Anda di halaman 1dari 7

1.

Definisi Insomnia

Insomnia adalah kesulitan untuk memulai tidur atau kesulitan untuk


mempertahankan tidur, atau gangguan tidur yang membuat penderita merasa
belum cukup tidur saat terbangun (Edinger et al, 2001).

2. Terapi Farmakologi Insomnia

Terdapat beberapa pertimbangan dalam memberikan pengobatan insomnia


yaitu memiliki efek samping minimal, mempunyai onset yang cepat dan
mempersingkat proses memulai tidur, dan lama kerja obat tidak mengganggu
aktivitas di siang hari (Anne et al, 2000 ; Erika et al, 2004). Terapi pengobatan
insomnia diklasifikasikan menjadi dua yaitu benzodiazepine dan non
benzodiazepine (Savard et al, 2011).

2.1 Benzodiazepine

Efek benzodiazepine adalah hipnotik-sedatif. Sifat dari hipnotik-sedatif


adalah perbaikan ansietas, euphoria, dan kemudahan tidur sehingga
benzodiazepine digunakan sebagai obat anti insomnia (Michael et al, 2005).
2.1.1 Farmakodinamik Benzodiazepine

Farmakodinamik dari golongan benzodiazepine yaitu sedasi, hipnotik,


efek konvulsan dan relaksasi otot. Sedasi dapat didefinisikan dengan menurunkan
tingkat respons stimulus tetap dengan penurunan dalam aktivitas dan ide spontan.
Perubahan ini terjadi pada dosis rendah.

Golongan benzodiazepine dapat menimbulkan efek hipnotik pada dosis


tinggi. Efek benzodiazepine pada pola tidur adalah mengurangi waktu jatuh tidur
(sleep latency) dan mengurangi jumlah waktu terbangun dan waktu yang
diperlukan pada tingkatan 0 (waktu terjaga).

Pada dosis tinggi, benzodiazepine dapat sedikit mendepresikan ventilasi


alveoli dan menyebabkan asidosis respirator. Efek ini biasanya terjadi pada pasien
dengan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK).

Beberapa zat hipnotik – sedatif dalam golongan benzodiazepin


mempunyai efek inhibisi atas refleks polisinaptik dan transmisi internunsius, dan
pada dosis tinggi bisa menekan transmisi pada sambungan neuromuskular otot
rangka.

2.1.2 Farmakokinetik Benzodiazepine

Benzodiazepin merupakan basa lemah yang sangat efektif diarbsorbsi pada


pH tinggi yang ditemukan dalam duodenum. Rearbsorbsi di usus berlangsung
dengan baik karena sifat lipofil dari benzodiazepin dengan kadar maksimal
dicapai pada 1⁄2 sampai 2 jam. Pengecualian adalah pada penggunaan
klordiazepoksida, oksazepam dan lorazepam. Karena sifatnya yang kurang
lipofilik, maka kadar maksimumnya baru tercapai pada 1-4 jam. Distribusi
terutama di otak, hati dan jantung. Beberapa diantara zat benzodiazepin
mengalami siklus enterohepatik.

Jika diberikan suposituria, rearbsorbsinya agak lambat. Tetapi bila


diberikan dalam bentuk larutan rektal khusus, rearbsorbsinya sangat cepat. Oleh
karena itu bentuk ini sangat sering diberikan pada keadaan darurat seperti pada
kejang demam.

Karena zat-zat ini bersifat lipofilik, maka sawar plasenta mampu ditembus
dan zat-zat ini dapat mencapai janin. Namun karena aliran darah ke plasenta
relatif lambat, maka kecepatan dicapainya darah janin relatif lebih lambat
dibandingkan ke sistem saraf pusat. Akan tetapi, jika zat ini diberikan saat
sebelum lahir, maka akan menimbulkan penekanan fungsi vital neonatus.

Metabolisme di hati sangat bertanggung jawab terhadap pembersihan dan


eliminasi dari semua benzodiazepin. Kebanyakan benzodiazepin mengalami fase
oksidasi, demetilasi, dan hidroksilasi menjadi bentuk aktif. Kemudian dikonjugasi
menjadi glukoronida oleh enzim glukoronil transferase.

Kebanyakan hasil metabolit benzodiazepin golongan long acting adalah


dalam bentuk aktif yang mempunyai waktu paruh yang lebih lama dari induknya.
Sehingga lebih dapat menyebabkan efek hangover dari pada golongan short
acting pada penggunaan dosis ganda. Yang perlu diwaspadai adalah pada
penggunaan golongan short acting lebih dapat menyebabkan efek abstinens. Efek
ini timbul karena penggunaannya dapat menekan zat endogen. Sehingga pada
penghentian mendadak, zat endogen tidak dapat mencapai maksimal dalam waktu
cepat. Sehingga terjadilah gejala abstinens yang lebih parah daripada sebelum
penggunaan zat tersebut.

2.1.3 Efek Samping Benzodiazepine

Beberapa efek samping dapat timbul selama pemakaian awal. Efek


tersebut antara lain adalah rasa kantuk, pusing, nyeri kepala, mulut kering, dan
rasa pahit di mulut. Adapun efek samping lainnya seperti hangover yaitu efek sisa
yang disebabkan adanya akumulasi dari sisa metabolit aktif. Jika ini terjadi pada
pengendara kendaraan bermotor, resiko terjadinya kecelakaan meningkat lebih
dari lima kali lipat. Amnesia Retrograde yaitu efek samping ini bisa dimanfaatkan
oleh bagian bedah untuk menghilangkan sensasi ngeri karena melihat proses
pembedahan dan gejala paradoksal yaitu berupa eksitasi, gelisah, marah-marah,
mudah terangsang, dan kejang-kejang, serta ketergantungan yaitu efek ini
biasanya lebih bersifat psikologis. Timbulnya efek ini karena timbulnya gejala
abstinens yang menyebabkan pemakai merasa lebih nyaman jika menggunakan
zat ini. Jika terjadi menahun, hal ini akan menimbulkan kompulsif. Sehingga
terjadilah ketergantungan fisik. Toleransi yaitu efek ini terjadi setelah 1-2 minggu
pemakaian. Abstinens yaitu gejala yang timbul merupakan gejala yang mirip
bahkan lebih parah dibandingkan gejala sebelum dipakainya benzodiazepin. Misal
timbulnya nightmare, perasaan takut, cemas, dan ketegangan yang hebat.

2.1.4 Ketergantungan Benzodiazepine

Pada penggunaan benzodiazepin dalam dosis tinggi (yang terutama


digunakan untuk mendapatkan daya sedasi), benzodiazepin akan sangat menekan
produksi inhibitor endogen yang ada dalam tubuh. Jika penggunaannya dihentikan
secara mendadak, zat endogen tersebut tidak dapat kembali ke tingkat semula
sebelum ditekan oleh konsumsi benzodiazepin. Akibatnya akan terjadi efek
penarikan atau yang biasa dikenal dengan withdrawal effects.

Kadar endogen yang tidak dapat kembali ke tingkat semula ini akan
memperparah keadaan. Hal ini dikarenakan tertekannya efek inhibisi sistem saraf
pusat, sedangkan efek zat eksogen (benzodiazepin sudah tidak ada). Akibatnya
terjadi eksitasi tanpa terhambat pada sistem saraf pusat. Keadaan ini menyebabkan
efek abstinens yaitu efek yang mirip sebelum obat diberikan.
Pada penggunaan yang salah efek tersebut akan terjadi. Akan tetapi
penderita akan kembali merasa nyaman saat kembali menggunakan obat tersebut.
Karena merasa nyaman setelah penggunaan kembali obat inilah yang
menyebabkan ketergantungan psikologis dan fisik terhadap benzodiazepin. Hal
inilah yang menjadi awal ketergantungan. Semakin lama dipakai, maka akan
terjadi efek kompulsif pada pengguna. Lama kelamaan akan menjadi
ketergantungan fisik akibat produksi endogen tubuh yang sangat berkurang karena
tertekan oleh penggunaan benzodiazepin.

Hal lain yang harus diperhatikan saat pemberian benzodiazepin adalah


bahwa obat ini mempunyai dosis letal yang sangat tinggi dan dapat menyebabkan
toleransi pada penggunaan lebih dari 1-2 minggu.

2.2 Non Benzodiazepine

2.3 Barbiturat

2.3.1 Farmakodinamik Barbiturat

Efek utama barbiturat ialah depresi system saraf pusat. Semua tingkat
depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, · hipnosis, berbagai · tingkat anestesia,
koma, sampai kematian. Barbiturat tidak dapat mengurangi rasa nyeri tanpa
disertai hilangnya kesadaran, dan dosis kecil barbiturat dapat meningkatkan reaksi
terhadap rangsangan nyeri. Pada beberapa individu , dan dalam keadaan tertentu,
misalnya adanya rasa sakit, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah
menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan
adanya depresi pusat penghambatan.

Efek hipnotik barbiturat meningkatkan total lama tidur dan mempengaruhi


tingkatan tidur yang bergantung kepada dosis. Seperti halnya benzodiazepin,
barbiturat mengurangi masa tidur laten, jumlah terbangun, dan lama tidur dan
tidur gelombang pendek.

2.3.2 Farmokinetik Barbiturat

Hipnotik-sedatif barbiturat yang biasanya di- berikan secara oral diabsorbsi


cepat dan sempurna. Barbiturat bentuk garam natriumnya diabsorbsi lebih
cepat dari pada bentuk asam bebasnya, ter- utama bila diberikan sebagai
sediaan cair. Mula kerja bervariasi antara 10-60 men it, bergantung kepada zat
serta bentuk formulasinya, dan diham- bat oleh adanya makanan di lambung.
Secara suntikan IV, barbiturat digunakan untuk mengatasi status epilepsi, dan
menginduksi serta memper- tahankan anestesi umum.

Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat lewat plasenta. Barbiturat yang
sangat larut lemak, yang digunakan sebagai penginduksi anestesi, misalnya
thiopentaf dan metoheksital, setelah pemberian secara IV. akan ditimbun di
jaringan lemak dan otot. Hal ini menyebabkan penurunan kadarnya dalam
plasma dan otak secara cepat, menyebabkan pasien sadar dalam waktu 5-15
menit setelah penyuntik dengan dosis anestetik. Setelah depot lemak jenuh,
terjadi redistribusi ke aliran sistemik, akibatnya pemulihan setelah pem- berian
barbiturat sangat larut lemak memerlukan waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA

Anne MMHH, Renee C. Anna L. The Diagnosis and Management of


Insomnia in Clinical Practice. CMAJ. 2000 ; 162 : 216-220

Erika N. Susan L. John ED. Treatment of Primary Insomnia. JABFP. June :


2004 ; 17 : 212-218

Michael H et al. Chronic Insomnia. New England Journal; 2005

Savard J et al. Chronic insomnia and immune functioning. America: American


psychosomatic Society; 2003.

Syarif A et al. 2007. Farmakologi dan Terapi. Badan Penerbit FK UI : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai