DOSEN PENGAJAR :
I
S
U
S
U
N
OLEH:
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya..
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke
arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan
hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat
karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar
periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar
prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam
literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat
sudah umum dipakai.
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar /
jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF
Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua
dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum
pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan
pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars Prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).
B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang
pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan
penyebab antara lain :
Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunantransforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.
Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
(Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel
transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).
C. Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya usia
sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi
Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi
DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga
menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat
(Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan lumen
uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah
prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi atau
divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut,
maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000
hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran
balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat
terjadi gagal ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).
Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda
dan gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah Retensi kronik dapat menyebabkan
refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa
urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu. Hematuriaf, Pielonefritis, Aterosclerosis, Infark
jantung, Impoten, Haemoragik post operasi, Fistula, Striktur pasca operasi & inconentia urine.
G. penatalaksanaan
Non Operatif
a. Pembesaran hormon estrogen & progesteron
b. Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
c. Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d. Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
e. Pemasangan kateter.
Operatif
H. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)
1) Pengkajian
Data subyektif :
Data Obyektif :
o Takikardi
o Gelisah
Terpasang kateter
2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin
Kriteria :
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.
Intervensi :
a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi,
dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan
alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post
operasi)
f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika
tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3
minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi
seksualnya
Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal.
Intervensi :
a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi
dalam fungsi seksual
d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e. Beri penjelasan penting tentang:
a. Impoten terjadi pada prosedur radikal
b. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
c. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama
1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme melalui
kateterisasi
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi
Kriteria hasil:
PENUTUP
A. Kesimpulan
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai
gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:1. Penyempitan uretra yang menyebabkan
kesulitan berkemih2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis.Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan
Benigna Prostat Hipertrofi:a. Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencingc. Miksi
yang tidak puasd. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam
hari miksi harus mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)g. Massa pada
abdomen bagian bawahh. Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk
mengeluarkan urin)j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksik. Kolik renall. Berat badan
turunm. AnemiaKadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat
berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung
kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu :
Mengingat dalam setiaap permasalahan kesehatan yang menyangkut saluran kemih,pastinya
melibatkan ginjal oleh karenanya hal-hal yang dapat kita lakukan sebagai wujud pencegahan atau
menjaga kesehatan diantaranya perbanyaklah mengkonsumsi air mineral,minimal 8 gelas perhari
atau setara dengan 2 liter air untuk melancarkan pencernaan dan kinerja fungsi ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran
Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.