Anda di halaman 1dari 6

Mutiara Medika

Vol. 9 No. 1:63-68, Januari 2009

Terapi Antibodi IgE pada Rinitis Alergi

IgE Antibody Therapy in Alerrgic Rhinitis

Asti Widuri
Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tengggorokan (THT)
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstract
Allergic rhinitis is a highly prevalent respiratory disease, affecting up to 40% of the
population in some countries, and has an important impact on quality of life. Although a
number of different drug types are available for treating allergic rhinitis, antihistamines are
currently considered first line therapy. Most current treatments only relieve symptoms and do
not modify the course of the disease.
IgE may play a role in allergic sensitization, interaction between allergens and IgE
leads to activation of mast cell, with consequent release of histamine andother pro-allergic
mediators. IgE therefore potentially represents an important target for pharmacological
intervention in allergic rhinitis.

Keywords: allergic rhinitis, antibody IgE, therapy

Abstrak
Rinitis alergi adalah penyakit saluran pernafasan yang tinggi prevalensinya, mengenai sampai
40% populasi di beberapa negara, dan menimbulkan dampak yang serius pada kualitas hidup.
Meskipun bermacam-macam obat dapat digunakan untuk mengobati rinitis alergi, antihistamin yang
merupakan pilihan obat pertama. Hampir seluruh pengobatan rinitis alergi hanya ditujukan untuk
mengurangi gejala tetapi tidak merubah perjalanan penyakitnya.
IgE kemungkinan berperan pada proses sensitisasi, interaksi antara alergen-alergen dengan
IgE akan mengaktivasi sel mast yang akan mengeluarkan histamin dan mediator-mediator alergi
yang lain. Sehingga IgE memiliki potensi sebagai target intervensi pengobatan secara farmakologis
yang penting dalam penanganan rinitis alergi.

Kata kunci: antibodi IgE, rinitis alergi, terapi

Pendahuluan Rinitis alergi menjadi masalah


Rinitis alergi didefinisikan sebagai kesehatan global, yang mempengaruhi
suatu gangguan hidung yang disebabkan sekitar 10 hingga 25% populasi. Pada
oleh reaksi peradangan mukosa hidung negara maju prevalensi rinitis alergi lebih
diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE), tinggi seperti di Inggris mencapai 29%, di
setelah terjadi paparan alergen (reaksi Denmark sebesar 31,5%, dan di Amerika
hipersensitivitas tipe I Gell dan Comb). berkisar 33,6%.3 Prevalensi di Indonesia
Gangguan hidung dapat berupa gejala gatal- belum diketahui secara pasti, namun data
gatal pada hidung yang dapat meluas ke dari berbagai rumah sakit menunjukkan
mata dan tenggorok, bersin-bersin, bahwa rinitis alergi memiliki frekuensi
beringus, dan hidung tersumbat.1 berkisar 10-26%.2 Rinitis alergi umumnya

63
Asti Widuri, Terapi Antibodi IgE pada Rinitis Alergi............ ................

bukan penyakit yang fatal tetapi gejalanya pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
dapat mempengaruhi status kesehatan pemeriksaan penunjang khusus, yaitu
seseorang dan menurunkan kualitas hidup pemeriksaan penunjang secara invivo atau
penderita. Penyakit ini juga menurunkan invitro. Dengan pemeriksaan tersebut
produktifitas kerja, waktu efektif kerja, dan diagnosis rinitis alergi dapat ditegakkan
prestasi sekolah. Dampak secara ekonomi lebih akurat, walaupun dalam hal ini tidak
di Amerika mencapai 3 juta dolar dan semua bentuk tes bisa dilakukan karena
tambahan 4 juta dolar akibat komplikasi yang pemeriksaannya mahal. 1,3
terjadi seperti otitis dan asma.3 Pemeriksaan fisik dapat ditemukan
Terapi rinitis alergi dilakukan tanda-tanda obyektif yaitu allergic shiners
pendekatan bertahap sesuai dengan berat adalah warna kehitaman pada daerah
ringan penyakit dan respon terhadap infraorbita disertai dengan pembengkakan.
pengobatan yang diberikan. Prinsip terapi Perubahan ini mungkin adanya statis dari
rinitis alergi meliputi penghindaran terhadap vena yang disebabkan edema dari mukosa
alergen, edukasi, farmako terapi hidung dan sinus.4 Sekret hidung serus
(antihistamin, kortikosteroid, dekongestan, atau mukoserus, konka pucat atau
antikolinergik), operasi, maupun keunguan (livide) dan edema, faring
2
imunoterapi. berlendir. 1,3 Tanda lain yang sering timbul
Pada kenyataannya tidak semua adalah munculnya garis tranversal pada
pasien mempunyai respon yang baik punggung hidung (allergic crease) dan
terhadap terapi rinitis alergi yang secara karena gatal penderita rinitis alergi sering
umum ditujukan mengontrol respon imun menggosok-gosokkan hidung, dikenal istilah
yang terlibat dalam reaksi alergi, sehingga allergic salute biasanya timbul setelah gejala
diperlukan modifikasi terapi dengan diderita lebih dari 2 tahun. 3,5
mengidentifikasi target baru untuk intervensi Penunjang diagnosis invivo antara
pengobatan. Salah satu molekul yang lain adalah: tes kulit yaitu tes kulit epidermal
terlibat dalam respon alergi adalah Ig E dan (skin prick test), tes kulit intradermal ( single
dikembangkan terapi antibodi IgE yang dilution dan multiple dilution ) serta tes
berfungsi mengikat IgE sehingga tidak dapat provokasi. Tes provokasi hidung yaitu
berikatan dengan alergen yang ada. dengan memberikan alergen langsung ke
Tujuan penulisaan makalah ini mukosa hidung, kemudian respon dari
adalah untuk memberikan wacana tentang target organ tersebut diobservasi. 1,6
terapi antibodi IgE sebagai salah satu Diagnosis invitro yaitu: 1) Usapan
alternatif dalam penanganan rinitis alergi. lendir hidung terdapat eosinofil, atau netrofil
dan eosinofil. Belum ada konsensus berapa
Pembahasan nilai cut off yang dipakai secara
Rinitis alergi dapat terjadi bila internasional, 2) Pemeriksaan IgE total
didahului pembentukan IgE spesifik dalam (Paper Radioimmunosorbent Test) yaitu
tubuh yang dipengaruhi faktor genetik dan PRIST > 350 IU dan 3) Ig E spesifik RAST
lingkungan. Faktor genetik akan (Radioallergosorbent test) positif. 1
menentukan apakah seseorang akan Klasifikasi Rinitis alergi
menderita penyakit alergi atau tidak, sedang berdasarkan periode terjadinya serangan.
spesifisitas terhadap suatu jenis alergen Pembagian rinitis menjadi tipe musiman
ditentukan oleh faktor lingkungan meskipun dan tipe sepanjang tahun tidak memadai lagi
sebagian peneliti berpendapat spesifisitas sekarang dikembangkan oleh Bousquet1
tertentu juga diturunkan oleh faktor klasifikasi baru sebagai berikut: 1) Rinitis
genetik.2,3 Patogenesis rinitis alergi meliputi alergi intermiten, apabila serangan : kurang
tahap sensitisasi, tahap efektor fase cepat, dari 4 hari dalam seminggu atau secara
fase lambat serta tahap hiper-responsif. 3 kumulatif kurang dari 4 minggu dalam satu
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan dengan tahun; 2) Rinitis alergi persisten, apabila
anamnesis riwayat adanya alergi, serangan lebih dari 4 hari dalam satu

64
Mutiara Medika
Vol. 9 No. 1:63-68, Januari 2009

minggu atau secara kumulatif lebih dari 4 untuk kasus rinitis alergi ringan. Gejala –
minggu dalam satu tahun; 3) Rinitis alergi gejala alergi (gatal,bersin, pilek dan hidung
karena pekerjaan. 1 tersumbat) disebabkan interaksi antara
Klasifikasi Rinitis alergi berdasarkan mediator dengan saraf, pembuluh darah
berat ringannya penyakit. Bousquet dan kelenjar yang berada di rongga hidung.
membagi klasifikasi rinitis alergi Histamin melalui interaksinya dengan
berdasarkan berat-ringannya penyakit reseptor H1 mempunyai peran dalam
dibedakan: 1) Ringan, apabila penyakit mediator inflamasi yang terlibat dalam
tersebut: tidak mengganggu pola tidur, tidak proses ini. Aktivitas antihistamin disebabkan
mengganggu aktivitas pekerjaan, tidak peran antagonis hiatamin pada reseptornya
7,8
mengganggu aktivitas penggunaan waktu .
luang, tidak mengganggu aktivitas sosial; Antihistamin generasi pertama
2) Rinitis alergi sedang-berat, apabila efektif menekan respon alergi tetapi
penyakit tersebut telah: mengganggu pola kemampuannya menembus sawar darah
tidur, mengganggu aktivitas pekerjaan, otak menimbulkan efek samping sentral
mengganggu aktivitas penggunaan waktu yang dibagi dalam 3 kategori yaitu depresif,
luang, mengganggu aktivitas sosial; 3) stimulatori dan neuropsikiatri. Juga terdapat
Rinitis alergi dengan komplikasi, misalnya efek antikolinergik perifer seperti mata
apabila rinitis alergi disertai: sinusitis, polip kabur, dilatasi pupil, mulut kering dan
hidung, gangguan fungsi tuba auditiva dan gangguan berkemih 7,8.
telinga tengah.1 Sebagian besar antihistamin
Terapi rinitis alergi harus generasi kedua tidak mampu menembus
mempertimbangkan gejala utama, derajat, sawar darah otak karena perubahan sifat
kualitas hidup, dan cost effectiveness. lipophobisitis dan elektrostatis tetapi pada
Terapi rinitis alergi meliputi kontrol dosis tinggi terdapat efek sedasi.
lingkungan, farmakoterapi, dan Fexofenadine antihistamin generasi terbaru
immunoterapi. Farmakoterapi meliputi merupakan sediaan tanpa efek sedasi
pemberian antihistamin, kortikosteroid, walaupun dalam dosis tinggi
nasal dekongestan, antileukotrin, mukolitik. direkomendasikan pemakiannya oleh Royal
Bila secara farmakoterapi mengalami Air Force pada pilot karena tidak ada efek
kegagalan bisa dilanjutkan dengan sedasi dan gangguan psikomotor.
imunoterapi 1,2 dan sebagai wacana baru Terfenadine dan astemizole
adalah terapi anti Ig E antibodi yang penggunaannya terbatas karena dapat
merupakan alternatif dalam penatalaksaan menimbulkan aritmia jantung sehingga
pasien dengan penyakit alergi 7. dengan alasan keamanan obat tersebut
Kontrol lingkungan : salah satu ditarik dari peredaran 7,8.
penanganan rinitis alergi yang penting Farmakoterapi dengan (2). Steroid
adalah menghindari alergen. Sementara ini intranasal. Pemakaian steroid intranasal
tidak ada keraguan bahwa menghindari direkomendasikan untuk rinitis alergi
alergen efektif dapat memberikan perbaikan sedang-berat, secara efektif dapat
klinis, hanya dalam prakteknya banyak mengatasi gejala-gejala elergi pada anak-
kesulitan. Misalnya pada seseorang yang anak dan dewasa. Walaupun availabilitas
alergi kucing dia tetap memelihara kucing dan dosis obat rendah pada pemakaian
dan membiarkan gejala alerginya berlanjut, steroid intranasal harus diwaspadai efek
demikian juga seseorang yang alergi tepung supresinya terhadap aksis HPA, dan resiko
sari walaupun dia tidak masuk taman tetapi gangguan pertumbuhan pada anak-anak 7,8.
tetap terkena paparan karena tingginya Farmakoterapi dengan (3).
kadar tepung sari di udara 7,8. Dekongestan. Dekongestan sering
Farmakoterapi dengan (1). ditambahkan sebagai kombinasi terapi
Antihistamin. Pemberian antihistamin oral untuk menghilangkan keluhan hidung
dosis tunggal merupakan first line terapi tersumbat, pemakaian topikal lebih efektif

65
Asti Widuri, Terapi Antibodi IgE pada Rinitis Alergi............ ................

tetapi ada resiko tachyphilaxis dan rebound pada B sel dengan menghambat
phenomen jika pemberiannya dihentikan. mekanisme melalui hambatan/ deplesi
Sedangkan sediaan oral ada antibodi, memblok antibodi atau interferensi
kecenderungan terjadi insomnia dan mekanismenya 12. Antibodi monoklonal
kenaikan tekanan darah 7,8. diperoleh dengan menyuntikkan rsFcåRI
Imunoterapi memberikan yang dihasilkan P Pastoris kemudian 3 hari
kemungkinan kesembuhan yang setelah penyuntikan lien tikus didifusi
permanen, tetapi memerlukan waktu terapi dengan P3-NSI-Ag4-1, hibridoma
jangka lama sehingga memiliki supernatan dideteksi dengan Ig anti mouse
keterbatasan hanya dapat diterapkan pada kemudian sel line yang positif dikloning
pasien tertentu, pemberiannya harus dengan dilusi terbatas menghasikan mAb
dilakukan oleh dokter spesialis dan tidak 47 dan mAb 54 12
dianjurkan pada pasien multipel alergi 7,8. Mekanisme aksi : antibodi IgE akan
Anti IgE Antibodi : sebagian besar mengikat IgE bebas dalam serum pada
terapi yang ada sekarang hanya tempat ikatan dengan FcåRI pada C3
mengurangi gejala, tidak mempengaruhi domain sehingga mencegah interaksinya
perjalanan penyakit, diketahuinya dengan FcåRI yang merupakan reseptor
patofisiologi penyakit alergi membuka IgE dengan afinitas tinggi. Kadar IgE bebas
kesempatan untuk mengembangkan terapi dalam serum menurun sampai > 90 % dari
baru. Semakin besar pengetahuan kadar dasar sebelum terapi dalam 24 jam
mekanisme keseimbangan antara sel-sel setelah pemberian antibodi IgE
Th1 dan Th2 dan sitokin-sitokin yang (Omalizumab) 9. Karakteristik penting lain
diproduksi dikembangkan target dari anti IgE antibodi ini adalah sifatnya non-
penghambatan efek bradikinin, substansi P, anafilaktik karena antibodi tersebut tidak
leukotrin, antibodi IgE, triptase, platelet- mengaktifasi sel mast atau basofil.
activating factor dan prostaglandin. IgE Karakteristik ini terjadi karena antibodi
tampaknya memiliki peran kunci pada reaksi mengikat IgE pada tempat yang sama
alergi sehingga menjadi pusat perhatian normalnya dikenal dengan reseptor dengan
dalam modifikasi terapi 8,9 Reaksi inflamasi afinitas tinggi dan rendah 11,12,13. Gambaran
alergi pada saluran pernafasan disebabkan pokok pada terapi anti IgE ini dengan
kegagalan kontrol respon imunologi yang mengenali dan mengikat IgE dalam serum
dimediasi oleh IgE. Sehingga kenaikan tetapi tidak pada IgG dan IgA, menghambat
kadar imunoglobulin bebas dalam darah ikatan IgE dengan FcåRI serta mencegah
dianggap sebagai petanda penyakit atopi. ikatan IgE dengan mast sel sehingga tidak
Aktifitas Biologi IgE dimediasi melalui terjadi degranulasi 14.
reseptor dengan afinitas tinggi (FcåRI) dan Omalizumab mengikat IgE bebas
reseptor afinitas rendah (FcåRII atau dalam serum membentuk kompleks yang
CD23), sedangkan sel mast pada penderita menysun trimer dalam 2:1 atau 1:2
atopi memiliki peningkatan jumlah reseptor tergantung konsentrasi molekul atau
FcåRI sehingga berhubungan dengan membentuk cyclic hexamers antara
peningkatan pengikatan IgE dan mudah omalizumab dengan IgE 3:3 jika
terjadi degranulasi 10. konsentrasinya hampir sama. Cyclic
Sejarah Antibodi Monoklonal : saat hexamer omalizumab-IgE tersebut kira-kira
awal antibodi menerima perhatian sebagai berukuran 1000 kDa yang ukurannya hampir
mekanisme utama proses allograf, fokus sama dengan IgM alami yang terjadi,
obat imunosupresi berkembang pada obat- bersifat mudah larut dan tidak menimbulkan
obat yang menghambat jalur T sel. Obat masalah dalam mekanisme clearance
tersebut dapat mengurangi kecepatan melalui sistem retikuloendotelial 10.
rejeksi secara signifikan. Sekarang dengan Salah satu faktor keamanan yang
perkembangan transplantasi darah silang diperhatikan pada omalizumab ini apakah
grup ABO yang berbeda perhatian kembali pemakaiannya akan menurunkan

66
Mutiara Medika
Vol. 9 No. 1:63-68, Januari 2009

mekanisme pertahan terhadap infeksi pada kedua kelompok yang diberikan


parasit, tetapi hasil penelitian justru omalizumab dibanding plasebo 15.
menunjukkan reduksi IgE karena pemberian
anti IgE ini mengakibatkan penurunan Kesimpulan
jumlah cacing dan jumlah telur cacing 15. Rinitis alergi sebagai suatu
Pemakaian klinis pada pasien rinitis gangguan hidung yang disebabkan oleh
alergi : Ig E memiliki peran kunci dalam reaksi peradangan mukosa hidung
terjadinya reaksi alergi terutama pada fase diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE),
respon awal, sehingga antibodi humanized setelah terjadi paparan alergen (reaksi
monoclonal anti-IgE (omalizumab) yang hipersensitivitas tipe I Gell dan Comb).
mencegah ikatan IgE dengan reseptor pada Rinitis alergi seperti penyakit alergi yang lain
sel mast dan basofil diteliti kegunaan terjadi akibat dominasi Th-2 dibandingkan
klinisnya pada beberapa penyakit alergi Th-1 sehingga produksi IgE meningkat.
antara lain asma, dermatitis atopi, alergi IgE berperan penting dalam proses
lateks dan makanan dan rinitis alergi, inflamasi yang diinduksi alergen dengan
Setelah diberikan secara intravena atau berikatan dengan reseptor afinitas tinggi
subkutan omalizumab dalam plasma (FcåRI ) di sel mast atau basofil sehingga
memiliki waktu paruh eliminasi yang panjang terjadi pelepasan mediator-mediator
(1-4 minggu) dan menurunkan kadar IgE inflamasi. Diferensiasi sel B ke dalam IgE
bebas di dalam serum 15. yang disekresi ke dalam plasma paling tidak
Penelitian tentang pemakaian anti melalui 2 signal yang berbeda, pertama
IgE antibodi ( omalizumab) dilakukan diperantarai IL-4 dan IL-13 dan yang kedua
terhadap 47 pasien rinitis alergi dengan hasil dikirim melalui interaksi CD40L pada
skin tes positif terhadap tungau debu, permukaan sel T dengan CD40 sebuah
diberikan omalizumab 0,015 atau 0,030 mg/ kostimulator pada mermukaan membran
kg/IU/mL secara intravena setiap 2 minggu sel B. Meskipun penelitian terbaru
selama 26 minggu dan diteruskan sampai memperlihatkan bahwa antigen yang
20 minggu dengan pengurangan dosis. menaktivasi sel mast juga bisa diinduksi
Hasil penelitian menunjukkan penurunn sintesis IgE pada sel B.
kadar IgE serum > 98 % dibanding data Humanized monoclonal antibody
dasar pada kedua dosis dan secara atau Omalizumab secara klinis bermanfaat
signifikan pada minggu ke 26 terjadi dalam terapi rinitis alergi dengan
penurunan jumlah diameter hasil skin tes mekanisme mengenali dan mengikat IgE
15
. pada tempat untuk berikatan dengan
Penelitian lain pada kasus rinitis reseptor afinitas tinggi (FcåRI ) sehingga
alergi dengan memberikan omalizumab 300 IgE membentuk kompleks omalizumab-IgE
mg,150 mg dan plasebo dimulai 2 minggu dan diekskresi melalui sistem
sebelum musim semi dan diteruskan retikoloendotelial. Dengan demikian IgE
sampai 12 minggu, omalizumad diberikan tidak berikatan dengan sel mast atau basofil
subkutan setiap 3 atau 4 minggu tergantung dan mencegah terjadinya reaksi
kadar IgE serum. Penilaian dilakukan degranulasi.
terhadap gejala nasal, gejala mata dan
jumlah obat yang digunakan. Hasil penelitian Daftar Pustaka
menunjukkan hubungan dosis dan respon 1. Bousquet J., Cauwenberge V.P.and
dimana kedua dosis yang lebih tinggi Khaltev P. Allergic rhinitis and its impact
memberikan perbaikan gejala lebih nyata. on asthma. J. Allergy Clin Immunol
Analisis lebih jauh diperkirakan efikasi klinis 2001 ; 108 : S148-S195.
atau perbaikan gejala berhubingan dengan 2. Sudarman K dan Soekardono S.
kemampuan menurunkan jumlah IgE bebas Penatalaksanaan rinitis alergika.
dalam serum.Dari kuesioner yang diberikan Simposium Penatalaksanaan
dapat dianalisa perbaikan kualitas hidup

67
Asti Widuri, Terapi Antibodi IgE pada Rinitis Alergi............ ................

Penyakit-penyakit Alergi Secara 10. Pescovitz MD. Rituximab, an Anti CD20


Rasional Yogyakarta 1996. monoclonal antibody : History and
3. Sudarman K. Pengelolaan penyakit Mechanism of Action. Am J of Transp
rinitis alergi. Simposium pengelolaan 2005.
penyakit alergi secara rasional, 11. Rigbi LJ, Trist H, Sunder J, Hulet MD,
Yogyakarta 2001: 49-65. Hogarth PM. Monoclonal antibody and
4. Baratawidjaja K., Molekul adhesi pada synthetic peptides define the active site
inflamasi tantangan baru untuk para of FcåRI and a potential receptor
klinikus. Majalah Kedokteran Indonesia antagonist. Allergy 2000;55:609-619.
1996; 46 : 223-228. 12. Holgate ST, Djukanovic R, Casalet T,
5. Suprihati, Madiadipura T, Sumarman I. Bousqet J. Anti-immunoglobulin E
Penatalaksanaan rinitis alergi sesuai treatment with omalizumab in allergic
WHO-ARIA. Dalam Konas Perhati XIII disease: an update on anti-inflammatory
Bali 2003: 1-14. activity and clinical efficacy. Clin Exp All
6. Van Cauwen Berge P, De-Belder T, 2005;35:408-416.
Vermeiren J, Kaplan A. Global 13. Hamelmann E, Rolinc-Wernighans C,
Resources in Allergy (GLORIA) : Wahn U. From IgE to Anti-IgE: where
allergic rhinitis and allergic do we stand? Allergy 2002;57: 983-994.
cunjunctivitis. Clin Exp All Rev 14. Fahy JV, Boushey HA. Targetting IgE
2003;3:46-50. with monoclonal antibodies : the future
7. Naclerio R, Rosenwasser L, Ohkubo K. is now. Clin Exp All Rev 1998;28: 664-
Allergic rhinitis : current and future 667.
treatments. Clin Exp All Rev 15. Arshad SH, Holgate S. The role of IgE
2002;2:137-147 in allergen-induced inflammation and
8. Holgate ST. Today’s science- the potential for intervention with a
tomorrow’s practice: basic humanized monoclonal anti IgE
mechanisms of allergy and their clinical antibody. Clin Exp All 2001;31:1344-
implication. Clin Exp All Rev 2002;2: 48- 1351
54.
9. Babu KS, Arshad SH, Holgate ST. Anti-
IgE treatment: an up date. J All
2001;56:1121-1128.

68

Anda mungkin juga menyukai