Anda di halaman 1dari 11

MATA KULIAH : PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

MINI RISET

Dosen Pengampu : Pdt. Selfi Sihombing, S.Th., M.Si., MP.dK

Oleh

Putri Mandaoni Pakpahan (4183510007)

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU NPENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

APRIL 2020
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga Makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah membantu dengan memberi saran dalam pengambilan materi.

Dengan harapan yang besar, semoga makalah ini dapat membantu para pembaca untuk
dijadikan pengetahuan ataupun sebagai pedoman untuk mencari atau sebagai pembanding.

            Demikianlah pengantar tugas ini dan penulis berharap semoga tugas ini dapat digunakan
sebagaimana mestinya.

Medan, 29 April 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Agama Kristen yang kita kenal sekarang ini masuk ke Indonesis melalui orang-orang

Eropa (Barat) mulai pada abad 16 yang lalu. Tetapi dalam penelitian sejarah belakangan ini,

telah ditemukan suatu bukti yang memberi petunjuk bahwa sekitar pertengahan abad ke tujuh

(kira-kira tahun 645 M) yang lalu kekristenan telah pernah masuk di Indonesia yakni di

daerah Barus, Tapanuli Tengah. Hal ini diketahui dari sebuah dokumen sejarah kuno di

Mesir yang melaporkan bahwa di sebuah tempat bernama Pancur (dekat Barus) telah pernah

berdiri beberapa biara Kristen. Kekristenan yang dijumpai di Barus itu dibawa oleh

pedagang-pedagang Kristen Nestorian dari Mesopotamia atau Persia. Pada waktu itu Barus

sudah merupakan sebuah kota pelabuhan yang ramai disinggahi oleh pedagang-pedagang

dari banyak negara dan bahkan menjadi sebuah kota perdagangan yang laris, karena daerah

sekitar Barus itu banyak menghasilkan kapur Barus yang pada waktu itu merupakan bahan

perdagangan yang sangat laris, terutama ke Mesopotamia dan Mesir. Tetapi tidak diketahui

dengan jelas sampai kapan kekristenan di sana bisa berlangsung. Dan kekristenan yang

pernah ada di sana itu tidak berkesinambungan, karena tidak ada orang-orang Kristen di

Indonesia sekarang yang berasal dari kalangan Kristen Nestorian tersebut. Rupanya

kekristenan yang di Barus itu sempat menjadi hilang lenyap, setelah pedagang-pedagang

Nestorian itu meninggalkan tempat tersebut.


Kemudian kekristenan masuk ke Indonesia pada abad 16, ini sangat dimotori oleh datangnya

orang-orang Portugis dari Eropa (mulai datang ke Indonesia tahun 1522). Ada tiga faktor

yang mendorong kedatangan orang-orang Portugis ke Indonesia dan daerah-daerah Asia

lainnya.

Faktor pertama ialah alasan ekonomi. Mereka mau mencari keuntungan yang besar

dengan berusaha menguasai perdagangan sampai ke Indonesia, di mana diperoleh banyak

rempah-rempah sebagai bahan perdagangan yang sangat laris di Eropa pada waktu itu.

Faktor kedua ialah alasan politis. Mereka mau melumpuhkan kekuatan Turki (yang sudah

beragama Islam), yang sebelumnya telah menguasai perdagangan antara Asia dan Eropa.

Pada waktu itu dengan mengandalkan kekuatan ekonominya, bangsa Turki telah mencoba

memperluas pengaruh dan kekuasaannya sampai ke Eropa.

Faktor ketiga ialah alasan agama. Sebagai penganut Kristen Roma Katolik (RK), mereaka

merasa bertanggungjawab untuk menyiarkan agama Kristen itu di negeri-negeri yang baru

mereka temukan di luar Eropa.

Adanya penemuan-penemuan daerah-daerah baru ini oleh orang-orang Portugis sangat

menyenangkan bagi pimpinan gereja RK di Roma, sehingga Paus segera mendorong orang-

orang Portugis menyebarkan agama Kristen itu di daerah-daerah yang baru ditemukan

tersebut. Sebagai rangsangan untuk usaha ini, Paus memberi hak: “padroado” kepada raja

Portugis. Hak yang sama juga diberikan kepada raja Spanyol yang menemukan Filipina dan

Amerika Selatan. Padroado berarti raja sebagai majikan atau pelindung gereja di wilayah

yang dikuasainya. Itu berarti raja diberi hak atau wewenang untuk mengurus gereja dan

misi gereja di daerah kekuasaannya itu, antara lain hak untuk mengangkat uskup,

membangun gereja dan biara-biara, dan mengurus keperluan ibadah dan belanja pengurus
gereja. Dan juga diberi hak untuk mengutus penginjil-penginjil ke tengah-tengah bangsa-

bangsa yang dijumpai di daerah baru itu. Bagi pemikiran Eropa, pemberian hak seperti itu

adalah lumrah, karena pada waktu itu di Eropa berlaku suatu semboyan yang mengatakan:

“Cuuius Regio, Illius Religio”, yang artinya siapa punyai negeri dia juga punya agama.

Artinya siapa yang berkuasa di satu-satu daerah, maka agama dari rajanya itulah yang harus

dipeluk oleh rakyatnya. Missionaris RK yang sangat terkenal di Indonesia dan seluruh Asia

ialah Fransiscus Xaverius yang menginjili di Asia dari tahun 1542 sampai kematiannya tahun

1552. Di Indonesia (Maluku) dia bekerja dari tahun 1546-1547. Pada tahun 1622, gereja RK

telah menetapkan Xaverius sebagai salah seorang “santo” (orang kudus).

Agama Kristen Protestan mula-mula masuk ke Indonesia oleh orang-orang Belanda yang

datang ke Indonesia mulai tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelius de Houtman. Alasan

yang mendorong kedatangan Belanda ke Indonesia yang paling menonjol ialah untuk

berdagang. Mereka ingin memonopoli perdagangan antara Asia dan Eropa. Dengan

kebijaksanaan pemerintah Belanda, pedagang-pedagang Belanda itu dipersatukan dalam satu

kompeni (serikat) yang bernama: “Verenigde Oostindische Compagnie” (Persatuan Maskapei

di India Timur) yang disingkat dengan VOC, tahun 1602. VOC ini kemudian menjadi

pemerintah atau penguasa di Indonesia, karena kepadanya pemerintah Belanda memberi hak

dan kekuasaan untuk mengangkat militernya, membuat mata uang, dan mengadakan

hubungan diplomatik dengan negara-negara lain, dll. Dengan kekuasaan ini maka VOC bisa

bertindak keras di Indonesia demi memajukan usaha perdagangan mereka.

Sebagai pedagang, orang-orang Belanda tidak begitu mengutamakan usaha penginjilan.

Usaha penyebaran Injil kepada orang-orang pribumi hanya dilakukan apabila usaha itu

diperkirakan membawa keuntungan bagi usaha dagangnya. Apabila ada suatu suku tertentu
mau dikristenkan, adalah dengan maksud supaya suku itu dapat dengan mudah dikuasai dan

bisa setia kepada penguasa Belanda. Untuk daerah-daerah yang sudah Islam, VOC tidak

mengusahakan pekabaran Injil, karena mereka takut akan memperoleh perlawanan dari

masyarakat Islam tersebut. Di wilayah-wilayah yang sudah dikuasai oleh VOC gereja

didirikan, semua pendetanya digaji oleh VOC. Dan setelah VOC bubar tahun 1799, gereja-

gereja yang didirikan oleh VOC itu diambil-alih oleh pemerintah Belanda. Gereja-gereja

yang berada di tangan pemerintah Belanda ini disebut: Gereja Protestan di Indonesia.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Sejarah berdiri gereja misi injili Indonesia di subulussalam aceh?

2. Bagaimana Kendala pelayanan gereja misi injili Indonesia di subulussalam aceh?

3. Bagaimana Kelemahan pelayanan gereja misi injili Indonesia di subulussalam aceh?

4. Bagaimana Keunggulan pelayanan gereja misi injili Indonesia di subulussalam aceh?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui sejarah berdiri gereja misi injili Indonesia di subulussalam aceh

2. Untuk mengetahui kendala pelayanan gereja misi injili Indonesia di subulussalam aceh

3. Untuk mengetahui kelemahan pelayanan gereja misi injili Indonesia di subulussalam aceh

4. Untuk mengetahui keunggulan pelayanan gereja misi injili Indonesia di subulussalam

aceh

1.4 MANFAAT

1. Megetahui sejarah berdiri gereja misi injili Indonesia di subulussalam aceh

2. Mengetahui kendala pelayanan gereja misi injili Indonesia di subulussalam aceh

3. Mengetahui kelemahan pelayanan gereja misi injili Indonesia di subulussalam aceh

4. Mengetahui keunggulan pelayanan gereja misi injili Indonesia di subulussalam aceh


BAB II

ISI

2.1 Sejarah Berdiri Gereja Misi Injili Indonesia Di Subulussalam Aceh

Berdiri dari perintisan ibu Pdt DR Mirna Lumbanggaol. Beliau dulu mengadakan

pembinaan-pembinaan keluarga. Pada masa penginjilan di daerah ini umumnya masyarakat

sangat jauh dari kata pembinaan. Gereja sudah ada di daerah Subulussalam pada masa-masa

perintisan. Gereja itu adalah HKBP dan gereja Katolik. Tetapi tidak ada hamba Tuhan yang

ditempatkan di daerah ini. Banyak masyarakat terikat okulitsme/perdukunan dan jauh dari

pastoral seorang Gembala.

Pendeta datang awalnya dengan kerinduan pembinaan bagi orang-orang Kristen di

Subulussalam. Dengan membuat persekutuan-persekutuan rumah. Banyak yang menentang

persekutuan itu, dikatakan sesat dan lari dari ajaran gereja. Mereka-mereka yang ikut

persekutuan itu ditegur gereja dan pada akhirnya diputus sepihak oleh gereja. Gereja GKPPD

menuduh persekutuan itu aliran sesat tidak sesuai dengan kaidah ajaran Firman Tuhan. Memang

pada pergerakan persekutuan itu banyak mengumandangkan pembersihan orang atau keluarga-

keluarga dari semua okultisme. Ibu Mirna datang awalnya dengan kerinduan pembinaan bagi

orang-orang Kristen di Subulussalam. Dengan membuat persekutuan-persekutuan rumah.

Banyak yang menentang persekutuan itu, dikatakan sesat dan lari dari ajaran gereja. Mereka-

mereka yang ikut persekutuan itu ditegur gereja dan pada akhirnya diputus sepihak oleh gereja.

Gereja GKPPD menuduh persekutuan itu aliran sesat tidak sesuai dengan kaidah ajaran Firman

Tuhan. Memang pada pergerakan persekutuan itu banyak mengumandangkan pembersihan orang
atau keluarga-keluarga dari semua okultisme. Maka gereja GMII memutuskan daerah ini jadi

daerah POS PI.

2.2 Kendala Pelayanan Gereja Misi Injili Indonesia Di Subulussalam Aceh

Kendala pelayanan gereja misi injili Indonesia di subulussalam aceh ada dua bagian, yaitu

1) Kendala Dari Pemerintah

Pemerintah di Subulussalam menganut Syariat Islam, pemerintah menolak

pertambahan gereja di Aceh. Tetapi karena perlindungan dan pimpinan Tuhan para

pendiri gereja ini pada akhirnya mendapat ijin ibadah dari pemerintah. Pada saat

pendirian gereja ini masih dalam wilayah Aceh Singkil. Setelah pemekaran gereja ini

masuk wilayah Kotamadya Subulussalam.

2) Kendala Dari Jemaat

Dari sudut jemaat banyak juga tantangan, karena daerah ini adalah daerah perantau

dan terdiri dari beragam suku dan latar belakang kerohanian. Tempat tinggal seluruh jemaat

di Subulussalam juga tidak menetap dalam satu tempat saja. Semisal hanya dalam satu desa

atau dalam satu kecamatan saja. Mereka ada yang tinggal di kaki bukit, ada di perusahaan-

perusahaan sawit, bahkan ada yang tinggal jauh dari wilayah kota Subulussalam. Kondisi

yang jauh dari lokasi gereja ini membuat mereka terkendala hadir tiap minggu. Lokasi jauh

dari gereja mereka yang tidak punya kendaraan harus menyiapkan dana transport yang

cukup besar. Bagi yang punya kendaraan sepeda motor hanya satu juga terkendala, karena

bagi yang punya anak banyak atau yang sudah dewasa tidak bisa semua ke gereja tiap

minggu. Mereka-mereka ini bergiliran beribadah ke gereja tiap minggu oleh karena kondisi

itu. Pekerjaan mereka yang umumnya para pekerja di PT Sawit, kondisi keuangan gereja
tidak maksimal juga dalam pendanaan kehidupan seorang hamba Tuhan full time, banyak

ibu-ibu/istri-istri tidak bisa baca tulis, beberapa kepala rumah tangga juga tidak bisa baca,

satu kendala dalam pelayanan ini juga datang dari hampir setengah dari jemaat ini bergumul

adanya keluarga mualaf atau pindah agama ke Islam.

2.3 Kelemahan Pelayanan Gereja Misi Injili Indonesia Di Subulussalam Aceh

Adapun kelemahan yang didapat dalam pelayanan di subulussalam aceh ini, yaitu :

1) Jemaat di Subulussalam ini sangat lemah dari gizi dan pendidikan

2) Ibu-ibu hamil tidak familier minum susu ibu hamil dan juga tidak pergi ke posyandu

3) anak-anak umumnya tidak imunisasi

4) keluarga-keluarga yang jauh dari kota anak-anak tidak sekolah

5) Anak-anak yang belum cukup umur sudah nikah yang disahkan oleh adat.

2.4 Keunggulan Pelayanan Gereja Misi Injili Indonesia Di Subulussalam Aceh

Adapun keunggulan yang didapat dalam pelayanan di subulussalam aceh ini, yaitu :

1) Gereja mendapat ijin ibadah di wilayah-wilayah lain yang fanatic di Indonesia

2) Pemuda setempat yang muslim juga sangat menjaga toleransi

3) Kerinduan-kerinduan dari jemaat dalam ibadah jadi pemikat tersendiri bagi siapa saja

yang melayani di daerah ini

4) Gereja telah memiliki rumah hamba Tuhan, memiliki gedung sekolah minggu dan juga

gedung gereja sendiri


BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN

Anda mungkin juga menyukai