Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

HIRSCHPRUNG

DOSEN PEMBIMBING:

H. Nurlia, S.Kep, Ns

DISUSUN OLEH

Kelompok I

1. Selfiana (A.18.10.056)

2. NurWafiah Ramadhani Syahrir (A.18.10.044)

3. Nurasni Wulandari (A.18.10.046)

4. NurFadillah (A.18.10.047)

5. Sahratul Aeni (A.18.10.060)

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah Swt. Karena atas berkat

rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tidak lupa

pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Keperawatan

Anak II dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan

Hirschprung” yang telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai upaya untuk

menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan.

Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua

pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu,

kami mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini,

sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Bulukumba, 08 Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Sampul

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan 3

BAB II: PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar 4

B. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Hirschprung 11

BAB III: PENUTUP

A. Kesimpulan 25

B. Saran 25

Daftar Pustaka26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang

menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani

internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk

anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus

bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling

sering pada neonatus.

Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan

kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus

auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan

tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum

tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara

spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian

segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada

bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.

Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh

Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan

adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital

pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak

diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan

Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini

1
disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi

ganglion.

Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi

hisprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1

diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200

juta dan tingkay kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun

akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung.

Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran

hidup, laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ).

Biasanya, penyakit hisprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi

prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan

termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan

kardiovaskuler.

Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu

adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam

setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi faktor penyebab

penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor

lingkungan.

Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah dapat dideteksi melalui

pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium,

enema, rectal biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui

penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan dan colostomi.

2
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar hirschprung pada anak?

2. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan hirschprung?

C. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah

pengetahuan kepada para pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu

keperawatan mengenai penyakit hisprung. Makalah ini juga dibuat untuk

memenuhi syarat dalam proses pembelajaran pada mata kuliah

keperawatan anak.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar

1. Definisi

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.

Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak

mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari

usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai

persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam

menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar

(megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk

setiap individu.

Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel

ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus

halus. (Ngastiyah, 1997 : 138).

Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang

mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas

sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).

4
2. Macam-macam penyakit hirscphrung

Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe

yaitu :

a. Penyakit Hirschprung segmen pendek

Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini

merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih

sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak

perempuan.

b. Penyakit Hirschprung segmen panjang

Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai

seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada

anak laki maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 : 138)

3. Etiologi

Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional

yang berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus

mencenterikus dan submukoisa untuk berkembang ke arah kranio

kaudal di dalam dinding usus.

Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus

Auerbach di kolon.

Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian

bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang

berlebihan pada kolon (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI,

1985 : 1134).

5
a. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.

b. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,

gagal eksistensi kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa

dinding pleksus.

(Suriadi, 2001 : 242).

4. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala setelah bayi lahir:

a. Ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)

b. Muntah berwarna hijau

c. Distensi abdomen, konstipasi.

d. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan

pengeluaran tinja / pengeluaran gas yang banyak.

Karena gejala tidak jelas, gejala pada anak yang lebih besar waktu

lahir:

a. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir

b. Distensi abdomen bertambah

c. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling

d. Terganggu tumbang karena sering diare.

e. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.

f. Perut besar dan membuncit.

6
5. Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya

kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub

mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam

rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini

menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga

pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta

spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya

feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus

dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian

yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk

kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus

mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah

tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal

terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan

dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson ).

6. Manifestasi klinis

a. Merasa lemah

b. Mengeluh haus

c. Nadi meningkat

d. Turgor kulit menurun

e. Suhu tubuh meningkat

7
Menurut (suriadi 2001:242) manifestasi klinisnya yaitu:

a. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama

kehidupan.

b. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan

terlihat tinja seperti pita.

c. Obstruksi usus dalam periode neonatal.

d. Nyeri abdomen dan distensi.

e. Gangguan pertumbuhan.

Sedangkan menurut (Mansjoer, 2000 : 380), manifestasi klinisnya

yaitu:

a. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan

ketiadaan evaluai mekonium.

b. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic

yang membaik secara spontan maupun dengan edema.

c. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau

bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.

d. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi

abdomen dan demam. Diare berbau busuk dapat menjadi satu-

satunya gejala.

e. Gejala hanya konstipasi ringan.

8
Serta menurut (Betz, 2002:197), manifestasi klinis yaitu:

a. Masa neonatal

1) Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah


lahir.
2) Muntah berisi empedu.

3) Enggan minum.

4) Distensi abdomen.

b. Masa bayi dan anak-anak:

1) Konstipasi

2) Diare berulang

3) Gagal tumbuh

4) Distensi abdomen

5) Tinja seperti pita, berbau busuk

7. Komplikasi

a. Gawat pernapasan (akut)

b. Enterokolitis (akut)

c. Striktura ani (pasca bedah)

d. Inkontinensia (jangka panjang)

e. Obstruksi usus

f. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit

g. Konstipasi

9
8. Pemeriksaan diagnostik

a. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan

alat penghisap and mencari sel ganglion pada daerah

submukosa.

b. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum,

dilakukan dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic

c. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap.

Pada penyakit ini klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim

asetikolin enterase.

d. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.

e. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada

kolon.

f. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada

kolon.

g. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.

h. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter

interna dan eksterna.

9. Penatalaksanaan

Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu

dilakukan kolostomi loop atau double-barrel sehingga tonus dan

ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal

(memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3

prosedur berikut :

10
a. Prosedur Duhamel : Penarikan kolon normal kearah bawah

dan menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.

b. Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end pada

kolon berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.

c. Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum

dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik

sampai ke anus.

d. Intervensi bedah

Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik

yang mengalami obstruksi. Pembedahan rekto-

sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through dapat dicapai

dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga,

rekto sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi.

B. Asuhan Keperawatan Hirschprung

1. Pengkajian

a. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama

kehidupan.

b. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan

terlihat tinja seperti pita.

c. Obstruksi usus dalam periode neonatal.

d. Nyeri abdomen dan distensi.

e. Gangguan pertumbuhan.

11
f. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan

ketiadaan evaluai mekonium.

g. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic

yang membaik secara spontan maupun dengan edema.

h. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau

bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.

i. Gejala hanya konstipasi ringan

j. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi

abdomen dan demam. Diare berbau busuk dapat menjadi satu-

satunya gejala.

k. Merasa lemah

l. Mengeluh haus

m. Nadi meningkat

n. Turgor kulit menurun

o. Suhu tubuh meningkat

p. Masa neonatal

1) Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah

lahir.

2) Muntah berisi empedu.

3) Enggan minum.

4) Distensi abdomen.

12
q. Masa bayi dan anak-anak

1) Konstipasi

2) Diare berulang

3) Gagal tumbuh

4) Distensi abdomen

5) Tinja seperti pita, berbau busuk

2. Diagnosa keperawatan

a. Defisit nutrisi

b. Nyeri kronis

c. Hipovolemia

3. Intervensi dan Evaluasi

No Dx Intervensi Luaran
1. Defisit Nutrisi Manajemen Nutrisi Status nutrisi

Ds: Definisi 1. Setelah dilakukan

- cepat Mengidentifikasi dan mengelola asupan tindakan keperawatan

kenyang nutrisi yang seimbang selama 2x24 jam maka

- kram Tindakan diharapkan perasaan cepat

abdomen Observasi kenyang membaik dengan

- nafsu makan - Identifikasi status nutrisi kriteria hasil 5 menurun

menurun - Identifikasi alergi dan intoleransi 2. Setelah dilakukan

Do: makanan tindakan keperawatan

- berat badan - Identifikasi makanan yang disukai selama 2x24 jam maka

menurun - Identifikasi kebutuhan kalori dan diharapkan nyeri abdomen

13
- diare jenis nutrient membaik dengan kriteria

- Identifikasi perlunya penggunaan hasil 5menurun

selang nasogastric 3. Setelah dilakukan

- Monitor asupan makanan tindakan keperawatan

- Monitor berat badan selama 2x24 jam maka di

- Monitor hasil pemeriksaan harapkan diare membaik

laboratorium dengan kriteria hasil 5

Terapeutik meningkat

- Lakukan oral hygiene sebelum 4. Setelah di lakukan

makan, jikaperlu tindakan keperawatan

- Fasilitasi menentukan pedoman diet selama 2x24 jam maka di

(mis, piramida makanan) harapkan nafsu makan

- Sajikan makanan secara menarik dan membaik dengan kriteria

suhu yang sesuai hasil 5 membaik

- Berikan makanan tinggi serat untuk 5. Setelah di lakukan

mencegah konstipasi tindakan keperawatan

- Berikan makanan tinggi kalori dan selama 2x24 jam maka di

tinggi protein harapkan berat badan

- Berikan suplemen makanan, membaik dengan kriteria

jikaperlu hasil 5 membaik

- Hentikan pemberian makan melalui

selang nasogastric jika asupan oral

dapat di toleransi

14
Edukasi

- Anjurkan posisi duduk, jika mampu

- Ajarkan diet yang di programkan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian medikasi

sebelum makan(mis, pereda nyeri,

antiemetic) ,jika perlu

- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori dan jenis

nutrient yang di butuhkan, jika perlu

Promosi Berat Badan

Definisi

Memfasilitasi peningkatan berat badan

Tindakan

Observasi

- Identifikasi kemungkinan penyebab

BB kurang

- Monitor adanya mual dan muntah

- Monitor jumlah kalori yang di

komsumsi sehari-hari

- Monitor berat badan

- Monitor albumin, limfosit, dan

elektrolit serum

15
Terapeutik

- Berikan perawatan mulut sebelum

pemberian makan, jikaperlu

- Sediakan makanan yang tepat sesuai

kondisi pasien(mis, makanan dengan

tekstur halus, makanan yang di

blender, makanan cair yang

diberikan melalui NGT atau

gastrostomy, total parenteral

nutrition sesuaiindikasi)

- Hidangkan makanan secara menarik

- Berikan suplemen, jikaperlu

- Berikan pujian pada pasien/keluarga

untuk peningkatan yang di capai

Edukasi

- Jelaskan jenis makanan yang bergizi

tinggi, namun tetap terjangkau

- Jelaskan peningkatan asupan kalori

yang di butuhkan
2. Nyeri kronis Manajemen Nyeri Tingkat nyeri

Ds: Defenisi 1. Setelah dilakukan

- Mengeluh Mengindentifikasi dan mengelola tindakan keperawatan

nyeri sensorik atau emosional yang berkaitan selama 2x24 jam maka di

Do: dengan kerusakan jaringan atau harapkan keluhan nyeri

16
- Tampak fungsional dengan onset mendadak atau menurun dengan kriteria

meringis lambat dan berintensitas ringan hingga hasil 5 menurun

- Gelisah berat dan konstan. 2. Setelah dilakukan

Tindakan tindakan keperawatan


- Bersikap
Observasi selama 2x24 jam maka
protektif
- Indentifikasi lokasi, karakteristik, diharapkan meringis
- Pola tidur
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas menurun dengan kriteria
berubah
nyeri hasil 5 menurun

- Indentifikasi respons nyeri non 3. Setelah dilakukan

verbal tindakan keperawatan

- Indentifikasi faktor yang selama 2x24 jam maka

diharapkan sikap protektif


memperberat dan memperingan
menurun dengan kriteria
nyeri
hasil 5 menurun
- Indentifikasi pengetahuan dan
4. Setelah dilakukan
keyakinan tentang nyeri
tindakan keperawatan
- Indentifikasi pengaruh budaya
selama 2x24 jam maka
terhadap respon nyeri
diharapkan gelisah
- Indentifikasi pengaruh nyeri pada
menurun dengan kriteria
kualitas hidup
hasil 5 menurun
- Monitor keberhasilan terapi
5. Setelah dilakukan
komplementer yang sudah diberikan
tindakan keperawatan
- Monitor efek samping penggunaan
selama 2x24 jam maka
analgetik

17
Terapeutik diharapkan pola tidur

- Berikan teknik nonfarmakologis menurun dengan criteria

untuk mengurangi rasa nyeri (mis. hasil 5 membaik

TENS, hipnosis, akupresur, terapi

musik, biofeedback, terapi pijat,

aromaterapi, teknik imajinasi

terbimbing, kompres hangat/ dingin,

terapi bermain

- Kontrol lingkungan yang

memperberat rasa nyeri (mis. Suhu

ruangan, pencahayaan, kebisingan)

- Fasilitasi istirahat dan tidur

- Pertimbangkan jenis dan sumber

nyeri dalam pemilihan strategi

meredakan nyeri

Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode, dan

pemicu nyeri

- Jelaskan strategi meredakan nyeri

- Anjurkan memonitor nyeri secara

mandiri

- Anjurkan menggunakan analgetik

secara tepat

18
- Ajarkan teknik nonfarmakologis

untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik, jika

perlu

Pemberian Analgesik

Definisi

Menyiapkan dan memberikan agen

farmakologis untuk mengurangi atau

menghilangkan rasa sakit

Tindakan

Observasi

- Identifikasi karakteristik nyeri (mis.

Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,

intensitas, frekuensi, durasi)

- Identifikasi riwayat alergi obat

- Identifikasi kesesuaian jenis

analgesik (mis. Narkotika, non-

narkotik, atau NSAID) dengan

tingkat keparahan nyeri

- Monitor tanda-tanda vital sebelum

dan sesudah pemberian anlgesik

- Monitor efektifitas analgesik

19
Terapeutik

- Diskusikan jenis analgesik yang

disukai untuk mencapai analgesia

optimal, jika perlu

- Pertimbangkan penggunaan infus

kontinu, atau lobus opioid untuk

mempertahankan kadar dalam serum

- Tetapkan target efektifitas analgesik

untuk mengoptimalkan respons

pasien

- Dokumentasikan respons terhadap

efek analgesik dan efek yang tidak

diinginkan

Edukasi

- Jelaskan efek terapi dan efek

samping obat

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian dosis dan jenis

analgesik, sesuai indikasi


3. Hipovolemia Manajemen Syok Anafilaktif keseimbangan cairan

Ds: Definisi 1. Setelah di lakukan

- Merasa Mengindentifikasi dan mengelola tindakan keperawatan

20
lemah ketidakmampuan tubuh menyediakan selama 2x24 jam maka di

- Mengeluh oksigen dan nutrein untuk mencukupi harapkannasi meningkat

haus kebutuhan jaringan yang disebabkan dengan kriteria hasil 5

Do: oleh dilitasi pembuluh darah masih aktif membaik

- Nadi akibat reaksi alergi dan produksi 2. setelah di lakukan

meningkat histamin. tindakan keperawatan

- Turgor kulit Tindakan selama 2x24 jam maka di

Observasi harapkan turgor kulit


menurun
- Monitor status kardiopulmpnal meningkat dengan kriteria
- Suhu tubuh
(frekuensi dan kekuatan nadi, hasil 5 membaik
meningkat
frekuensi napas, TD, MAP)

- Monitor status oksigenasi

(Oksimetrisnadi, AGD)

- Monitor status cairan (masukan dan

haluaran, turgor kulit, CRT)

- Monitor tingkat kesadaran dan

respon pupil

Terapeutik

- Pertahankan jalan napas paten

- Berikan oksigen untuk

mempertahankan saturasi oksigen

>94%

- Persiapkan intubasi dan ventilasi

21
mekanis, jikaperlu

- Berikan posis isyok (modified

trendbelenberg)

- Pasang jalur IV

- Pasang kateter urine untuk menilai

produksi urine

- Pasang selang nasogastrik untuk

dekopresi lambung, Jikaperlu

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian epinefrin

- Kolaborasi pemberian

dipenhidramin, jikaperlu

- Kolaborasi pemberian bronkolidator,

jikaperlu

- Kolaborasi krikotiroidotomi,

jikaperlu

- Kolaborasi intubasi endokrakheal,

jikaperlu

- Kolaborasi pemberian resusitasi

cairan, jikaperlu

Manajemen Hipovolemia

Definisi

22
Mengindentifikasi dan mengelola

penurunan volume cairan.

Tindakan

Observasi

- Periksa tanda dan gejala

hipovolemia (mis.frekuensi nadi

meningkat, nadi teraba lemah,

tekanan darah menurun, tekanan

nadi menyenpit, turgor kulit

menurun, membrane mukosa kering,

volume urine menurun, hematokrit

meningkat, haus, lemah)

- Monitor intake dan output cairan

Terapeutik

- Hitung kebutuhan cairan.

- Berikan posisi modified

Trendelenbung

- Berikan asupan cairan oral

Edukasi

- Anjurkan memperbanyak asupan

cairan oral

- Anjurkan mengindari perubahan

posisi mendadak

23
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian cairan IV

isotonis (mis. NaCl, RL)

- Kolaborasi pemberian cairan koloid

(mis. Albumin, Plasmante)

- Kolaborasi pemberian produk darah

BAB III

PENUTUP

24
A. Kesimpulan

Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah.

Baik masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan

dan perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada

kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya

bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah

baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit

hisprung harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga

medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu

terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter,

perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan

yang terjadi.

B. Saran

Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui

tentang penyakit hsaprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA

25
Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih
(Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U
Pendit. Jakarta : EGC.
Carpenito , Lynda juall. 1997 . Buku saku Diagnosa Keperawatan.Edisi ke -^.
Jakarta : EGC
Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1991. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-2 .
Jakarta : FKUI .
Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media
Aesulapius FKUI

26

Anda mungkin juga menyukai