PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan anak di dunia, khususnya di negara yang sedang berkembang
masih tergolong rendah, 11 juta anak di bawah 5 tahun meninggal setiap
tahunnya.Empat juta dari anak ini masih berusia di bawah 1 bulan. Sedangkan
jutaanlainnya hidup dengan gangguan kesehatan seperti menderita penyakit polio,
diare,cacat bawaaan dan perkembangan seperti lambat berjalan dan
bicara.Kematiananak ini, umumnya dipicu oleh faktor yang masih bisa dicegah,
seperti kurang gizidan infeksi misalnya infeksi saluran Pernafasan dan infeksi
saluran pencernaan(Partiwi, 2009).
Sejak penetapan the Expanded Program on Immunisation (EPI) oleh WHO,
cakupan imunisasi dasar anak meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di
seluruh dunia. Sekurang-kurangnya ada 2,7 juta kematian akibat campak, tetanus
neonatorum dan pertusis serta 200.000 kelumpuhan akibat polio yang dapat
dicegah setiap tahunnya.Vaksinasi terhadap 7 penyakit telah direkomendasikan
EPI sebagai imunisasi rutin di negara berkembang antara lain: BCG, DPT, Polio,
Campak dan Hepatitis B. (Muhammad,2003).
Target MDGs untuk menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia
adalah sebesar 23 per 1.000 Kelahiran Hidup (KH) pada tahun 2012 yaitu 34per
1.000 KH,hampir 75% dari semua kematian bayi disebabkan oleh: neonatal,
pneumonia, diare, malaria, campak, dan HIV / AIDS, tujuannya adalah untuk
lebih memotong angka kematian anak sebanyak dua pertiga pada tahun 2015.
Pencapaian MDGs untuk mengurangi angka kematian anak akan membutuhkan
cakupan universal dengan kunci yang efektif, intervensi terjangkausalah satunya
dengan cara vaksinasi.
Menurut WHO (World Health Organization) di negara Indonesia sekitar
175.000 penduduk setiap tahunnya meninggal dunia akibat terinfeksi penyakit
yang dapat dicegah oleh imunisasi dan vaksin, sekitar 450.000 setiap tahun.
B. Rumusan masalah
Bagaimana aplikasi asuhan kebidanan pada bayi dengan kebutuhan imunisasi IPV
di BPM Artati Nurjanah S.ST Keb ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui aplikasi asuhan kebidanan pada bayi dengan kebutuhan
imunisasi IPV di BPM Artati Nurjanah
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Bayi
Masa bayi dimulai dari usia 0-12 bulan yang ditandai dengan
pertumbuhan dan perubahan fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam
kebutuhan zat gizi (Notoatmodjo, 2007). Selama periode ini, bayi sepenuhnya
tergantung pada perawatan dan pemberian makan oleh ibunya.
B. Pertumbuhan Bayi
C. Teori perkembangan
a. Teori perkembangan menurut Soetjiningsih, 1995)
Melalui Denver Developmental Skrening test (DDST) mengemukakan 4
parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan
anak balita yaitu :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi,
dan berinteraksi dengan lingkungan.
Fine motor adaptive (gerakan motork halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja, dan otot-otot kecil tetapi memerlukan koordinasi yang
cermat misalnya kemamlpuan untuk menggambar, memegang
sesuatu benda, dan lain-lain.
Language (bahasa)
Faktor dalam
Yaitu faktor-faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri baik faktor
bawaan maupun faktor yang diperoleh, antara lain :
a) Hal-hal yang diturunkan dari orang tua, kakek, nenek atau generasi
sebelumnya, misal : warna rambut, bentuk tubuh.
b) Untuk berpikir dan kemampuan intelektual
Misal : kecepatan berfikir.
c) Keadaan kelenjar zat-zat dalam tubuh
Misal : kekurangan hormon yang dapat menghambat pertumbuhan
dan perkembangan anak.
d) Emosi dan sifat-sifat (tempramen) tertentu
Misal : pemalu, pemarah, tertutup, dan lain-lain.
Faktor luar menurut Mardho, 1993 : 2-4
a) Keluarga
i. Umur ibu kurang dari 20 tahun.
ii. Jumlah anak usia dbawah 3 tahun (balita) 2 atau lebih.
iii. Ibu/pengasuh anak tidak tahu mengenai kebutuhan anak
dan sulit menerima pesan-pesan kesehatan.
iv. Ibu/pengasuh anak menderita gangguan mental atau
tekanan jiwa yang berat.
v. Ibu/pengasuh anak mengabaikan atau tak acuh terhadap
kesejahteraan/perkembangan anak.
vi. Rumah kacau/kotor yang ditandai oleh kurangnya
perhatian terhadap keselamatan anak dan perawatan rumah.
vii. Ayah yang sering melakukan kejahatan, minum alkohol
atau ada gangguan jiwa
viii. Hubungan suami istri yang buruk.
b) Gizi
c) Budaya
d) Teman bermain dan sekolah
a. Penyimpanan
Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan
kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur)
informasi produk harus disertakan. Aturan umum untuk sebagian besar
vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperatur 2-8oC dan tidak
membeku. Sejumlah vaksin (DPT dan hepatitis B) menjadi tidak aktif bila
beku. Pengguna dinasehatkan untuk melakukan konsultasi guna
mendapatkan informasi khusus vaksin-vaksin individual, karena beberapa
vaksin (polio) dapat disimpan dalam keadaan beku.
b. Pengenceran
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut
khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila vaksin telah
diencerkan, harus diperiksa terhadap tanda-tanda kerusakan (warna dan
kejernihan).
Perlu diperhatikan bahwa vaksin campak yang telah diencerkan
cepat mengalami perubahan pada suhu kamar. Jarum ukuran 21 yang steril
dianjurkan untuk mengencerkan dan jarum ukuran 23 dengan panjang 25
mm digunakan untuk menyuntikkan vaksin.
c. Pembersihan Kulit
Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan
namun apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan.
d. Pemberian Suntikan
Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuskular atau
subkutan dalam. Terdapat perkecualian pada dua jenis vaksin yaitu polio
diberikan per-oral dan BCG diberikan dengan suntikan intradermal.
e. Teknik dan Ukuran Jarum
Para petugas yang melaksanakan vaksinasi harus memahami teknik
dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin, untuk mengurangi risiko
penyebaran infeksi dan trauma akibat suntikan yang salah. Pada tiap
suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum baru, sekali pakai
dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis,
karena risiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis (karena tidak ada
laternatif vaksin dalam sediaan lain) maka jarum suntik yang telah
digunakan menyuntikkan tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin.
Tabung suntik dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup yang
diberi tanda (label) tidak mudah robek dan bocor, untuk menghindari luka
tusukan atau pemakaian ulang. Tempat pembuangan jarum suntik bekas
harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak.
Sebagian besar vaksin harus disuntikkan ke dalam otot. Penggunaan
jarum yang pendek meningkatkan risiko terjadi suntikan subkutan yang
kurang dalam.
Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi
ada perkecualian lain dalam beberapa hal seperti berikut :
1) Pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan
bayi-bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan
panjang 16 mm.
2) Untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dapakai jarum ukuran 25
dengan panjang 16 mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27
dengan panjang 12 mm.
3) Untuk suntikan intradermal pada vaksin BCG dipakai jarum ukuran 25-
27 dengan panjang 10 mm.
f. Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 45o sampai 60o ke
dalam otot vastus lateralis atau otot deltoid (lengan atas). Untuk otot
vastus lateralis, jarum harus diarahkan ke arah lutut dan untuk deltoid
jarum harus diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular
dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 90º. pada suntikan
dengan sudut jarum 45 º sampai 60 º akan mengalami hambatan ringan
pada waktu jarum masuk ke dalam otot.
g. Tempat Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk
vaksinasi pada bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Regio
deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar
(mereka yang telah dapat berjalan) dan orang dewasa.
Daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk
vaksinasi bayi-bayi dan tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk
menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica (nervus ischiadicus). Risiko
kerusakan saraf ischiadica akibat suntikan didaerah gluteus lebih banyak
dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih
tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuskular di daerah
gluteal dengan tidak sengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan
reaksi lokal yang lebih berat.
Sedangkan untuk vaksinasi BCG, harus disuntik pada kulit di atas
insersi otot deltoid (lengan atas), sebab suntikan-suntikan diatas puncak
pundak memberi risiko terjadinya keloid.
Kontraindikasi Imunisasi