Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

FITOKIMIA

TUGAS 7
FRAKSINASI DENGAN KROMATOGRAFI KOLOM
(Ekstrak Psidium guajava)

NAMA : IIN SASMITA


NIM/KELAS : 201410410311036/ FARMASI E

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
1. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan fraksinasi suatu ekstrak menggunakan
kromatografi kolom.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan tentang ekstraksi
Menurut Departemen Kesehatan RI (2006), ekstraksi adalah proses penarikan
kandungan kimia yang dapat larut dari suatu serbuk simplisia, sehingga terpisah
dari bahan yang tidak dapat larut. Beberapa metode yang banyak digunakan untu
ekstraksi bahan alam antara lain:
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengadukan pada suhu ruangan. Prosedurnya dilakukan dengan
merendam simplisia dalam pelarut yang sesuai dalam wadah tertutup. Pengadukan
dilakukan dapat meningkatkan kecepatan ekstraksi. Kelemahan dari maserasi
adalah prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama.
Ekstraksi secara menyeluruh juga dapat menghabiskan sejumlah besar
volume pelarut yang dapat berpotensi hilangnya metabolit. Beberapa senyawa
juga tidak terekstraksi secara efisien jika kurang terlarut pada suhu kamar (27oC).
Ekstraksi secara maserasi dilakukan pada suhu kamar (27oC), sehingga tidak
menyebabkan degradasi metabolit yang tidak tahan panas (Departemen Kesehatan
RI, 2006).
2. Perkolasi
Perkolasi merupakan proses mengekstraksi senyawa terlarut dari jaringan
selular simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang
umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Perkolasi cukup sesuai, baik untuk
ekstraks pendahuluan maupun dalam jumlah besar. (Departemen Kesehatan RI,
2006).
3. Soxhlet
Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip
pemanasan dan perendaman sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan
dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar
sel. Dengan demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan
terlarut ke dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan
melewati pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi tetesan
yang akan terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping
soxhlet maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang
menghasilkan ekstrak yang baik (Departemen Kesehatan RI, 2006).
4. Refluks
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi
berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari
dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu
dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan
diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam
simplisia tersebut. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali
diekstraksi selama 4 jam (Departemen Kesehatan RI, 2006).
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu pada suhu
yang lebih tinggi dari suhu ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada suhu 40-
50°C (Departemen Kesehatan RI, 2006)
6. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada suhu penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih), suhu terukur (96-98oC) selama
waktu tertentu (15-20 menit) (Departemen Kesehatan RI,2006).
7. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan suhu sampai titik
didih air, yaitu pada suhu 90-100oC selama 30 menit (Departemen Kesehatan RI,
2006)

2.2. Tinjauan tentang ekstrak


ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental dan cair, dibuat
dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, yaitu
maserasi perkolasi atau penyeduhan dnegan air mendidih. Sebagian cairan penyari
digunakan air, eter maupun campuran air dan etanol. Penyarian dilakukan diluar
pengaruh cahaya matahari langsung. Penyarian dengan campuran etanol dan air
dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan
dengan cara perkolasi. Penyarian dengan air dilakukan dengan cara maserasi,
perkolasi atau disiram dengan air mendidih. (Moh Anief, 2010)
Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat
di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini
memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya. Dalam sediaan ekstrak dapat
distandarisasikan kadar zat berkhasiat sedangkan kadar zat berkhasiat dalam
simplisia sukar didapat yang sama. Beda penyarian ekstrak dengan tingtur ialah
pada ekstrak disari sampai zat berkhasiat dalam simplisia habis sedangkan pada
tingtur hanya sebagian zat tersari. Ekstrak kering harus mudh digerus menjadi
serbuk. Dan ekstrak kering pada umunya higroskopis, maka harus di simpan
dalam botol dan tutup dengan kapur tohor. (Moh Anief, 2010)
Ekstrak berdasarkan sifatnya dapat dibagi menjadi:
1. Ekstrak encer, sediaan yang masih dapat dituang
2. Ekstrak kental, sediaan yang tidak dapat dituang dan memiliki kadar airsampai
30%
3. Ekstrak kering, sediaan yang berbentuk serbuk, dibuat dari ekstrak tumbuhan
yang diperoleh dari penguapan bahan pelarut. (Depkes RI,2006)
2.3. Tinjauan Jambu biji

gambar 1. Jambu biji

Jambu biji berasal dari amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur
maupun liat, padatempat terbuka dan mnegandung air yang banyak. Pohon ini,
bayak ditanam sebagai poho buah-buahan. Namun, sering tubuh liar dan dapat
ditemukan pada ketinggian 1-1.200 mdpl. Jamu biji berbunga setiap tahun. Daun
rasanya manis, sifatnya netral, berkhasiat astringen (pengelat), antidiare,
antiradang, penghenti perdarahan (hemostasis,dan peluruh haid. Buah berkhasiat
antioksidan karena kandungan beta karoten dan vitamin C yang tinggi sehingga
dapat meningkatkan daya tahan tubuh. (Setiawan,2006)
Klasifikasi Jambu biji
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Sub divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.

Daun mengandung tannin, minyak atsiri (eugenol), minyak lemak, damar,


zat samak, triterpenoid, asam malat dan asam apfel.
Buah mengandung asam amino (triptofan, lisin), pectin, kalsium, fosfor,
besi,mangan, magnesiu, belerang, dan vitamin(A,B1, dan C). saat menjelang
atang, kandungan vitamin C dapatmencapai 3-6 kali lipat lebih tinggi dari jeruk.
Jambu biji, juga kaya dengan serat yang larut dalam air. Terutama dibagian
kuliatnya sehingga dapat mengganggu penyerapan glukosa dan lemak yang
berasal dari makanan dan membuangnya ke luar tubuh. Bagian yang digunakan
adalah daun, buah mengkal, ranting muda, dan akar. (Setiawan,2006)
Menurut dr. Setiawan Dalimartha, indikasi dari jambu biji sebagai berikut:
Daun :
 diare akut dan kronis, disentri
 perut kembung pada bayi dan anak
 kadar kolesterol darah meninggi
 haid tidak lancer
 sering buang air keccil
 luka-luka, berdarah serta sariawan
Buah :
 diabetes mellitus
 hiperkolesterolemia dan
 sembelit
 ranting muda:
 leukorca (Setiawan,2006)

2.4. Tinjauan fraksinasi


Fraksinasi merupakan teknik pemisahan ekstrak hasil maserasi yang telah
diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental. Fraksinasi ini menggunakan berbagai
pelarut dengan kepolaran yang berbeda-beda, sehingga masing-masing pelarut
mengandung senyawa dengan kepolaran yang berbeda pula. (Akhsanita,2012)
Ekstrak awal merupakan campuran dari berbagai senyawa. Ekstrak awal
sulit dipisahkan melalui teknik pemisahan tung-gal untuk mengisolasi senyawa
tunggal. Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang
memiliki polaritas dan ukuran molekul yang sama. Fraksinasi dapat dilakukan
dengan metode ektraksi cair-cair atau dengan kromatografi cair vakum (KCV),
kromatografi kolom (KK), size-exclution chromatography (SEC), solid-phase
extraction (SPE) ( Sarker SD, dkk., 2006).
Isolasi Senyawa Faktor yang perlu diperhatikan sebe-lum melakukan
isolasi adalah sifat dari senyawa target yang ada dalam ekstrak awal atau dalam
fraksi. Sifat umum mole-kul yang dapat membantu proses isolasi.

2.5. Tinjauan kromatografi


Kromatografi merupakan pemisahan suatu senyawa yang didasarkan atas
perbedaan laju perpindahan dari komponen-komponen dalam campuran.
Pemisahan dengan metode kromatografi dilakukan dengan cara memanfaatkan
sifat-sifat fisik dari sampel, seperti kelarutan, adsorbsi, keatsirian dan kepolaran.
Kelarutan merupakan kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan.
Adsorpsi penyerapan adalah kecenderungan molekul untuk melekat pada
permukaan serbuk halus (Johnson dan Stevenson, 1991)
2.5.1. Tinjauan kromatografi kolom
Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom sebagai alat
untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran. Termasuk
kromatografi cairan preparatif. Kolom bentuknya mirip buret, dibuat dari bahan
gelas, polymer, logam. Ukuran bervariasi diameter dan panjang. Minimal panjang
kolom 10 kali diameternya.
Prinsip Kerja Kromatografi Kolom :
Didasarkan pada absorbsi komponen2 campuran dengan afinitas berbeda terhadap
permukaan fase diam.
Absorben bertindak sebagai fase diam dan fase geraknya adalah cairan yang
mengalir membawa komponen campuran sepanjang kolom.
Sampel yang mempunyai afinitas besar terhadap absorben akan secara selektif
tertahan dan afinitasnya paling kecil akan mengikuti aliran pelarut. (Buana,2010)
Cara Penggunaan Kromatografi Kolom :
1. Sampelyang dilarutkandalam sedikitpelarut, dituangkan melalui atas kolom dan
dibiarkanmengalirkedalam adsorben(bahanpenyerap).
2.Komponen dalam sampeldiadsorbsidari larutansecara
kuantitatifolehbahanpenyerapberupapita sempitpada permukaanataskolom.
3 Dengan penambahanpelarutsecara terusmenerus, masing-masingkomponen akan
bergerak turun melalui kolom dan akan terbentukpita yang setiapzonaberisisatu
macamkomponen.
4.Setiapzonayangkeluarkolomdapat ditampungdengan sempurnasebelumzonayang
lain keluar kolom.

gambar 2. kromatografi lapis kolo

Pemilihan fase gerak : - Penelusuran pustaka


- Mencoba-coba dengan KLT
Mengemas kolom (packing ) - Cara basah - Cara kering
Preparasi sampel (penyiapan sampel) -Sampel dilarutkan,kmd dituang pd bag atas
kolom. -Sampel dilarutkan, kmd dihomogenkan dg fase diam (1:3) dikeringkan.
Diratakan selapis diatas fase diam.
Elusi : - isokratik - gradien
Mendeteksi eluat (efluen) - detektor – KLT

Perbandingan berat fase diam yang digunakan pada kromatografi lapis kolom
(fase diam : sampel = 30 : 1 dapat ditingkatkan 50 : 1 untuk sampel yg suka
dipisahkan) ukuran partikel 63-250 mm, yg <63mm fase gerak perlu ditekan atau
dihisap Biasa digunakan : silika gel, alumina.

2.5.2. Tinjauan kromatografi lapis tipis


Kromatografi Lapis Tipis ialah metode pemisahan fisikokimia
yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran
yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita.
Setelah pelat atau lapisan diletakkan di dalam bejana tertutup rapat yang
berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi
selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang
tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi). (Johnson dan Stevenson,
1991).
Kromatogarafi Lapis Tipis merupakan cara analisis cepat yang
memerlukan bahan yang sedikit. Untuk peneliti pendahuluan kandungan
flavonoid suatu ekstrak, sudah menjadi kebiasaan umum untuk
menggunakan pengembang beralkohol pada pengembangan pertama
dengan kromatografi lapis tipis, misalnya butanolasam asetat-air
(Markham, 1988).
Kromatografi Lapis Tipis digunakan untuk memisahkan senyawa-
senyawa yang sifatnya hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon.
Sebagai fase diam digunakan ssenyawa yang tak bereaksi seperti silika gel
atau alumina. Silika gel biasa diberi pengikat yang dimaksudkan untuk
memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adesi pada gelas
penyokong. Pengikat yang biasa digunakan adalah kalsium sulfat
(Sastrohamidjojo, 2002).

gambar 3. kromatografi lapis tipis


Metode dalam KLT dapat dihitung nilai Retention factor (Rf)
dengan persamaan :

jarak yang ditempuh senyawa


Rf =
jarak yang ditempuh pelarut
Gambar 5. Rumus Retention factor

Tetapi pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang


susunannya mirip, sering kali harga Rf berdekatan satu sama lainnya
(Sastrohamidjojo, 2002).
Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah
penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau
kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam
pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada
lempengan tergantung pada (Soebagil,2002):
Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut, hal ini bergantung
pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan
pelarut. Bagaimana.

Fase gerak
Yang digunakan sebagai fase gerak biasanya adalah pelarut
organik (tabel 1). Dapat digunakan satu macam pelarut organic saja
ataupun campuran. Bilamana fase gerak merupakan campuran pelarut
organik dengan air maka mekanisme pemisahan adalah partisi. Pemilihan
pelarut organic ini sangat penting karena akan menentukan keberhasilan
pemisahan. Pendekatan polaritas adalah yang paling sesuai untuk
pemilihan pelarut. Senyawa polar akan lebih mudah terelusi oleh fase
gerak yang bersifat polar dari pada fase gerak yang non polar. Sebaliknya,
senyawa non polar lebih mudah terelusi oleh fase gerak non polar dari
pada fase gerak yang polar.

Tabel 1 : Pelarut organik yang sering digunakan sebagai fase gerak


(deret eluotropik)

non polar Polar


Petroleum eter air
Sikloheksana
Karbon tetraklorida
Benzena
Toluena
Kloroform
Paraffin cair
Aseton
n-propanol
Etanol
Asetonitril
Methanol
Fase diam
Sifat fase diam yang satu dengan fase diam yang lain berbeda
karena strukturnya, ukurannya, kemurniannya, zat tambahan sebagai
pengikat dll. Fasa diam yang digunakan TLC tidak sama dengan yang
digunakan untuk kromatografi kolom, terutama karena ukuran dan zat
yang ditambahkan. Fase diam dijual dengan spesifikasi tertentu, iaitu
ukuran (diameter) dalam mesh dan untuk kegunaannya (mis: untuk TLC
atau kromatografi kolom).
Beberapa fase diam yang banyak dijual dipasaran, salah satunya:
Silika gel
Silika gel merupakan fase diam yang sering digunakan pada TLC.
Dalam perdagangan dijual dengan variasi ukuran (diameter) 10-40μm.
Makin kecil diameter akan makin lambat kecepatan alir fase geraknya
dengan demikian mempengaruhi kualitas pemisahan. Luas permukaan
silica gel bervariasi dari 300-1000 m2/g. Bersifat higroskopis, pada
kelembaban relatif 45-75% dapat mengikat air 7-20%. Macam-macam
silka gel yang dijual dipasaran: Silika gel dengan pengikat. Pada umumnya
digunakan pengikat gypsum, (CaSO4 5-15%). Jenis ini diberi nama Silika
gel G. Ada juga menggunakan pengikat pati (starch) dan dikenal Silika gel
S, penggunaan pati sebagai pengikat mengganggu penggunaan asam sulfat
sebagai pereaksi penentuan bercak.
Silika gel dengan pengikat dan indicator flouresensi. Jenis silica
gel ini sama seperti silika gel diatas dengan tambahan zat berfluoresensi
bila diperiksa dibawah lampu UV A, panjang atau pendek. Sebagai
indicator digunakan timahkadmium sulfida atau mangan-timah silikat.
Jenis ini disebut Silika gel GF atau Silika gel GF254 (berflouresensi pada
254 ,‫ ג‬nm). Silika gel tanpa pengikat, dikenal dengan nama Silika gel H
atau Silika gel N. Silika gel tanpa pengikat tetapi dengan indicator
flouresensi. Silika gel untuk keperluan pemisahan preparative.
3. PROSEDUR KERJA

a. Lakukan optimasi eluen dengan cara uji KLT terhadap ekstrak


mengganti-ganti eluen sampai diperoleh pemisahan yang baik. Eluen
tersebut akan digunakan untuk fraksinasi.
b. Siapkan +/- 50 gram silica gel
c. Siapkan eluen dari butir (1) sebanyak 300 ml
d. Silica gel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, kemudian
ditambahkan sedikit eluen, kocok selama 15 menit.
e. Campuran butir (4) tersebut dituang ke dalam kolom sampai setinggi
10 cm diatas.
f. Tuangkan eluen ke dalam kolom sampai penuh, tutup dengan
alumunium foil, biarkan semalam.
g. Timbang ekstrak sebanyak 1% dari jumlah silica gel yang digunakan,
kemudian ekstrak ditambahkan sedikit pelarut (etanol/ metanol) ad
larut dicampur dengan silica gel sama banyak, diaduk-aduk
menggunakan gelas pengaduk sampai homogen dan kering.
h. Eluen dialirkan sampai permukaannya 0,5 cm diatas permukaan silica
gel.
i. Ekstrak yang sudah dikeringkan dengan silica gel, dimasukkan ke
dlam kolom (diatas permukaan silica gel) lalu ditambah eluen kira-kira
setinggi 3 cm. Eluen dialirkan atau diteteskan sambil dituangi eluen
baru sampai kolom terisi penuh dengan eluen, sementara penetesan
tetap dilakukan. Kecepatan penetesan diatur.
j. Penampungan eluen setiap vial 5 ml.
k. Dilakukan uji klt untuk setiap kelipatan 10 vial (vial no 1, 10, 20,
30,40 dst). Pada uji klt, fase gerak yang digunakan adalah sama dengan
fase gerak pada kromatografi kolom.
l. Bila uji klt memberikan noda yang sama, maka fraksi diantaranya
dapat digabung.
m. Bila uji klt memberikan noda yang berbeda, maka uji klt dilakukan
pada vial diantaranya (bila vial no 10 dan 20 berbeda, maka vial no 15
dilakukan uji klt)
n. Penetesan dihentikan bila vial terakhir sudah tidak memberikan noda
pada analisis dengan klt.
o. Hasil penggabungan berdasarkan kemiripan profil kromatogram,
dianalisis dengan teknik klt dan dihitung rf masing-masing spot noda.
p. Dokumentasikan pada uv 254, uv 365, dan visual.
q. Plat klt (no 15) di derivatisasi dengan pereaksi dragendorf, uap
amonia, anisaldehid asam sulfat, FeCl3, dan KOH 10%.
SKEMA KERJA

Timbang ±50 gram Siapkan eluen Masukkan silica gel


4. dalam erlenmeyer, dan
silica gel sebanyak 300ml (4:1
5. tambahkan sedikit eluen
n-heksana:etil asetat)

Ekstrak tambahkan metanol/ethanol Ekstrak yang sudah


ad larut dicampur dengan silica gel dikeringkan dengan silica gel,
Masukkan campuran sama banyak, diaduk menggunakan dimasukkan kedalam kolom,
silica gel dan eluen gelas pengaduk sampai homogen dan lalu ditambahkan eluen kira-
ke dalam kolom kering kira setinggi 3 cm.

eluen dialirkan/ diteteskan Penampungan eluen


sambil dituangi eluen baru setiap vial sebanyak Lakukan Uji KLT
sampai kolom terisi penuh 5 ml
dengan eluen, sementara
penetesan tetep dilakukan.
Kecepatan penetesan diatur.
DAFTAR PUSTAKA

Badan POM, (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: BPOM.

Dalimartha, Setiawan. 2006. Atlas tumbuhan obat Indonesia jilid 2. Trubus


agriwidya. Jakarta

Fennema, O.R., 1976. Principle of food science. Part I food chemistry. Marcel
Dekker inc., New York.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman., 2007,Kimia Farmasi  Analisis,


pustaka pelajar, Yogyakarta

Johnson, E.L., dan Stevenson, R., 1991, Dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi,
Penerbit ITB Bandung.

Sarker, Satyajit D. dan Lutfun Nahar, 2009, Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi,
Pustaka pelajar, Yogyakarta.

Sastrohamidjojo, H. 2002. Kromatografi. Liberty. Yogyakarta. Hlm 35-36.

Soebagil., 2002, Kimia Analitik, Universitas Negeri Makassar Fakultas MIPA,


Makassar

Anda mungkin juga menyukai