Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI SOLIDA

PRAKTIKUM II

SUPPOSITORIA BISACODYL 5 mg

Dengan Dosen Pembimbing Titian Daru A.T, M.Farm.

Disusun oleh :

Kelompok 1-B

1. M. Leo Mahda (170106028)


2. Novy Herdiana Rizki (170106033)
3. Ririn Artha Mulya (170106039)
4. Rokhimatul Maula (170106040)
5. Sindi Widya (170106043)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk ,
yang diberikan melalui rektum, vaiga, atau uretra, umumnya melelh,
melunak, atau melarut pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak
sebagai pelindung jaringan setempat dan sebagai pembawa zat terapeutik
yangb bersifat lokal atau sistemik (FI IV, 1995).
Sediaan suppositoria terdiri atas bahan aktif dan bahan dasar.
Penggunaan bahan dasar suppositoriaa harus memberikan pelepasan bahan
obat yang memuaskna, inert dan tidak mengiritasi serta tercampurkan
dengan semua bahan obat (Ermin, 1991).
Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan
penyakit infeksi lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan
sistemik karena dapat diserap oleh membran mukosa dalam rektum. Hal
ini dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak memungkinkan
seperti pada pasien yang mudah mual atau pingsan. Untuk memperoleh
kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat karena obat
diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam sirkulasi
pembuluh darah. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim didalam
saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara buikimia didalam hati
(Syamsuni, 2006).
Bisakodil sebagai bahan aktif yang berkhasiat untuk menghilangkan
rasa nyeri pada buang air besar. Dibuat dalam bentuk suppositoria karena
bentuk sediaan ini akan membantu memberikan efek terapi yang lebih
cepat dari pada dalam bentuk oral, kerja obat harus melalui absorbsi
sehingga efek terapi yang diberikan akan lebih cepat (Murtini, 2016).
Bisakodil tersedia sebagai tablet enteric dan supositoria.
Bisakodil digunakan sebagai bahan aktif yang berguna untuk mengatasi
konstipasi. Secara penggunaan oral, kerja bisakodil timbul dalam waktu 6-
12 jam dan seperempat sampai satu jam setelah pemberian rectal. Pada
pemberian oral bisakodil diabsorbsi kira-kira 5% dan diekskresi bersama
urin. Ekskresi bisakodil terutama dalam tinja (Farmakologi dan
Terapi,529). Efek sistemik bisakodil belum pernah dilaporkan, tetapi
bisakodil mempunyai efek lokal (Ansel, 2008).
Obat-obat yang dimaksudkan untuk efek lokal umumnya
tidak diabsorbsi, misalnya obat-obat untuk wasir, analgetik lokal
dan antiseptic. Basis-basis yang digunakan untuk obat-obat ini sebenarnya
tidak diabsorbsi, lambat meleleh dan lambat melepaskan obat, berbeda
dengan basis supositoria yang dimaksudkan untuk obat-obat sistemik.
Efek lokal umumnya terjadi dalam waktu setengah jam sampai paling
sedikit 4 jam (Lachman, 2008).

1.2. Perumusan Masalah


1. Bagaimana merancang formula sediaan suppositoria bisacodyl 5 mg?
2. Bagaimana membuat dan mengevaluasi sediaan suppositoria bisacodyl
5 mg?

1.3. Tujuan Praktikum


1. Menentukan rancangan formula sediaan suppositoria bisacodyl 5 mg
2. mengevaluasi karakteristik fisika-kimia sediaan suppositoria bisacodyl
5 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Singkat Sediaan


Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh
melunak, dan melarut dalam suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak
sebagai pelindung jaringan setempat atau sebagai pembawa zat terapeutik
yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umumnya
digunakan adalah lemak coklat, gelatin trigliserida, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilen glikol, dan estrasam lemak polietilen
glikol (Depkes, 1995).
Bahan dasar suppositoria yang ideal harus mempunyai sifat sebagai
berikut (Syamsuni, 2006).
1. Padat pada suhu kamar sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau
dicetak, tetapi akan melunak pada suhu rektum dan dapat bercampur
dengan cairan tubuh.
2. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
3. Dapat bercampur dengan berbagai macam-macam obat.
4. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukan perubahan warna, dan
bau serta pemisahan obat.
5. Kadar air mencukupi.
6. Untuk basis lemak maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan
penyabunan harus diketahui jelas.
Macam-macam suppositoria berdasarkan tempat penggunaanya yaitu
sebagai berikut (Syamsuni, 2006).
1. Suppositoria rektal, sering disebut sebagai suppositoria saja, berbentuk
peluru, digunakan lewat rektum atau anus. Bobotnya antara 2-3 gram.
Yaitu untuk dewasa 3 gram dan 2 gram untuk anak-anak.
Suppositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai keunggulan,
yaitu jika bagian yang besar masuk melalui jaringan otot penutup
dubur, suppositoriaa akan tertarik masuk dengan sendirinya.
2. Suppositoria vaginal (ovula), berbentuk bola lonjong seperti kerucut,
digunakan lewat vagina, berat antara 3-5 gram.
Suppositoria kemoa atau sisipan adalah suppositoria vaginal yang
dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang
sesuai, atau dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak.
3. Suppositoria uretra (bacilla bougies) digunakan lewat uretra,
berbentuk batang dengan panjang antara 7-14 cm.
Keuntungan penggunaan obat dalam bentuk suppositoria disbanding per
oral (Syamsuni, 2006).
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan dan asam
lambung.
3. Obat dapat masuk langsung ke dalam saluran darah sehingga obat
dapat berefek lebih cepat dari pada penggunaan obat peroral.
4. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.

2.2. Teori Zat Aktif


2.2.1. Golongan Zat Aktif
Bisacodyl termasuk ke dalam golongan obat pencahar
(laksatif) yang digunakan untuk mengatasi sembelit atau
konstipasi. Merupakan derivat trifenil metana yang termasuk obat
pencahar jenis stimulan motilitas usus. Bisacodyl masuk ke dalam
golongan obat bebas terbatas (Honestdocs, 2019).

2.2.2. Mekanisme Kerja Zat Aktif


Merangsang saraf enterik sehingga menyebabkan kontraksi
kolon (usus besar). Bisacodyl berfungsi untuk mengosongkan usus
besar (Honestdocs, 2019).
2.2.3. Indikasi
Digunakan untuk pasien yang menderita konstipasi, untuk
persiapan prosedur diagnostik, terapi sebelum dan sesudah operasi
dan dalam kondisi untuk mempercepat defekasi (ISO, 2014).

2.2.4. Kontraindikasi
Pasien illeus, obstruksi usus, kondisi akut abdomen seperti
usus buntu, penyakit usus radang akut dan nyeri perut hebat yang
berhubungan dengan mual dan muntah dapat menunjukkan kondisi
yang parah (ISO, 2014).

2.2.5. Efek Samping


Efek samping yang paling umum adalah nyeri, gangguan
metabolisme dan nutrisi; dehidrasi. Gangguan sistem kekebalan;
reaksi anafilaksis, angioderma, hipersensitivitas. Gangguan sistem
saraf ; pusing dan sinkop. Gangguan pencernaan ; kejang perut,
nyeri perut, diare, mual, hematochezia, muntah, rasa tidak nyaman
pada perut dan pada amorektal (ISO, 2014).

2.2.6. Interaksi Obat


Penggunaan bersama dengan diuretik atau adreno-kortikoid
dapat meningkatkan resiko ketidakseimbangan elektrolit bila
diberikan dalam dosis yang berlebihan (ISO, 2014).

2.2.7. Dosis
 Dewasa >10 tahun : 1 suppositoria (10 mg)/hari
 6-10 tahun : 1 suppositoria pediatrik (5 mg)/hari
2.3. Preformulasi Zat Aktif dan Zat Tambahan

Nama zat Bisacodyl

Struktur molekul

Berat molekul 361.40 (FI III)

Serbuk hablur,putih, atau hampir putih, tidak


Pemerian
berbau,tidak berasa (FI III)

Stabilitas Tidak stabil pada pH asam (Martindale ed.20)

Tidak kompatibel dengan pengoksida kuat


Inkompatibilitas
(Martindale ed.20)

Nama zat Cera Alba

Lemak padat, putih kekuningan, sedikit tembus


Pemerian cahaya dalam keadaan lapisan tipis ; bau khas
lemah dan bebas bau tegik (FI IV,1995)

 Ketika dipanaskan sampai 150 derajat Celsius,


esterifikasi terjadi dengan sejumlah asam dan
kenaikan titik leleh
Stabilitas
 Cera alba stabil saat disimpan dalam wadah
tertutup baik, terlindungi dari cahaya
(HOPE,1994)

Inkompatibel dengan agen pengoksidasi


Inkompatibilitas
(HOPE,1994)

Nama zat Oleum Cacao

Pemerian Lemak padat, putih kekuningan ; bau khas


aromatik ; rasa khas lemak ; agak rapuh (FI III)
Stabilitas Memanaskan oleum cacao diatas 36 derajat
selama preparasi akan mengakibatkan titik
memadat menjadi bentuk meta stabil yang
mengakibatkan kesulitan dalam membuat
suppositoria (Martindle ed.30 dan HOPE hal.
517)

Inkompatibilitas Terjadi reaksi kimia antara basis lemak


suppositoria dan jarang pada obat yang sama
tetapi beberapa potensial untuk beberapa indikasi
BAB III
METODOLOGI KERJA

3.1. Alat dan Bahan yang digunakan


Tabel 3.1 Alat dan Bahan

NO. Alat Bahan

1 Batang pengaduk Alumunium foil

2 Cawan porselen Bisacodyl

3 Cetakan suppositoria Cera alba

4 Lemari es Gliserin

5 Mortir Kertas perkamen

6 Pisau Oleum cacao

7 Stamper  

8 Stopwatch  

9 Timbangan analitis  

10 Water bath  
3.2. Permasalahan dan Penyelesaian Masalah dalam Formulasi
Tabel 3.2 Permasalahan dan Penyelesaian Masalah

NO. Permasalahan Penyelesaian


Oleum cacao jika suhu pemanasannya Digunakan stiffening agent (Cera alba)
tinggi akan mencair seperti minyak untuk menaikkan titik leleh oleum cacao
1
dan akan kehilangan semua inti kristal
stabil yang berguna unruk memadat
Bisacodyl berbentuk serbuk hablur Sebelum ditambahkan, bisacodyl digerus
2. sehingga akan memengaruhi hingga halus
homogenitasnya dalam sediaan
Pada saat pencetakan suppoositoria Cetakan suppositoria dilapisi terlebih
3.
mudah melekat pada cetakan dahulu dengan gliserin

3.3. Pendekatan Formula


Tabel 3.3. Perhitungan Bahan dan Penimbangan
NO. Bahan Formula Fungsi
1 Bisacodyl 5 mg Zat aktif
2 Cera alba 4% Stiffening agent
3 Oleum cacao 96% Basis

3.4. Perhitungan dan Penimbangan Bahan


100% basis = 2,043 g
10% zat aktif = 1,883 g
Bobot zat aktif dalam suppo
10% x 1,883 g = = 0,1883 g
Bobot basis dalam suppo
90% x 1,883 g = 1,694 g
Bobot basis yg digantikan oleh 0,1883 g
2,043 g - 1,694 g = 0,349 g
Bobot basis yg digantikan oleh 1 g zat aktif
0,349 g / 0,1883 g = 1,85

(5 mg Bisacodyl) 0,005 g x 1,85 = 0,0093 g


2 g - 0,0093 g = 1,9907 g
Tabel 3.4.1 Perhitungan dan Penimbangan Bahan
Perhitungan Penimbangan
NO. Bahan
1 suppo 12 suppo (+ )25%
1 Bisacodyl 5 mg 5 mg x 12 = 60 mg 75 mg
2 Cera alba 4% 4% x 1,9907 x12 =0,956 g 1,195 g
3 Oleum cacao 96% 96x1,9907 x12 = 22,933 g 28,67 g

3.5. Prosedur Kerja


3.5.1. Prosedur Penetapan Bilangan Pengganti
1. Dua cetakan suppositoria disiapkan dalam keadaan bersih dan kering
2. Gliserin dioleskan ke dalam cetakan, lalu cetakan ditelungkupkan
agar tidak ada penumpukan gliserin di dalam cetakan
3. Cera alba dan Oleum cacao dilelehkan di dalam cawan penguap di
atas Water bath. Setelah Oleum cacao sediki meleleh, sisa Oleum
cacao ditambahkan ke dalam cawan tersebut secara geometris dengan
memperhatikan konsistensi lelehan, dan diaduk rata. Selama proses
pelelehan basis, suhu harus dikontrol dengan menggunakan
termometer. Suhu campuran basis sebaiknya tidak melebihi 37̊C.
4. Ke dalam cetakan 1 diisi basis saja (dengan bantuan batang
pengaduk)
5. Ke dalam cetakan 2, diisi basis yang mengandung 10% Bisacodyl
(dicampurkan sambil dipanaskan bersama basis pada Water bath)
6. Lelehan dibiarkan memadat pada suhu kamar, kurang lebih 15 menit
7. Lelehan yang telah memadat kemudian dimasukkan ke dalam lemari
pendingin (10ºC) selama 10 menit, lalu dimasukkan ke dalam freezer
selama 5 menit menyempurnakan pemadatan
8. Setelah memadat sempurna, kelebihan massa dipotong menggunakan
pisau, kemudian suppositoria dikeluarkan dari cetakan
9. Suppositoria ditimbang satu per satu, ditetapkan bobot rata-rata, lalu
ditentukan bilangan penggantinya

3.5.2. Prosedur Pembuatan Suppositoria


1. Cetakan suppositoria disiapkan dalam keadaan bersih dan kering
2. Gliserin dioleskan ke dalam cetakan, lalu cetakan ditelungkupkan
agar tidak ada penumpukan gliserin di dalam cetakan
3. Cera alba dan Oleum cacao dilelehkan di dalam cawan penguap di
atas Water bath. Setelah Oleum cacao sediki meleleh, sisa Oleum
cacao ditambahkan ke dalam cawan tersebut secara geometris dengan
memperhatikan konsistensi lelehan, dan diaduk rata. Lelehan basis
diangkat dari Water bath, lalu Bisacodyl ditambahkan secara
geometris dan diaduk sampai homohen
4. Lelehan lalu diisi ke dalam cetakan Lelehan dibiarkan memadat pada
suhu kamar, kurang lebih 15 menit
5. Lelehan dibiarkan memadat pada suhu kamar, kurang lebih 15 menit
6. Lelehan yang telah memadat kemudian dimasukkan ke dalam lemari
pendingin (10̊C) selama 10 menit, lalu dimasukkan ke dalam freezer
selama 5 menit menyempurnakan pemadatan
7. Setelah memadat sempurna, kelebihan massa dipotong menggunakan
pisau, kemudian suppositoria dikeluarkan dari cetakan
8. Suppositoria lalu dievaluasi menurut persyaratan resmi dan
persyaratan industri

3.5.3. Prosedur Evaluasi Sediaan (Prosedur evaluasi dan syarat)


Tabel 3.5.2.2 Prosedur Evaluasi dan Syarat Sediaan
Sumber : Nuryanti, 2016
No
Jenis Evaluasi Prosedur Persyaratan
.
1. Organoleptis 3 suppositoria dibelah Tekstur, bentuk, dan warna
secara vertikal dan sesuai (Nuryanti, 2016).
horizontal kemudian diamati
bagia internal dan eksternal
untuk melihat tekstur,
bentuk, dan warna
(Nuryanti, 2016).
2. Uji Suppositoria ditimbang 20 (mengacu pada persyaratan uj
keseragaman buah lalu ditentukan bobot keseragaman bobot tablet).
bobot rata-ratanya Jika ditimbang 1 per 1 tdk
boleh lebih dari 2 suppo yg
masing2 bobotnya
menyimpang dari bobot
rata2nya lebih dr harga yg
ditetapkan kolom A (5%) dan
tdk 1 suppo pun yg bobotnya
menyimpang dr bobot
rata2nya lebih dr harga yg
ditetapkan di kolom B (10%)
(Depkes RI, 1979).
3. Uji titik leleh Suppo dimasukkan dlm Waktu leleh untuk basis
sangkar berbentuk spiral lipofil, yaitu tidak lebih dari
gelas, sangkar spiral tsb 30 menit (Voight, 1995).
dimasukkan pd pipa penguji
lalu ditempatkan dlm
sebuah mantel gelas yg
dialiri air bersuhu tetap 37C,
air masuk ke dlm pipa
penguji. Proses dihitung dari
suppo dimasukkan ke dlm
gelas mantel sampai
meleleh tanpa sisa
(Nuryanti, 2016).
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1. Hasil Evaluasi Sediaan


4.1.1. Hasil Evaluasi Sediaan Suppositoria
No. Jenis Evaluasi Hasil Keterangan

Suppo berwarna putih


krim dan berbentuk
1. Uji Organoleptis panjang dengan tekstur
yang tidak terlalu keras
dan juga lembek.

2. Uji Keseragaman Bobot dari 6 suppo Dari perhitungan pada


Bobot yang didapat : table uji keseragaman
- 1.788, 7 mg bobo didapatkan yaitu : -
- 1.844, 7 mg Kolom A adalah tidak
- 1.814, 1 mg boleh ada dua suppo
- 1.743, 6 mg yang bobotnya yang
- 1.732, 5 mg kurang dari 1.724, 30 mg
- 1.966, 8 mg dan tidak lebih dari
1.905, 81 mg
- Kolom B adalah tidak
Bobot rata – rata =
boleh ada satu suppo
10.890, 4 mg : 6
yang bobotnya kurang
Suppo = 1.815, 06 mg
dari 1.633, 55 mg dan
tidakboleh lebih dari
1.996, 56 mg.

Waktu yang dibutuhkan


untuk suppo meleleh
adalah 26 menit 44 detik.
3. Uji Waktu Leleh
Hal ini titik leleh suppo
yang dihasilkan
memenuhi persyaratan.

4.1.2 Perhitungan Uji Keseragaman Bobot


Tabel Perhitungan Uji Keseragaman Bobot
Bobot Rata- Penyimpangan Bobot Rata-Rata
A (5%) B (10%)
Rata
1.815, 06 x 5% = 90,753 1.815, 06 x 10% = 181, 506
1.815, 06 mg (-)1.815, 06 – 90,753 = 1.724, (-)1.815, 06 – 181, 506 =
30 1.633, 55
(+)1.815, 06 + 90,753 = 1.905, (+)1.815, 06 + 181, 506 =
81 1.996, 56
BAB V
Pembahasan
Pada praktikum ini membuat sediaan solida suppositoria. Suppositoria adalah
sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberika secara rektal ,vaginal
atau uretra. Suppositoria yang digunakan pada area rektal umumnya berbentuk torpedo
dan suppositoria yang digunakan pada area vagina disebut Ovula. Dalam pembuatan
suppositoria hal yang terpenting adalah basis suppo yang dipilih.
Membuat sediaan suppositoria bisacodyl dengan menggunakan bahan aktif
biscodyl, bisacodyl memiliki khasiat sebagai laksativum. Bisakodil Sebagai bahan akti
yang berkhasiat untuk menghilangkan rasa nyeri pada buang air besar. Dibuat dalam
bentuk suppositoria karena bentuk sediaan ini akan membantu memberikan e/ek terapi
yang lebih cepat dari pada dalam bentuk oral. Sediaan dalam bentuk oral, kerja obat
harus melalui absorbsi terlebih dahulu, sedangkan sediaan suppositoria tidak melalui
absorbsi sehingga efek terapi yang diberikan akan lebih cepat. kemudian zat tambahan
yang digunakan menggunakan oleum cacao dan cera alba sebagai basis supposioria.
Menggunakan oleum cacao sebagai basis suppositoria adalah dengan alasan oleum
cacao berguna dalam melepaskan zat aktif dari pada yang lain, karena mempunyai titik
lebur pada suhu 31˚-34˚C. Dibuat dalam bentuk sediaan suppositoria ditunjukkan untuk
melebur pada suhu tubuh, karena oleum cacao digunakan sebagai bahan dasar suppo
yang ketambahan zat aktif, jadi titik leburnya akan menjadi 35˚ - 37˚C. Obat yang larut
dalam air yang dicampur dengan oleum cacao, pada umumnya memberi hasil pelepasan
yang baik. Pada bahan tambahan oleum cacao ini dilebihkan 25% pada basisnya, sebab
basis saat dileburkan selain melebur juga menguap, sehingga berkurang. Selain itu saat
di dinginkan basis akan menyusut dan berkurang oleh karena itu harus dilebihkan 25%
pada basisnya. Karena mudah berbau tengik, harus disimpan dalam wadah atau tempat
sejuk, kering, dan terlindung dari cahaya. Oleum cacao dapat menunjukkan
polimorfisme dari bentuk kristalnya pada pemanasan tinggi. Di atas titik leburnya,
oleum cacao akan meleleh sempurna seperti minyak dan akan kehilangan inti kristal
stabil yang berguna untuk membentuk kristalnya kembali. Lemak coklat jarang dipakai
untuk sediaan vagina karena meninggalkan residu yang tidak dapat terserap, sedangkan
gelatin tergliserinasi jarang dipakai untuk sediaan rectal karena disolusinya lambat.
Pada praktikum kali ini metode yang digunakan untuk membuat suppositoria
adalah metode cetak tuang. Metode ini sering digunakan pada pembuatan suppositoria
baik skala kecil maupun skala industri. Cetakan yang digunakan biasanya dipisah dalam
sekat-sekat, umumnya dapat dibuat secara membujur. Pada waktu leburan dituangkan
cetakan ditutup dan dapat dibuka lagi saat akan menegluarkan suppositoria yang telah
dingin (Ansel, 2008).
Dari formula yang telah ditentukan, dibuat 6 suppositoria. Pembuatan sediaan
suppositoria diawali dengan menentukan massa basisnya yang volumenya sama dengan
1 gram bisakodil yang biasanya disebut bilangan pengganti. Bilangan pengganti adalah
bilangan yang menyatakan jumlah basis yang digantikan oleh zat aktif, dikarenakan
perbedaan berat jenis antara basis dengan zat aktif. Bilangan pengganti ini berfungsi
dalam mengatasi masalah apabila basisnya menyusut pada saat dicetak. Dalam
menentukan bilangan pengganti sebaiknya dilakukan kalibrasi cetakan terlebih dahulu,
karena cetakan yang tersedia secara komersial dapat mengahasilkan individu atau dalam
jumlah besar dengan berbagai bentuk dan ukuran. Seriap cetakan mampu menampung
volume material dalam tertentu dalam setiap bukaannya. Bahan aktif suatu obat juga
dapat mengganggu bobot jenis suppositoria sehingga berat dari suppositoria yang
dihasilkan berbeda pula (Agoes, 2012). Namun pada tahap ini kami tidak melakukan
kalibrasi cetakan suppositoria. Pada tahap pertama pembuatan suppositoria, dua
cetakan suppositoria disiapkan dalam keadaan bersih dan kering. Kemudian gliserin
dioleskan ke dalam cetakan, lalu cetakan ditelungkupkan agar tidak ada penumpukan
gliserin pada cetakan. Pelumasan cetakan perlu dilakukan bertujuan untuk
mempermudah pelepasan supositoria dan tidak melekat pada cetakannya. Cetakan
sebaiknya dilubrikasi. Cetakan yang baru masih memiliki permukaan yang mengkilat
dan dapatmelepaskan suppositoria secara cepat, tetapi setelah beberapa kali pemakaian
dapat timbul goresan yang dapat menghambat pelepasan suppositoria dari cetakan.
Penggunaan lubrikan sesedikit mungkin untuk melapisi semuabagian cetakan tertutup,
jika berlebihan dapat menyebabkan deformasi supo, jika kurang dapat menyebabkan
kesulitan pengeluaran supo dari cetakan. Cera alba dan Oleum cacao dilelehkan didalam
cawan penguap di atas water bath. Setelah Oleum cacao sediki meleleh, sisa Oleum
cacao ditambahkan ke dalam cawan tersebut secara geometris dengan memperhatikan
konsistensi lelehan, dan diaduk rata. Selama proses pelelehan basis, suhu harus
dikontrol dengan menggunakan termometer. Suhu campuran basis sebaiknya tidak
melebihi 37̊C, jika dipanaskan melebihi suhu ini menyebabkan pembentukan bentuk α
(tidak stabil), jika dipanaskan kurang dari suhu ini menyebabkan oleum cacao sulit
ditangani dan lengket dicetakan. Kemudian Ke dalam cetakan 1 diisi basis saja (dengan
bantuan batang pengaduk). Ke dalam cetakan 2, diisi basis yang mengandung 10%
Bisacodyl (dicampurkan sambil dipanaskan bersama basis pada Water bath). Penuangan
leburan suppositoria ke dalam cetakan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terputus
untuk mencegah terbentuknya lubang-lubang akibat adanya udara pada cetakan yang
dapat mempengaruhi bobot suppositoria maupun homogenitas dari suppositoria.
Leburan suppositoria yang dituang )uga diusahakan melebihi volume cetakan untuk
mencegah penyusutan volume suppositora dalam keadaan dingin. Lalu lelehan
dibiarkan memadat pada suhu kamar, kurang lebih 15 menit. Lelehan yang telah
memadat kemudian dimasukkan ke dalam lemari pendingin (10̊ C) selama 10 menit,
lalu dimasukkan ke dalam freezer selama 5 menit menyempurnakan pemadatan. Setelah
memadat sempurna, kelebihan massa dipotong menggunakan pisau, kemudian
suppositoria dikeluarkan dari cetakan. Suppositoria ditimbang satu per satu, ditetapkan
bobot rata-rata, lalu ditentukan bilangan penggantinya.
Selanjutnya pembuatan sediaan suppositorianya, prosedur dilakukan seperti
pembuatan sediaan suppositoria untuk penetapan bilangan pennganti. Hanya saja tidak
melakukan pemisahan ke dalam 2 cetakan yang berbeda, yang berisi basis saja dan basis
yang mengandung zat aktif. Lalu setelah lelehan dibiarkan memadat pada suhu kamar,
kurang lebih 15 menit. Lelehan yang telah memadat kemudian dimasukkan ke dalam
lemari pendingin (10̊ C) selama 10 menit, lalu dimasukkan ke dalam freezer selama 5
menit menyempurnakan pemadatan. Setelah memadat sempurna, kelebihan massa
dipotong menggunakan pisau, kemudian suppositoria dikeluarkan dari cetakan.
Selanjutnya suppositoria yang telah membeku dikeluarkan dari cetakan dan dibungkus
dengan aluminium foil. Pengemasan dengan aluminium foil diusahakan sesuai dengan
bentuk suppositoria karena bila selama penyimpanan suppositoria sedikit meleleh maka
bentuknya akan menyesuaikan dengan bentuk wadahnya. Suppositoria disimpan dalam
tempat dingin, kering dan terlindung dari cahaya (Lachman et al, 2008).
Untuk mendapatkan hasil suppositoria yang baik perlu dilakukan uji evaluasi
pada sediaan suppositoria diantaranya :
1. Uji Organoleptis
Pada hasil Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati suppositoria
secara visual. dari percobaan didapat Suppositoria berwarna putih krim dan
berbentuk panjang dengan tekstur yang tidak terlalu keras dan juga lembek.
2. Uji Keseragaman Bobot
Ditimbang 6 suppositoria dan menentukan bobot rata – ratanya, Bobot
suppo yang didapat :
- 1.788, 7 mg
- 1.844, 7 mg
- 1.814, 1 mg
- 1.743, 6 mg
- 1.732, 5 mg
- 1.966, 8 mg
Bobot rata – rata = 10.890, 4 mg : 6 Suppo = 1.815, 06 mg. Didapat hasil
Kolom A adalah tidak boleh ada dua suppo yang bobotnya yang kurang dari
1.724, 30 mg dan tidak lebih dari 1.905, 81 mg dan Kolom B adalah tidak boleh
ada satu suppo yang bobotnya kurang dari 1.633, 55 mg dan tidakboleh lebih
dari 1.996, 56 mg.
3. Uji waktu leleh
Uji waktu leleh dilakukan menggunakan media air yang bersuhu 37˚C
yang mewakili suhu tubuh manusia. Pada titik menit ke – 11 seluruh
suppositoria mulia melarutkan dan melarut sempurna pada menit ke – 25.
Menurut pustaka basis PEG memiliki waktu larut yang lama dalam tubuh, waktu
yang berkisar dari 13 – 18 menit (Lacman et al,. 2008). Alat yang digunakan
untuk menguji kisaran leleh juga hanya menggunakan penangas air dan
termometer, sehingga faktor ketidaktepatan suhu dapat mempengaruhi waktu
leleh dari suppositoria, hasil dari uji Waktu yang dibutuhkan untuk suppo
meleleh adalah 26 menit 44 detik. Hal ini titik leleh suppo yang dihasilkan
memenuhi persyaratan.
.

BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil praktikum sediaan sirup Prometazine Hcl dapat
disimpulkan bahwa:
1.1 Beberapa formula yang digunakan pada pembuatan suppositoria meliputi
besacodyl, oleum Cacao dan Cera alba, Suppositoria yang diformulasikan telah
memenuhi persyaratan Uji organoleptis, uji keseragaman bobot dan uji waktu
leleh
1.2 Uji evaluasi pada supositoria yairu uji organoleptis, kesetimbangan bobot dan
uji waktu leleh

DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Goeswin. 2012. Seri Farmasi Industri 7 : Sediaan Farmasi Likuida Semisolida.
Bandung : penerbit ITB.
Ansel. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI press
Departemen Dinas Kesehatan Republik Indonesia, 1979. Farmakope Indonesia Edisi
III. Kemenkes RI : Jakara.
Departemen Dinas Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia Edisi
IV. Kemenkes RI : Jakara.
Ermin, 1991. Pengaruh Penambahan Tween 20 Terhadap Disolusi Suppositoria
Parasetamol. Universitas Airlangga : Surabaya
Honestdocs Ediroral Team (2019, Maret) Honestdoc [online]
https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/
Ikatan Apoteker Indonesia. 2014. ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia. Volume
2013 s.d 2014. PT. ISFI Penerbitan : Jakarta.
Lachman. L. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press
Martindale, The Extra Pharmacopoeia, 20th Edition, 1993. The Pharmaceutical Press,
London.
Murtini, 2016. Farmasetika Dasar. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia :
Jakarta.
Syamsuni.2006. Ilmu Resep. Buku kedokteran EGC : Jakarta .
Wade, A. dan Waller, P. J. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Second
Edition. The Pharmaceutical Press. London.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai