Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MATA KULIAH KOMUNIKASI DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Disusun oleh:
Intan Firdhaus (P27824119020)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas dari mata kuliah Promosi Kesehatan.
Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Astuti Setiyani, SST., M.Kes., selaku ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes


Kemenkes Surabaya.
2. Dwi Wahyu Wulan S, SST., M.Keb., selaku ketua Prodi D3 Kebidanan kampus
Surabaya Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya.
3. Novita Eka KW, SST., M.Keb., selaku Dosen Pengajar Komunikasi Dalam
Praktik Kebidanan Kampus Surabaya Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya.
4. Seluruh pihak yang turut membantu dan kerjasama dalam menyelesaikan makalah
ini.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar menjadi makalah yang baik.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 30 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................1
1.3 Manfaat.......................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Asuhan Dan Persiapan Pasien Preoperasi..................................2
2.1.1 Persiapan Fisik.........................................................................2
2.1.2 Persiapan Psikomental............................................................5
2.1.3 Persiapan Administrasi...........................................................6
2.2 Perawatan Postoperasi…………………………………………8
2.3 Jenis-jenis Pembedahan dan Anestesi.......................................13
2.3.1 Jenis-jenis Pembedahan……………………………………..13
2.3.2 Pengertian dan Jenis Anestesi……………………………….13
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan...............................................................................15
3.2 Saran………………………………………………………….15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................16

ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir
semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan
membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya
menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami.
Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing
yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala
macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat dan bidan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik
pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang
tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat
keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan
saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter
anestesi, perawat/bidan) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses
perioperatif.
Pre operasi adalah tahap yang dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan
intervensi bedah dan diakhiri ketika klien dikirim ke meja operasi. Keperawatan pre
operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperative. Sedangkan post
operasi adalah asuhan atau tindakan yang dilakukan kepada pasien setelah melakukan
operasi atau pembedahan.
1.2   Rumusan Masalah
a.      Apakah yang dimaksud perioperasi  ?
b.      Pengertian asuhan pre operasi dan bagaimana tindakan pre operasi ?
c.      Pengertian asuhan post operasi dan bagaimana tindakan post operasi ? 
d. Apa saja jenis-jenis pembedahan dan anestesinya?
1.3   Tujuan
a) Mengetahui tujuan dari asuhan pre operasi dan tindakan dalam melaksanakan
tindakan pre operasi
b) Mengetahui tujuan dari asuhan post operasi dan tindakan dalam
melaksanakan tindakan post operasi.
c) Mampu memahami jenis-jenis pembedahan dan anestesinya.

1
BAB 2
PEMBAHASAN
Pre operasi adalah tahap yang dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan
intervensi bedah dan diakhiri ketika klien dikirim ke meja operasi. Keperawatan pre
operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Tahap ini merupakan
awalan yang menjadi kesuksesan tahap-tahap berikutnya. Kesalahan yang dilakukan
pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya (HIPKABI, 2014).
Perioprasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai prebedah
(preoperasi), bedah (intraoperasi), dan pasca bedah (postoperasi). Prabedah
merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan, dimulai sejak
persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja bedah. Intrabedah
merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak ditransfer ke meja bedah dan
berakhir sampai pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pascabedah merupakan  masa
setelah dilakukan  pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang
pemulihan  dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
2.1  Asuhan Dan Persiapan Pasien Preoperasi (Pra Bedah)
Hal-hal yang perlu dikaji dalam tahap prabedah adalah pegetahuan tentang persiapan
pembedahan, dan kesiapan psikologis. Prioritas pada prosedur pembedahan yang
utama adalah inform consent yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang
tindakan yang akan dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien
tentang prosedur yang akan dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas
kesehatan dari klien dan keluarganya mengenai tindakan tersebut.
2.1.1 Persiapan Fisik
1) Status Kesehatan Fisik Secara Umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu,
riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status
hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik,
fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain- lain. Selain itu pasien harus istirahat
yang cukup karena dengan istirahat yang cukup pasien tidak akan mengalami stres
fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,
tekanan darahnya dapat stabil dan pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid
lebih awal.

2
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit.
3) Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal.
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal
berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolik obat- obatan
anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik.
4) Pencukuran Daerah Operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi
tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/ menghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu
yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka
incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati- hati
jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di
berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang
akan dioperasi.
5) Personal Hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah
yang di operasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi
sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika
pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka
perawat akan memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.

3
6) Pengosongan Kandung Kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter.
Selain untuk pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk
mengobservasi balance cairan.
7) Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti:
nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan- latihan
yang diberikan pada pasien sebelum operasi, antara lain :
a) Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah
operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu
beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum.
Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien
dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien.
b) Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anestesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika sadar
pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak
lendir kental di tenggorokan.Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien
setelah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.
c) Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah
operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai
pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien
yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut
luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika
pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang
usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/ flatus. Keuntungan
lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar

4
dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar
sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal.
2.1.2 Persiapan Psikomental
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap
kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas
seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis
(Barbara C. Long). Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat
kecemasan/ketakutan antara lain, pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami
kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan
darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman
operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula. Akan tetapi,
sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam
menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan
ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain :
1) Takut nyeri setelah pembedahan
2) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal
(body image)
3) Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
4) Takut/cemas mengalami kondisi yang dama dengan orang lan yang mempunyai
penyakit yang sama.
5) Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
6) Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
7) Takut operasi gagal.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan
pasien dan keluarga, sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya
telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian
datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap. Hal ini berarti telah menunda
operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu.
Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan
dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien. Persiapan mental dapat dilakukan
dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat
mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien
sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang
menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
 

5
2.1.3 Persiapan administrasi
Keluarga pasien yang akan dilakukan prosedur operasi wajib bertanggung jawab
membaca dan mendatangani surat izin operasi.
1. Proses Keperawatan dan Klien Bedah
A. Pengkajian
-Riwayat medis.
Pengkajian ulang riwayat kesehatan klien meliputi riwayat penyakit yang pernah
diderita dan alasan utama klien mencari pengobatan.
- Pemeriksaan fisik
Berfokus pada data yang berhubungan dengan riwayat kesehatan klien dan sistem
tubuh yang akan dipengaruhi oleh pembedahan.
- Kesehatan emosional
Perawat mengkaji perasaan klien tentang pembedahan, konsep diri, citra diri, dan
sumber koping klien untuk memahami dampak pembedahan pada kesehatan
emosional klien.
- Riwayat pembedahan
Pengalaman bedah sebelumnya mempengaruhi respon fisik dan psikologis klien
terhadap prosedur pembedahan.
- Riwayat obat-obatan
Obat tertentu mempunyai implikasi khusus bagi klien bedah. Obat yang diminum
sebelum pembedahan akan dihentikan saat klien selesai menjalani operasi kecuali
dokter meminta klien untuk menggunakannya kembali.
- Alergi
Perawat harus mewaspadai adanya alergi terhadap obat yang mungkin diberikan
selama fase pembedahan.
- Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol
Pada klien perokok setelah pembedahan akan mengalami kesulitan dalam
membersihkan jalan nafas dari sekresi lender dan bagi klien pengguna alcohol dapat
menyebabkan klien memerlukan dosis anastesi lebih tinggi.
- Budaya
Klien yang berasal dari budaya yang berbeda akan menunjukkan reaksi yang
berebeda tentang pengalaman operasi .
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan pada klien preoperatif
a) Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang
akan dilakukan dan adanya ancaman kehilangan bagian tubuh
b) Ketidakefektifan koping keluarga : menurun berhubungan dengan perubahan
sementara pada peran klien dan beratnya operasi yang akan dilaksanakan
c) Ketakutan yang berhubungan dengan pembedahan yang akan dilaksanakan dan
antisipasi nyeri pascaoperatif
d) Kurang pengetahuan tentang implikasi pembedahan yang berhubungan dengan

6
kurang pengalaman tentang operasi dan kesalahpahaman informasi
e) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan
nutrisi yang berlebihan
f) Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan operasi darurat
g) Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan radiasi preoperatif dan
imobilisasi selama operasi
h) Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan ketakutan menghadapi operasi dan
jadwal preoperatif rutin di rumah sakit.
c. Perencanaan
Klien bedah perlu diikutsertakan dalam pembuatan rencana perawatan. Dengan
melibatkan klien sejak awal pembuatan rencana asuhan keperawatan bedah, risiko
pembedahan dan komplikasi pasca operatif dapat diminimalkan. Misalnya, riset
keperawatan menunjukkan bahwa penyuluhan preoperatif yang diberikan secara
terstruktur dapat mempersingkat masa rawat klien di rumah sakit. Rasa takut klien
yang telah diinformasikan tentang pembedahan akan menurun dan klien akan
mempersiapkan diri untuk berpartisipasi dalam tahap pemulihan pasca operatif
sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai. Keluarga juga merupakan rekan
penting dalam memahami hasil akhir yang telah ditetapkan untuk mencapai
pemulihan. Pada setiap diagnosa, perawat menetapkan tujuan perawatan dan hasil
akhir yang harus dicapai untuk memastikan pemulihan atau mempertahankan status
preoperatif klien.
Untuk klien bedah sehari, tahap perencanaan preoperatif dilakukan di rumah atau di
unit bedah sehari pada pagi hari sebelum klien menjalani operasi. Idealnya, tahap ini
dilakukan di rumah dengan cara perawat menelepon klien di rumah dan di unit bedah
dan atau tempat praktik dokter dan menjelaskan tentang informasi dan instrupsi
preoperatif. Cara ini member waktu pada klien untuk memikirkan operasi yang akan
dijalaninya, melakukan persiapan fisik yang diperlukan (misal; mengubah diet atau
berhenti minum obat), dan bertanya tentang prosedur pasca operatif. Klien bedah
sehari biasanya pulang ke rumah pada hari yang sama ia menjalani opersi. Jadi,
perawatan preoperatif yang direncanakan dengan baik member kepastian bahwa klien
telah mendapat informasi yang cukup dan mampu berpartisispasi aktif selama tahap
pemulihan. Keluarga atau pasangan klien juga dapat berperan sebagai pendukung
aktif bagi klien.
Rencana keperawatan preoperatif dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan individu.
Namun, setiap klien harus menjalani persiapan dasar.
Tujuan perawatan klien bedah antara lain
1. Memahami respon pembedahan secara fisiologis dan psikologis
2. Memahami tahap – tahap intraoperatif dan pasca operatif
3. Mendapatkan rasa nyaman dan relaksasi emosional
4. Mendapatkan kembali fungsi fisiologis normal setelah pembedahan (misal tanda –
tanda vital kembali norma)

7
5. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit normal.
6. Mendapatkan rasa nyaman dan istirahat
7. Mempertahankan luka bedah bebas dari infeksi
8. Menghindarkan cedera selama periode perioperatif
D. Implementasi
a) Persetujuan tindakan
Secara hukum pembedahan tidak boleh dilakukan sebelum klien memahami prosedur
pembedahan yang akan dilakukan, tahap – tahap yang harus dilalui, resiko, hasil yang
diharapkan dan terapi alternatifnya. Klien harus memberikan persetujuan atas
tindakan yang akan dilakukan.
b) Penyuluhan klien
Penyuluhan preoperatif tentang perilaku yang diharapkan yang dilakukan klien saat
pascaoperasi, yang diberikan secara sistematik dan terstruktur sesuai dengan prinsip –
prinsip dan mempunyai pengaruh positif bagi pemulihan klien.
1. Memberikan dorongan pada pasien. Dengarkan, pahami klien dan berikan
informasi yang membantu menyingkirkan kekhawatiran klien.
2. Melibatkan peran keluarga atau sahabat klien untuk memberikan dorongan pada
klien.
3. Membantu klien untuk mendapatkan bantuan spiritual yang klien inginkan
4. Menurunkan ansietas preoperatif
Perawat memberikan dorongan untuk pengungkapan dan harus mendengarkan,
memahami, dan memberikan informasi yang membantu menyingkirkan kekhawatiran
tersebut.
E. Evaluasi
Perawat mengevaluasi keberhasilan penyuluhan preoperatif dan peningkatan fungsi
fisiologis normal klien.
 2.2 Perawatan Post Operasi
Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggalkan sampai ia sadar. Harus
dijaga supaya jalan napas tetap bebas. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir
prosedur pada ruang operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas normal dan gaya
hidupnya. Penderita yang menjalani operasi kecuali operasi kecil, keluar dari kamar
operasi dengan infus intravena yang terdiri atas larutan NaCl 0,9% atau glukosa 5%
yang diberikan berganti-ganti menurut rencana tertentu. Di kamar operasi (atau
sesudah keluar dari situ) ia, jika perlu, diberi pula transfusi darah.

Pada waktu operasi penderita kehilangan sejumlah cairan, sehingga ia meninggalkan


kamar operasi dengan defisit cairan. Oleh karena itu, biasanya pascaoperasi minum
air dibatasi, sehingga perlu pengawasan keseimbangan antara cairan yang masuk
dengan infus, dan cairan yang keluar. Perlu dijaga jangan sampai terjadi dehidrasi,

8
tetapi sebaliknya juga jangan terjadi kelebihan dengan akibat edema paru-paru. Untuk
diketahui, air yang dikeluarkan dari badan dihitung dalam 24 jam berupa air kencing
dan cairan yang keluar dengan muntah harus ditambah dengan evaporasi dari kulit
dan pernapasan. Dapat diperkirakan bahwa dalam 24 jam sedikitnya 3 liter cairan
harus dimasukkan untuk mengganti cairan yang keluar.
Sebagai akibat anestesi, penderita pascaoperasi biasanya enek, kadang sampai
muntah. Ia tidak boleh minum, sampai rasa enek hilang sama sekali; kemudian, ia
boleh minum sedikit-sedikit, untuk lambat laun ditingkatkan. Dalam 24 sampai 48
jam pascaoperasi, hendaknya diberi makanan cair; sesudah itu, apalagi jika sudah
keluar flatus, dapat diberi makanan lunak bergizi untuk lambat-laun menjadi makanan
biasa.

Pada pascaoperasi peristalik usus mengurang dan baru lambat laun pulih kembali.
Pada hari kedua pascaoperasi biasanya usus bergerak lagi; dengan gejala mules,
kadang-kadang disertai dengan perut kembung sedikit. Pengeluaran flatus dapat
dibantu dengan pemberian dosis kecil prostigmin, dengan teropong angin dimasukkan
ke dalam rektum, dan kadang-kadang perlu diberikan klisma kecil terdiri atas 150 cc.
campuran minyak dan gliserin.
Pemberian antibiotik pada pascaoperasi tergantung dari jenis operasi yang dilakukan.
Misalnya, setelah kista ovarium kecil diangkat, tidak perlu diberi antibiotik; akan
tetapi sesudah histerektomi total dengan pembukaan vagina, sebaiknya obat tersebut
diberikan.
Pasien dengan masalah kesehatan membutuhkan perawatan postoperatif dalam ICU
untuk mendapatkan ventilasi jangka panjang dan monitoring sentral. Ketika pasien
diserahterimakan kepada perawat harus disertai dengan laporan verbal mengenai
kondisi pasien tersebut berupa kesimpulan operasi dan intruksi pasca operatif.
Intruksi pasca operatif harus sesuai dengan elemen berikut:

1. Tanda Tanda Vital


Evaluasi tekanan darah, nadi, dan laju pernapasan dilakukan setiap 15-30 menit
sampai pasien stabil kemudian setiap jam setelah itu paling tidak untuk 4-6 jam.
Beberapa perubahan signifikan harus dilaporkan sesegera mungkin. Pengukuran ini,
termasuk temperatur oral, yang harus direkam 4 kali sehari untuk rangkaian sisa
pasca operatif. Anjurkan pernapasan dalam setiap jam pada 12 jam pertama dan
setiap 2-3 jam pada 12 jam berikutnya. Pemeriksaan spirometri dan pemeriksaan
respirasi oleh terapis menjadi pilihan terbaik, utamanya pada pasien yang berumur
tua, obesitas, atau sebaliknya pada pasien lainnya yang bersedia atau yang tidak bisa
berjalan.

9
2. Perawatan Luka
Fokus penanganan luka adalah mempercepat penyembuhan luka dan meminimalkan
komplikasi dan biaya perawatan. Fokus utama dalam penanganan luka adalah dengan
evakuasi semua hematoma dan seroma dan mengobati infeksi yang menjadi
penyebabnya. Perhatikan perdarahan yang terlalu banyak (inspeksi lapisan dinding
abdomen atau perineal). Lakukan pemeriksaan hematokrit sehari setelah pembedahan
mayor dan, jika perdarahan berlanjut, diindikasikan untuk pemeriksaan ulang. Luka
abdomen harus diinspeksi setiap hari. Umumnya luka jahitan pada kulit dilepaskan 3-
5 hari postoperasi dan digantikan dengan Steri-Strips.Idealnya, balutan luka diganti
setiap hari dan diganti menggunakan bahan hidrasi yang baik. Pada luka yang
nekrosis, digunakan balutan tipis untuk mengeringkan dan mengikat jaringan
sekitarnya ke balutan dalam setiap penggantian balutan. Pembersihan yang sering
harus dihindari karena hal tersebut menyebabkan jaringan vital terganggu dan
memperlambat penyembuhan luka.

3. Penanganan Nyeri
Pengontrolan nyeri dilakukan dengan menggunakan analgetik secara intravena atau
intratrakea utamanya untuk pembedahan abdomen terbuka. Kombinasi anestesi
spinal-epidural dapat memanfaatkan anestesi spinal. Dengan anestesi spinal continu,
pasien yang menjalani pembedahan mayor dibawah level umbilikus akan
mendapatkan analgetik postoperatif jangka panjang dan efektif. Kelanjutan dari
pembedahan mayor, pemberian analgetik narkotik (contohnya: meperidin, 75-100 mg
secara intramuscular setiap 4 jam, atau morfin, 10 mg intramuskuler setiap 4 jam)
untuk mengontrol nyeri juga dibutuhkan.
Ketika pasien mentoleransikan intake oral dengan baik, regimen obatnya harus
diganti menjadi analgetik oral dan harus didukung oleh ambulasi. Dua kelas besar
untuk terapi non-opioid adalah acetaminophen dan obat-obat anti inflamasi
(NSAIDs). Secara umum, obat-obat ini ditoleransi secara baik dan mempunyai resiko
rendah terhadap efek samping yang serius. Meskipun demikian, acetaminophen
bersifat toksik untuk hati jika digunakan dalam dosis yang besar. Dosis
acetaminophen yang lebih dari 4.000 mg/hari harus dihindari, khususnya jika
kombinasi terapi obat opioid dan non-opioid oral digunakan. Jika diberikan secara
preoperatif, NSAIDs menurunkan nyeri pasca operasi dan mengurangi jumlah
kebutuhan opiate. Meskipun efek samping dari opiat berupa depresi saluran
pernapasan, mual serta muntah. Akan tetapi terapi opiat merupakan pilihan utama
untuk mengelola nyeri sedang sampai berat. Ketiga obat opiat yang biasanya
diresepkan setelah pembedahan adalah morfin, fentanil, dan hydromorphin.

10
4. Posisi Tempat Tidur
Pasien biasanya ditempatkan pada posisi miring untuk mengurangi inhalasi muntah
atau mukus. Posisi lainnya yang diinginkan oleh ahli bedah harus dinyatakan dengan
jelas, contohnya, posisi datar dengan kaki tempat tidur yang elevasi.

5. Selang Drainase
Hubungkan bladder dengan kateter untuk sistem drainase berdasarkan gravitasi.
Penulisan intruksi untuk drainase postoperatif lainnya, penggunaan kateter suksion,
pemintaan tekanan negatif dan interval pengukuran volume drainase harus spesifik
dan jelas.

6. Penggantian Cairan
Pemberian cairan secara oral atau intravena dibutuhkan. Untuk penentuan cara
pemberian cairan pasien dibutuhkan, selalu ambil berdasarkan faktor-faktor jumlah
seperti kehilangan cairan intraoperatif dan output urin, waktu pembedahan,
penggantian cairan intraoperatif, dan jumlah cairan yang diterima pada waktu
pemulihan. Meskipun setiap pasien dan jenis operasi berbeda, rata-rata pada pasien
muda yang sehat mendapatkan penggantian cairan intraoperatif sebanyak 2400 mL
sampai 3 liter cairan kristaloid dan glukosa, seperti Dekstrose 5% dalam setengah
larutan garam normal selama 24 jam pertama. Laju hidrasi intravena harus dilakukan
secara individu, seperti banyak pasien lainnya yang memerlukan volume yang kurang
dan menyebabkan cairan overload pada laju cairan yang lebih cepat. Pada pasien
dengan fungsi ginjal normal, penggantian cairan adekuat dapat dinilai pada output
urin paling tidak sebesar 30 mL/jam.

7. Diet
Tujuan utama pemberian makan setelah operasi adalah untuk meningkatkan fungsi
imun dan mempercepat penyembuhan luka yang meminimalisir ketidakseimbangan
metabolik. Dari penelitian random didapatkan bahwa pemberian makan harus sesuai
dan bermanfaat. Untuk pembedahan minor, pemberian makanan dibutuhkan dan
ditoleransi, ketika pasien sadar secara penuh. Ketidaksetujuan muncul berupa
seberapa cepat kemajuan diet pasien setelah pembedahan major. Hal ini bersifat
individual bergantung pada setiap pasien dan pada beberapa faktor. Satu cara
kemungkinan yang dapat dilakukan pada pasien berupa isapan air pada hari
pembedahan. Jangan berikan air es, karena dapat menurunkan motilitas usus secara
signifikan. Berikan cairan encer pada hari pertama pasca operasi jika telah terdengar
bunyi usus sampai udara usus keluar. Kemudian ganti makanan secara teratur. Waktu
yang dibutuhkan untuk pengembangan diet secara lengkap bergantung pada prosedur
pembedahannya, durasi anestesi, dan variasi individu pasien. Pada dua penelitian
random didapatkan bahwa pasien tertentu dapat diberikan makan sesegera mungkin 1

11
hari setelah operasi pembedahan ginekologi intra-abdomen.
Kurangnya asupan protein-kalori yang besar pada pasien yang mengalami
pembedahan dapat menyebabkan gangguan pada penyembuhan luka, penurunan
fungsi jantung dan paru, perkembangan bakteri yang berlebih dalam traktus
gastrointestinal, dan komplikasi lainnya yang menambah jumlah hari rawat inap dan
morbiditas pasien. Jika substansial intake kalori terlambat diberikan dalam 7-10 hari,
maka perlu pemberian makanan tambahan. Berikut ini adalah kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan setelah operasi.

8. Kebutuhan Nutrisi Setelah Operasi


Karena tidak adanya kontraindikasi, pemberian nutrisi secara enteral lebih dipilih
dibanding rute parenteral, khususnya jika terdapat komplikasi infeksi. Keuntungan
lain dari nutrisi enteral adalah penurunan biaya penyembuhan. Setelah operasi telah
ditemukan efektif, dimulai sesegera mungkin setelah operasi. Makan segera setelah
operasi telah menunjukkan peningkatan penyembuhan luka, merangsang motilitas
usus, menurunkan stasis usus, meningkatkan aliran darah usus, dan merangsang
refleks sekresi hormon gastrointestinal yang dapat mempermudah kerja usus setelah
operasi. Keputusan inisiasi “makan sesegera mungkin” dengan cairan atau makanan
lunak telah diteliti secara prospektif. Pada pasien yang diberikan makanan lunak
sebagai makanan pertama setelah operasi.
Sesudah penderita sadar, pada pascaoperasi ia dapat menggerakkan lengan dan
kakinya, dan tidur miring apabila hal itu tidak dihalangi oleh infus yang diberikan
kepadanya. Tidak ada ketentuan yang pasti kapan ia bisa duduk, keluar dari tempat
tidur, dan berjalan. Hal itu, tergantung dari jenis operasi, kondisi badannya, dan
komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul. Di Indonesia keperluan early
ambulation tidak seberapa mendesak karena disini bahaya tromboflebitis
pascaoperasi tidak besar. Pada umumnya pengangkatan jahitan pada laparatomi
dilakukan pada hari ke-7 pascaoperasi untuk sebagian dan diselesaikan pada hari
ke-10.
Secara umum, untuk mempercepat proses penyembuhan dan pemulihan kondisi
pasien pasca operasi, perlu kita perhatikan tips di bawah ini:
a) Makan makanan bergizi, misalnya: nasi, lauk pauk, sayur, susu, buah.
b) Konsumsi makanan (lauk-pauk) berprotein tinggi, seperti: daging, ayam, ikan,
telor dan sejenisnya.
c) Minum sedikitnya 8-10 gelas per hari.
d) Usahakan cukup istirahat.
e) Mobilisasi bertahap hingga dapat beraktivitas seperti biasa. Makin cepat makin
bagus.
f) Mandi seperti biasa, yakni 2 kali dalam sehari.

12
g) Kontrol secara teratur untuk evaluasi luka operasi dan pemeriksaan kondisi tubuh.
h) Minum obat sesuai anjuran dokter.

2.3 Jenis-jenis Pembedahan dan Anestesi


2.3.1 Jenis Pembedahan
1.Jenis pembedahan berdasarkan lokasi terdiri dari:
A. Bedah kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)
B. Bedah toraks  (dada)
C. Bedah neurologi (syaraf)
D. Bedah orthopedic (tulang)
E. Bedah urologi (saluran perkemihan)
F. Bedah kepala leher
G. Bedah digestif (saluran pencernaan)
H. Bedah caesar dan masih banyak lagi lainnya.
2. Jenis pembedahan berdasarkan tujuan terdiri dari:
A. Pembedahan diagnostic, yang bertujuan untuk menentukan sebab terjadinya
gejala dari penyakit seperti biopsy, eksplorasi dan laparotomy.
B. Pembedahan kuratif, pembedahan yang dilakukan untuk mengambil bagian
dari penyakit, seperti pembedahan apendiktomy.
C. Pembedahan restorative, pembedahan yang dilakukan untuk memperbaiki
deformitas (kecacatan) dan untuk menyambung daerah yang terpisah.
D. Pembedahan paliatif adalah pembedahan yang dilakukan untuk mengurangi
gejala saja dan tidak untuk  mengurangi penyakit.
E. Pembedahan kosmetik adalah pembedahan yang dilakukan untuk
memperbaiki bentuk dalam tubuh misalnya rhinoplasty (operasi untuk
membuat hidung menjadi lebih mancung).
2.3.2 Pengertian dan jenis Anestesi
Anestesia adalah penghilangan kesadaran sementara sehingga menyebabkan hilang
rasa pada tubuh tersebut. Tujuannya untuk penghilang rasa sakit ketika dilakukan
tindakan pembedahan.  Hal yang perlu diperhatikan yaitu dosis yang diberikan sesuai
dengan jenis pembedahan atau operasi kecil/besar sesuai waktu yang dibutuhkan
selama operasi dilakukan
A. Anestesi Umum
merupakan suatu tindakan pembiusan yang dilakukan untuk memblok pusat
kesadaran otak dengan menghilangkan kesadaran dan menimbulkan relaksasi

13
serta hilangnya perasaan. Pada umumnya metode pemberiannya adalah
dengan inhalasi dan intravena
B. Anestesi Regional
merupakan jenis anestesi yang dilakukan untuk meniadakan proses kejutan
pada ujung atau serabut syaraf serta ada hilangnya perasaan pada daerah tubuh
tertentu akan tetpai pasien masih sadar. Metode pemberian yang digunakan
adalah melakukan blok syaraf, memblok regional intravena dengan
tourniquet, blok daerah spinal dan melalui epidural.
C. Anestesi Lokal
merupakan anestesi yang dilakukan untuk memblok transmisi impuls syaraf
pada daerah yang akan dilakukan tindakan serta perasaan pada daerah tertentu
dan pasien tetap dalam kondisi sadar. Metode yang digunakan adalah inflitrasi
atau topical.
D. Hipno Anestesi
merupakan anestesi yang dilakukan untuk membuat status kesadaran pasif
secara artificial/ buatan sehingga terjadi peningkatan ketaatan kepada saran
atau perintah serta mengurangi kesadaran dan membuat perhatiannya menjadi
terbatas.
E. Akupuntur
merupakan anestesi yang dilakukan untuk memblok rangsangan nyeri dengan
merangsang keluarnya endorphin tanpa menghilangkan kesadaran. Metode
yang banyak digunakan adalah jarum atau electrode pada permukaan tubuh.

14
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Perioprasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai


prebedah (preoperasi), bedah (intraoperasi), dan pasca bedah (postoperasi).
Prabedah merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan,
dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja
bedah. Intrabedah merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak ditransfer
ke meja bedah dan berakhir sampai pasien dibawa ke ruang pemulihan.
Pascabedah merupakan  masa setelah dilakukan  pembedahan yang dimulai
sejak pasien memasuki ruang pemulihan  dan berakhir sampai evaluasi
selanjutnya.
Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu
pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang
prosedur yang akan dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas
kesehatan dari klien dan keluarganya mengenai tindakan tersebut.
3.2 Saran
Pada pasien post operasi sebaiknya pemberian nutrisi lebih diutamakan untuk
mempercepat proses penyembuhan luka pasca operasi. untuk mempercepat
proses penyembuhan dan pemulihan kondisi pasien pasca operasi,perlu:
Makan makanan bergizi, misalnya: nasi, lauk pauk, sayur, susu,
buah,mengkonsumsi makanan (lauk-pauk) berprotein tinggi, seperti: daging,
ayam, ikan, telor dan sejenisnya,minum sedikitnya 8-10 gelas per
hari,usahakan cukup istirahat,mobilisasi bertahap hingga dapat beraktivitas
seperti biasa.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://desafir.wordpress.com/2013/05/17/persiapan-pre-operasi-perawatan-
post-operasi/
http://repository.unimus.ac.id/1708/4/12.%20BAB%20II.pdf
http://scholar.unand.ac.id/30402/2/BAB%20I.pdf
https://ejournal.stikesmuhgombong.ac.id/index.php/JIKK/article/view/137
http://jurnalbaptis.hezekiahteam.com/jurnal/index.php/keperawatan/article/download/
325/298

16

Anda mungkin juga menyukai