Anda di halaman 1dari 13

Dosen Pengampu Mata Kuliah

Anida Yuspa, M.Pd Ilmu Lughah

FONEM SEGMENTAL

Disusun oleh:

Firda Auliani 18.25.1.1.0542


Mahrita 18.25.1.1.0547
Nor Kholis Majid 18.25.1.1.0578

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) DARUL HUJRAH
MARTAPURA
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam.
Yang mana atas ridho dan izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah dengan tepat
waktu.
Makalah dengan pembahasan Fonem Segmental ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada kita semua tentang apa saja yang ada dalam makalah Fonem Segmental.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Dan dengan makalah ini semoga bisa kita ambil pelajaran untuk kita terapkan
dalam kehidupan kita sehari-hari.

Martapura, 23 Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………... i


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….. ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………… 2
C. Tujuan …………………………………………………………………………….. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Fonem dan Jenisnya .……………………………………………………... 3
B. Fonem-Fonem dalam Bahasa Indonesia ………………………………………….. 5
C. Fonem Segmental ………………………………………...……………………….. 7
BAB III
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………. 9
B. Kritik dan Saran …………………………………………………………………... 9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fonologi mengkaji bunyi bahasa secara umum dan fungsional.1 Fonemik adalah
bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa dengan memperhatikan
apakah bunyi tesebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sebagai
mana diketahui bahwa fonemik sacara fungsional dipertentangkan dengan fonetik,
karena fonemik mengkhususkan perhatianya pada makna yang ditimbulkan oleh
sebuah bunyi bahasa ketika dituturkan sedangkan fonetik hanya memfokuskan
bagaimana bunyi bahasa dapat dituturkan secara benar baik dari segi cara maupun
dari segi tempat artikulasinya.
Dalam bidang fonemik kita akan mempelajari tentang perbedaan makna yang
ditimbulkan oleh perbedaan cara penuturan dalam suatu bunyi bahasa. Hal ini sangat
penting karena dalam pembelajaran bahasa khususnya bahasa Indonesia kita akan
dihadapkan pada berbagai masalah bunyi-bunyi bahasa yang secara sepintas sama
akan tetapi sangat berbeda dari segi makna yang ditimbulkannya.
Dalam Linguistik dipelajari bahwa fonem setiap bahasa terbagi atas fonem
segmental dan suprasegmental. Fonem segmental adalah fonem yang dapat dianalisa
keberadaannya. la terdiri atas vokal dan konsonan. Fonem suprasegmental adalah
fonem yang keberadaannya harus berada bersamasama dengan fonem segmental.2

1
Abdul Chaer, Linguistik Umum. (PT Rineka Cipta: Jakarta, 2007), h. 24
2
Ritha Maruanaya, Analisis Interpretasi Fonem Segmental dan Suprasegmental (Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman: Tanoar, 2007), Vol. 5 No. 2. 1-15

1
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai
berikut:
1. Jelaskan yang dimaksud dengan fonem dan jenisnya?
2. Sebutkan fonem-fonem dalam bahasa Indonesia?
3. Jelaskan yang dimaksud dengan fonem segmental?

C. Tujuan

Dengan memberikan pemaparan mengenai Fonem Segmental diharapkan kita


dapat:
1. Memahami mengenai fonem dan jenisnya
2. Memahami fonem-fonem dalam bahasa Indonesia
3. Memahami fonem segmental

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Fonem dan Jenisnya

Fonem adalah bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna.
Kenneth L. Pike mengatakan “A phoneme is one of the significant units of sounds or
a contranstive sound unit.” L. Bloomfield mengatakan “A minimum unit of
distinctive sound feature is a phoneme. “Berdasarkan rumusan tersebut jelaslah
bahwa fonem mempunyai “fungsi pembeda”, yaitu pembeda makna. Bunyi-bunyi
ujar merupakan unsur bahasa terkecil yang merupakan bagian dari struktur kata dan
yang sekaligus berfungsi untuk membedakan makna.3
Yang menjadi masalah adalah bagaimana cara mengetahui bahwa kesatuan
bunyi terkecil tersebut berfungsi sebagai pembeda makna? Satu-satunya cara yang
bisa ditempuh adalah melakukan pembuktian secara empiris, yaitu dengan
membandingkan bentuk-bentuk linguistik bahasa yang diteliti. Dengan demikian,
kalau kita ingin mengetahui fungsi bunyi bahasa Indonesia, misalnya, kita harus
membandingkan bentuk-bentuk linguistik bahasa indonesia.
Di dalam bahasa indonesia dijumpai bentuk-bentuk linguistik [palaŋ] ‘palang’.
Bentuk ini bisa dipisah menjadi lima bentuk linguistik yang lebih kecil, yaitu [p], [a],
[l], [a], dan [ŋ]. Kelima bentuk itu linguistik ini (masing-masingnya) tidak
mempunyai makna. Jika salah satu bentuk linguistik terkecil tersebut (misalnya [p])
diganti dengan bentuk linguistik terkecil lain (misalnya diganti [k], [t], [j], [m], [d],
[g], maka makna bentuk linguistik yang lebih besar, yaitu [palaŋ] akan berubah.
[kalaƞ] ’sangga’ [malaƞ] ‘celaka’
[talaƞ] ‘sejenis ikan [dalaƞ] ‘dalang’
[jalaƞ] ‘liar’ [galaƞ] ‘galang’
Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang bersifat
fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan makna.

3
Mansur Muslich, Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia.
(Bumi Aksara: Jakarta, 2008) h. 2

3
Fonem dalam bahasa mempunyai beberapa macam lafal yang bergantung pada
tempatnya dalam kata atau suku kata. Contoh fonem /t/ jika berada di awal kata atau
suku kata, dilafalkan secara lepas. Pada kata /topi/, fonem /t/ dilafalkan lepas. Namun
jika berada di akhir kata, fonem /t/ tidak diucapkan lepas. Bibir kita masih tetap rapat
tertutup saat mengucapkan bunyi, misal pada kata /buat/.
Berdasarkan bukti empiris tersebut diketahui bahwa bentuk linguistik terkecil
[p] berfungsi membedakan makna terhadap bentuk linguistik yang lebih besar, yaitu
[palaŋ], walaupun [p] sendiri tidak mempunyai makna. Bentuk linguistik terkecil
yang berfungsi membedakan makna itulah disebut fonem. Jadi, bunyi [p] adalah
realisasi dari fonem /p/.
Pengertian fonem juga bisa diarahkan pada distribusinya, yaitu perilaku bentuk
linguistic terkcil dalam bentuk linguistik yang lebih besar.
Perhatikan data bentuk-bentuk linguistik berikut.
[palaƞ] ‘palang’ [atap] ‘atap’
[pita] ’pita’ [sap’tu] ‘sabtu’
[sapu] ‘sapu’ [kap’sul] ‘kapsul’
Dari deretan bunyi di atas dapat diketahui bahwa bunyi stop bilabial tidak
bersuara (tercetak tebal) diucapkan secara berbeda. Pada deretan kiri diucapkan
plosif, sedangkan deretan kanan diucapkan implosif. Kedua jenis bunyi ini
mempunyai kesamaan fonetis. Setelah diamati, ternyata bunyi stop bilabial tidak
bersuara diucapkan secara plosif apabila menduduki posisi onset silaba (mendahului
nuklus), sedangkan bunyi stop bilabial tidak bersuara diucapkan secara implosif
apabila menduduki posisi koda silaba (mengikuti nuklus). Bunyi-bunyi yang
mempunyai kesamaan fonetis dan masing-masing berdistribusi komplementer
merupakan alofon dari fonem yang sama, yaitu /p/.
Sebagai bentuk linguistik terkecil yang membedakan makna, wujud fonem
tidak hanya berupa bunyi-bunyi segmental (baik vokal maupun konsonan), tetapi bisa
juga berupa unsur-unsur suprasegmental (baik nada, tekanan, durasi, maupun jeda).
Walaupun kehadiran unsur suprasegmental ini tidak bisa dipisahkan dengan bunyi-
bunyi segmental, selama ia bisa dibuktikan secara empiris sebagi unsur yang bisa
membedakan makna, ia disebut fonem.

4
B. Fonem-Fonem dalam Bahasa Indonesia

Setiap bunyi bahasa memiliki peluang yang sama untuk menjadi fonem.
Namun, tidak semua bunyi bahasa pasti akan menjadi fonem. Bunyi itu harus diuji
dengan beberapa pengujian penemuan fonem. Nama fonem, ciri-ciri fonem, dan
watak fonem berasal dari bunyi bahasa. Adakalanya jumlah fonem sama dengan
jumlah bunyi bahasa, tetapi sangat jarang terjadi. Pada umumnya fonem suatu bahasa
lebih sedikit daripada jumlah bunyi suatu bahasa.
Berdasarkan kenyataan, ternyata di dalam bahasa Indonesia hanya ditemukan
fonem segmental saja, dan bunyi suprasegmental tidak terbukti dapat membedakan
arti. Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia tidak ditemukannya fonem
suprasegmental. Itulah sebabnya dalam kajian berikut ini hanya dibicarakan fonem
segmental bahasa Indonesia yang meliputi fonem vocal, fonem konsonan, dan fonem
semi konsonan.
1. Fonem Vokal
Ada lima dalil atau lima prinsip yang dapat diterapkan dalam penentuan
fonem-fonem suatu bahasa. Kelima prinsip itu berbunyi sebagai berikut:
a. Bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip apabila berada dalam pasangan
minimal merupakan fonem-fonem.
b. Bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip apabila berdistribusi
komplementer merupakan sebuah fonem.
c. Bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip apabila bervariasi bebas,
merupakan sebuah fonem.
d. Bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip, yang berada dalam pasangan
mirip merupakan sebuah fonem sendiri-sendiri.
e. Setiap bunyi bahasa yang berdistribusi lengkap merupakan sebuah fonem.
Di antara kelima dalil diatas, hanya tiga buah dalil yang merupakan dalil yang
kuat, yaitu dalil (a), (b), dan (c). dalil (d) dan (e) merupakan dalil yang lemah.
Ada sejumlah pengertian yang harus dipahami didalam dalil-dalil atau
didalam prinsip-prinsip diatas. Pengertian-pengertian yang penulis maksudkan,
yaitu:

5
a. Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip
Dasar yang dipakai untuk menentukan apakah bunyi-bunyi itu mirip
secara fonetis ataukah tidak ialah lafal dan daerah artikulasi bunyi itu. Bunyi-
bunyi yang dapat dikatakan mirip secara fonetis adalah sebagai berikut:
1) Bunyi-bunyi yng lafalnya mirip dan seartikulasi. Misalnya, bunyi [p] dan
[b].
2) Bunyi-bunyi yang lafalnya mirip dan daerah artikulasinya berdekatan.
Misalnya, bunyi [b] dan [d].
3) Bunyi-bunyi yang lafalnya jauh berbeda dan seartikulasi. Misalnya,
bunyi [b] dan [m].
4) Bunyi-bunyi yang lafalnya mirip dan daerah artikulasinya berjauhan.
Misalnya, bunyi [m] dan [n].
b. Pasanan Minimal
Pasangan minimal merupakan pasangan dua kata dasar yang artinya
berbeda, jumlah dan urutan bunyinya sama, dan didalamnya hanya berbeda
satu bunyi. Dari sebuah pasangan minimal hanya dapat diperoleh dua fonem.
Misalnya, gali [gali] – kali [kali] adalah pasangan minimal dan dari pasangan
minimal ini diperoleh dua fonem, yaitu /g/ dan /k/.
c. Distribusi Komplementer
Bila mana dua bunyi dikatakan berada dalam distribusi yang
komplementer atau yang mempunyai distribusi yang komplementer? Untuk
dapat mengetahui hal ini, perlu dilihat tempat kedua bunyi tersebut berada.
Tempatnya dapat ditentukan dengan melihat jenis bunyi yang mengapitnya
atau dapat juga ditentukan dengan melihat jenis suku tempatnya berada.
Selanjutnya, yang perlu diperhatikan ialah bahwa kedua bunyi tidak pernah
saling tukar tempat. Artinya, kalau bunyi yang satu selalu diapait oleh bunyi
desis, maka bunyi yang satunya lagi selalu diapait oleh bunyi yang bukan
desis. Apabila dua bunyi telah dapat dibuktikan tempatnya seperti ini, mak
berarti kedua bunyi itu berada dalam distri busi komplementer atau keduanya
berdistribusi komplementer. Demikian pula, kalau ada dua bunyi yang satu
selalu ditemulan pada suku terbuka yang satunya lagi selalu ditemukan pada
suku tertutup, maka berarti kedua bunyi itu berada dalam distribusi yang
komplementer.
6
C. Fonem Segmental

Segmental adalah fonem yang bisa dibagi. Contohnya, ketika kita mengucapkan
“Bahasa”, maka nomina yang dibunyikan tersebut (baca: fonem), bisa dibagi menjadi
tiga suku kata: ba-ha-sa. Atau dibagi menjadi lebih kecil lagi sehingga menjadi: b-a-
h-a-s-a.
Segmental adalah fonem yang bisa dibagi. Contohnya, ketika kita mengucapkan
“Bahasa”, maka nomina yang dibunyikan tersebut (baca: fonem), bisa dibagi menjadi
tiga suku kata: ba-ha-sa. Atau dibagi menjadi lebih kecil lagi sehingga menjadi: b-a-
h-a-s-a.
Segmental menurut Suhairi mengacu pada pengertian bunyi-bunyi yang dapat
disegmentasi atau dipisah-pisahkan.4 Kata matang misalnya, dapat disegmentasi
menjadi /m/,/a/,/t/,/a/,/n/,/g/. Jelas bunyi-bunyi tersebut menunjukkan adanya fonem.
Sedangkan menurut Muslich, bunyi segmental ialah bunyi yang dihasilkan oleh
pernafasan, alat ucap dan pita suara.5 Bunyi Segmental ada empat macam. Dengan
demikian, sebenarnya bunyi-bunyi bahasa yang telah diuraikan sebelumnya adalah
bunyi segmental.
Senada dengan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa segmental adalah
suatu bentuk fonem yang bisa dibagi. Menurut Muchlis, klasifikasi bunyi segmental
didasarkan atas berbagai macam kriteria yaitu (1) ada tidaknya gangguan, (2) pita
suara, (3) mekanisme artikulasi, dan (4) tinggi rendahnya lidah.6 Unsur bunyi
segmental yakni terdapat pada jenis bunyi-bunyi vokal dan konsonan yang dapat
diperoleh dari kata berikut:
1. Ada tidaknya gangguan
Yang dimaksud dengan gangguan adalah penyempitan atau penutupan
yang dilakukan oleh alat-alat ucap atas arus udara dalam pembentukan
bunyi. Dilihat dari ada tidaknya gangguan ketika bunyi diucapkan, bunyi

4
J. W. M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum. (Gadjah Mada University Press: Yogyakarta,
2010) h. 48
5
Mansur Muslich, Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia.
(Bumi Aksara: Jakarta, 2008) h. 80
6
Mansur Muslich, Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia.
(Bumi Aksara: Jakarta, 2008) h. 46-53

7
dapat dibedakan menjadi dua yaitu bunyi vokoid (vokal) seperti pada kata
dan bunyi kontoid (konsonan).
2. Pita suara
Dilihat dari bergetar tidaknya pita suara ketika bunyi dihasilkan,
bunyidapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bunyi mati dan bunyi hidup.
Bunyi mati yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara tidak melakukan
Gerakan membuka menutup sehingga getarannya tidak signifikan seperti
bunyi [k], [p], [t], [s]. sedangkan bunyi hidup yaitu bunyi yang dihasilkan
dengan pita suara dengan etika membuka dan menutup secara cepat
segingga bergetar dengan signifikan seperti bunyi [g], [b], [d], [z]. dari
beberapa bunyi mati dan hidup dapat diperoleh data penelitian pada bunyi
[s] dan [b].
3. Mekanisme akulturasi
Yang dimaksud mekanisme artikulasi adalah alat ucap yang mana
bekerja atau bergerak etika menghasilkan bunyi etika. Berdasarkan
kriteria ini, mekanisme artikulasi pada bunyi dapat dilihat dari bunyi lamino
palatal yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan tengah lidah (lamina)
dan langit-langit keras (palatum). Caranya tengah lidah (sebagai
etika ator) menyentuh langit-langit keras (sebagai titik artikulasi)
misalnya pada bunyi [c], dan [j]. Dari temuan data dapat dimasukkan kata
cimol yang diklasifikan ke dalam mekanisme bunyi artikulasi. Kata cimol
diawali dengan bunyi lamino palatal yakni pada kata [c]imol.
4. Tinggi rendahnya lidah
Tinggi rendahnya lidah etika bunyi itu diucapkan, bunyi dapat dilihat
agak tinggi dimana bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah
meninggi, sehingga agak mendekati langit-langit keras, dengan cara rahang
atas agak merapat ke rahang atas. Misalnya pada bunyi [o]. Dari data
penelitian diperoleh bunyi [o] pada kata es woles yakni dapat ditulis menjadi
es w[o]les.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi
bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa
secara umum dan fungsional.
Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang bersifat
fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan makna. Varian
fonem berdasarkan posisi dalam kata, misal fonem pertama pada kata makan dan
makna secara fonetis berbeda. Variasi suatu fonem yang tidak membedakan arti
dinamakan alofon.
Dalam hal kajian fonetik, perlu adanya fonemisasi yang ditujukan untuk
menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan makna tersebut.
Dengan demikian fonemisasi itu bertujuan untuk (1) menentukan struktur fonemis
sebuah bahasa, dan (2) membuat ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa.
Gejala fonologi Bahasa Indonesia termasuk di dalamnya yaitu penambahan
fonem, penghilangan fonem, perubahan fonem, kontraksi, analogi, fonem
suprasegmental. Pada tataran kata, tekanan, jangka, dan nada dalam bahasa
Indonesia tidak membedakan makna. Namun, pelafalan kata yang menyimpang
dalam hal tekanan, dan nada kan terasa janggal.

B. Kritik dan Saran


Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Apabila terdapat kesalahan mohon dapat dimaafkan dan dimaklumi, karena kami
hanyalah hamba Allah yang tak luput dari salah, khilaf dan lupa.
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan. Dan juga dengan sumber-sumber
yang lebih banyak tentunya sehingga dapat dipertanggung jawabkan. Dan tentunya
kritik dan saran dari pembaca akan sangat membantu tugas dan perbaikan kami.

9
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Maruanaya, Ritha. 2007. Analisis Interpretasi Fonem Segmental dan


Suprasegmental Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa
Jerman. Tanoar, Vol. 5 No. 2. 1-15.

Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskritif


Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Verhaar, J.W.M. 2001. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai