Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Trombosis adalah terjadinya bekuan darah di dalam sistem kardiovaskuler termasuk


arteri, vena, ruangan jantung dan mikrosirkulasi. (6) Menurut Robert Virchow, terjadinya
trombosis adalah sebagai akibat kelainan dari pembuluh darah, aliran darah dan komponen
pembekuan darah (Virchow triat).
Trombus dapat terjadi pada arteri atau pada vena, trombus arteri di sebut trombus
putih karena komposisinya lebih banyak trombosit dan fibrin, sedangkan trombus vena di
sebut trombus merah karena terjadi pada aliran daerah yang lambat yang menyebabkan sel
darah merah terperangkap dalam jaringan fibrin sehingga berwarna merah.(6)
Trombosis vena dalam adalah satu penyakit yang tidak jarang ditemukan dan dapat
menimbulkan kematian kalau tidak di kenal dan di obati secara efektif.
Kematian terjadi sebagai akibat lepasnya trimbus vena, membentuk emboli yang dapat
menimbulkan kematian mendadak apabila sumbatan terjadi pada arteri di dalam paru-paru
(emboli paru).
Insidens trombosis vena di masyarakat sangat sukar diteliti, sehingga tidak ada
dilaporkan secara pasti. Banyak laporan-laporan hanya mengemukakan data-data penderita
yang di rawat di rumah sakit dengan berbagai diagnosis.(6)
Di Amerika Serikat(6), dilaporkan 2 juta kasus trombosis vena dalam yang di rawat di
rumah sakit dan di perkirakan pada 600.000 kasus terjadi emboli paru dan 60.000 kasus
meninggal karena proses penyumbatan pembuluh darah.(3)
Pada kasus-kasus yang mengalami trombosis vena perlu pengawasan dan pengobatan
yang tepat terhadap trombosisnya dan melaksanakan pencegahan terhadap meluasnya
trombosis dan terbentuknya emboli di daerah lain, yang dapat menimbulkan kematian.
Pada makalah ini akan dibicarakan faktor resiko, manifestasi klinis, diagnosis dan
pengobatan trombosis vena dalam, semoga ada manfaatnya.
PATOGENESIS
Berdasarkan “Triad of Virchow”, terdapat 3 faktor yang berperan dalam patogenesis
terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu kelainan dinding pembuluh darah,
perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah.
Trombosis vena adalah suatu deposit intra vaskuler yang terdiri dari fibrin, sel darah merah
dan beberapa komponen trombosit dan lekosit.
Patogenesis terjadinya trombosis vena adalah sebagai berikut :(8.5.13)
1. Stasis vena.
2. Kerusakan pembuluh darah.
3. Aktivitas faktor pembekuan.

Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu trombosis vena adalah statis
aliran darah dan hiperkoagulasi.(5)
1. Statis Vena
Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama pada
daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama.
Statis vena merupakan predis posisi untuk terjadinya trombosis lokal karena dapat
menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan darah
sehingga memudahkan terbentuknya trombin.

2. Kerusakan pembuluh darah


Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan trombosis vena,
melalui :(6.9.11)
a. Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.
b. Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan jaringan
dan proses peradangan.

Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel yang utuh
bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan beberapa substansi seperti
prostaglandin (PG12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-modulin, yang dapat
mencegah terbentuknya trombin.(6)
Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan terpapar.
Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan dan trombosir akan
melekat pada jaringan sub endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan mikro-
fibril. Trombosit yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan A2
yang akan merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk berubah bentuk dan saling
melekat.
Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem pembekuan darah. (9)

3. Perubahan daya beku darah


Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan
sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas pembekuan darah
meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun.
Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan darah
meningkat, seperti pada hiper koagulasi, defisiensi Anti trombin III, defisiensi protein C,
defisiensi protein S dan kelainan plasminogen.(1.6)

FAKTOR RESIKO
Faktor utama yang berperan terhadap terjadinya trombosis vena adalah status aliran
darah dan meningkatnya aktifitas pembekuan darah.
Faktor kerusakan dinding pembuluh darah adalah relatif berkurang berperan terhadap
timbulnya trombosis vena dibandingkan trombosis arteri. Sehingga setiap keadaan yang
menimbulkan statis aliran darah dan meningkatkan aktifitas pembekuan darah dapat
menimbulkan trombosis vena.
Faktor resiko timbulnya trombosis vena adalah sebagai berikut :(1,5,11)
1. Defisiensi Anto trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.
Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak di netralisir
sehinga kecendrungan terjadinya trombosis meningkat.

2. Tindakan operatif
Faktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi dalam
bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah.(5.7)

Pada operasi di daerah panggul, 54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan
pada operasi di daerah abdomen terjadinya trombosis vena sekitar 10%-14%. (2.13)
Beberapa faktor yang mempermudah timbulnya trombosis vena pada tindakan operatif,
adalah sebagai berikut :(5)
a. Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada
waktu di operasi.
b. Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preperatif, operatif dan post
operatif.
c. Menurunnya aktifitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi.
d. Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di daerah
tersebut.

3. Kehamilan dan persalinan


Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktifitas fibrinolitik, statis vena
karena bendungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII dan IX.(4)

Pada permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang menimbulkan


lepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi peningkatkan
koagulasi darah.(4.11)

4. Infark miokard dan payah jantung


Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan jaringan yang
melepaskan plasminogen yang mengaktifkan proses pembekuan darah dan adanya statis
aliran darah karena istirahat total.(2.13)

Trombosis vena yang mudah terjadi pada payah jantung adalah sebagai akibat statis
aliran darah yang terjadi karena adanya bendungan dan proses immobilisasi pada
pengobatan payah jantung.

5. Immobilisasi yang lama dan paralisis ekstremitas.


Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang mempermudah
timbulnya trombosis vena.

6. Obat-obatan konstraseptis oral


Hormon estrogen yang ada dalam pil kontraseptis menimbulkan dilatasi vena,
menurunnya aktifitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya faktor
pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis vena.

7. Obesitas dan varices


Obesitas dan varices dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan aktifitas
fibriolitik yang mempermudah terjadinya trombosis vena.

8. Proses keganasan
Pada jaringan yang berdegenerasi maligna di temukan “tissue thrombo plastin-like
activity” dan “factor X activiting” yang mengakibatkan aktifitas koagulasi meningkat.
Proses keganasan juga menimbulkan menurunnya aktifitas fibriolitik dan infiltrasi ke
dinding vena. Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis. Tindakan operasi
terhadap penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis 2-3 kali lipat
dibandingkan penderita biasa.(9)
MANIFESTASI KLINIK
Trombosis vena terutama mengenai vena-vena di daerah tungkai antara lain vena
tungkai superfisialis, vena dalam di daerah betis atau lebih proksimal seperti v poplitea, v
femoralis dan viliaca. Sedangkan vena-vena di bagian tubuh yang lain relatif jarang di kenai.
(5.6)

Trombosis v superfisialis pada tungkai, biasanya terjadi varikositis dan gejala klinisnya
ringan dan bisa sembuh sendiri. Kadang-kadang trombosis v tungkai superfisialis ini
menyebar ke vena dalam dan dapat menimbulkan emboli paru yang tidak jarng
menimbulkan kematian.(12.14)
Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas, kelainan yang timbul tidak
selalu dapat diramalkan secara tepat lokasi / tempat terjadinya trombosis. (3.5)
Trombosis di daerah betis mempunyai gejala klinis yang ringan karena trombosis yang
terbentuk umumnya kecil dan tidak menimbulkan komplikasi yang hebat.
Sebagian besar trombosis di daerah betis adalah asimtomatis, akan tetapi dapat
menjadi serius apabila trombus tersebut meluas atau menyebar ke lebih proksimal.
Trombosis vena dalam akan mempunyai keluhan dan gejala apabila menimbulkan :
- bendungan aliran vena.
- peradangan dinding vena dan jaringan perivaskuler.
- emboli pada sirkulasi pulmoner.

Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa :(3, 9, 13)
1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Trombosis vena di
daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial dan
anterior paha.
Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan
intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri akan berkurang kalau penderita
istirahat di tempat tidur, terutama posisi tungkai ditinggikan.

2. Pembengkakan
Pembengkakan disebabkan karena adanya edema. Timbulnya edema disebabkan oleh
sumbatan vena di bagian proksimal dan peradangan jaringan perivaskuler.
Apabila pembengkakan ditimbulkan oleh sumbatan maka lokasi bengkak adalah di
bawah sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan
perivaskuler maka bengkak timbul pada daerah trombosis dan biasanya di sertai nyeri.
Pembengkakan bertambah kalau penderita berjalan dan akan berkurang kalau istirahat di
tempat tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.

3. Perubahan warna kulit


Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis vena
dalam dibandingkan trombosis arteri.
Pada trombosis vena perubahan warna kulit di temukan hanya 17%-20% kasus.
Perubahan warna kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna ungu. (12)
Perubahan warna kaki menjadi pucat dan pada perubahan lunah dan dingin,
merupakan tanda-tanda adanya sumbatan cena yang besar yang bersamaan dengan adanya
spasme arteri, keadaan ini di sebut flegmasia alba dolens. (6)
4. Sindroma post-trombosis. Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan
tekanan vena sebagai konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar.
Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis
sehingga terjadi imkompeten katup vena dan perforasi vena dalam.(3.5)
Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam akan membalik ke
daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga terjadi edema, kerusakan jaringan
subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang di kenai.
Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada daerah betis
yang timbul / bertambah waktu penderitanya berkuat (venous claudicatio), nyeri berkurang
waktu istirahat dan posisi kaki ditinggikan, timbul pigmentasi dan indurasi pada sekitar lutut
dan kaki sepertiga bawah.(3.5)

DIAGNOSIS
Diagnosis trombosis vena dalam berdasarkan gejala linis saja kurang sensitif dan kurang
spesifik karena banyak kasus trombosis vena yang besar tidak menimbulkan penyumbatan
dan peradangan jaringan perivaskuler sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala.
Ada 3 jenis pemeriksaan yang akurat, yang dapat menegakkan diagnosis trombosis vena
dalam, yaitu:(3.5.7)
1. Venografi
Sampai saat ini venografi masih merupakan pemeriksaan standar untuk trombosis vena.
Akan tetapi teknik pemeriksaanya relatif sulit, mahal dan bisa menimbulkan nyeri dan
terbentuk trombosis baru sehingga tidak menyenangkan penderitanya.
Prinsip pemeriksaan ini adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam di daerah dorsum
pedis dan akan kelihatan gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke proksimal
ke v iliaca.

2. Flestimografi impendans
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume darah pada tungkai.
Pemeriksaan ini lebih sensitif pada tombosis vena femrlis dan iliaca dibandingkan vena di
betis.(3.12.13)

3. Ultra sonografi (USG) Doppler


Pada akhir abad ini, penggunaan USG berkembang dengan pesat, sehingga adanya
trombosis vena dapat di deteksi dengan USG, terutama USG Doppler.
Pemeriksaan ini memberikan hasil sensivity 60,6% dan spesifity 93,9%.
Metode ini dilakukan terutama pada kasus-kasus trombosis vena yang berulang, yang
sukar di deteksi dengan cara objektif lain.

PENGOBATAN
Pengobatan trombosis vena diberikan pada kasus-kasus yang diagnosisnya sudah pasti
dengan menggunakan pemeriksaan yang objektif, oleh karena obat-obatan yang diberikan
mempunyai efek samping yang kadang-kadang serius.(2.1011)
Berbeda dengan trombosis arteri, trombosis vena dalam adalah suatu keadaan yang
jarang menimbulkan kematian.
Oleh karena itu tujuan pengobatan adalah :(5.12)
1. Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.
2. Mengurangi morbiditas pada serangan akut.
3. Mengurangi keluhan post flebitis
4. Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses trombo emboli.

Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru


Meluasnya proses trombosis dan timbulnya emboli paru dapat di cegah dengan
pemberian anti koagulan dan obat-obatan fibrinolitik.
Pada pemberian obat-obatan ini di usahakan biaya serendah mungkin dan efek samping
seminimal mungkin.
Pemberian anti koagulan sangat efektif untuk mencegah terjadinya emboli paru, obat
yang biasa di pakai adalah heparin.(5.11.14)
Prinsip pemberian anti koagulan adalah Save dan Efektif. Save artinya anti koagulan
tidak menyebabkan perdarahan. Efektif artinya dapat menghancurkan trombus dan
mencegah timbulnya trombus baru dan emboli.
Pada pemberian heparin perlu di pantau waktu trombo plastin parsial atau di daerah
yang fasilitasnya terbatas, sekurang-kurangnya waktu pembekuan.

Pemberian Heparin standar


 Heparin 5000 ini bolus (80 iu/KgBB), bolus dilanjutkan dengan drips konsitnus 1000 –
1400 iu/jam (18 iu/KgBB), drips selanjutnya tergantung hasil APTT. 6 jam kemudian di
periksa APTT untuk menentukan dosis dengan target 1,5 – 2,5 kontrol.
1. Bila APTT 1,5 – 2,5 x kontrol dosis tetap.
2. Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 – 150 iu/jam.
3. Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam.

 Penyesuaian dosis untuk mencapai target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6 jam, hari ke 2
tiap 2 - 4 jam. Hal ini di lakukan karena biasanya pada 6 jam pertama hanya 38% yang
mencapai nilai target dan sesudah dari ke 1 baru 84%.
 Heparin dapat diberikan 7–10 hari yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian
heparin dosis rendah yaitu 5000 iu/subkutan, 2 kali sehari atau pemberian anti koagulan
oral, selama minimal 3 bulan.
 Pemberian anti koagulan oral harus diberikan 48 jam sebelum rencana penghentian
heparin karena anti koagulan orang efektif sesudah 48 jam.

Pemberian Low Milecular Weight Heparin (LMWH)


Pemberian obat ini lebih di sukai dari heparin karena tidak memerlukan pemantauan
yang ketat, sayangnya harganya relatif mahal dibandingkan heparin.
Saat ini preparat yang tersedia di Indonesia adalah Enoxaparin (Lovenox) dan
(Nandroparin Fraxiparin).
Pada pemberian heparin standar maupun LMWH bisa terjadi efek samping yang cukup
serius yaitu Heparin Induced Thormbocytopenia (HIT). (14)
Pemberian Oral Anti koagulan oral
Obat yang biasa di pakai adalah Warfarin Cara.(1.2.5)
Pemberian Warfarin di mulai dengan dosis 6 – 8 mg (single dose) pada malam hari.
Dosis dapat dinaikan atau di kurangi tergantung dari hasil INR (International Normolized
Ratio). Target INR : adalah 2,0 – 3,0

Cara penyesuaian dosis


INR
Penyesuaian
1,1 – 1,4 hari 1, naikkan 10%-20% dari total dosis mingguan.
Kembali : 1 minggu
1,5 – 1,9 hari 1, naikkan 5% – 10% dari total dosis mingguan.
Kembali : 2 minggu
2,0 – 3,0 tidak ada perubahan.
Kembali : 1 minggu
3,1 – 3,9 hari : kurang 5% – 10% dari dosis total mingguan.
Mingguan : kurang 5 – 150 dari dosis total mingguan
Kembali : 2 minggu
4,0 – 5,0 hari 1: tidak dapat obat
mingguan : kurang 10%-20% TDM
kembali : 1 minggu
> 50 :
- Stop pemberian warfarin.
- Pantau sampai INR : 3,0
-Mulai dengan dosis kurangi 20%-50%.
- kembali tiap hari.(6)

Lama pemberian anti koagulan oral adalah 6 minggu sampai 3 bulan apabila trombosis
vena dalam timbul disebabkan oleh faktor resiko yang reversible. Sedangkan kalau
trombosis vena adalah idiopatik di anjurkan pemberian anti koagulan oral selama 3-6 bulan,
bahkan biasa lebih lama lagi apabila ditemukan abnormal inherited mileculer. (2)
Kontra indikasi pemberian anti koagulan adalah :(2.5)
1. Hipertensi : sistilik > 200 mmHg, diastolik > 120 mmHg.
2. Perdarahan yang baru di otak.
3. Alkoholisme.
4. Lesi perdarahan traktus digestif.

Pemberian trombolitik selama 12-14 jam dan kemudian di ikuti dengan heparin, akan
memberikan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan hanya pemberian heparin tunggal.
Peranan terapi trombolitik berkembang dengan pesat pada akhir abad ini, terutama
sesudah dipasarkannya streptiknase, urokinase dan tissue plasminogen activator (TPA). (11.13)
TPA bekerja secara selektif pada tempat yang ada plasminon dan fibrin, sehingga efek
samping perdarahan relatif kurang.
Brenner menganjurkn pemberian TPA dengan dosis 4 ugr/kgBB/menit, secara intra vena
selama 4 jam dan Streptokinase diberikan 1,5 x 106 unit intra vena kontiniu selama 60
menit. Kedua jenis trombolitik ini memberikan hasil yang cukup memuaskan. (3)
Efek samping utama pemberian heparin dan obat-obatan trombolitik adalah
perdarahan dan akan bersifat fatal kalau terjadi perdarahan sereral. Untuk mencegah
terjadinya efek samping perdarahan, maka diperlukan monitor yang ketat terhadap waktu
trombo plastin parsial dan waktu protombin, jangan melebihi 2,5 kali nilai kontrol.

1. Mengurangi Morbiditas pada serangan akut.


Untuk mengurangi keluhan dan gejala trombosis vena dilakukan.(2.13)
- Istirahat di tempat tidur.
- Posisi kaki ditinggikan.
- Pemberian heparin atau trombolitik.
- Analgesik untuk mengurangi rasa nyeri.
- Pemasangan stoking yang tekananya kira-kira 40 mmHg.

Nyeri dan pembengkakan biasanya akan berkurang sesudah 24 – 48 jam serangan


trombosis. Apabila nyeri sangat hebat atau timbul flagmasia alba dolens di anjurkan
tindakan embolektomi.
Pada keadaan biasa, tindakan pembedahan pengangkatan thrombus atau emboli,
biasanya tidak di anjurkan.

2. Pencegahan Sindroma post-flebitis.


Sindroma post flebitis disebabkan oleh inkompeten katub vena sebagai akibat proses
trombosis. Biasanya terjadi pada trombosis di daerah proksimal yang eksistensif seperti
vena-vena di daerah poplitea, femoral dan illiaca.
Keluhan biasanya panas, edema dan nyeri terjadinya trombosis
Sindroma ini akan berkurang derajad keganasannya kalau terjadi lisis atau
pengangkatan trombosis.

3. Pencegahan terhadap adanya hipertensi pulmonal.


Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang tidak sering dari emboli paru.
Keadaan ini terjadi pada trombosis vena yang bersamaan dengan adanya emboli paru,
akan tetapi dengan pemberian anti koagulan dan obat-obatan trombolitik, terjadinya
hipertensi pulmonal ini dapat di cegah.

KESIMPULAN
- Trombosis vena cukup sering ditemukan pada penderita yang di rawat di rumah sakit,
terutama terjadi pada immobilisasi yang lama dan post operatif ortopedi.
- Penyakit ini tidak menimbulkan kematian, akan tetapi mempunyai resiko besar untuk
timbulnya emboli paru yang dapat menimbulkan kematian.
- Faktor resiko trombosis vena adalah operasi, kehamilan, immobilisasi, kontrasepsi oral,
penyakit jantung, proses keganan dan obesitas.
- Manifestasi kliniknya tidak spesifik, sehingga memerlukan pemeriksaan obyektif
lanjutan.
- Pengobatan adalah mencegah timbulnya embol paru, mengurangi morbiditas dan
keluhan post flebitis dan mencegah timbulnya hipertensi pulmonal.
- Pengobatan yang di anjurkan adalah pemberian heparin dan dilanjutkan dengan anti
koagulun oral.

DAFTAR PUSTAKAN
1. Anderson D.R. et al : Efficacy and Cost of LMH Compared with Standard Heparin for Prevention
of DVT After Total Hip Arthrosplasty. Ann of Intern Med. 119: 1105 – 1112.1993.

2. Breddin HK et al. Effects of a LMH on Thrombus Regression and Recurrent Thrombo-embolism


in Patient DVT. N. Engl J of Med 344:626-631, 2001.
3. Brenner B et al : Quantiation of Venous Clot Lysis D – Dimer Immuboassay During Fibrinolytic
Theraphy Requires Correction for Sluble Fibrin Dehidration. Circulation 81(6) : 1818-1825, 1990.

4. Ginsberg J.S. et al : A Venous Thrombosis. KONAS PHTDI Semrang, September 2001.

5. Hirsh J and Hoak J : Management of Deep Vein Thrombosis and Pulmonary Embolism.
Circulation 93:2212-2245, 1996.

6. Karmel Tambunan : Thrombosis. KONAS PHTDI Semarang, September 2001.

7. Kerr T.M et al : Upper Extremity Venous Thrombosis Diagnosed by Duppex Scanning, The Am J
of Surgery 160:120-206, 1990.

8. Pradoni et al : Comparison os Subcuteneus LMW Heparin with intravenous Standard Heparin in


Oroximal DVT. Lancet 339:441-445, 1992.

9. Prandoni et al : DVT and the incidence of Subsequent Symptomatic cancer N. Eng J Med.
327:1128-1133, 1992.

10. Rayu S et al : Saphenectomy in the Presende of Chornic Venous Obstruction. Surgery 123:637-
644, 1999.

11. Runge M.S et al : Prevention of Thrombosis and Rethrombosis. Circultion 82:655-657, 1990.

12. Srandness D.E. et al : Long-term Sequelae Acute Venous Thrombosis. JAMA 250:1289-1292,
1983.

Anda mungkin juga menyukai