Anda di halaman 1dari 5

RESUME FARMAKOLOGI

“RESPON TUBUH TERHADAP OBAT SISTEM KARDIOVASKULER”

Dosen Pembimbing:

Ns. Verra Widhi Astuti, M.Kep

Disusun Oleh:

Farda Apta Wandri

(193110173)

1B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG

D-III KEPERAWATAN PADANG

2019/2020
HIPERTENSI

Hipertensi adalah penyakit kronis yang ditandai dengan kenaikan tekanan darah. Karena
hipertensi merupakan penyakit kronis, maka pasien yang mengidap hipertensi harus rutin
meminum obatnya. Jadi walaupun sudah terjadi penurunan tekanan darah, obat tersebut tidak
boleh dihentikan, guna mengontrol tekanan darah agar tidak naik kembali.

A. Klasifikasi hipertensi :

1. prehypertension, tekanan sistolik 120-139, diastolik 80-89

2. stage 1, tekanan sistolik 140-159, diastolik 90-99

3. stage 2, tekanan sistolik >160, diastolik >100

B. Obat antihipertensi

A = ACE inhibitor, ARB, Alfa 1 reseptor blocker

 ACE inhibitor dan ARB

Renin Angiostensin Aldosteron System (RAA System) jadi normalnya apabila tubuh
mengalami penurunan tekanan darah, maka ginjal akan melepaskan renin, dimana
renin akan mengubah angiotensinogen(diproduksi di liver) menjadi angiotensin I.
Oleh ACE, angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II ini
apabila berikatan dengan reseptornya, maka akan menyebabkan sekresi pada
aldosteron, sekresi aldosteron akan menyebabkan retensi pada air dan sodium.
Reseptor angiotensin II yang berikatan dengan angiotensin II juga akan
mempengaruhi vasokontriksi yang bisa menyebabkan aktivasi dari sistem simpatik.
Dimana dari ketiga hal ini akan memicu kenaikan tekanan darah.

Untuk pasien-pasien hipertensi, inhibitor akan bekerja menghambat enzim ACE


sehingga angiotensin II tidak terbentuk. Sedangkan ARB bekerja di angiotensin
reseptor blocker, menghalangi angiotensin II bertemu dengan reseptornya sehingga
tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah. Selain itu, ACE akan memicu
perombakkan dari bradikinin. Apabila ACE inhibitor masuk, ia akan menghambat dan
tidak terjadi breakdown dari bradikinin yang menyebabkan kadar bradikinin tinggi
sehingga memicu terjadinya batuk kering pada pasien yang menggunakan ACE
inhibitor.

Contoh ACE inhibitor : captoprol, lisinnopril. Efek samping : batuk kering dan rash.

Contoh ARB : valsartan, irbesartan. Efek samping : headache, nausea.

 Alfa 1 blocker

Reseptor alfa 1 berada di otot polos pembuluh darah. Apabila ada rangsang dari
sistem simpatis, memicu pengeluaran adrenalin dan non adrenalin, dan akan berikatan
dengan reseptor alfa 1 ini akan menyebabkan vasokontriksi. Jadi apabila diblock,
maka akan terjadi vasodilatasi. Vasodilatasi akan menyebabkan penurunan tekanan
periferalresisten, yang akan mengurangi blood preasure.

Contoh obat : prasozin. Efek samping : hipotensi.

B = Beta blocker selektif

Reseptor beta ada di seluruh tubuh. Beta blocker selektif hanya pada jantung. Karena
diinginkan efek hipertensinya, sehingga tidak akan mempengaruhi organ-organ
lainnya. Di jantung terdapat phase maker dimana phase maker ini mempunyai
reseptor beta, dan bertanggungjawab untuk mengatur heart rate manusia. Jadi apabila
diblock, maka heart rate seseorang akan menurun dan akan menyebabkan penurunan
kardiak otot. Selain itu, reseptor beta juga ada di otot jantung, apabila diblock akan
mengurangi kontraktilitas dari otot jantung, dan mengurangi kardiak output, sehingga
tekanan darah juga menurun.

Selain itu, reseptor beta juga ada di dinding pembuluh darah, apabila diblock akan
memicu terjadinya vasodilatasi. Ketiga hal tadi akan membantu penurunan tekanan
darah seseorang.

Contoh obat : bisoprolol, metoprolol. Efek samping : bradikardi, hipotensi.


C = Calsium Chanel Blocker (CCB)

Calsium chanel ada 2 macam yaitu T type dan L type. Jadi apabila diblock, maka
akan mengurangi kontraksi. L type ada di otot polos, apabila diblock akan
menurunkan kontraksi dan juga akan meningkatkan vasodilatasi. Kedua hal ini akan
membantu penurunan tekanan darah. T type ada di phase maker, apabila diblock akan
menurunkan heart rate, lalu kardiak output kardiak turun dan akan menurunkan
tekanan darah.

Contoh obat :

L type : dihidropiridin (nifedipin)

T type : verapamil, diltiazem

Efek samping : hipotensi dan edema perifer.

D = Diuretik

Diuretik dibagi menjadi 3 yaitu loop diuretic, thiazides, dan diuretik hemat kalium.

 Loop diuretic : loop diuretic adalah diuretik yang paling kuat. Karena bekerja
di lengkung henle, dimana pada lengkung henle terjadi reabsorpsi besar-
besaran dari natrium. Jadi, diuretik yg bekerja disini akan menghambat
rearbsorpsi natrium sehingga natrium akan dieksresi(dikeluarkan). Natrium
menyedot air sehingga pasien akan diuresis atau akan menyebabkan keinginan
BAK. Apabila terjadi diuresis, maka akan terjadi penurunan kardiak output,
yang akan membantu penurunan blood preasure.
 Thiazides : bekerja di bagian distal dari nefron. Dimana akan terjadi juga
rearbsorpsi natrium, jadi apabila dihambat Na tidak akan di rearbsorpsi dan
akan dikeluarkan dan akan menimbulkan diuresis. Namun kerjanya tiazhides
ini tidak begitu kuat seperti loop diuretic, namun mekanismenya sama yaitu
menghambat rearbsorpsi natrium.
 Diuretik hemat kalium : bekerja di bagian distal. Disini juga terjadi rearbsorpsi
natrium dan pengeluaran eksresi dari kalium. Jadi ada pertukaran pompa,
antara natrium dan kalium. Jadi apabila diblock, maka natrium akan di eksresi
dan kalium akan di rearbsorpsi. Oleh karena itu disebut diuretik hemat kalium.
Karena kaliumnya tidak di eksresi. Jadi apabila natrium yang di eksresi akan
memicu diuresis.

Contoh obat :

 Loop diuretic : furosemid. Efek sampingnya yaitu hipokalemi,


hiponatremi, dan hiperurisemia.
 Thiazid : HCT. Efek sampingnya yaitu hipokalemi, hiponatremi, dan
hiperurisemia.
 Diuretik hemat kalium : spironolakton. Efek samping : hiperkalemi.
Karena kalium tidak dibuang.

Anda mungkin juga menyukai