Anda di halaman 1dari 3

MASALAH ISU LINGKUNGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT.

Di tengah perannya yang besar terhadap perekonomian dan peningkatan kesejahteraan


masyarakat Indonesia, industri kelapa sawit harus menghadapi berbagai tantangan yang semakin besar,
khususnya mengenai isu lingkungan. Emisi karbon dan kerusakan ekosistem dari lahan gambut adalah
isu terkini yang dihembuskan oleh berbagai NGO nasional dan internasional. Oleh karena itu, pihak Uni
Eropa dan Amerika memberikan perhatian yang besar terhadap isu lingkungan ini dan dikaitkan dengan
adanya pemanasan global (global warming).

Perkebunan kelapa sawit tidak hanya dikembangkan pada tanah mineral tetapi juga pada lahan
gambut, seperti di Riau, Jambi, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Meskipun sebagian lahan
gambut sesuai untuk kelapa sawit, pengembangan kelapa sawit memperoleh berbagai kecaman
khususnya disebabkan oleh emisi karbon, baik karena pembakaran lahan pada saat land clearing dan
dekomposisi gambut. Indonesia diklaim menjadi emiter CO2 ketiga terbesar di dunia dan penyumbang
emisi terbesar dari sektor pertanian, kehutanan, dan pemanfaatan lahan gambut untuk penggunaan
lainnya.

ISU LINGKUNGAN DAN FAKTA ILMIAH

 LAND USE CHANGES.

Studi yang dilaporkan oleh Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menyatakan bahwa dari
tahun 1990 sampai 2010 pengembangan kelapa sawit di Indonesia yang berasal dari hutan primer hanya
sebesar 5,3%, sementara yang berasal dari shrubland hanya sekitar 21%, sedangkan selebihnya berasal
dari lahan terdegradasi (degraded land) termasuk lahan konversi.

 GLOBAL WARMING DAN FAKTANYA.

Konsumsi energi merupakan kontributor terbesar dari meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK),
sedangkan sektor pertanian menyumbang 14% dari GRK (Gambar 1.). Peran Indonesia terhadap emisi
GRK pada sektor pertanian sangat kecil yaitu sekitar 2,7% angka tersebut jauh di bawah negara-negara
lainnya yang memberikan kontribusi besar terhadap emisi GRK seperti Cina, Brazil, India, USA, dan Uni
Eropa (Gambar 2). Pada tahun 2010 tercatat secara total, kontribusi Indonesia terhadap emisi CO2 dunia
hanya 1,3% (410 juta ton/tahun). Angka tersebut jauh di bawah 10 kontributor utama emisi CO2 dunia
yaitu China, USA, India, Rusia, Jepang, Jerman, Iran, Kanada, Korea Selatan dan Inggris (Total 65,49%;
30,27 milyar ton; masing-masing di atas 500 juta ton/tahun).

Gambar 1
Gambar 2

RENDAHNYA KONTRIBUSI KEBUN SAWIT KEPADA GLOBAL WARMING.

Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia hanya sekitar 8,5% terhadap total hutan yang ada di
Indonesia (129 juta ha), dimana sekitar 15% berada di lahan gambut. Areal perkebunan kelapa sawit di
lahan gambut tersebut sekitar 11% dari total 14,9 juta ha lahan gambut yang ada di Indonesia.
Berdasarkan persentase luasan perkebunan kelapa sawit di lahan gambut yang relatif kecil sepertinya
sangat berlebihan jika dituduh berkontribusi besar terhadap global warming.

STRATEGI MITIGASI EMISI KARBON

Evaluasi kesesuaian lahan.

Tidak semua lahan gambut sesuai untuk kelapa sawit, ada beberapa kriteria yang diperlukan sebagai
syarat tumbuh kelapa sawit. Sebelum mengusahakan gambut untuk kelapa sawit, tahappertama yang
perlu dilakukan adalah identifikasi karakteristik lahan gambut yang meliputi ketebalan, kematangan, dan
tingkat kesuburan gambut. Perlu dicatat bahwa pengembangan kelapa sawit hanya dilakukan pada
lahan gambut yang sesuai berdasarkan hasil evaluasi lahan. Pertimbangan lain dalam seleksi lahan untuk
kelapa sawit adalah dengan memprioritaskan pada lahan-lahan yang terdegradasi/terlantar.

Water management.

Manajemen air merupakan faktor penting dalam pertanaman kelapa sawit di lahan gambut. Kedalaman
muka air tanah yang tepat untuk kelapa sawit adalah berkisar 40-60 cm dari permukaan tanah. Kondisi
ini sangat penting untuk perkembangan akar dan menjaga kondisi tanah gambut (lapisan atas) agar tidak
kering dan mudah terbakar. Selain itu, manajemen air ini juga memiliki peran yang penting dalam
menurunkan emisi karbon dengan mereduksi dekomposisi dari gambut dan subsiden tanah. Kedalaman
muka air tanah untuk kelapa sawit < 60 cm dari permukaan tanah menghasilkan emisi CO2 lebih rendah
dari faktor emisi CO2 yang ditetapkan oleh IPCC (2014) sebesar 40 ton CO2/ha/tahun.
Produktivitas Kelapa sawit

Produksi minyak sawit pada 2019 mencapai 47,1 juta ton CPO dan minyak inti sawit 4,6 juta ton sehinga
totalnya mencapai 51,8 juta ton atau naik sekitar 9% dibanding produksi tahun 2018 lalu.

Namun dikatakan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), joko Supriyono,
produktivitas minyak sawit nasioanl masih sangat rendah, bila mengacu pada luasan lahan di 2019 yang
mencapai 14,3 juta ha, maka produktivitas minyak sawit nasional hanya mencapai 3,2 ton
CPO/ha/tahun.

Penyebab rendahnya produktivitas kelapa sawit adalah jenis bibit yang digunakan petani bukan bibit
unggul serta pemeliharaan tanaman yang kurang baik, seperti jenis serta dosis pupuk, dan obat-obatan
yang kurang diperhatikan.

Produktivitas tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: pemilihan bibit unggul,
pemeliharaan tanaman, dan teknologi panen yang dilakukan (Pahan 2010; Siradjuddin 2015).

Produktivitas kelapa sawit yang tinggi dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan jika
belum adanya langkah – langkah yang dilakukan untuk mengurangi limbah dan pencemaran lingkungan.
Dampak negatif tersebut berupa berkurangnya kuantitas air tanah, pencemaran air, dan berkurangnya
populasi satwa, sedangkan untuk eksternal akibat limbah cair industri pengolahan CPO sudah
diinternalisasikan dengan membuat instalasi pengolahan air limbah (IPAL), namun kondisi saat ini
kapasitas IPAL mulai menurun akibatnya limbah cair tidak dapat tertampung dan meluap ke sungai yang
mengakibatkan kembali terjadi eksternalitas.

Anda mungkin juga menyukai