Anda di halaman 1dari 96

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN KOMPREHENSIF

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan


Kelulusan Praktik Klinik Kebidanan Komprehensif
Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan

Disusun Oleh :

Nama : Priska Akwila

Nim : PO.62.24.2.16.183

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA
PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Praktik Klinik Kebidanan Komprehensif


telah disahkan tanggal: 2020

Mengesahkan,

Pembimbing Institusi ,

Riny Natalina, SST., M.Keb

NIP. 19810413 200212 2 001

Mengetahui,

Koordinator MK. PKK


Ketua Prodi Sarjana Terapan dan Komprehensif
Pendidikan Profesi Bidan

Heti Ira Ayue, SST., M.Keb Erina Eka Hatini, SST., MPH
NIP. 19781027 200501 2 001 NIP. 19800608 200112 2 001
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatnya
kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan laporan hasil kegiatan PRAKTIK KLINIK
KEBIDANAN KOMPPREHENSIF di RSUD dr Doris Sylvanus Palangka Raya.
Laporan ini disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan kelulusan
Praktik Klinik Kebidanan Komprehensif. Penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
laporan ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Dhini, M.Kes selaku direktur Poltekkes Kemenkes Palangka Raya.

2. Ibu Heti Ira Ayue, SST., M. Keb Selaku ketua prodi Sarjana Terapan Kebidanan

3. Ibu Erina Eka Hartini, SST., MPH Selaku dosen penanggung jawab Evaluasi dan
Praktik Kebidanan Komprehensif

4. Ibu Riny Natalina, SST., M.Keb Selaku pembimbing praktik klinik/institusi.

5. Orang Tua tercinta yang telah memberikan dukungan baik mental maupun spiritual

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan hasil kegiatan Praktik Klinik
Kebidanan Komprehensif Semester VI ini, masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik
dan saran yang penulis harapkan guna penyempurnaan laporan dimasa yang akan datang.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Palangka Raya, April 2020


Penyusun

DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGATAR
DAFTAR ISI
TINJAUAN TEORI
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
a. Bagi Mahasiswa
b. Bagi Institusi
c. Bagi Lahan Praktik
BAB II Konsep dan teori Asuhan Kebidanan Komprehensif
A. Pencegahan dan pengedalian infeksi (PPI) Untuk Covid-19
1. Epidemilogi
2. Faktor Risiko
3. Definis
4. Simtologi
5. PPI dalam konteks covid-19
B. Kehamilan
1. Pengertian dan Fisiologi Kehamilan
2. Tanda-tanda kehamilan
3. Pertumbuhan dan perkembangan janin
4. Adaptasi fisiologi dan psikologi pada ibu habil Trimester I, II, dan III
5. Kebutuhan dasar ibu hamil
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan
7. Standar asuhan antenatal
8. Deteksi dini dan tanda bahaya kehamilan
C. Persalinan dan BBL
1. Pengertian Persalinan dan Fisiologis Terjadinya Persalinan
2. Tanda-Tanda Persalinan
3. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Terjadinya Persalinan
4. Mekanisme Persalinan
5. Kebutuhan Ibu Bersalin dan BBL
6. Penapisan
7. Standar Asuhan Persalinan (Kala 1 s.d. 4)
D. Nifas dan Menyusui
1. Pengertian Nifas dan Kunjungan Nifas
2. Fisiologis Nifas
3. Kebutuhan Ibu Masa Nifas
4. Tanda Bahaya Masa Nifas
5. Standar Asuhan Masa Nifas
E. Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah
1. Pengertian Neonatus dan Kunjungan Neonatus
2. Pengertian Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah
3. Fisiologis Tumbuh Kembang
4. Kebutuhan dalam Masa Tumbuh Kembang, Deteksi Dini dan Stimulasi
Tumbuh Kembang
5. Standar Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah
F. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
1. Pengertian Keluarga Berencana
2. Fase dalam pemilihan metode kontrasepsi
3. Metode Kontrasepsi, Efektifitas, Cara Kerja, Efek Samping dan Komplikasi
4. Klasifikasi Persyaratan Medis dalam Penapisan Klien
5. Pengertian Kesehatan Reproduksi
6. Masalah-masalah kesehatan reproduksi yang sering terjadi pada siklus
reproduksi perempuan ( Infertilitas, Infeksi Menular Seksual, Gangguan Haid,
Kehamilan yang tidak diinginkan, Pelvic Inflamatory Diseases (PID),
Gangguan Fisik dan Psikologis Pada Masa Menopause, Kanker Serviks, dan
Kanker Payudara).
7. Deteksi dini gangguan kesehatan reproduksi
8. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja
G. Kegawatdaruratan Maternal
1. Anemia
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Faktor predisposisi
d. Diagnosis
e. Tatalaksana
f. Standar wewenang Bidan dalam Asuhan Ibu Hamil dengan Anemia
2. Hiperemesis Gravidarum
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Faktor predisposisi
d. Tatalaksana
e. Standar wewenang Bidan dalam Asuhan Ibu Hamil dengan hiperemesis
Gravidarum
3. Perdarahan Antepartum
4. Kelainan Letak
5. Kehamialn Ganda
6. Preeklamsi
7. Kelainan Air Ketuban
8. Kelainan Masa Kehamilan
9. Gangguan Jiwa
10. Kehamilan dengan Penyakit Penyerta
11. Perdarahan Pascasalin
12. Inpartu dengan gawat janin
13. Inpartu dengan Induksi
14. Persalinan Lama
15. Inpartu dengan Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
16. Malposisi, Malpresenetasi dan Disproporsi Kepala Panggul (CPD)
17. Metritis
18. Infeksi Luka Perineum dan Luka Abdominal
19. Tetanus
20. Mastitis
21. Gangguan Psiokologis Masa nifas

H. Kegawatdaruratan Neonatal
1. Asfiksia
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Faktor predisposisi
d. Tatalaksana
e. Standar wewenang Bidan dalam Asuhan Neonatus dengan
Asfiksia
2. Bayi Preterm
3. BBLR
4. Hipotermis
5. Hipoglikemi
6. Kejang
7. Tetanus Neonaturum
8. Infeksi
9. Perdarahan Tali Pusat
10. Ikterus
11. Kelainan Kongenital
12. Trauma Lahir
13. Bayi Lahir dari Ibu dengan HIV atau Tuberkolosis
BAB I
LATAR BELAKANG

A. LATAR BELAKANG
Asuhan kebidanan komprehensif merupakan suatu asuhan yang diberikan secara
berkesinambungan yang diberikan kepada perempuan sejak masa kehamilan,persalinan,
bayi baru lahir sampai selesai masa nifas. Asuhan kebidanan komprehensif bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi, sehingga dapat menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang masih tinggi. Berdasarkan
penyebabnya, kematian ibu dapat digolongkan menjadi 2 golongan yaitu kematian
obstetric secara langsung dan tidak langsung. Komplikasi obstetri langsung meliputi
perdarahan, pre eklamsi, infeksi, emboli air ketuban, kelainan letak dan ketuban pecah
dini. Komplikasi langsung merupakan penyebab seringnya kematian ibu. Komplikasi
obstetri tidak langsung meliputi penyakit yang timbul selama kehamilan, persalinan dan
nifas (Asrinah, 2012).
Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia menunjukkan sedikitnya 600.000 wanita
meninggal setiap tahunnya akibat langsung dari komplikasi pasca kehamilan dan
persalinan. Komplikasi tersebut menyebabkan kematian ibu sekitar 75%, dari total kasus
kematian ibu tersebut adalah pendarahan, infeksi, tekanan darah tinggi saat kehamilan,
komplikasi persalinan, dan aborsi yang tidak aman. Beberapa negara memiliki angka
kematian ibu (AKI) yang cukup tinggi seperti Vietnam 49 per 100.000 kelahiran hidup,
Thailand 26 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 27 per 100.000 kelahiran hidup, dan
Malaysia 29 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia
termasuk didalam target pencapaian SDGs pada goal 3. SDGs menargetkan bahwa pada
tahun 2030 indonesia harus menurunkan AKI hingga di bawah 70 meninggal dunia per
100.000 KH. Mengurangi kematian bayi dan balita yang dapat dicegah, dengan
menurunkan kematian neonatal hingga 12 per 1.000 KH dan angka kematian balita 25
per 1.000 KH (Kemenkes RI, 2017).
Angka Kematian Bayi (AKB) di kota Palangka Raya pada tahun 2017 tercatat
1,34/1000 KH yang berarti setiap seribu kelahiran hidup pada tahun 2017 di kota
Palangka Raya terdapat 1 atau 2 kematian bayi. Jumlah kematian bayi di kota Palangka
Raya pada tahun 2017 adalah 7 bayi. Penyebab kematian antara lain adalah asfiksia berat
berjumlah 6 neonatus (86%) dan tetanus neonatorum berjumlah 1 orang (14%).
Tingginya angka kesakitan dan kematian ibu disebabkan oleh perdarahan pada
masa persalinan, komplikasi, sepsis dan lain sebagainya. Hal ini dapat dicegah dengan
pemberian asuhan yang baik pada kehamilan, persalinan sampai nifas. Secara global
80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung. Pola penyebab langsung
dimana-mana sama, yaitu perdarahan ( 25%, biasanya perdarahan pasca persalinan),
sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi
tidak aman (13%), dan sebab-sebab lain (8%). (Prawirohardjo, 2014).
Komplikasi serta penyulit pada persalinan kala I, II, III dan IV masih menjadi salah
satu penyebab tingginya angka mordibitas dan mortalitas ibu dan bayi. Namun,
komplikasi ini dapat dideteksi lebih awal pada masa kehamilan sehingga dapat dilakukan
penatalaksanaan yang tepat. Dimana angka kematian ibu 60% terjadi pada kehamilan dan
komplikasi persalinan, sedangkan 50% terjadi pada masa nifas yaitu 24 jam pertama.
Adapun penyebab kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, toxemia gravidarum,
infeksi, partus lama, komplikasi abortus, dan penyebab lainnya (Saifuddin, 2017).
Kehamilan sebenarnya merupakan proses fisiologis, tetapi kehamilan perlu
dipantau secara berkala untuk memelihara kesehatan ibu dan janin. Untuk itulah perlu
dilakukan pemeriksaan kehamilan berkala (asuhan antenatal). Pada pemeriksaan
kehamilan selain dipantau keadaan ibu dan janin juga dapat direncanakan persalinan,
meningkatkan kesejahteraan keluarga, meningkatkan produktivitas kerja, serta
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat sehingga
angka kematian dapat dihindari (Kemenkes RI,2015).
Pemeriksaan kehamilan dilakukan minimal 8 (empat) kali selama kehamilan,
apabila seorang ibu hamil tidak secara rutin memeriksakan kehamilan kemungkinan
dapat menjadi risiko baik terhadap ibu maupun bayi yang dikandungnya, karena ibu
hamil yang pada mulanya normal dapat menjadi berisiko tinggi untuk terjadinya
komplikasi kehamilan, hal ini dapat menyebabkan kematian baik kepada ibu maupun
janin. Penyebab kematian ibu dan bayi baru lahir disebabkan “ 3 terlambat dan 4 terlalu
“. 3 terlambat tersebut yaitu terlambat mengenali bahaya dan mengambil keputusan,
terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat mendapat pertolongan yang cepat
dan tepat di fasilitas pelayanan kesehatan. Sedangkan 4 terlalau yaitu terlalu muda,
terlalu tua, terlalu sering, dan terlalu banyak (Saifuddin, 2017).
Kelahiran bayi merupakan peristiwa penting bagi kehidupan seorang ibu dan
keluarganya. Sebagai bidan, kita beruntung dapat berbagi peristiwa ini dengan keluarga.
Sangat penting untuk diingat bahwa persalinan ini adalah proses yang normal serta
merupakan suatu kejadian yang sehat. Akan tetapi potensi komplikasi yang mengancam
jiwanya juga selalu ada, sehingga bidan harus memantau ibu dari kehamilan, bersalin,
nifas, perawatan bayi dan saat memutuskan untuk menggunakan alat kontrasepsi.
Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka penurunan AKI, salah satunya
adalah dengan meningkatkan jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih.  Proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih di Indonesia dari tahun ke
tahun telah meningkat, tetapi masih belum mencapai target yang ditentukan yaitu 90%.
Penempatan bidan desa di seluruh provinsi di Indonesia  merupakan salah satu upaya
yang telah dilakukan pemerintah. 
Berdasarkan gambaran tersebut, penulis berupaya melakukan penerapan
manajemen asuhan kebidanan Komprehensif pada Ny. H Umur 23 tahun di RSUD dr
Doris Syilvanus Palangka Raya tahun 2020 yang meliputi Asuhan Kehamilan, Persalinan
dan BBL, Nifas dan Menyusui, Neonatus, Bayi , Balita dan Anak Pra Sekolah, Keluarga
Berencana dan Kesehatan Reproduksi, serta kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
dengan pendokumentasian SOAP.
.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk melakukan asuhan kebidanan komprehersif meliputi asuhan selama
kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, nifas dan KB
2. Tujuan Khusus
a. Untuk melakukan pengkajian pada ibu hamil, bersalin, perawatan bayi baru lahir,
nifas dan KB.
b. Untuk menegakkan diagnosa pada ibu hamil, bersalin, perawatan bayi baru lahir,
nifas dan KB.
c. Untuk menentukan antisipasi masalah yang terjadi pada ibu hamil, bersalin,
perawatan bayi baru lahir, nifas dan KB.
d. Untuk menentukan tindakan segera yang harus dilakukan pada saat kehamilan,
persalinan, bayi baru lahir, nifas dan KB.
e. Untuk menentukan perencanaan pada ibu hamil, bersalin, perawatan bayi baru
lahir, nifas dan KB.
f. Untuk melaksanakan tindakan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dalam
tindakan nyata pada saat kehamilan, persalinan, BBL, nifas dan KB.
g. Untuk melakukan evaluasi pada ibu hamil, bersalin, perawatan bayi baru lahir,
nifas dan KB.
h. Untuk melakukan dokumentasi pada ibu hamil, bersalin, perawatan bayi baru
lahir, nifas dan KB.

C. MANFAAT
a. Bagi Mahasiswa
Mampu menerapkan teori yang didapat selama perkuliahan dan memberikan
asuhan kebidanan bersifat COC (Continuity Of Care) pada ibu hamil, bersalin,
nifas, dan bayi baru lahir dan keluarga berencana.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan materi asuhan kebidanan bagi pembaca, khususnya
mahasiswa lain dalam memberikan asuhan kebidanan yang bersifat COC (Continity
Of Care) pada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir dan (KB) keluaga
berencana.
c. Bagi Lahan Praktik
Dapat memberikan pelayanan yang komprehensif sehingga komplikasi
kehamilan, persalinan, bayi baru lahir dan nifas dapat terdeteksi sedini mungkin.
d. Bagi Pasien dan Keluarga
Agar dapat mengetahui bagaimana keadaan pasien dimulai dari kehamilan,
bersalin, nifas, bayi baru lahir sampai dengan (KB) keluarga berencana.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) untuk Novel Coronavirus (covid-19)


1. Epidemilogi
Pada tanggal 31 Desember 2019, WHO Kantor Negara Tiongkok
menerima kabar kasus-kasus pneumonia yang penyebabnya belum
diketahui. Kasus-kasus ini terjadi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei,
Tiongkok. Oleh pemerintah Tiongkok, pada tanggal 7 Januari, suatu
coronavirus baru (COVID-19) berhasil diisolasi dan diidentifikasi sebagai
virus penyebabnya.

2. Faktor Resiko
Tetesan kecil cairan (droplet) yang disebarkan orang yang terkena,
kontak dengan sekresi pernafasan pasien, permukaan dan peralatan yang
terkontaminasi. Penularan dari hewan dan dari orang ke orang. Belum ada
obat atau vaksin, baru ada langkah-langkah pendukung saja.

3. Definisi
Coronavirus (CoV) adalah famili virus yang menyebabkan berbagai
penyakit, mulai dari batuk pilek hingga penyakit yang lebih parah.
Seringkali CoV bersifat zoonotik (ditularkan dari hewan ke manusia).

4. Simptomologi
Virus biasanya dimulai dengan demam, kemudian batuk kering lalu,
setelah satu pekan mengakibatkan sesak nafas.
- Sakit kepala,
- batuk,
- bersin,
- sesak nafas/kesulitan bernafas,
- gagal ginjal, dan demam.

Gejala-gejala covid-19 di Tahap awal :

- Demam (>38C)
- Batuk
- Sesak napas
- Pilak
- Badan lemah
- Tidak enak badan
- Mual/muntah
- Sakit kepala
- Diare

Gejala-gejala covid-19 di Tahap Lanjut :


Semua gejala tersebut ditambah
- Bronkitis
- Radang paru-paru

5. PPI dalam Konteks Covid-19


Berdasarkan bukti yang tersedia, COVID-19 ditularkan melalui kontak
dekat dan droplet, bukan melalui transmisi udara. Orang-orang yang paling
berisiko terinfeksi adalah mereka yang berhubungan dekat dengan pasien
COVID-19 atau yang merawat pasien COVID-19. Tindakan pencegahan dan
mitigasi merupakan kunci penerapan di pelayanan kesehatan dan masyarakat.
Langkah-langkah pencegahan yang paling efektif di masyarakat meliputi:
 melakukan kebersihan tangan menggunakan hand sanitizer jika tangan
tidak terlihat kotor atau cuci tangan dengan sabun jika tangan terlihat
kotor;
 menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut;
 terapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut
dengan lengan atas bagian dalam atau tisu, lalu buanglah tisu ke tempat
sampah;
 pakailah masker medis jika memiliki gejala pernapasan dan melakukan
kebersihan tangan setelah membuang masker;
 menjaga jarak (minimal 1 m) dari orang yang mengalami gejala
gangguan pernapasan.
1. Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Berkaitan dengan
Pelayanan Kesehatan
1. Strategi-strategi PPI untuk mencegah atau membatasi penularan di
tempat layanan kesehatan meliputi:
a. Menjalankan langkah-langkah pencegahan standar untuk semua pasien
Kewaspadaan standar harus selalu diterapkan di semua fasilitas
pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
aman bagi semua pasien dan mengurangi risiko infeksi lebih lanjut.
Kewaspadaan standar meliputi:
 Kebersihan tangan dan pernapasan; Petugas kesehatan harus
menerapkan “5 momen kebersihan tangan”, yaitu: sebelum menyentuh
pasien, sebelum melakukan prosedur kebersihan atau aseptik, setelah
berisiko terpajan cairan tubuh, setelah bersentuhan dengan pasien, dan
setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien, termasuk permukaan
atau barang-barang yang tercemar. Kebersihan tangan mencakup:
- mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan
antiseptik berbasis alkohol;
- Cuci tangan dengan sabun dan air ketika terlihat kotor;
- Kebersihan tangan juga diperlukan ketika menggunakan dan
terutama ketika melepas APD. Orang dengan gejala sakit
saluran pernapasan harus disarankan untuk menerapkan
kebersihan/etika batuk. Selain itu mendorong kebersihan
pernapasan melalui galakkan kebiasaan cuci tangan untuk pasien
dengan gejala pernapasan, pemberian masker kepada pasien
dengan gejala pernapasan, pasien dijauhkan setidaknya 1 meter
dari pasien lain, pertimbangkan penyediaan masker dan tisu
untuk pasien di semua area.
b. Penggunaan APD sesuai risiko
Penggunaan secara rasional dan konsisten APD, kebersihan tangan
akan membantu mengurangi penyebaran infeksi. Pada perawatan rutin
pasien, penggunaan APD harus berpedoman pada penilaian risiko/antisipasi
kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan kulit yang terluka. APD
yang digunakan merujuk pada Pedoman Teknis Pengendalian Infeksi sesuai
dengan kewaspadaan kontak, droplet, dan airborne. Jenis alat pelindung diri
(APD) terkait COVID-19 berdasarkan lokasi, petugas dan jenis aktivitas
terdapat pada lampiran. Cara pemakaian dan pelepasan APD baik
gown/gaun atau coverall terdapat pada lampiran. COVID-19 merupakan
penyakit pernapasan berbeda dengan pneyakit Virus Ebola yang ditularkan
melalui cairan tubuh. Perbedaan ini bisa menjadi pertimbangan saat
memilih penggunaan gown atau coverall.
- Pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik
- Pengelolaan limbah yang aman Pengelolaan limbah medis sesuai
dengan prosedur rutin
- Pembersihan lingkungan, dan sterilisasi linen dan peralatan perawatan
pasien. Membersihkan permukaan-permukaan lingkungan dengan air
dan deterjen serta memakai disinfektan yang biasa digunakan (seperti
hipoklorit 0,5% atau etanol 70%) merupakan prosedur yang efektif dan
memadai.

2. Memastikan identifikasi awal dan pengendalian sumber


Penggunaan triase klinis di fasilitas layanan kesehatan untuk tujuan
identifikasi dini pasien yang mengalami infeksi pernapasan akut (ARI)
untuk mencegah transmisi patogen ke tenaga kesehatan dan pasien lain.
Dalam rangka memastikan identifikasi awal pasien suspek, fasyankes perlu
memperhatikan: daftar pertanyaan skrining, mendorong petugas kesehatan
untuk memiliki tingkat kecurigaan klinis yang tinggi, pasang petunjuk-
petunjuk di area umum berisi pertanyaan-pertanyaan skrining sindrom agar
pasien memberi tahu tenaga kesehatan, algoritma untuk triase, media KIE
mengenai kebersihan pernapasan. Tempatkan pasien ARI di area tunggu
khusus yang memiliki ventilasi yang cukup Selain langkah pencegahan
standar, terapkan langkah pencegahan percikan (droplet) dan langkah
pencegahan kontak (jika ada kontak jarak dekat dengan pasien atau
peralatan permukaan/material terkontaminasi). Area selama triase perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Pastikan ada ruang yang cukup untuk triase (pastikan ada jarak
setidaknya 1 meter antara staf skrining dan pasien/staf yang masuk
- Sediakan pembersih tangan alkohol dan masker (serta sarung tangan
medis, pelindung mata dan jubah untuk digunakan sesuai penilaian
risiko)
- Kursi pasien di ruang tunggu harus terpisah jarak setidaknya 1m
- Pastikan agar alur gerak pasien dan staf tetap satu arah
- Petunjuk-petunjuk jelas tentang gejala dan arah
- Anggota keluarga harus menunggu di luar area triase-mencegah area
triase menjadi terlalu penuh

3. Menerapkan pengendalian administratif


Kegiatan ini merupakan prioritas pertama dari strategi PPI, meliputi
penyediaan kebijakan infrastruktur dan prosedur dalam mencegah,
mendeteksi, dan mengendalikan infeksi selama perawatan kesehatan. Kegiatan
akan efektif bila dilakukan mulai dari antisipasi alur pasien sejak saat pertama
kali datang sampai keluar dari sarana pelayanan.
Pengendalian administratif dan kebijakan-kebijakan yang diterapkan
meliputi penyediaan infrastruktur dan kegiatan PPI yang berkesinambungan,
pembekalan pengetahuan petugas kesehatan, mencegah kepadatan pengunjung
di ruang tunggu, menyediakan ruang tunggu khusus untuk orang sakit dan
penempatan pasien rawat inap, mengorganisir pelayanan kesehatan agar
persedian perbekalan digunakan dengan benar, prosedur–prosedur dan
kebijakan semua aspek kesehatan kerja dengan penekanan pada surveilans
ISPA diantara petugas kesehatan dan pentingnya segera mencari pelayanan
medis, dan pemantauan kepatuhan disertai dengan mekanisme perbaikan yang
diperlukan.
Langkah penting dalam pengendalian administratif, meliputi
identifikasi dini pasien dengan ISPA/ILI baik ringan maupun berat, diikuti
dengan penerapan tindakan pencegahan yang cepat dan tepat, serta
pelaksanaan pengendalian sumber infeksi. Untuk identifikasi awal semua
pasien ISPA digunakan triase klinis. Pasien ISPA yang diidentifikasi harus
ditempatkan di area terpisah dari pasien lain, dan segera lakukan kewaspadaan
tambahan. Aspek klinis dan epidemiologi pasien harus segera dievaluasi dan
penyelidikan harus dilengkapi dengan evaluasi laboratorium.

4. Menggunakan pengendalian lingkungan dan rekayasa


Kegiatan ini dilakukan termasuk di infrastruktur sarana pelayanan
kesehatan dasar dan di rumah tangga yang merawat pasien dengan gejala
ringan dan tidak membutuhkan perawatan di RS. Kegiatan pengendalian ini
ditujukan untuk memastikan bahwa ventilasi lingkungan cukup memadai di
semua area didalam fasilitas pelayanan kesehatan serta di rumah tangga, serta
kebersihan lingkungan yang memadai. Harus dijaga jarak minimal 1 meter
antara setiap pasien dan pasien lain, termasuk dengan petugas kesehatan (bila
tidak menggunakan APD). Kedua kegiatan pengendalian ini dapat membantu
mengurangi penyebaran beberapa patogen selama pemberian pelayanan
kesehatan.

5. Menerapkan langkah-langkah pencegahan tambahan empiris atas kasus


pasien dalam pengawasan dan konfirmasi COVID-19
a. Kewaspadaan Kontak dan Droplet
- Batasi jumlah petugas kesehatan memasuki kamar pasien COVID-19
jika tidak terlibat dalam perawatan langsung. Pertimbangkan kegiatan
gabungan (misal periksa tanda-tanda vital bersama dengan pemberian
obat atau mengantarkan makanan bersamaan melakukan perawatan
lain).
- Idealnya pengunjung tidak akan diizinkan tetapi jika ini tidak
memungkinkan. batasi jumlah pengunjung yang melakukan kontak
dengan suspek atau konfirmasi terinfeksi COVID-19 dan batasi waktu
kunjungan. Berikan instruksi yang jelas tentang cara memakai dan
melepas APD dan kebersihan tangan untuk memastikan pengunjung
menghindari kontaminasi diri
- Tunjuk tim petugas kesehatan terampil khusus yang akan memberi
perawatan kepada pasien terutama kasus probabel dan konfirmasi untuk
menjaga kesinambungan pencegahan dan pengendalian serta
mengurangi peluang ketidakpatuhan menjalankannya yang dapat
mengakibatkan tidak adekuatnya perlindungan terhadap pajanan.
- Tempatkan pasien pada kamar tunggal. Ruang bangsal umum
berventilasi alami ini dipertimbangkan 160 L / detik / pasien. Bila tidak
tersedia kamar untuk satu orang, tempatkan pasien-pasien dengan
diagnosis yang sama di kamar yang sama. Jika hal ini tidak mungkin
dilakukan, tempatkan tempat tidur pasien terpisah jarak minimal 1
meter.
- Jika memungkinkan, gunakan peralatan sekali pakai atau yang
dikhususkan untuk pasien tertentu (misalnya stetoskop, manset tekanan
darah dan termometer). Jika peralatan harus digunakan untuk lebih dari
satu pasien, maka sebelum dan sesudah digunakan peralatan harus
dibersihkan dan disinfeksi (misal etil alkohol 70%).
- Petugas kesehatan harus menahan diri agar tidak
menyentuh/menggosok– gosok mata, hidung atau mulut dengan sarung
tangan yang berpotensi tercemar atau dengan tangan telanjang.
- Hindari membawa dan memindahkan pasien keluar dari ruangan atau
daerah isolasi kecuali diperlukan secara medis. Hal ini dapat dilakukan
dengan mudah bila menggunakan peralatan X-ray dan peralatan
diagnostik portabel penting lainnya. Jika diperlukan membawa pasien,
gunakan rute yang dapat meminimalisir pajanan terhadap petugas,
pasien lain dan pengunjung.
- Pastikan bahwa petugas kesehatan yang membawa/mengangkut pasien
harus memakai APD yang sesuai dengan antisipasi potensi pajanan dan
membersihkan tangan sesudah melakukannya.
- Memberi tahu daerah/unit penerima agar dapat menyiapkan
kewaspadaan pengendalian infeksi sebelum kedatangan pasien.
- Bersihkan dan disinfeksi permukaan peralatan (misalnya tempat tidur)
yang bersentuhan dengan pasien setelah digunakan.
- Semua orang yang masuk kamar pasien (termasuk pengunjung) harus
dicatat (untuk tujuan penelusuran kontak).
- Ketika melakukan prosedur yang berisiko terjadi percikan ke wajah
dan/atau badan, maka pemakaian APD harus ditambah dengan: masker
bedah dan pelindung mata/ kacamata, atau pelindung wajah; gaun dan
sarung tangan.
b. Kewaspadaan Airborne pada Prosedur yang Menimbulkan Aerosol
Suatu prosedur/tindakan yang menimbulkan aerosol didefinisikan
sebagai tindakan medis yang dapat menghasilkan aerosol dalam berbagai
ukuran, termasuk partikel kecil (<5mkm). Tindakan kewaspadaan harus
dilakukan saat melakukan prosedur yang menghasilkan aerosol dan
mungkin behubungan dengan peningkatan risiko penularan infeksi,seperti
intubasi trakea,ventilasi non invasive, trakeosomi, resusitasi jantung paru,
ventilasi manual sebelum intubasi dan bronkoskopi. Tindakan kewaspadaan
saat melakukan prosedur medis yang menimbulkan aerosol:
- Memakai respirator partikulat seperti N95 sertifikasi NIOSH, EU FFP2
atau setara. Ketika mengenakan respirator partikulat disposable, periksa
selalu kerapatannya (fit tes).
- Memakai pelindung mata (yaitu kacamata atau pelindung wajah).
- Memakai gaun lengan panjang dan sarung tangan bersih, tidak steril,
(beberapa prosedur ini membutuhkan sarung tangan steril).
- Memakai celemek kedap air untuk beberapa prosedur dengan volume
cairan yang tinggi diperkirakan mungkin dapat menembus gaun.
- Melakukan prosedur di ruang berventilasi cukup, yaitu di sarana-sarana
yang dilengkapi ventilasi mekanik, minimal terjadi 6 sampai 12 kali
pertukaran udara setiap jam dan setidaknya 160 liter/ detik/ pasien di
sarana–sarana dengan ventilasi alamiah.
- Membatasi jumlah orang yang berada di ruang pasien sesuai jumlah
minimum yang diperlukan untuk memberi dukungan perawatan pasien.
kewaspadaan isolasi juga harus dilakukan terhadap suspek dan
konfirmasi COVID-19 sampai hasil pemeriksaan laboratorium rujukan
negatif.

2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Isolasi di Rumah


(Perawatan di Rumah)
Isolasi rumah atau perawatan di rumah dilakukan terhadap orang yang
bergejala ringan seperti orang dalam pemantauan dan kontak erat risiko tinggi
yang bergejala dengan tetap memperhatikan kemungkinan terjadinya
perburukan. Pertimbangan tersebut mempertimbangan kondisi klinis dan
keamanan lingkungan pasien. Pertimbangan lokasi dapat dilakukan di rumah,
fasilitas umum, atau alat angkut dengan mempertimbangkan kondisi dan
situasi setempat.
Penting untuk memastikan bahwa lingkungan tempat pemantauan
kondusif untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan medis yang diperlukan
orang tersebut. Idealnya, satu atau lebih fasilitas umum yang dapat digunakan
untuk pemantauan harus diidentifikasi dan dievaluasi sebagai salah satu
elemen kesiapsiagaan menghadapi COVID-19. Evaluasi harus dilakukan oleh
pejabat atau petugas kesehatan masyarakat.
Selama proses pemantauan, pasien harus selalu proaktif berkomunikasi
dengan petugas kesehatan. Petugas kesehatan yang melakukan pemantauan
menggunakan APD minimal berupa masker. Berikut rekomendasi prosedur
pencegahan dan pengendalian infeksi untuk isolasi di rumah:
1. Tempatkan pasien/orang dalam ruangan tersendiri yang memiliki ventilasi
yang baik (memiliki jendela terbuka, atau pintu terbuka)
2. Batasi pergerakan dan minimalkan berbagi ruangan yang sama. Pastikan
ruangan bersama (seperti dapur, kamar mandi) memiliki ventilasi yang baik.
3. Anggota keluarga yang lain sebaiknya tidur di kamar yang berbeda, dan jika
tidak memungkinkan maka jaga jarak minimal 1 meter dari pasien (tidur di
tempat tidur berbeda)
4. Batasi jumlah orang yang merawat pasien. Idelanya satu orang yang benar-
benar sehat tanpa memiliki gangguan kesehatan lain atau gangguan kekebalan.
Pengunjung/penjenguk tidak diizinkan sampai pasien benar-benar sehat dan
tidak bergejala.
5. Lakukan hand hygiene (cuci tangan) segera setiap ada kontak dengan pasien
atau lingkungan pasien. Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah menyiapkan
makanan, sebelum makan, setelah dari kamar mandi, dan kapanpun tangan
kelihatan kotor. Jika tangan tidak tampak kotor dapat menggunakan hand
sanitizer, dan untuk tangan yang kelihatan kotor menggunakan air dan sabun.
6. Jika mencuci tangan menggunakan air dan sabun, handuk kertas sekali
pakai direkomendasikan. Jika tidak tersedia bisa menggunakan handuk bersih
dan segera ganti jika sudah basah.
7. Untuk mencegah penularan melalui droplet, masker bedah (masker datar)
diberikan kepada pasien untuk dipakai sesering mungkin.
8. Orang yang memberikan perawatan sebaiknya menggunakan masker bedah
terutama jika berada dalam satu ruangan dengan pasien. Masker tidak boleh
dipegang selama digunakan.Jika masker kotor atau basah segera ganti dengan
yang baru. Buang masker dengan cara yang benar (jangan disentuh bagian
depan, tapi mulai dari bagian belakang). Buang segera dan segera cuci tangan.
9. Hindari kontak langsung dengan cairan tubuh terutama cairan mulut atau
pernapasan (dahak, ingus dll) dan tinja. Gunakan sarung tangan dan masker
jika harus memberikan perawatan mulut atau saluran nafas dan ketika
memegang tinja, air kencing dan kotoran lain. Cuci tangan sebelum dan
sesudah membuang sarung tangan dan masker.
10. Jangan gunakan masker atau sarung tangan yang telah terpakai.
11. Sediakan sprei dan alat makan khusus untuk pasien (cuci dengan sabun
dan air setelah dipakai dan dapat digunakan kembali)
12. Bersihkan permukaan di sekitar pasien termasuk toilet dan kamar mandi
secara teratur. Sabun atau detergen rumah tangga dapat digunakan, kemudian
larutan NaOCl 0.5% (setara dengan 1 bagian larutan pemutih dan 9 bagian
air).
13. Bersihkan pakaian pasien, sprei, handuk dll menggunakan sabun cuci
rumah tangga dan air atau menggunakan mesin cuci denga suhu air 60-90C
dengan detergen dan keringkan. Tempatkan pada kantong khusus dan jangan
digoyang-goyang, dan hindari kontak langsung kulit dan pakaian dengan
bahan-bahan yang terkontaminasi.
14. Sarung tangan dan apron plastic sebaiknya digunakan saat membersihkan
permukaan pasien, baju, atau bahan-bahan lain yang terkena cairan tubuh
pasien. Sarung tangan (yang bukan sekali pakai) dapat digunakan kembali
setelah dicuci menggunakan sabun dan air dan didekontaminasi dengan
larutan NaOCl 0.5%. Cuci tangan sebelum dan setelah menggunakan sarung
tangan.
15. Sarung tangan, masker dan bahan-bahan sisa lain selama perawatan harus
dibuang di tempat sampah di dalam ruangan pasien yang kemudian ditutup
rapat sebelum dibuang sebagai kotoran infeksius.
16. Hindari kontak dengan barang-barang terkontaminasi lainya seperti sikat
gigi, alat makan-minum, handuk, pakaian dan sprei)
17. Ketika petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan rumah, maka
selalu perhatikan APD dan ikut rekomendasi pencegahan penularan penyakit
melalui droplet

3. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Observasi


Observasi dalam hal ini karantina dilakukan terhadap kontak erat untuk
mewaspadai munculnya gejala sesuai definisi operasional. Lokasi observasi
dapat dilakukan di rumah, fasilitas umum, atau alat angkut dengan
mempertimbangkan kondisi dan situasi setempat. Penting untuk memastikan
bahwa lingkungan tempat pemantauan kondusif untuk memenuhi kebutuhan
fisik, mental, dan medis yang diperlukan orang tersebut. Idealnya, satu atau
lebih fasilitas umum yang dapat digunakan untuk observasi harus
diidentifikasi dan dievaluasi sebagai salah satu elemen kesiapsiagaan
menghadapi COVID-19. Evaluasi harus dilakukan oleh pejabat atau petugas
kesehatan masyarakat.
Kontak erat risiko rendah sebaiknya membatasi diri dan tidak
bepergian ke tempat umum. Kontak erat risiko tinggi harus menjaga jarak
sosial.
Setiap akan melakukan observasi maka harus mengkomunikasikan dan
mensosialisasikan tindakan yang akan dilakukan dengan benar, untuk
mengurangi kepanikan dan meningkatkan kepatuhan:
- Masyarakat harus diberikan pedoman yang jelas, transparan, konsisten,
dan terkini serta diberikan informasi yang dapat dipercaya tentang
tindakan observasi;
- Keterlibatan masyarakat sangat penting jika tindakan observasi harus
dilakukan;
- Orang yang di observasi perlu diberi perawatan kesehatan, dukungan
sosial dan psikososial, serta kebutuhan dasar termasuk makanan, air dan
kebutuhan pokok lainnya. Kebutuhan populasi rentan harus
diprioritaskan;
- Faktor budaya, geografis dan ekonomi mempengaruhi efektivitas
observasi. Penilaian cepat terhadap faktor lokal harus dianalisis, baik
berupa faktor pendorong keberhasilan maupun penghambat proses
observasi. Pada pelaksanaan observasi harus memastikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Tata cara observasi dan perlengkapan selama masa observasi
Tatacara observasi meliputi:
- Orang-orang ditempatkan di ruang dengan ventilasi cukup serta kamar
single yang luas yang dilengkapi dengan toilet. jika kamar single tidak
tersedia pertahankan jarak minimal 1 meter dari penghuni rumah lain.
meminimalkan penggunaan ruang bersama dan penggunaan peralatan
makan bersama, serta memastikan bahwa ruang bersama (dapur, kamar
mandi) memiliki ventilasi yang baik.
- pengendalian infeksi lingkungan yang sesuai, seperti ventilasi udara
yang memadai, sistem penyaringan dan pengelolaan limbah
- pembatasan jarak sosial (lebih dari 1 meter) terhadap orang-orang yang
diobservasi;
- akomodasi dengan tingkat kenyamanan yang sesuai termasuk:
 penyediaan makanan, air dan kebersihan;
 perlindungan barang bawaan;
 perawatan medis;
 komunikasi dalam bahasa yang mudah dipahami mengenai: hak-hak
mereka; ketentuan yang akan disediakan; berapa lama mereka harus
tinggal; apa yang akan terjadi jika mereka sakit; informasi kontak
kedutaan
- bantuan bagi para pelaku perjalanan
- bantuan komunikasi dengan anggota keluarga;
- jika memungkinkan, akses internet, berita dan hiburan;
- dukungan psikososial; dan
- pertimbangan khusus untuk individu yang lebih tua dan individu dengan
kondisi komorbid, karena berisiko terhadap risiko keparahan penyakit
COVID-19.

2. Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Minimal


Berikut langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi
yang harus digunakan untuk memastikan lingkungan aman digunakan
sebagai tempat observasi
a. Deteksi dini dan pengendalian
- Setiap orang yang dikarantina dan mengalami demam atau gejala
sakit pernapasan lainnya harus diperlakukan sebagai suspect
COVID-19;
- Terapkan tindakan pencegahan standar untuk semua orang dan
petugas:
 Cuci tangan sesering mungkin, terutama setelah kontak dengan
saluran pernapasan, sebelum makan, dan setelah menggunakan
toilet. Cuci tangan dapat dilkukan dengan sabun dan air atau
dengan hand sanitizer yang mengandung alkohol. Peggunaan
hand sanitizer yang mengandung alkohol lebih disarankan jika
tangan tidak terlihat kotor. Bila tangan terlihat kotor, cucilah
tangan menggunakan sabun dan air
 Pastikan semua orang yang diobservasi menerapkan etika batuk
 Sebaiknya jangan menyentuh mulut dan hidung;
- Masker tidak diperlukan untuk orang yang tidak bergejala. Tidak ada
bukti bahwa menggunakan masker jenis apapun dapat melindungi orang
yang tidak sakit.

b. Pengendalian administratif
Pengendalian administratif meliputi:
- Pembangunan infrastruktur PPI yang berkelanjutan (desain fasilitas)
dan kegiatan;
- Memberikan edukasi pada orang yang diobservasi tentang PPI; semua
petugas yang bekerja perlu dilatih tentang tindakan pencegahan standar
sebelum pengendalian karantina dilaksanakan. Saran yang sama tentang
tindakan pencegahan standar harus diberikan kepada semua orang pada
saat kedatangan. Petugas dan orang yang diobservasi harus memahami
pentingnya segera mencari pengobatan jika mengalami gejala;
- Membuat kebijakan tentang pengenalan awal dan rujukan dari kasus
COVID19.

c. Pengendalian Lingkungan
Prosedur pembersihan dan disinfeksi lingkungan harus diikuti
dengan benar dan konsisten. Petugas kebersihan perlu diedukasi dan
dilindungi dari infeksi COVID19 dan petugas kebebersihan harus
memastikan bahwa permukaan lingkungan dibersihkan secara teratur
selama periode observasi:
- Bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh seperti meja,
rangka tempat tidur, dan perabotan kamar tidur lainnya setiap hari
dengan disinfektan rumah tangga yang mengandung larutan pemutih
encer (pemutih 1 bagian hingga 99 bagian air). Untuk permukaan yang
tidak mentolerir pemutih maka dapat menggunakan etanol 70%;
- Bersihkan dan disinfeksi permukaan kamar mandi dan toilet setidaknya
sekali sehari dengan disinfektan rumah tangga yang mengandung
larutan pemutih encer (1 bagian cairan pemutih dengan 99 bagian air);
- Membersihkan pakaian, seprai, handuk mandi, dan lain-lain,
menggunakan sabun cuci dan air atau mesin cuci di 60–90 ° C dengan
deterjen biasa dan kering ;
- Harus mempertimbangkan langkah-langkah untuk memastikan sampah
dibuang di TPA yang terstandar, dan bukan di area terbuka yang tidak
diawasi;
- Petugas kebersihan harus mengenakan sarung tangan sekali pakai saat
membersihkan atau menangani permukaan, pakaian atau linen yang
terkotori oleh cairan tubuh, dan harus melakukan kebersihan tangan
sebelum dan sesudah melepas sarung tangan.

4. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasyankes Pra Rujukan


1. Penanganan Awal lsolasi dan Penanganan Kasus Awal yang sudah
dilakukan wawancara dan anamnesa dan dinyatakan sebagai pasien
dalam pengawasan segera dilakukan isolasi di RS rujukan untuk
mendapatkan tatalaksana lebih lanjut.
a. Pasien dalam pengawasan ditempatkan dalam ruang isolasi sementara yang
sudah ditetapkan, yakni:
- Pasien dalam pengawasan menjaga jarak lebih dari 1 meter satu sama
lain dalam ruangan yang sama.
- Terdapat kamar mandi khusus yang hanya digunakan oleh pasien dalam
pengawasan.
b. Petugas kesehatan menginstruksikan pasien dalam pengawasan untuk
melakukan hal-hal sebagai berikut:
- Menggunakan masker medis ketika menunggu untuk dipindahkan ke
fasilitas kesehatan yang diganti secara berkala atau apabila telah kotor.
- Tidak menyentuh bagian depan masker dan apabila tersentuh wajib
menggunakan sabun dan air atau pembersih berbahan dasar alkohol.
- Apabila tidak menggunakan masker, tetap menjaga kebersihan
pernapasan dengan menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin
dengan tisu atau lengan atas bagian dalam. Diikuti dengan
membersihkan tangan menggunakan pembersih berbahan dasar alkohol
atau sabun dan air.
c. Petugas kesehatan harus menghindari masuk ke ruang isolasi sementara.
Apabila terpaksa harus masuk, maka wajib mengikuti prosedur
sebagai berikut:
- Petugas menggunakan APD lengkap.
- Membersihkan tangan menggunakan pembersih berbahan dasar alkohol
atau sabun dan air sebelum dan sesudah memasuki ruang isolasi.
d. Tisu, masker, dan sampah lain yang berasal dari dari ruang isolasi
sementara harus ditempatkan dalam kontainer tertutup dan dibuang sesuai
dengan ketentuan nasional untuk limbah infeksius.
e. Permukaan yang sering disentuh di ruang isolasi harus dibersihkan
menggunakan desinfektan setelah ruangan selesai digunakan oleh petugas
yang menggunakan alat pelindung diri (APD) yang memadai.
f. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan desinfektan yang
mengandung 0.5% sodium hypochlorite (yang setara dengan 5000 ppm atau
perbandingan 1/9 dengan air).
2. Penyiapan Transportasi Untuk Rujukan Ke RS Rujukan
a. Menghubungi RS rujukan untuk memberikan informasi pasien dalam
pengawasan yang akan dirujuk.
b. Petugas yang akan melakukan rujukan harus secara rutin
menerapkan kebersihan tangan dan mengenakan masker dan sarung
tangan medis ketika membawa pasien ke ambulans.
- Jika merujuk pasien dalam pengawasan COVID-19 maka petugas
menerapkan kewaspadaan kontak, droplet dan airborne.
- APD harus diganti setiap menangani pasien yang berbeda dan
dibuang dengan benar dalam wadah dengan penutup sesuai dengan
peraturan nasional tentang limbah infeksius.
c. Pengemudi ambulans harus terpisah dari kasus (jaga jarak minimal
satu meter). Tidak diperlukan APD jika jarak dapat dipertahankan. Bila
pengemudi juga harus membantu memindahkan pasien ke ambulans,
maka pengemudi harus menggunakan APD.
d. Pengemudi dan perawat pendamping rujukan harus sering
membersihkan tangan dengan alkohol dan sabun.
e. Ambulans atau kendaraan angkut harus dibersihkan dan didesinfeksi
dengan perhatian khusus pada area yang bersentuhan dengan pasien
dalam pengawasan. Pembersihan menggunakan desinfektan yang
mengandung 0,5% natrium hipoklorit (yaitu setara dengan 5000 ppm)
dengan perbandingan 1 bagian disinfektan untuk 9 bagian air.

5. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Penanganan Kargo


- Memakai masker apapun jenisnya tidak dianjurkan saat menangani
kargo dari negara/area yang terjangkit.
- Sarung tangan tidak diperlukan kecuali digunakan untuk perlindungan
terhadap bahaya mekanis, seperti saat memanipulasi permukaan kasar.
- Penggunaan sarung tangan harus tetap menerapkan kebersihan tangan
- Sampai saat ini, tidak ada informasi epidemiologis yang menunjukkan
bahwa kontak dengan barang atau produk yang dikirim dari negara/area
terjangkit- menjadi sumber penyakit COVID-19 pada manusia.
6. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Pemulasaran Jenazah
Langkah-langkah pemulasaran jenazah pasien terinfeksi COVID-19
dilakukan sebagai berikut:
- Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika
menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.
- APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika
pasien tersebut meninggal dalam masa penularan.
- Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang
tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
- Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar
kantong jenazah.
- Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah meninggal
dunia.
- Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk
melakukannya sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah
dengan menggunakan APD.
- Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang
penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit
menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus
diperhatikan ketika seorang pasien dengan penyakit menular
meninggal dunia.
- Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.
- Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh petugas khusus, jika diijinkan
oleh keluarga dan Direktur Rumah Sakit.
- Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
- Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus.
- Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 (empat) jam disemayamkan di
pemulasaraan jenazah.

B. Asuhan Kebidanan Kehamilan


1. Pengertian Kehamilan dan Fisiologi Kehamilan
A. Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah merupakan suatu proses rangkaian yang
berkesinambungan dan terdiri dari ovulasi pelepasan set telur, migrasi
spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada
uterus, pembentukan plasenta dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm
(Manuaba, 2010).
Menurut Dewi (2011) kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan
janin intra uterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan.
Kehamilan atau antenatal adalah Graviditas mulai dengan konsepsi
(pembuahan) dan berakhir dengan permulaan persalinan. Suatu proses kehamilan
akan terjadi apabila adanya ovum (sel telur), spermatozoa serta terjadinya
konsepsi dan nidasi.

Menurut Hutahaen (2013) kehamilan tersebut dibagi menjadi 3, yaitu :


- Trimester I
Kehamilan trimester I adalah periode kehamilan tiga bulan pertama atau pada
sepertiga masa kehamilan pertama. Trimester I merupakan periode kehamilan dari
bulan ke-0 sampai 3 bulan (0-12 minggu).

- Trimester II
Kehamilan trimester II adalah periode kehamilan tiga bulan pertengahan atau
pada sepertiga masa kehamilan. Trimester II merupakan periode kehamilan dari bulan
ke-4 sampai 6 bulan (13-24 minggu).

- Trimester III
Kehamilan trimester III adalah periode kehamilan tiga bulan terakhir atau pada
sepertiga masa kehamilan terakhir. Trimester III merupakan periode kehamilan dari
bulan ke-7 sampai 10 bulan (29-40 minggu).

B. Fisiologi Kehamilan
Fisiologi yang terjadi pada tubuh pada saat hamil, bersalin dan nifas adalah
perubahan yang hebat dan menakjubkan. Sistem-sistem tubuh berubah dengan
otomatis menyesuaikan dengan keadaan hamil, bersalin dan nifas. Berikut ini adalah
perubahan-perubahan anatomi dan adaptasi fisiologis pada sistem tubuh pada masa
hamil yaitu sebagai berikut :
 Uterus
Uterus yang semula besarnya hanya sebesar jempol atau beratnya 30 gram
akan mengalami hipertrofi dan hiperplasia, sehingga menjadi seberat 1000 gram
saat akhir kehamilan. Otot dalam rahim mengalami hiperplasia dan hipertrofi
menjadi Iebih besar, lunak dan dapat mengikuti pembesaran rahim karena
pertumbuhan janin (Manuaba, 2010).
 Ovarium
Ovulasi berhenti selama kehamilan dan pematangan folikel ditunda.
Biasanya hanya satu corpus luteum kehamilan dapat ditemukan di dalam ovarium
wanita hamil dan hanya berfungsi maksimal sampai 6-7 minggu pertama
kehamilan dan selanjutnya fungsinya menurun sampai akhirnya pada minggu ke-
16 kehamilan fungsinya digantikan oleh plasenta untuk menghasilkan estrogen
dan progesterone.
 Vagina dan Perineum
Perubahan yang terjadi pada vagina selama kehamilan antara lain
terjadinya peningkatan vaskularitas dan hiperemia (tekanan darah meningkat)
pada kulit dan otot perineum, vulva, pelunakan pada jaringan ikat, munculnya
tanda chadwick yaitu warna kebiruan pada daerah vulva dan vagina yang
disebabkan hiperemia, serta adanya keputihan karena sekresi serviks yang
meningkat akibat stimulasi estrogen (Aprillia, 2010).
 Payudara
Menurut Djusar Sulin dalam buku Ilmu Kebidanan (2011) pada awal
kehamilan perempuan akan merasakan payudara menjadi semakin lunak. Setelah
bulan kedua payudara akan bertambah ukurannya dan vena-vena dibawah kulit
akan lebih terlihat. Puting payudara akan lebih besar, kehitaman dan tegak. Areola
akan lebih besar dan kehitaman. Kelenjar sebasea dari areola akan membesar dan
cenderung menonjol keluar.
 Sirlukasi Darah
Volume darah semakin meningkat dan jumlah serum darah lebih besar dari
pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi pengenceran darah (hemodelusi). Sel
darah merah semakin meningkat jumlahnya untuk dapat mengimbangi
pertumbuhan janin dalam rahim, tetapi pertambahan sel darah tidak seimbang
dengan peningkatan volume darah sehingga terjadi hemodetusi yang disertai
anemia fisiologis (Manuaba, 2010).
 Sistem Respirasi
Kapasitas paru secara total menurun 4-5% dengan adanya elevasi
diafragma. Fungsi respirasi juga mengalami perubahan. Respirasi rate 50%
mengalami peningkatan, 40% pada volume dan peningkatan konsumsi oksigen
15-20% diatas kebutuhan perempuan tidak hamil (Aprillia, 2010).
 Sistem Pencernaan
Menurut Djusar Sulin dalam buku Ilmu Kebidanan (2011), seiring dengan
makin membesarnya uterus, lambung dan usus akan tergeser. Perubahan yang
nyata terjadi pada penurunan motilitas otot polos pada traktus digestivus. Mual
terjadi akibat penurunan asam hidrokloroid dan penurunan motilitas, serta
konstipasi akibat penurunan motilitas usus besar.

 Kulit
Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi karena
pengaruh melanophore stimulating hormone lobus hipofisis anterior dan pengaruh
kelenjar suprarenalis. Hiperpigmentasi ini terjadi pada striae gravidarum livide
atau alba, areola mamae, papilla mamae, linea nigra, pipi (khloasma gravidarum).
Setelah persalinan hiperpigmentasi ini akan menghilang (Manuaba, 2010).
 Metabolisme
Menurut Manuaba (2010) perubahan metabolisme pada kehamilan :
1) Metabolisme basal naik sebesar 15-20% dari semula, terutama pada trimester
ketiga.
2) Keseimbangan asam basa mengalami penurunan dari 155 mEq per liter
menjadi 145 mEq per liter disebabkan hemodelusi darah dan kebutuhan
mineral yang diperlukan janin.
3) Kebutuhan protein wanita hamil makin tinggi untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin, perkembangan organ kehamilan dan persiapan laktasi.
Dalam makanan diperlukan protein tinggi sekitar 0,5 g/kg berat badan atau
sebutir telur ayam sehari.
4) Kebutuhan kalori didapat dari karbohidrat, lemak dan protein.
5) Kebutuhan zat mineral untuk ibu hamil :
a) Kalsium, 1,5 gram setiap hari, 30-40 gram untuk pembentukan tulang
janin.
b) Fosfor, rata-rata 2 gram dalam sehari.
c) Zat besi, 800 mg atau 30-50 mg per hari.
d) Air, ibu hamil memerlukan air cukup banyak dan dapat terjadi retensi air.
e) Berat badan ibu hamil bertambah. Berat badan ibu hamil akan bertambah
antara 6,5-16,5 kg selama hamil atau terjadi kenaikan berat badan 0,5
kg/minggu.

2. Tanda-Tanda Kehamilan
a. Tanda yang tidak pasti (probable signs)
Indikator mungkin hamil adalah karakteristik-karakteristik fisik yang bisa
dilihat atau sebaliknya diukur oleh pemeriksa dan lebih spesifik dalam hal
perubahan-perubahan psikologis yang disebabkan oleh kehamilan.Semakin
banyak tanda tidak pasti ditemukan semakin besar kemungkinan kehamilan.
Tanda-tanda tidak pasti adalah sebagai berikut:
 Amenorhea
Bila seorang wanita dalam masa mampu hamil, apabila sudah kawin mengeluh
terlambat haid, maka pikirkan bahwa dia hamil, meskipun keadaan stres, obat-
obatan,penyakit kronis dapat pula mengakibatkan terlambat haid.
 Mual dan muntah
Mual dan muntah merupakan gejala umum, mulai dari rasa tidak enak sampai
muntah yang berkepanjangan. Dalam kedokteran sering dikenal morning
sickness karena munculnya sering kali pagi hari. Mual dan muntah diperberat
oleh makanan yang baunya menusuk dan juga oleh emosi penderita yang tidak
stabil. Untuk mengatasinya penderita perlu diberi makanan-makanan yang
ringan, mudah dicerna dan jangan lupa menerangkan bahwa keadaan ini masih
dalam batas normal orang hamil. Bila berlebihan dapat pula diberikan obat-
obat anti muntah.
 Mastodinia
Mastodinia adalah rasa kencang dan sakit pada payudara disebabkan payudara
membesar. Vaskularisasi bertambah, asinus dan duktus berproliferasi karena
pengaruh estrogen dan progesterone.
 Quickening
Quickening adalah persepsi gerakan janin pertama, biasanya disadari oleh
wanita pada kehamilan 18-20 minggu.
 Keluhan kencing
Frekuensi kencing bertambah dan sering kencing malam, disebabkan karena
desakan uterus ke cranial.
 Konstipasi
Ini terjadi karena efek relaksasi progesterone atau dapat juga karena perubahan
pola makan
 Perubahan Berat Badan
Pada kehamilan 2-3 bulan sering terjadi penurunan berat badan, karena nafsu
makan menurun dan muntah-muntah. Pada bulan selanjutnya berat badan akan
selalu meningkat sampai stabil menjelang aterm.
 Perubahan temperature basal
Kenaikan terperatur basal lebih dari 3 minggu biasanya merupakan tanda telah
terjadinya kehamilan.

 Perubahan warna kulit


Perubahan ini antara lain chloasma yakni warna kulit yang kehitam-hitaman
pada dahi, punggung hidung dan kulit daerah tulang pipi,terutama pada wanita
dengan warna kulit tua. Biasanya muncul setelah kehamilan 16 minggu. Pada
daerah areola dan putting payudara, warna kulit menjadi lebih hitam.
Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh stimulasi MSH (Melanocyte
Stimulating Hormone). Pada kulit daerah abdomen dan payudara dapat
mengalami perubahan yang disebut strie gravidarum yaitu perubahan warna
seperti jaringan parut. Diduga ini terjadi karena pengaruh
adrenokortikosteroid. Kadang-kadang timbul pula teleangiektasis karena
pengaruh estrogen tinggi.
 Perubahan payudara
Akibat stimulasi prolaktin dan HPL, payudara mensekresi kolustrom, biasanya
setelah kehamilan lebih dari 16 minggu.
 Perubahan pada uterus
Uterus mengalami perubahan pada ukuran, bentuk dan konsistensi. Uterus
berubah menjadi lunak, bentuknya globular.
Perubahan perubahan pada serviks
1) Tanda goodells
Diketahui melalui pemeriksaan bimanual. Serviks terasa lebih
lunak.penggunaan kontrasepsi oral juga dapat memberikan dampak ini.
2) Tanda Mc Donald
Fundus uteri dan serviks bias dengan mudah difleksikan satu sama lain dan
tergantung pada lunak atau tidaknya jaringan isthmus.
3) Terjadi pembesaran abdomen
Pembesaran perut menjadi nyata setelah minggu ke 16 karena pada saat itu
uterus telah keluar dari rongga pelvis dan menjadi rongga perut.
4) Kontraksi uterus
Tanda ini muncul belakangan dan pasien mengeluh perutnya kencang,
tetapi tidak disertai rasa sakit.
5) Pemeriksaan tes biologi kehamilan
Pada pemeriksaan ini hasilnya positif,dimana kemungkinan positif palsu.

b. Tanda pasti kehamilan


Indkator pasti hamil adalah penemuan penemuan keberadaan janin secara
jelas dan hal ini tidak dapat dijlaskan dengan kondisi kesehatan yang lain.
 Denyut jantung janin
Dapat didengar dengan stetoskop laenec pada minggu 17-18. Pada orang
gemuk lebihnlabat. Dengan stetoskop ultrasonic (Doppler),DJJ dapat
dingarkanlebih awal lagi sekitar minggu ke 12. Melakukan auskultasi pada
janin bias juga mengentifikasi bunyi bunyi yang lain seperti: bising tali
pusat,bising uterus dan nadi ibu.
 Palpasi
Yang harus ditentukan adalah outline janin.biasannya menjadi jelas setelah
minggu ke 22.gerakan janin dapat dirasakan dengan jelas setelah minggu
24.

c. Tanda tanda Kemungkinan Hamil


 Tanda hegar
Dengan meletakkan 2 jari pada forniks posterior dan tangan lain di dinding
perut diatas simpisis pubis, maka terasa korpus uteri seakan-akan terpisah
dengan serviks (istmus sangat lembek pada kehamilan) pada kehamilan 6-8
minggu dengan pemeriksaan bimanual sudah dapat diketahui tanda hegar
ini.
 Tanda piscaseck
Tanda piscaseck adalah suatu pembesaran uterus yang tidak rata hingga
menonjol jelas kejurusan uterus yang membesar (uterus dalam keadaan
hamil tumbuh cepat pada tempat implantasinya).
 Tanda Braxton hicks
Uterus pada saat hamil bila dirangsang mudah berkontraksi .kontraksi yang
tidak teratur tanpa nyeri disebut Kontraksi Braxton Hicks. Adanya
kontraksi Braxton Hicks ini menunjukkan bahwa kehamilan bukan
kehamilan ektopik
 Tanda ballotement
Pada kehamilan muda (kira-kira 20 minggu) air ketuban jauh lebih banyak
sehingga dengan menggoyangkan uterus atau sekonyong-konyong uterus
ditekan maka janin akan melenting dalam uteru, keadaan inilah yang
disebut dengan Ballotement.
 Tanda Chadwick
adalah warna selaput lendir vulva dan vagina menjadi ungu.
3. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin
Menurut dewi dkk (2011:72-80) pertumbuhan dan perkembangan embrio dari
trimester I, II, dan III adalah sebagai berikut:
- Trimester 1 :
 Minggu ke-1 Disebut masa germinal. Karekteristik utama masa germinal adalah
sperma membuahi ovum yang kemudian terjadi pembelahan sel (Dewi dkk,
2011:72).
 Minggu ke-2 Terjadi diferensiasi massa seluler embrio menjadi dua lapis (stadium
bilaminer). Yaitu lempeng epiblast (akan menjadi ectoderm) dan hipoblast (akan
menjadi endoderm). Akhir stadium ini ditandai alur primitive (primitive streak)
(Dewi dkk, 2011:73).
 Minggu ke-3 Terjadi pembentukan tiga lapis/lempeng yaitu ectoderm dan endoderm
dengan penyusupan lapisan mesoderm diantaranya diawali dari daerah primitive
streak (Dewi dkk, 2011:73).
 Minggu ke-4 Pada akhir minggu ke-3/awal minggu ke-4, mulai terbentuk ruas-ruas
badan (somit) sebagai karakteristik pertumbuhan periode ini. Terbentuknya jantung,
sirkulasi darah, dan saluran pencernaan (Dewi dkk, 2011:73).
 Minggu ke-8 Pertumbuhan dan diferensiasi somit terjadi begitu cepat, sampai
dengan akhir minggu ke-8 terbentuk 30- 35 somit, disertai dengan perkembangan
berbagai karakteristik fisik lainnya seperti jantungnya mulai memompa darah.
Anggota badan terbentuk dengan baik (Dewi dkk, 2011:74).
 Minggu ke -12 Beberapa system organ melanjutkan pembentukan awalnya sampai
dengan akhir minggu ke-12 (trimester pertama). Embrio menjadi janin. Gerakan
pertama dimulai selama minggu ke 12. Jenis kelamin dapat diketahui. Ginjal
memproduksi urine (Dewi dkk, 2011:74).

- Trimester II :
 Sistem Sirkulasi Janin mulai menunjukkan adanya aktivitas denyut jantung dan
aliran darah. Dengan alat fetal ekokardiografi, denyut jantung dapat ditemukan sejak
minggu ke-12.
 Sistem Respirasi Janin mulai menunjukkan gerak pernafasan sejak usia sekitar 18
minggu. Perkembangan struktur alveoli paru sendiri baru sempurna pada usia 24-26
minggu. Surfaktan mulai diproduksi sejak minggu ke-20, tetapi jumlah dan
konsistensinya sangat minimal dan baru adekuat untuk pertahanan hidup ekstrauterin
pada akhir trimester III.
 Sistem gastrointestinal Janin mulai menunjukkan aktivitas gerakan menelan sejak
usia gestasi 14 minggu. Gerakan mengisap aktif tampak pada 26-28 minggu. Secara
normal janin minum air ketuban 450 cc setiap hari. Mekonium merupakan isi yang
utama pada saluran pencernaan janin, tampak mulai usia 16 minggu. Mekonium
berasal dari :
 Sel-sel mukosa dinding saluran cerna yang mengalami deskuamasi dan rontok.
 Cairan/enzim yang disekresi sepanjang saluran cerna, mulai dari saliva sampai
enzim enzim pencernaan.
 Cairan amnion yang diminum oleh janin, yang terkadang mengandung lanugo
(rambut-rambut halus dari kulit janin yang rontok). Dan sel-sel dari kulit
janin/membrane amnion yang rontok.
 Penghancuran bilirubin.
 Sistem Saraf dan Neuromuskular Sistem ini merupakan sistem yang paling awal
mulai menunjukkan aktivitasnya, yaitu sejak 8-12 minggu, berupa kontraksi otot
yang timbul jika terjadi stimulasi lokal. Sejak usia 9 minggu, janin mampu
mengadakan fleksi alat-alat gerak, dengan refleks-refleks dasar yang sangat
sederhana.
 Sistem Saraf Sensorik Khusus/Indra Mata yang terdiri atas lengkung bakal lensa
(lens placode) dan bakal bola mata/mangkuk optic (optic cup) pada awalnya
menghadap ke lateral, kemudian berubah letaknya ke permukaan ventral wajah.
 Sistem Urinarius Glomerulus ginjal mulai terbentuk sejak umur 8 minggu. Ginjal
mulai berfungsi sejak awal trimester kedua dan dalam vesika urinaria dapat
ditemukan urine janin yang keluar melalui uretra dan bercampur dengan cairan
amnion.
 Sistem Endokrin Kortikotropin dan Tirotropin mulai diproduksi di hipofisis janin
sejak usia 10 minggu mulai berfungsi untuk merangsang perkembangan kelenjar
suprarenal dan kelenjar tiroid. Setelah kelenjar-kelenjar tersebut berkembang,
produksi dan sekresi hormon-hormonnya juga mulai berkembang.

- Trimester III :
 Minggu ke-28 Pada akhir minggu ke-28, panjang ubun-ubun bokong adalah sekitar
25 cm dan berat janin sekitar 1.100 g (Dewi dkk, 2010:79). Masuk trimester ke-3,
dimana terdapat perkembangan otak yang cepat, sistem saraf mengendalikan
gerakan dan fungsi tubuh, mata mulai membuka (Saifudin, 2010: 158). Surfaktan
mulai dihasilkan di paru-paru pada usia 26 minggu, rambut kepala makin panjang,
kukukuku jari mulai terlihat (Varney, 2007:511).
 Minggu ke-32 Simpanan lemak coklat berkembang di bawah kulit untuk persiapan
pemisahan bayi setelah lahir. Bayi sudah tumbuh 38-43 cm dan panjang ubun-ubun
bokong sekitar 28 cm dan berat sekitar 1.800 gr Mulai menyimpan zat besi, kalsium,
dan fosfor. (Dewi dkk, 2010:80). Bila bayi dilahirkan ada kemungkinan hidup 50-70
% (Saifuddin, 2010:159).
 Minggu ke-36 Berat janin sekitar 1.500-2.500 gram. Lanugo mulai berkurang, saat
35 minggu paru telah matur, janin akan dapat hidup tanpa kesulitan (Saifuddin,
2010:159). Seluruh uterus terisi oleh bayi sehingga ia tidak bisa bergerak atau
berputar banyak. (Dewi dkk, 2010:80). Kulit menjadi halus tanpa kerutan, tubuh
menjadi lebih bulat lengan dan tungkai tampak montok.
 Minggu ke-38 Usia 38 minggu kehamilan disebut aterm, dimana bayi akan meliputi
seluruh uterus. Air ketuban mulai berkurang, tetapi masih dalam batas normal
(Saifuddin, 2010:159).

4. Adaptasi fisiologi dan psikologi pada kehamilan Trimester I, II, dan III
1) Perubahan Fisiologi
a. Hormon yang mempengaruhi perubahan fisiologis ibu hamil
- Esterogen : Menyebabkan pertumbuhan baik ukuran maupun jumlah
sel.
- Progesteron : Peningkatan sekresi, mengendurkan (relaksasi) otototot
polos.
b. Perubahan pada Sistem Reproduksi
1. Uterus
- Ukuran pada kehamilan cukup bulan : 30 x 25 x 20 cm dengan
kapasitas lebih dari 4000 cc.
- Berat : Berat uterus naik secara luar biasa, dari 30 gram menjadi 1000
gram pada akhir kehamilan (40 pekan).
- Posisi rahim dalam kehamilan
▪ Pada permulaan kehamilan dalam letak artefleksi atau
retrofleksi.
▪ Pada 4 bulan kehamilan rahim tetap berada dalam rongga pelvis.
▪ Setelah itu mulai memasuki rongga perut yang dalam
pembesarannya dapat sampai mencapai batas hati.
▪ Rahim yang hamil biasanya mobile bisa lebih mengisi rongga
abdomen kanan atau kiri.
- Pertumbuhan rahim tidak sama kesemua arah, tetapi terjadi
pertumbuhan yang cepat didaerah implatasi plasenta, sehingga rahim
bentuknya tidak sama yg disebut Tanda Piskacek.
- Ismus rahim mengadakan hipertropi dan bertambah panjang, sehingga
teraba lebih lunak (soft) disebut tanda hegar. Pada kehamilan 5 bulan
rahim teraba seperti berisi cairan air ketuban dinding rahim teraba tipis
2. Serviks uteri
- Serviks bertambah vaskularisasi dan menjadi lunak (soft) disebut tanda
goodell.
- Kelenjar endoservikal membesar dan mengeluarkan banyak cairan
mukus, karena bertambahnya pembuluh darah dan melebar, warnanya
menjadi livid, ini disebut tanda Chadwick.
3. Vagina dan vulva
- Akibat hipervaskularisasi vagina dan vulva kelihatan lebih merah atau
kebiru-biruan. Warna livid pada vagina dan portio serviks disebut tanda
Chadwick.
4. Dinding perut (abdominal wall)
- Pembesaran rahim menimbulkan peregangan dan menyebabkan
robeknya serabut elastik dibawah kulit, maka timbulah striae gravidium.
Kulit perut pada linea alba bertambah pigmentasinya disebut linea
nigra.
5. Payudara
- Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai
persiapan pemberian ASI pada laktasi.
- Hormon yang berpengaruh pada proses laktasi :
▪ Estrogen
▪ Progesteron
▪ Somatomamotropin
▪ PIH
- Penampakan payudara sebagai berikut :
▪ Payudara menjadi lebih besar
▪ Areola payudara menjadi lebih besar
▪ Pengeluaran ASI belum berlangsung karena prolaktin belum
berfungsi karena hambatan dari PIH untuk mengeluarkan ASI.
▪ Glandula montgomery makin tampak, putting susu semakin
menonjol.
▪ Setelah persalinan, hambatan prolaktin tidak ada sehingga
pembuatan ASI dapat berlangsung.

c. Perubahan pada organ dan system lainnya


1. Sistem sirkulasi darah
- Selama kehamilan sirkulasi darah ibu dipengaruhi oleh adanya sirkulasi
ke plasenta, uterus yg membesar dgn pembuluh2 darah yang membesar
pula, payudara dan alat2 lain yg berfungsi berlebihan selama kehamilan.
- Selama kehamilan volume darah ibu semakin meningkat secara
fisiologi dengan adanya pencairan (hemodilusi).
- Volume darah akan bertambah besar sekitar 25% dgn puncak kehamilan
32 minggu.
- Hemodilusi menyebabkan anemia fisiologi dalam kehamilan.
- Kadar Hb ibu hamil
▪ Hb 11 gr% = tidak anemia
▪ 9 – 10 gr% = anemia ringan
▪ 7 – 8 gr% = anemia sedang
▪ < 7 gr% = anemia berat
2. Sistem pernafasan
- Perubahan sistem pernafasan juga dapat berubah untuk dapat memenuhi
kebutuhan O2.
- Terdapat desakan diafragma karena dorongan rahim yang membesar
pada 32 minggu.
- Ibu hamil bernafas 20-25% lebih dalam dari biasanya. 3. Sistem
pencernaan.
- Karena pengaruh estrogen, pengeluaran asam lambung meningkat
menyebabkan :
▪ Pengeluaran air liur berlebihan (hipersalivasi)
▪ Daerah lambung terasa panas
▪ Terasa mual, pusing terutama dipagi hari (morning sickness) 
Muntah (emesis gravidarum)
- Progenteron menimbulkan gerakan usus (peristaltik) semakin berkurang
sehingga menyebabkan obstipasi
4. Perubahan Tulang dan Gigi
- Persendian panggul terasa agak longgar, karena ligamen melunak juga
terjadi sedikit pelebaran pada riang persendian.
- Apabila pemberian makan tidak memenuhi kebutuhan kalsium janin,
kalsium internal pada tulang-tulang panjang akan berkurang untuk
memenuhi kebutuhan ini.
5. Traktus urinarius
- Karena pengaruh desakan hamil muda dan turunnya kepala bayi pada
hamil tua terjadi gangguan miksi dalam bentuk sering kencing, desakan
tersebut menyebabkan kandung kencing cepat penuh.
- Persediaan air seni bertambah 69-70%.
6. Perubahan pada kulit
- Terjadi Hiperpigmentasi : Hormon MSH
▪ Muka : disebut masker kehamilan (cloasma gravidarum) 
Payudara : putting susu dan areola payudara
▪ Perut : linea nigra striae
▪ Vulva
7. Berat badan ibu hamil
- Berat badan ibu hamil akan bertambah antara 6,5 sampai 16,5 kg
selama hamil atau terjadi kenaikan berat badan sekitar ½ kg/minggu
8. Perubahan Metabolisme
- Metabolisme basal naik sebesar 15% sampai 20% dari semula, terutama
pada trisemester I.
- Keseimbangan asam basa mengalami penurunan disebabkan
hemodulasi darah dan kebutuhan mineral yang diperlukan janin.
- Kebutuhan protein wanita hamil makin tinggi untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin. Perkembangan organ kehamilan dan persiapan
laktasi. Dalam makanan diperlukan protein tinggi sekitar ½ gr/kg BB
atau sebutir telur ayam sehari.
- Kebutuhan kalori didapat dari karbohidrat, lemak dan protein.
- Kebutuhan zat mineral untuk ibu hamil :
▪ Kalsium 1,5 gram setiap hari 30-40 gram untuk pembentukan
tulang janin
▪ Fosfor, rata-rata gram dalam sehari
▪ Zat besi 800 mgr atau 30 sampai 50 mgr sehari
▪ Air, ibu hamil memerlukan air cukup banyak dan dapat terjadi
retensi air.

2) Perubahan Psikologis
a. Trimester I :
- Pada trimester I atau bulan-bulan pertama ibu akan merasa tidak
berdaya dan merasa minder karena ibu merasakan perubahan pada
dirinya.
- Segera setalah konsepsi kadar hormon estrogen dan progesteron
meningkat, menyebabkan mual dan muntah pada pagi hari, lemah, lelah
dan pembesaran payudara.
- Mencari tanda-tanda untuk meyakinkan bahwa dirinya hamil.
- Hasrat untuk melakukan hubungan seks pada trimester pertama
berbeda2, kebanyakan wanita hamil mengalami penurunan pada periode
ini.

b. Trimester II
- Pada trimester II ibu merasakan adanya perubahan pada bentuk tubuh
yang semakin membesar sehingga ibu merasa tidak menarik lagi dan
merasa suami tidak memperhatikan lagi,
- Ibu merasakan lebih tenang dibandingkan dengan timester I karena
nafsu makan sudah mulai timbul dan tidak mengalami mual muntah
sehingga ibu lebih bersemangat,
- Pada TM II biasanya ibu lebih bisa menyesuaikan diri dengan
kehamilan selama trisemester ini dan ibu mulai merasakan gerakan
janinnya pertama kali.

c. Trimester III
- Trimester III seringkali disebut periode menunggu dan waspada sebab
pada saat itu ibu merasa tidak sabar menunggu kelahiran bayinya.
- Kadang-kadang ibu merasa khawatir bahwa bayinya akan lahir
sewaktu-waktu. Ini menyebabkan ibu meningkatkan kewaspadaannya
akan timbulnya tanda dan gejala akan terjadinya persalinan.
- Rasa tidak nyaman timbul karena ibu merasa dirinya aneh dan jelek.
Disamping itu ibu mulai merasa sedih karena akan berpisah dengan
bayinya dan kehilangan perhatian yang khusus diterima selama hamil.
Pada trimester inilah ibu membutuhkan kesenangan dari suami dan
keluarga.
- Pada TM III ibu merasa tidak nyaman dan depresi karena janin
membesar dan perut ibu juga, melahirkan, sebagian besar wanita
mengalami klimaks kegembiraan emosi karena kelahiran bayi.

5. Kebutuhan Dasar Ibu Hamil


1) Makanan Ibu Hamil
Makanan yang bergizi adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat
pembangun dan zat yang sesuai dengan kebutuhan gizi. Makanan bergizi
untuk memenuhi kebutuhan janin dan meningkatkan produksi ASI.
2) Higiene selama kehamilan
Mandi diperlukan untuk kebersihan / hygiene terutama perawatan kulit,
karena fungsi ekskresi dan keringat bertambah. Danjurkan menggunakan
sabun lembut / ringan. Jangan tergelincir diperigi dan jagalah
kebersihannya. Douche dan berendam tidak dianjurkan.
3) Merokok
Bayi dari Ibu – ibu perokok mempunyai berat badan lebih ringan, oleh
karena itu Ibu hamil dilarang merokok.

4) Obat – obatan
Prinsip : Jika mungkin dihindari pemakaian obat – obatan selama
kehamilan terutama pada triwulan I. Perlu dipertanyakan mana yang lebih
besar manfaatnya dibandingkan bahayanya terhadap janin, oleh karena itu
harus dipertimbangkan pemakaian obat – obatan tersebut.
5) Lingkungan
Saat sekarang, bahaya polusi udara, air, dan makanan terhadap ibu dan
anak sudah mulai diselidiki seperti halnya merokok.
6) Gerak badan
Kegunaannya: Sirkulasi darah menjadi baik, nafsu makan bertambah,
pencernaan lebih baik, dan tidur lebih nyenyak. Gerak badan yang
melelahkan dilarang. Dianjurkan untuk berjalan–jalan pada pagi hari
dalam udara yang masih segar.
Gerak badan ditempat seperti :
a) Berdiri – jongkok
b) Telentang – kaki diangkat
c) Telentang – perut diangkat
d) Melatih pernafasan
7) Kerja
a) Boleh bekerja seperti biasa
b) Cukup istirahat dan makan yang teratur
c) Pemeriksaan yang teratur
8) Bepergian
a) Jangan terlalu lama dan melelahkan
b) Duduk lama–statis vena (vena stagnasi) menyebabkan
tromboflebitis dan kaki bengkak.
c) Bepergian dengan pesawat udara boleh, tidak ada bahaya
hipoksia dan tekanan oksigen yang cukup dalam pesawat
udara.
9) Pakaian
a) Pakaian harus longgar, bersih dan tidak ada ikatan yang
ketat pada daerah perut.
b) Pakailah bra yang menyokong payudara
c) Memakai sepatu dengan tumit yang tidak terlalu tinggi
d) Pakaian dalam yang selalu bersih
10) Istirahat dan rekreasi
Wanita pekerja harus sering istirahat. Tidur siang menguntungkan dan
baik untuk kesehatan. Tempat hiburan yang terlalu ramai, sesak dan panas
lebih baik dihindari karena dapat menyebabkan jatuh pingsan.
11) Koitus
Koitus tidak dihalangi kecuali bila ada sejarah :
a) Sering abortus / premature
b) Perdarahan pervaginam
c) Pada minggu terakhir kehamilan, koitus harus hati – hati
d) Bila ketuban sudah pecah maka koitus dilarang
e) Dikatakan orgasme pada hamil tua dapat menyebabkan
kontraksi uterus – partus prematurus.
12) Kesehatan jiwa
Ketenangan jiwa penting dalam menghadapi persalinan, karena itu
dianjurkan bukan saja melakukan latihan–latihan fisik namun juga latihan
kejiwaan untuk menghadapi persalinan. Walaupun peristiwa kehaminan
dan persalinan adalah suatu hal fisiologis, namun banyak ibu–ibu yang
tidak tenang, merasa khawatir akan hal ini, untuk itu bidan harus
menanamkan kepercayaan pada ibu hamil dan menerangkan apa yang
harus diketahuinya karena kebodohan, rasa takut dan sebagainya dapat
menyebabkan rasa sakit pada saat persalinan, hal ini akan mengganggu
jaannya partus, ibu akan menjadi lebih lelah dan kekuatan hilang. Untuk
menghilangkan rasa cemas harus ditanamkan kerja sama pasien–penolong
dan diberikan penerangan selagi hamil dengan tujuan :
a) Menghilangkan ketidak tahuan
b) Latihan–latihan fisik dan kejiwaan
c) Mendidik cara–cara perawatan bayi
d) Berdiskusi tentang peristiwa persalinan fisiologik
13) Perawatan Payudara
Payudara merupakan sumber ASI yang menjadi makanan utama bagi
bayi, karena itu jauh sebelumnya harus sudah dirawat. Kutang yang
dipakai harus sesuai dengan pembesaran payudara yang sifatnya adalah
menyokong payudara dari bawah suspension, bukan menekan dari depan.
Dua bulan terakhir dilakukan massase, kolustrum dikeluarkan untuk
mencegah penyumbatan. Untuk mencegah putting susu kering dan mudah
pecah maka putting susu dan areola payudara dirawat dengan baik dengan
dibersihkan dengan air hangat. Bila putting susu masuk kedalam, hal ini
diperbaiki dengan cara menarik – narik keluar.
Adapun cara yang dapat dilakukan pada perawatan payudara semasa
hamil adalah sebagai berikut:
a) Cuci tangan sebelum melakukan tindakan
b) Letakkan handuk diatas pangkuan Ibu
c) Basahi kedua telapak tangan dengan menggunakan minyak kelapa
d) Lakukan kompres pada kedua putting susu dengan kapas minyak
e) Lakukan penarikan pada kedua putting susu secara bersamaan lalu
diputar kedalam dan keluar sebanyak 20 kali.
f) Pegang pangkal payudara kanan dengan tangan kiri dan urut kearah
putting susu dengan tangan kanan sebanyak 20 kali
g) Lakukan pemijatan pada daerah areola mammae
h) Bersihkan kedua puting susu dan sekitarnya dengan waslapkering
i) Cuci tangan setelah tindakan.
Menurut Manuaba (2010) perubahan metabolisme pada kehamilan :
- Metabolisme basal naik sebesar 15-20% dari semula, terutama pada
trimester ketiga.
- Keseimbangan asam basa mengalami penurunan dari 155 mEq per liter
menjadi 145 mEq per liter disebabkan hemodelusi darah dan kebutuhan
mineral yang diperlukan janin.
- Kebutuhan protein wanita hamil makin tinggi untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin, perkembangan organ kehamilan dan persiapan
laktasi. Dalam makanan diperlukan protein tinggi sekitar 0,5 g/kg berat
nhbadan atau sebutir telur ayam sehari.
- Kebutuhan kalori didapat dari karbohidrat, lemak dan protein.
- Kebutuhan zat mineral untuk ibu hamil :
1. Kalsium, 1,5 gram setiap hari, 30-40 gram untuk pembentukan tulang
janin.
2. Fosfor, rata-rata 2 gram dalam sehari.
3. Zat besi, 800 mg atau 30-50 mg per hari.
4. Air, ibu hamil memerlukan air cukup banyak dan dapat terjadi retensi
air.
5. Berat badan ibu hamil bertambah. Berat badan ibu hamil akan
bertambah antara 6,5-16,5 kg selama hamil atau terjadi kenaikan berat
badan 0,5 kg/minggu.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan
Ada tiga faktor yang mempengaruhi kehamilan, yaitu faktor fisik, faktor
psikologis dan faktor sosial budaya dan ekonomi. 
 Faktor Fisik
Wanita hamil akan mengalami perubahan fisik selama kehamilannya,
dimana perubahan ini terjadi karena adanya adaptasi terhadap pertumbuhan
janin dalam rahim dan dapat juga dipengaruhi oleh hal-hal yang berhubungan
dengan fisik ibu sebelum dan selama hamil.
 Faktor Psikologis
1.      Stresor Internal dan Eksternal
Stressor internal
Stressor internal meliputi factor-faktor pemicu stress ibu hamil yang
berasal dari diri ibu sendiri. Adanya beban psikologis yang ditanggung oleh
ibu dapat menyebabkan gangguan perkembangan bayi yang nantinya akan
terlihat ketika bayi lahir. Anak akan tumbuh menjadi seseorang dengan
kepribadian yang tidak baik, bergantung pada kondisi stress yang dialami oleh
ibunya, seperti anak yang menjadi temperamental, autis atau orang yang
terlalu rendah diri (minder). Ini tentu saja tidak diharapkan. Oleh karena itu,
pemantauan kesehatan psikologis pasien sangat perlu dilakukan.
Stressor eksternal
              Pemicu stress yang berasal dari luar bentuknya sangat bervariasi,
misalnya masalah ekonomi, konflik keluarga, pertengkaran dengan suami,
tekanan dari lingkungan (respon negative dari lingkungan pada kehamilan lebih
dari 5 kali), dan masih banyak kasus yang lain.
2.         Support Keluarga
Setiap tahap usia kehamilan, ibu akan mengalami perubahan baik yang
bersifat fisik maupun psikologis. Ibu harus melakukan adaptasi pada setiap
perubahan yang terjadi dimana sumber stress terbesar terjadi dalam rangka
melakukan adaptasi terhadap kondisi tertentu.
Dalam menjalani prose situ ibu hamil sangat membutuhkan dukungan
yang intensif dari keluarga dengan cara menunjukkan perhatian dan kasih
sayang.
3.   Subrainstormingtan Abuse (substance abuse)
Kekerasan yang dialami oleh ibu hamil di masa kecil akan sangat
membekas dan sangat memengaruhi kepribadiannya. Ini perlu diperhatikan
karena pada klien yang mengalami riwayat ini, tenaga kesehatan harus lebih
maksimal dalam menempatkan diri sebagai teman atau pendamping yang bisa
dijadikan tempat bersandar bagi klien dalam masalah kesehatan. Klien dengan
riwayat ini biasanya tumbuh dengan kepribadian yang tertutup.
4.      Partner Abuse
Hasil penelitian menunjukkan bahwa korban kekerasan terhadap
perempuan adalah wanita yang telah bersuami. Setiap bentuk kekerasan yang
dilakukan oleh pasangan harus selalu diwaspadai oleh tenaga kesehatan jangan
sampai kekerasan yang terjadi akan membahayakan ibu dan bayinya. Efek
psikologis yang muncul gangguan rasa aman dan nyaman pada pasien.
Sewaktu-waktu pasien akan mengalami perasaan terancam yang akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
 Faktor lingkungan, sosial budaya dan ekonomi
 1.      Kebiasaan dan Adat Istiadat
                    Ada beberapa kebiasaan adat istiadat yang merugikan kesehatan
ibu hamil. Tenaga kesehatan harus dapat menyikapi hal ini dengan bijaksana
jangan sampai menyinggung “kearifan local” yang sudah berlaku di daerah
tersebut.Penyampaian mengenai pengaruh adat dapat melalui berbagai teknik,
misalnya melalui media masa, pendekatan tokoh masyarakat dan penyuluhan
yang menggunakan media efektif. Namun, tenaga kesehatan juga tidak boleh
mengesampingkan adanya kebiasaan yang sebenarnya menguntungkan bagi
kesehatan. Jika kita menemukan adanya adat yang sama sekali tidak
berpengaruh buruk terhadap kesehatan, tidak ada salahnya jika memberikan
respon yang positif dalam rangka menjalin hubungan yang sinergis dengan
masyarakat.

2.      Fasilitas Kesehatan


            Adanya fasilitas kesehatan yang memadai akan sangat menguntungkan
kualitas pelayanan kepada ibu hamil. Deteksi dini terhadap kemungkinan
adanya penyulit akan lebih tepat, sehingga langkah antisipatif akan lebih cepat
diambil. Fasilitas kesehatan ini sangat menentukan atau berpengaruh terhadap
upaya penurunan angka kesehatan ibu (AKI).
3.      Ekonomi
            Tingkat social ekonomi terbukti sangat berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan fisik dan psikologis ibu hamil. Pada ibu hamil dengan tingkat social
ibu hamil yang baik otomatis akan mendapatkan kesejahteraan fisik dan
psikologis yang baik pula. Status gizi pun akan meningkat karena nutrisi yang
didapatkan berkualitas, selain itu ibu tidak akan terbebani secara psikologis
mengenai biaya persalinan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari setelah
bayinya lahir.
Ibu akan lebih fokus untuk mempersiapkan fisik dan mentalnya sebagai
seorang ibu. Sementara pada ibu hamil dengan kondisi ibu hamil yang lemah
akan mendapatkan banyak kesulitan terutama masalah pemenuhan kebutuhan
primer.

7. Standar Asuhan Antenatal


a. Kunjungan Antenatal Care (ANC) minimal :
1) Satu kali pada trimester I (usia kehamilan 0-13 minggu);
2) Satu kali pada trimester II (usia kehamilan 14-27 minggu);
3) Dua kali pada trimester III (usia kehamilan 28-40 minggu).
Menurut Mufdlilah (2010), perencanaan jadwal pemeriksaan (usia
kehamilan dan hari pertama haid terakhir) yang ideal adalah 4 minggu sekali
sampai usia kehamilan 28 minggu, 2 minggu sekali pada usia kehamilan 28-36
minggu dan 1 minggu sekali pada kehamilan di atas 36 minggu kecuali jika
ditemukan kelainan atau faktor resiko yang memerlukan penatalaksanaan medik
lain, pemeriksaan harus lebih sering dan intensif..
b. Terdapat 6 standar dalam standar pelayanan antenatal sebagai berikut :
1) Standar 1: Identifikasi Ibu hamil
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat
secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan motivasi ibu, suami dan anggota
keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan
secara teratur.
Bidan melakukan kunjungan rumah dan penyuluhan secara teratur bersama
kader memotivasi ibu hamil. Lakukan komunikasi dua arah dengan masyarakat
untuk membahas manfaat pemeriksaan kehamilan.
Hasil yang diharapkan dari standar ini adalah ibu dapat memahami tanda
dan gejala kehamilan. Ibu, suami, keluarga dan anggota masyarakat memahami dan
menyadari manfaat pemeriksaan kehamilan secara dini dan teratur. Meningkatkan
cakupan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum kehamilan 16 minggu.
2) Standar 2 : Pemeriksaan dan pemantauan antenatal
Bidan hendaknya paling sedikit memberikan 4 kali pelayanan antenatal.
Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama
untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal, bidan juga harus bisa
mengenali kehamilan dengan resti/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi,
hipertensi, PMS/infeksi, HIV : memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan
penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.
Tujuan yang diharapkan dari standar ini adalah bidan mampu memberikan
pelayanan antenatal berkualitas dan deteksi dini komplikasi kehamilan. Adapun
hasil yang diharapkan yaitu ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal
minimal 4 kali selama kehamilan. Meningkatnya pemanfaatan jasa bidan oleh
masyarakat. Deteksi dini dan penanganan komplikasi kehamilan. Ibu hamil, suami,
keluarga dan masyarakat mengenali tanda bahaya kehamilan dan tahu apa yang
harus dilakukan. Mengurus transpontasi rujukan jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
3) Standar 3 : Palpasi abdominal
Bidan harus melakukan pemeriksaan abdomen secara seksama dan
melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan. Bila umur kehamilan
bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah, masuknya kepala janin kedalam
rongga panggul, untuk mencari kelainan dan untuk merujuk tepat waktu.
Tujuan dari dilakukannya standar ini adalah memperkirakan usia
kehamilan, pemantauan pertumbuhan janin, penentuan letak, posisi dibagian bawah
janin.
4) Standar 4 : Pengelolaan anemia pada kehamilan.
Bidan melakukan tindakan pencegahan anemia, penanganan dan rujukan
semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tujuan dari standar ini adalah bidan mampu menemukan anemia pada
kehamilan secara dini, melakukan tindakan lanjut yang memadai untuk mengatasi
anemia sebelum persalinan berlangsung.
Tindakan yang bisa dilakukan bidan contohnya, memeriksa kadar Hb
semua ibu hamil pada kunjungan pertama dan minggu ke 28. Memberikan tablet Fe
pada semua ibu hamil sedikitnya 1 tablet selama 90 hari berturut. Beri penyuluhan
gizi dan pentingnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi, dll.
Hasil yang diharapkan dari standar ini yaitu jika ada ibu hamil dengan
anemia berat dapat dirujuk, penurunan jumlah ibu melahirkan dengan anemia,
penurunan jumlah bayi baru lahir dengan anemia/BBLR.
5) Standar 5 : Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan.
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada
kehamilan dan mengenali tanda gejala preeklamsia Iainnya serta mengambil
tindakan yang tepat dan merujuknya.
Tujuan dilakukannya tindakan standar ini yaitu bidan dapat mengenali
dan menemukan secara dini hipertensi pada kehamilan dan melakukan tindakan
yang diperlukan. Adapun tindakan yang dapat dilakukan bidan yaitu rutin
memeriksa tekanan darah ibu dan mencatatnya. Jika terdapat tekanan darah diatas
140/90 mmHg lakukan tindakan yang diperlukan.
Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan standar ini adalah ibu hamil
dengan tanda preeklamsia mendapat perawatan yang memadai dan tepat waktu.
Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat eklamsia.
6) Standar 6 : Persiapan persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami atau keluarga
pada trimester Ill memastikan bahwa persiapan persalinan bersih dan aman dan
suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, bila tiba-tiba terjadi
keadaan gawat darurat. Bidan mengusahakan untuk melakukan kunjungan kesetiap
rumah ibu hamil untuk hal ini.
Tujuan dari dilakukannya standar ini adalah untuk memastikan bahwa
persalinan direncanakan dalam lingkungan yang aman dan memadai dengan
pertolongan bidan terampil.
Hasil yang diharapkan adalah ibu hamil, suami dan keluarga tergerak untuk
merencanakan persalinan yang bersih dan aman. Persalinan direncanakan ditempat
yang aman dan memadai dengan pertolongan bidan terampil. Adanya persiapan
persiapan sarana transportasi untuk merujuk ibu bersalin. Jika perlu rujukan tepat
waktu telah dipersiapkan bila diperkirakan (Asrinah, dkk, 2010).
c. Pelayanan atau Asuhan Standar 10 T
Kemenkes (2016), dalam melaksanakan pelayanan antenatal care, ada
sepuluh standar pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan
yang dikenal dengan 10 T. Pelayanan asuhan standar minimal 10 T adalah sebagai
berikut:
a. Timbang berat badan dilakukan untuk mengetahui perubahan kenaikan berat
badan ibu selama kehamilan dan pengukuran tinggi badan dilakukan untuk
mengetahui apakah panggul ibu tersebut sempit atau tidak.
b. Pemeriksaan tekanan darah dilakkan untuk pemantauan dan mendeteksi ada
tidaknya hipertensi yang dapat menyebabkan preeklampsi ataupun eklampsi.
c. Nilai status gizi (mengukur lingkar lengan atas) dilakukan untuk memantau
status gizi ibu hamil dengan gizi normal >23,5 cm dan dengan kurang gizi <23,5
cm.
d. Pemeriksaan tinggi fundus uteri dilakukan untuk memperkirakan berat badan
janin

Tabel 2.1 Ukuran Fundus Uteri Sesuai Usia Kehamilan


Usia kehamilan dalam minggu Ukuran tinggi fundus (Mcd)
22-28 minggu 24-25 cm
28 minggu 26,7 cm
30 minggu 29,5-30 cm
32 minggu 31 cm
34 minggu 32 cm
36 minggu 33 cm
40 minggu 37,7 cm
Sumber : Manuaba, 2015

e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ) dilakukan untuk
memantau janin jika DJJ kurang dari 120 atau lebih dari 160 maka disarankan
untuk segera ke fasilitas kesehatan yang lebih baik (Rumah Sakit).
f. Pemberian imunisasi TT, diberikan untuk mencegah terjadinya tetanus toksoid
pada ibu maupun bayinya.
Tabel 2.2 Interval dan Lama Perlindungan Tetanus Toxoid
Imunisasi Waktu Pemberian
Perindungan TT
TT TT
TT 1 Langkah
awal
pembentukan
perlindungan
terhadap
penyakit
tetanus
1 bulan setelah
TT 2 3 tahun
pemberian TT 1
6 bulan setelah
TT 3 6 tahun
pemberian TT 2
12 bulan setelah
TT 4 10 tahun
pemberian TT 3
12 bulan setelah
TT 5 >25 tahun
pemberian TT 4
Sumber : Saryono, 2010

g. Pemberian tablet zat besi (Fe) minimal 90 tablet selama kehamilan yang
diminum satu kali setiap malam untuk mengantisipasi ibu tidak mengalami
anemia.
h. Tes laboratorium, pemeriksaan HB dilakukan untuk mengetahui apakah ibu
mengalami atau tidaknya anemia, golongan darah dilakukan untuk
mempersiapkan pendonor darah yang sesuai dengan golongan darah ibu, reduksi
urine dilakukan untuk mengetahui adanya gula pada urine ibu sebagai
pencegahan ibu hamil dengan diabetes, protein urine dilakukan untuk
mengetahui kadar protein dalam urine agar kita dapat mengetahui apakah ada
tanda-tanda pre eklampsia atau tidak, pemeriksaan HIV, sifilis dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya penyakit menular seksual yang diderita oleh.
i. Temu wicara (konseling), berdiskusi mengenai perencanaan persalinan dan
pencegahan komplikasi, tenaga kesehatan memberikan penjelasan mengenai
perawatan kehamilan, persalinan, bayi baru lahir dan IMD, nifas, ASI eksklusif,
KB dan imunisasi pada bayi yang diberikan secara bertahap.
j. Tatalaksana atau pengobatan, jika ibu hamil mempunyai masalah kesehatan.
8. Deteksi Dini dan Tanda Bahaya Kehamilan
Menurut kementrian kesehatan (2013) 6 masalah ini bisa menyebabkan
keguguran atau kelahiran dini (prematur) yang membahayakan ibu dan bayi yaitu :
a. Perdarahan Pada Hamil Muda Maupun Hamil Tua
Pada masa awal kehamilan, ibu akan mengalami perdarahan yang sedikit
atau spoting di sekitar waktu pertama terlambat haid. Hal ini terjadi karena
implantasi. Pada waktu lain dalam kehamilan perdarahan ringan mungkin
pertanda dari servik yang rapuh erosi, mungkin normal atau disebabkan oleh
infeksi. Perdarahan vagina yang terjadi pada wanita hamil dapat dibedakan
menjadi 2 bagian : pada awal kehamilan : abortus, mola hidatidosa dan kehamilan
ektopik terganggu. Pada akhir kehamilan : solusio plasenta dan plasenta previa
(Jannah, 2011).
Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda
sering dikaitkan dengan kejadian abortus, miscarriage, early pregnancy loss.
Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua terutama setelah
melewati trimester Ill disebut perdarahan antepartum (Prawirohardjo, 2010).
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28
minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan
kehamilan sebelum 28 minggu. Kelainan antepartum dapat berasal dari :
1) Kelainan plasenta : plasenta previa, solusio plasenta (abruption plasenta) atau
perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, seperti inversion
velameritosa, rupture sinus marginalis, plasenta sirkumvalata.
2) Bukan dari kelainan plasenta, biasanya tidak begitu berbahaya, misalnya
kelainan serviks dan vagina (erosion, polip, vanses yang pecah) dan trauma
(Mochtar, 2011).
b. Bengkak Dikaki, Tangan Atau Wajah Disertai Sakit Kepala Atau Kejang
Sakit kepala bisa terjadi selama kehamilan dan seringkali merupakan
ketidaknyamanan yang normal dalam kehamilan yang biasa disebabkan oleh
pengaruh hormone dan keletihan. Sakit kepala yang menunjukan suatu masalah
yang serius adalah sakit kepala yang hebat dan menetap dan tidak hilang dengan
beristirahat adalah salah satu gejala preeklampsia. Preeklampsia biasanya disertai
dengan penglihatan tiba-tiba hilang/kabur. Bengkak/oedema pada kaki dan muka
disertai nyeri pada epigastrium (Jannah, 2011).
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada
kehamilan mempunyai interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada hamil
normal, 60% edema dijumpai pada kehamilan yang hipertensi, 80% edema
dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria. Edema terjadi karena
hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang patologik
adalah edema yang nondependent pada muka dan tangan atau edema generalisata
dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat (Prawirohardjo,
2010).
c. Demam Atau Panas Tinggi
Demam tinggi terutama yang diikuti tubuh menggigil, rasa sakit seluruh
tubuh, sangat pusing biasanya disebabkan malaria. Pengaruh malaria terhadap
kehamilan memecahkan butir darah merah sehingga menimbulkan anemia, infeksi
plasenta dapat menghalangi pertukaran dan menyalurkan nutrisi ke Rahim, panas
badan tinggi merangsang terjadi kontraksi rahim. Akibat gangguan tersebut dapat
terjadi keguguran, persalinan prematuritas, dismaturftas, kematian neonatus
tinggi, kala II memanjang dan retensio plasenta (Jannah, 2011).
d. Air ketuban keluar sebelum waktunya
Dapat diidentifikasikan dengan keluarnya cairan mendadak disertai bau
yang khas. Adanya kemungkinan infeksi dalam Rahim dan persalinan
prematuritas yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.
Ketuban pecah dini yang disertai kelainan letak akan mempersulit persalinan yang
dilakukan di tempat dengan fasilitas yang belum memadai (Jannah, 2011).
e. Bayi Dikandungan Gerakannya Berkurang Atau Tidak Bergerak
Ibu mulai merasakan gerakan bayinya selama bulan ke 5 atau ke 6.
Beberapa ibu dapat merasakan gerakan bayinya lebih awal. Jika bayi tidur,
gerakannya akan melemah. Bayi harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam
periode 3 jam. Biasanya diukur dalam waktu 12 jam yaitu sebanyak 10 kali
(Jannah, 2011).

C. Persalinan dan BBL


1. Pengertian Persalinan dan Fisiologis Terjadinya Persalinan
1. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan
lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri) (Sulistyawati, 2010).
Persalinan adalah suatu proses yang dimulai dengan adanya kontraksi
uterus yang menyebabkan terjadinya dilatasi progresif dan serviks, kelahiran
bayi dan kelahiran plasenta dan proses tersebut merupakan proses alamiah.
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi dan rahim ibu
melalui jalan lahir atau dengan jalan lain, yang kemudian janin dapat hidup
kedunia luar (Rohani, dkk 2011).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau hampir cukup bulan dan dapat hidup di
luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lahir lain dengan bantuan
atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Badriah, 2012).

2. Fisiologis Terjadinya Persalinan


1. Penurunan hormon progesterone
Pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun menjadikan otot
rahim sensitif sehingga menimbulkan his.
2. Keregangan otot-otot
Otot rahim akan meregang dengan majunya kehamilan, oleh karena
isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya atau
mulai persalinan.
3. Peningkatan hormon oksitosin
Pada akhir kehamilan hormon oksitosin bertambah sehingga dapat
menimbulkan his.
4. Pengaruh janin
Hypofise dan kelenjar suprarenal pada janin memegang peranan dalam
proses persalinan.

5. Teon prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan dan desidua meningkat saat umur
kehamilan 15 minggu. Hasil percobaan menunjukan bahwa prostaglandin
menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur kehamilan.
1) Plasenta menjadi tua
2) Dengan tuanya kehamilan plasenta menjadi tua, villi corialis mengalami
perubahan sehingga kadar progesteron dan estrogen menurun (Badriah,
2012).

3. Bayi Baru Lahir


1. Pengertian BBL
Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia 0-28 hari
(Kementerian Kesehatan RI, 2010). Bayi baru lahir adalah bayi berusia satu
jam yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu dan berat badannya 2.500-
4000 gram (Dewi, 2010).
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-
42 minggu dan berat badannya 2.500-4.000 gram (Perawatan Kebidanan jilid
II, Bandung dalam Buku Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita, 2013).

2. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal


a. Lahir aterm antara 37-42 minggu
b. Berat badan 2.500-4.000 gram
c. Panjang badan 48-52 cm
d. Lingkar dada 30-38 cm
e. Lingkar kepala 33-35 cm
1) Circumferencia Mento Occipitatis (OB), yaitu keliling antara dagu dan oksiput
(35 cm)
2) Circumferencia Fronto Occipitalis (OS), yaitu keliling antara oksiput dan
os.frontal (34 cm)
3) Circumferencia Suboccipito Bregmatika (OK), yaitu keliling antara subocciput
dan bregma (31 cm)
f. Lingkar lengan 11-12cm
g. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit
h. Pernapasan 40-60 x/menit
i. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup
j. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna
k. Kuku agak panjang dan lemas
l. Gerak aktif
m. Bayi lahir langsung menangis kuat
n. Refleks rooting (mencari puting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan
daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik
f. Refleks sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik
g. Refleks moro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk dengan
baik
h. Refleks grasping (menggenggam) sudah baik
i. Genetalia
a) Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada skrotum
dan penis yang berlubang.
b) Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang
berlubang, serta adanya labia minora dan mayora.
c) Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24 jam
pertama dan berwarna hitam kecoklatan.

3. Perubahan Fisiologi menurut Lyndon (2014)


a. Sistem Pernapasan/Respirasi
Selama dalam kandungan, janin mendapat oksigen dan pertukaran gas
melalui plasenta. Setelah pelepasan plasenta yang tiba-tiba pada saat
melahirkan, adaptasi yang sangat cepat terjadi untuk memastikan
kelangsungan hidup. Bayi harus bernapas dengan menggunakan paru-paru.
Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 10 detik
pertama sesudah lahir. Rangsangan gerakan pernapasan pertama terjadi
karena beberapa faktor, yaitu :
1) Stimulasi mekanik, yaitu karena tekanan mekanik dan torak pada saat
melewati jalan lahir. Tekanan ini menyebabkan cairan di dalam paru-paru
(pada bayi normal jumlahnya 80-100 mL) berkurang sebanyak 1/3-nya dari
cairan tersebut diganti dengan udara.
2) Stimulasi konkrit yaitu penurunan PaO2 (dari 80 ke 15 mmHg) dan kenaikan
PaCO2 (dari 40 ke 70 mmHg), serta penurunan pH merangsang kemoreseptor
yang terletak di sinus karotikus.
3) Stimulasi sensorik yaitu adanya rangsangan suhu dingin mendadak pada bayi
saat meninggalkan suasana hangat di uterus dan memasuki udara luar yang
relatif lebih dingin. Perubahan suhu yang mendadak ini merangsang impuls
sensorik di kulit yang kemudian disalurkan ke pusat respirasi.
4) Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk :
a) Mengeluarkan cairan dalam paru-paru
b) Mengembangkan alveolus paru-paru untuk pertama kali
Sebelum lahir paru-paru janin penuh dengan cairan yang diekskresikan
oleh paru-paru itu sendiri. Ketika dilahirkan, cairan ini meninggalkan paru-
paru baik karena dipompa menuju jalan napas dan keluar dari mulut dan
hidup, maupun karena bergerak melintasi dinding alveolar menuju pembuluh
limfe paru dan menuju duktus torasikus.
Pernapasan pada bayi baru lahir biasanya adalah pernapasan
diafragmatik dan abdominal. Sementara itu, frekuensi dan dalamnya
pernapasan belum teratur, umumnya antara 30-60 kali/menit dengan periode
singkat apnea (kurang dari 15 detik). Apnea ini paling sering terjadi ketika
tidur dan durasinya berkurang seiring bertambahnya usia. Periode apnea yang
lebih dari 20 detik perlu diwaspadai.
a. Perlindungan Termal (Termoregulasi)
Mekanisme pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum berfungsi
sempurna. Agar tetap hangat, bayi baru lahir dapat menghasilkan panas melalui
gerakan tungkai dengan stimulasilemak cokelat. Namun, jika lingkungannya
terlalu dingin, bayi rentan mengalami kehilangan panas. Untuk itu, diperlukan
upaya pencegahan kehilangan panas tubuh agar bayi baru lahir tidak mengalami
hipotermia.
b. Metabolisme Karbohidrat
Didalam kandungan, janin mendapatkan kebutuhan akan glukosa dan
plasenta. Tindakan penjepitan tali pusar dengan klem pada saat lahir
menyebabkan seorang bayi harus mulai mempertahankan kadar glukosa darahnya
sendiri. Pada bayi baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu cepat (1
sampai 2 jam). Untuk memperbaiki penurunan kadar gula darah tersebut, dapat
dilakukan tiga cara, yaitu : melalui penggunaan ASI, melalui penggunaan
cadangan glikogen dan melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama
lemak.
c. Sistem Peredaran Darah
Janin menerima oksigen dan sari makanan dari plasenta. Selain itu,
plasenta juga menjalankan fungsi paru-paru sehingga tidak ada sirkulasi pulmonal
seperti pada orang dewasa darah yang mengalir melalui arteri pulmonalis hanya
cukup untuk makan dan pertumbuhan paru-paru itu sendiri.
Pada bayi baru lahir terjadi perubahan fisiologik pada sistem peredaran
darah karena paru-paru mulai berfungsi sehingga proses pengantaran oksigen ke
seluruh jaringan tubuh berubah. Perubahan tersebut menyangkut penutupan
foramen ovale pada atrium jantung serta penutupan duktus arteriosus dan duktus
venosus.
Ketika tali pusat diklem dan bayi menarik napas untuk pertama kali,
sirkulasi pada bayi mulai berubah. Pada saat tali pusat dipotong resistensi
pembuluh sistemik meningkat. Darah yang melalui duktus venosus berkurang
secara tiba-tiba. Hal ini menyebabkan penutupan duktus venosus secara pasif
dalam waktu 3-7 hari dan dengan segera mengurangi aliran darah yang melalui
vena kava inferior. Ekspansi paru menurunkan tahanan vaskular pulmonal
sehingga meningkatkan aliran darah ke atrium kanan berkurang, sedangkan
tekanan atrium kiri meningkat. Perubahan tekanan ini menyebabkan foramen
ovale menutup. Penutupan foramen ovale dapat terjadi dalam beberapa jam
sampai beberapa bulan.
Peningkatan tekanan oksigen dalam arteri dan penurunan tahanan paru
yang drastis menyebabkan duktus arteriosus mulai menutup. Peningkatan
konsentrasi oksigen dalam darah dan penurunan prostaglandin endogen yang
dihasilkan oleh plasenta membantu penutupan duktus arteniosus. Pada 93% bayi
cukup bulan : duktus arteriosus secara fungsional menutup dalam 60 jam.
Aliran darah paru pada hari pertama adalah 4-5 liter/menit/m2. Aliran
darah sistolik pada hari pertama rendah, yaitu 1,96 liter/menit/m2 dan bertambah
pada hari kedua dan ketiga (3,54 Iiter/m2) karena penutupan duktus arteriosus.
Perubahan lain yang terjadi adalah menutupnya vena umbilikalis dan arteri
hipogastrika dan tali pusat secara fungsional dalam beberapa menit setelah tali
pusat diklem serta penutupan jaringan fibrosa yang membutuhkan waktu sekitar 2-
3 bulan.

d. Sistem Gastrointestinal
Sebelum lahir, janin cukup bulan akan mulai mengisap dan menelan.
Refleks gumoh dan refleks batuk sudah terbentuk dengan baik pada saat lahir.
Pada saluran pencernaan bayi baru lahir terdapat mekonium, yaitu zat
berwarna hitam kehijauan yang terdiri atas mukopolisakarida. Mekonium
biasanya dikeluarkan dalam 12-24 jam pertama dan dalam empat hari biasanya
tinja sudah terbentuk dan berwama kekuningan. Enzim dalam saluran pencernaan
biasanya sudah terdapat pada neonatus, kecuali amilase dan lipase. Amilase baru
dihasilkan oleh kelenjar saliva setelah usia 3 bulan dan oleh pankreas setelah usia
6 bulan. Sementara itu, lipase baru dihasilkan oleh pankreas setelah usia 6 bulan.
e. Sistem kekebalan tubuh (imun)
Sebelum lahir, janin dilindungi oleh plasenta dari antigen dan stres
imunologik. Setelah lahir bayi terlepas dari plasenta sehingga ia menjadi rentan
terhadap berbagai infeksi dan alergi karena sistem kekebalan tubuhnya sebelum
matang.
Kekebalan alami yang belum sempurna pada bayi menyebabkan bayi
sangat rentan mengalami infeksi. OIeh sebab itu, meminimalkan kontak antara
bayi dan mikroba (seperti pada praktik persalinan yang aman), pemberian antibodi
untuk mencegah infeksi (misalnya memberi ASI dini terutama kolostrum), serta
deteksi dini dan pengobatan dini infeksi menjadi sangat penting.
Pada bayi baru lahir hanya terdapat gama globulin G, tetapi jika ada
infeksi yang dapat melalui plasenta ketika bayi belum lahir, reaksi imunologik
dapat terjadi dengan pembentukan set plasma dan antibodi gama A, G dan M.
Sel yang menyediakan imunitas bagi bayi berkembang pada awal
kehidupan bayi, tetapi sel ini belum aktif hingga beberapa bulan kemudian.
Selama tiga bulan pertama, bayi dilindungi oleh imunitas pasif yang diterima dari
ibu. Sawar alami seperti keasaman keasaman lambung dan pembentukan pepsin
serta tripsin, yang mempertahankan kesterilan usus halus, belum sepenuhnya
berkembang hingga usia 3-4 minggu.
Imunoglobulin A (IgA) yang melindungi membran belum terbentuk
sehingga tidak dapat ditemukan pada saluran pernapasan dan saluran kemih dan
kecuali bayi diberi ASI, imunoglobulin tersebut juga tidak ada pada saluran
pencernaan. Bayi mulai mensintesis lgG dan sekitar 40% kadarnya pada orang
dewasa dicapai pada usia 9 bulan. Pembentukan IgA, IgD dan IgE jauh lebih
perlahan dan kadar maksimal tidak tercapai hingga awal masa kanak-kanak. Bayi
yang diberi ASI menerima imunitas pasif melalui kolostrum dan ASI. Proteksi
yang diberikan bervariasi tergantung pada usia dan kematangan bayi serta tingkat
imunitas sang ibu.
f. Keseimbangan Cairan dan Fungsi Ginjal
Pada tubuh bayi baru lahir terdapat relatif banyak air. Kadar natrium relatif
lebih besar daripada kalium karena ruangan ekstraselular yang luas. Ginjal telah
berfungsi, tetapi belum sempurna karena jumlah nefron masih belum sebanyak
orang dewasa. Laju filtrasi glomerulus pads BBL hanyalah 30-50% dan laju
fiftrasi glomerulus pada orang dewasa.
Bayi baru lahir sudah harus buang air kecil dalam 24 jam pertama. Jumlah
urin sekitar 20-40 mI/jam dan meningkat 180-200 mI/jam pada akhir minggu
pertama. Frekuensi buang air kecil (BAK) pada bayi baru lahir berbeda-beda
tergantung pada asupan cairan Umumnya BBL akan BAK sekali dalam 24 jam
ketiga. Bayi yang diberi susu formula mungkin BAK lebih sering, tetapi jumlah
urine pada bayi yang diberi ASI meningkat setelah 3-4 hari ketika ASI ibu telah
muncul menggantikan kolostrum. Setelah hari keempat, BBL seharusnya sudah
BAK setidaknya 6-8 kali setiap 24 jam.
g. Sistem Hepatik
Selama periode neonatal, hati menghasilkan zat yang esensial untuk
penggantian darah. Hati juga mengendalikan jumlah bilirubin tak terkonjugasi
yang bersikulasi, pigmen berasal dari hemoglobin dan dilepaskan bersamaan
dengan pemecahan Sel darah merah. Segera setelah lahir, pada hari terjadi
perubahan kimia dan morfologis, yaitu kenaikan kadar protein secara penurunan
kadar lemak dan glikogen. Enzim hati belum aktif benar pada bayi baru lahir dan
umumnya baru benar-benar aktif sekitar 3 bulan setelah kelahiran.
Cadangan zat besi yang disimpan selama dalam kandungan cukup
memadai bagi bayi sampai 4-6 bulan pertama kehidupan ekstrauterin. Bayi
prematur dan bayi dengan BBLR memiliki cadangan zat besi yang Iebih sedikit
yang hanya memadai untuk 2-3 bulan pertama. Pada saat ini bayi baru lahir
menjadi rentan terhadap defisiensi zat besi.
h. Sistem Saraf
Pada saat lahir, sistem saraf belum terintegrasi sempurna, tetapi sudah
cukup berkembang untuk bertahan dalam kehidupan ekstrauterin. Sebagian besar
fungsi neurologik berupa refleks primitif, misalnya refleks moro, refleks rooting
(mencari puting susu), refleks menghisap dan menelan, refleks batuk dan bersin,
refleks palmar grasp (menggengam), refleks stepping (melangkah), refleks neck
tonic (tonus eher) dan refieks Babyskin. Sistem saraf autonom sangat penting
selama transisi karena merangsang respirasi awal, membantu mempertahankan
keseimbangan asam-basa dan mengatur sebagian kontrol suhu.

4. Tahapan Bayi Baru Lahir


a. Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama kelahiran. Pada
tahap ini digunakan sistem scoring apgar untuk fisik dan scoring grey untuk
interaksi bayi dan ibu.
b. Tahap II disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap II dilakukan pengkajian
selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan perilaku.
c. Tahap III disebut tahap periodik, pengkajian dilakukan setelah 24 jam pertama
yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh (Dewi, 2013).

2. Tanda-Tanda Persalinan
Adapun tanda-tanda persalinan
1. Ibu ingin mengejan
2. Perineum menonjol
3. Vulva dan anus membuka
4. Terjadinya his persalinan yang bersifat :
a.Pinggang terasa sakit yang menjalar kedepan.
b. Sifat teratur, interval makin pendek dan kekuatannya makin besar.
c.Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks.
d. Makin beraktivitas (jalan) kekuatan makin bertambah.
e.Pengeluaran lendir dan darah (pembawa tanda)
5. Terjadi perubahan serviks yang menimbulkan :
a. Pendataran, penipisan dan pembukaan serviks.
b. Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas.
c.Terjadinya perdarahan karena pembuluh darah kapiler pecah karena

3. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Terjadinya Persalinan


a. Power
Yang termasuk dalam power adalah his (kontraksi otot rahim), kontraksi
otot-otot dinding perut, kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengedan serta
ketegangan dan kontraksi ligamentum rotondum.
b. Passenger (janin dan plasenta)
1) Janin
Persalinan normal terjadi bila kondisi janin adalah letak bujur, presentasi
belakang kepala, sikap fleksi dan tafsiran berat janin <4000 gram.
2) Plasenta
Plasenta berada di segmen atas rahim (tidak menghalangi jalan rahim).
Dengan tuanya plasenta pada kehamilan yang bertambah tua maka
menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesterone sehingga
menyebabkan kekejangan pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan
kontraksi.
c. Passage (jalan lahir)
Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari rongga
panggul, dasar panggul, serviks dan vagina. Syarat agar janin dan plasenta dapat
melalui jalan lahir tanpa ada rintangan, maka jalan lahir tersebut harus normal.
d. Penolong : tenaga kesehatan yang mempunyai kemampuan untuk menolong
persalinan.
e. Psikologi : faktor kejiwaan yang mempengaruhi proses persalinan (Badriah,
2012).

4. Mekanisme Persalinan
Turunnya kepala dibagi dalam beberapa fase sebagai berikut.
1) Masuknya kepala janin dalam PAP
a. Masuknya kepala ke dalam PAP terutama pada primigravida terjadi pada
bulan terakhir kehamilan tetapi pada multipara biasanya terjadi pada permulaan
persalinan.
b. Masuknya kepala ke dalam PAP biasanya dengan sutura sagitalis melintang
menyesuaikan dengan letak punggung (Contoh: apabila dalam palpasi
didapatkan punggung kiri maka sutura sagitalis akan teraba melintang kekiri/
posisi jam 3 atau sebaliknya apabila punggung kanan maka sutura sagitalis
melintang ke kanan/posisi jam 9) dan pada saat itu kepala dalam posisi fleksi
ringan.
c. Jika sutura sagitalis dalam diameter anteroposterior dari PAP maka
masuknya kepala akan menjadi sulit karena menempati ukuran yang terkecil
dari PAP
d. Jika sutura sagitalis pada posisi di tengah-tengah jalan lahir yaitu tepat di
antara symphysis dan promontorium, maka dikatakan dalam posisi
”synclitismus” pada posisi synclitismus os parietale depan dan belakang sama
tingginya.
e. Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati symphisis atau agak ke
belakang mendekati promontorium, maka yang kita hadapi adalah posisi
”asynclitismus”
f. Acynclitismus posterior adalah posisi sutura sagitalis mendekati symphisis
dan os parietale belakang lebih rendah dari os parietale depan.
g. Acynclitismus anterior adalah posisi sutura sagitalis mendekati
promontorium sehingga os parietale depan lebih rendah dari os parietale
belakang
h. Pada saat kepala masuk PAP biasanya dalam posisi asynclitismus posterior
ringan. Pada saat kepala janin masuk PAP akan terfiksasi yang disebut dengan
engagement.

2. Majunya Kepala janin


a. Pada primi gravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk ke dalam
rongga panggul dan biasanya baru mulai pada kala II
b. Pada multi gravida majunya kepala dan masuknya kepala dalam rongga
panggul terjadi bersamaan.
c. Majunya kepala bersamaan dengan gerakan-gerakan yang lain yaitu: fleksi,
putaran paksi dalam, dan ekstensi
d. Majunya kepala disebabkan karena: Tekanan cairan intrauterin, Tekanan
langsung oleh fundus uteri oleh bokong, Kekuatan mengejan, Melurusnya
badan bayi oleh perubahan bentuk rahim.

3. Fleksi
a. Fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling
kecil yaitu dengan diameter suboccipito bregmatikus (9,5 cm) menggantikan
suboccipito frontalis (11 cm)
b. Fleksi disebabkan karena janin didorong maju dan sebaliknya mendapat
tahanan dari pinggir PAP, cervix, dinding panggul atau dasar panggul
c. Akibat adanya dorongan di atas kepala janin menjadi fleksi karena
momement yang menimbulkan fleksi lebih besar daripada moment yang
menimbulkan defleksi
d. Sampai di dasar panggul kepala janin berada dalam posisi fleksi maksimal.
Kepala turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke
bawah depan
e. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intra uterin yang
disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi yang
disebut sebagai putaran paksi dalam.

4. Putaran paksi dalam


a. Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa
sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan ke bawah
symphisis
b. Pada presentasi belakang kepala bagian terendah adalah daerah ubun-ubun
kecil dan bagian ini akan memutar ke depan ke bawah symphisis
c. Putaran paksi dalam mutlak diperlukan untuk kelahiran kepala, karena
putaran paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala
dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah
panggul
d. Putaran paksi dalam terjadi bersamaan dengan majunya kepala dan tidak
terjadi sebelum kepala sampai di Hodge III, kadang-kadang baru terjadi setelah
kepala sampai di dasar panggul
e. Sebab-sebab terjadinya putaran paksi dalam:
1) Pada letak fleksi, bagian kepala merupakan bagian terendah dari kepala
2) Bagian terendah dari kepala mencari tahanan yang paling sedikit terdapat
sebelah depan atas dimana terdapat hiatus genitalis antara muskulus levator
ani kiri dan kanan
3) Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter
anteroposterior

5. Ekstensi
a. Setelah putaran paksi dalam selesai dan kepala sampai di dasar panggul,
terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu
jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan di atas, sehingga
kepala harus mengadakan ekstensi untuk dapat melewati pintu bawah panggul
b. Jika tidak terjadi ekstensi maka kepala akan tertekan pada perineum dan
menembusnya
c. Kepala bekerja dengan 2 kekuatan yaitu satu mendesak ke bawah dan
satunya lagi menolak ke atas karena adanya tahanan dasar panggul
d. Setelah subocciput tertahan di pinggir bawah symphysis, maka yang dapat
maju adalah bagian yang berhadapan dengan subocciput

6. Putaran paksi luar


a. Putaran paksi luar adalah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam
terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung janin.
b. Bahu melintasi PAP dalam posisi miring.
c. Di dalam rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk
panggul yang dilaluinya hingga di dasar panggul, apabila kepala telah
dilahirkan bahu akan berada dalam posisi depan belakang.
d. Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dulu baru kemudian bahu
belakang, kemudian bayi lahir seluruhnya.

5. Kebutuhan Ibu Bersalin dan BBL


a. Kebutuhan Ibu Bersalin
Kebutuhan dasar ibu selama persalinan menurut Lesser dan Kenne meliputi:
1) Asuhan fisik dan psikologis
2) Kehadiran seorang pendamping secara terus-menerus
3) Pengurangan rasa sakit
4) Penerimaan atas sikap dan perilakunya
5) Informasi dan kepastian tentang hasil persalinan aman
Berdasarkan lima kebutuhan dasar ibu bersalin menurut Lesser dan Kenne,
maka kebutuhan dasar ibu bersalin dapat dibedakan menjadi dua topik materi, yaitu
kebutuhan dasar fisiologis dan kebutuhan dasar psikologis.
1. Kebutuhan Fisiologis Ibu Bersalin
Kebutuhan fisiologis ibu bersalin merupakan suatu kebutuhan dasar pada ibu
bersalin yang harus dipenuhi agar proses persalinan dapat berjalan dengan lancar.
Kebutuhan dasar ibu bersalin yang harus diperhatikan bidan untuk dipenuhi yaitu
kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi, eliminasi, hygiene (kebersihan personal),
istirahat, posisi dan ambulasi, pengurangan rasa nyeri, penjahitan perineum (jika
diperlukan), serta kebutuhan akan pertolongan persalinan yang terstandar.
Pemenuhan kebutuhan dasar ini berbeda-beda, tergantung pada tahapan persalinan,
kala I, II, III atau IV. Adapun kebutuhan fisiologis ibu bersalin adalah sebagai
berikut:

a. Kebutuhan Oksigen
Pemenuhan kebutuhan oksigen selama proses persalinan perlu diperhatikan
oleh bidan, terutama pada kala I dan kala II, dimana oksigen yang ibu hirup sangat
penting artinya untuk oksigenasi janin melalui plasenta. Suplai oksigen yang tidak
adekuat, dapat menghambat kemajuan persalinan dan dapat mengganggu
kesejahteraan janin. Oksigen yang adekuat dapat diupayakan dengan pengaturan
sirkulasi udara yang baik selama persalinan. Ventilasi udara perlu diperhatikan,
apabila ruangan tertutup karena menggunakan AC, maka pastikan bahwa dalam
ruangan tersebut tidak terdapat banyak orang. Hindari menggunakan pakaian yang
ketat, sebaiknya penopang payudara/BH dapat dilepas/dikurangi kekencangannya.
Indikasi pemenuhan kebutuhan oksigen adekuat adalah Denyut Jantung Janin (DJJ)
baik dan stabil.

b. Kebutuhan Cairan dan Nutrisi


Kebutuhan cairan dan nutrisi (makan dan minum) merupakan kebutuhan yang
harus dipenuhi dengan baik oleh ibu selama proses persalinan. Pastikan bahwa pada
setiap tahapan persalinan (kala I, II, III, maupun IV), ibu mendapatkan asupan
makan dan minum yang cukup. Asupan makanan yang cukup (makanan utama
maupun makanan ringan), merupakan sumber dari glukosa darah, yang merupakan
sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Kadar gula darah yang rendah akan
mengakibatkan hipoglikemia. Sedangkan asupan cairan yang kurang, akan
mengakibatkan dehidrasi pada ibi bersalin.
Pada ibu bersalin, hipoglikemia dapat mengakibatkan komplikasi persalinan
baik ibu maupun janin. Pada ibu, akan mempengaruhi kontraksi/his, sehingga akan
menghambat kemajuan persalinan dan meningkatkan insiden persalinan dengan
tindakan, serta dapat meningkatkan risiko perdarahan postpartum. Pada janin, akan
mempengaruhi kesejahteraan janin, sehingga dapat mengakibatkan komplikasi
persalinan seperti asfiksia.
Dehidrasi pada ibu bersalin dapat mengakibatkan melambatnya kontraksi/his,
dan mengakibatkan kontraksi menjadi tidak teratur. Ibu yang mengalami dehidrasi
dapat diamati dari bibir yang kering, peningkatan suhu tubuh, dan eliminasi yang
sedikit.
Dalam memberikan asuhan, bidan dapat dibantu oleh anggota keluarga yang
mendampingi ibu. Selama kala I, anjurkan ibu untuk cukup makan dan minum,
untuk mendukung kemajuan persalinan. Pada kala II, ibu bersalin mudah sekali
mengalami dehidrasi, karena terjadi peningkatan suhu tubuh dan terjadinya
kelelahan karena proses mengejan. Untuk itu disela-sela kontraksi, pastikan ibu
mencukupi kebutuhan cairannya (minum). Pada kala III dan IV, setelah ibu berjuang
melahirkan bayi, maka bidan juga harus memastikan bahwa ibu mencukupi
kebutuhan nutrisi dan cairannya, untuk mencegah hilangnya energi setelah
mengeluarkan banyak tenaga selama kelahiran bayi (pada kala II).

c. Kebutuhan Eliminasi
Pemenuhan kebutuhan eliminasi selama persalinan perlu difasilitasi oleh bidan,
untuk membantu kemajuan persalinan dan meningkatkan kenyamanan pasien.
Anjurkan ibu untuk berkemih secara spontan sesering mungkin atau minimal setiap
2 jam sekali selama persalinan.
Kandung kemih yang penuh, dapat mengakibatkan:
1. Menghambat proses penurunan bagian terendah janin ke dalam rongga panggul,
terutama apabila berada di atas spina isciadika
2. Menurunkan efisiensi kontraksi uterus/his
3. Mengingkatkan rasa tidak nyaman yang tidak dikenali ibu karena bersama dengan
munculnya kontraksi uterus
4. Meneteskan urin selama kontraksi yang kuat pada kala II
5. Memperlambat kelahiran plasenta
6. Mencetuskan perdarahan pasca persalinan, karena kandung kemih yang penuh
menghambat kontraksi uterus.

Apabila masih memungkinkan, anjurkan ibu untuk berkemih di kamar mandi,


namun apabila sudah tidak memungkinkan, bidan dapat membantu ibu untuk berkemih
dengan wadah penampung urin. Bidan tidak dianjurkan untuk melakukan kateterisasi
kandung kemih secara rutin sebelum ataupun setelah kelahiran bayi dan placenta.
Kateterisasi kandung kemih hanya dilakukan apabila terjadi retensi urin, dan ibu tidak
mampu untuk berkemih secara mandiri. Kateterisasi akan meningkatkan resiko infeksi
dan trauma atau perlukaan pada saluran kemih ibu.
Sebelum memasuki proses persalinan, sebaiknya pastikan bahwa ibu sudah
BAB. Rektum yang penuh dapat mengganggu dalam proses kelahiran janin. Namun
apabila pada kala I fase aktif ibu mengatakan ingin BAB, bidan harus memastikan
kemungkinan adanya tanda dan gejala kala II. Apabila diperlukan sesuai indikasi,
dapat dilakukan lavement pada saat ibu masih berada pada kala I fase latent.
d. Kebutuhan Hygiene (Kebersihan Personal)
Kebutuhan hygiene (kebersihan) ibu bersalin perlu diperhatikan bidan dalam
memberikan asuhan pada ibu bersalin, karena personal hygiene yang baik dapat
membuat ibu merasa aman dan relax, mengurangi kelelahan, mencegah infeksi,
mencegah gangguan sirkulasi darah, mempertahankan integritas pada jaringan dan
memelihara kesejahteraan fisik dan psikis.
Tindakan personal hygiene pada ibu bersalin yang dapat dilakukan bidan
diantaranya: membersihkan daerah genetalia (vulva-vagina, anus), dan memfasilitasi
ibu untuk menjaga kebersihan badan dengan mandi. Mandi pada saat persalinan
tidak dilarang. Pada sebagian budaya, mandi sebelum proses kelahiran bayi
merupakan suatu hal yang harus dilakukan untuk mensucikan badan, karena proses
kelahiran bayi merupakan suatu proses yang suci dan mengandung makna spiritual
yang dalam. Secara ilmiah, selain dapat membersihkan seluruh bagian tubuh, mandi
juga dapat meningkatkan sirkulasi darah, sehingga meningkatkan kenyamanan pada
ibu, dan dapat mengurangi rasa sakit. Selama proses persalinan apabila
memungkinkan ibu dapat diijinkan mandi di kamar mandi dengan pengawasan dari
bidan.
Pada kala I fase aktif, dimana terjadi peningkatan bloodyshow dan ibu sudah
tidak mampu untuk mobilisasi, maka bidan harus membantu ibu untuk menjaga
kebersihan genetalianya untuk menghindari terjadinya infeksi intrapartum dan untuk
meningkatkan kenyamanan ibu bersalin. Membersihkan daerah genetalia dapat
dilakukan dengan melakukan vulva hygiene menggunakan kapas bersih yang telah
dibasahi dengan air Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), hindari penggunaan air yang
bercampur antiseptik maupun lisol. Bersihkan dari atas (vestibulum), ke bawah (arah
anus). Tindakan ini dilakukan apabila diperlukan, misalnya setelah ibu BAK, setelah
ibu BAB, maupun setelah ketuban pecah spontan.
Pada kala II dan kala III, untuk membantu menjaga kebersihan diri ibu bersalin,
maka ibu dapat diberikan alas bersalin (under pad) yang dapat menyerap cairan
tubuh (lendir darah, darah, air ketuban) dengan baik. Apabila saat mengejan diikuti
dengan faeses, maka bidan harus segera membersihkannya, dan meletakkannya di
wadah yang seharusnya. Sebaiknya hindari menutupi bagian tinja dengan tisyu atau
kapas ataupun melipat undarpad.
Pada kala IV setelah janin dan placenta dilahirkan, selama 2 jam observasi,
maka pastikan keadaan ibu sudah bersih. Ibu dapat dimandikan atau dibersihkan di
atas tempat tidur. Pastikan bahwa ibu sudah mengenakan pakaian bersih dan
penampung darah (pembalut bersalin, underpad) dengan baik. Hindari menggunakan
pot kala, karena hal ini mengakibatkan ketidaknyamanan pada ibu bersalin. Untuk
memudahkan bidan dalam melakukan observasi, maka celana dalam sebaiknya tidak
digunakan terlebih dahulu, pembalut ataupun underpad dapat dilipat disela-sela
paha.

e. Kebutuhan Istirahat
Selama proses persalinan berlangsung, kebutuhan istirahat pada ibu bersalin
tetap harus dipenuhi. Istirahat selama proses persalinan (kala I, II, III maupun IV)
yang dimaksud adalah bidan memberikan kesempatan pada ibu untuk mencoba
relaks tanpa adanya tekanan emosional dan fisik. Hal ini dilakukan selama tidak ada
his (disela-sela his). Ibu bisa berhenti sejenak untuk melepas rasa sakit akibat his,
makan atau minum, atau melakukan hal menyenangkan yang lain untuk melepas
lelah, atau apabila memungkinkan ibu dapat tidur. Namun pada kala II, sebaiknya
ibu diusahakan untuk tidak mengantuk.
Setelah proses persalinan selesai (pada kala IV), sambil melakukan observasi,
bidan dapat mengizinkan ibu untuk tidur apabila sangat kelelahan. Namun sebagai
bidan, memotivasi ibu untuk memberikan ASI dini harus tetap dilakukan. Istirahat
yang cukup setelah proses persalinan dapat membantu ibu untuk memulihkan fungsi
alat-alat reproduksi dan meminimalisasi trauma pada saat persalinan.

f. Posisi dan Ambulasi


Posisi persalinan yang akan dibahas adalah posisi persalinan pada kala I dan
posisi meneran pada kala II. Ambulasi yang dimaksud adalah mobilisasi ibu yang
dilakukan pada kala I.
Persalinan merupakan suatu peristiwa fisiologis tanpa disadari dan terus
berlangsung/progresif. Bidan dapat membantu ibu agar tetap tenang dan rileks, maka
bidan sebaiknya tidak mengatur posisi persalinan dan posisi meneran ibu. Bidan
harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi persalinan dan posisi meneran,
serta menjelaskan alternatif-alternatif posisi persalinan dan posisi meneran bila
posisi yang dipilih ibu tidak efektif.
Bidan harus memahami posisi-posisi melahirkan, bertujuan untuk menjaga agar
proses kelahiran bayi dapat berjalan senormal mungkin. Dengan memahami posisi
persalinan yang tepat, maka diharapkan dapat menghindari intervensi yang tidak
perlu, sehingga meningkatkan persalinan normal. Semakin normal proses kelahiran,
semakin aman kelahiran bayi itu sendiri.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan posisi melahirkan:


1. Klien/ibu bebas memilih, hal ini dapat meningkatkan kepuasan, menimbulkan
perasaan sejahtera secara emosional, dan ibu dapat mengendalikan persalinannya
secara alamiah.
2. Peran bidan adalah membantu/memfasilitasi ibu agar merasa nyaman.
3. Secara umum, pilihan posisi melahirkan secara alami/naluri bukanlah posisi
berbaring. Menurut sejarah, posisi berbaring diciptakan agar penolong lebih nyaman
dalam bekerja. Sedangkan posisi tegak, merupakan cara yang umum digunakan dari
sejarah penciptaan manusia sampai abad ke-18.

Pada awal persalinan, sambil menunggu pembukaan lengkap, ibu masih


diperbolehkan untuk melakukan mobilisasi/aktivitas. Hal ini tentunya disesuaikan
dengan kesanggupan ibu. Mobilisasi yang tepat dapat membantu dalam
meningkatkan kemajuan persalinan, dapat juga mengurangi rasa jenuh dan
kecemasan yang dihadapi ibu menjelang kelahiran janin.
Pada kala I, posisi persalinan dimaksudkan untuk membantu mengurangi rasa
sakit akibat his dan membantu dalam meningkatkan kemajuan persalinan (penipisan
cerviks, pembukaan cerviks dan penurunan bagian terendah). Ibu dapat mencoba
berbagai posisi yang nyaman dan aman. Peran suami/anggota keluarga sangat
bermakna, karena perubahan posisi yang aman dan nyaman selama persalinan dan
kelahiran tidak bisa dilakukan sendiri olah bidan. Pada kala I ini, ibu diperbolehkan
untuk berjalan, berdiri, posisi berdansa, duduk, berbaring miring ataupun
merangkak. Hindari posisi jongkok, ataupun dorsal recumbent maupun lithotomi, hal
ini akan merangsang kekuatan meneran. Posisi terlentang selama persalinan (kala I
dan II) juga sebaiknya dihindari, sebab saat ibu berbaring telentang maka berat
uterus, janin, cairan ketuban, dan placenta akan menekan vena cava inferior.
Penekanan ini akan menyebabkan turunnya suplai oksigen utero-placenta. Hal ini
akan menyebabkan hipoksia. Posisi telentang juga dapat menghambat kemajuan
persalinan.

Macam-macam posisi meneran diantaranya:


1. Duduk atau setengah duduk, posisi ini memudahkan bidan dalam membantu
kelahiran kepala janin dan memperhatikan keadaan perineum.
2. Merangkak, posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada
punggung, mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta peregangan pada
perineum berkurang.
3. Jongkok atau berdiri, posisi jongkok atau berdiri memudahkan penurunan kepala
janin, memperluas panggul sebesar 28% lebih besar pada pintu bawah panggul, dan
memperkuat dorongan meneran. Namun posisi ini beresiko memperbesar terjadinya
laserasi (perlukaan) jalan lahir.
4. Berbaring miring, posisi berbaring miring dapat mengurangi penekanan pada vena
cava inverior, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia janin
karena suplai oksigen tidak terganggu, dapat memberi suasana rileks bagi ibu yang
mengalami kecapekan, dan dapat mencegah terjadinya robekan jalan lahir.
5. Hindari posisi telentang (dorsal recumbent), posisi ini dapat mengakibatkan:
hipotensi (beresiko terjadinya syok dan berkurangnya suplai oksigen dalam sirkulasi
uteroplacenter, sehingga mengakibatkan hipoksia bagi janin), rasa nyeri yang
bertambah, kemajuan persalinan bertambah lama, ibu mengalami gangguan untuk
bernafas, buang air kecil terganggu, mobilisasi ibu kurang bebas, ibu kurang
semangat, dan dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung.

Berdasarkan posisi meneran di atas, maka secara umum posisi melahirkan


dibagi menjadi 2, yaitu posisi tegak lurus dan posisi berbaring. Secara anatomi,
posisi tegak lurus (berdiri, jongkok, duduk) merupakan posisi yang paling sesuai
untuk melahirkan, kerena sumbu panggul dan posisi janin berada pada arah
gravitasi. Adapun keuntungan dari posisi tegak lurus adalah:
1. Kekuatan daya tarik, meningkatkan efektivitas kontraksi dan tekanan pada leher rahim
dan mengurangi lamanya proses persalinan.

Pada Kala 1
a. Kontraksi, dengan berdiri uterus terangkat berdiri pada sumbu aksis pintu masuk
panggul dan kepala mendorong cerviks, sehingga intensitas kontraksi meningkat.
b. Pada posisi tegak tidak ada hambatan dari gerakan uterus.
c. Sedangkan pada posisi berbaring, otot uterus lebih banyak bekerja dan proses
persalinan berlangsung lebih lama.

Pada Kala 2
a. Posisi tegak lurus mengakibatkan kepala menekan dengan kekuatan yang lebih
besar, sehingga keinginan untuk mendorong lebih kuat dan mempersingkat kala
2.
b. Posisi tegak lurus dengan berjongkok, mengakibatkan lebih banyak ruang di
sekitar otot dasar panggul untuk menarik syaraf penerima dasar panggul yang
ditekan, sehingga kadar oksitosin meningkat.
c. Posisi tegak lurus pada kala 2 dapat mendorong janin sesuai dengan anatomi
dasar panggul, sehingga mengurangi hambatan dalam meneran.
d. Sedangkan pada posisi berbaring, leher rahim menekuk ke atas, sehingga
meningkatkan hambatan dalam meneran.

2. Meningkatkan dimensi panggul


a. Perubahan hormone kehamilan, menjadikan struktur panggul dinamis/fleksibel.
b. Pergantian posisi, meningkatkan derajat mobilitas panggul.
c. Posisi jongkok, sudut arkus pubis melebar mengakibatkan pintu atas panggul
sedikit melebar, sehingga memudahkan rotasi kepala janin.
d. Sendi sakroiliaka, meningkatkan fleksibilitas sacrum (bergerak ke belakang).
e. Pintu bawah panggul menjadi lentur maksimum.
f. Pada posisi tegak, sacrum bergerak ke dapan mangakibatkan tulang ekor tertarik
ke belakang.
g. Sedangkan pada posisi berbaring, tulang ekor tidak bergerak ke belakang tetapi
ke depan (tekanan yang berlawanan).

3. Gambaran jantung janin abnormal lebih sedikit dengan kecilnya tekanan pada
pembuluh vena cava inferior
a. Pada posisi berbaring, berat uterus/cairan amnion/janin mengakibatkan adanya
tekanan pada vena cava inferior, dan dapat menurunkan tekanan darah ibu. Serta
perbaikan aliran darah berkurang setelah adanya kontraksi.
b. Pada posisi tegak, aliran darah tidak terganggu, sehingga aliran oksigen ke janin
lebih baik.

4. Kesejahteraan secara psikologis


a. Pada posisi berbaring, ibu/klien menjadi lebih pasif dan menjadi kurang
kooperatif, ibu lebih banyak mengeluarkan tenaga pada posisi ini.
b. Pada posisi tegak, ibu/klien secara fisik menjadi lebih aktif, meneran lebih alami,
menjadi lebih fleksibel untuk segera dilakukan ‘bounding’ (setelah bayi lahir
dapat langsung dilihat, dipegang ibu, dan disusui).
Ada beberapa keuntungan pada persalinan dengan posisi tegak lurus. Namun
ada beberapa kerugian yang mungkin ditimbulkan dari persalinan dengan posisi
tegak, diantaranya adalah:

1. Meningkatkan kehilangan darah


a. Gaya gravitasi mengakibatkan keluarnya darah sekaligus dari jalan lahir setelah
kelahiran janin, dan kontraksi meningkat sehingga placenta segera lahir.
b. Meningkatkan terjadinya odema vulva, dapat dicegah dengan mengganti-ganti
posisi.

2. Meningkatkan terjadinya perlukaan/laserasi pada jalan lahir


a. Odema vulva, dapat dicegah dengan mengganti posisi (darah mengalir ke bagian
tubuh yang lebih rendah).
b. Luka kecil pada labia meningkat, tetapi luka akan cepat sembuh.
c. Berat janin mendorong ke arah simfisis, mengakibatkan tekanan pada perineum
meningkat, sehingga resiko rupture perineum meningkat.

3. Untuk memudahkan proses kelahiran bayi pada kala II, maka ibu dianjurkan untuk
meneran dengan benar, yaitu:
a. Menganjurkan ibu untuk meneran sesuai dorongan alamiah selama kontraksi
berlangsung.
b. Hindari menahan nafas pada saat meneran. Menahan nafas saat meneran
mengakibatkan suplai oksigen berkurang.
c. Menganjurkan ibu untuk berhenti meneran dan istirahat saat tidak ada
kontraksi/his
d. Apabila ibu memilih meneran dengan posisi berbaring miring atau setengah
duduk, maka menarik lutut ke arah dada dan menempelkan dagu ke dada akan
memudahkan proses meneran
e. Menganjurkan ibu untuk tidak menggerakkan anggota badannya (terutama
pantat) saat meneran. Hal ini bertujuan agar ibu fokus pada proses ekspulsi janin.
Bidan sangat tidak dianjurkan untuk melakukan dorongan pada fundus
untuk membantu kelahiran janin, karena dorongan pada fundus dapat
meningkatkan distosia bahu dan ruptur uteri.

g. Pengurangan Rasa Nyeri


Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang
terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan janin
selama persalinan. Respons fisiologis terhadap nyeri meliputi: peningkatan tekanan
darah, denyut nadi, pernafasan, keringat, diameter pupil, dan ketegangan otot. Rasa
nyeri ini apabila tidak diatasi dengan tepat, dapat meningkatkan rasa khawatir,
tegang, takut dan stres, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
persalinan lama.
Rasa nyeri selama persalinan akan berbeda antara satu dengan lainnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi rasa nyeri, diantaranya: jumlah
kelahiran sebelumnya (pengalaman persalinan), budaya melahirkan, emosi,
dukungan keluarga, persiapan persalinan, posisi saat melahirkan, presentasi janin,
tingkat beta-endorphin, kontraksi rahim yang intens selama persalinan dan ambang
nyeri alami. Beberapa ibu melaporkan sensasi nyeri sebagai sesuatu yang
menyakitkan. Meskipun tingkat nyeri bervariasi bagi setiap ibu bersalin, diperlukan
teknik yang dapat membuat ibu merasa nyaman saat melahirkan.
Tubuh memiliki metode mengontrol rasa nyeri persalinan dalam bentuk
betaendorphin. Sebagai opiat alami, beta-endorphin memiliki sifat mirip petidin,
morfin dan heroin serta telah terbukti bekerja pada reseptor yang sama di otak.
Seperti oksitosin, betaendorphin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis dan kadarnya
tinggi saat berhubungan seks, kehamilan dan kelahiran serta menyusui. Hormon ini
dapat menimbulkan perasaan senang dan euphoria pada saat melahirkan. Berbagai
cara menghilangkan nyeri diantaranya: teknik self-help, hidroterapi, pemberian
entonox (gas dan udara) melalui masker, stimulasi menggunakan TENS
(Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation), pemberian analgesik sistemik atau
regional.
Menurut Peny Simpkin, beberapa cara untuk mengurangi nyeri persalinan
adalah: mengurangi rasa sakit dari sumbernya, memberikan rangsangan alternatif
yang kuat, serta mengurangi reaksi mental/emosional yang negatif dan reaksi fisik
ibu terhadap rasa sakit. Adapun pendekatan-pendekatan yang dilakukan bidan untuk
mengurangi rasa sakit pada persalinan menurut Hellen Varney adalah: pendamping
persalinan, pengaturan posisi, relaksasi dan latihan pernafasan, istirahat dan privasi,
penjelasan tentang kemajuan persalinan, asuhan diri, dan sentuhan.
Bidan dapat membantu ibu bersalin dalam mengurangi nyeri persalinan
dengan teknik self-help. Teknik ini merupakan teknik pengurangan nyeri persalinan
yang dapat dilakukan sendiri oleh ibu bersalin, melalui pernafasan dan relaksasi
maupun stimulasi yang dilakukan oleh bidan. Teknik self-help dapat dimulai
sebelum ibu memasuki tahapan persalinan, yaitu dimulai dengan mempelajari
tentang proses persalinan, dilanjutkan dengan mempelajari cara bersantai dan tetap
tenang, dan mempelajari cara menarik nafas dalam.
Stimulasi yang dapat dilakukan oleh bidan dalam mengurangi nyeri persalinan
dapat berupa kontak fisik maupun pijatan. Pijatan dapat berupa pijatan/massage di
daerah lombosacral, pijatan ganda pada pinggul, penekanan pada lutut, dan
counterpressure. Cara lain yang dapat dilakukan bidan diantaranya adalah:
memberikan kompres hangat dan dingin, mempersilahkan ibu untuk mandi atau
berada di air (berendam).
Pada saat ibu memasuki tahapan persalinan, bidan dapat membimbing ibu
untuk melakukan teknik self-help, terutama saat terjadi his/kontraksi. Untuk
mendukung teknik ini, dapat juga dilakukan perubahan posisi: berjalan, berlutut,
goyang ke depan/belakang dengan bersandar pada suami atau balon besar. Dalam
memberikan asuhan kebidanan, bidan dapat dibantu dan didukung oleh suami,
anggota keluarga ataupun sahabat ibu. Usaha yang dilakukan bidan agar ibu tetap
tenang dan santai selama proses persalinan berlangsung adalah dengan membiarkan
ibu untuk mendengarkan musik, membimbing ibu untuk mengeluarkan suara saat
merasakan kontraksi, serta visualisasi dan pemusatan perhatian.
Kontak fisik yang dilakukan pemberi asuhan/bidan dan pendamping
persalinan memberi pengaruh besar bagi ibu. Kontak fisik berupa sentuhan, belaian
maupun pijatan dapat memberikan rasa nyaman, yang pada akhirnya dapat
mengurangi rasa nyeri saat persalinan. Bidan mengajak pendamping persalinan
untuk terus memegang tangan ibu, terutama saat kontraksi, menggosok punggung
dan pinggang, menyeka wajahnya, mengelus rambutnya atau mungkin dengan
mendekapnya.

h. Penjahitan Perinium (Jika Diperlukan)


Proses kelahiran bayi dan placenta dapat menyebabkan berubahnya bentuk
jalan lahir, terutama adalah perineum. Pada ibu yang memiliki perineum yang tidak
elastis, maka robekan perineum seringkali terjadi. Robekan perineum yang tidak
diperbaiki, akan mempengaruhi fungsi dan estetika. Oleh karena itu, penjahitan
perineum merupakan salah satu kebutuhan fisiologis ibu bersalin. Dalam melakukan
penjahitan perineum, bidan perlu memperhatikan prinsip sterilitas dan asuhan
sayang ibu. Berikanlah selalu anastesi sebelum dilakukan penjahitan. Perhatikan
juga posisi bidan saat melakukan penjahitan perineum. Posisikan badan ibu dengan
posisi litotomi/dorsal recumbent, tepat berada di depan bidan. Hindari posisi bidan
yang berada di sisi ibu saat menjahit, karena hal ini dapat mengganggu kelancaran
dan kenyamanan tindakan.

i. Kebutuhan akan Proses Persalinan Yang Terstandar


Mendapatkan pelayanan asuhan kebidanan persalinan yang terstandar
merupakan hak setiap ibu. Hal ini merupakan salah satu kebutuhan fisiologis ibu
bersalin, karena dengan pertolongan persalinan yang terstandar dapat meningkatkan
proses persalinan yang alami/normal.
Hal yang perlu disiapkan bidan dalam memberikan pertolongan persalinan
terstandar dimulai dari penerapan upaya pencegahan infeksi. Cuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan tindakan dengan menggunakan sabun dan air mengalir
dapat mengurangi risiko penularan infeksi pada ibu maupun bayi. Dilanjutkan
dengan penggunaan APD (alat perlindungan diri) yang telah disepakati. Tempat
persalinan perlu disiapkan dengan baik dan sesuai standar, dilengkapi dengan alat
dan bahan yang telah direkomendasikan Kemenkes dan IBI. Ruang persalinan harus
memiliki sistem pencahayaan yang cukup dan sirkulasi udara yang baik.
Dalam melakukan pertolongan persalinan, bidan sebaiknya tetap menerapkan
APN (asuhan persalinan normal) pada setiap kasus yang dihadapi ibu. Lakukan
penapisan awal sebelum melakukan APN agar asuhan yang diberikan sesuai. Segera
lakukan rujukan apabila ditemukan ketidaknormalan.

2. Kebutuhan Psikologis Ibu Bersalin


Proses persalinan pada dasarnya merupakan suatu hal fisiologis yang dialami
oleh setiap ibu bersalin, sekaligus merupakan suatu hal yang menakjubkan bagi ibu
dan keluarga. Namun, rasa khawatir, takut maupun cemas akan muncul pada saat
memasuki proses persalinan. Perasaan takut dapat meningkatkan respon fisiologis
dan psikologis, seperti: nyeri, otot-otot menjadi tegang dan ibu menjadi cepat lelah,
yang pada akhirnya akan menghambat proses persalinan. Kebutuhan psikologis ibu
selama persalinan menurut Lesser dan Kenne meliputi:
1) Kehadiran seorang pendamping secara terus-menurus
2) Penerimaan atas sikap dan perilakunya
3) Informasi dan kepastian tentang hasil persalinan aman.
Kebutuhan psikologis pada ibu bersalin merupakan salah satu kebutuhan dasar
pada ibu bersalin yang perlu diperhatikan bidan. Keadaan psikologis ibu bersalin
sangat berpengaruh pada proses dan hasil akhir persalinan. Kebutuhan ini berupa
dukungan emosional dari bidan sebagai pemberi asuhan, maupun dari pendamping
persalinan baik suami/anggota keluarga ibu. Dukungan psikologis yang baik dapat
mengurangi tingkat kecemasan pada ibu bersalin yang cenderung meningkat.
Dukungan psikologis yang dapat diberikan bidan untuk dapat mengurangi
tingkat kecemasan ibu adalah dengan membuatnya merasa nyaman. Hal ini dapat
dilakukan dengan: membantu ibu untuk berpartisipasi dalam proses persalinannya
dengan tetap melakukan komunikasi yang baik, memenuhi harapan ibu akan hasil
akhir persalinan, membantu ibu untuk menghemat tenaga dan mengendalikan rasa
nyeri, serta mempersiapkan tempat persalinan yang mendukung dengan
memperhatikan privasi ibu.
Secara terperinci, dukungan psikologis pada ibu bersalin dapat diberikan
dengan cara: memberikan sugesti positif, mengalihkan perhatian terhadap rasa sakit
dan ketidaknyamanan selama persalinan, dan membangun kepercayaan dengan
komunikasi yang efektif.

a. Pemberian Sugesti
Pemberian sugesti bertujuan untuk memberikan pengaruh pada ibu dengan
pemikiran yang dapat diterima secara logis. Sugesti yang diberikan berupa sugesti
positif yang mengarah pada tindakan memotivasi ibu untuk melalui proses
persalinan sebagaimana mestinya. Menurut psikologis sosial individu, orang yang
mempunyai keadaan psikis labil akan lebih mudah dipengaruhi/mendapatkan
sugesti. Demikian juga pada wanita bersalin yang mana keadaan psikisnya dalam
keadaan kurang stabil, mudah sekali menerima sugesti/pengaruh.
Sugesti positif yang dapat diberikan bidan pada ibu bersalin diantaranya
adalah dengan mengatakan pada ibu bahwa proses persalinan yang ibu hadapi akan
berjalan lancar dan normal, ucapkan hal tersebut berulang kali untuk memberikan
keyakinan pada ibu bahwa segalanya akan baik-baik saja. Contoh yang lain, misal
saat terjadi his/kontraksi, bidan membimbing ibu untuk melakukan teknik relaksasi
dan memberikan sugesti bahwa dengan menarik dan menghembuskan nafas, seiring
dengan proses pengeluaran nafas, rasa sakit ibu akan berkurang.
Sebaiknya bidan selalu mengucapkan kata-kata positif yang dapat memotivasi
ibu untuk tetap semangat dalam menjalani proses persalinan. Inti dari pemberian
sugesti ini adalah pada komunikasi efektif yang baik. Bidan juga dituntut untuk
selalu bersikap ramah dan sopan, dan menyenangkan hati ibu dan suami/keluarga.
Sikap ini akan menambah besarnya sugesti yang telah diberikan.

b. Mengalihkan Perhatian
Mengalihkan perhatian dari rasa sakit yang dihadapi selama proses persalinan
berlangsung dapat mengurangi rasa sakit yang sebenarnya. Secara psikologis,
apabila ibu merasakan sakit, dan bidan tetap fokus pada rasa sakit itu dengan
menaruh rasa empati/belas kasihan yang berlebihan, maka rasa sakit justru akan
bertambah.
Upaya yang dapat dilakukan bidan dan pendamping persalinan untuk
mengalihkan perhatian ibu dari rasa sakit selama persalinan misalnya adalah dengan
mengajaknya berbicara, sedikit bersenda gurau, mendengarkan musik kesukaannya
atau menonton televisi/film. Saat kontraksi berlangsung dan ibu masih tetap
merasakan nyeri pada ambang yang tinggi, maka upaya-upaya mengurangi rasa
nyeri misal dengan teknik relaksasi, pengeluaran suara, dan atau pijatan harus tetap
dilakukan.

c. Membangun Kepercayaan
Kepercayaan merupakan salah satu poin yang penting dalam membangun citra
diri positif ibu dan membangun sugesti positif dari bidan. Ibu bersalin yang memiliki
kepercayaan diri yang baik, bahwa dia mampu melahirkan secara normal, dan dia
percaya bahwa proses persalinan yang dihadapi akan berjalan dengan lancar, maka
secara psikologis telah mengafirmasi alam bawah sadar ibu untuk bersikap dan
berperilaku positif selama proses persalinan berlangsung sehingga hasil akhir
persalinan sesuai dengan harapan ibu.
Untuk membangun sugesti yang baik, ibu harus mempunyai kepercayaan pada
bidan sebagai penolongnya, bahwa bidan mampu melakukan pertolongan persalinan
dengan baik sesuai standar, didasari pengetahuan dasar dan keterampilan yang baik
serta mempunyai pengalaman yang cukup. Dengan kepercayaan tersebut, maka
dengan sendirinya ibu bersalin akan merasa aman dan nyaman selama proses
persalinan berlangsung.

6. Penapisan
Ibu yang melahirkan harus memenuhi beberapa persyaratan yang disebut
penapisan awal. Tujuan dari penapisan awal adalah untuk menentukan apakah ibu
tersebut boleh bersalin di PMB (Praktik Mandiri Bidan) atau harus di rujuk.
Apabila didapati salah satu/lebih penyulit seperti di bawah ini maka ibu harus
dirujuk ke Rumah Sakit :
a. Riwayat bedah sesar.
b. Perdarahan pervaginam.
c. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu).
d. Ketuban pecah disertai dengan mekonium yang kental.
e. Ketuban pecah lama (Iebih dari 24 jam).
f. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37
minggu).
g. lkterus.
h. Anemia berat.
i. Tanda / gejala infeksi.
j. Pre-eklamsia / hipertensi dalam kehamilan
k. Tinggi fundus 40 cm atau Iebih
l. Gawat janin.
m. Primipara dalam fase aktif kala satu persalinan dan kepala masih 5/5.
n. Presentasi bukan belakang kepala.
o. Presentasi ganda (majemuk).
p. Kehamilan ganda atau gameli.
q. Tali pusat menumbung.
r. Syok.
s. Penyakit-penyakit yang menyertai (PP IBI, 2016).

7. Standar Asuhan Persalinan (Kala 1 s.d. 4)


Asuhan Persalinan Kala I
Memeriksa perempuan pada awal persalinan dan meyakinkan perempuan
dalam keadaan normal. Memberi dukungan non pharmakologikal dalam persalinan
dengan cara pijatan/masage, hypnotherapy, hydrotherapy. Lakukan Deteksi dini
komplikasi. Lakukan pendampingan terhadap perempuan secara terus menerus pada
fase aktif. Tidak buru – buru pada saat ibu meneran, membuat rutin episiotomi,
Tidak segera memandikan bayi, dan memisahkan bayi dari ibunya.

Asuhan Persalinan Kala II


- Sebaiknya dibiarkan spontan tanpa struktur, lakukan sesuai dengan instink ibu
- Sebaiknya tidak ada pembatasan waktu bila kesejahteraan ibu dan janin baik
- Rutin Valsava atau meneran dengan cara menahan napas dapat membahayakan ibu
dan janin
- Ibu seharusnya didukung dan dianjurkan untuk meneran spontan kadang sering diikuti
dengan suara
- Pendekatan fleksibel terhadap keinginan meneran lebih awal, tergantung pada
pembukaan serviks dan tanda lain
- Perempuan sebaiknya dianjurkan untuk memilih posisi tegak pada kala II persalinan
Pada Persalinan Kala II
- Posisi Ibu dapat Berdiri, Jongkok, Duduk, Dalam Air, Supine – Lateral, sesuai
kenyamanan
- Ibu meneran sesuai dengan keinginannya
- Bidan mendampingi ibu selama proses kelahiran dan menolong kelahiran bayi.
Asuhan Persalinan Kala II
- Dalam kondisi normal Uterus akan segera berkontraksi segera (dalam 2 menit)
setelah bayi lahir
- Plasenta akan lahir spontan
- Rutin Manajemen Kala III wajib dilakukan pada ibu yang berisiko Perdarahan
postpartum (Makrosomia, Gemelli, Riwayat Perdarahan, partus di fasilitas yang jauh
dari fasilitas rujukan)
- Rutin Manajemen Aktif Kala III membuat ketidaknyaman.

Asuhan Persalinan Kala IV


- Observasi perdarahan, kontraksi uterus, TTV setiap 15 menit dalam 1 jam pertama,
tiap 30 menit dalam 1 jam kedua
- Dalam 2 jam pertama postpartum masih merupakan masa kritis terjadi perdarahan
postpartum
- Lanjutkan asuhan masa nifas

D. Nifas dan Menyusui


1. Pengertian Nifas dan Kunjungan Nifas
a. Pengertian Nifas
Masa nifas adalah (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula
(sebelum hamil) masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2011).
Masa Nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saleha, 2011)
Menurut Sinopsis Obsetri, Masa adalah masa pulih kembali mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa
nifas 6-8 minggu (Ai yeyeh dkk, 2011).

b. Kunjungan Nifas
a) Kunjungan Nifas Awal
Selama 2-6 jam pertama dan dalam beberapa hari pertama
dilakukan kegiatan pemeriksaan fisik dan penilaian, yang komponen-
komponennya meliputi :
(1) Kesehatan umum, menanyakan perasaan ibu apakah Ielah atau terlalu
Ietih.
(2) Tanda-tanda vital, seperti TD <140/90 mungkin bisa naik dari tingkat
disaat persalinan 1-3 hari post partum, Suhu tubuh <38 0C, Denyut 60-
100 kali permenit.
(3) Fundus, menilai kontraksi baik, tinggi fundus tidak berada diatas.
(4) Lokea, menilai pengeluaran pervaginam seperti lokea berwarna merah
kehitaman (lokea rubra), bau biasa, tidak ada gumpalan darah atau
butir-butir darah beku (ukuran jeruk kecil), jumlah pendarahan sedikit
(hanya perlu mengganti setiap 2-4 jam).
(5) Kandung kemih, menilai apakah ibu sudah bisa buang air
(Sulistyawati, 2011).

b) Kunjungan Nifas I 6-8 jam


Asuhan nifas pada kunjungan I ini bertujuan untuk :
(1) Mencegah terjadinya pendarahan pada masa nifas.
(2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain pendarahan dan memberikan
rujukan bila pendarahan berlanjut.
(3) Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu keluarga mengenai
bagaimana mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri.
(4) Pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu.
(5) Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru
lahir.
(6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.

c) Kunjungan Nifas II 6 hari


Asuhan nifas pada kunjungan II ini bertujuan untuk :
(1) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilikus, tidak ada pendarahan abnormal dan tidak ada bau.
(2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau kelainan pasca
melahirkan.
(3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makan, cairan dan istirahat.
(4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda-tanda
penyulit.
(5) Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi cara
merawat tali pusat dan bagaimana menjaga bayi agar tetap hangat.

d) Kunjungan Nifas III 2 minggu


Asuhan nifas pada kunjungan Ill ini bertujuan untuk :
(1) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi,
fundus dibawah umbilikus, tidak ada pendarahan abnormal dan tidak
ada bau.
(2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau kelainan pasca
melahirkan.
(3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makan, cairan dan istirahat.
(4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda-tanda
penyulit.
(5) Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi cara
merawat tali pusat dan bagaimana menjaga bayi agar tetap hangat.

e) Kunjungan Nifas IV 6 minggu


Asuhan nifas pada kunjungan Ill ini bertujuan untuk :
(1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang dialami dan
bayinya.
(2) Memberikan konseling KB secara dini (Saleha, 2011)

2. Fisiologis Nifas
a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Uterus
a) Pengerutan rahim (involusi)
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi
sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi neuritic (Iayu/mati)
b) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea
mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang neurikrotik dan dalam
uterus. Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu
keluarnya.
(1) Lokhea Rubra
Lokhea ini keluar dari hari pertama sampai hari ke-4 masa post
partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar,
jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut
bayi) dan meconium.
(2) Lokhea Sanguinolenta
Lokhe ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir serta
berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.
(3) Lokhea Serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan yang berlangsung pada
hari ke 7 sampai hari ke 14.
(4) Lokhea Alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput
lendir serviks dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba dapat
berlansung selama 2-6 minggu post partum.
b. Perubahan pada serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak menganga
seperti corong, segera setelah bayi Iahir. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri
yang dapat mengadakan kontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga
seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks berbentuk seperti cincin.
Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup
secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir, tangan dapat masuk kedalam
rongga rahim. Setelah 2 jam hanya dapat dimasuki 2-3 jari. Pada minggu ke-6
post partum, serviks sudah menutup kembali.
a) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama setelah
proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae
dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia
menjadi lebih menonjol. Pada masa nifas, biasanya terdapat luka-luka jalan
lahir. Luka pada vagina umumnya tidak seberapa luas dan akan sembuh secara
perpriman (sembuh dengan sendirinya) kecuali apabila terdapat infeksi. lnfeksi
mungkin menyebabkan sellutis yang dapat menjalar sampai terjadi sepsis.
b) Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelum
terenggang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post-natal hari ke-5,
perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonus-nya, sekalipun tetap
lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil. Robekan Perineum terjadi pada
hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan menjadi
luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran
yang lebih besar dan sirkumferensia subkumferensia suboksipitobregmatika
atau anka dilahirkan dengan pembedahan vagina.
Tingkatan robekan pada perineum :
Tingkat 1 : Hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek
Tingkat 2 : Dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang
menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis
tengah terluka
Tingkat 3 : Robekan total Muskolus Spintcher ani externus dan kadang-
kadang dinding depan Rektur
Tingkat 4 : Robekan sampai dimuskulus rektum
Penjahitan laserasi perineum dilakukan segera setelah penilaian dan
inspeksi plasenta. Pengecekan kontraksi uterus kembali untuk memastikan
bahwa tidak terjadi atonia uteri yang harus membutuhkan kompresi bimanual
internal. Sebelum penjahitan dimulai, persiapan yang dibutuhkan tersedia dan
sedikit demi sedikit dilakukan perbaikan berdasarkan bentuk luka.
Tujuan dan penjahitan perineum :
(a) Untuk mendekatkan jaringan-jaringan agar penyembuhan dapat terjadi.
(b) Untuk menghentikan pendarahan. Teknik penjahitan yaitu jelulur, satu-
satu, Subkutikuler/subkutis (Yanti, 2011).

c. Perubahan Sistem Pencernaan


Biasanya ibu akan mengalami konstipasi setelah melahirkan. Hal ini
disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan mengalami tekanan
yang menyebabkan menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu
persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas
tubuh. Supaya buang air besar kembali normal dapat diatasi dengan diet setinggi
serat, peningkatan asupan cairan dan ambulasi lebih awal. Bila ini tidak berhasil
dalam 2-3 hari dapat diberikan obat laksansia.
d. Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung biasanya ibu akan sulit buang air
kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah
terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini
mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan berlangsung. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi kurang
sensitive dan kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal
urin residual (normal kurang lebih 15 cc). Dalam hal ini, sisa urin dan trauma pada
kandung kemih sewaktu persalinan dapat menyebabkan infeksi.
e. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh darah
yang berada diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan peredaran darah setelah plasenta dilahirkan. Ligament-ligamen,
diafragma pelvis, serta falsie yang merenggang pada saat persalinan, secara
berangsur-angsur akan menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak jarang uterus
jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi
kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.
f. Perubahan Sistem Endokrina
1) Hormone Plasenta
Hormone plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. HCG
menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7
post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.
2) Hormone Pituitary
Prolactin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak
menyusui, prolactin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan
meningkat pada fase konsentrasi folikuler (minggu ke-3) dan LH tetap rendah
hingga ovulasi terjadi.
3) Hypotalamik Pituitary Ovarium
Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga dipengaruhi oleh
faktor menyusui. Seringkali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi karena
rendahnya kadar estrogen dan progesterone
4) Kadar Estrogen
Setelah persalinan terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna
sehingga aktivitas prolactin yang juga sedang meningkat dapat mempengaruhi
kelenjar mamae dan menghasilkan ASI.
g. Perubahan Tanda Vital
1) Suhu Badan
Dalam 1 hari post partum suhu badan akan naik sedikit sebagai akibat
kerja keras sewaktu melahirkan kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila
keadaan normal suhu badan menjadi biasa. Biasanya hari ke-3 suhu badan
naik lagi karena adanya pembentukan ASI. Payudara menjadi bengkak dan
berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan
adanya infeksi pada endometrium (mastitis, tractus genetalis atau sistem
Iainnya).
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali per menit.
Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Setiap denyut nadi
yang melebihi 100 kali per menit adalah abnormal dan kemungkinan hal ini
menunjukan adanya infeksi.
3) Tekanan Darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah
akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan
darah tinggi pada saat post partum dapat menandakan terjadinya pre-eklampsi
post partum.
4) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan suhu dan denyut nadi.
Bila suhu dan nadi tidak normal maka pernafasan juga akan mengikutinya
kecuali bila ada gangguan khusus pada saluran pencernaan.

h. Perubahan Sistem Kardiovaskuler


Setelah persalinan shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu
relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban pada jantung dan
akan menimbulkan decompensatio cordis pada pasien dengan vitum cardio.
Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dan timbulnya
haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Umumnya
ini terjadi pada 3-5 hari post partum.
i. Perubahan Sistem Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan kadar fibrinogen dan plasma
serta faktor-faktor pembekuan darah makin meningkat. Pada hari pertama post
partum kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah akan
mengental sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang
meningkat dengan jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000 selama proses
kehamilan akan tetap tinggi dalam beberapa hari post partum. Jumlah sel darah
tersebut masih dapat naik lagi sampai 25.000-30.000 tanpa adanya kondisi
patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan yang lama (Ari sulistyawati,
2011).

3. Kebutuhan Ibu Masa Nifas


Pada masa nifas kebutuhan kesehatan pada seorang ibu sangatlah penting dan
perlu diberitahukan pada ibu sebelum pulang ke rumah agar ibu dapat memperhatikan
kesehatan nya seperti :
a. Nutrisi dan cairan
Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian serius karena
dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat
mempengaruhi susunan air susu, diet yang diberikan harus bermutu, bergizi
tinggi, cukup kalori, tinggi protein dan banyak mengandung cairan.
Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi sbb :
1) Mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
2) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan
vitamin yang cukup
3) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari
4) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, setidaknya selama 40
hari pasca persalian
5) Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan Vitamin A
kepada bayinya melalui ASI
b. Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijakan agar secepat mungkin
bidan membimbing ibu postpartum bangun dan tempat tidurnya dan membimbing
ibu secepat mungkin untuk berjalan. Keuntungan early ambulation adalah sebagai
berikut :
1) Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation
2) FaaI usus dan kandung kemih Iebih baik
3) Early ambulation memungkinkan kita mengajarkan ibu cara merawat anaknya
selama ibu masih di klinik bersalin atau rumah sakit. Misalnya memandikan,
menganti pakaian dan memberi makan. Lebih sesuai dengan keadaan
Indonesia early ambulation tentu tidak dibenarkan jika dengan penyulit seperti
anemia, penyakit jantung, penyakit paru-paru, deman dan sebagainya.
c. Eliminasi
1) Buang air kecil
Ibu diminta untuk buang air kecil (maksi) 6 jam postpartum. Jika
dalam 8 jam postpartum belum berkemih atau sama sekali berkemih melebih
100 cc maka lakukan kateterisasi. Akan tetapi kalau ternyata kandung kemih
penuh tidak perlu menunggu 8 jam untuk kateterisasi. Berikut ini sebab-sebab
terjadinya kesulitan berkemih (retensio urinea) pada postpartum :
a) Berkurangnya tekanan intrabdominal
b) Otot - otot perut masih lemah
c) Edema dan uretra
d) Dinding kandung kemih kurang sensitif
2) Buang Air Besar
Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar (defekasi) setelah
hari kedua postpartum. Jika pada hari ketiga belum juga BAB maka perlu
diberi obat percahar per oral atau per rektal.
3) Personal Hygiene
Pada masa nifas seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh
karena itu kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi.
Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur dan lingkungan sangat penting untuk
tetap dijaga dengan cara :
a) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh terutama perineum
b) Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin. Pastikan ibu
membersihkan daerah disekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke
belakang kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasihati ibu untuk
membersihkan vulva setiap kali selesai buang air kecil atau besar
c) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya
dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik
dan dikeringkan dibawah matahari dan disetrika
d) Sarankan ibu mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelaminnya
e) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi sarankan kepada ibu
untuk mengindari menyentuh daerah tersebut
4) Istirahat dan tidur
Hal-hal yang bisa dilakukan pada ibu untuk memenuhi kebutuhan
istirahat dan tidur adalah sebagi berikut :
a) Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan.
b) Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan-kegiatan rumah tangga secara
perlahan-Iahan serta untuk tidur siang dan beristirahat selagi bayi tidur.
c) Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal
(1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
(2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak pendarahan.
(3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan
dirinya sendiri.
5) Hubungan suami istri
Aktivitas seksual yang dapat dilakukan oleh ibu nifas harus memenuhi
syarat berikut ini :
a) Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukan satu-satu dua jarinya kedalam vagina
tanpa rasa nyeri maka aman untuk memulai melakukan hubungan suami
istri kapan saja ibu siap.
b) Banyak budaya yang mempunyai trasisi menunda hubungan suami istri
sampai masa waktu tertentu misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah
persalinan. Keputusan ini bergantung pada pasangan yang bersangkutan.
6) Kontrasepsi
Menganjurkan ibu untuk mengunakan alat kontrasepsi sebelum
melakukan hubungan suami istri dan ibu dapat memilih alat dan metode
kontrasepsi yang cocok.
7) Senam Nifas
Setelah persalinan terjadi involusi pada hampir seluruh organ tubuh
wanita, involusi ini terlihat jelas pada aIat-alat kandungan. Cara
mengembalikan bentuk tubuh menjadi indah dan langsing seperti semula
adalah melakukan latihan dan senam nifas seperti :
a) Memberitahu pentingnya otot-otot perut dan panggul agar kembali normal
karena hal ini akan membuat ibu merasa Iebih kuat dan ini juga
menjadikan otot perutnya menjadi kuat sehingga mengurangi rasa sakit
pada punggung.
b) Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari sangat
membantu.
(1) Dengan tidur terlentang dan lengan di samping, tarik otot perut selagi
menarik nafas, tahan napas dalam, angkat dagu ke dada, tahan mulai
dari hitungan 1-5. Rileks dan ulangi sebanyak 10 kali.
(2) Untuk memperkuat tonus otot jalan lahir dan dasar panggul lakukan
latihan keagel.
(3) Berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot bokong dan
pinggul, tahan sampal 5 hitungan. Relaksasi otot dan ulangi latihan
sebanyak 5 kali.
(4) Mulai mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu
naikan jumlah latihan 5 kali Iebih banyak. Pada minggu ke 6 setelah
persalinan ibu harus mengerjakan setiap gerakan sebanyak 30 kali.

4. Tanda Bahaya Masa Nifas


Memberitahu ibu tanda-tanda bahaya post partum seperti :
a) Nyeri dan rasa panas pada bagian infeksi (jika luka episiotomi atau
laserasi).
b) Kadang perih bila BAK
c) Demam dengan suhu badan >38 0C
d) Payudara bengkak (Saleha, 2011).
5. Standar Asuhan Masa Nifas
Standar Pelayanan Nifas (ada 3 standar)
Standar 13 : Perawatan bayi baru lahir
Pernyataan standar : Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk
memastikan pernafasan spontan mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan
dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus
mencegah atau menangani hipotermia.
Standar 14 : Penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan
Pernyataan standar : Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap
terjadinya komplikasi dalam dua jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan
yang diperlukan. Di samping itu, bidan memberikan penjelasan tentang hal-hal
mempercepat pulihnya kesehatan ibu dan membantu ibu untuk memulai pemberian
ASI.
Standar 15 : Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas
Pernyataan standar : Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas
melalui kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam
setelah persalinan, untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui
penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini penanganan atau rujukan
komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan penjelasan
tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan
bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.

Anda mungkin juga menyukai