Potensi Bahan Baku Agroindustri Kelapa Terpadu PDF
Potensi Bahan Baku Agroindustri Kelapa Terpadu PDF
53
Lanjutan Tabel 9
Negara Tahun
2002 2003 2004 2005 2006
Thailand 1.134.000 1.146.000 1.199.000 1.204.000 1.248.000
Vanuatu 346.000 346.000 300.000 300.000 86.004
Vietnam 789.550 693.500 680.684 677.400 681.000
B. Negara-negara 9.430.288 9.607.127 9.939.990 9.949.303 8.519.610
lain
Asia 910.644 1.009.685 1.045.412 973.071 1.026.228
Pasifik 371.606 369.250 368.625 368.937 371.411
Afrika 2.170.450 2.187.075 2.200.700 2.200.700 2.232.610
Amerika 5.977.589 6.041.117 6.325.253 6.406.595 4.889.361
Total 58.104.638 58.426.827 57.603.149 59.569.603 55.569.921
Sumber : APCC (2007)
54
Luas areal produksi dan jumlah hasil produksi masing-masing wilayah di
Indonesia dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini. Pulau Sumatera merupakan
pulau dengan areal terluas dan produksi terbesar, dan wilayah penghasil kelapa
terbesar di Indonesia adalah Propinsi Riau sebanyak 498.219.000 ton dari areal
seluas 547.479 Ha. Namun, dari sisi produktivitas hasil per hektar, wilayah
Daerah Istimewa Jogyakarta justru menempati peringkat paling atas dengan total
areal produksi seluas 44.285 Ha dengan hasil 51.569.000 ton (APCC, 2007).
Tabel 11. Luas Areal dan Jumlah Produksi Kelapa di Indonesia Tahun 2006
Propinsi Luas Areal (hektar) Produksi (1000 ton)
Sumatera 1.270.571 1.079.657
Aceh 112.171 68.385
Sumatra Utara 130.382 100.697
Sumatra Barat 91.003 80,589
Riau 547,479 498,219
Kepulauan Riau 40,042 39,892
Jambi 121,624 129,229
Sumatra Selatan 61,021 30,119
Bangka Belitung 9,870 3,750
Lampung 148,383 122,904
Bengkulu 8,596 5,873
Jawa 866,698 701,866
Jawa Barat 190,631 165,117
Banten 97,258 57,674
Jawa Tengah 244,357 186,432
Jawa Timur 290,167 241,074
D.I. Jogyakarta 44,285 51,569
Bali 70,763 69,799
Kalimantan 288,053 215,308
Kalimantan Barat 111,756 75,126
Kalimantan Selatan 52,444 33,680
Kalimantan Tengah 78,038 75,278
Kalimantan Timur 45,815 31,224
Sulawesi 750,997 694,601
Sulawesi Utara 268,696 250,934
Gorontalo 61,844 57,306
Sulawesi Tengah 173,789 180,791
Sulawesi Selatan 123,552 101,431
Lanjutan
55
Lanjutan Tabel 11
Propinsi Luas Areal (hektar) Produksi (1000 ton)
Sulawesi Tenggara 53,803 29,011
Sulawesi Barat 69,313 75,128
56
dengan produktivitas tanaman kelapa dan kemudahan untuk memperoleh pasokan
dari wilayah lain. Produktivitas tanaman kelapa merupakan hal yang pantas untuk
dicermati dalam sistem rantai pasokan bahan baku untuk agroindustri kelapa
terpadu. Buah kelapa di tanah air meskipun memiliki jumlah pohon melimpah
namun sebagian besar sudah tua, berumur di atas 40 tahun. Hal ini menyebabkan
rendahnya produktivitas. Kisaran produktivitas kelapa hanya sekitar 1 ton/hektar.
Peremajaan tanaman kelapa berjalan lambat meskipun sudah ada varietas unggul
seperti mapanget dengan kemampuan produksi 3,5 ton/ha.
57
IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF
UNTUK AGROINDUSTRI KELAPA TERPADU
58
Berdasarkan data hasil perunutan data nilai ekspor hasil olahan kelapa
menunjukkan bahwa terdapat beberapa produk yang memiliki potensi ekspor. Hal
ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini.
500,000,000
400,000,000
Nilai Ekspor (US$)
300,000,000
200,000,000
100,000,000
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007)* 2008)* 2009)*
Tahun
59
Penilaian pemilihan produk berdasarkan kriteria di atas dilakukan melalui urutan
pemilihan prioritas berdasarkan pembobotan dari masing-masing faktor.
Penilaian terhadap bobot masing-masing faktor akan ditabulasi sebagai dasar
perhitungan untuk menentukan alternatif pilihan produk prospektif.
Perhitungan alternatif pilihan masing-masing produk berdasarkan kriteria
yang ada dilakukan dengan menggunakan teknik berdasarkan kriteria bayes
Penilaian alternatif ini dihitung berdasarkan bobot masing-masing kriteria.
Kriteria-kriteria ini dianggap memiliki peluang bobot yang sama sehingga
pemberian peringkat dalam perhitungan menjadi suatu hal yang penting.
Penilaian peringkat alternatif berdasarkan kriteria daya saing dilakukan
dengan melihat nilai tambah produk, sumber pasokan bahan baku dan substitusi
dengan produk lain. Penilaian kriteria berdasarkan prospek pasar produk
dilakukan dengan melihat pada potensi pasar produk di pasar domestik maupun
pasar ekspor, sedangkan penilaian kriteria berdasarkan keterkaitan dengan industri
hilir dilakukan dengan melihat penggunaan produk untuk industri-industri yang
lebih hilir seperti industri farmasi, kosmetika, dan industri pangan bahkan industri
bio energi. Kriteria kemudahan aplikasi teknologi dilakukan dengan merunut
tingkat penggunaan teknologi tersebut dalam menghasilkan produk dan
penggunaan peralatan/mesin yang membutuhkan keahlian khusus dalam
penerapan.
Kriteria-kriteria di atas diberi bobot peluang yang sama dalam
penggunaannya untuk memilih alternatif. Bobot peluang dari masing-masing
kriteria di atas yaitu sebesar 0,25. Bobot ini didasarkan pada penentuan bobot
dengan kriteria Bayes dengan asumsi bahwa masing-masing kriteria ini memiliki
peluang yang sama. Bobot masing-masing kriteria ini selanjutnya digunakan
sebagai dasar dalam pemilihan alternatif. Hasil penilaian kriteria dan pemilihan
alternatif ini dapat dilihat pada tabel 13 di bawah.
60
Tabel 13 Hasil Pemilihan Produk Prospektif Olahan Kelapa
No Produk Olahan Kriteria Nilai alternatif Hasil Peringkat
Primer Daya Prospek keterkaitan Kemudahan Produk Perhitungan Pilihan
saing pasar dengan aplikasi
industri hilir teknologi
0.25)* 0.25)* 0.25)* 0.25)*
1 Kopra 9 7 9 3 7 7 5
2 Minyak kelapa 2 3.5 1 4 3 2.625 1
3 Kelapa parut kering 10 5 10 10 9 8.75 10
4 Santan kelapa 11 5 11 9 9 9 11
5 Nata de coco 3 5 2 8 5 4.5 2
6 Kecap 14 12.5 12 5 11 10.875 13
7 Syrup air kelapa 14 13.5 13 6 12 11.625 14
8 Minuman isotonik 12 10 14 16 13 13 16
9 Serat sabut 1 4.5 6 13 6 6.125 3
10 Serbuk/debu sabut 7 8 8 12 9 8.75 9
11 Gabus sabut 8 8 7 11 9 8.5 8
12 Arang 6 12 3 7 7 7 4
13 Karbon Aktif 4 7.5 4 14 7 7.375 6
14 Asap cair 5 7.5 5 15 8 8.125 7
15 Gula Kelapa 14 11 15 1 10 10.25 12
16 Industri kerajinan 16 16 16 2 13 12.5 15
Sumber data : olahan primer
61
Hasil penentuan produk prospektif dari kriteria yang ada menunjukkan ada
sejumlah produk olahan primer yang layak dijadikan sebagai komoditas olahan
untuk agroindustri kelapa terpadu. Batasan untuk model ini adalah komoditas
untuk agroindustri kelapa terpadu berupa produk olahan primer.
Hasil pemilihan menunjukkan bahwa dari 16 produk olahan primer
berdasarkan produk prospektif terpilih 4 buah produk prospektif pilihan yaitu
minyak kelapa, nata de coco, serat sabut dan arang tempurung. Hasil ini sejalan
dengan perunutan data nilai ekspor produk olahan hasil kelapa seperti nampak
pada grafik di atas. Nilai ekspor yang cukup besar ditunjukkan oleh minyak
kelapa meskipun dari sisi persaingan harus bersaing dengan produk minyak dari
sumber bahan lain seperti minyak sawit. Namun, minyak kelapa Indonesia masih
tetap unggul dan memiliki pasar di luar negeri karena sekarang lebih mengarah
kepada produk ekspor berupa minyak sehat yang diproses dengan cara basah .
62
DESKRIPSI PROSES PRODUKSI
Bahan baku yang digunakan dalam unit pengolahan minyak kelapa dapat
berupa daging buah kelapa basah maupun yang sudah kering atau dikenal dengan
nama kopra. Daging buah kelapa ini diperoleh dari buah kelapa butiran hasil dari
beberapa varietas unggul yaitu kelapa dalam atau kelapa hibrida. Penggunaan
daging kelapa segar sebagai bahan baku akan menghasilkan perbedaan pada
proses produksi dari perusahaan dengan skala mikro (rumah tangga) dan
perusahaan kecil yang menggunakan peralatan yang lebih modern. Pada usaha
skala mikro proses ekstraksi dilakukan pada santan, sedangkan perusahaan dengan
pabrik skala kecil proses ekstraksi minyak dilakukan pada hasil penggilingan
kelapa. Kapasitas produksi minyak kelapa untuk skala menengah berkisar antara
600 kg minyak kelapa setiap produksi membutuhkan sekitar 2 ton daging kelapa
segar.
Pengolahan minyak kelapa dengan menggunakan bahan baku daging buah
kelapa segar merupakan cara yang sering digunakan petani kelapa. Secara umum
urutan proses produksi minyak kelapa sebetulnya hampir sama, meskipun
dikerjakan secara tradisional ataupun dengan teknik yang lebih modern baik oleh
industri kecil maupun industri skala menengah atau besar. Inti dari proses
produksi tersebut adalah memisahkan minyak kelapa dari buah kelapa. Minyak
kelapa dapat dipisahkan (diekstrak) langsung dari daging kelapa segar disebut
sebagai cara basah, atau diekstrak dari daging kelapa yang terlebih dulu
dikeringkan (kopra) yang disebut cara kering. Kandungan minyak pada daging
buah kelapa tua diperkirakan mencapai 30%-35%.
Ada peralatan utama yang digunakan dalam unit pengolahan minyak
kelapa yaitu peralatan penggiling untuk menggiling atau memarut daging kelapa
segar, peralatan pemeras untuk mengepress bungkil kelapa yang masih
mengandung minyak dan peralatan penggerak untuk menggerakkan mesin
pengepress. Tungku dan alat penggorengan (wajan) juga diperlukan dalam proses
produksi ini. Tungku ini berguna untuk melakukan penggorengan dalam rangka
memisahkan air dan minyak kelapa dari daging kelapa yang sudah digiling halus.
Proses ekstraksi minyak kelapa dapat dijelaskan dengan langkah-langkah
berikut: pertama, daging kelapa segar dicuci bersih dan kemudian digiling atau
diparut dengan penggilingan atau parutan. Potongan daging kelapa tersebut
selanjutnya digiling, dan dimasukkan dalam wajan penggorengan yang telah berisi
minyak goreng panas pada suhu 110oC -120oC selama 15-40 menit. Proses ini
tergantung dari suhu dan rasio daging kelapa giling dan minyak kelapa yang
digunakan untuk menggoreng. Hal yang harus diperhatikan selama proses
penggorengan, wajan jangan diisi terlalu penuh karena daging kelapa giling yang
digoreng cepat menguap dan menghasilkan minyak sehinga jika terlalu penuh
akan bisa tumpah. Peningkatan suhu dalam wajan akan menghasilkan uap air dari
penggorengan daging kelapa giling. Uap ini sudah tidak berarti lagi apabila
penggorengan sudah selesai dan daging kelapa giling berubah warnan dari warna
kekuning-kuningan menjadi kecoklatan.
Upaya untuk mempercepat pemisahan butiran kelapa panas dengan unsur
minyak dapat dilakukan dengan cara mengaduk dengan menggunakan sendok
panjang. Butiran yang sudah berpisah dari minyak kemudian dikeluarkan dari
wajan dengan menggunakan penyaring dan minyak hasil penggorengan
ditampung. Diagram alir proses produksi minyak kelapa ini dapat ditunjukkan
melalui diagram di bawah ini.
64
Buah kelapa
Pengupasan Sabut
kelapa
Kelapa butiran
Pembelahan Air
kelapa
Daging kelapa
Pemarutan
Pemanasan Galendo
Pengendapan Sisa-sisa
galendo
Minyak
kelapa
65
Penggunaan daging kelapa segar sebagai bahan baku akan menghasilkan
perbedaan pada proses produksi dari perusahaan dengan skala mikro (rumah
tangga) dan perusahaan kecil yang menggunakan peralatan yang lebih modern.
Pada usaha skala mikro proses ekstraksi dapat juga dilakukan pada santan,
sedangkan perusahaan dengan pabrik skala kecil proses ekstraksi minyak
dilakukan pada hasil penggilingan kelapa.
Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi nata de coco ini
berupa bahan baku air kelapa. . Bahan baku yang diperoleh masih dalam kondisi
kotor terdapat bahan ikutan seperti serpihan sabut, daging buah kelapa dan
tempurung kelapa bahkan sisa parutan daging kelapa. Hal yang dilakukan dalam
proses produksi yaitu berupa penyaringan. Proses ini dengan tujuan untuk
membersihkan air kelapa dari semua bahan pengotor dan kontaminan fisik.
Penyaringan dilakukan dengan menggunakan penyaring kawat.
Air kelapa bersih hasil penyaringan dimasukkan ke dalam wadah yang
besar untuk direbus. Proses perebusan menggunakan energi bahan bakar melalui
kompor pompa. Perebusan ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme dan
kontaminan bilogis yang terdapat di dalam air kelapa. Perebusan dilakukan selama
lebih kurang 20 – 30 menit hingga air kelapa benar-benar mendidih. Jika bahan
kurang mendidih akan sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri pada saat
pemeraman.
Saat proses perebusan, bahan tambahan yang terdiri dari gula pasir, ZA
dan asam asetat / cuka dimasukkan, kira-kira ketika bahan mencapai suhu ± 80 oC.
Selama proses perebusan, bahan harus diaduk. Pengadukan ini bertujuan agar
bumbu yang dimasukkan merata. Saat perebusan, sisa-sisa kotoran yang masih
terdapat dalam bahan akan mengapung dan dapat diambil dengan mudah.
Larutan starter hasil perebusan selanjutnya dituangkan kedalam loyang /
baki plastik yang telah steril. Penuangan ini dilakukan ketika larutan masih dalam
keadaan panas atau hangat dengan menggunakan bantuan gayung. Setiap loyang
diisi satu gayung larutan bahan atau sekitar ± 1,25 liter. Setelah diisi, loyang
66
segera ditutup menggunakan kertas koran dan diikat dengan karet. Hal ini
bertujuan untuk menghindari masuknya kontaminan.
Loyang-loyang yang telah berisi larutan bahan dan ditutup kertas koran
kemudian disimpan di ruang fermentasi / pemeraman untuk mendinginkan
larutan. Penyimpanan loyang dilakukan dengan menyusun loyang-loyang dengan
rapi. Jumlah tumpukan loyang maksimum 15 loyang. Pendinginan ini dilakukan
selama ± 7 – 10 jam hingga larutan benar-benar dingin. Pendinginan yang tidak
sempurna akan mengganggu keberhasilan proses selanjutnya.
Larutan bahan yang telah dingin kemudian ditambah starter sebagai bibit
awal pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini yang nantinya akan
menggumpalkan bahan / air kelapa sehingga membentuk nata. Jumlah starter yang
ditambahkan pada setiap loyang ± 125 ml. Kertas penutup kembali direkatkan
agar pertumbuhan bakteri berjalan optimal tanpa gangguan dari kontaminan.
Loyang-loyang larutan bahan yang telah ditambahkan starter kembali disimpan &
disusun rapi di ruang fermentasi / pemeraman. Proses fermentasi berlangsung
selama lebih kurang 7 hari.
Larutan bahan yang telah mengalami fermentasi selama 7 hari akan
menjadi gumpalan putih yang siap dipanen yang dinamakan nata de coco.
Pemanenan dilakukan pada hari yang sama dengan saat dimulainya fermentasi.
Jika bahan baku dan proses bagus maka nata de coco yang berbentuk lembaran
umumnya memiliki ketebalan 1,1 – 1,2 cm dengan berat sekitar 1 – 1,2 kg per
lembar. Selain lembaran nata de coco juga terdapat sisa cairan bahan yang tidak
membentuk nata. Cairan ini berbau asam. Lembaran nata de coco yang sudah
dipanen memiliki lapisan tipis di bagian bawahnya. Lapisan ini merupakan
endapan dari campuran bahan. Lapisan ini tidak dikonsumsi sehingga harus
dipisahkan.
Pembersihan yang sudah dilakukan pada lembaran nata tersebut selnjutnya
dilakukan pencucian dan perendaman. Pencucian dilakukan sebanyak 2 - 3 kali
dalam drum plastik besar. Pencucian dan perendaman ini bertujuan untuk
mengurangi kandungan asam pada nata. Selain itu juga perendaman bertujuan
untuk mempertahankan kandungan air pada nata selama proses distribusi ke
67
konsumen. Diagram alir proses produksi nata de coco ini dapat dilihat pada
gambar 12.
68
Produk yang dihasilkan oleh petani nata de coco berupa lembaran nata de
coco mentah. Lembaran nata de coco dijual dengan harga Rp 1.100,00 per kg.
Penjualan dilakukan secara langsung tanpa perantara dengan pembayaran tunai.
Penjualan nata de coco dilakukan setiap satu kali dalam satu minggu berdasarkan
jadwal yang telah ditetapkan oleh pabrik pembeli nata tersebut yang selanjutnya
diproses menjadi minuman nata de coco atau produk-produk lain.
69
Sabut kelapa
Perendaman
3 hari
Penguraian
Sisa-sisa Butiran
Sortasi melalui pengayakan
Gabus
Sisa-sisa Butiran
Pembersihan Gabus
Serat Sabut
70
Tahapan pemotongan bagian ujung sabut kelapa merupakan bagian
persiapan awal dalam proses produksi serat sabut kelapa. Pemotongan sabut
kelapa dilakukan secara membujur dan bagian yang keras di bagian ujung
dipotong. Sabut yang sudah dipotong di bagian ujung tersebut selanjutnya
direndam selam 3 hari untuk mempermudah pemisahan bagian serat dengan
gabus. Penirisan selanjutnya dilkaukan untuk mempermudah penguraian sabut.
Pelunakan dilakukan dengan memukul-mukul bagian sabut yang sudah
ditiriskan dengan pemukul sehingga serta menjadi lebih terurai. Hasil samping
berupa butiran gabus sudah dapat diperoleh pada tahapan ini. Penguraian serat
yang merupakan tahapan pemisahan serat dilakukan dengan menggunakan
peralatan pengurai untuk memisahkan bagian serat dengan gabus. Pemisahan
dilakukan agar dapat diperoleh hasil yang sesuai dengan standar pasar. Tahapan
penguraian ini juga menghasilkan hasil samping berupa butiran gabus.
Sortasi dengan pengayakan dilakukan untuk memisahkan bagian serat
yang halus dengan yang kasar. Peralatan yang digunakan berupa peralatan
pengayak dan butiran-butiran gabus masih dapat diperoleh pada tahapan ini.
Pembersihan selanjutnya dilakukan untuk memisahkan bagian gabus yang
kemungkinan masih menempel pada serat yang dihasilkan. Tahapan proses
selanjutnya berupa pengeringan dengan penjemuran seperti yang dilakukan oleh
beberapa usaha kecil dan menggunakan mesin pengering bagi usaha skala
menengah. Tahapan terakhir berupa pengepresan dan pengepakan terhadap serta
sabut yang diperoleh untuk mempermudah dalam pendistribusian produk kepada
konsumen dan juga penyimpanan produk di gudang penyimpanan. Pengepakan
dilakukan dengan cara manual dengan bobot setiap bal berkisar 40 kg ataupun
dengan menggunakan mesin pengepak otomatis dengan bobot setiap bal berkisar
100 kg. Butiran gabus yang dihasilkan sebagai hasil samping ditampung secara
tersendiri dan didistribusikan secara terpisah juga. Kapasitas produksi maksimum
serat sabut rata-rata berkisar 400-600 kg serat per hari.
71
Proses Produksi Arang
72
Tempurung kelapa
Minyak tanah
Penyusunan dalam
tanur pembakar
Penutupan tanur
pembakar
Pembukaan tanur
Pendinginan
Pengemasan
Arang tempurung
73
ANALISIS RANTAI PASOKAN
Tujuan Kinerja
rantai Manajemen Proses Bisnis rantai
pasokan rantai pasokan Rantai pasokan pasokan
Gambar 15. Tinjauan Struktur Rantai Pasokan (Van der Vorst 2005)
75
kecamatan. Distribusi kelapa butiran ini selnjutnya dilakukan kepada pedagang
pengumpul kabupaten atau wilayah hingga pedagang antar pulau. Distibusi
selanjutnya dilakukan kepada konsumen domestik dan eksportir.
Pengolah
Pedagang
pengumpul desa
Pedagang
pengumpul Pialang/makelar
kecamatan
Pedagang Eksportir
Pengumpul
Kabupaten/wilayah
Konsumen
Domestik
Gambar 16. Skema Struktur Jaringan Rantai Pasokan Buah Kelapa Butiran
76
terintegrasi antara kegiatan budi daya dengan kegiatan pengolahan dan
pemasaran.
Pedagang pengumpul membayar langsung tunai, kelapa tidak disortasi dan
seiring dengan kebutuhan yang mendesak sehingga menginginkan proses
sesingkat mungkin. Pedagang perantara yang merupakan pedagang di tingkat
wilayah yang melakukan sortasi dengan melihat volume kelapa dan kadar air.
Pedagang juga menginginkan persediaan seminimal mungkin dan seringkali
melakukan spekulasi harga. Unit pengolah melakukan sortasi terkait dengan
volume, kadar air kelapa dan menimbun persediaan untuk pasar selanjutnya
(forward market).
Kondisi yang kurang menguntungkan dalam agroindustri yang
mempersulit perdagangan untuk pasar ekspor yaitu permasalahan logistik yang
terkait dengan jarak. Jarak tempuh sangat menentukan waktu dan volume
transaksi. Waktu akan menunjukkan biaya apabila dikaitkan dengan
ketidakpastian dan resiko yang harus dipertimbangkan ke dalam harga. Volume
transaksi menentukan kelayakan transportasi (feasibility of transport). Demikian
pula kualitas dapat menurun apabila tidak adanya sarana pengangkutan dan
kurangnya fasilitas pengangkutan.
Kelembagaan ekonomi belum berperan dengan baik dalam bidang
pengolahan dan pemasaran. Pengembangan unit pengolahan dilakukan untuk
agroindustri kelapa terpadu, maka keseluruhan bagian dari kelapa yang selama ini
terbuang diolah menjadi produk samping yang mempunyai nilai ekonomi
sehingga dapat menimbulkan nilai tambah bagi keseluruhan jaringan rantai
pasokan. Hal yang diharapkan adalah adanya suatu unit pengolahan kelapa
terpadu yang mampu memberdayakan petani/pekebun dan petani pengolah yang
terwadahi dalam kelompok tani dan kelembagaan unit pengolah hasil yang
mampu mengoperasikan unit tersebut secara kontinyu dan berkesinambungan.
Petani/pekebun maupun petani pengolah tidak harus terlibat dalam manajemen
pengelolaan usaha, namun setidaknya memiliki peran dan arti penting demi
peningkatan taraf hidupnya.
77
Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Daging Buah Kelapa
78
dari sentra produksi kelapa yaitu meliputi minyak kelapa dari unit pengolahan
daging buah kelapa/ pengusaha didistribusikan ke pedagang di pasar tradisional
dan pedagang eceran dan selanjutnya dijual ke konsumen. Konsumen ini
merupakan konsumen pengguna langsung atau konsumen rumah tangga dan
konsumen industri. Oleh sebab itu model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa
terpadu ini diharapkan dapat memberikan gambaran nilai tambah kepada petani
selaku pemasok bahan baku dan petani atau kelompok tani yang memungkinkan
untuk memiliki keterlibatan langsung dalam usaha ini meskipun bukan dari sisi
manajerial pengelolaan unit pengolahan.
Pengumpul
Pedagang pasar
tradisional
Pedagang eceran
Konsumen
domestik
Eksportir
Gambar 17 Skema Rantai Pasokan Minyak Kelapa (Hasil Olahan Data Primer)
Jalur distribusi pemasaran minyak kelapa ini ternyata cukup singkat. Jalur
pemasaran/distribusi tersebut dapat dijelaskan dengan gambar di atas. Jalur
distribusi minyak kelapa dari sentra produksi kelapa yaitu meliputi minyak kelapa
dari unit pengolahan daging buah kelapa/ pengusaha didistribusikan ke pedagang
di pasar tradisional dan pedagang eceran dan selanjutnya dijual ke konsumen.
Minyak kelapa ini juga dapat dijual kepada pedagang pengumpul yang
79
selanjutnya didistribusikan ke konsumen domestik maupun eksportir. Konsumen
ini merupakan konsumen pengguna langsung atau konsumen rumah tangga dan
konsumen industri.
Jalur pemasaran minyak kelapa dari petani hingga ekportir tidak berbeda
dengan komoditi pertanian yang lain. Sarana transportasi yang tidak baik
menimbulkan beberapa pelaku pemasaran yang lain seperti pedagang desa,
kecamatan dan kabupaten serta pialang/makelar. Hal ini semakin memperpanjang
jalur minyak kelapa yang dapat memperkecil keuntungan petani atau produsen
menjadi semakin kecil. Keuntungan juga semakin kecil apabila petani kelapa tidak
melakukan sendiri kegiatan pengolahan minyak kelapa, hanya menjual hasil
panen buah kelapa butir. Secara umum jalur distribusi pemasaran minyak kelapa
dapat terjadi melalui jalur pendek hingga jalur panjang. Jalur terpendek terjadi
bila petani langsung mengolah sekaligus memasarkan ke konsumen lokal,
domestik atau eksportir. Besarnya penerimaan harga minyak kelapa sangat
tergantung pada panjangnya jalur distribusi rantai pasokan. Semakin pendek jalur
distribusi maka semakin tinggi penerimaan harga yang diperoleh petani, demikian
sebaliknya.
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa apabila akan diusahakan suatu unit
pengolahan sari kelapa atau nata de coco di sentra-sentra penghasil kelapa, justru
lebih sulit untuk mendapatkan pasokan air kelapa kecuali dilakukan terintegrasi
dengan kegiatan unit pengolahan lain di sentra tersebut. Hal ini juga agar biaya
transportasi air kelapa menjadi semakin kecil, karena jarak yang ditempuh relatif
pendek.
Kontinyuitas produksi nata de coco ini sangat tergantung pada
kontinyuitas penyediaan bahan baku. Penyediaan bahan baku ini diharapkan akan
terjamin apabila agroindustri ini dekat dengan sumber pasokan bahan baku.
Namun, sumber pemasok utama bahan baku untuk agroindustri nata de coco ini
adalah pasar tradisional yang biasanya berada di wilayah pusat-pusat kecamatan
dalam suatu kabupaten. Kedekatan dengan sumber pasokan bahan baku ini
diharapkan memberikan implikasi biaya transportasi yang lebih murah. Pasar
80
tradisional yang merupakan pusat pemasok air kelapa dapat digantikan perannya
oleh unit pengolahan kelapa yang lain yang memiliki hasil sisa berupa air kelapa.
Unit pengolahan ini sesuai dengan produk prospektif pilihan unit pengolahan
minyak kelapa dan dapat diusahakan di lokasi sentra penghasil kelapa.
Pengusahaan unit pengolahan di sentra penghasil kelapa diharapkan dapat
memperkecil biaya transportasi dan memperpendek rantai tata niaga, sehingga
diharapkan petani kelapa lebih diuntungkan. Petani kelapa ini juga sekaligus
sebagai pelaku agroindustri, sebagai pengolah air kelapa. Kesulitan yang dihadapi
berupa kontinyuitas penyediaan bahan baku dalam jumlah memadai. Pasokan air
kelapa dapat dipenuhi sebesar 700-800 liter air kelapa per hari dari 2000 butir
kelapa. Pasokan ini dapat dipenuhi dari kebun kelapa seluas 300 ha. Unit
pengolahan ini akan menghasilkan 140 – 160 kg sari kelapa per hari atau 4,2 ton
sampai dengan 4,8 ton/bulan.
Pengumpul
Pedagang pasar
tradisional
Pedagang eceran
Konsumen
domestik
Eksportir
Gambar 18 Skema Rantai Pasokan Nata de Coco (Hasil Olahan Data Primer)
81
Jalur distribusi pemasaran nata de coco ini ternyata cukup singkat. Jalur
pemasaran/distribusi tersebut dapat dijelaskan dengan gambar di atas. Jalur
distribusi nata de coco dari sentra produksi kelapa akan didistribusikan ke
pedagang di pasar tradisional dan pedagang eceran dan selanjutnya dijual ke
konsumen. Nata de coco ini juga dapat dijual kepada pedagang pengumpul yang
selanjutnya didistribusikan ke konsumen domestik maupun eksportir. Konsumen
ini merupakan konsumen pengguna langsung atau konsumen rumah tangga dan
konsumen industri.
Sistem pengangkutan akan berdampak pada biaya rantai pasokan dalam
struktur rantai pasokan air kelapa. Sistem pengangkutan yang tepat dan hemat
akan dapat memperkecil biaya dalam rantai pasokan ini. Semakin panjang jalur
pemasaran akan semakin memperkecil margin keuntungan di tingkat produsen.
Keuntungan yang diperoleh oleh petani juga semakin kecil apabila tidak terlibat
langsung dalam kegiatan pemasokan air kelapa. Secara umum jalur distribusi
pemasaran nata de coco dapat terjadi melalui jalur pendek hingga jalur panjang.
Jalur terpendek terjadi bila petani langsung mengolah sekaligus memasarkan ke
konsumen lokal, domestik atau eksportir. Besarnya penerimaan harga nata de
coco sangat tergantung pada panjangnya jalur distribusi rantai pasokan. Semakin
pendek jalur distribusi maka semakin tinggi penerimaan harga yang diperoleh
petani, demikian sebaliknya.
Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco
fibre, Coir fibre, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil
pengolahan sabut kelapa. Secara tradisional serat sabut kelapa hanya
dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga
lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen
untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi
bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan
hardboard. Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat
sabut kelapa diproses untuk dijadikan Coir fibre sheet yang digunakan untuk
lapisan kursi mobil, spring bed dan lain-lain.
82
Serat sabut kelapa bagi negara-negara tetangga penghasil kelapa sudah
merupakan komoditi ekspor yang memasok kebutuhan dunia yang berkisar 75,7
ribu ton per tahun. Indonesia walaupun merupakan negara penghasil kelapa
terbesar di dunia, pangsa pasar serat sabut kelapa yang dimiliki masih sangat
kecil. Kecenderungan kebutuhan dunia terhadap serat kelapa yang meningkat dan
perkembangan jumlah dan keragaman industri di Indonesia yang berpotensi dalam
menggunakan serat sabut kelapa sebagai bahan baku / bahan pembantu,
merupakan potensi yang besar bagi pengembangan industri pengolahan serat sabut
kelapa. Karakteristik produk yang bersifat heat retardant dan biodegradable, serta
kecenderungan konsumen produk industri dalam penggunaan bahan alami
mendorong peningkatan permintaan terhadap serat sabut kelapa.
Kendala dan masalah yang dihadapi dalam pengembangan usaha
kecil/menengah industri pengolahan serat sabut kelapa adalah keterbatasan modal,
akses terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas, serta kualitas serat yang
dihasilkan masih belum memenuhi persyaratan. Oleh sebab itu dalam menunjang
pengembangan industri serat sabut kelapa yang potensial ini, diperlukan berbagai
kemudahan agar dapat diimplementasikan dalam pengembangan usaha serat sabut
kelapa. Usaha ini awalnya dapat berkembang sebagai wujud kemitraan.
Negara tujuan ekspor serat sabut kelapa Indonesia adalah Inggris, Jerman,
Belgia, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Malaysia dan Australia.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden pengusaha sabut kelapa,
setiap bulan diperkirakan China membutuhkan sekitar 50.000 ton serat sabut
kelapa per bulan untuk memenuhi kebutuhan industrinya.
Kapasitas produksi setiap unit usaha dapat bervariasi berkisar antara 55
ton - 300 ton per tahun atau rata-rata sekitar 100 ton per tahun. Harga serat sabut
kelapa di tingkat produsen berkisar antara Rp. 500 - Rp.600 per kg sedangkan
harga di tingkat pembeli (Jakarta) berkisar antara Rp. 900 - Rp. 1200 per kg yang
tergantung kepada kualitas sabut yang dihasilkan. Harga serat sabut kelapa di
pasaran ekspor berdasarkan sebesar US $ 210 per ton (FOB), sedangkan harga
CIF di negara tujuan (Rotterdam) adalah sebesar US $ 360 per ton. Harga serat
sabut kelapa Indonesia di pasaran ekspor relatif lebih rendah dibandingkan dengan
serat sabut kelapa dari India, yang bernilai sekitar US $ 290 - 320 per ton (FOB),
83
akan tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan produksi Srilanka yaitu sebesar US$
220 - 270 per ton (FOB). Merujuk kepada perkembangan harga mattress fiber
produksi Srilanka, terdapat kecenderungan kenaikan harga yaitu rata-rata sebesar
3 persen per tahun.
Kecenderungan permintaan dunia terhadap serat sabut kelapa yang
meningkat, serta kontribusi Indonesia yang masih sangat kecil dalam perdagangan
dunia, serat sabut kelapa Indonesia mempunyai keunggulan komparatif
(berdasarkan potensi produksi sabut kelapa) dan mempunyai peluang yang besar.
Peluang tersebut dapat diraih dengan syarat adanya perbaikan dan pengembangan
teknologi proses sehingga menghasilkan serat yang memenuhi persyaratan
kualitas yang diinginkan pasar.
Serat sabut kelapa Indonesia dihadapkan kepada negara-negara pesaing
yang lebih maju dalam hal teknologi produksi serat sabut kelapa dari segi
persaingan, sehingga mempunyai kualitas yang lebih unggul. Persaingan tersebut
juga dihadapi oleh karena perkembangan aplikasi teknologi yang lebih maju
dalam membuat produk industri dengan bahan baku serat sabut kelapa. Negara-
negara pesaing Indonesia tersebut antara lain adalah Srilanka, India, Thailand dan
Philipina.
Jalur distribusi pemasaran serat sabut kelapa dengan melihat uraian di atas
dapat digambarkan seperti pada skema rantai pasokandi bawah ini. Jalur distribusi
ini juga cukup singkat. Jalur distribusi serat sabut kelapa dari unit pengolahan
serat sabut di sentra produksi kelapa hampir lebih dari 95% didistribusikan ke
pedagang pengumpul dan selanjutnya ke eksportir. Serat sabut kelapa yang
didistribusikan untuk pasaran domestik hanya sedikit sekali. Konsumen untuk
pasar domestik ini merupakan konsumen perusahaan besar.
Biaya pada struktur rantai pasokan ini dipengaruhi oleh biaya transportasi
dan sistem pengangkutan. Sistem pengangkutan yang tepat dan hemat akan dapat
memperkecil biaya dalam rantai pasokan ini. Semakin panjang jalur pemasaran
akan semakin memperkecil margin keuntungan di tingkat produsen. Keuntungan
yang diperoleh oleh petani juga semakin kecil apabila tidak terlibat langsung
dalam kegiatan pemasokan sabut kelapa. Namun, sabut kelapa ini jelas tidak dapat
dipasok hanya dari petani saja namun juga dari pengumpul. Secara umum jalur
84
distribusi pemasaran serat sabut merupakan jalur yang cukup singkat. Jalur ini
terjadi karena petani dapat langsung turut andil dalam kegiatan pengolahan dan
sekaligus memasarkan ke konsumen lokal, domestik atau eksportir. Besarnya
penerimaan harga serat sabut sangat tergantung pada panjangnya jalur distribusi
rantai pasokan. Semakin pendek jalur distribusi maka semakin tinggi penerimaan
harga yang diperoleh petani, demikian sebaliknya.
Pengumpul
Pedagang pasar
tradisional
Pedagang eceran
Konsumen
domestik
Eksportir
Gambar 19 Skema Rantai Pasokan Sabut Kelapa (Hasil Olahan Data Primer)
85
akan terbawa di pasar-pasar kota dan ada yang menampung limbah tempurung di
lokasi-lokasi tersebut.
Struktur jaringan rantai pasokan menunjukkan bahwa bahan baku
tempurung diperoleh dari berbagai wilayah terutama dari pengumpul tempurung
di pasar-pasar tradisional dan juga dari petani pengolah minyak kelapa ataupun
petani pengolah kopra. Bahan baku tempurung ini juga diperoleh dari pedagang
antar pulau yang melakukan distribusi pasokan bahan baku tempurung.
Kontribusi harga tempurung semakin meningkat karena transportasi tempurung ke
lokasi tanur pengarangan yang semakin jauh.
Pengumpul
Pedagang pasar
tradisional
Pedagang eceran
Konsumen
domestik
Eksportir
86
tempurung kelapa yang didistribusikan untuk pasaran domestik hanya sedikit
sekali. Konsumen untuk pasar domestik ini merupakan konsumen di pasar-pasar
tradisional. Arang tempurung yang dipasarkan di pasar tradisional ini juga
merupakan arang tempurung dengan kualitas yang kurang bagus dibandingkan
dengan arang tempurung yang dipasarkan ke pedagang pengumpul dan
selanjutnya ke perusahaan-perusahaan kosmetika, farmasi maupun eksportir luar
negeri.
Biaya pada struktur rantai pasokan ini dipengaruhi oleh biaya transportasi
dan sistem pengangkutan. Sistem pengangkutan yang tepat dan hemat akan dapat
memperkecil biaya dalam rantai pasokan ini. Semakin panjang jalur pemasaran
akan semakin memperkecil margin keuntungan di tingkat produsen. Keuntungan
yang diperoleh oleh petani juga semakin kecil apabila tidak terlibat langsung
dalam kegiatan pemasokan arang tempurung. Namun, arang tempurung kelapa ini
jelas tidak dapat dipasok hanya dari petani saja mengingat jumlah yang diperlukan
cukup banyak, namun juga dari pengumpul. Secara umum jalur distribusi
pemasaran arang tempurung merupakan jalur yang cukup singkat. Jalur ini terjadi
karena petani dapat ikut serta dalam kegiatan pengolahan dan sekaligus
memasarkan ke konsumen lokal, domestik atau eksportir. Besarnya penerimaan
harga arang tempurung juga sangat tergantung pada panjangnya jalur distribusi
rantai pasokan. Semakin pendek jalur distribusi maka semakin tinggi penerimaan
harga yang diperoleh petani, demikian sebaliknya.
87
PERANCANGAN MODEL RANTAI PASOKAN
Karakteristik Model
Karakteristik model menggambarkan segenap komponen yang dapat
mempengaruhi rantai pasokan dalam agroindustri kelapa terpadu. Segenap
komponen tersebut berperan penting dalam sehingga akan berdampak pada
jaringan rantai pasokan. Komponen-komponen yang berpengaruh pada rantai
pasokan agroindustri kelapa terpadu ini terdiri atas pemasok, agroindustri kelapa
dan konsumen.
Model dinamis rantai pasokan yang dirancang ini merupakan abstraksi
aliran material dari pemasok yang terdiri dari petani dan pedagang pengumpul
yang dialirkan ke agroindustri kelapa selanjutnya material tersebut diolah menjadi
produk yang akan didistribusikan ke konsumen. Jaringan pendistribusian dan
pengelolaan aliran material akan ditunjukkan dalam suatu model dinamis rantai
pasokan. Karakteristik ini menunjukkan bahwa secara skematik terjadi hubungan
yang saling mempengaruhi dari pemasok, agroindustri hingga ke konsumen.
Pemasok kelapa
Pemasok sebagai salah satu komponen dalam jaringan rantai pasokan
selaku penyedia pasokan kelapa butiran dari sub sistem produksi yang
diidentifikasi terdiri atas petani dan pedagang pengumpul. Pemasok kelapa butiran
dalam model dinamis rantai pasokan ini menunjukkan perilaku yang dapat
mempengaruhi sistem dinamis dalam model rantai pasokan ini. Hal ini karena
jaringan rantai pasokan dimulai dari petani yang merupakan sumber penyedia
bahan baku kelapa butiran yang merupakan awal aliran mata rantai
pendistribusian bahan baku dimulai.
Pemasok utama buah kelapa butir untuk agroindustri pengolahan kelapa
yaitu terdiri atas petani kelapa dan pedagang pengumpul. Petani atau kelompok
tani ini berada pada suatu wilayah penghasil kelapa. Petani selaku pemasok bahan
baku kelapa yang memiliki hubungan langsung dengan pihak industri. Jaringan
rantai pasokan dimulai dari petani yang merupakan sumber penyedia bahan baku
kelapa yang merupakan awal aliran mata rantai pendistribusian bahan baku
dimulai. Bahan baku dari petani ini dalam bentuk kelapa yang merupakan bahan
baku hasil produk pertanian. Petani pemasok ini dapat berupa petani secara
perseorangan ataupun kelompok petani.
Petani kelapa di beberapa wilayah sentra penghasil kelapa menunjukkan
perilaku yaitu selalu menjual kelapa hasil panen secara maksimal, buah kelapa
yang muda dan buah kelapa yang tua seringkali tidak dibedakan, sehingga apabila
ada pedagang yang menginginkan akan dijual. Penjualan dilakukan langsung pada
saat kelapa masih di pohon belum dipetik dan pemetikan tidak memperhatikan
umur kelapa. Permasalahan yang dijumpai pada petani on farm yaitu tingkat harga
kelapa yang berfluktuasi, produktivitas yang rendah dalam kisaran kurang dari 1
ton/hektar.
Petani selain sebagai pemasok buah kelapa butir juga ada yang bertindak
sebagai petani pengolah yaitu melakukan proses pengolahan kelapa meskipun
masih sangat sederhana yaitu dalam bentuk kopra. Proses tersebut dilakukan
dengan mengupas kelapa, mencukil daging kelapa dari tempurung dan
mengeringkan pada sinar matahari atau pada unit pengeringan sederhana. Namun,
air kelapa, tempurung dan sabut dalam proses pengeringan kopra sebagian besar
terbuang sebagai limbah.
Proses pekopraan tersebut dilakukan oleh petani kelapa karena dua alasan
yaitu:
1. kopra dianggap memiliki nilai jual yang lebih tinggi sehingga memperoleh
penghasilan yang lebih
2. tidak ada kepastian pembelian buah kelapa dalam bentuk kelapa butir kepada
petani.
Proses pekopraan ini menjadikan beberapa bagian buah kelapa yang
seharusnya dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai jual menjadi tidak
memiliki manfaat sama sekali karena terbuang secara percuma. Hal ini tidak akan
terjadi apabila petani penghasil kelapa memiliki kepastian untuk menjual buah
kelapa yang dihasilkan.
Pedagang pengumpul yang berfungsi sebagai pemasok berkedudukan
sama dengan petani pemasok. Pasokan bahan baku dari pedagang pengumpul
diperlukan apabila terjadi kekurangan pasokan dari petani atau kelompok tani
89
dalam proses produksi di unit pengolahan. Hal ini agar petani secara kelembagaan
juga memiliki posisi tawar dalam penentuan harga bahan baku.
Agroindustri
Agroindustri dalam model ini adalah agroindustri kelapa terpadu yang
terdiri dari unit pengolahan daging buah kelapa yang menghasilkan minyak
kelapa, unit pengolahan air kelapa yang menghasilkan sari kelapa / nata de coco
dan unit pengolahan sabut kelapa yang menghasilkan serat sabut kelapa serta unit
pengolahan tempurung kelapa yang menghasilkan arang tempurung .
Bahan baku dari pemasok akan disalurkan ke unit-unit pengolahan buah
kelapa yang merupakan agroindustri. Agroindustri ini akan melakukan konversi
bahan baku dari hasil pertanian berupa kelapa butiran hingga menjadi produk-
produk yang dapat dikonsumsi. Unit pengolahan ini meliputi unit pengolah daging
buah kelapa, unit pengolah air kelapa dan unit pengolah sabut kelapa serta unit
pengolah tempurung kelapa. Persediaan akan ditemui pada masing-masing unit
pengolahan ini. Persediaan dapat berupa persediaan bahan baku ataupun
persediaan berupa produk hasil olahan. Pengendalian persediaan dalam suatu unit
pengolahan akan mengakibatkan biaya persediaan (inventory cost) atau dalam
model yang dirancang ini disebut biaya penyimpanan
Konsumen
Konsumen akhir dari produk ini terdiri atas konsumen domestik dan
konsumen ekspor. Hal ini mengingat pasar produk yang dihasilkan dari
agroindustri kelapa terpadu ini adalah pasar untuk produk domestik dalam negeri
dan pasar untuk produk luar negeri/ekspor. Adapun rincian dari masing-masing
konsumen ini adalah sebagai berikut :
1. Konsumen domestik
Konsumen untuk pasar domestik ini meliputi industri hilir untuk produk-
produk yang dihasilkan oleh agroindustri ini dan konsumen rumah tangga
pengguna produk ini. Konsumen domestik ini direpresentasikan melalui
permintaan domestik untuk produk-produk tersebut. Permintaan domestik ini
baik untuk permintaan domestik industri maupun permintaan domestik untuk
rumah tangga konsumen digambarkan melalui konsumsi untuk industri dan
konsumsi untuk individu.
90
2. Konsumen ekspor
Konsumen untuk pasar ekspor atau luar negeri meliputi konsumen dari
industri hilir untuk produk-produk ini dan juga konsumen rumah tangga
ekspor pengguna produk ini. Konsumen ini dapat diwakili oleh eksportir.
Konsumen ekspor ini hanya direpresentasikan melalui permintaan ekspor
untuk produk-produk tersebut.
91
4. Tingkat produksi dan penyediaan yang bersifat musiman
5. Sentra produksi kelapa yang yang tersebar sehingga menambah mahal
biaya distribusi hasil produksi kelapa.
6. Tingkat konsumsi kelapa yang bersifat kontinyu
Tabel 14 Kebutuhan Pelaku Rantai Pasokan untuk Agroindustri
Kelapa Terpadu
No. Pelaku Kebutuhan
1. Petani/Pemasok a. Terjaminnya pemasaran kelapa butiran
b. Memperoleh kepastian penjualan hasil panen buah kelapa
butiran
c. Peningkatan pendapatan sebagai indikator kesejahteraan
petani
2. Pedagang a. Memperoleh penghasilan dari pemasokan kelapa butiran
pengumpul b. Memperoleh keuntungan dari pemasokan kelapa butiran
c. Memenuhi kebutuhan bahan baku untuk agroindustri
3. Agroindustri a. Memperoleh bahan baku dengan harga yang layak
b. Melakukan proses produksi sesuai dengan kapasitas produksi
terpasang
c. Kontinyuitas bahan baku yang terjamin
d. Peningkatan efektifitas produksi
e. Ketepatan pemenuhan hasil produk
f. Keuntungan semaksimal mungkin dengan biaya yang
dikeluarkan seoptimal mungkin
4. Konsumen a. Ketersediaan produk dengan harga yang sesuai dengan
kualitas produk
b. Kontinuitas kebutuhan pemenuhan produk terjamin
c. Terpenuhinya kepuasan konsumen
5. Pemerintah a. Penciptaan iklim kondusif untuk tumbuh kembangnya
agroindustri kelapa terpadu melalui kebijakan yang
menguntungkan bagi agroindustri dan petani
b. Mendorong peningkatan produksi dan kulaitas hasil
c. Menjamin kestabilan harga yang terjangkau oleh konsumen
dan masih menguntungkan bagi petani.
92
1. secara cepat memberikan gambaran sifat dinamik dari sistem yang dikaji
2. memberikan dasar untuk pembentukan persamaan pada model
3. mengidentifikasi faktor yang penting dalam pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan
Diagram ini hanya terdiri dari variabel-variabel yang masing-masing
dihubungkan dengan tanda panah yang menggambarkan hubungan antar variabel
tersebut. Hubungan digambarkan dengan tanda positif atau negatif. Tanda ini
menunjukkan adanya perubahan pada variabel yang terikat bila variabel bebas
berubah.
Tanda hubungan yang positif menunjukkan adanya peningkatan jumlah
pada variabel terikat, sedangkan tanda negatif menyatakan penurunan jumlah pada
variabel terikat. Hubungan antar variabel pada diagram lingkar sebab akibat tidak
menunjukkan mekanisme sebenarnya yang terjadi dalam sistem. Hubungan antar
variabel hanya menunjukkan apa yang akan terjadi bila terjadi perubahan pada
variabel bebas. Hal ini disebabkan oleh :
1. Suatu variabel yang terikat memiliki lebih dari satu input variabel bebas.
2. Diagram lingkar sebab akibat tidak akan membedakan mana laju (rate)
dan akumulasi dari laju (stock).
Model rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu terdiri dari keterkaitan
sub model pasokan kelapa butiran, sub model proses produksi, sub model
persediaan dan sub model distribusi produk. Pendeskripsian keterkaitan hubungan
dalam model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu serta komponen-
komponen digambarkan dalam diagram lingkar sebab akibat di bawah ini yaitu :
93
Produksi Buah Kelapa
Butiran
+
+ -
Ketersediaan pasokan -
bahan baku agroindustri Konsumsi Kelapa
Butiran
+
+
- +
- + -
+ -
Ketersediaan pasokan
+
produk
Distribusi Produk
94
Diagram lingkar sebab akibat untuk agroindustri kelapa terpadu ini
dimulai dari produksi kelapa butiran yang dihasilkan dari perkebunan kelapa
rakyat yang dipasok oleh pemasok yang terdiri dari petani atau pedagang pemasok
ke sejumlah konsumen baik konsumen industri, rumah tangga ataupun dijual
langsung ke pasar. Hasil produksi kelapa butiran merupakan bentuk penyediaan
kelapa butiran untuk memenuhi ketersediaan pasokan kelapa butiran yang dapat
dimanfaatkan oleh agroindustri pengolahan kelapa terpadu. Ketersediaan pasokan
ini dipengaruhi oleh konsumsi kelapa butiran untuk berbagai keperluan yaitu
untuk keperluan rumah tangga, industri dan yang dijual langsung. Jumlah
ketersediaan pasokan ke agroindustri dapat semakin meningkat apabila jumlah
konsumsi kelapa untuk rumah tangga dan yang dijual langsung menurun.
Kebutuhan kelapa butiran untuk unit agroindustri menyesuaikan dengan
kapasitas produksi. Unit pengolahan dalam agroindustri kelapa terpadu yang
membutuhkan pasokan bahan baku berupa kelapa butiran yaitu unit pengolahan
minyak kelapa. Kebutuhan kelapa butiran untuk produksi minyak kelapa yang
secara skematik terjadi hubungan yang saling mempengaruhi dari jumlah pasokan
kelapa butiran dari pemasok yang selanjutnya disimpan terlebih dahulu sebagai
persediaan. Banyaknya pasokan kelapa butiran akan mempengaruhi jumlah
persediaan kelapa butiran. Jumlah persediaan kelapa butiran ini dalam
penggunaan untuk proses produksi menyesuaikan dengan kapasitas produksi.
Semakin banyak persediaan minyak kelapa maka semakin berkurang persediaan
kelapa butiran, namun semakin meningkatkan biaya persediaan minyak kelapa
dan semakin menurunkan biaya persediaan kelapa butiran.
Diagram sebab akibat tersebut juga menunjukkan suatu aliran ketersediaan
bahan baku yang diperoleh dari hasil samping unit produksi dari agroindustri
kelapa terpadu. Aliran dimulai dari unit pengolahan minyak kelapa. Unit –unit
pengolahan ini tidak tercantum langsung pada gambar diagram sebab akibat
namun tergambar langsung pada unit produksi agroindustri. Hasil samping dari
unit pengolahan minyak kelapa berupa air kelapa, sabut kelapa dan tempurung
kelapa. Hasil samping ini selanjutnya disimpan dalam bentuk persediaan air
kelapa, persediaan sabut kelapa dan tempurung kelapa. Persediaan berbagai hasil
samping ini, masing-masing akan diolah menjadi produk-produk lain yang juga
95
akan didistribusikan ke konsumen. Proses produksi masing-masing produk dari
olahan hasil samping ini juga tergantung pada kapasitas produksi masing-masing
unit pengolahan. Hal inilah yang selanjutnya menambah ketersediaan produk yang
dihasilkan. Semakin banyak produk yang dihasilkan maka ketersediaan pasokan
untuk produk–produk agroindustri yang akan didistribusikan juga semakin
meningkat demikian sebaliknya.
Peningkatan ketersediaan produk yang dihasilkan oleh unit-unit
pengolahan agroindustri ini akan menimbulkan peningkatan pada biaya rantai
pasokan. Demikian sebaliknya, apabila terjadi penurunan salah satu komponen
penyusun biaya rantai pasokan maka akan berdampak juga pada ketersediaan
produk.
Distribusi produk sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan produk
dan permintaan produk dari konsumen baik konsumen di pasar domestik maupun
konsumen di pasar ekspor. Permintaan konsumen untuk konsumen domestik
maupun untuk konsumen ekspor akan berpengaruh pada total biaya rantai
pasokan. Peningkatan atau penurunan permintaan di pasar produk akan
menimbulkan penurunan atau peningkatan persediaan produk. Total peningkatan
biaya rantai pasokan juga dipengaruhi naik turunnya harga produk di pasar
domestik maupun ekspor.
96
kunci dari rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu ini. Kebutuhan kelapa
butiran di suatu agroindustri kelapa terpadu dapat diperkirakan dengan suatu
simulasi dengan merancang modelnya terlebih dahulu.
Identifikasi terhadap skala produksi secara ekonomis dengan melibatkan
komponen biaya terkait dalam sistem rantai pasok. Biaya-biaya ini berupa biaya
persediaan dan biaya transportasi. Biaya persediaan merupakan biaya yang
dikeluarkan untuk menyimpan produk dan biaya transportasi untuk
mendistribusikan produk hingga ke pasar domestik maupun pasar ekspor.
Asumsi yang dilakukan adalah :
1. Pemenuhan kebutuhan bahan baku dari kelapa rakyat dengan memanfaatkan
potensi pemenuhan bahan baku dari kemampuan produksi kelapa rakyat
2. Persediaan dipertimbangkan hanya pada persediaan bahan baku dan
persediaan produk sebelum didistribusikan
Model dinamik rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu diterjemahkan
ke dalam diagram alir model simulasi yang terdiri dari stock – flow. Akumulasi
atau stock merupakan keadaan sistem dan sebagai pembangkit informasi, di mana
aksi dan keputusan didasarkan pada stock tersebut.
Formulasi Model
Formulasi model dinamik rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu ini
dimulai dari jaringan pemasok dalam sub model pasokan bahan baku berupa
kelapa butiran. Model ditunjukkan dengan performance berupa total biaya rantai
pasokan yang minimal. Abtraksi aliran bahan dari pemasok ke agroindustri
hingga ke konsumen untuk pasar domestik maupun pasar ekspor dapat dilihat
pada kerangka konseptual penelitian. Aliran pasokan bahan baku dimulai dari
kebun kelapa yang diidentifikasi sebagai kebun kelapa rakyat dengan pasokan
bahan baku berupa kelapa dalam. Pasokan buah kelapa butiran ini selanjutnya
didistribusikan ke agroindustri melalui transportasi sehingga menjadi persediaan
buah kelapa butiran. Abstraksi ini dilakukan pengendalian biaya persediaan dan
pasokan bahan baku, sebagai salah satu komponen penyusun biaya rantai
pasokan.
97
Abstraksi aliran pasokan bahan baku buah kelapa butiran dalam
agroindustri ditunjukkan dalam bentuk aliran persediaan buah kelapa butiran
yang didistribusikan ke unit pengolah dalam agroindustri kelapa terpadu untuk
unit pengolah daging buah kelapa butiran terlebih dahulu. Selanjutnya dari hasil
samping proses produksi tersebut untuk air kelapa dialirkan menuju unit
pengolahan air kelapa, untuk sabut kelapa dialirkan ke unit pengolahan sabut
kelapa dan untuk tempurung kelapa dialirkan menuju unit pengolahan tempurung
kelapa. Masing-masing unit pengolahan tersebut melakukan proses produksi
dengan karakteristik masing-masing sehingga menghasilkan produk-produk yang
terdiri dari minyak kelapa, nata de coco, serat sabut dan arang tempurung.
Produk-produk tersebut disimpan dalam bentuk persediaan produk akhir sebelum
didistribusikan ke konsumen. Abstraksi ini dilakukan pengendalian biaya
persediaan produk.
Abstraksi aliran pasokan untuk konsumen pasar domestik/ekspor
ditunjukkan dengan aliran persediaan produk yang ditransportasikan kepada
konsumen pasar domestik/ekspor. Aliran produk tersebut merupakan abstraksi
model dengan melakukan pengendalian biaya distribusi. Abstraksi aliran bahan
baku, menjadi produk yang didistribusikan ke konsumen tersebut selanjutnya
menunjukkan suatu model yang mempertimbangkan total biaya rantai pasokan.
Indikator dari model ini adalah total biaya rantai pasokan yang minimal.
98
sentra penghasil kelapa. Oleh sebab itu produksi kelapa ini dirumuskan dengan
persamaan :
PK i = 25% x PKT i .......................................................................... (1)
99
Ketersediaan air kelapa untuk unit pengolah nata de coco (KA i )
Pemanfaatan keseluruhan bagian kelapa dengan mengacu pada konsep
zero waste, maka pemenuhan pasokan air kelapa pada unit pengolah air kelapa
dengan hasil berupa nata de coco terutama dipenuhi dari air kelapa yang
merupakan hasil sisa dari unit pengolah minyak kelapa. Kekurangan pasokan
apabila produksi meningkat baru dipenuhi dari air kelapa yang diperoleh dari
pemasok lain. Jumlah pasokan air kelapa yang tersedia dari unit pengolah daging
buah kelapa adalah (KA i ). Ketersediaan air kelapa ini dihitung dari rata-rata
persentase komponen buah kelapa butiran yaitu dari satu butir kelapa yang terdiri
dari:
1. daging buah kelapa sebanyak 28%
2. air kelapa sebanyak 25%
3. sabut kelapa sebanyak 35%
4. tempurung sebanyak 12%
Oleh sebab itu formulasi untuk ketersediaan air kelapa ini yaitu sebagai berikut :
KA i = 25% x KK i x (2000 butir/700 liter)........................................ (5)
Ketersediaan sabut kelapa untuk unit pengolah serat sabut (KS i )
Ketersediaan sabut kelapa juga didasarkan pada persentase komponen tiap
butiran kelapa. Ketersediaan sabut kelapa ditunjukkan dengan persamaan:
KS i = 35% x KK i ............................................................................. (6)
Ketersediaan tempurung kelapa untuk unit pengolah Arang tempurung (KTi)
Ketersediaan tempurung kelapa juga didasarkan pada persentase
komposisi tiap butiran kelapa. Ketersediaan tempurung kelapa yaitu:
KT i = 12% x KK i ............................................................................. (7)
Identifikasi Variabel Keputusan
Keputusan dalam rantai pasokan ini meliputi keputusan-keputusan berupa:
1. Jumlah pasokan buah kelapa butiran yang akan disalurkan kepada unit
agroindustri kelapa terpadu (SKi)
2. Jumlah pasokan daging kelapa yang akan diolah (SD i )
3. Jumlah pasokan air kelapa yang akan diolah (SAi)
4. Jumlah pasokan sabut kelapa yang akan diolah ( SSi )
5. Jumlah pasokan tempurung kelapa yang akan diolah (STi)
100
6. Jumlah persediaan bahan baku buah kelapa butiran sebelum diproses yang
terdapat di unit pengolah (IKi)
7. Jumlah persediaan bahan baku air kelapa sebelum diproses yang terdapat di
unit pengolah (IAi)
8. Jumlah persediaan bahan baku sabut kelapa sebelum diproses yang terdapat di
unit pengolah (ISi)
9. Jumlah persediaan bahan baku tempurung kelapa sebelum diproses yang
terdapat di unit pengolah (ITi)
10. Jumlah persediaan produk minyak kelapa yang terdapat di unit pengolah
(IMKi)
11. Jumlah persediaan produk nata de coco yang terdapat di unit pengolah (INDi)
12. Jumlah persediaan produk serat sabut kelapa yang terdapat di unit pengolah
(ISSi)
13. Jumlah persediaan produk arang tempurung yang terdapat di unit pengolah
(IATi)
14. Jumlah produk minyak kelapa yang akan disalurkan dari unit pengolah ke
permintaan (XMKi)
15. Jumlah produk nata de coco yang akan disalurkan dari unit pengolah ke
permintaan (XNDi)
16. Jumlah produk serat sabut yang akan disalurkan dari unit pengolah ke
permintaan (XSSi)
17. Jumlah produk arang tempurung yang akan disalurkan dari unit pengolah ke
permintaan (XATi)
18. nilai i > 0
101
kapasitas ini didasarkan pada penilaian kelayakan investasi yang dilakukan
oleh Bank Indonesia. Oleh sebab itu dapat dirumuskan bahwa kapasitas
produksi minyak kelapa (Cap_MKi) yaitu :
Cap_MKi ≤ 48000 kg .................................................................................... (8)
Dengan i = periode 1,2,3, … n
2. Unit pengolah nata de coco dengan kapasitas produksi maksimum 700-800
liter air kelapa setiap hari dari 2.000 butir kelapa per hari akan mampu
menghasilkan 50 kg nata de coco setiap hari dalam satu tahun dengan 20 hari
kerja akan menghasilkan 12.000 kg.
Kapasitas produksi nata de coco (Cap_NDi) ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Cap_NDi ≤ 12000 kg ..................................................................................... (9)
Dengan i = periode 1, 2, 3, …, n
3. Unit pengolah serat sabut dengan kapasitas produksi 400-600 kg serat per hari
Hasil studi pada industri serat sabut kelapa di wilayah Kabupaten Ciamis,
tingkat produksi maksimum serat sabut kelapa terutama ditentukan oleh
kapasitas mesin pemisah serat dan mesin sortasi / pengayak serta jam kerja
mesin atau jumlah shift kerja. Industri manufaktur yang lain juga
menunjukkan bahwa kapasitas mesin pada setiap tahapan atau rangkaian
proses produksi harus seimbang. Unit usaha industri kecil serat sabut kelapa di
Kabupaten Ciamis menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas mesin maksimum
adalah berkisar 400 - 600 kg serat per hari (@ 8 jam/hari). Kondisi kapasitas
tersebut tidak menguntungkan dan tidak layak jika tingkat produksi
dilaksanakan di bawah 350 kg serat per hari. Semakin besar tingkat produksi
sampai batas maksimum kapasitas mesin, maka tingkat keuntungan dan
kelayakan usaha semakin baik. Oleh sebab itu, kapasitas produksi yang
digunakan untuk unit pengolah serat sabut ini dengan kapasitas produksi pada
kisaran 400-600 kg serat per hari. Kapasitas produksi serat sabut kelapa
(Cap_SSi) ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
96000≤ Cap_SSi ≤ 144000 kg ................................................................... (10)
Dengan i = periode 1, 2, 3, …, n
102
4. Unit pengolah arang tempurung dengan kapasitas produksi 1,2 ton arang
tempurung sampai dengan 3 ton arang tempurung per hari.
Kapasitas produksi masing-masing unit tanur pengarangan adalah 1,2 ton
arang sampai dengan 3 ton arang tempurung per hari. Total produksi arang
tempurung kelapa yang dihasilkan oleh unit usaha ini adalah 1,2 ton setiap
hari. Tingkat produksi maksimum arang tempurung terutama ditentukan oleh
kapasitas tanur pembakaran. Rata-rata kapasitas tanur menghasilkan
maksimum 1.200 kg arang per hari dalam satu tahun diproduksi 374.400 kg
arang per tahun. Kapasitas produksi arang tempurung kelapa (Cap_ATi) ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Cap_ATi ≤ 374400 kg ................................................................................. (11)
Dengan i = periode 1, 2, 3, …, n
Jika jumlah persediaan bahan baku kurang dari kapasitas produksi maka
langsung diproses menjadi produk akhir. Jumlah produk akhir yang diinginkan
sebanyak 4 macam dan semuanya diproses dari bahan baku yang ada. Permintaan
terhadap produk akhir berfluktuasi. Nilai ekspektasi total permintaan untuk
semua produk setiap tahun.
Simbol-simbol variabel pada notasi numerik formulasi matematika di atas
akan diubah disesuaikan dengan notasi pada pembuatan simulasi dinamis dengan
software stella 9.14. Perubahan simbol dan penjelasan simbol dapat dilihat pada
lampiran.
Identifikasi kendala-kendala
Kendala dalam perancangan model rantai pasokan ini adalah ketersediaan
pasokan bahan baku, kapasitas pemasok bahan baku, kapasitas unit
pengolah/agroindustri, jumlah persediaan dan kebutuhan tiap permintaan.
Kendala-kendala ini diformulasikan sebagai berikut :
1. Kendala kapasitas pasokan bahan baku kelapa butiran
n
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
103
Di mana :
Kij = Jumlah pasokan bahan baku berupa kelapa butiran ke unit
pengolahan minyak kelapa j
Cap_SKi = Kapasitas pasokan kelapa butiran ke-i
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana :
KDij = Jumlah pasokan bahan baku berupa daging buah kelapa ke unit
pengolahan minyak kelapa j
Cap_SDi = Kapasitas pasokan daging buah kelapa ke-i
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana :
KAij = Jumlah pasokan bahan baku berupa air kelapa ke unit pengolahan
nata de coco
Cap_SAi = Kapasitas pasokan air kelapa ke-i
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana :
KSij = Jumlah pasokan bahan baku berupa sabut kelapa ke unit
pengolahan serat sabut kelapa
Cap_SSi = Kapasitas pasokan sabut kelapa ke-i
104
5. Kendala kapasitas bahan baku tempurung kelapa
n
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana :
KTij = Jumlah pasokan bahan baku berupa tempurung kelapa ke unit
pengolahan arang tempurung
Cap_STi = Kapasitas pasokan tempurung kelapa ke-i
Di mana :
XMKij = Jumlah produk minyak kelapa yang akan disalurkan dari unit
pengolah i ke permintaan j.
Cap_MKi = Kapasitas unit pengolahan minyak kelapa ke-i
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana :
XNDij = Jumlah produk nata de coco yang akan disalurkan dari unit
pengolah i ke permintaan j.
Cap_NDi = Kapasitas unit pengolahan nata de coco ke-i
105
8. Kendala kapasitas produksi unit pengolahan serat sabut kelapa
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana :
XSSij = Jumlah produk serat sabut kelapa yang akan disalurkan dari unit
pengolah i ke permintaan j.
Cap_SSi = Kapasitas unit pengolahan serat sabut kelapa ke-i
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana :
XATij = Jumlah produk arang tempurung kelapa yang akan disalurkan dari
unit pengolah i ke permintaan j.
Cap_ATi = Kapasitas unit pengolahan arang tempurung kelapa ke-i
Dengan
IMK j = Jumlah persediaan minyak kelapa
Cap_MKj = Kapasitas unit pengolahan minyak kelapa j (kg)
XMK jk = Jumlah produk minyak kelapa j yang akan disalurkan ke
permintaan k (kg)
J = 1, 2, 3, …n
K = 1, 2, 3, …p
106
11. Kendala Inventori unit pengolahan nata de coco
Persediaan nata de coco merupakan hasil produksi nata de coco yang
disimpan di dalam gudang sebelum didistribusikan dan sesudah
didistribusikan. Kendala ini dirumuskan sebagai berikut :
p
Dengan
INDj = Jumlah persediaan nata de coco
Cap_ND j = Kapasitas unit pengolahan nata de coco j (kg)
XND jk = Jumlah produk nata de coco j yang akan
disalurkan ke permintaan k (kg)
J = 1, 2, 3, …n
K = 1, 2, 3, …p
107
Dengan
IATj = Jumlah persediaan arang tempurung
Cap_AT j = Kapasitas unit pengolahan arang tempurung j (kg)
XAT jk = Jumlah produk arang tempurung j yang akan
disalurkan ke permintaan k (kg)
J = 1, 2, 3, …n
K = 1, 2, 3, …p
108
halnya dalam unit pengolah. Total biaya rantai pasokan ini dirumuskan sebagai
berikut:
m n n p n n
Minimisasi Z = ∑ ∑ CS ij S ij + ∑ ∑ CX
i =1 j =1 j =1 k =1
jk X jk
+ ∑ ∑ CI j I j
j =1 j =1
Di mana :
Z = Total biaya rantai pasokan
CS ij = Biaya transportasi setiap unit bahan baku ke unit agroindustri j
Sij = Jumlah pasokan bahan baku ke agroindustri kelapa terpadu
CXjk = Biaya transportasi tiap unit produk dari agroindustri j ke
permintaan k
Xjk = Jumlah produk dari agroindustri j yang akan disalurkan ke
permintaan k
CIj = Biaya penyimpanan untuk tiap produk pada unit agroindustri j
Ij = Jumlah persediaan pada unit agroindustri j
109
Lanjutan Tabel 15
No Input Nilai Input
110
Lanjutan Tabel 16
No Asumsi Dasar asumsi Besar biaya Dasar Asumsi
per hari
per kg
(rupiah)
3 Biaya Didasarkan pada
Penyimpanan besarnya besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk
menyimpan produk
akhir berupa minyak
kelapa, nata de coco,
serat sabut, dan arang
tempurung sebelum
didistribusikan ke
konsumen
Biaya penyimpanan 500 Biaya yang dikeluarkan
minyak kelapa selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
menyimpan minyak
kelapa sebesar Rp
1.200.000
Biaya penyimpanan nata 100 Biaya yang dikeluarkan
de coco selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
menyimpan nata de
coco sebesar Rp
2.400.000
Biaya penyimpanan serat 500 Biaya yang dikeluarkan
sabut selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
menyimpan 1 ton serat
sabut sebesar Rp
12.000.000
Biaya penyimpanan 50 Biaya yang dikeluarkan
arang tempurung selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
menyimpan arang
tempurung sebesar Rp
1.200.000
4 Biaya Didasarkan pada
Distribusi besarnya besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk
mendistribusikan produk
berupa minyak kelapa,
nata de coco, serat sabut
dan arang ke konsumen
domestik maupun ekspor
Lanjutan………..
111
Lanjutan Tabel 16
No Asumsi Dasar asumsi Besar Dasar Asumsi
biaya per
hari per
kg
(rupiah)
Biaya distribusi domestik 2000 Biaya yang dikeluarkan
minyak kelapa selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mendistribusikan 1 ton
minyak kelapa sebesar
Rp 48.000.000
Biaya distribusi domestik 500 Biaya yang dikeluarkan
nata de coco selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mendistribusikan 1 ton
Nata de coco sebesar
Rp 12.000.000
Biaya distribusi domestik 2500 Biaya yang dikeluarkan
serat sabut selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mendistribusikan 1 ton
serat sabut sebesar Rp
60.000.000
Biaya distribusi domestik 2000 Biaya yang dikeluarkan
arang selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mendistribusikan 1 ton
arang sebesar Rp
48.000.000
Biaya distribusi ekspor 3000 Biaya yang dikeluarkan
minyak kelapa selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mengekspor 1 ton
minyak kelapa sebesar
Rp 72.000.000
Biaya distribusi ekspor 1000 Biaya yang dikeluarkan
nata de coco selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mengekspor 1 ton nata
de coco sebesar Rp
24.000.000
Lanjutan……..
112
Lanjutan Tabel 16
No Asumsi Dasar asumsi Besar Dasar Asumsi
biaya per
hari per
kg
(rupiah)
Biaya distribusi ekspor 3000 Biaya yang dikeluarkan
serat sabut selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mengekspor 1 ton serat
sabut sebesar Rp
72.000.000
Biaya distribusi ekspor 1000 Biaya yang dikeluarkan
arang selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mengekspor 1 ton nata
de coco sebesar Rp
24.000.000
Gambar 21. Stock Flow Diagram Sub Model Ketersediaan Kelapa Butiran
113
Desain model ini hanya diasumsikan untuk kelapa dalam saja. Hal ini
mengingat jenis kelapa dalam inilah yang banyak diusahakan oleh petani di
wilayah Kabupaten Ciamis. Jenis kelapa hibrida sangat jarang yang diusahakan
untuk pasokan industri, namun diusahakan untuk kebutuhan rumah tangga saja.
Output dari simulasi dengan menggunakan Stella dapat menggambarkan
suatu ketersediaan pasokan kelapa di tingkat petani di Kabupaten Ciamis. Secara
rata-rata kebutuhan bahan baku kelapa butiran cukup dengan mengandalkan
pasokan dari satu kabupaten saja.
1: Peny Klp Btr 2: Pers Klp Btr 3: Konsumsi Klp Btr
1: 18000000
2: 80000000
3: 7000000
1 2
1: 10575000
2: 45000000
3: 4000000
3
2
1
3
2
1
1: 3150000 2 3
2: 10000000
3: 1000000 1
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00
Page 1 Time 9:05 AM Fri, Feb 04, 2011
Ketersediaan Bahan Baku
114
Tabel 17. Ketersediaan Kelapa Butiran
Time Penyediaan Kelapa Butir Persediaan Kelapa Butir Konsumsi
0 3,150,000.00 12,600,000.00 1,134,000.00
1 3,654,000.00 14,616,000.00 1,315,440.00
2 4,238,640.00 16,954,560.00 1,525,910.40
3 4,916,822.40 19,667,289.60 1,770,056.06
4 5,703,513.98 22,814,055.94 2,053,265.03
5 6,616,076.22 26,464,304.89 2,381,787.44
6 7,674,648.42 30,698,593.67 2,762,873.43
7 8,902,592.16 35,610,368.65 3,204,933.18
8 10,327,006.91 41,308,027.64 3,717,722.49
9 11,979,328.02 47,917,312.06 4,312,558.09
10 13,896,020.50 55,584,081.99 5,002,567.38
11 16,119,383.78 64,477,535.11 5,802,978.16
Final 74,793,940.73
Sumber : olahan data hasil simulasi
Hasil simulasi menunjukkan dengan laju penyediaan kelapa butiran
sebesar 0.25% hingga tahun ke 12 akan terdapat total persediaan kelapa butiran
sebanyak 74.793.940,73 kg di wilayah Kabupaten Ciamis dengan laju konsumsi
kelapa butiran untuk kebutuhan industri sebanyak 0.9%. Prosentase konsumsi
kelapa butiran untuk kebutuhan industi ini ditunjukkan dengan gambar 28 di
bawah ini. Gambaran konsumsi kelapa butiran ini menunjukkan konsumsi kelapa
butiran terdistribusi untuk tiga pemanfaatan yaitu untuk dijual langsung ke pasar-
pasar tradisional sebanyak 89%, untuk konsumsi industri 9%, dan untuk
konsumen rumah tangga sebanyak 2%.
Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis menunjukkan sebagian besar
kelapa (89% ) dijual dalam bentuk kelapa butiran ke wilayah Bandung, Jakarta,
Cirebon dan beberapa wilayah di Jawa Tengah. Konsumsi lokal untuk rumah
tangga di Kabupaten Ciamis sebanyak 2%, dan yang diolah oleh petani dan
perusahaan sebanyak 9%. Hal ini ditunjukkan pada gambar di bawah ini ;
115
Industri 9%
Rumah Tangga,
2%
Dijual Langsung
89%
116
Tabel 19 Potensi Areal Perkebunan Kelapa Dalam
No Kabupaten/Kotamadya Luas Areal Perkebunan
(Hektar)
1 Bogor 9,041
2 Sukabumi 19,970
3 Cianjur 17,404
4 Bekasi 3,500
5 Karawang 3,565
6 Purwakarta 1,383
7 Subang 4,776
8 Bandung 2,595
9 Sumedang 6,114
10 Garut 5,937
11 Tasikmalaya 34179
12 Ciamis 79,011
13 Majalengka 3,918
14 Cirebon 5,723
15 Kuningan 8,509
16 Indramayu 7,002
17 Kota Banjar 2,500
18 Kota Tasikmalaya 1,700
Sumber: www.disbun.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/458
117
butiran tersebut terutama untuk memenuhi permintaan unit pengolahan minyak
kelapa.
Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa di kabupaten Ciamis, selalu
terbentur pada masalah kontinyuitas bahan baku yang tidak terjamin untuk
agroindustri arang dan nata de coco serta serat sabut. Perilaku petani adalah selalu
menjual hasil buah kelapa butiran dalam bentuk buah kelapa segar dan dijual
keluar daerah. Hal ini dilakukan terutama pada saat harga kelapa meningkat
dengan tajam.
Dgg Klp
N Kon Dgg Klp
Pasokan Klp Butir
Konv Air
Konv Tmprng
118
kelapa sebanyak 1.313.952 kg, dan tempurung 450.497,83 kg. Hasil simulasi ini
dilakukan berdasarkan pasokan kelapa butiran sebanyak 85% dari nilai konsumsi
kelapa butiran untuk industri dan persediaan bahan baku kelapa butiran untuk unit
agroindustri sebanyak 730.000 kg dan proses konversi yang dilakukan dengan
persediaan kelapa butiran yang tidak ikut dalam proses sebanyak 25%.
Persediaan bahan baku ini agar proses produksi untuk unit agroindustri tetap
berlangsung.
Sub model agroindustri kelapa terpadu dirancang untuk menghasilkan
empat output produk yaitu berupa minyak kelapa, nata de coco, serat sabut kelapa
dan arang tempurung. Masing-masing kerangka sektor yang dibuat sebagai
bagian dari sub model ini terdiri atas kerangka sektor agroindustri minyak kelapa,
agroindustri nata de coco, agroindustri serat sabut dan agroindustri arang
tempurung. Masing-masing kerangka sektor ini dirancang untuk memperoleh
nilai output masing-masing produk.
Agroindustri kelapa terpadu akan menghasilkan minyak kelapa sebanyak
633.128,46 kg pada rendemen minyak kelapa sebanyak 12%. Hal ini dapat dicapai
dalam simulasi dinamik dengan periode waktu selama 12 tahun. Output produk
minyak kelapa tersebut akan dapat dipenuhi oleh unit pengolahan minyak kelapa
dalam skala usaha kecil sebanyak 8 unit. Dengan rata-rata masing-masing unit
memiliki kemampuan menghasilkan sebanyak 72.000 kg per tahun. Gambar 30 di
bawah ini menunjukkan stock flow diagram untuk agroindustri minyak kelapa ini.
Daging kelapa sebagai hasil proses konversi merupakan input yang dapat
menghasilkan minyak kelapa ini.
119
Agroindustri M inyak Kelapa
Dgg Klp
~
Input proses Output proses
Rendemen M yk Klp
Rendemen NdC
120
Unit pengolahan serat sabut kelapa dengan input proses berupa sabut
kelapa dari hasil samping proses konversi kelapa butiran menjadi daging kelapa
menghasilkan serat sabut kelapa sebanyak 2.040.588,93 kg dengan rendemen
30%. Output produk serat sabut tersebut akan dapat dipenuhi oleh unit pengolahan
serat sabut dalam skala usaha kecil sebanyak 14 unit. Dengan rata-rata masing-
masing unit memiliki kemampuan menghasilkan sebanyak 144.000 kg per tahun.
Gambar 27 di bawah ini menunjukkan kerangka sektor untuk agroindustri serat
sabut kelapa. Secara mekanisme model yang dirancang menyerupai rancangan
model untuk agroindustri minyak kelapa dan agroindustri nata de coco.
Sabut
~
Inp ut Srt Sabut Outp ut Srt Sabut
121
Agroindustri Arang Temp urung
Tmprng
~
Inp ut Arang Tmp urung Outp ut Arang Tmp rng
Minyak Klp
Gambar 30. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Minyak Kelapa Domestik
122
Hasil simulasi dinamik menunjukkan dengan permintaan ekspor minyak
kelapa sebanyak 60% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang diperoleh
persediaan ekspor sebanyak 323.348,32 kg secara rata-rata yang dapat
didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output
minyak kelapa dari unit pengolahan minyak kelapa sebanyak 633.128,46 kg.
Persediaan minyak kelapa untuk permintaan domestik ini dapat dipenuhi dari 5
unit pengolahan minyak kelapa dalam skala usaha kecil. Gambar 31 menunjukkan
stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk minyak
kelapa ekspor.
Gambar 31. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Minyak Kelapa Ekspor
Hasil simulasi dinamik untuk nata de coco menunjukkan dengan
permintaan domestik sebanyak 80% dalam periode waktu 12 tahun yang akan
datang diperoleh persediaan domestik sebanyak 299.570,96 kg secara rata-rata
yang dapat didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model
berupa output nata de coco dari unit pengolahan nata de coco sebanyak
429.333,08 kg. Persediaan nata de coco untuk permintaan domestik ini dapat
dipenuhi dari 25 unit pengolahan nata de coco dalam skala usaha kecil. Gambar
31 menunjukkan stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan
produk nata de coco domestik.
Hasil simulasi dinamik untuk nata de coco menunjukkan dengan
permintaan ekspor sebanyak 20% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang
diperoleh persediaan ekspor sebanyak 74.892,74 kg secara rata-rata yang dapat
didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output
nata de coco dari unit pengolahan nata de coco sebanyak 429.333,08 kg.
123
Persediaan nata de coco untuk permintaan ekspor ini dapat dipenuhi dari 6 hingga
7 unit pengolahan nata de coco dalam skala usaha kecil. Gambar 32 menunjukkan
stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk nata de coco
ekspor.
Gambar 32. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Nata de Coco Domestik
Gambar 33. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Nata de Coco Ekspor
Hasil simulasi dinamik untuk serat sabut menunjukkan dengan permintaan
domestik sebanyak 5% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang diperoleh
persediaan domestik sebanyak 87.308,42 kg secara rata-rata yang dapat
didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output
serat sabut dari unit pengolahan serat sabut sebanyak 2.040.588,93 kg. Persediaan
serat sabut untuk permintaan domestik ini dapat dipenuhi cukup dari 1 unit
pengolahan serat sabut dalam skala usaha kecil. Gambar 34 menunjukkan stock
flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk serat sabut
domestik.
124
Ketersediaan Produk Serat Sabut Domestik
Pasokan Prod Srt Sabut Dom Dist Prod Srt Sabut Dom
Gambar 34. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Serat Sabut Domestik
Hasil simulasi dinamik untuk serat sabut menunjukkan dengan permintaan
ekspor sebanyak 95% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang diperoleh
persediaan ekspor sebanyak 1.659.859,51 kg secara rata-rata yang dapat
didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output
serat sabut dari unit pengolahan serat sabut sebanyak 2.040.588,93 kg. Persediaan
serat sabut untuk permintaan ekspor ini dapat dipenuhi dari 11 hingga 12 unit
pengolahan serat sabut dalam skala usaha kecil. Gambar 35 menunjukkan stock
flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk serat sabut ekspor.
Gambar 35. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Serat Sabut Ekspor
Hasil simulasi dinamik untuk arang tempurung menunjukkan dengan
permintaan domestik sebanyak 90% dalam periode waktu 12 tahun yang akan
datang diperoleh persediaan domestik sebanyak 1.092.810,88 kg secara rata-rata
yang dapat didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model
berupa output arang tempurung dari unit pengolahan arang tempurung sebanyak
125
1.319.582,51 kg. Persediaan arang tempurung untuk permintaan domestik ini
dapat dipenuhi dari 3 unit pengolahan arang tempurung dalam skala usaha kecil.
Gambar 36 menunjukkan stock flow diagram dari model rancangan untuk
ketersediaan produk arang tempurung domestik.
Pasokan Prod Arang Tmprng Dom Dist Prod Arang Tmprng Dom
Arang Tmprng
Persen Dist Dom Arang Tmprng
Arang Tmprng
Gambar 37. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Arang Tempurung Ekspor
126
Gambar 37 menunjukkan stock flow diagram untuk distribusi produk.
Hasil simulasi dinamik dari distribusi produk menunjukkan bahwa jumlah produk
yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik minyak kelapa
sebanyak 195.508,99 kg pada periode tahun ke 12. Hal ini dipenuhi dari 3 unit
pengolahan minyak kelapa. Jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi
permintaan ekspor minyak kelapa sebanyak 330.513,49 kg. Hal ini dipenuhi dari 5
unit pengolahan minyak kelapa. Jumlah produk yang didistribusikan dari target
capaian persentase permintaan domestik minyak kelapa sebanyak 90,6% dan
untuk permintaan ekspor bahkan lebih dari 100%. Jumlah produk yang
didistribusikan dapat memenuhi target capaian persentase permintaan ekspor
minyak kelapa dipenuhi melalui penambahan 2% dari nilai persediaan produk
minyak kelapa.
Hasil simulasi dinamik untuk distribusi produk menunjukkan bahwa
jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik nata de
coco sebanyak 259.347,71 kg pada periode tahun ke 12. Hal ini dipenuhi dari 22
unit pengolahan nata de coco. Jumlah produk yang didistribusikan untuk
memenuhi permintaan ekspor nata de coco sebanyak 64.663,13 kg. Hal ini
dipenuhi dari 6 unit pengolahan nata de coco. Jumlah produk yang didistribusikan
dari target capaian persentase permintaan domestik nata de coco sebanyak 86,57%
dan untuk permintaan ekspor bahkan lebih dari 87,67%.
Hasil simulasi dinamik untuk distribusi produk menunjukkan bahwa
jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik serat
sabut sebanyak 236.732,72 kg pada periode tahun ke 12. Hal ini dipenuhi dari 1
unit pengolahan serat sabut. Jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi
permintaan ekspor serat sabut sebanyak 110.149,21 kg. Hal ini dipenuhi dari 11
unit pengolahan serat sabut. Jumlah produk yang didistribusikan dari target
capaian persentase permintaan domestik serat sabut sebanyak 91,15% dan untuk
permintaan ekspor bahkan lebih dari 91,51%.
Hasil simulasi dinamik untuk distribusi produk menunjukkan bahwa
jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik arang
tempurung sebanyak 989.842,90 kg pada periode tahun ke 12. Hal ini dipenuhi
dari 3 unit pengolahan arang tempurung. Jumlah produk yang didistribusikan
127
untuk memenuhi permintaan ekspor arang tempurung sebanyak 1.517.973,92 kg.
Hal ini dipenuhi dari 1 unit pengolahan arang tempurung. Jumlah produk yang
didistribusikan dari target capaian persentase permintaan domestik arang
tempurung sebanyak 90,58% dan untuk permintaan ekspor bahkan lebih dari
90,71%.
Distribusi Produk
128
Biaya ini adalah biaya yang ditanggung oleh 8 unit pengolahan minyak
kelapa, 36 unit pengolahan nata de coco, 14 unit pengolahan serat sabut dan 4
unit pengolahan arang tempurung. Perhitungan unit pengolahan didasarkan pada
asumsi kapasitas untuk usaha skala kecil.
129
agroindustri kelapa terpadu. Produk prospektif yang dipilih dapat bervariasi
sejalan dengan keinginan para pakar dengan melihat berbagai potensi pasar dan
keterkaitan dengan produk hilir yang lain. Namun, dari sisi kemudahan aplikasi
teknologi di masyarakat, produk-produk olahan primer ini cukup untuk
dikembangkan lebih lanjut dalam agroindustri kelapa terpadu.
Agroindustri kelapa terpadu tidak hanya milik pengusaha besar namun
dapat dimiliki oleh petani yang terhimpun dalam suatu wadah kelembagaan
maupun kemitraan yang meungkin saja tidak terlibat dalam manajemen
pengusahaan namun keterlibatan dalam pengusahaan bahan baku.
130
penyediaan bahan baku dari unit pengolahan ini. Hasil analisis sensitivitas ini
merupakan salah satu cara validasi untuk model yang dirancang. Kenaikan biaya
total rantai pasokan sebanyak 1% juga terjadi seiring dengan kenaikan rendemen
ini menunjukkan bahwa unit pengolahan minyak kelapa sangat besar pengaruhnya
dalam pengembangan agroindustri kelapa terpadu.
Faktor ketersediaan dan pasokan bahan baku secara kontinyu merupakan
faktor yang sangat dominan di dalam menentukan komoditas pertanian unggulan.
Dukungan pasokan bahan baku secara kontinyu ini dilakukan agar agroindustri
dapat bertahan hidup. Pengalaman menunjukkan banyak perusahaan agroindustri
yang tidak dapat bertahan karena kontinyuitas bahan baku yang tidak terjamin.
Faktor penyebaran lokasi komoditas kelapa menjadi suatu faktor penting.
Komoditas yang lebih terpusat akan memudahkan dalam hal pengumpulan bahan
baku sehingga akan menghemat ongkos transportasi, sedangkan komoditas yang
tersebar akan menyulitkan dalam pengumpulannya sehingga akan menyebabkan
biaya transportasisyang semakin besar. Tanaman kelapa di kabupaten Ciamis
meskipun lokasinya menyebar namun, sentra produksi lebih terfokus ke daerah
selatan (daerah-daerah pantai).
Pola pengadaan bahan baku untuk pabrik menunjukkan keterkaitan antara
usaha tani kecil dengan industri pengolahan kelapa. Pola umum pembelian atau
akumulasi bahan baku kelapa oleh pabrik dilakukan melalui pembelian langsung
ke petani dan melalui pedagang perantara. Jaminan pasokan bahan baku untuk
industri diperoleh dari petani dalam pola ikatan yang berbentuk hubungan
informal. Hubungan ini didasari rasa saling percaya antara kedua belah pihak.
Nilai uang panjar yang diberikan pihak pabrik tergantung pada kemampuan
petani, besarnya sekitar 50% dari nilai pasokan.
Bentuk lain pola ikatan yang dipakai oleh pihak pabrik terhadap petani
kelapa yaitu sistem kontrak. Perjanjian ini berlaku untuk masa beberapa tahun
atau beberapa kali jadwal panen. Ikatan kontrak ini juga umumnya tidak
dituangkan dalam bentuk surat perjanjian formal. Persaingan tidak sehat terjadi
karena adanya ikatan ke petani jauh sebelum panen dilakukan dengan modal yang
dimiliki oleh pedagang besar.
131
Konsep Penerapan Model
Usulan skenario untuk penerapan model meliputi beberapa hal terkait
dengan kondisi masyarakat di sentra penghasil kelapa. Usulan ini berupa konsep
perbaikan yang merupakan penerapan model yang dirancang. Hal ini diharapkan
sejalan dengan kondisi wilayah penghasil kelapa butiran.
Pemberdayaan petani/pekebun selaku pemasok utama bahan baku untuk
agroindustri kelapa terpadu di sentra-sentra penghasil kelapa merupakan hal yang
penting untuk dilakukan. Pemberdayaan merupakan suatu upaya dalam
membangun dan mengembangkan agroindustri kelapa terpadu. Hal ini didasari
suatu kondisi bahwa belum ada agroindustri kelapa yang benar-benar terpadu
yang diusahakan oleh petani/pekebun atau kelompokpetani/pekebun.
Pemberdayaan (empowerment) petani (kelompok tani) merupakan upaya
memfasilitasi petani untuk memanfaatkan potensi dan kreativitas sendiri dalam
upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Pemberdayaan ini
menjadi suatu instrumen inti yang dapat digunakan untuk pengembangan
masyarakat. Oleh sebab itu pemberdayaan petani atau kelompok tani tidak hanya
terbatas pada aspek teknik produksi atau pembudidayaan tanaman saja, namun
juga dalam peningkatan sumber daya manusia dan aspek usaha, baik usaha tani
maupun usaha agroindustri. Pemberdayaan petani kelapa bertujuan untuk:
1. mengembangkan kemampuan petani sehingga dapat mengakses permodalan,
teknologi, berbagai input agroindustri dan pemasaran hasil, termasuk
membuat rencana, memproduksi, mengelola, memasarkan serta melihat setiap
peluang yang ada,
2. memanfaatkan sumber daya secara efisien melalui pengembangan sistem
pertanian berkelanjutan dengan usaha pokok tanaman perkebunan,
3. meningkatkan diversifikasi sumber pendapatan sepanjang tahun,
4. menumbuhkembangkan kelembagaan ekonomi petani yang mampu mewakili
kepentingan petani sehingga dapat meningkatkan posisi tawar dan daya saing
hasil usaha tani, dan
5. meningkatkan daya saing hasil usaha tani dan olahannya
Keterlibatan petani dalam pengusahaan agroindustri kelapa terpadu dapat
berupa keterlibatan selaku pemasok maupun keterlibatan sebagai pemilik sebagian
132
andil dalam pengusahaan agroindustri kelapa terpadu. Keterlibatan seperti ini
lebih tepat agar manajemen agroindustri kelapa terpadu dapat dilakukan lebih
profesional.
Pemberdayaan petani agar model yang dirancang ini dapat diterapkan akan
menyentuh beberapa hal yang terkait dengan posisi petani selaku pemasok utama
bahan baku. Posisi dan peranan petani yang terutama adalah dalam penentuan
harga bahan baku. Petani diharapkan juga mampu melakukan bargaining position
dalam penentuan harga bahan baku, yang selama ini didominasi oleh pedagang
pengumpul. Harga bahan baku diharapkan lebih memadai agar petani dapat
mengembangkan usaha tani menjadi lebih produktif dan efisien sehingga mampu
menjamin kontinyuitas pasokan bahan baku. Petani/pekebun dituntut agar dapat
menghasilkan bahan baku yang memenuhi persyaratan mutu industri dan
konsumen sehingga produksi berkelanjutan.
Berbagai langkah strategis operasional dalam pemberdayaan petani selaku
pelaku dalam rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu adalah meliputi:
1. peningkatan produktivitas,
2. diversifikasi/integrasi secara horizontal dan vertikal,
3. penguatan kelembagaan,
4. kemitraan
Langkah strategis operasional tersebut sejalan dengan model yang dirancang.
Upaya untuk minimisasi biaya total rantai pasokan erat kaitannya dengan
pemasokan bahan baku berupa kelapa butiran yang dilakukan oleh petani/pekebun
selaku pemasok utama. Petani/pekebun jangan hanya memasok ke pedagang
pengumpul namun harus berperan langsung dalam agroindustri kelapa terpadu.
Peningkatan produktivitas yang seharusnya dilakukan oleh petani
dimaksudkan agar dapat menjamin kontinyuitas sejalan dengan kebutuhan bahan
baku yang juga meningkat sebagai dampak produksi berbagai produk olehan
kelapa yang semakin diminati pasar. Diversifikasi/integrasi secara horizontal
berupa keberlangsungan jaringan pasokan dari bahan baku hingga menjadi produk
olahan primer dan produk olahan turunan lain yang lebih hilir.
Diversifikasi/integrasi secara vertikal berupa jaringan keterkaitan pemasokan
bahan baku untuk produk-produk primer olahan kelapa. Penguatan kelembagaan
133
berupa kelembagaan petani selaku pemasok ataupun petani selaku pemilik usaha
agroindustri baik dalam bentuk koperasi ataupun bentuk-bentuk yang lain. Jalinan
kemitraan sebagai salah satu langkah strategis operasional dalam implementasi
model dimaksudkan berupa jalinan kemitraan dengan lembaga yang lain selaku
pemodal ataupun kemitraan dengan industri sejenis milik swasta dan industri lain
selaku pasar/pembeli hasil usaha atau hasil produksi.
Petani sudah selayaknya memperoleh beberapa hal yang terkait informasi
pasar untuk produk yang dihasilkan. Informasi pasar merupakan salah satu
kebutuhan penting petani maupun agroindustri pengolah kelapa. Jenis informasi
pasar yang dibutuhkan dapat mencakup :
1. Waktu pemasaran yang tepat agar memperoleh harga yang tepat
2. Jumlah yang tepat sesuai kebutuhan permintaan/pasar
3. Kualitas sesuai permintaan pasar/konsumen
Pengembangan berbagai unit pengolahan dalam bentuk agroindustri
kelapa terpadu untuk Kabupaten Ciamis dapat berupa unit-unit pengolahan dalam
lingkup lokasi yang berdekatan namun masih terkoordinasi karena adanya
keterkaitan pasokan bahan baku dan jaringan pemasaran produk. Hal ini
mengingat bahan baku dari unit-unit pengolahan yang diusahakan berupa kelapa
butiran dengan keseluruhan bagian dari komponen-komponennya yang dapat
dimanfaatkan berdasarkan konsep zero waste.
134