhu udara maksimum rata-rata selang 2007-2011 tercatat 29,60 C- 33,10C, suhu
Februari 2010 (36,00C). sedangkan rata-rata pada stasiun Meteorologi Bubung
Luwuk tahun 2007-2011 adalah 26,80C-28,20C.

Kabupaten Banggai agak berbeda dengan daerah lain pada umumnya, selama tahun
2012 mengalami musim kemarau. Musim hujan ini dapat digolongkan menjadi 3
jenis berdasarkan frekuensi curah hujan, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. curah
hujan tinggi terjadi pada bulan juli sekitar 113,3 mm, dan rendah pada bulan
sepetember 36,1 mm

Sepanjang Tahun 2012, suhu udara terendah yaitu 23,3 0C terjadi [ada bulanm
Agustus dan tertinggi sebesar 32,10 C pada bulan November

Arah angin teranyak selama tahun 2112 yaitu dari posisi barat dengan kecepatan
rata-rata 7 knpt. kecepatan angin tertinggi pada bualan Maret dan terendah Bulan
Desember.

B. Kondisi Ekonomi
1. Pengertian Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi adalah suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan
menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam masyarakat, pemberian posisi
itu disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh
si pembawa status. (Sumardi, 2001: 21).
Menurut M. Sastropradja (2000) Kondisi sosial ekonomi adalah keadaan atau
kedudukan seseorang dalam masyarakat sekelilingnya. Manaso Malo (2001) juga
memberikan batasan tentang kondisi sosial ekonomi yaitu, merupakan suatu
kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi
tertentu dalam sosial masyarakat. Pemberian posisi disertai pula dengan seperangkat
hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa status.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat ditandai adanya saling kenal mengenal
antar satu dengan yang lain, paguyuban, sifat kegotong-royongan dan kekeluargaan.
Kehidupan sosial masyarakat desa terdiri dari interaksi sosial, nilai sosial, dan
tingkat pendidikan, sedangkan gambaran kehidupan ekonominya terdiri dari
kepemilikan rumah tempat tinggal, luas tanah garapan atau tanah yang dimiliki.
Mengenai kondisi sosial ekonomi, Yayuk Yuliati yang dikutip Zaenal Arifin (2002)
menjelaskan kondisi sosial ekonomi sebagai kaitan antara status sosial dan kebiasaan
hidup sehari-hari yang telah membudaya bagi individu atau kelompok, di mana
kebiasaan hidup yang membudaya ini biasanya disebut dengan culture activity,
kemudian ia juga menjelaskan pula bahwa dalam semua masyarakat di dunia baik
yang sederhana maupun yang kompleks, pola interaksi atau pergaulan hidup antara
individu menunjuk pada perbedaan kedudukan dan derajat atau status kriteria dalam
membedakan status pada masyarakat yang kecil biasanya sangat sederhana, karena
di samping jumlah warganya yang relatif sedikit, juga orang- orang yang dianggap
tinggi statusnya tidak begitu banyak jumlah maupun ragamnya.
Sementara W.S Winke (dalam Salim, 2002: 100) menyatakan bahwa
pengertian status sosial ekonomi mempunyai makna suatu keadaan yang
menunjukan pada kemampuan finansial keluarga dan perlengkapan material yang
dimilki, di mana keadaan ini bertaraf baik, cukup, dan kurang. Selanjutnyan
Mubyarto (2001) berpendapat tinjauan sosial ekonomi penduduk meliputi aspek
sosial, aspek sosial budaya, dan aspek desa yang berkaitan dengan kelembagaan dan
aspek peluang kerja. Aspek ekonomi desa dan peluang kerja berkaitan erat dengan
masalah kesejahteraan masyarakat desa. Kecukupan pangan dan keperluan ekonomi
bagi masyarat baru terjangkau bila pendapatan rumah tangga mereka cukup untuk
menutupi keperluan rumah tangga dan pengembangan usaha-usahanya.
Menurut pendapat Sajogyo (2001) dalam hubungan dengan pola berusaha
tani, perbedaan status seseorang dalam masyarakat ditentukan oleh pola penguasaan
lahan, modal, teknologi, dan luasnya lahan pemiliknya
Menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (2002: 21) keadaan sosial
ekonomi adalah suatu kedudukan yang secara rasional dan menetapkan seseorang
pada posisi tertentu dalam masyarakat, pemberian posisi itu disertai pula dengan
seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa status.
Menurutnya pula ada ciri-ciri keadaan sosial ekonomi adalah sebagai berikut.
1. Lebih berpendidikan.
2. Mempunyai status sosial yang ditandai dengan tingkat kehidupan, kesehatan,
pekerjaan, dan pengenalan diri terhadap lingkungan.
3. Mempunyai tingkat mobilitas keatas lebih besar.
4. Mempunyai ladang luas.
5. Lebih berorientasi pada ekonomi komersial produk.
6. Mempunyai sikap yang lebih berkenaan dengan kredit
7. Pekerjaan lebih spesifik.
Aspek sosial ekonomi desa dan peluang kerja berkaitan erat dengan masalah
kesejahteraan masyarakat desa. Kecukupan pangan dan keperluan ekonomi bagi
masyarakat baru terjangkau bila pendapatan rumah tangga cukup untuk menutupi
keperluan rumah tangga dan pengembangan usaha-usahanya dalam rumah tangga.
(Mubyanto, 2001: 56).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa kondisi
sosial ekonomi adalah posisi individu dan kelompok yang berkenaan dengan ukuran
rata-rata yang berlaku umum tentang pendidikan, pemilikan barang-barang, dan
patisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya, sedangkan kondisi sosial
ekonomi kaitannya dengan status sosial ekonomi itu sendiri dengan kebiasaan hidup
sehari-hari individu atau kelompok. Tolak ukur kondisi sosial ekonomi seseorang
dalam masyarakat, menurut Ulfa (2001: 56) digolongkan dalam dua kelompok
adalah sebagai berikut.
1. Pengukuran yang bersifat objektif, dalam arti dapat dinyatakan dalam angka atau
bersifat faktual termasuk dalam klasifikasi yaitu:
• pendidikan; dan
• status jabatan atau pekerjaan yang dinyatakan dengan skor.
2. Pengukuran yang bersifat subjektif, berupa pernyataan atau pengukuran terhadap
status orang lain atau sekelilingnya sebagai akibat dimilikinya kewenangan atau
kekuasaan serta pengaruh.
Berdasarkan kutipan di atas bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat adalah
suatu posisi atau keadaan sosial ekonomi masyarakat yang dapat dilihat dari tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, serta jenis pekerjaan.
Pembangunan Desa Siuna saat ini sangat mengutamakan pada pemanfaatan
hasil tani dan peningkatan taraf hidup masyarakat Ra’u dalam melakukan aktivitas
dengan mata pencaharian sebagai petani untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Masyarakat petani Desa Siuna menggunakan perlengkapan dengan teknologi yang
masih sangat sederhana, seperti mesin paras. Dengan adanya kemajuan di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi maka cara menggunakan alat pertanian juga
mengalami perubahan baik mulai dari yang tradisional hingga sampai yang modern.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa mata pencaharian petani lebih banyak
tergantung pada perkembangan teknologi, seperti penggunaan mesin paras dan
fasilitas penunjang petani dalam mengerjakan aktivitas sehari-hari. Hasil observasi
awal menunjukkan bahwa :
(1) Keadaan sosial ekonomi masyarakat petani di Siuna adalah tingkat
pendidikan masyarakat petani masih tamatan SD, itupun masih ada sebagian
besar petani yang belum pernah mengenyam pendidikan, dan anak-anak
mereka masih ada sebagian yang melanjutkan sampai SMP,
(2) Dalam sistem pertanian ada istilah kerja sama atau gotong-royong, dalam satu
kelompok jumlah pekerja berjumlah sepuluh orang,
(3) alat yang digunakan petani untuk bekerja terdiri dari tiga alat, seperti :
cangkul, mesin paras dan parang,
(4) Tingkat kehidupan keluarga petani di Siuna menunjukkan bahwa sebagian
masyarakat petani belum sejahtera, itu terbukti masih ada masyarakat petani
yang terikat dengan pedagang karena petani memiliki utang modal yang
digunakan dalam bertani
(5) Penghasilan petani perharinya tidak tetap dan tergantung musim.
(6) Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai untuk meningkatkan
ekonomi masyarakat petani khususnya di Desa Siuna adalah dengan adanya
pinjaman modal usaha dan adanya pembinaanmasyarakat terpencil.
Masyarakat merupakan wadah untuk membentuk kepribadian dari setiap
warga kelompok manusia atau suku yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Masyarakat dapat juga dikatakan sebagai suatu wadah dan wahana pendidikan.
Model kehidupan manusia yang majemuk ( suku agama, kegiatan kerja, tingkat
pendidikan, tingkat ekonomi, sosial budaya), manusia berbeda dalam multi
kompleks antara hubungan dan antara aksi di dalam masyarakat itu. Pengertian
masyarakat dalam organisasi adalah kehidupan yang bersama yang secara makna
adalah tata pemerintahan, masyarakat dalam makna ini ialah lembaga/perwujudan
subyek pengelola menerima kepercayaan oleh dan untuk masyarakat.
Menurut J.L Gillin dan J.p Gillin (dalam Harsodjo, 1999:86) menanamkan
masyarakat sebagai suatu kelompok manusia yang terbatas yang mempunyai
kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan dan persatuan yang sama. Selain itu. Reucek
dan Warren (dalam Abdul Syani, 1995:84) mengatakan bahwa masyarakat adalah
sekolompok manusia yang memiliki rasa kesadaran bersama dimana mereka berdiri
pada daerah yang sama, yang sebagian besar atau seluruh warganya memperlihatkan
adanya adat kebiasaan aktivitas yang sama pula.
Sejalan dengan hal diatas menurut Abdul Syani (1995:46) “Masyarakat adalah
wadah hidup bersama dari individu-individu yang terjalin dan terikat dalam
hubungan interaksi serta interelasi sosial. Pengertian petani Menurut Imron (dalam
S.Mulyadi, 2005:7) ‘petani adalah kelompok masyarakat yang kehidupannya
tergantung langsung pada hasil pertanian, baik dengan cara melakukan pengolahan
lahan maupun budidaya. Mereka pada umumya tinggal di pedesaan terpencil, sebuah
lingkungan yang dekat dengan lokasi kegiatan.Mereka ini kemudian disebut sebagai
masyarakat tradisional.
Walt Whitman Rostow (dalam bukunya The Stage of Economic Growth
1960) yang dimaksudkan dengan masyarakat tradisional adalah masyarakat yang
fungsi produksinya terbatas yang ditandai oleh cara produksi yang relative masih
primitive yang didasarkan pada ilmu dan teknologi pra Newton dan cara hidup
masyarakat yang masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional.
Tetapi kebiasaan tersebut telah turun temurun dalam suatu masyarakat tradisional.
Menurut Rostow, tingkat produktivitas pekerja masih rendah oleh karena itu
sebagian besar sumber daya masyarakat digunakan untuk kegiatan sector pertanian.
Sesungguhnya petani bukanlah suatu identitas tunggal, mereka terdiri dari
beberapa kelompok, dilihat dari segi kepemilikan petani dibedakan menjadi dua
kelompok : petani padi keringadalah petani yang bekerja di ladang dengan
menggunakan alat seadaanya,seperti cangkul,sabit,alat pemotong padi (pipit).
sebaliknya petani sawah adalah petani yang mempunyai alat-alat modern, seperti
traktor,mesin perontok,serta mesin gilingan padi.
Menurut Loekman Soetrisno(1998:19) Jika dibandingkan dengan kehidupan
para petani yang tingkat kesejahteraannya masih relatif rendah, maka kehidupan
para petani Indonesia jauh lebih rendah dari pada nelayan ikan. Ada sebab utama
mengapa hal ini terjadi. Pertama, para petani berbeda dengan para nelayan ikan
harus menghadapi musim yang tidak menentu. Pada musim hujanmereka dapat
menanam padi, namun ketika musim panas tiba mereka tidak bisamenanam padi,
dan harus hidup dengan cara berhutang pada para pedagang yang kemudian hutang
itu dibayar dari hasil pertanian mereka pada musim berikutnya. Kedua, para petani
kebanyakan masih menggunakan alat yang sederhana sementara mereka harus
menghadapi pemilik modal besar, dan bahkan petani asing yang menggunakan alat-
alat yang canggih. Hadirnya pemilik modal dan petani asing itu membuat hasil
pekerjaan petani tradisional menjadi sangat berkurang yang berarti berkurangnya
pendapatan mereka. Pemerintah Indonesia dalam rangka melindungi para petani
kecil telah mengeluarkan peraturan yang melarang pemakaian alat-alat canggih yang
dapat mengancam kelestarian sumber alam pertanian seperti sensor. Namun
larangan tersebut tidak dilaksanakan dengan serius oleh masyarakat yang lainnya.
Akibatnya para petani kecil merasa terdesak dan menurun pendapatan mereka
karena kalah bersaing dengan petani pengguna alat modern. (Loekman
Soetrisno,1998:20).
C. Pola Kehidupan Ekonomi Sebelum Covid19
Sebelum adanya wabah visus corona pola kehidupan berjalan secara seimbang
dimana jumlah pendapatan ataupun pengeluaran berjalan sesuai kehidupan
sederhana dimana pada pola kehidupan saat itu masih stabil yang mana terlihat pada
tabel bahwa jumlah pendapatan sebesar Rp.200.000, jumlah pengeluaran Rp.
100.000, sisa pengeluaran Rp 50.000, harga makanan setiap hari Rp. 15.000 masing-
masing berjalan dengan lancar dalam setiap minggu dan masih bisa melakukan
aktivitas diluar kost guna mencari sebuah kebutuhan seperti keluar pergi ke pasar
dan lain sebagainya

D. Pola Kehidupan Ekonomi Saat Covid19


Saat ini adanya virus corona pola kehidupan berjalan tidak stabil dimana
jumlah pendapatan ataupun pengeluaran berjalan sangat tidak baik, dapat dilihat dari
tabel yang mana jumlah pendapatan menjadi Rp.100.000, jumlah pengeluaran Rp.
50.000, sisa pengeluaran Rp. 60.000, harga makanan setiap hari Rp. 5000. hal ini
secara pribadi tidak lagi melakukan aktivitas keluar kost dengan itu dapat
mengurangi biaya pengeluaran seperti biaya pengeluaran pada kebutuhan makanan
yang sebelumnya berjumlah Rp.7000 namun dengan adanya covid ini menjadi
kurang dengan jumlah Rp. 5000

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Kabupatrn
Banggai merupakan salah satu daerah otonom dan masuk dalam wilayah Provinsi
Sulawesi Tengah beribukota di Luwuk, terletak pada titk koordinat antara 122 0231
dan 1240201 bujur timur serta 00301 dan 20201 Lintang selatan, memiliki luas wilayah
daratan + 9.672,70 Km2 atau sekitar 14, 22% dari luas Provinsi Sulawesi Tengah dan
+
laus laut 20.309,68 Km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km. Wilayah
Kabupen Banggai sebagian besar merupakan pegunungan dan perbukitan serta
dataran rendah yang umumnya terdapat di kaki pegunungan dan pesisir.

Kondisi topografi Kabupate Banggai di dominisi oleh kawasan perbukitan


dengan kategori kemiringan lereng curam (25-40%) hingga sangat curam (>40%)
sebesar + 395.094,96 Haatau sekitar + 40.83% dari luas wilayah. sedangkan untuk
kemiringan lereng yang termasuk kategori landau agak curam-curam (15-25%)
sebesar + 213,856.75 Ha atau sekitar 22,10% dari luas wilayah. kemiringan lereng
yang termasuk kategori datar-landai (8-15%) seluas +167,901.22 Ha atau sekitar
17,35% dari luas wilayah. terakhir, yang termasuk kategori sagat datar (0-8%) seluas
+
190,4874.07 Ha atau sekitar 19,72% dari luas wilayah. berdasarkan kondisi toografi
tersebut, dapat diketahui bahwa lahan datar di Kabupaten Banggai terbatas sehingga
lahan yang dapat dijadikan kawasan bududaya juga menjadi terbatas.

Kondisi sosial ekonomi adalah suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan
menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam masyarakat, pemberian posisi
itu disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh
si pembawa status. (Sumardi, 2001: 21).
Dengan ini dilihat bahwasanya Pembangunan yang ada di desa saya saat ini
sangat mengutamakan pada pemanfaatan hasil tani dan peningkatan taraf hidup
masyarakat Siuna dalam melakukan aktivitas dengan mata pencaharian sebagai
petani untuk memenuhi kebutuhan hidup. Masyarakat petani Desa siuna
menggunakan perlengkapan dengan teknologi yang masih sangat sederhana, seperti
mesin paras. Dengan adanya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
maka cara menggunakan alat pertanian juga mengalami perubahan baik mulai dari
yang tradisional hingga sampai yang modern. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa mata pencaharian petani lebih banyak tergantung pada perkembangan
teknologi, seperti penggunaan mesin paras dan fasilitas penunjang petani dalam
mengerjakan aktivitas sehari-hari

Namun dengan kondisi sekarang banyak sekali masyararakat yang kurang


bekerja dikarenakan pada saat ini kondisi tidak memungkinkan dikarenakan adanya
wabah virus corona maka dari itu masyarakat kurang melakukan aktivitas keluar
rumah dengan alasan meghindari virus corona tersebut meskipun wabah tersebut
belum ada diwilayah saya, mhal tersebut membuat masyatrakat harus berantisipasi
untuk menghindar sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan. oleh karena itu dapat
dilihat dari tabel yang telah dcantumkan bahwasanya sebelum adanya wabah virus
corona ini jumlah pendapatan sebelumnya masih berjalan stabil namun seiring
berjalannya waktu adanya wabah virus corona kurangnya pendapatan yang
didaptkan karena alasan yang sebelumnya saya kata dimana masyarakat kurang
melakukan aktivitas diluar rumah atau bisa dikatakan sebaguian masyarakat tidak
bekerja lagi.
Daftar Pustaka

Abdul Syan. 1995. Sosiologi dan Perubahan Masyarakat. Pustaka Jaya. Unila
Bandar lampung

Gillin, J.L dan J.P Gillin, 1954, Cultural Sosiology. New York: The Millan Co.

Mubyarto. 2001. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES

Mulyanto Sumardi & Hans Dieter Evers, 1991. Sumber pendapatan, Kebutuhan
poko dan perilaku menyimpang edisi revisi. Jakarta: CV Rajawali Citra Press

Mubyarto. 1972. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta: BPFE


Mulyadi, 2005 . Akuntansi Biaya. Edisi Kelima Yogyakarta: UPPAMP YKPN
Universitas Gajah Madah
Sumardi, Mulyanto, 2001. Kemiskinan daerah urban. Jakarta Rajawali

Sajogyo dan Pudjiwati Sajogyo. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press

Soetrisn, Loekman. 1997. Kemiskinan, Permpuan dan pemberdayaan. Yogyakarta:


Kanisius

Yayuk Yulianti. 2003. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta. Gadjahmada University


Press

Anda mungkin juga menyukai