Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 4


Angka kematian merupakan indikator keberhasilan sistem pelayanan
kesehatan suatu negara. Sedangkan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah indikator
dalam bidang obstetri. Sekitar 800 wanita meninggal setiap hari disebabkan oleh hal
yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan (WHO 2012).
World Health Organisation (WHO) memperkirakan diseluruh dunia terdapat
kematian ibu sebesar 500.000 jiwa per tahun. Kematian tersebut terjadi terutama di
negara berkembang sebesar 99%. Meskipun jumlahnya sangat besar, tetapi tidak
menarik perhatian karena kejadian terbesar (sporadis), sebenarnya kematian ibu dan
bayi mempunyai peluang besar untuk dicegah dengan meningkatnya kerja sama
antara pemerintah, swasta dan badan-badan sosial lainnya (Manuaba, 2010).
Penyebab kematian ibu yang paling utama adalah perdarahan sekitar 60-70%,
dibandingkan sebab-sebab lain seperti pre-eklamsia dan eklamsia 10-20%, infeksi 20-
30% (Manuaba, 2008). Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan
terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam
pertama. Dengan demikian asuhan pada masa nifas diperlukan dalam periode ini
karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya (Saefudin, 2011).
Perdarahan post partum menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Dua
pertiga dari semua kasus perdarahan pasca persalinan terjadi pada ibu tanpa faktor
risiko yang diketahui sebelumnya, dua pertiga kematian akibat perdarahan tersebut
adalah dari jenis retensio plasenta, dan tidak mungkin memperkirakan ibu mana yang
akan mengalami atonia uteri maupun perdarahan (WHO, 2008).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah sebanyak
lebih dari 500cc yang terjadi setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau sesudah
kelahiran plasenta. Menurut waktu kejadiannya, perdarahan postpartum sendiri dapat
dibagi atas perdarahan postpartum primer yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi
lahir, dan perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam sampai
dengan 6 minggu setalah kelahiran bayi (Sarwono, 2008).
Perdarahan, khususnya perdarahan post partum yang disebabkan karena sisa
plasenta dimana tertinggalnya sisa plasenta atau selaput plasenta didalam rongga
rahim yang mengakibatkan perdarahan post partum dini (early postpartum
hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang
2

biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Apabila pada pemeriksaan USG
diperoleh kesimpulan adanya sisa plasenta tahap pertama bisa dilakukan eksplore
digital (jika servik terbuka) atau mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila
servik hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan
kuretase. Bidan dapat kolaborasi dengan dokter untuk melakukan kuretase (Sarwono,
2008).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu diadakan studi kasus untuk
mengetahui lebih lanjut “ bagaimana asuhan kebidanan pada “Ny. R” P1a0 post
partum 1 hari dengan riwayat pendarahan postpartum dan sisa plasenta? ’’
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umun
Untuk lebih memahami asuhan kebidanan pada kasus Kegawatdaruratan
Maternal pada ibu yang mengalami sisa plasenta sehingga dapat melaksanakan
asuhan kebidanan yang tepat
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian data subyektif secara komprehensif pada Ibu yang
mengalami sisa plasenta.
b. Melakukan pengkajian data obyektif secara komprehensif pada Ibu yang
mengalami sisa plasenta.
c. Dapat menentukan dan mengidentifikasi masalah (analisa) yang muncul
pada Ibu yang mengalami sisa plasenta.
d. Dapat menentukan penatalaksanaan dalam asuhan pada Ibu yang
mengalamisisa plasenta.
3

BAB 2
KONSEP TEORI
2.1. Pengertian
Plasenta yang masih tertinggal disebut rest plasenta. Gejala klinis rest plasenta
adalah terdapat subinvolusi uteri, terjadi perdarahan sedikit yang berkepanjangan,
dapat juga terjadi perdarahan banyak mendadak setelah berhenti beberapa waktu,
perasaan tidak nyaman di perut bagian bawah (Manuaba, 2010).Selaput yang
mengandung pembuluh darah ada yang tertinggal menyebabkan perdarahan segera.
Gejala yang kadang – kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus
tidak berkurang. Sisa plasenta yang masih tertinggal di dalam uterus dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan. Bagian plasenta yang masih menempel pada
dinding uterus mengakibatkan uterus tidak adekuat sehingga pembuluh darah yang
terbuka pada dinding uterus tidak dapat berkontraksi/ terjepit dengan sempurna
(Maritalia, 2012)
Rest Plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi. Perdarahan
yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa plasenta. Jika pada
pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka harus dilakukan
eksplorasi dari cavum uteri. Potongan – potongan plasenta yang ketinggalan tidak
diketahui biasanya menimbulkan perdarahan post partum (Saleha, 2009).
2.2. Etiologi
Faktor penyebab utama perdarahan baik secara primer maupun sekunder adalah
grande multipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun, persalinan yang
dilakukan tindakan, pertolongan kala uri sebelum waktunya, pertolongan persalinan
oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa, pengeluaran plasenta tidak hati- hati
(Rukiyah dan Yulianti, 2010). Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomaly dari uterus
atau serviks kelemahan dan tidak efektifitas kontraksi uterus, Kelainan dari plasenta,
misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa, implantasi dari cornu dan adanya
plasenta akreta. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari
uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang
juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta, serta pemberian
anastesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus, (Prawirohardjo, 2010)
2.3. Patofisiologi
Menurut, (Saifudin, A.B, 2010) setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan
berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot - otot uterus menyelesaikan proses ini pada
4

akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan


menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung continue,
miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran
juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat
perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta
yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkan menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan,
dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus
berada di antara serat - serat otot miometrium yang saling bersilang. Kontraksi serat -
serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh
darah terjepit serta perdarahan berhenti. Pengamatan terhadap persalinan kala tiga
dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka
perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat
dibagi dalam empat fase yaitu :
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi kurang 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya
dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding
uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara
plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta,
yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di
lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak
turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul
didalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan
plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan
normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan mengguanakan
ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari
tempat implantasinya.
Tanda - tanda pelepasan plasenta adalah sering ada pancaran darah yang
mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya menjadi semakin padat,
uterus meninggi kearah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk
ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari
5

tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding rahim atau atas
vagina. Kadang- kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan
inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering
tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan
tindakan artifisal untuk menyempurnakan persalinan kala tiga.
2.4. Komplikasi
Komplikasi Rest Plasenta Komplikasi sisa plasenta adalah polip plasenta artinya
plasenta masih tumbuh dan dapat menjadi besar, perdarahan terjadi intermiten
sehingga kurang mendapat perhatian, dan dapat terjadi degenerasi ganas menuju
korio karsinoma dengan manifestasi klinisnya. Menurut Manuaba 2008, memudahkan
terjadinya :
1. Anemia yang berkelanjutan
2. Infeksi puerperium
3. Kematian akibat perdarahan
2.5. Diagnosa
Diagnosa Rest Plasenta Diagnosis pada rest plasenta dapat ditegakkan
berdasarkan :
1. Palpasi Uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.
2. Memeriksa plasenta apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari sisa plasenta
4. Sisa Plasenta atau selaput ketuban
5. Robekan rahim
6. Plasenta suksenturiata
7. Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah h.
Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test),
dll
2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Dengan perlindungan antibiotik sisa plasenta dikeluarkan secara
digital atau dengan kuret besar. Jika ada demam ditunggu dulu sampai suhu turun
dengan pemberian antibiotik dan 3 – 4 hari kemudian rahim dibersihkan, namun jika
perdarahan banyak, maka rahim segera dibersihkan walaupun ada demam (Saleha,
2009) Keluarkan sisa plasenta dengan cunam ovum atau kuret besar. Jaringan yang
melekat dengan kuat mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha untuk melepas
plasenta terlalu kuat melekatnya dapat mengakibatkan perdarahan hebat atau
6

perforasi uterus yang biasanya membutuhkan tindakan hisrektomi (Prawirohardjo,


2009). Menurut Morgan & Hamilton (2009) terapi yang biasa digunakan :
1. Pemasangan infus dan pemberian uterotonika untuk mempertahankan keadaan
umum ibu dan merangsang kontraksi uterus.
2. Kosongkan kandung kemih
3. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi
4. Antiobiotika ampisilin dosis awal 1 gr IV dilanjutkan dengan 3x1 gram per oral
dikombinasikan dengan metrodinazol 1 gram suppositoria dilanjutkan dengan
3x500 mg, Oksitosin 10 IU, Methergin 0,2 mg peroral setiap 4 jam sebanyak 6
dosis.
5. Dukung dengan analgesik bila kram.
6. Mungkin perlu dirujuk ke rumah sakit untuk dilatasi dan kuretase bila terdapat
perdarahan.
7. Observasi tanda – tanda vital dan perdarahan
8. Bila kadar HB 8 gr%, berikan sulfas ferosis 600mg/hari selama 10 hari Sisa
plasenta bisa diduga kala uri berlangsung tidak lancar atau setelah melakukan
plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat
melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri
eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah
terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual/
digital atau kuret dan pemberian uterotonika.
2.7. Pencegahan
Pencegahan Rest Plasenta Pencegahan terjadi perdarahan post partum merupakan
tindakan utama, sehingga dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi
upaya preventif dapat dilakukan dengan :
1. Meningkatkan kesehatan ibu, sehingga tidak terjadi anemia dalam kehamilan.
2. Meningkatan usaha penerimaan KB.
3. Melakukan pertolongan persalinan di rumah sakit bagi ibu yang mengalami
perdarahan post partum.

Memberikan uteronika segera setelah persalinan bayi, kelahiran plasenta


dipercepat, (Manuaba, I.B.G, 2007). Menurut Manuaba (2010) untuk menghindari
terjadinya sisa plasenta dapat dilakukan dengan membersihkan kavum uteri dengan
membungkus tangan dengan sarung tangan sehingga kasar, mengupasnya sehingga
7

mungkin sisa membran dapat sekaligus dibersihkan, segera setelah plasenta lahir
dilakukan kuretase menggunakan kuret post partum yang besar.

BAB 3
TINJAUAN TEORI ASKEB

3.1 Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Biodata
Umur dicatat dalam hitungan tahun. (Estiwidani, 2008 : 140). Resiko
retensio plasenta akan semakin meningkat bagi wanita yang usianya kurang
dari 16 tahun dan di atas 35 tahun beresiko tinggi mengalami sisa plasenta
terutama pada grandemultipara. (Manuaba, 2010).
b. Keluhan utama
Keluhan yang terjadi pada ibu nifas dengan sisa plasenta adalah mengalami
perdarahan yang lebih banyak, pasien mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, menggigil (Mochtar, 2012).
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan yang lalu
Kelainan hormonal, gangguan nutrisi, penyakit infeksi menahun.
Dilihat dari factor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah
plasenta previa, bekas seksio sesaria, pernah dilakukan kuret berulang
dan multiparitas sehingga kemungkinan sebagian kecil dari plasenta
masih tertinggal dalam uterus dan menimbulkan Perdarahan
postpartum primer atau sekunder (Saifuddin, 2006)
2) Riwayat kesehatan sekarang
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau
setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon
yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan
masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi
rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terkait (Saifuddin,
2006 ).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Bila ada keluarga yang mempunyai penyakit menurun, menahun dan
menular, maka bayi atau ibu bersalin memiliki resiko untuk tertular
atau memiliki penyakit tersebut. Jika ada keluarga memiliki penyakit
8

keturun (DM, hipertensi, asma) maka klien tersebut atau ibu sendiri
mempunyai faktor resiko akibat proses persalinan (Winkjosastro,
2007).
d. Riwayat kebidanan
1) Riwayat Hamil
Kehamilan salah satu penyebab perdarahan postpartum adalah
grandemultipara, primigravida, anemia (Manuaba, 2010)
2) Riwayat persalinan
Riwayat persalinan perlu dikaji karena faktor penyebab perdarahan
postpartum adalah persalinan yang dilakukan dengan tindakan :
Pertolongan kala uri sebelum waktunya, persalinan oleh dukun,
persalinan dengan tindakan, persalinan dengan narkoba.(Manuaba,
2010)
3) Riwayat Nifas
Plasenta manual dengan segera dilakukan bila terdapat riwayat
perdarahan post partum berulang, terjadi perdarahan post partum
melebihi 400 cc (Manuaba, 2010).
4) Riwayat KB
Meningkatkan penerimaan keluarga berencana sehingga memperkecil
terjadinya retensio plasenta (Manuaba, 2010).
5) Pola kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi

Makanan yang beranekaragam yang mengandung karbohidrat,

protein hewani, protein nabati, sayur, dan buah – buahan.

Kebutuhan air minum pada ibu menyusui pada 6 bulan pertama

adalah 14 gelas sehari dan pada 6 bulan kedua 12 gelas perhari

(Kemenkes RI,2016).

b. Eliminasi

BAK normalnya 3-4 jam dan BAB harus dilakukan 3-4 hari

pascapersalinan (Marmi,2012).

c. Personal hygiene
9

Membersihkan daerah kelamin, mencuci tangan dengan sabun dan

air, serta mengganti pembalut minimal 2 kali sehari (Saifuddin,

2014).

d. Istirahat

Istirahat normalnya 7-8 jam per hari untuk tidur [ CITATION Mar112

\l 1033 ]. Istirahat yang tidak cukup dapat mengurangi jumlah ASI

yang diproduksi, memperlambat proses involusi uterus,

menyebabkan depresi [ CITATION Sai141 \l 1033 ].

e. Seksual

Memulai coitus ketika darah merah berhenti dan ibu dapat

memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa

nyeri [ CITATION Sai091 \l 1033 ].

6) Riwayat Ketergantungan
Merokok dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada
uterus sehingga menghambat proses involusi, sedangkan alkohol dan
narkotika mempengaruhi kandungan ASI (Manuaba, 2012).
2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan umum
Keadaan umum pasien kesakitan/tidak, bisa baik/lemah. TTV sebagai
berikut:
1) Tanda-tanda syok, tekanan sistolik < 90 mmHg
2) Denyut nadi > 100 dpm dicurigai hipotiroidisme [ CITATION Mar112 \l
1033 ].
3) Suhu tubuh lebih dari 37oC perlu diwaspadai adanya infeksi (Romauli,
2011).
b. Antropometri : BB cenderung mengalami penurunan.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala

Kulit pucat dan rambut rapuh dapat mengindikasikan kekurangan

nutrisi [ CITATION Wal12 \l 1033 ].


10

2) Muka

Ekspresi wajah kesakitan menahan nyeri, keluar keringat dingin dan

tampak anemis [ CITATION IAC122 \l 1033 ].

3) Mata

Bentuk simetris, konjungtiva pucat menandakan anemia.Sklera normal

berwarna putih, bila kuning menandakan ibu mungkin terinfeksi

hepatitis.(Manuaba,2012)

4) Leher

Normal bila tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada

pembesaran limfe dan tidak ditemukan bendungan vena jugularis

[ CITATION Rom11 \l 1033 ].

5) Dada

Tidak ada pembesaran kelenjar limfe pada ketiak, bentuk dada

simetris, pernafasan teratur, tidak ada retraksi intercostae, tidak ada

wheezing dan ronchi [ CITATION Mar112 \l 1033 ].

6) Abdomen

Menurut Manuaba (2012), uterus selama persalinan mengalami

kontraksi sehingga dapat menutup pembuluh darah pada bekas

implantasi plasenta

7) Genetalia

Genetalia yang harus diperiksa adalah pengeluaran lochea, pada

pemeriksaan vulva dan perineum adalah penjahitan laserasi atau luka

episiotomi, pembengkakan, luka dan hemoroid (Saifuddin, 2014).

Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya

sebagai berikut:
11

(1) Lochea rubra keluar dari hari ke 1- 3 hari, berwarna, merah dan

hitam, berisi darah segar dan selaput ketuban.

(2) Lochea sanguinolenta,keluar dari hari ke 3-7 hari, berwarna putih

bercampur merah, berisi darah dan lendir.

(3) Lochea serosa, keluar dari hari ke 7-14 hari, berwarna kekuningan.

(4) Lochea alba, keluar setelah hari ke 14, berwarna putih.

8) Anus

Hemorrhoid sering terjadi pada wanita hamil sebagai akibat dari

konstipasi dan peningkatan tekanan vena pada bagian bawah karena

pembesaran uterus [ CITATION Sai10 \l 1033 ].

9) Ektremitas

Pengkajian ekstremitas bawah dilakukan pemeriksaan kaki untuk

mengetahui adanya varises, warna kemerahan pada betis, atau edema

[ CITATION Bah091 \l 1033 ] .Adanya tromboplebitis dan edema yang

disebabkan karena tidak lancarnya peredaran darah saat masa nifas

[ CITATION Ang10 \l 1033 ].

d. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Haemoglobin (Hb)

Pemeriksaan Hb minimal dilakukan untuk memastikan apakah pasien

mengalami anemia atau tidak. Hb 11gr% tidak anemia, Hb 9-10gr%

anemia ringan, Hb 7-8gr% anemia sedang, Hb < 7gr% anemia berat.

Pemeriksaan Hb juga dapat diperiksa dengan menggunakan dipstik

[ CITATION IAC122 \l 1033 ].

2) Pemeriksaan Golongan Darah

Diambil dari darah perifer, bertujuan untuk mengetahui golongan

darah apabila diperlukan transfusi darah [ CITATION Rom11 \l 1033 ].


12

3) Pemeriksaan HbSAg

Bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya virus hepatitis B dalam

darah, baik dalam kondisi aktif maupun sebagai carier [ CITATION

Rom11 \l 1033 ].

4) Pemeriksaan HIV/ AIDS

Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan resiko tinggi kasus

HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV (Kemenkes

RI,2013).

5) Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan USG untuk menentukan sisa plasenta [ CITATION Sai10 \l

1033 ].

3. Analisa Data
Hasil analisa data yang diperoleh pada pengkajian, menginterpretasikannya
secara akurat dan logis untuk menegakkaan diagnosa dan masalah kebidanan
yang tepat (Kemenkes RI, 2011).
3.2 Diagnosa Kebidanan
P1>1APIAH dengan sisa plasenta, KU ibu baik/buruk. Prognosa baik/buruk.
3.3 Perencanaan
Diagnosa : P1>1APIAH dengan sisa plasenta, KU ibu baik/buruk. Prognosa
baik/buruk.
Tujuan : Plasenta dapat dikeluarkan dan tidak terjadi komplikasi.
Kriteria menurut (Manuaba, 2012) :
1. Keadaan umum: kesadaran komposmetis.

2. Tanda-tanda vital:

T: 110/70-130/90 mmHg, N: 60-80 x/menit, S: 36,5-37,5 °C, Rr: 16-24 x/menit

3. Proses involusi normal :

Setelah plasenta lahir TFU setinggi pusat, hari ke- 7 pasca persalinan TFU

pertengahan pusat-simfisis, hari ke-14 pasca persalinan uterus tidak teraba

[ CITATION IAC122 \l 1033 ]


13

4. Kontraksi uterus baik (keras dan bundar)

Intervensi menurut (Saifuddin, 2010) rencana asuhan atau perawatan untuk sisa

plasenta adalah :

1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga


Rasional : Mendukung tindakan selanjutnya
2. Jelaskan prosedur kuretase pasca persalinan dan melakukan persetujuan
tindakan medik.
Rasional : Mendukung tindakan medik selanjutnya
3. Persiapan pasien pasang infus dan pemberian medikamentosa
Rasional : untuk mempertahankan keadaan umum ibu dan
mempertahankan kontraksi
4. Persiapapan operator dan asisten
Rasional : persiapan kamar operasi, penolong dan instrumen yang lengkap
tindakan kurret berjalan lancar.
5. Lakukan pencegahan infeksi sebelum tindakan
Rasional : mencegah terjadinya infeksi
6. Lakukan tindakan kurret sesuai dengan SOP
Rasional : Tindakan kurret lancar tanpa komplikasi
7. Dekontaminasi setelah tindakan
Rasional : meminimalisir penularan virus
8. Lakukan perawatan pasca tindakan curret
Rasional : Sisa plasenta teratasi dan mempercepat pemulihan

3.4 Pelaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011) bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan
secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan. Dilaksanakan evidence
based kepada klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
3.5 Evaluasi
Menurut Kemenkes RI (2011) bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan
berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan,
sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi klien. Evaluasi atau penilaian
dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien. Hasil
evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan/atau keluarga. Hasil
14

evaluasi harus ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien.Evaluasi ditulis


dalam bentuk catatan perkembangan SOAP, yaitu sebagai berikut:
S : Adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa.

O : Adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan.


A : Adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan.
P : Adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penata-

laksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan

segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi,

evaluasi/follow up dan rujukan.


15

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan data subyektif yang di dapat saat melakukan pengkajian kasus
Ny. R, dilakukan anamnesa pada tanggal Senin, 01Januari 2020,ibu kiriman
Puskesmas Pitu dengan P1A0 postpartum spontan 5 jam dengan perdarahan
postpartum + sisa plasenta
Berdasarkan data obyektif Keadaan Umum Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis Pemeriksaan TTV : Tekanan Darah: 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit Respirasi: 22 x/menit Suhu : 36,0O TFU sepusat, kontraksi
uterus lembek, kandung kemih kosong terdapat pengeluaran darah aktif ±50cc,
terpasang DC dengan pengeluaran urine ± 500 cc jernih
Berdasarkan pengkajian data subyektif data obyektif pada Ny “R” didapatkan
analisa Ny. R usia 24 tahun P1A0 post partum 5 jam dengan pendarahan post partum
dan sisa plasenta, post eksplorasi masih terdapat sisa pada cavum uteri. Potensial
terjadi pendarahan, perlu kolaborasi dengan SPOG
Penatalaksanaan asuhan kebidanan pada Ny “R” bidan berkolaborasi dengan
dokter SpOG dalam pemberian asuhan seperti : Melakukan kolaborasi dengan SPOG,
advice yang diberikan :Ambacim 2x1, USG, Jika HB < 8 pro transpusi Melakukan
pemberian tramadol 1 amp IV dilakukan kuretase dengan hasil jaringan keluar ± 50
gram, pendarahan 50 cc Memberikan injeksi metergin 1 amp IV Mengganti RL+Oxy
C6 memberikan terapi oralCefotaxime 1 amp, Asam Mefenamat 3x1,Metergin 3x1
Asuhan kebidanan yang diberikan pada Ny “R” sesuai dengan SOP rumah sakit,
terdapat keselarasan dengan teori yang didapatkan dikampus. Evaluasi yang diperoleh
dari asuhan selama 3 hari di rumah sakit keadaan Ibu sudah lebih baik dan tidak ada
keluhan.

4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis dapat mengemukakan beberapa
saran sebagai berikut :
1. Bagi masyarakat
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat khususnya untuk
lebih mengenal bahaya dan masalah-masalah pada ibu nifas dengan sisa
plasenta, sehingga lebih waspada dalam merawat ibu nifas dengan sisa plasenta.
16

2. Bagi Lahan Praktek


Diharapkan studi kasus ini tetap meningkatkan mutu pelayanan tentang
penatalaksanaan asuhan kebidanan secara komprehensif khususnya pada kasus
ibu nifas dengan sisa plasenta.
3. Bagi Penulis
Diharapkan penulis bisa mengaplikasikan ilmu yang di dapat dari institusi dan
menerapkan di lapangan sehingga dapat meningkatkan dan menambah wawasan
tentang bagaimana asuhan kebidanan pada nifas dengan sisa plasenta.
17

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Y. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka.

Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.

Doenges, Marlyn, 2001. Rencana Perawatan Maternal dan Bayi. Jakarta : EGC.
Estiwidani, Dwiana, dkk. 2008. Konsep Kebidanan.Yogyagkarta : Fitramaya.
Kemenkes RI. 2016. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan dan
JICA

Manuaba, Ida Ayu Candranita,dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan
KB. Jakarta : EGC.
Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Mochtar,Rustam.2012.Sinopsis Obstetri Obstetri Fisiologi Obsteetri Patologi Jilid 1
Edisi 3. Jakarta : EGC.
Romauli, S. 2011. Konsep Dasar Asuhan Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Saifudin, Abdul Bari.2010. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: YBPSP.
Wiknjosastro, G.H. 2014. Asuhan Persalinan Norma. Edisi Revisi 6. Jakarta: JNPK-KR.

Anda mungkin juga menyukai