Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Seiring kemajuan teknologi, kebutuhan akan listrik menjadi kebutuhan utama


bagi keberlangsungan hidup manusia, tidak hanya untuk skala rumah tangga terlebih
untuk dunia perindustrian. Mengingat akan hal ini, maka PT PLN (Persero) sebagai
perusahaan negara yang bertugas menyediakan kebutuhan listrik mencanangkan
Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik. Dengan dibangunnya proyek
PLTU ini sekaligus memanfaatkan potensi batubara kalori rendah (low rank coal),
dikarenakan batubara digunakan sebagai bahan bakar utama PLTU. Dalam hal ini
PLTU menggunakan batubara sebagai bahan bakar, Dari penggunaan bahan bakar
batubara ini, penghematan yang bisa diperoleh dari pengurangan bahan bakar minyak
(BBM) adalah sekitar Rp 4 triliun per tahun. (Kementrian ESDM, 2007) Batubara
yang digunakan sebagai bahan bakar didatangkan dari pulau Kalimantan dan
Sulawesi dengan menggunakan kapal pengangkut batubara. Untuk melakukan proses
pembongkaran batubara dari kapal pengangkut ke PLTU, dibutuhkan suatu pelabuhan
batubara beserta fasilitas pembongkarannya (unloading). Hal ini perlu dilakukan
untuk mempermudah kapal pengangkut batubara memasok kebutuhan PLTU yang
per unitnya mencapai 3.000 ton setiap harinya. Dengan demikian PLTU akan segera
bisa difungsikan.

I.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar sebagai mahasiswa Teknik
Pertambangan dapat mengetehaui manfaat dari Batubara khususnya sebagai bahan
bakat PLTU.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Batubara

Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan
organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui
dalam berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti
C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit. Pembentukan
batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu
sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu,
merupakan masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir
seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara
terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan
batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan
berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi
lain. Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis
tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai
berikut :

 Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.


Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
 Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
 Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk
batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa
bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
 Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus,
mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.
 Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern,
buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah
dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

II.2 Tingkatan Batubara

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,


panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas yaitu antrasit,
bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

1. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%.
2. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10%
dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.
4. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.
II.3 Pembentukan batu bara

Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut
dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang
terjadi, yakni :

a. Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman


terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang
dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material
organik serta membentuk gambut.
b. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.

II.4 Sumberdaya batubara

Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di


Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai
batu bara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan
keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.

Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih memiliki 160 miliar


ton cadangan batu bara yang belum dieksplorasi. Cadangan tersebut sebagian besar
berada di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Namun upaya eksplorasi batu
bara kerap terkendala status lahan tambang. Daerahdaerah tempat cadangan batu bara
sebagian besar berada di kawasan hutan konservasi. Rata-rata produksi pertambangan
batu bara di Indonesia mencapai 300 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 10
persen digunakan untuk kebutuhan energi dalam negeri, dan sebagian besar sisanya
(90 persen lebih) diekspor ke luar. Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar
utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri,
dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat diband ngkan solar, dengan
perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp
0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).

Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi
Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini
sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke
depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan
mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan
melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang
memberi nilai tambah tinggi.

Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien
jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai
ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi
(pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batu bara. Membakar batu bara secara
langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara continue, yang
bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara
pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan
lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Pemanfaatan Batu Bara Sebagai Bahan Bakar PLTU

Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber daya
alamnya. Salah satu potensi sumber daya alam yang ada di Indonesia adalah batubara.
Berdasarkan data dari hasil riset Departemen ESDM, Total sumber daya batubara di
Indonesia diperkirakan mencapai 105 miliar ton, dimana cadangan batu bara
diperkirakan 21 miliar ton. Tambang batubara utama berlokasi di Sumatera Selatan,
Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Produksi batubara meningkat sebesar
16% per tahun selama 5 tahun terakhir. Saat ini, 75% dari total produksi batubara
diekspor, terutama ke Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan Eropa.

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang mengandalkan


energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Bentuk utama dari
pembangkit listrik jenis ini adalah Generator yang dihubungkan ke turbin yang
digerakkan oleh tenaga kinetik dari uap panas/kering. Pembangkit listrik tenaga uap
menggunakan berbagai macam bahan bakar terutama batu bara dan minyak bakar
serta MFO untuk start up awal.

PLTU batubara, bahan bakar yang digunakan adalah batubara uap yang terdiri
dari kelas sub bituminus dan bituminus. Lignit juga mulai mendapat tempat sebagai
bahan bakar pada PLTU belakangan ini, seiring dengan perkembangan teknologi
pembangkitan yang mampu mengakomodasi batubara berkualitas rendah.
Gambar 3.1 Skema PLTU Bahan Bakar Batubara

III.2 Tahapan Pembakaran dalam Pengolahan Batubara Sebagai Bahan Bakar


PLTU

1. Pembakaran Lapisan Tetap


Metode lapisan tetap menggunakan stoker boiler untuk proses
pembakarannya. Sebagai bahan bakarnya adalah batubara dengan kadar abu
yang tidak terlalu rendah danberukuran maksimum sekitar 30mm. Selain itu,
karena adanya pembatasan sebaran ukuran butiran batubara yang digunakan,
maka perlu dilakukan pengurangan jumlah fine coal yang ikut tercampur ke
dalam batubara tersebut. Alasan tidak digunakannya batubara dengan kadar
abu yang terlalu rendah adalah karena pada metode pembakaran ini, batubara
dibakar di atas lapisan abu tebal yang terbentuk di atas kisi api (traveling fire
grate) pada stoker boiler.
2. Pembakaran Batubara Serbuk (pulverized coal combustion/PCC)
Metode ini banyak dipakai pada PLTU yang berkapasitas besar, hal ini
karena sistem PCC memiliki tingkat kehandalan yang tinggi. Pada PCC,
batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal pulverizer (coal mill)
sampai ukuran 200 mesh, kemudian disemprotkan ke boiler bersamaan
dengan udara pembakaran. Pembakaran metode ini sensitif terhadap kualitas
batubara, terutama sifat ketergerusan (grindability) diatas 40, sifat slagging,
sifat fauling dan kadar air kurang dari 30%. Pembakaran dengan metode PCC
ini akan menghasilkan abu yang terdiri diri dari clinker ash sebanyak 15% dan
sisanya berupa fly ash.
3. Pembakaran Lapisan Mengambang (fluidized bed combustion/FBC)
Metode ini menggunakan prinsip fluidisasi, dimana batubara yang
telah dihancurkan sampai dengan ukuran 25 mm difluidisasi dengan
melewatkan udara dengan kecepatan tertentu dari bagian bawah boiler.
Keunggulan dari metode ini adalah pembakaran lebih sempurna karna posisi
batubara yang selalu berubah sehingga sirkulasi udara dapat berjalan baik dan
mencukupi untuk proses pembakaran, alat peremuk batubara yang dipakai
tidak terlalu rumit, serta ukuran boiler dapat diperkecil dan dibuat kompak.

III.3 Gambaran Umum PLTU Batubara

Seperti yang kita ketahui bahwa PLTU batubara meruapakan jenis


pembangkit terbesar yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Ini tercermin
dalam program percepatan listrik nasional tahap pertama dan kedua. Untuk itu,
berikut ini singkat system kerja PLTU batubara yang ada dan berdasar pada referensi.
Prinsip kerja PLTU batubara secara umum dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 3.2 Prinsip Kerja PLTU

Pirnsip kerja PLTU batubara sebagai berikut:

1. Batubara dari luar dialirkan ke penampung batubara dengan conveyor (14)


kemudain dihancurkan dengan the pulverized fuel mill (16) sehingga menjadi
tepung batubara.
2. Kemudain batubara halus tersebut dicampur dengan udara panas (24) oleh
forced draught fan (20) sehingga menjadi campuran udara panas dan bahan
bakar (batubara)
3. Dengan tekanan yang tinggi, campuran udara panas dan batubara
disemprotkan kedalam boiler sehingga akaan terbakar dengan cepat seperti
semburan api.
4. Kemudian air dialirkan keatas melalui pipa yang ada di dinding boiler, air
tersebut akan dimasak dan menjadi uap, dan uap tersebut dialirkan ketabung
boiler (17) untuk memisahkan uap dari air yang terbawa.
5. Selanjutnya uap dialirkan ke superheater (19) untuk melipatgandakan suhudan
tekanan uap sehingga mencapai suhu 570 0C dan tekanan sekitar 200 bar yang
menyebabkan pipa ikut berpijar merah.
6. Uap dengan tekanan dan suhu yang tinggi inilah yang menjadi sumber tenaga
turbin tekanan tinggi (11) yang merupaka turbin tigkat pertama dari 3
tingkatan.
7. Untuk mengatur turbin agar mencapai set point, kita dapat menyeting steam
governor valve (10) secara manual maupun otomatis.
8. Suhu dan tekanan uap yang keluar dari turbin tekanan tinggi (11) akan sangat
berkurang drastic, untuk itu uap ini dialirkan kembali ke boiler re-heater (21)
untuk meningkatkan suhu dan tekanan kembali.
9. Uap yang sudah dipanaskan kembali digunakan sebagai penggerak turbin
tingkat kedau atau disebut turbin tekanan sedang (9) dan keluarannhya
langsung digunakan untuk menggerakkan turbin tingkat 3 atau turbin tekanan
rendah (6).
10. Uap keluaran dari turbin tingkat 3 menggunakan suhu sedikir diatas titik
didih,

Anda mungkin juga menyukai