Anda di halaman 1dari 33

GAMBARAN PENDERITA ISPA PADA BALITA UMUR 1-5

TAHUN DI PUSKESMAS PAHANDUT PERIODE TAHUN 2019

PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH

OLEH

DENA MEIA MAHARANI


NIM. PO.62.20.1.17.209

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAN SUMBER DAYA MANUSIA
POLITEKNIK KESEHATAN PALANGKA RAYA
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO [ CITATION Put19 \l 1033 ] Infeksi Saluran Pernafasan Akut

merupakan permasalahan yang sangat besar. Tidak ada total pasti penderita ISPA

(Infeksi Saluran Pernafasan Akut) namun diperkirakan lebih dari 2,2 juta kematian

per tahun di dunia, terutama di Negara-negara berkembang. ISPA merupakan

penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan balita. Namun perhatian

dunia selama ini dikenal sebagai the forgetten pandemic. Angka kematian yang

sangat tinggi tersebut dikarenakan kebanyakan penderita adalah anak-anak serta

kurangnya kesadaran akan dampak ISPA bagi anak-anak. ± 13 juta anak balita di

dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di

beberapa Negara berkembang di Asia dan Afrika yang terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1.1 Kematian balita penyebab ISPA

NO NEGARA %
1 India 48 %
2 Indonesia 38 %
3 Ethiopia 4,4 %
4 Pakistan 4,3 %
5 China 3,5 %

1
2

Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan berkewajiban untuk ikut serta

dalam upaya kelangsungan hidup anak Indonesia. Hal ini sesuai dengan kompetensi

yang harus dikuasai seorang perawat berkaitan dnegan kesehatan bayi dan balita.

Angka kematian bayi dan balita di Indonesia adalah tertinggi di Negara ASEAN

lainnya. Hal ini perlu di pahami dan ditindak lanjuti oleh perawat dan petugas

kesehatan lainnya, mengingat Indonesia memiliki beban yang berat karena wilayah

yang sangat luas serta jumlah penduduk yang banyak dan sangat heterogen[ CITATION

Ani10 \l 1033 ].

ISPA berlangsung sampai 14 hari yang dapat ditularkan melalui air ludah, darah,

bersin maupun udara pernafasan yang mengandung kuman. ISPA diawali dengan

gejala seperti pilek biasa, batuk, demam, bersin-bersin, sakit tenggorokan, sakit

kepala, sekret menjadi kental, nausea, muntah dan anoreksia[ CITATION KSW13 \l

1033 ]. Banyak orang tua yang sering mengabaikan gejala tersebut, sementara kuman

dan virus dengan cepat berkembang di dalam saluran pernafasan yang akhirnya

menyebabkan infeksi. Jika telah terjadi infeksi maka anak akan mengalami kesulitan

bernafas dan bila tidak segera ditangani, penyakit ini bisa semakin parah menjadi

pneumonia yang menyebabkan kematian [ CITATION Mem16 \l 1033 ] .Penyebab angka

kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh pneumonia

(ISPA), angka mortalitas ISPA yang berat hingga saat inimasih tinggi. Kematian

seringkali disebabkan karena penderita dating untuk berobat dalam keadaan berat

dan disertai penyulit dan kurang gizi. Angka kesakitan (morbiditas) ISPA merupakan

penyakit yang sering kali dilaporkan sebagai 10 penyakit utama di Negara


3

berkembang. Gejala yang sering dijumpai batuk, pilek dan kesukaran

bernafas[ CITATION Ani10 \l 1033 ].

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun

2019, ISPA di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang utama di buktikan

dengan prevalensi ISPA di Indonesia sebanyak 25,0 %.kebakaran hutan dan lahan

(karhutla) di Sumatera dan Kalimantan membuat setidaknya 144.219 ribu warga

terkena Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Enam provinsi dengan ISPA

tertinggi di Indonesia dapat terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1.2 Provinsi denggan ISPA tertinggi

NO PROVINSI JUMLAH
1 Palembang 76.236 jiwa
2 Kalimantan Barat 15.468 jiwa
3 Riau 15.346 jiwa
4 Jambi 15.047 jiwa
5 Kalimantan Selatan 10.364 jiwa
6 Kalimantan Tengah 11.758 jiwa
Selain itu ISPA juga sering berasa pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit.

Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2016 menempatkan ISPA

sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 32,10 %

dari seluruh kematian balita.


4

Berdasarkan data Pusat Krisis Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan

Tengah[ CITATION CNN19 \l 1033 ], angka penderita ISPA di Kalimantan Tengah yaitu

sebanyak 11.758 jiwa, ada 5 daerah di Kalimantan Tengah yang memiliki penderita

ISPA yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1.3 Kota/Kabupaten Penderita ISPA Tertinggi

NO KOTA / KABUPATEN JUMLAH


1 Palangka Raya 829 jiwa
2 Kotawaringin Timur 513 jiwa
3 Murung Raya 394 jiwa
4 Barito Utara 227 jiwa
5 Kapuas 161 jiwa
Wilayah lain seperti Barito Timur, Barito Selatan, Gunung Mas, Katingan,

Lamandau, Pulang Pisau dan Sukamara penderita ISPA kurang dari 100 Jiwa.

Dengan banyaknya penderita ISPA, tidak bisa di simpulkan bahwa penderita ISPA

di Kalimantan Tengah semua berasal dari dampak kebakaran htan dan lahan, namun

dampak dari asap akibat kebakaran hutan dan lahan bisa jadi penyebab

meningkatnya ISPA.

Menurut informasi yang dari Seksi Wabah dan Bencana Dinkes Kota Palangka

Raya[ CITATION ANT19 \l 1033 ] penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut di

kalangan masyarakat meningkat dalam beberapa pekan terakhir pada tahun 2019.

Jumlah
5

penderita ISPA berdasarkan laporan dari Puskesmas Kota dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 1.4 Puskesmas Kota dengan ISPA Tertinggi

NO PUSKESMAS JUMLAH
1 Pahandut 166 jiwa
2 Panarung 117 jiwa
3 Menteng 92 jiwa
4 Bukit Hindu 127 jiwa
5 Kayon 93 jiwa
6 Jekan Raya 35 jiwa
7 Kalampangan 10 jiwa
8 Kereng Bangkirai 22 jiwa
9 Tangkiling 10 jiwa
10 Rakumpit 15 jiwa
Berdasarkan data di atas, masih tingginya kasus ISPA pada balita, penulis merasa

tertarik memilih BLUD UPT Puskesmas Pahandut Kota Palangka Raya untuk

melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Penderita Ispa Pada Balita Umur 2-5

Tahun Di BLUD UPT Puskesmas Pahandut Palangka Raya Periode Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah adalah “Bagaimana

Gambaran Penderita Ispa Pada Balita Umur 2-5 Tahun Di BLUD UPT Puskesmas

Pahandut Palangka Raya Periode Tahun 2019?”.


6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Penderita Ispa Pada

Balita Umur 2-5 Tahun Di Puskesmas Pahandut Palangka Raya Periode Tahun

2019.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini antara lain :

a. Mengetahui gambaran klien balita penderita ISPA berdasarkan umur.

b. Mengetahui gambaran klien balita penderita ISPA berdasarkan jenis kelamin.

c. Mengetahui gambaran klien penderita ISPA berdasarkan status gizi.

d. Mengetahui gambaran klien balita penderita ISPA berdasarkan tanda dan

gejala.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi ibu yang memiliki balita penderita ISPA

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang ISPA

pada balita.

2. Bagi Petugas Kesehatan / Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan khususnya mengenai

pengetahuan masyarakat di wilayah kerjanya tentang ISPA serta dapat

meningkatkan program penyuluhan dan penyebaran informasi lebih lanjut

kepada masyarakat.
7

3. Bagi Instansi Pendidikan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan referensi untuk

menambah para dosen serta mahasiswa tentang ISPA dan dapat dikembangkan

melalui penelitian selanjutnya.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan khususnya

mengenai infeksi saluran pernafasan akut dan penerapan ilmu yang di dapat

selama studi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Ispa

1. Pengertian

ISPA atau infeksi saluran pernapasan akut mengandung dua unsur, yaitu

infeksi dan saluran pernapasan. Pengertian infeksi adalah masuknya kuman atau

mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga

menimbulkan gejala penyakit[ CITATION KGu10 \l 1033 ].

[ CITATION Wid11 \l 1033 ] menjabarkan ISPA adalah penyakit saluran

pernafasan yang bersifat akut dengan berbagai macam gejala (sindrom). Penyakit

ini disebabkan oleh berbagai sebab (multifaktorial). Meskipun organ saluran

pernapasan yang terlibat adalah hidung, laring, tenggorokan, bronkus, trakea dan

paru-paru, tetapi yang menjadi fokus adalah paru-paru. Titik perhatian ini

disepakati karena tingginya tingkat mortalitas radang paru-paru.

Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit

ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit

atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak. Period prevalence ISPA

dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. (Balitbangkes KemenKes RI,

2013).

8
9

2. Klasifikasi ISPA

a. Secara Anatomis

Secara anatomis ISPA dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu (Hastuti, 2009) :

1) ISPA Atas (Acute Upper Respiratory Infection)

ISPA atas yang perlu di waspadai adalah radang saluran tenggorokan

atau pharyngitis radang telinga tengah atau otitis. Pharingitis yang

disebabkan kuman tertentu (streptococcus hemolyticus) dapat

berkompilasi dengan penyakit jantung (endokarditis). Sedangkan radang

telinga tengah yang tidak diobati dapat berakibat terjadinya ketulian.

2) ISPA Bawah (Acute Lower Respiratory Infections)

Salah satu ISPA bawah yang berbahaya adalah pneumonia.

b. Menurut KemenKes RI yang dikutip oleh Desi (2015):

1. ISPA ringan adalah seorang yang menderita ISPA ringan apabila


ditemukan gejala batuk,pilek dan sesak.
2. ISPA sedang apabila timbul gejala-gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih
dari 39 ºC dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
3. ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba,
nafsu makan menurun.
c. Berdasarkan kelompok umur program pemberantasan ISPA (P2 ISPA)

mengklafisikasikan ISPA sebagai berikut :

1) Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklafikasikan atas

a) Pneumonia berat : apabila dalam pemeriksaan ditemukan atau

adanya tarikan dinding dada yang kuat pada dinding dada bagian
10

bawah ke dalam (severe chest indrawing), nafas cepat, yaitu

pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih,

b) bukan Pneumonia. (batuk,pilek biasa) : bila tidak ditemukan tanda

tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada

nafas cepat, frekuensi kurang dari 60 menit.

2) Kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun diklafikasikan atas :

a) pneumonia berat : bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas

b) pneumonia : didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran

bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur yaitu 40 kali

permenit atau lebih

c) bukan pneumonia.: bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian

bawah dan tidak ada nafas cepat .

3. Etiologi

Menurut[ CITATION Wid11 \l 1033 ] etiologi ISPA terdiri dari lebih dari

300 jenis penyakit bakteri, virus, jamur, dan aspirasi. Beberapa diantaranya

a. Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,

Staphylococcus aureus, Haemophilus, dan influenza.

b. Virus : influenza, adenovirus, sitomegalovirus.

c. Jamur : Aspergiius sp., Candida albicans, dan Histoplasma.


11

d. Aspirasi : makanan, asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak biasanya

minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian dan mainan

plastik).

Bakteri dan virus tersebut umumnya menjangkiti anak-anak usia di bawah 2

tahun yang masih memiliki kekebalan tubuh yang lemah atau belum sempurna.

peralihan musim kemarau ke musim hujan juga memperbesar risiko serangan ISPA.[

CITATION NKK19 \l 1033 ].

penyebab Umum terjadinya ISPA[ CITATION EAr16 \l 1033 ] :

a. daya tahan tubuh lemah

b. faktor keturunan

c. ada gejala suatu penyakit

d. cuaca yang tidak menentu dan ekstrem

e. adanya infeksi virus, seperti pilek

f. sering menghisap asap rokok atau asap tembakau

g. hipotermi

h. polusi udara

i. penyebab alergi, seperti debu

j. alergi makanan

4. Tanda Dan Gejala ISPA

a. Tanda ISPA

Penyakit infeksi saluran pernapasan akut biasanya ditandai dengan keluhan

dan gejala yang ringan, jika anak/bayi sudah menunjukan gejala sakit ISPA, maka
12

harus segera diobati agar tidak menjadi berat yang bisa menyebabkan gagal napas

atau kematian[ CITATION Mar14 \l 1033 ]. Pada stadium awal, gejala ISPA

ditunjukan dengan rasa panas, kering dan gatal dalam hidung. Yang kemudian

diiringi bersin terus-menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam

dan nyeri kepala. Mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih

lanjut membuat sekret menjadi kental dan tersumbat di hidung bertambah. Bila

tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari

[ CITATION NKK19 \l 1033 ].

Tanda dan gejala yang dapat timbul pada penderita[ CITATION DWU16 \l

1033 ] :

1) Pilek

2) Batuk

3) Kadang bersin

4) Keluar secret cair dari hidung

5) Gelisah

6) Nyeri pada otot

7) Pusing

8) Anoreksia

9) Hidung tersumbat

10) Demam

b. Gejala ISPA [ CITATION Mas17 \l 1033 ] adalah :

1) Gejala dari ISPA Ringan :


13

a) Batuk

b) Serak, yaitu anak bersuara paru pada waktu mengeluarkan suara.

c) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.

d) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC atau jika dahi anak diraba.

2) Gejala dari ISPA Sedang :

a) Pernapasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang

dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur

satu tahun atau lebih.

b) Suhu lebih dari 39oC.

c) Tenggorokan berwarna merah.

d) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.

e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

f) Pernapasan berbunyi seperti mengorok.

g) Pernapasan berbunyi menciut-ciut.

3) Gejala dari ISPA Berat :

a) Bibir atau kulit membiru.

b) Lubang hidung kembang kempis pada waktu bernapas.

c) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

d) Pernapasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak

e) gelisah.

f) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.

g) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
14

h) Tenggorokan berwarna merah

5. Manifestasi Klinis

Penyakit infeksi saluran pernapasan akut biasanya ditandai dengan keluhan dan

gejala yang ringan, jika anak/bayi sudah menunjukan gejala sakit ISPA, maka harus

segera diobati agar tidak menjadi berat yang bisa menyebabkan gagal napas atau

kematian[ CITATION Mar14 \l 1033 ]. Pada stadium awal, gejala ISPA ditunjukan

dengan rasa panas, kering dan gatal dalam hidung. Yang kemudian diiringi bersin

terus-menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala.

Mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat

sekret menjadi kental dan tersumbat di hidung bertambah. Bila tidak terdapat

komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari[ CITATION NKK19 \l

1033 ].

6. Patofisiologi ISPA

Infeksi saluran pernapasan akut dapat menjadi jalan masuk dari bakteri dan virus.

Hal ini dapat terjadi pada kondisi yang penuh sesak[ CITATION NKK19 \l 1033 ].

Kuman ini akan melekat pada sel epitel hidung, dengan mengikuti proses pernapasan

maka kuman tersebut bisa masuk ke bronkus dan masuk ke saluran pernapasan, yang

mengakibatkan demam, batuk, pilek, sakit kepala dan sebagainya [ CITATION

Mar14 \l 1033 ].

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang menurut [ CITATION Mar14 \l 1033 ]:

a. Pemeriksaan Foto Rontgen : Thoraks


15

b. Pemeriksaan Laboratorium darah lengkap : hemoglobin, hematokrit,

kultur tenggorok, kadar protein C reaktif.

c. Tes Antibody : Hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis metabolik.

Pemeriksaan Penunjang menurut[ CITATION DWU16 \l 1033 ] :

a. CT-Scan, untuk melihat penebalan dinding nasal, penebalan konka dan

penebalan mukosa sinus, yang menunjukkan common cold.

b. Foto polos, untuk melihat perubahan pada sinus.

c. Pemeriksaan sputum, untuk mengetahui organisme penyebab penyakit.

8. Cara Penularan

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang tercemar, bibit

penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, oleh karena itu, maka penyakit

ISPA ini tergolong Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah

cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda

terkontaminasi[ CITATION Mas17 \l 1033 ]

9. Cara Pencegahan

Cara Pencegahan [ CITATION DWU16 \l 1033 ]:

a. Rajin mencuci tangan.

b. Membersihkan permukaan umum, seperti meja, mainan anak, gagangan

pintu, dan fasilitas kamar mandi dengan desinfektan anti-bakteri.

c. Hindarkan anak berkontak langsung dengan orang yang terinfeksi flu atau

pilek.
16

d. Jagalah kebersihan diri dan lingkungan.

Pencegahan ISPA menurut[ CITATION EAr16 \l 1033 ] :

a. Melakukan imunisasi sesuai usia anak dan sesuai yang disarankan,

sehingga bayi, balita, dan anak memiliki kekebalan terhadap berbagai

serangan penyakit.

b. Menjaga asupan makanan dan nutrisi.

c. Menjaga kebersihan lingkungan sekitar.

d. Hindarkan bayi, balita, dan anak dari asap rokok, tembakau, dan polusi

udara lain.

e. Hindarkan bayi, balita, dan anak dari seseorang yang tengah menderita

ISPA.Pemberian Imunisasi merupakan salah satu usaha untuk memberikan

sistem antibodi pada tubuh. Kelengkapan pemberian imunisasi dapat

membantu pembentukan antibodi secara optimal diharapkan dapat

menekan perkembangan penyakit ISPA agar tidak menjadi berat.

10. Faktor Risiko Terjadinya ISPA

Model segitiga epidemiologi atau triad epidemiologi menggambarkan interaksi

tiga komponen penyakit yaitu manusia (Host), penyebab (Agent), dan lingkungan

(Environment). Berikut ini akan dijabarkan hubungan 3 komponen yang terdapat

dalam model segitiga epidemiologi dengan faktor risiko terjadinya infeksi ISPA

pada anak balita[ CITATION KGu10 \l 1033 ]:


17

a. Faktor penyebab (agent) adalah penyebab dari penyakit pneumonia yaitu

berupa bakteri, virus, jamur, dan protozoa.

b. Faktor manusia (host) adalah organisme, biasanya manusia atau pasien.

Faktor risiko infeksi pneumonia pada pasien (host) dalam hal ini anak

balita meliputi: usia, jenis kelamin, berat badan lahir, riwayat pemberian

ASI, status gizi, riwayat pemberian vitamin A, riwayat imunisasi, status

sosial ekonomi, dan riwayat asma.

c. Faktor lingkungan (environment) , Faktor lingkungan yang dapat menjadi

risiko terjadinya ISPA pada anak balita meliputi kepadatan rumah,

kelembaban, cuaca, polusi udara. Kondisi lingkungan dapat dimodifikasi

dan dapat diperkirakan dampak atau akses buruknya sehingga dapat

dicarikan solusi ataupun kondisi yang paling optimal bagi kesehatan anak

balita.

Menurut teori Hendrik L. Blum dalam[ CITATION Not12 \l 1033 ], status

kesehatan dipengaruhi secara simultan oleh empat faktor penentu yang saling

berinteraksi satu sama lain. Keempat faktor penentu tersebut adalah lingkungan,

perilaku (gaya hidup), keturunan, dan pelayanan kesehatan. Model ini

memperlihatkan sehat tidaknya seseorang tergantung 4 faktor yaitu keturunan,

lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Faktor tersebut berpengaruh

langsung pada kesehatan dan juga berpengaruh satu sama lain. Status kesehatan akan

tercapai optimal jika 4 faktor tersebut kondisinya juga optimal.


18

B. Konsep Dasar Balita

1. Pengertian Balita

Balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas 1 tahun atau lebih

popular dengan pengertian usia anak dibawah 5 tahun. masa balita merupakan

usia penting dalam tumbuh kembang anak secara fisik. pada saat tersebut

perkembangan anak sangat pesat sehingga memerlukan gizi yang sesuai

kebutuhannya. kondisi kecukupan gizi tersebut sangatlah berpengaruh dengan

kondisi kesehatannya di masa mendatang. masa balita adalah masa keemasan.

masa ini merupakan waktu ideal untuk mempelajari keterampilan dasar,

membentuk kebiasaan, serta memperoleh konsep dasar yang mempengaruhi

tingkat kecerdasan anaknya[ CITATION Agu12 \l 1033 ].

Balita adalah istilah umum untuk anak usia 1 sampai 3 tahun (balita)  dan 3

sampai 5 tahun ( pra sekolah). saat usia balita, anak masih tergantung penuh

untuk melakukan kegiatan seperti  mandi, makan dan buang air besar

[ CITATION Sut10 \l 1033 ].

perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik namun

kemampuan lain masih terbatas masa balita merupakan periode penting dalam

proses tumbuh kembang manusia. perkembangan dan pertumbuhan di masa itu

menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode

selanjutnya. masa tumbuh kembang di usia ini ini merupakan mata yang
19

berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang , karena itu sering disebut

golden age atau masa keemasan anak.

2. Balita Dengan ISPA

WHO (2012) menyatakan bahwa ISPA merupakan penyakit utama yang

menyebabkan kematian pada bayi dan menempati posisi pertama angka

kesakitan balita. kejadian ISPA di negara maju didominasi oleh virus sedangkan

di negara berkembang ISPA sering disebabkan oleh bakteri seperti S.Pneumonia

dan H.Influenza.  penyakit ISPA menyebabkan 4,25 juta kematian di seluruh

dunia setiap tahun. ISPA juga merupakan penyebab utama penyakit pada anak-

anak Dan Pembunuh utama 20 sampai 40% dari semua rawat inap antara anak-

anak adalah karena infeksi saluran pernapasan akut. pneumonia menyebabkan

hampir 1,6 juta kematian pertahun pada anak balita dan menjadi pembunuh

Global terbesar dalam kelompok umur balita[ CITATION Wor12 \l 1033 ]

WHO tahun 2012 insiden infeksi saluran pernafasan akut ( ISPA) di negara

berkembang dengan kematian balita diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah

15%-20% pertahun pada golongan usia balita. ISPA lebih banyak di negara

berkembang dibandingkan dengan negara maju dengan persentase 25%-30% dan

10%-15%. angka kematian balita di Asia Tenggara sebanyak 2,1 juta balita.

negara berkembang seperti negara India , Indonesia, dan Myanmar merupakan

negara dengan kasus kematian balita akibat ISPA terbanyak.


20

C. Gambaran Karakteristik Balita Dengan ISPA

1. Usia

Usia merupakan satuan hitung menggunakan tahun untuk menentukan lama

hidup, dihitung sejak lahir hingga ulang tahun terkahir saat dilakukan

pengambilan data. Faktor usia ada hubungannya dengan resiko dan imunitas

yang terjadi pada setiap kelompok umur [ CITATION Rah15 \l 1033 ].

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara

biologis sejak seorang lahir[ CITATION Rah15 \l 1033 ]. Jenis kelamin ada

hubungannya dengan teori genetik yang menyatakan gen laki-laki dan

perempuan yang dapat menyebabkan respon terhadap penyakit. Anak laki-laki

lebih suka bermain di temkan penupat yang kotor, berdebu dan banyak bermain

di luar rumah sehingga kontak dengan penderita ISPA lain yang memudahkan

penularan dan anak terkena ISPA.

3. Status Gizi

Status gizi menggambarkan baik buruknya konsumsi zat gizi seseorang. Zat

gizi sangat dibutuhkan untuk pembentukan zat-zat kekebalan tubuh seperti

antibodi. Semakin baik zat gizi yang dikonsumsi berarti semakin baik status

gizinya sehingga semakin baik juga kekebalan tubuhnya. Infeksi saluran

pernafasan akut merupakan penyakit yang sebagian besar disebabkan oleh virus.
21

Penyakit yang disebabkan virus sangat dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh.

Sistem kekebalan tubuh yang baik menyebabkan tubuh kebal terhadap penyakit

ini. Selain itu kesembuhan penyakit juga akan menjadi lebih cepat dan lebih

sempurna.

4. Tanda dan Gejala

Penentuan jenis penyakit ini berdasarkan tanda dan gejala dengan

menggunakan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium[ CITATION

Rah15 \l 1033 ].

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian atau visualisasi hubungan atau

kaitan antara konsep satu terhadap konsep lain dari masalah yang ingin diteliti

[ CITATION Sum11 \l 1057 ].

Gambar 2.1 Kerangka Konsep penelitian

1. Usia ISPA (Infeksi Saluran

2. Jenis Kelamin Pernafasan Akut)

3. Status Gizi pada balita.

4. Tanda dan Gejala

E. Variabel Penelitian

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-

anggota suatu kelompoknya yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain.

[ CITATION Not10 \l 1033 ].


22

Variabel dalam penelitian ini ada tentang gambaran penderita ISPA pada Balita

umur 2-5 tahun meliputi faktor usia, jenis kelamin, status gizi serta tanda dan gejala.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah variabel secara operasional berdasarkan karakteristik

yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi operasional

ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian.

Sedangkan cara pengukuran merupakan cara pengukuran merupakan cara dimana

variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya.

N Variabel Definisi Operasional Alat Hasil Ukur Skala


o Ukur
1 Usia Lama hidup responden dalam Format Usia 2- 5 tahun Ordinal
hitungan tahun sampai dengan isian
ulang tahun terakhir saat penelitian
kunjungan ke
puskesmas/pengisian data.
2 Jenis Jenis kelamin adalah yang Format 1. Laki-laki Nominal
. Kelamin membedakan seks balita laki- isian 2. perempuan
laki dengan balita perempuan penelitian
3 Status Kondisi fisik anak balita yang Format 1. Gizi buruk Ordinal
Gizi ditentukan dengan melakukan isian 2. Gizi kurang
pengukuran antropometri Berat penelitian 3. Gizi baik
Badan menurut (BB/U) 4. Gizi lebih
kemudian di interprestasikan
dengan standar WHO - NCHS
dengan menggunakan
indikator BB/U.
4 Tanda dan Penentuan jenis penyakit oleh Format 1. Demam Nominal
gejala BLUD Puskesmas Pahandut Isian 2. Batuk
berdasarkan tanda dan gejala Penelitian. 3. Pilek
dengan menggunakan
pemeriksaan fisik.
23
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode dekskriptif dengan sumber

data/buku register pihak BLUD UPT Puskesmas Pahandut Palangka Raya tahun

2019. Penelitian deksriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan

utama untuk membuat gambaran atau deksriptif tentang suatu keadaan secara

objektif. [ CITATION Not10 \l 1033 ].

B. Tempat Dan Waktu Penelitian 

Penelitian ini dilaksanakan di BLUD UPT Puskesmas Pahandut Palangkaraya

karena merupakan tempat kunjungan terbanyak pasien- pasien balita yang menderita

ISPA di seluruh puskesmas di Kota Palangka Raya tahun 2019 jelas waktu penelitian

untuk melakukan pengumpulan data yaitu pada tanggal 6 Februari sampai 12

Februari 2020.

C. Populasi Dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan [ CITATION Not10 \l 1033 ]. 

dalam penelitian ini populasinya adalah semua pasien balita dengan ISPA yang

24
25

datang ke BLUD UPT Puskesmas Pahandut Palangkaraya pada tahun 2019 yang

berjumlah 1.673 pasien.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi[ CITATION Not10 \l 1033 ]  pada penelitian keperawatan,

kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan eksklusi, dimana kriteria tersebut

menentukan dapat atau tidaknya sampel tersebut digunakan kan. kriteria inklusi

merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel penelitian yang

memenuhi sebagai sampel.  harus menjadi pedoman dalam menentukan kriteria

inklusi. kriteria inklusi pada penelitian yaitu :

a. Balita dengan ISPA

b. Balita yang berobat ke puskesmas Pahandut Palangkaraya tahun 2019

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian yang

penyebabnya sebagai berikut :

a. Balita yang tidak mengidap ISPA

b. Balita dengan ISPA tetapi rekam medik meragukan atau tidak

meyakinkan

3. Besarnya Sampel

Menurut[ CITATION Sug13 \l 1033 ], “sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. bila populasi besar, dan

peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi misalnya
26

karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu  , maka peneliti dapat menggunakan

sampel yang diambil dari populasi itu”. Pada penelitian ini jumlah sampel sama

populasi yaitu seluruh balita dengan ISPA yang berkunjung ke BLUD UPT

Puskesmas Pahandut Palangka Raya tahun 2019 yang berjumlah sebanyak 1.673

kasus.

D. Teknik Pengambilan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling. total

sampling adalah cara pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan

populasi[ CITATION Sug13 \l 1033 ] . teknik pengambilan data yaitu dengan mencatat

data kunjungan balita penderita penyakit ISPA dari buku register harian BLUD UPT

Puskesmas Pahandut Kota Palangka Raya tahun 2019 yang dipinjamkan untuk 

peneliti. Peneliti mencatat dan mempelajari data rekam medik dalam waktu 6 hari

Mulai pada tanggal 6 Februari sampai 12 Februari 2020.

E. Jenis Dan Cara Pengumpulan Data

Data yang akan digunakan pada penelitian yaitu data sekunder dengan cara

mengambil data kunjungan pasien balita penderita penyakit ISPA di buku registrasi

kunjungan pasien di wilayah kerja BLUD UPT Puskesmas Pahandut Kota Palangka

Raya tahun 2019.  Menurut[ CITATION Sug13 \l 1033 ] , Yang mengungkapkan kan

bahwa teknik pengambilan data merupakan prioritas utama yang memiliki nilai

strategis dalam penelitian, Hal ini diungkapkan lantaran tujuan penelitian

mendapatkan data-data, baik primer, ataupun data sekunder.


27

Dalam melakukan penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

dengan menggunakan data sekunder, yaitu peneliti mengumpulkan data dari buku

registrasi pasien, bukti yang telah ada atau arsip baik yang dipublikasikan maupun

yang tidak dipublikasikan secara umum. dan dengan cara berkunjung ke

perpustakaan atau membaca banyak buku maupun jurnal yang berhubungan nya

dengan penelitian peneliti. Data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini yaitu

data sekunder pada pasien balita dengan ISPA yang berobat ke BLUD UPT

Puskesmas Pahandut Palangka Raya tahun 2019.

Adapun cara pengumpulan data yaitu:

1. surat izin kepada Ketua Jurusan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya /  bagian

akademik yang ditujukan untuk badan perencanaan pembangunan daerah

Palangkaraya untuk permohonan surat izin penelitian.

2. setelah peneliti mendapat surat izin penelitian dari dinas kesehatan, surat

tersebut kemudian diserahkan Kepala Puskesmas Pahandut Palangkaraya.

3. setelah mendapat surat rekomendasi dari Kepala Puskesmas Pahandut Palangka

Raya, surat rekomendasi diberikan kepada Ketua Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Palangka Raya/ Direktur atau Kepala Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Palangka Raya .

4. setelah mendapat surat rekomendasi dari pimpinan Puskesmas Pahandut

Palangkaraya peneliti kemudian memulai proses pengumpulan data.


28

F. Analisa Data

Data yang diambil untuk penelitian dianalisa dengan cara analisa univariat atau

menganalisa variabel- variabel yang ada secara deskriptif dengan menghitung

distribusi frekuensi dan proporsinya agar mengetahui karakteristik subjek penelitian.

Tujuan dari analisa univariat adalah untuk mendeskripsikan karakteristik dari

masing-masing variabel penelitian. pada umumnya dalam analisa ini hanya

menghasilkan distribusi dan persentase dari setiap variabel[ CITATION Not10 \l 1033 ]. 

Setelah semua data terkumpul data yang didapat kemudian diolah secara manual.

Hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk diagram ,tabel dan narasi

G. Etika Penelitian

Masalah etika  pada penelitian  yang menggunakan subjek manusia menjadi isu

Sentral yang berkembang saat ini. pada penelitian ilmu keperawatan, karena hampir

90% subjek yang digunakan adalah manusia. oleh karena itu peneliti harus

memahami prinsip-prinsip etika penelitian. Dalam hal ini prinsip-prinsip etika

penelitian tidak dilaksanakan maka penelitian akan melanggar hak (otonomi) 

manusia yang menjadi klien. Peneliti yang juga perawat sering memperlakukan

subjek peneliti seperti melakukan kliennya, harus menuruti semua anjuran yang

diberikan. Padahal pada kenyataannya ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip

etika penelitian[CITATION Nur11 \l 1033 ].

Menurut [ CITATION Nur11 \l 1033 ] secara umum prinsip etika dalam penelitian

atau pengumpulan data dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, manfaat, prinsip

menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan.


29

1. Prinsip Manfaat

Penelitian harus berhati-hati dalam mempertimbangkan resiko dan

keuntungan yang akan berakibat pada Subjek pada setiap tindakan. pada

penelitian ini peneliti menggunakan data sekunder dan tidak melakukan

tindakan langsung kepada responden.

2. Prinsip menghargai hak – hak subjek

a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden Subjek harus diperlakukan

secara manusiawi. Subjek mempunyai hak memutuskan apakah mereka

bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa adanya sangsi apa pun atau

akan berakibat terhadap kesembuhannya, jika mereka seorang klien.

b. Informed consent Pada informed consent juga dicantumkan bahwa data

yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

3. Prinsip Keadilan

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus

dirahasiakan Untuk itu perlu adanya tanpa nama (Anonymity) dan rahasia

(confidentialy).  Pada saat pengumpulan dan penyajian data, peneliti tidak

mencantumkan nama responden secara langsung tetapi peneliti menggunakan

kode sehingga responden terjaga kerahasiaannya.

Penelitian yang dilakukan  oleh peneliti ini sudah mendapat persetujuan

etik penelitian kesehatan dari Komisi etik penelitian kesehatan Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Palangkaraya dengan nomor  :

KH.04.02/2.8/00571/2020.
30

DAFTAR PUSTAKA

IDAI. (2016, 12 1). Retrieved 2 11, 2020, from Memperingati Hari Pneumonia Dunia:

http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/memperingati-hari-

pneumonia-dunia

Ardinasari, E. (2016). Buku Pintar Mencegah dan Mengobati Penyakit Bayi dan Anak .

Jakarta: Bestari.

Fitriani, A. S. (2012). Gambaran Status Gizi Balita di Posyandu Debora Wilayah Kerja

Puskesmas Menteng Palangka Raya. Karya Tulis Ilmiah.

Gunawan, K. (2010). ISPA pencegahan dan penanggulangannya. Semarang: Dinkes

Provinsi Jawa Tengah.

Gunawan, R. (2015). Gambaran Angka Kejadian IMS (Infeksi Menular Seksual) di

Wilayah Kerja Puskesmas Jekan Raya Palangka Raya Tahun 2013-2014 . Karya

Tulis Ilmiah.

Indonesia, C. (2019, 9 17). 2.637 orang di Kalteng terdeteksi kena ISPA akibat

Karhutla. Retrieved 1 22, 2020, from CNN Nasional:

https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190917130609-20-431203/2637-orang-

di-kalteng-terdeteksi-kena-ispa-akibat-karhutla

KALTENG, A. (2019, 9 3). Penderita ISPA kembali meningkat di Palangkaraya.

Retrieved 1 15, 2020, from antara kalteng:


31

https://www.google.com/amp/s/kalteng.antaranews.com/amp/berita/245037/pend

erita-ispa-kembali-meningkat-di-palangka-raya

Kardiyudiani, N., & Susanti, B. (2019). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:

Pustaka Baru.

Marni. (2014). Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit Gangguan Pernafasan.

Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Maryunani, A. (2010). Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta: Cv.Trans Info

Media.

Masriadi. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: Rajawali PERS.

Notoadmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rhineka Cipta.

Notoatmodjo. (2012). Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2011). Konsep dan Manajemen Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Salemba

Medika.

Putra, Y., & Wulandari, S. S. (2019, 5 1). Faktor Penyebab Kejadian ISPA. Jurnal

Kesehatan, 10(1), 37-40.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif, Kuantitatif dan R & D.

Bandung: Alfabeta.
32

Sumantri, A. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

WHO, W. H. (2012). Angka Kematian Bayi. Amerika Serikat.

Widoyono. (2011). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, &

Pemberantasannya Edisi 2. Semarang: Erlangga.

Wijayaningsih, K. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.

Wulandari, D., & Erawati, M. (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai