Anda di halaman 1dari 3

Nama : Mela Fitriana

No. Bp :1710811007

Mata Kuliah : Kebijakan Publik

Analisis kasus dengan menggunakan model implementasi kebijakan publik

Fenomena/kasus : Larangan penjualan minuman beralkohol (minol) dan minuman keras (miras)
di kota Padang

Peraturan daerah (perda) : Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 08 Tahun 2012, tentang
pengawasan, pengendalian dan pelarangan minuman beralkohol.

Sejak 16 April 2015, minuman beralkohol (minol) atau minuman keras (miras) dilarang dijual
pada minimarket-minimarket di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan
(Permendag) No. 6 tahun 2015 mengenai Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan,
Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol. Menurutnya, pengawasan peredaran miras di
Kota Padang sudah dilakukan dengan adanya Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 08 Tahun
2012, tentang pengawasan, pengendalian dan pelarangan minuman beralkohol. Dengan Perwako,
pembentukan badan pengawas juga sudah dilakukan.

Sebelumnya, peraturan membatasi penjualan minuman beralkohohol sampai 5 persen dan


minuman beralkohol tidak boleh dibeli dibawah umur 21 tahun. Tapi banyak yang melanggar.
Oleh karena itu, aturan baru daripada cuma 5 persen lemah, lebih baik ditiadakan sekalian di
sektor minimarket.

Perda Minuman Beralkohol itu tidak terlaksana maksimal, termasuk dikarenakan pajak di hotel
berbintang yang dinilai terlalu memberatkan. Pajak minuman beralkohol di hotel berbintang
dinilai terlalu tinggi oleh pihak hotel sehingga penerapan perdanya juga tidak
maksimalpada2016.

Selain itu adanya berbagai kajian dari tokoh masyarakat, organisasi Islam di daerah setempat,
Perda Minuman Beralkohol dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah sebab ada pembiaran
pemasaran di hotel bintang tiga hingga lima. Namun, menyangkut tidak adanya pengajuan revisi
perda hingga akhir 2016 serta tidak masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2017,
maka pihak penegak perda dapat menindak oknum yang menjual minuman beralkohol
sembarangan merujuk pada perda yang sudah ada saja. Pengawasan tersebut diperlukan sebab
masih ada oknum yang menjual minuman berakohol di pinggir jalan, bahkan seperti dilakukan
pembiaran di kawasan Simpang Haru, Siteba, Pondok serta sejumlah supermarket.

Meskipun dari aspek sosial budaya warga kota Padang tidak memiliki budaya meminum
minuman beralkohol, namun kenyataannya peredaran minuman beralkohol secara ilegal cukup
banyak di temukan di kota Padang. Beberapa contohnya adalah pedagang-pedagang kecil yang
menjual minuman beralkohol Pak taufik di Alai dan buk Noviah di simpang Aru. Mereka
menjual di warung-warung kecil.

Pemerintah kota Padang sudah mengeluarkan Peraturan daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2012
tentang pengawasan, pengendalian dan pelarangan minuman beralkohol. Menurut perda, Penjual
minuman beralkohol harus memiliki izin. Surat izin usaha perdagangan (SIUP) untuk penjual
minuman alkohol golongan A, Surat izin usaha perdagangan-Minuman beralkohol (SIUP-MB)
bagi penjual minuman alkohol golongan B dan C. Pengawasan penjualan minuman beralkohol
merupakan suatu kebutuhan sehingga peredarannya dapat dipantau oleh pihak pihak yang
memang telah ditunjuk oleh pemerintah Kota Padang, sehingga dapat menekan dampak negatif
dari minuman beralkohol ini. Apabila penjualan dan penggunaan minuman ini tidak diawasi
pelaksanaannya dengan baik maka dapat berdampak buruk/negatif terhadap masyarakat yang
akan mengkonsumsinya.

Model kebijakan yang saya gunakan dalam kasus ini adalah model kebijakan menurut Van Meter
dan Van Horn

1. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan


Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut Van Horn dan Van
Meter apa yang menjadi standar tujuan harus dipahami oleh para individu (implementor)
yang bertanggung jawab atas pencapaian standard an tujuan kebijakan.
2. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Hal ini perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh
mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan
sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari
kegagalan kinerja emplementasi kebijakan.
3. Kecenderungan pelaksana/implementator
Pemahaman pelaksana tentang tujuan umum maupun ukuran-ukuran dasar dan tujuan-
tujuan kebijakan merupakan satu hal yang penting. Implementasi kebijakan yang berhasil
harus diikuti oleh kesadaran terhadap kebijakan tersebut secara menyeluruh. Hal ini
berarti kegagalan suatu implementasi kebijakan sering diakibatkan oleh ketidaktaatan
para pelaksana terhadap kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai