Anda di halaman 1dari 83

POTENSI BAHAN BAKU AGROINDUSTRI KELAPA TERPADU

Potensi Ketersediaan Bahan Baku


Hasil penelusuran pustaka menunjukkan bahwa ada beberapa faktor
penunjang untuk mendorong pengembangan agroindustri kelapa terpadu yaitu
potensi ketersediaan bahan baku. Perkebunan kelapa yang tersebar di sebagian
daerah biasanya terkonsentrasi di lahan perkebunan rakyat. Kondisi demikian
sangat membantu mengurangi biaya transportasi pengumpulan bahan baku dari
kebun-kebun petani ke lokasi pabrik pengolahan. Dalam jangka panjang, faktor
pendukung lainnya adalah masih tersedia lahan untuk ekstensifikasi perkebunan
dalam rangka menjaga kontinuitas ketersediaan bahan baku. Faktor-faktor
penunjang seperti ini merupakan salah satu keunggulan komparatif agroindustri
kelapa terpadu yang ditemukan di wilayah luar Pulau Jawa. Namun, hal ini sulit
ditemukan di Pulau Jawa meskipun agroindustri kelapa yang ada sudah cukup
jauh berkembang namun dihadapkan pada risiko ketidakpastian ketersediaan
bahan baku untuk jangka panjang.
Luas areal tanaman kelapa Indonesia terluas di dunia menurut Asia Pasific
Coconut Community (APCC) pada tahun 2007 yaitu 3,86 juta ha dengan total
produksi yang terbesar yaitu 15,20 milyar butir kelapa per tahun. Produksi
masing-masing negara APCC ditunjukkan dalam tabel-tabel di bawah ini. Data
menunjukkan bahwa mulai tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, Indonesia
merupakan wilayah terluas dan penghasil butir buah kelapa paling banyak.
Namun, dari sisi produksi terdapat penurunan hasil yang cukup berarti dari 16,492
milyar butir pada tahun 2005 menjadi 14,984 milyar butir pada tahun 2006 seiring
dengan berkurangnya luas areal produksi. Meskipun demikian dari sisi
produktivitas buah kelapa menunjukkan bahwa Indonesia lebih unggul
dibandingkan dengan negara penghasil kelapa yang lain (APCC, 2007).
Tabel 8 Luas areal Produksi Kelapa di Dunia (dalam 1000 Ha)
Negara Tahun
2002 2003 2004 2005 2006
A. Negara Anggota APCC 10.678 10.682 10.652 10.691 10.482
F.S. MiKronesia 17 17 17 17 17
Fiji 65 60 61 60 60
India 1.892 1.919 1.899 1.935 1.935
Indonesia 3.885 3.911 3.870 3.894 3.818
Kiribati 25 25 25 25 25
Malaysia 159 131 131 130 115
Kepulauan Marshall 8 8 8 8 8
Papua New Guinea 260 260 260 260 260
Philippina 3.182 3.217 3.259 3.243 3.243
Samoa 96 93 96 93 93
Kepulauan Solomon 59 59 59 59 59
Sri Lanka 442 422 395 395 395
Thailand 327 328 343 344 226
Vanuatu 96 96 96 96 96
Vietnam 165 136 133 132 133
B. Negara-negara lain 1.444 1.441 1.468 1.477 1.312
Afrika 650 636 649 649 627
Amerika 629 631 649 657 512
Asia 105 120 117 118 120
Pacific 60 54 53 53 53
Total 12.122 12.123 12.120 12.167 11.794
Sumber : APCC (2007)

Tabel 9 Produksi Kelapa di Dunia (dalam 1000 Butir)


Negara Tahun
2002 2003 2004 2005 2006
A. Negara Anggota 48.674.350 48.819.700 47.663.159 49.620.300 47.050.311
APCC
F.S. Micronesia 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000
Fiji 79.000 52.000 55.000 150.000 150.000
India 12.882.000 12.160.000 11.989.000 12.832.900 12.832.900
Indonesia 15.492.000 16.146.000 16.657.000 16.492.000 14.984.000
Kiribati 96.000 96.000 129.000 129.000 129.000
Malaysia 477.000 400.000 430.475 391.000 402.000
Kepulauan 17.800 41.200 25.500 25.500 20.907
Marshall
Papua New 553.000 553.000 812.500 812.500 812.500
Guinea
Philippina 14.068.000 14.294.000 12.459.000 14.056.000 12.600.000
Samoa 195.000 180.000 190.000 180.000 180.000
Kepulauan 112.000 110.000 105.000 115.000 100.000
Solomon
Sri Lanka 2.393.000 2.562.000 2.591.000 2.215.000 2.784.000
Lanjutan…….

53
Lanjutan Tabel 9
Negara Tahun
2002 2003 2004 2005 2006
Thailand 1.134.000 1.146.000 1.199.000 1.204.000 1.248.000
Vanuatu 346.000 346.000 300.000 300.000 86.004
Vietnam 789.550 693.500 680.684 677.400 681.000
B. Negara-negara 9.430.288 9.607.127 9.939.990 9.949.303 8.519.610
lain
Asia 910.644 1.009.685 1.045.412 973.071 1.026.228
Pasifik 371.606 369.250 368.625 368.937 371.411
Afrika 2.170.450 2.187.075 2.200.700 2.200.700 2.232.610
Amerika 5.977.589 6.041.117 6.325.253 6.406.595 4.889.361
Total 58.104.638 58.426.827 57.603.149 59.569.603 55.569.921
Sumber : APCC (2007)

Tabel 10 Produksi Kelapa Ekuivalen Kopra Dunia (dalam 1000 ton)


Negara Tahun
2002 2003 2004 2005 2006
A. Anggota APCC 8.631.331 9.559.948 9.442.138 9.924.060 8.966.148
F.S. Micronesia 6.500 8.000 8.000 8.000 6.500
Fiji 27.228 14.672 14.672 30.000 25.000
India 1.830.000 2.432.000 2.397.800 2.566.580 1.833.000
Indonesia 3.196.499 3.229.200 3.331.400 3.298.400 3.186.715
Kiribati 19,200 19.200 25.800 25.800 26.004
Malaysia 119.250 80.000 86.095 78.200 80.000
Kepulauan
Marshall 3.086 7.264 7.264 5.100 4.646
Papua New
Guinea 136.000 110.600 162.500 162.500 162.600
Philippina 2.308.000 2.631.000 2.377.000 2.811.200 2.474.000
Samoa 55.000 54.000 55.000 36.000 36.000
Kepulauan
Solomon 24.000 24.512 22.470 23.000 21.000
Sri Lanka 340.916 512.400 518.200 443.000 525.383
Thailand 340.000 229.200 239.800 240.800 374.000
Vanuatu 48.000 69.200 60.000 60.000 60.000
Vietnam 177.652 138.700 136.137 135.480 151.300
B. Negara-negara
lain 1.714.853 1.886.058 1.998.684 1.988.854 1.703.038
Asia 182.129 201.937 212.670 194.614 205.246
Pasifik 74.321 73.850 73.725 73.787 74.282
Afrika 434.090 437.415 439.140 439.140 445.647
Amerika 1.195.518 1.208.223 1.273.148 1.281.313 977.864
Total 10.346.184 11.446.006 11.440.822 11.912.914 10.669.186
Sumber : APCC (2007)

54
Luas areal produksi dan jumlah hasil produksi masing-masing wilayah di
Indonesia dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini. Pulau Sumatera merupakan
pulau dengan areal terluas dan produksi terbesar, dan wilayah penghasil kelapa
terbesar di Indonesia adalah Propinsi Riau sebanyak 498.219.000 ton dari areal
seluas 547.479 Ha. Namun, dari sisi produktivitas hasil per hektar, wilayah
Daerah Istimewa Jogyakarta justru menempati peringkat paling atas dengan total
areal produksi seluas 44.285 Ha dengan hasil 51.569.000 ton (APCC, 2007).

Tabel 11. Luas Areal dan Jumlah Produksi Kelapa di Indonesia Tahun 2006
Propinsi Luas Areal (hektar) Produksi (1000 ton)
Sumatera 1.270.571 1.079.657
Aceh 112.171 68.385
Sumatra Utara 130.382 100.697
Sumatra Barat 91.003 80,589
Riau 547,479 498,219
Kepulauan Riau 40,042 39,892
Jambi 121,624 129,229
Sumatra Selatan 61,021 30,119
Bangka Belitung 9,870 3,750
Lampung 148,383 122,904
Bengkulu 8,596 5,873
Jawa 866,698 701,866
Jawa Barat 190,631 165,117
Banten 97,258 57,674
Jawa Tengah 244,357 186,432
Jawa Timur 290,167 241,074
D.I. Jogyakarta 44,285 51,569
Bali 70,763 69,799
Kalimantan 288,053 215,308
Kalimantan Barat 111,756 75,126
Kalimantan Selatan 52,444 33,680
Kalimantan Tengah 78,038 75,278
Kalimantan Timur 45,815 31,224
Sulawesi 750,997 694,601
Sulawesi Utara 268,696 250,934
Gorontalo 61,844 57,306
Sulawesi Tengah 173,789 180,791
Sulawesi Selatan 123,552 101,431
Lanjutan

55
Lanjutan Tabel 11
Propinsi Luas Areal (hektar) Produksi (1000 ton)
Sulawesi Tenggara 53,803 29,011
Sulawesi Barat 69,313 75,128

Nusa Tenggara 227,748 110,360


Nusa Tenggara Barat 65,010 47,373
Nusa Tenggara Timur 162,738 62,987
Maluku + Papua 342,878 315,124
Maluku 90,649 70,525
Maluku Utara 209,870 226,567
Papua 31,466 12,588
Irian Jaya Barat 10,893 5,444
TOTAL 3,817,708 3,186,715
Sumber : APCC (2007)
Data dari Direktorat Jenderal Tanaman Perkebunan Departemen Pertanian
pada 2007 menyebutkan areal kelapa di Riau mencapai 627.978 hektar (16,27%)
dengan total produksi 2,7 juta butir kelapa/tahun. Berikutnya urutan ke-2 dan ke-3
ditempati Jawa Timur (288.481 hektar) dan Sulawesi Utara (268.737 hektar).
Propinsi Bangka Belitung menempati urutan terakhir (10.287 hektar).
Data terbaru dari Statistik Perkebunan Indonesia menunjukkan berbagai
luas areal dan produksi kelapa Indonesia yang dirinci berdasarkan jenis
pengelolaan perkebunan, seperti tampak pada tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12. Luas Areal dan Produksi Kelapa Indonesia Berdasarkan Jenis
Perkebunan tahun 2005 – 2008.
Luas areal (ha) Produksi (ton)
Tahun
PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah
2004 3.723.879 4.883 68.242 3.797.004 3.000.839 4.489 49.183 3.054.511
2005 3.737.838 6.127 61.649 3.803.614 3.052.461 3.659 40.724 3.096.844
2006 3.720.490 5.668 62.734 3.788.892 3.061.408 2.897 66.853 3.131.158
2007 3.720.533 5.507 61.948 3.787.989 3.122.995 2.935 67.337 3.193.266
2008 3.728.598 5.507 64.232 3.798.338 3.176.744 2.950 67.486 3.247.180
Keterangan :
PR : Perkebunan Rakyat
PBN : Perkebunan Besar Negara
PBS : Perkebunan Besar Swasta
Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia (2009)

Kontinyuitas ketersediaan bahan baku merupakan salah satu hal yang


pantas untuk dicermati. Kontinyuitas ketersediaan bahan baku ini terkait erat

56
dengan produktivitas tanaman kelapa dan kemudahan untuk memperoleh pasokan
dari wilayah lain. Produktivitas tanaman kelapa merupakan hal yang pantas untuk
dicermati dalam sistem rantai pasokan bahan baku untuk agroindustri kelapa
terpadu. Buah kelapa di tanah air meskipun memiliki jumlah pohon melimpah
namun sebagian besar sudah tua, berumur di atas 40 tahun. Hal ini menyebabkan
rendahnya produktivitas. Kisaran produktivitas kelapa hanya sekitar 1 ton/hektar.
Peremajaan tanaman kelapa berjalan lambat meskipun sudah ada varietas unggul
seperti mapanget dengan kemampuan produksi 3,5 ton/ha.

57
IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF
UNTUK AGROINDUSTRI KELAPA TERPADU

Identifikasi Produk Prospektif

Produk yang dianggap memiliki prospek ini dibatasi pada produk-produk


pada tingkatan produk primer karena faktor kemudahan aplikasi teknologi di
sentra penghasil kelapa, keterkaitan dengan industri hilir, daya saing di pasar
domestik maupun pasar ekspor serta prospek pasar. Faktor-faktor tersebut menjadi
dasar penentuan kriteria untuk memilih produk-produk primer olahan dari kelapa
yang meliputi produk di bawah ini :

1. Kopra 8. Arang tempurung kelapa


2. Minyak kelapa 9. Karbon aktif
3. Santan kelapa 10. Asap cair
4. Kelapa parut kering 11. nata de coco
5. Serat sabut kelapa 12. syrup air kelapa
6. Serbuk sabut kelapa 13. kecap air kelapa
7. Gabus sabut kelapa 14. minuman isotonik

Produk-produk tersebut dipilih berdasarkan potensi pengembangan yang


diusahakan dalam suatu agroindustri kelapa terpadu. Berdasarkan tinjauan
beberapa pustaka, produk-produk primer tersebut relatif mudah diusahakan di
tingkat petani di sentra industri yakni dilihat dari beberapa aspek yang terkait
dengan aspek sumberdaya manusia, bahan baku, metode proses produksi,
peralatan dan teknologi, dan aspek pemodalan. Hal ini agar sejalan dengan upaya
untuk meningkatkan pendapatan petani/pekebun ataupun petani pengolah.
Masing-masing aspek di atas tidak dinilai kembali karena sudah ada pustaka-
pustaka yang mendasari penilaian ini. Aspek tersebut merupakan aspek-aspek
utama yang hendaknya harus diperhatikan terutama dalam pendirian suatu
industri. Fokus pemilihan produk prospektif dilakukan berdasarkan bobot kriteria
faktor di atas.

58
Berdasarkan data hasil perunutan data nilai ekspor hasil olahan kelapa
menunjukkan bahwa terdapat beberapa produk yang memiliki potensi ekspor. Hal
ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini.

500,000,000
400,000,000
Nilai Ekspor (US$)

300,000,000
200,000,000

100,000,000
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007)* 2008)* 2009)*

Tahun

Kopra Bungkil Kopra Miny ak Kelapa Kelapa Parut Kering


Santan Kelapa Cair Serat Sabut kelapa Arang tempurung Karbon Aktif

Gambar 10. Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Olahan Primer


Gambar tersebut menunjukkan bahwa minyak kelapa secara rata-rata
menunjukkan potensi ekspor yang paling tinggi adalah minyak kelapa. Komoditi
di atas dapat digambarkan sebagai komoditas yang dapat berpotensi di masa yang
akan datang. Data perkembangan nilai ekspor ini dapat dilihat pada lampiran.

Penentuan Kriteria Produk Prospektif

Perancangan model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu harus


memperhatikan beberapa kriteria yang berpengaruh dalam pemilihan produk
prospektif untuk model rancangan. Produk-produk prospektif ini dipilih
berdasarkan produk-produk yang sudah ditetapkan di atas. Adapun pemilihan
produk prospektif dari produk di atas didasarkan pada beberapa kriteria yaitu :
1. Daya saing produk
2. Prospek pasar produk
3. Keterkaitan dengan industri hilir,
4. Kemudahan aplikasi teknologi

59
Penilaian pemilihan produk berdasarkan kriteria di atas dilakukan melalui urutan
pemilihan prioritas berdasarkan pembobotan dari masing-masing faktor.
Penilaian terhadap bobot masing-masing faktor akan ditabulasi sebagai dasar
perhitungan untuk menentukan alternatif pilihan produk prospektif.
Perhitungan alternatif pilihan masing-masing produk berdasarkan kriteria
yang ada dilakukan dengan menggunakan teknik berdasarkan kriteria bayes
Penilaian alternatif ini dihitung berdasarkan bobot masing-masing kriteria.
Kriteria-kriteria ini dianggap memiliki peluang bobot yang sama sehingga
pemberian peringkat dalam perhitungan menjadi suatu hal yang penting.
Penilaian peringkat alternatif berdasarkan kriteria daya saing dilakukan
dengan melihat nilai tambah produk, sumber pasokan bahan baku dan substitusi
dengan produk lain. Penilaian kriteria berdasarkan prospek pasar produk
dilakukan dengan melihat pada potensi pasar produk di pasar domestik maupun
pasar ekspor, sedangkan penilaian kriteria berdasarkan keterkaitan dengan industri
hilir dilakukan dengan melihat penggunaan produk untuk industri-industri yang
lebih hilir seperti industri farmasi, kosmetika, dan industri pangan bahkan industri
bio energi. Kriteria kemudahan aplikasi teknologi dilakukan dengan merunut
tingkat penggunaan teknologi tersebut dalam menghasilkan produk dan
penggunaan peralatan/mesin yang membutuhkan keahlian khusus dalam
penerapan.
Kriteria-kriteria di atas diberi bobot peluang yang sama dalam
penggunaannya untuk memilih alternatif. Bobot peluang dari masing-masing
kriteria di atas yaitu sebesar 0,25. Bobot ini didasarkan pada penentuan bobot
dengan kriteria Bayes dengan asumsi bahwa masing-masing kriteria ini memiliki
peluang yang sama. Bobot masing-masing kriteria ini selanjutnya digunakan
sebagai dasar dalam pemilihan alternatif. Hasil penilaian kriteria dan pemilihan
alternatif ini dapat dilihat pada tabel 13 di bawah.

60
Tabel 13 Hasil Pemilihan Produk Prospektif Olahan Kelapa
No Produk Olahan Kriteria Nilai alternatif Hasil Peringkat
Primer Daya Prospek keterkaitan Kemudahan Produk Perhitungan Pilihan
saing pasar dengan aplikasi
industri hilir teknologi
0.25)* 0.25)* 0.25)* 0.25)*
1 Kopra 9 7 9 3 7 7 5
2 Minyak kelapa 2 3.5 1 4 3 2.625 1
3 Kelapa parut kering 10 5 10 10 9 8.75 10
4 Santan kelapa 11 5 11 9 9 9 11
5 Nata de coco 3 5 2 8 5 4.5 2
6 Kecap 14 12.5 12 5 11 10.875 13
7 Syrup air kelapa 14 13.5 13 6 12 11.625 14
8 Minuman isotonik 12 10 14 16 13 13 16
9 Serat sabut 1 4.5 6 13 6 6.125 3
10 Serbuk/debu sabut 7 8 8 12 9 8.75 9
11 Gabus sabut 8 8 7 11 9 8.5 8
12 Arang 6 12 3 7 7 7 4
13 Karbon Aktif 4 7.5 4 14 7 7.375 6
14 Asap cair 5 7.5 5 15 8 8.125 7
15 Gula Kelapa 14 11 15 1 10 10.25 12
16 Industri kerajinan 16 16 16 2 13 12.5 15
Sumber data : olahan primer

61
Hasil penentuan produk prospektif dari kriteria yang ada menunjukkan ada
sejumlah produk olahan primer yang layak dijadikan sebagai komoditas olahan
untuk agroindustri kelapa terpadu. Batasan untuk model ini adalah komoditas
untuk agroindustri kelapa terpadu berupa produk olahan primer.
Hasil pemilihan menunjukkan bahwa dari 16 produk olahan primer
berdasarkan produk prospektif terpilih 4 buah produk prospektif pilihan yaitu
minyak kelapa, nata de coco, serat sabut dan arang tempurung. Hasil ini sejalan
dengan perunutan data nilai ekspor produk olahan hasil kelapa seperti nampak
pada grafik di atas. Nilai ekspor yang cukup besar ditunjukkan oleh minyak
kelapa meskipun dari sisi persaingan harus bersaing dengan produk minyak dari
sumber bahan lain seperti minyak sawit. Namun, minyak kelapa Indonesia masih
tetap unggul dan memiliki pasar di luar negeri karena sekarang lebih mengarah
kepada produk ekspor berupa minyak sehat yang diproses dengan cara basah .

62
DESKRIPSI PROSES PRODUKSI

Deskripsi Proses Produksi Minyak Kelapa

Bahan baku yang digunakan dalam unit pengolahan minyak kelapa dapat
berupa daging buah kelapa basah maupun yang sudah kering atau dikenal dengan
nama kopra. Daging buah kelapa ini diperoleh dari buah kelapa butiran hasil dari
beberapa varietas unggul yaitu kelapa dalam atau kelapa hibrida. Penggunaan
daging kelapa segar sebagai bahan baku akan menghasilkan perbedaan pada
proses produksi dari perusahaan dengan skala mikro (rumah tangga) dan
perusahaan kecil yang menggunakan peralatan yang lebih modern. Pada usaha
skala mikro proses ekstraksi dilakukan pada santan, sedangkan perusahaan dengan
pabrik skala kecil proses ekstraksi minyak dilakukan pada hasil penggilingan
kelapa. Kapasitas produksi minyak kelapa untuk skala menengah berkisar antara
600 kg minyak kelapa setiap produksi membutuhkan sekitar 2 ton daging kelapa
segar.
Pengolahan minyak kelapa dengan menggunakan bahan baku daging buah
kelapa segar merupakan cara yang sering digunakan petani kelapa. Secara umum
urutan proses produksi minyak kelapa sebetulnya hampir sama, meskipun
dikerjakan secara tradisional ataupun dengan teknik yang lebih modern baik oleh
industri kecil maupun industri skala menengah atau besar. Inti dari proses
produksi tersebut adalah memisahkan minyak kelapa dari buah kelapa. Minyak
kelapa dapat dipisahkan (diekstrak) langsung dari daging kelapa segar disebut
sebagai cara basah, atau diekstrak dari daging kelapa yang terlebih dulu
dikeringkan (kopra) yang disebut cara kering. Kandungan minyak pada daging
buah kelapa tua diperkirakan mencapai 30%-35%.
Ada peralatan utama yang digunakan dalam unit pengolahan minyak
kelapa yaitu peralatan penggiling untuk menggiling atau memarut daging kelapa
segar, peralatan pemeras untuk mengepress bungkil kelapa yang masih
mengandung minyak dan peralatan penggerak untuk menggerakkan mesin
pengepress. Tungku dan alat penggorengan (wajan) juga diperlukan dalam proses
produksi ini. Tungku ini berguna untuk melakukan penggorengan dalam rangka
memisahkan air dan minyak kelapa dari daging kelapa yang sudah digiling halus.
Proses ekstraksi minyak kelapa dapat dijelaskan dengan langkah-langkah
berikut: pertama, daging kelapa segar dicuci bersih dan kemudian digiling atau
diparut dengan penggilingan atau parutan. Potongan daging kelapa tersebut
selanjutnya digiling, dan dimasukkan dalam wajan penggorengan yang telah berisi
minyak goreng panas pada suhu 110oC -120oC selama 15-40 menit. Proses ini
tergantung dari suhu dan rasio daging kelapa giling dan minyak kelapa yang
digunakan untuk menggoreng. Hal yang harus diperhatikan selama proses
penggorengan, wajan jangan diisi terlalu penuh karena daging kelapa giling yang
digoreng cepat menguap dan menghasilkan minyak sehinga jika terlalu penuh
akan bisa tumpah. Peningkatan suhu dalam wajan akan menghasilkan uap air dari
penggorengan daging kelapa giling. Uap ini sudah tidak berarti lagi apabila
penggorengan sudah selesai dan daging kelapa giling berubah warnan dari warna
kekuning-kuningan menjadi kecoklatan.
Upaya untuk mempercepat pemisahan butiran kelapa panas dengan unsur
minyak dapat dilakukan dengan cara mengaduk dengan menggunakan sendok
panjang. Butiran yang sudah berpisah dari minyak kemudian dikeluarkan dari
wajan dengan menggunakan penyaring dan minyak hasil penggorengan
ditampung. Diagram alir proses produksi minyak kelapa ini dapat ditunjukkan
melalui diagram di bawah ini.

64
Buah kelapa

Pengupasan Sabut
kelapa

Kelapa butiran

Pembelahan Air
kelapa

Pemisahan daging Tempurung


dari tempurung

Daging kelapa

Pemarutan

Pemanasan Galendo

Pengendapan Sisa-sisa
galendo

Minyak
kelapa

Gambar 11 Diagram Alir Proses Produksi Minyak Kelapa

65
Penggunaan daging kelapa segar sebagai bahan baku akan menghasilkan
perbedaan pada proses produksi dari perusahaan dengan skala mikro (rumah
tangga) dan perusahaan kecil yang menggunakan peralatan yang lebih modern.
Pada usaha skala mikro proses ekstraksi dapat juga dilakukan pada santan,
sedangkan perusahaan dengan pabrik skala kecil proses ekstraksi minyak
dilakukan pada hasil penggilingan kelapa.

Proses Produksi Nata de Coco

Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi nata de coco ini
berupa bahan baku air kelapa. . Bahan baku yang diperoleh masih dalam kondisi
kotor terdapat bahan ikutan seperti serpihan sabut, daging buah kelapa dan
tempurung kelapa bahkan sisa parutan daging kelapa. Hal yang dilakukan dalam
proses produksi yaitu berupa penyaringan. Proses ini dengan tujuan untuk
membersihkan air kelapa dari semua bahan pengotor dan kontaminan fisik.
Penyaringan dilakukan dengan menggunakan penyaring kawat.
Air kelapa bersih hasil penyaringan dimasukkan ke dalam wadah yang
besar untuk direbus. Proses perebusan menggunakan energi bahan bakar melalui
kompor pompa. Perebusan ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme dan
kontaminan bilogis yang terdapat di dalam air kelapa. Perebusan dilakukan selama
lebih kurang 20 – 30 menit hingga air kelapa benar-benar mendidih. Jika bahan
kurang mendidih akan sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri pada saat
pemeraman.
Saat proses perebusan, bahan tambahan yang terdiri dari gula pasir, ZA
dan asam asetat / cuka dimasukkan, kira-kira ketika bahan mencapai suhu ± 80 oC.
Selama proses perebusan, bahan harus diaduk. Pengadukan ini bertujuan agar
bumbu yang dimasukkan merata. Saat perebusan, sisa-sisa kotoran yang masih
terdapat dalam bahan akan mengapung dan dapat diambil dengan mudah.
Larutan starter hasil perebusan selanjutnya dituangkan kedalam loyang /
baki plastik yang telah steril. Penuangan ini dilakukan ketika larutan masih dalam
keadaan panas atau hangat dengan menggunakan bantuan gayung. Setiap loyang
diisi satu gayung larutan bahan atau sekitar ± 1,25 liter. Setelah diisi, loyang

66
segera ditutup menggunakan kertas koran dan diikat dengan karet. Hal ini
bertujuan untuk menghindari masuknya kontaminan.
Loyang-loyang yang telah berisi larutan bahan dan ditutup kertas koran
kemudian disimpan di ruang fermentasi / pemeraman untuk mendinginkan
larutan. Penyimpanan loyang dilakukan dengan menyusun loyang-loyang dengan
rapi. Jumlah tumpukan loyang maksimum 15 loyang. Pendinginan ini dilakukan
selama ± 7 – 10 jam hingga larutan benar-benar dingin. Pendinginan yang tidak
sempurna akan mengganggu keberhasilan proses selanjutnya.
Larutan bahan yang telah dingin kemudian ditambah starter sebagai bibit
awal pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini yang nantinya akan
menggumpalkan bahan / air kelapa sehingga membentuk nata. Jumlah starter yang
ditambahkan pada setiap loyang ± 125 ml. Kertas penutup kembali direkatkan
agar pertumbuhan bakteri berjalan optimal tanpa gangguan dari kontaminan.
Loyang-loyang larutan bahan yang telah ditambahkan starter kembali disimpan &
disusun rapi di ruang fermentasi / pemeraman. Proses fermentasi berlangsung
selama lebih kurang 7 hari.
Larutan bahan yang telah mengalami fermentasi selama 7 hari akan
menjadi gumpalan putih yang siap dipanen yang dinamakan nata de coco.
Pemanenan dilakukan pada hari yang sama dengan saat dimulainya fermentasi.
Jika bahan baku dan proses bagus maka nata de coco yang berbentuk lembaran
umumnya memiliki ketebalan 1,1 – 1,2 cm dengan berat sekitar 1 – 1,2 kg per
lembar. Selain lembaran nata de coco juga terdapat sisa cairan bahan yang tidak
membentuk nata. Cairan ini berbau asam. Lembaran nata de coco yang sudah
dipanen memiliki lapisan tipis di bagian bawahnya. Lapisan ini merupakan
endapan dari campuran bahan. Lapisan ini tidak dikonsumsi sehingga harus
dipisahkan.
Pembersihan yang sudah dilakukan pada lembaran nata tersebut selnjutnya
dilakukan pencucian dan perendaman. Pencucian dilakukan sebanyak 2 - 3 kali
dalam drum plastik besar. Pencucian dan perendaman ini bertujuan untuk
mengurangi kandungan asam pada nata. Selain itu juga perendaman bertujuan
untuk mempertahankan kandungan air pada nata selama proses distribusi ke

67
konsumen. Diagram alir proses produksi nata de coco ini dapat dilihat pada
gambar 12.

Gambar 12. Diagram Alir Pembuatan Nata de Coco

68
Produk yang dihasilkan oleh petani nata de coco berupa lembaran nata de
coco mentah. Lembaran nata de coco dijual dengan harga Rp 1.100,00 per kg.
Penjualan dilakukan secara langsung tanpa perantara dengan pembayaran tunai.
Penjualan nata de coco dilakukan setiap satu kali dalam satu minggu berdasarkan
jadwal yang telah ditetapkan oleh pabrik pembeli nata tersebut yang selanjutnya
diproses menjadi minuman nata de coco atau produk-produk lain.

Proses Produksi Serat Sabut Kelapa

Bagian kulit buah kelapa merupakan bagian dengan persentase terbesar


dari buah kelapa. Bagian ini berkisar 35% dari total bobot kelapa. Serat sabut
kelapa atau coco fiber merupakan produk yang berasal dari proses pemisahan
serat dari bagian kulit buah kelapa (epicarp dan mesocarp). Bahan baku berupa
sabut kelapa ini diperoleh dari bahan sisa pembuatan minyak kelapa dan kopra.
Bahan baku ini juga diperoleh dari pasar-pasar yang merupakan hasil samping
konsumsi rumah tangga. Bahan baku ini akan mudah diperoleh di daerah-daerah
sentra penghasil kelapa di berbagai wilayah di Indonesia. Bahan baku ini sangat
kamba sehingga membutuhkan tempat yang cukup luas untuk penampungan
bahan baku dan juga dalam pengangkutan.
Bahan baku kulit buah kelapa bersifat kamba, sehingga untuk efisiensi
biaya transportasi serta kemudahan dalam pengadaan bahan baku, maka lokasi
usaha ditetapkan dekat atau pada daerah sentra produksi kelapa. Lokasi usaha
seyogyanya juga tidak pada lokasi pemukiman, karena hasil samping pengolahan
berupa bagian gabus (coco peat) dapat mengganggu lingkungan. Usaha ini
memerlukan area yang cukup luas untuk penampungan bahan baku, penjemuran,
dan penampungan hasil samping karena karakteristik bahan baku dan hasil
samping yang kamba.
Proses produksi serat sabut kelapa dilakukan teknologi dengan
menggunakan teknologi yang cukup aplikatif. Peralatan yang diperlukan berupa
peralatan pengurai dan pemisah serta dari sabut kelapa. Peraltan tambahan yang
diperlukan berupa peraltan pengepres serat sabut kelapa. Proses produksi ini
dapat ditunjukkan melalui diagram alir proses produksi pada gambar 13 di bawah
ini.

69
Sabut kelapa

Pemotongan sabut Potongan ujung sabut


Air

Perendaman
3 hari

Bagian Gabus yang


Penirisan membusuk

Pelunakan Butiran Gabus

Penguraian

Pemisahan serat Butiran Gabus

Sisa-sisa Butiran
Sortasi melalui pengayakan
Gabus

Sisa-sisa Butiran
Pembersihan Gabus

Pengeringan dengan penjemuran

Pengepresan dan Pengepakan

Serat Sabut

Gambar 13 Diagram Alir Proses Produksi Serat Sabut Kelapa

70
Tahapan pemotongan bagian ujung sabut kelapa merupakan bagian
persiapan awal dalam proses produksi serat sabut kelapa. Pemotongan sabut
kelapa dilakukan secara membujur dan bagian yang keras di bagian ujung
dipotong. Sabut yang sudah dipotong di bagian ujung tersebut selanjutnya
direndam selam 3 hari untuk mempermudah pemisahan bagian serat dengan
gabus. Penirisan selanjutnya dilkaukan untuk mempermudah penguraian sabut.
Pelunakan dilakukan dengan memukul-mukul bagian sabut yang sudah
ditiriskan dengan pemukul sehingga serta menjadi lebih terurai. Hasil samping
berupa butiran gabus sudah dapat diperoleh pada tahapan ini. Penguraian serat
yang merupakan tahapan pemisahan serat dilakukan dengan menggunakan
peralatan pengurai untuk memisahkan bagian serat dengan gabus. Pemisahan
dilakukan agar dapat diperoleh hasil yang sesuai dengan standar pasar. Tahapan
penguraian ini juga menghasilkan hasil samping berupa butiran gabus.
Sortasi dengan pengayakan dilakukan untuk memisahkan bagian serat
yang halus dengan yang kasar. Peralatan yang digunakan berupa peralatan
pengayak dan butiran-butiran gabus masih dapat diperoleh pada tahapan ini.
Pembersihan selanjutnya dilakukan untuk memisahkan bagian gabus yang
kemungkinan masih menempel pada serat yang dihasilkan. Tahapan proses
selanjutnya berupa pengeringan dengan penjemuran seperti yang dilakukan oleh
beberapa usaha kecil dan menggunakan mesin pengering bagi usaha skala
menengah. Tahapan terakhir berupa pengepresan dan pengepakan terhadap serta
sabut yang diperoleh untuk mempermudah dalam pendistribusian produk kepada
konsumen dan juga penyimpanan produk di gudang penyimpanan. Pengepakan
dilakukan dengan cara manual dengan bobot setiap bal berkisar 40 kg ataupun
dengan menggunakan mesin pengepak otomatis dengan bobot setiap bal berkisar
100 kg. Butiran gabus yang dihasilkan sebagai hasil samping ditampung secara
tersendiri dan didistribusikan secara terpisah juga. Kapasitas produksi maksimum
serat sabut rata-rata berkisar 400-600 kg serat per hari.

71
Proses Produksi Arang

Proses produksi arang tempurung ini menggunakan bahan baku berupa


tempurung kelapa yang dapat diperoleh dari pengolah kopra, pengolah minyak
kelapa dan juga dari pasar-pasar tradisional sebagai bahan sisa. Bahan baku ini
mudah diperoleh seperti halnya bahan baku sabut kelapa. Beberapa pasar
tradisional membiarkan tumpukan tempurung ini, oleh sebab itu upaya untuk
memperoleh bahan baku cukup mudah dilakukan.
Proses produksi arang tempurung dilakukan dengan memasukkan bahan
baku berupa arang tempurung ke dalam tempat pembuatan arang secara berlapis-
lapis. Lapisan paling bawah dibakar agar menyala dan selanjutnya diberi
tambahan tumpukan arang tempurung sehingga tempat pembuatan arang tersebut
penuh. Pembakaran tempurung ini dilakukan selama tujuh jam. Selama kurun
waktu tujuh jam tersebut diharapkan keseluruhan bagian tempurung dapat
terbakar. Tempat pembuatan arang tersebut selanjutnya ditutup sehingga
diharapkan tidak ada udara yang masuk selam 12 jam. Tempat pembuatan arang
tersebut dibuka pada pagi hari dan arang dibongkar dari dalam tempat pembuatan
tersebut. Hasil yang diperoleh berupa arang tempurung setelah didinginkan dan
selanjutnya ditempatkan di dalam karung plastik untuk didistribusikan.
Rendemen arang tempurung kelapa yaitu 40% dari tempurung kelapa.
Kapasitas produksi berkisar pada produksi maksimal 1.200 kg arang per hari dan
harus lebih dari 537 kg per hari atau lebih dari 153.000 kg arang per tahun agar
memberikan keuntungan yang layak menurut analisis kelayakan dari Bank
Indonesia. Diagram alir proses produksi arang tempurung ini dapat dilihat pada
gambar 14 di bawah ini.

72
Tempurung kelapa

Minyak tanah

Penyusunan dalam
tanur pembakar

Pembakaran Sisa pembakaran

Penutupan tanur
pembakar

Pembukaan tanur

Pendinginan

Pengemasan

Arang tempurung

Gambar 14 Diagram Alir Proses Produksi Arang

73
ANALISIS RANTAI PASOKAN

Struktur Rantai Pasokan Agroindustri Kelapa Terpadu

Analisis terhadap rantai pasokan agroindustri kelapa dilakukan secara


kualitatif. Hasil yang diperoleh dari analisis ini adalah gambaran umum struktur
rantai pasokan yang dirinci berdasarkan aspek-aspek rantai nilai dan performa
rantai pasokan. Sejumlah permasalahan yang dihadapi pelaku rantai pasokan
agroindustri kelapa yaitu pemasok, agroindustri pengolah kelapa dan distributor
merupakan komponen dalam analisis kebutuhan pendukung yang digunakan
dalam perancangan model rantai pasokan. Secara skematis dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :

- Siapa anggota rantai dan - Siapa pelaku dan


apa peran masing-masing proses apa yang
- Bagaimana konfigurasi terjadi dan bagaimana
jaringannya Struktur integrasi setiap proses
Jaringan

Tujuan Kinerja
rantai Manajemen Proses Bisnis rantai
pasokan rantai pasokan Rantai pasokan pasokan

Sumberdaya - Sumberdaya yang


- Manajemen struktur yang rantai pasokan digunakan dalam rantai
digunakan pasokan
- Peran pemerintah

Gambar 15. Tinjauan Struktur Rantai Pasokan (Van der Vorst 2005)

Tanda panah pada gambar di atas menunjukkan adanya keterkaitan aliran


informasi sebagai dasar analisis dalam kerangka proses untuk pembahasan metode
pengembangan secara deskriptif.
Tinjauan terhadap struktur rantai pasokan dimulai dari rantai pasokan
kelapa butiran untuk bahan baku agroindustri pengolah daging buah kelapa, yang
diintegrasikan dengan unit pengolah air kelapa, dan unit pengolah sabut kelapa
serta unit pengolah tempurung kelapa. Unit pengolahan untuk produk yang dipilih
merupakan hasil pemilihan produk prospektif dengan beberapa kriteria. Penerapan
unit pengolahan tersebut di tingkat petani kelapa diharapkan dapat meningkatkan
taraf hidup petani kelapa di suatu kawasan terutama kawasan sentra penghasil
kelapa. Masing-masing industri ini memiliki struktur rantai yang relatif serupa.
Keserupaan ini terkait dengan struktur jaringan, pelaku dan pola aliran pasokan.
Gambaran struktur rantai pasokan pada masing-masing agroindustri kelapa secara
parsial ini akan digunakan sebagai dasar untuk menggambarkan skenario pasokan
bahan baku untuk agroindustri kelapa yang diusahakan secara terpadu. Sejumlah
permasalahan yang dihadapi pelaku rantai pasokan agroindustri kelapa yaitu
petani, pedagang pengumpul, pedagang perantara dan agroindustri pengolah
kelapa. Gambaran rantai pasokan secara skematis untuk buah kelapa butiran dari
petani, unit pengolah hingga ke konsumen dapat dilihat pada gambar 16 di bawah
ini.
Petani menjual hasil kebunnya masih dalam bentuk produk primer, yaitu
kelapa butir dan kopra serta yang dilakukan secara sendiri-sendiri sebelum
diusahakan secara terpadu. Harga produk tersebut sangat berfluktuasi dan
harganya sering ditentukan secara sepihak oleh pembeli, karena tidak ada pilihan
lain petani tetap menjual hasil kelapanya walaupun berada pada posisi tawar yang
lemah. Petani kelapa menjual kelapa hasil panen secara maksimal, buah kelapa
yang muda dan buah kelapa yang tua seringkali tidak dibedakan, sehingga apabila
ada pedagang yang menginginkan akan dijual. Penjualan dilakukan langsung pada
saat kelapa masih di pohon belum dipetik dan pemetikan tidak memperhatikan
umur kelapa. Permasalahan petani on farm yaitu tingkat harga kelapa yang
berfluktuasi, produktivitas yang rendah dalam kisaran 1 ton/hektar
Petani/pekebun ini menjual kelapa butiran langsung kepada petani
pengolah kopra ataupun petani pengolah minyak kelapa, pedagang pengumpul
desa maupun pedagang perantara yang merupakan pedagang di tingkat

75
kecamatan. Distribusi kelapa butiran ini selnjutnya dilakukan kepada pedagang
pengumpul kabupaten atau wilayah hingga pedagang antar pulau. Distibusi
selanjutnya dilakukan kepada konsumen domestik dan eksportir.

Petani/Pekebun Petani pengolah

Pengolah
Pedagang
pengumpul desa

Pedagang
pengumpul Pialang/makelar
kecamatan

Pedagang Eksportir
Pengumpul
Kabupaten/wilayah

Pedagang antar Konsumen Luar


pulau negeri

Konsumen
Domestik

Gambar 16. Skema Struktur Jaringan Rantai Pasokan Buah Kelapa Butiran

Hubungan yang ada antara pembeli dan penjual semata-mata hanya


hubungan jual beli komoditas belum ada unsur pembinaan bagi petani, pekebun
baik pada budidaya maupun pada pengolahan dan pemasaran atau belum

76
terintegrasi antara kegiatan budi daya dengan kegiatan pengolahan dan
pemasaran.
Pedagang pengumpul membayar langsung tunai, kelapa tidak disortasi dan
seiring dengan kebutuhan yang mendesak sehingga menginginkan proses
sesingkat mungkin. Pedagang perantara yang merupakan pedagang di tingkat
wilayah yang melakukan sortasi dengan melihat volume kelapa dan kadar air.
Pedagang juga menginginkan persediaan seminimal mungkin dan seringkali
melakukan spekulasi harga. Unit pengolah melakukan sortasi terkait dengan
volume, kadar air kelapa dan menimbun persediaan untuk pasar selanjutnya
(forward market).
Kondisi yang kurang menguntungkan dalam agroindustri yang
mempersulit perdagangan untuk pasar ekspor yaitu permasalahan logistik yang
terkait dengan jarak. Jarak tempuh sangat menentukan waktu dan volume
transaksi. Waktu akan menunjukkan biaya apabila dikaitkan dengan
ketidakpastian dan resiko yang harus dipertimbangkan ke dalam harga. Volume
transaksi menentukan kelayakan transportasi (feasibility of transport). Demikian
pula kualitas dapat menurun apabila tidak adanya sarana pengangkutan dan
kurangnya fasilitas pengangkutan.
Kelembagaan ekonomi belum berperan dengan baik dalam bidang
pengolahan dan pemasaran. Pengembangan unit pengolahan dilakukan untuk
agroindustri kelapa terpadu, maka keseluruhan bagian dari kelapa yang selama ini
terbuang diolah menjadi produk samping yang mempunyai nilai ekonomi
sehingga dapat menimbulkan nilai tambah bagi keseluruhan jaringan rantai
pasokan. Hal yang diharapkan adalah adanya suatu unit pengolahan kelapa
terpadu yang mampu memberdayakan petani/pekebun dan petani pengolah yang
terwadahi dalam kelompok tani dan kelembagaan unit pengolah hasil yang
mampu mengoperasikan unit tersebut secara kontinyu dan berkesinambungan.
Petani/pekebun maupun petani pengolah tidak harus terlibat dalam manajemen
pengelolaan usaha, namun setidaknya memiliki peran dan arti penting demi
peningkatan taraf hidupnya.

77
Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Daging Buah Kelapa

Industri pengolahan daging buah kelapa yang menjadi pilihan yaitu


industri minyak kelapa. Perkembangan penawaran dan permintaan minyak kelapa
cukup baik. Pasar yang berkembang untuk produk tersebut telah menciptakan
peluang ekspor bagi negara-negara penghasil kelapa.
Anggota rantai pasokan untuk unit pengolahan daging buah kelapa ini
yaitu terdiri dari: petani pemasok kelapa butiran, pedagang pengumpul dan atau
pedagang perantara, agroindustri pengolah dan distribusi ke konsumen. Pemasok
bahan baku bukan hanya dari petani pemasok kelapa butiran namun juga dari
pedagang pengumpul dan atau pedagang perantara untuk unit pengolah daging
buah kelapa.
Petani penghasil kelapa butiran selaku pemasok bahan baku utama berupa
kelapa butiran dapat melakukan pemasokan langsung ke unit pengolahan daging
buah kelapa berupa unit pengolahan minyak kelapa. Kelapa butiran yang
dihasilkan dari petani dapat langsung didistribusikan ke unit pengolahan untuk
memenuhi kapasitas unit pengolah. Petani atau kelompok tani berfungsi sebagai
pemasok utama, kekurangan bahan untuk kapasitas olah dipenuhi dari pedagang
pengumpul dan atau pedagang perantara dari luar wilayah sentra tersebut.
Agroindustri pengolah merupakan unit yang mentransformasikan bahan
baku menjadi produk-produk yang diinginkan. Agroindusri kelapa terpadu yang
dikembangkan ini dengan unit pengolah buah kelapa yang menghasilkan minyak
kelapa. Buah kelapa butiran yang dipasok dari petani akan langsung diolah
ataupun disimpan terlebih dahulu dalam gudang penyimpanan bahan baku
sebelum dilakukan proses transformasi. Produk minyak kelapa yang dihasilkan
selanjutnya disimpan terlebih dahulu dalam gudang penyimpanan produk
sebelum didistribusikan ke konsumen. Hasil samping pemrosesan berupa air
kelapa, sabut kelapa dan tempurung kelapa, masing-masing akan ditampung
dalam gudang penyimpanan untuk selanjutnya didistribusikan ke unit pengolahan
yang lain.
Agroindustri pengolahan kelapa terpadu ini dengan konsep
mendistribusikan langsung produk agroindustrinya. Jalur distribusi minyak kelapa

78
dari sentra produksi kelapa yaitu meliputi minyak kelapa dari unit pengolahan
daging buah kelapa/ pengusaha didistribusikan ke pedagang di pasar tradisional
dan pedagang eceran dan selanjutnya dijual ke konsumen. Konsumen ini
merupakan konsumen pengguna langsung atau konsumen rumah tangga dan
konsumen industri. Oleh sebab itu model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa
terpadu ini diharapkan dapat memberikan gambaran nilai tambah kepada petani
selaku pemasok bahan baku dan petani atau kelompok tani yang memungkinkan
untuk memiliki keterlibatan langsung dalam usaha ini meskipun bukan dari sisi
manajerial pengelolaan unit pengolahan.

Pengolah minyak kelapa

Pengumpul
Pedagang pasar
tradisional

Pedagang eceran

Konsumen
domestik

Eksportir

Gambar 17 Skema Rantai Pasokan Minyak Kelapa (Hasil Olahan Data Primer)
Jalur distribusi pemasaran minyak kelapa ini ternyata cukup singkat. Jalur
pemasaran/distribusi tersebut dapat dijelaskan dengan gambar di atas. Jalur
distribusi minyak kelapa dari sentra produksi kelapa yaitu meliputi minyak kelapa
dari unit pengolahan daging buah kelapa/ pengusaha didistribusikan ke pedagang
di pasar tradisional dan pedagang eceran dan selanjutnya dijual ke konsumen.
Minyak kelapa ini juga dapat dijual kepada pedagang pengumpul yang

79
selanjutnya didistribusikan ke konsumen domestik maupun eksportir. Konsumen
ini merupakan konsumen pengguna langsung atau konsumen rumah tangga dan
konsumen industri.
Jalur pemasaran minyak kelapa dari petani hingga ekportir tidak berbeda
dengan komoditi pertanian yang lain. Sarana transportasi yang tidak baik
menimbulkan beberapa pelaku pemasaran yang lain seperti pedagang desa,
kecamatan dan kabupaten serta pialang/makelar. Hal ini semakin memperpanjang
jalur minyak kelapa yang dapat memperkecil keuntungan petani atau produsen
menjadi semakin kecil. Keuntungan juga semakin kecil apabila petani kelapa tidak
melakukan sendiri kegiatan pengolahan minyak kelapa, hanya menjual hasil
panen buah kelapa butir. Secara umum jalur distribusi pemasaran minyak kelapa
dapat terjadi melalui jalur pendek hingga jalur panjang. Jalur terpendek terjadi
bila petani langsung mengolah sekaligus memasarkan ke konsumen lokal,
domestik atau eksportir. Besarnya penerimaan harga minyak kelapa sangat
tergantung pada panjangnya jalur distribusi rantai pasokan. Semakin pendek jalur
distribusi maka semakin tinggi penerimaan harga yang diperoleh petani, demikian
sebaliknya.

Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Air Kelapa

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa apabila akan diusahakan suatu unit
pengolahan sari kelapa atau nata de coco di sentra-sentra penghasil kelapa, justru
lebih sulit untuk mendapatkan pasokan air kelapa kecuali dilakukan terintegrasi
dengan kegiatan unit pengolahan lain di sentra tersebut. Hal ini juga agar biaya
transportasi air kelapa menjadi semakin kecil, karena jarak yang ditempuh relatif
pendek.
Kontinyuitas produksi nata de coco ini sangat tergantung pada
kontinyuitas penyediaan bahan baku. Penyediaan bahan baku ini diharapkan akan
terjamin apabila agroindustri ini dekat dengan sumber pasokan bahan baku.
Namun, sumber pemasok utama bahan baku untuk agroindustri nata de coco ini
adalah pasar tradisional yang biasanya berada di wilayah pusat-pusat kecamatan
dalam suatu kabupaten. Kedekatan dengan sumber pasokan bahan baku ini
diharapkan memberikan implikasi biaya transportasi yang lebih murah. Pasar

80
tradisional yang merupakan pusat pemasok air kelapa dapat digantikan perannya
oleh unit pengolahan kelapa yang lain yang memiliki hasil sisa berupa air kelapa.
Unit pengolahan ini sesuai dengan produk prospektif pilihan unit pengolahan
minyak kelapa dan dapat diusahakan di lokasi sentra penghasil kelapa.
Pengusahaan unit pengolahan di sentra penghasil kelapa diharapkan dapat
memperkecil biaya transportasi dan memperpendek rantai tata niaga, sehingga
diharapkan petani kelapa lebih diuntungkan. Petani kelapa ini juga sekaligus
sebagai pelaku agroindustri, sebagai pengolah air kelapa. Kesulitan yang dihadapi
berupa kontinyuitas penyediaan bahan baku dalam jumlah memadai. Pasokan air
kelapa dapat dipenuhi sebesar 700-800 liter air kelapa per hari dari 2000 butir
kelapa. Pasokan ini dapat dipenuhi dari kebun kelapa seluas 300 ha. Unit
pengolahan ini akan menghasilkan 140 – 160 kg sari kelapa per hari atau 4,2 ton
sampai dengan 4,8 ton/bulan.

Unit Pengolah Minyak Pengumpul Air Kelapa


kelapa

Pengolah Nata de Coco

Pengumpul
Pedagang pasar
tradisional

Pedagang eceran

Konsumen
domestik

Eksportir

Gambar 18 Skema Rantai Pasokan Nata de Coco (Hasil Olahan Data Primer)

81
Jalur distribusi pemasaran nata de coco ini ternyata cukup singkat. Jalur
pemasaran/distribusi tersebut dapat dijelaskan dengan gambar di atas. Jalur
distribusi nata de coco dari sentra produksi kelapa akan didistribusikan ke
pedagang di pasar tradisional dan pedagang eceran dan selanjutnya dijual ke
konsumen. Nata de coco ini juga dapat dijual kepada pedagang pengumpul yang
selanjutnya didistribusikan ke konsumen domestik maupun eksportir. Konsumen
ini merupakan konsumen pengguna langsung atau konsumen rumah tangga dan
konsumen industri.
Sistem pengangkutan akan berdampak pada biaya rantai pasokan dalam
struktur rantai pasokan air kelapa. Sistem pengangkutan yang tepat dan hemat
akan dapat memperkecil biaya dalam rantai pasokan ini. Semakin panjang jalur
pemasaran akan semakin memperkecil margin keuntungan di tingkat produsen.
Keuntungan yang diperoleh oleh petani juga semakin kecil apabila tidak terlibat
langsung dalam kegiatan pemasokan air kelapa. Secara umum jalur distribusi
pemasaran nata de coco dapat terjadi melalui jalur pendek hingga jalur panjang.
Jalur terpendek terjadi bila petani langsung mengolah sekaligus memasarkan ke
konsumen lokal, domestik atau eksportir. Besarnya penerimaan harga nata de
coco sangat tergantung pada panjangnya jalur distribusi rantai pasokan. Semakin
pendek jalur distribusi maka semakin tinggi penerimaan harga yang diperoleh
petani, demikian sebaliknya.

Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Sabut Kelapa

Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco
fibre, Coir fibre, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil
pengolahan sabut kelapa. Secara tradisional serat sabut kelapa hanya
dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga
lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen
untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi
bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan
hardboard. Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat
sabut kelapa diproses untuk dijadikan Coir fibre sheet yang digunakan untuk
lapisan kursi mobil, spring bed dan lain-lain.

82
Serat sabut kelapa bagi negara-negara tetangga penghasil kelapa sudah
merupakan komoditi ekspor yang memasok kebutuhan dunia yang berkisar 75,7
ribu ton per tahun. Indonesia walaupun merupakan negara penghasil kelapa
terbesar di dunia, pangsa pasar serat sabut kelapa yang dimiliki masih sangat
kecil. Kecenderungan kebutuhan dunia terhadap serat kelapa yang meningkat dan
perkembangan jumlah dan keragaman industri di Indonesia yang berpotensi dalam
menggunakan serat sabut kelapa sebagai bahan baku / bahan pembantu,
merupakan potensi yang besar bagi pengembangan industri pengolahan serat sabut
kelapa. Karakteristik produk yang bersifat heat retardant dan biodegradable, serta
kecenderungan konsumen produk industri dalam penggunaan bahan alami
mendorong peningkatan permintaan terhadap serat sabut kelapa.
Kendala dan masalah yang dihadapi dalam pengembangan usaha
kecil/menengah industri pengolahan serat sabut kelapa adalah keterbatasan modal,
akses terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas, serta kualitas serat yang
dihasilkan masih belum memenuhi persyaratan. Oleh sebab itu dalam menunjang
pengembangan industri serat sabut kelapa yang potensial ini, diperlukan berbagai
kemudahan agar dapat diimplementasikan dalam pengembangan usaha serat sabut
kelapa. Usaha ini awalnya dapat berkembang sebagai wujud kemitraan.
Negara tujuan ekspor serat sabut kelapa Indonesia adalah Inggris, Jerman,
Belgia, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Malaysia dan Australia.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden pengusaha sabut kelapa,
setiap bulan diperkirakan China membutuhkan sekitar 50.000 ton serat sabut
kelapa per bulan untuk memenuhi kebutuhan industrinya.
Kapasitas produksi setiap unit usaha dapat bervariasi berkisar antara 55
ton - 300 ton per tahun atau rata-rata sekitar 100 ton per tahun. Harga serat sabut
kelapa di tingkat produsen berkisar antara Rp. 500 - Rp.600 per kg sedangkan
harga di tingkat pembeli (Jakarta) berkisar antara Rp. 900 - Rp. 1200 per kg yang
tergantung kepada kualitas sabut yang dihasilkan. Harga serat sabut kelapa di
pasaran ekspor berdasarkan sebesar US $ 210 per ton (FOB), sedangkan harga
CIF di negara tujuan (Rotterdam) adalah sebesar US $ 360 per ton. Harga serat
sabut kelapa Indonesia di pasaran ekspor relatif lebih rendah dibandingkan dengan
serat sabut kelapa dari India, yang bernilai sekitar US $ 290 - 320 per ton (FOB),

83
akan tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan produksi Srilanka yaitu sebesar US$
220 - 270 per ton (FOB). Merujuk kepada perkembangan harga mattress fiber
produksi Srilanka, terdapat kecenderungan kenaikan harga yaitu rata-rata sebesar
3 persen per tahun.
Kecenderungan permintaan dunia terhadap serat sabut kelapa yang
meningkat, serta kontribusi Indonesia yang masih sangat kecil dalam perdagangan
dunia, serat sabut kelapa Indonesia mempunyai keunggulan komparatif
(berdasarkan potensi produksi sabut kelapa) dan mempunyai peluang yang besar.
Peluang tersebut dapat diraih dengan syarat adanya perbaikan dan pengembangan
teknologi proses sehingga menghasilkan serat yang memenuhi persyaratan
kualitas yang diinginkan pasar.
Serat sabut kelapa Indonesia dihadapkan kepada negara-negara pesaing
yang lebih maju dalam hal teknologi produksi serat sabut kelapa dari segi
persaingan, sehingga mempunyai kualitas yang lebih unggul. Persaingan tersebut
juga dihadapi oleh karena perkembangan aplikasi teknologi yang lebih maju
dalam membuat produk industri dengan bahan baku serat sabut kelapa. Negara-
negara pesaing Indonesia tersebut antara lain adalah Srilanka, India, Thailand dan
Philipina.
Jalur distribusi pemasaran serat sabut kelapa dengan melihat uraian di atas
dapat digambarkan seperti pada skema rantai pasokandi bawah ini. Jalur distribusi
ini juga cukup singkat. Jalur distribusi serat sabut kelapa dari unit pengolahan
serat sabut di sentra produksi kelapa hampir lebih dari 95% didistribusikan ke
pedagang pengumpul dan selanjutnya ke eksportir. Serat sabut kelapa yang
didistribusikan untuk pasaran domestik hanya sedikit sekali. Konsumen untuk
pasar domestik ini merupakan konsumen perusahaan besar.
Biaya pada struktur rantai pasokan ini dipengaruhi oleh biaya transportasi
dan sistem pengangkutan. Sistem pengangkutan yang tepat dan hemat akan dapat
memperkecil biaya dalam rantai pasokan ini. Semakin panjang jalur pemasaran
akan semakin memperkecil margin keuntungan di tingkat produsen. Keuntungan
yang diperoleh oleh petani juga semakin kecil apabila tidak terlibat langsung
dalam kegiatan pemasokan sabut kelapa. Namun, sabut kelapa ini jelas tidak dapat
dipasok hanya dari petani saja namun juga dari pengumpul. Secara umum jalur

84
distribusi pemasaran serat sabut merupakan jalur yang cukup singkat. Jalur ini
terjadi karena petani dapat langsung turut andil dalam kegiatan pengolahan dan
sekaligus memasarkan ke konsumen lokal, domestik atau eksportir. Besarnya
penerimaan harga serat sabut sangat tergantung pada panjangnya jalur distribusi
rantai pasokan. Semakin pendek jalur distribusi maka semakin tinggi penerimaan
harga yang diperoleh petani, demikian sebaliknya.

Unit Pengolah Minyak Pengumpul Sabut


kelapa Kelapa

Pengolah Serat sabut

Pengumpul
Pedagang pasar
tradisional

Pedagang eceran

Konsumen
domestik

Eksportir

Gambar 19 Skema Rantai Pasokan Sabut Kelapa (Hasil Olahan Data Primer)

Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Tempurung Kelapa


Struktur jaringan rantai pasokan tempurung kelapa menunjukkan bahwa
bahan baku tempurung kelapa dapat diperoleh dari berbagai wilayah. Pedagang
pengumpul dapat ditemui dari pelosok Banyuwangi sampai ke ujung selatan
Pandeglang. Hal ini disebabkan terdapat limbah tempurung yang siap untuk
diolah langsung menjadi bahan baku arang tempurung. Petani kelapa menjual
kelapa dalam bentuk butiran dengan atau tanpa sabut kelapa. Limbah tempurung

85
akan terbawa di pasar-pasar kota dan ada yang menampung limbah tempurung di
lokasi-lokasi tersebut.
Struktur jaringan rantai pasokan menunjukkan bahwa bahan baku
tempurung diperoleh dari berbagai wilayah terutama dari pengumpul tempurung
di pasar-pasar tradisional dan juga dari petani pengolah minyak kelapa ataupun
petani pengolah kopra. Bahan baku tempurung ini juga diperoleh dari pedagang
antar pulau yang melakukan distribusi pasokan bahan baku tempurung.
Kontribusi harga tempurung semakin meningkat karena transportasi tempurung ke
lokasi tanur pengarangan yang semakin jauh.

Unit Pengolah Minyak Pengumpul Tempurung


kelapa Kelapa

Pengolah Arang Tempurung

Pengumpul
Pedagang pasar
tradisional

Pedagang eceran

Konsumen
domestik

Eksportir

Gambar 20 Skema Rantai Pasokan Tempurung Kelapa (Hasil Olahan Data


Primer)

Jalur distribusi pemasaran arang tempurung kelapa dengan melihat uraian


di atas dapat digambarkan seperti pada skema rantai pasokan di atas. Jalur
distribusi ini juga cukup singkat. Jalur distribusi arang tempurung dari unit
pengolahan arang tempurung di sentra produksi kelapa hampir lebih dari 85%
didistribusikan ke pedagang pengumpul dan selanjutnya ke eksportir. Arang

86
tempurung kelapa yang didistribusikan untuk pasaran domestik hanya sedikit
sekali. Konsumen untuk pasar domestik ini merupakan konsumen di pasar-pasar
tradisional. Arang tempurung yang dipasarkan di pasar tradisional ini juga
merupakan arang tempurung dengan kualitas yang kurang bagus dibandingkan
dengan arang tempurung yang dipasarkan ke pedagang pengumpul dan
selanjutnya ke perusahaan-perusahaan kosmetika, farmasi maupun eksportir luar
negeri.
Biaya pada struktur rantai pasokan ini dipengaruhi oleh biaya transportasi
dan sistem pengangkutan. Sistem pengangkutan yang tepat dan hemat akan dapat
memperkecil biaya dalam rantai pasokan ini. Semakin panjang jalur pemasaran
akan semakin memperkecil margin keuntungan di tingkat produsen. Keuntungan
yang diperoleh oleh petani juga semakin kecil apabila tidak terlibat langsung
dalam kegiatan pemasokan arang tempurung. Namun, arang tempurung kelapa ini
jelas tidak dapat dipasok hanya dari petani saja mengingat jumlah yang diperlukan
cukup banyak, namun juga dari pengumpul. Secara umum jalur distribusi
pemasaran arang tempurung merupakan jalur yang cukup singkat. Jalur ini terjadi
karena petani dapat ikut serta dalam kegiatan pengolahan dan sekaligus
memasarkan ke konsumen lokal, domestik atau eksportir. Besarnya penerimaan
harga arang tempurung juga sangat tergantung pada panjangnya jalur distribusi
rantai pasokan. Semakin pendek jalur distribusi maka semakin tinggi penerimaan
harga yang diperoleh petani, demikian sebaliknya.

87
PERANCANGAN MODEL RANTAI PASOKAN

Karakteristik Model
Karakteristik model menggambarkan segenap komponen yang dapat
mempengaruhi rantai pasokan dalam agroindustri kelapa terpadu. Segenap
komponen tersebut berperan penting dalam sehingga akan berdampak pada
jaringan rantai pasokan. Komponen-komponen yang berpengaruh pada rantai
pasokan agroindustri kelapa terpadu ini terdiri atas pemasok, agroindustri kelapa
dan konsumen.
Model dinamis rantai pasokan yang dirancang ini merupakan abstraksi
aliran material dari pemasok yang terdiri dari petani dan pedagang pengumpul
yang dialirkan ke agroindustri kelapa selanjutnya material tersebut diolah menjadi
produk yang akan didistribusikan ke konsumen. Jaringan pendistribusian dan
pengelolaan aliran material akan ditunjukkan dalam suatu model dinamis rantai
pasokan. Karakteristik ini menunjukkan bahwa secara skematik terjadi hubungan
yang saling mempengaruhi dari pemasok, agroindustri hingga ke konsumen.

Pemasok kelapa
Pemasok sebagai salah satu komponen dalam jaringan rantai pasokan
selaku penyedia pasokan kelapa butiran dari sub sistem produksi yang
diidentifikasi terdiri atas petani dan pedagang pengumpul. Pemasok kelapa butiran
dalam model dinamis rantai pasokan ini menunjukkan perilaku yang dapat
mempengaruhi sistem dinamis dalam model rantai pasokan ini. Hal ini karena
jaringan rantai pasokan dimulai dari petani yang merupakan sumber penyedia
bahan baku kelapa butiran yang merupakan awal aliran mata rantai
pendistribusian bahan baku dimulai.
Pemasok utama buah kelapa butir untuk agroindustri pengolahan kelapa
yaitu terdiri atas petani kelapa dan pedagang pengumpul. Petani atau kelompok
tani ini berada pada suatu wilayah penghasil kelapa. Petani selaku pemasok bahan
baku kelapa yang memiliki hubungan langsung dengan pihak industri. Jaringan
rantai pasokan dimulai dari petani yang merupakan sumber penyedia bahan baku
kelapa yang merupakan awal aliran mata rantai pendistribusian bahan baku
dimulai. Bahan baku dari petani ini dalam bentuk kelapa yang merupakan bahan
baku hasil produk pertanian. Petani pemasok ini dapat berupa petani secara
perseorangan ataupun kelompok petani.
Petani kelapa di beberapa wilayah sentra penghasil kelapa menunjukkan
perilaku yaitu selalu menjual kelapa hasil panen secara maksimal, buah kelapa
yang muda dan buah kelapa yang tua seringkali tidak dibedakan, sehingga apabila
ada pedagang yang menginginkan akan dijual. Penjualan dilakukan langsung pada
saat kelapa masih di pohon belum dipetik dan pemetikan tidak memperhatikan
umur kelapa. Permasalahan yang dijumpai pada petani on farm yaitu tingkat harga
kelapa yang berfluktuasi, produktivitas yang rendah dalam kisaran kurang dari 1
ton/hektar.
Petani selain sebagai pemasok buah kelapa butir juga ada yang bertindak
sebagai petani pengolah yaitu melakukan proses pengolahan kelapa meskipun
masih sangat sederhana yaitu dalam bentuk kopra. Proses tersebut dilakukan
dengan mengupas kelapa, mencukil daging kelapa dari tempurung dan
mengeringkan pada sinar matahari atau pada unit pengeringan sederhana. Namun,
air kelapa, tempurung dan sabut dalam proses pengeringan kopra sebagian besar
terbuang sebagai limbah.
Proses pekopraan tersebut dilakukan oleh petani kelapa karena dua alasan
yaitu:
1. kopra dianggap memiliki nilai jual yang lebih tinggi sehingga memperoleh
penghasilan yang lebih
2. tidak ada kepastian pembelian buah kelapa dalam bentuk kelapa butir kepada
petani.
Proses pekopraan ini menjadikan beberapa bagian buah kelapa yang
seharusnya dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai jual menjadi tidak
memiliki manfaat sama sekali karena terbuang secara percuma. Hal ini tidak akan
terjadi apabila petani penghasil kelapa memiliki kepastian untuk menjual buah
kelapa yang dihasilkan.
Pedagang pengumpul yang berfungsi sebagai pemasok berkedudukan
sama dengan petani pemasok. Pasokan bahan baku dari pedagang pengumpul
diperlukan apabila terjadi kekurangan pasokan dari petani atau kelompok tani

89
dalam proses produksi di unit pengolahan. Hal ini agar petani secara kelembagaan
juga memiliki posisi tawar dalam penentuan harga bahan baku.
Agroindustri
Agroindustri dalam model ini adalah agroindustri kelapa terpadu yang
terdiri dari unit pengolahan daging buah kelapa yang menghasilkan minyak
kelapa, unit pengolahan air kelapa yang menghasilkan sari kelapa / nata de coco
dan unit pengolahan sabut kelapa yang menghasilkan serat sabut kelapa serta unit
pengolahan tempurung kelapa yang menghasilkan arang tempurung .
Bahan baku dari pemasok akan disalurkan ke unit-unit pengolahan buah
kelapa yang merupakan agroindustri. Agroindustri ini akan melakukan konversi
bahan baku dari hasil pertanian berupa kelapa butiran hingga menjadi produk-
produk yang dapat dikonsumsi. Unit pengolahan ini meliputi unit pengolah daging
buah kelapa, unit pengolah air kelapa dan unit pengolah sabut kelapa serta unit
pengolah tempurung kelapa. Persediaan akan ditemui pada masing-masing unit
pengolahan ini. Persediaan dapat berupa persediaan bahan baku ataupun
persediaan berupa produk hasil olahan. Pengendalian persediaan dalam suatu unit
pengolahan akan mengakibatkan biaya persediaan (inventory cost) atau dalam
model yang dirancang ini disebut biaya penyimpanan
Konsumen
Konsumen akhir dari produk ini terdiri atas konsumen domestik dan
konsumen ekspor. Hal ini mengingat pasar produk yang dihasilkan dari
agroindustri kelapa terpadu ini adalah pasar untuk produk domestik dalam negeri
dan pasar untuk produk luar negeri/ekspor. Adapun rincian dari masing-masing
konsumen ini adalah sebagai berikut :
1. Konsumen domestik
Konsumen untuk pasar domestik ini meliputi industri hilir untuk produk-
produk yang dihasilkan oleh agroindustri ini dan konsumen rumah tangga
pengguna produk ini. Konsumen domestik ini direpresentasikan melalui
permintaan domestik untuk produk-produk tersebut. Permintaan domestik ini
baik untuk permintaan domestik industri maupun permintaan domestik untuk
rumah tangga konsumen digambarkan melalui konsumsi untuk industri dan
konsumsi untuk individu.

90
2. Konsumen ekspor
Konsumen untuk pasar ekspor atau luar negeri meliputi konsumen dari
industri hilir untuk produk-produk ini dan juga konsumen rumah tangga
ekspor pengguna produk ini. Konsumen ini dapat diwakili oleh eksportir.
Konsumen ekspor ini hanya direpresentasikan melalui permintaan ekspor
untuk produk-produk tersebut.

Analisis Kebutuhan Model Dinamis


Rantai Pasokan Agroindustri Kelapa Terpadu
Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian suatu sistem.
Tahapan ini dilakukan dengan identifikasdi terhadap kebutuhan-kebutuhan dari
masing-masing pelaku sistem yang akan dimodelkan. Setiap pelaku dalam sistem
memiliki perilaku yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi kinerja sistem..
Pelaku dalam sistem mengharapkan kebutuhan tersebut dapat terpenuhi
jika mekanisme sistem tersebut dapat dijalankan. Tahapan ini, kebutuhan dari
masing-masing pelaku dalam sistem diidentifikasi sebagai dasar pertimbangan
dalam pemahaman sistem yang dikaji.
Model dinamis rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu ini
melibatkan beberapa pihak yang saling berkepentingan. Masing-masing pihak
memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Kebutuhan setiap pihak yang terlibat
saling menguntungkan atau saling konflik. Analisis kebutuhan sangat diperlukan
sehingga dapat diperoleh model yang mampu mengakomodasikan setiap
kebutuhan. Hal ini dilakukan agar kebutuhan setiap pihak yang berkepentingan
dapat dipenuhi. Model untuk rantai pasokan ini melibatkan beberapa pelaku
(stake holders) utama seperti pada tabel 14 di bawah ini.
Hasil analisis kebutuhan menunjukkan ada sejumlah permasalahan yang
dihadapi dalam sistem rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu, yaitu :
1. Fluktuasi harga sebagai akibat ketidakseimbangan antara tingkat
penyediaan kelapa butiran dan tingkat permintaan oleh konsumen
2. Adanya tingkat produksi yang belum optimal yang dapat menjamin
adanya peningkatan konsumsi
3. Pendapatan petani kelapa yang masih rendah

91
4. Tingkat produksi dan penyediaan yang bersifat musiman
5. Sentra produksi kelapa yang yang tersebar sehingga menambah mahal
biaya distribusi hasil produksi kelapa.
6. Tingkat konsumsi kelapa yang bersifat kontinyu
Tabel 14 Kebutuhan Pelaku Rantai Pasokan untuk Agroindustri
Kelapa Terpadu
No. Pelaku Kebutuhan
1. Petani/Pemasok a. Terjaminnya pemasaran kelapa butiran
b. Memperoleh kepastian penjualan hasil panen buah kelapa
butiran
c. Peningkatan pendapatan sebagai indikator kesejahteraan
petani
2. Pedagang a. Memperoleh penghasilan dari pemasokan kelapa butiran
pengumpul b. Memperoleh keuntungan dari pemasokan kelapa butiran
c. Memenuhi kebutuhan bahan baku untuk agroindustri
3. Agroindustri a. Memperoleh bahan baku dengan harga yang layak
b. Melakukan proses produksi sesuai dengan kapasitas produksi
terpasang
c. Kontinyuitas bahan baku yang terjamin
d. Peningkatan efektifitas produksi
e. Ketepatan pemenuhan hasil produk
f. Keuntungan semaksimal mungkin dengan biaya yang
dikeluarkan seoptimal mungkin
4. Konsumen a. Ketersediaan produk dengan harga yang sesuai dengan
kualitas produk
b. Kontinuitas kebutuhan pemenuhan produk terjamin
c. Terpenuhinya kepuasan konsumen
5. Pemerintah a. Penciptaan iklim kondusif untuk tumbuh kembangnya
agroindustri kelapa terpadu melalui kebijakan yang
menguntungkan bagi agroindustri dan petani
b. Mendorong peningkatan produksi dan kulaitas hasil
c. Menjamin kestabilan harga yang terjangkau oleh konsumen
dan masih menguntungkan bagi petani.

Diagram Lingkar Sebab Akibat (Causal Loop Diagram)

Diagram lingkar sebab akibat menggambarkan hubungan antar elemen


yang terlibat dalam kajian sistem. Diagram lingkar sebab akibat dapat digunakan
untuk menggambarkan sifat dinamik antar elemen. Menurut Hartrisari (2007),
diagram ini berguna untuk :

92
1. secara cepat memberikan gambaran sifat dinamik dari sistem yang dikaji
2. memberikan dasar untuk pembentukan persamaan pada model
3. mengidentifikasi faktor yang penting dalam pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan
Diagram ini hanya terdiri dari variabel-variabel yang masing-masing
dihubungkan dengan tanda panah yang menggambarkan hubungan antar variabel
tersebut. Hubungan digambarkan dengan tanda positif atau negatif. Tanda ini
menunjukkan adanya perubahan pada variabel yang terikat bila variabel bebas
berubah.
Tanda hubungan yang positif menunjukkan adanya peningkatan jumlah
pada variabel terikat, sedangkan tanda negatif menyatakan penurunan jumlah pada
variabel terikat. Hubungan antar variabel pada diagram lingkar sebab akibat tidak
menunjukkan mekanisme sebenarnya yang terjadi dalam sistem. Hubungan antar
variabel hanya menunjukkan apa yang akan terjadi bila terjadi perubahan pada
variabel bebas. Hal ini disebabkan oleh :
1. Suatu variabel yang terikat memiliki lebih dari satu input variabel bebas.
2. Diagram lingkar sebab akibat tidak akan membedakan mana laju (rate)
dan akumulasi dari laju (stock).
Model rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu terdiri dari keterkaitan
sub model pasokan kelapa butiran, sub model proses produksi, sub model
persediaan dan sub model distribusi produk. Pendeskripsian keterkaitan hubungan
dalam model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu serta komponen-
komponen digambarkan dalam diagram lingkar sebab akibat di bawah ini yaitu :

93
Produksi Buah Kelapa
Butiran
+

+ -

Ketersediaan pasokan -
bahan baku agroindustri Konsumsi Kelapa
Butiran

+
+
- +

Proses Produksi Total Biaya Rantai


dalam agroindustri Pasokan

- + -

+ -

Ketersediaan pasokan
+
produk
Distribusi Produk

Gambar 20. Diagram Lingkar Sebab Akibat Model Rantai Pasokan


Agroindustri Kelapa Terpadu

94
Diagram lingkar sebab akibat untuk agroindustri kelapa terpadu ini
dimulai dari produksi kelapa butiran yang dihasilkan dari perkebunan kelapa
rakyat yang dipasok oleh pemasok yang terdiri dari petani atau pedagang pemasok
ke sejumlah konsumen baik konsumen industri, rumah tangga ataupun dijual
langsung ke pasar. Hasil produksi kelapa butiran merupakan bentuk penyediaan
kelapa butiran untuk memenuhi ketersediaan pasokan kelapa butiran yang dapat
dimanfaatkan oleh agroindustri pengolahan kelapa terpadu. Ketersediaan pasokan
ini dipengaruhi oleh konsumsi kelapa butiran untuk berbagai keperluan yaitu
untuk keperluan rumah tangga, industri dan yang dijual langsung. Jumlah
ketersediaan pasokan ke agroindustri dapat semakin meningkat apabila jumlah
konsumsi kelapa untuk rumah tangga dan yang dijual langsung menurun.
Kebutuhan kelapa butiran untuk unit agroindustri menyesuaikan dengan
kapasitas produksi. Unit pengolahan dalam agroindustri kelapa terpadu yang
membutuhkan pasokan bahan baku berupa kelapa butiran yaitu unit pengolahan
minyak kelapa. Kebutuhan kelapa butiran untuk produksi minyak kelapa yang
secara skematik terjadi hubungan yang saling mempengaruhi dari jumlah pasokan
kelapa butiran dari pemasok yang selanjutnya disimpan terlebih dahulu sebagai
persediaan. Banyaknya pasokan kelapa butiran akan mempengaruhi jumlah
persediaan kelapa butiran. Jumlah persediaan kelapa butiran ini dalam
penggunaan untuk proses produksi menyesuaikan dengan kapasitas produksi.
Semakin banyak persediaan minyak kelapa maka semakin berkurang persediaan
kelapa butiran, namun semakin meningkatkan biaya persediaan minyak kelapa
dan semakin menurunkan biaya persediaan kelapa butiran.
Diagram sebab akibat tersebut juga menunjukkan suatu aliran ketersediaan
bahan baku yang diperoleh dari hasil samping unit produksi dari agroindustri
kelapa terpadu. Aliran dimulai dari unit pengolahan minyak kelapa. Unit –unit
pengolahan ini tidak tercantum langsung pada gambar diagram sebab akibat
namun tergambar langsung pada unit produksi agroindustri. Hasil samping dari
unit pengolahan minyak kelapa berupa air kelapa, sabut kelapa dan tempurung
kelapa. Hasil samping ini selanjutnya disimpan dalam bentuk persediaan air
kelapa, persediaan sabut kelapa dan tempurung kelapa. Persediaan berbagai hasil
samping ini, masing-masing akan diolah menjadi produk-produk lain yang juga

95
akan didistribusikan ke konsumen. Proses produksi masing-masing produk dari
olahan hasil samping ini juga tergantung pada kapasitas produksi masing-masing
unit pengolahan. Hal inilah yang selanjutnya menambah ketersediaan produk yang
dihasilkan. Semakin banyak produk yang dihasilkan maka ketersediaan pasokan
untuk produk–produk agroindustri yang akan didistribusikan juga semakin
meningkat demikian sebaliknya.
Peningkatan ketersediaan produk yang dihasilkan oleh unit-unit
pengolahan agroindustri ini akan menimbulkan peningkatan pada biaya rantai
pasokan. Demikian sebaliknya, apabila terjadi penurunan salah satu komponen
penyusun biaya rantai pasokan maka akan berdampak juga pada ketersediaan
produk.
Distribusi produk sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan produk
dan permintaan produk dari konsumen baik konsumen di pasar domestik maupun
konsumen di pasar ekspor. Permintaan konsumen untuk konsumen domestik
maupun untuk konsumen ekspor akan berpengaruh pada total biaya rantai
pasokan. Peningkatan atau penurunan permintaan di pasar produk akan
menimbulkan penurunan atau peningkatan persediaan produk. Total peningkatan
biaya rantai pasokan juga dipengaruhi naik turunnya harga produk di pasar
domestik maupun ekspor.

Mekanisme Model Rantai Pasokan (Ideal)

Mekanisme model dikaji untuk memahami mekanisme yang terjadi dalam


sistem. Hal ini dimaksudkan untuk mengenali hubungan antara pernyataan
kebutuhan dan pernyataan masalah yang harus diselesaikan dalam rangka
memenuhi kebutuhan dalam analisis kebutuhan.
Unit pengolahan minyak kelapa berperan penting dalam sistem rantai
pasokan ini karena merupakan produk pilihan yang utama. Kemampuan produksi
unit pengolahan ini memiliki keterkaitan terhadap kemampuan produksi unit yang
lain apabila diusahakan secara terpadu. Kemampuan unit pengolahan
menghasilkan minyak kelapa, terkait dengan kemampuan unit pengolahan lain
dalam berproduksi. Oleh sebab itu sistem pemasokan bahan baku merupakan

96
kunci dari rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu ini. Kebutuhan kelapa
butiran di suatu agroindustri kelapa terpadu dapat diperkirakan dengan suatu
simulasi dengan merancang modelnya terlebih dahulu.
Identifikasi terhadap skala produksi secara ekonomis dengan melibatkan
komponen biaya terkait dalam sistem rantai pasok. Biaya-biaya ini berupa biaya
persediaan dan biaya transportasi. Biaya persediaan merupakan biaya yang
dikeluarkan untuk menyimpan produk dan biaya transportasi untuk
mendistribusikan produk hingga ke pasar domestik maupun pasar ekspor.
Asumsi yang dilakukan adalah :
1. Pemenuhan kebutuhan bahan baku dari kelapa rakyat dengan memanfaatkan
potensi pemenuhan bahan baku dari kemampuan produksi kelapa rakyat
2. Persediaan dipertimbangkan hanya pada persediaan bahan baku dan
persediaan produk sebelum didistribusikan
Model dinamik rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu diterjemahkan
ke dalam diagram alir model simulasi yang terdiri dari stock – flow. Akumulasi
atau stock merupakan keadaan sistem dan sebagai pembangkit informasi, di mana
aksi dan keputusan didasarkan pada stock tersebut.

Formulasi Model
Formulasi model dinamik rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu ini
dimulai dari jaringan pemasok dalam sub model pasokan bahan baku berupa
kelapa butiran. Model ditunjukkan dengan performance berupa total biaya rantai
pasokan yang minimal. Abtraksi aliran bahan dari pemasok ke agroindustri
hingga ke konsumen untuk pasar domestik maupun pasar ekspor dapat dilihat
pada kerangka konseptual penelitian. Aliran pasokan bahan baku dimulai dari
kebun kelapa yang diidentifikasi sebagai kebun kelapa rakyat dengan pasokan
bahan baku berupa kelapa dalam. Pasokan buah kelapa butiran ini selanjutnya
didistribusikan ke agroindustri melalui transportasi sehingga menjadi persediaan
buah kelapa butiran. Abstraksi ini dilakukan pengendalian biaya persediaan dan
pasokan bahan baku, sebagai salah satu komponen penyusun biaya rantai
pasokan.

97
Abstraksi aliran pasokan bahan baku buah kelapa butiran dalam
agroindustri ditunjukkan dalam bentuk aliran persediaan buah kelapa butiran
yang didistribusikan ke unit pengolah dalam agroindustri kelapa terpadu untuk
unit pengolah daging buah kelapa butiran terlebih dahulu. Selanjutnya dari hasil
samping proses produksi tersebut untuk air kelapa dialirkan menuju unit
pengolahan air kelapa, untuk sabut kelapa dialirkan ke unit pengolahan sabut
kelapa dan untuk tempurung kelapa dialirkan menuju unit pengolahan tempurung
kelapa. Masing-masing unit pengolahan tersebut melakukan proses produksi
dengan karakteristik masing-masing sehingga menghasilkan produk-produk yang
terdiri dari minyak kelapa, nata de coco, serat sabut dan arang tempurung.
Produk-produk tersebut disimpan dalam bentuk persediaan produk akhir sebelum
didistribusikan ke konsumen. Abstraksi ini dilakukan pengendalian biaya
persediaan produk.
Abstraksi aliran pasokan untuk konsumen pasar domestik/ekspor
ditunjukkan dengan aliran persediaan produk yang ditransportasikan kepada
konsumen pasar domestik/ekspor. Aliran produk tersebut merupakan abstraksi
model dengan melakukan pengendalian biaya distribusi. Abstraksi aliran bahan
baku, menjadi produk yang didistribusikan ke konsumen tersebut selanjutnya
menunjukkan suatu model yang mempertimbangkan total biaya rantai pasokan.
Indikator dari model ini adalah total biaya rantai pasokan yang minimal.

Ketersediaan Pasokan Kelapa


Penyediaan kelapa butiran didasarkan pada perhitungan laju penyediaan
kelapa butiran sebanyak 25% dengan persediaan kelapa butiran 12.600.000 kg.
Jumlah penyediaan kelapa butiran ini didasarkan pada perhitungan hasil panen di
daerah sentra penghasil kelapa. Penyediaan kelapa dalam suatu periode (PKi)
dihitung berdasarkan jumlah total dari nilai produksi kelapa rakyat dengan laju
penyediaan 25%. Kebutuhan agroindustri kelapa terpadu didasarkan pada
konsumsi kelapa butiran untuk agroindustri. Laju konsumsi kelapa butiran ini
sebanyak 9%. Nilai ini didasari pertimbangan bahwa agroindustri kelapa terpadu
bertujuan untuk mengolah hasil panen petani kelapa terutama dalam suatu wilayah

98
sentra penghasil kelapa. Oleh sebab itu produksi kelapa ini dirumuskan dengan
persamaan :
PK i = 25% x PKT i .......................................................................... (1)

Ketersediaan Kelapa Butiran


Ketersediaan kelapa butiran (KKB i ) merupakan persentase penyediaan
kelapa butiran untuk keperluan produksi agroindustri kelapa terpadu. Prosentase
kebutuhan kelapa untuk industri dari jumlah produksi kelapa (a%) yang
dihasilkan oleh petani di suatu wilayah observasi. Ketersediaan kelapa butiran ini
dirumuskan dengan persamaan:
KKB i = a% x PK i .............................................................................. (2)
KK i = a% x 25% x PKT i .................................................................. (3)

Kebutuhan daging buah kelapa


Daging buah kelapa merupakan bahan baku dalam unit pengolahan
minyak kelapa. Daging buah kelapa dalam memenuhi kebutuhan bahan baku
untuk unit pengolah ini dapat dipenuhi dari petani kelapa yang langsung memasok
bahan baku buah kelapa butiran ke unit pengolah. Kebutuhan kelapa untuk unit
pengolah minyak kelapa (KD i ) merupakan konsumsi kelapa butiran berdasarkan
kapasitas produksi unit pengolah yang dirancang. Penentuan kapasitas unit
pengolah dilakukan berdasarkan dua hal yaitu :
1. pendugaan permintaan pasar
2. pertimbangan potensi kebun kelapa
Unit pengolahan minyak kelapa dengan kapasitas kecil, yang merupakan
usaha skala rumah tangga yaitu sekitar 200 kg setiap hari yang diperoleh dari
2000 butir kelapa setiap hari atau setara dengan 700.000 butir per tahun.
Kebutuhan daging buah kelapa untuk unit pengolah minyak kelapa (KD i ) ini
direpresentasikan dengan persamaan :
KD i = 28% x KK i .................................................................................. (4)
Dengan i periode dalam tahun yaitu 1, 2, 3....n.

99
Ketersediaan air kelapa untuk unit pengolah nata de coco (KA i )
Pemanfaatan keseluruhan bagian kelapa dengan mengacu pada konsep
zero waste, maka pemenuhan pasokan air kelapa pada unit pengolah air kelapa
dengan hasil berupa nata de coco terutama dipenuhi dari air kelapa yang
merupakan hasil sisa dari unit pengolah minyak kelapa. Kekurangan pasokan
apabila produksi meningkat baru dipenuhi dari air kelapa yang diperoleh dari
pemasok lain. Jumlah pasokan air kelapa yang tersedia dari unit pengolah daging
buah kelapa adalah (KA i ). Ketersediaan air kelapa ini dihitung dari rata-rata
persentase komponen buah kelapa butiran yaitu dari satu butir kelapa yang terdiri
dari:
1. daging buah kelapa sebanyak 28%
2. air kelapa sebanyak 25%
3. sabut kelapa sebanyak 35%
4. tempurung sebanyak 12%
Oleh sebab itu formulasi untuk ketersediaan air kelapa ini yaitu sebagai berikut :
KA i = 25% x KK i x (2000 butir/700 liter)........................................ (5)
Ketersediaan sabut kelapa untuk unit pengolah serat sabut (KS i )
Ketersediaan sabut kelapa juga didasarkan pada persentase komponen tiap
butiran kelapa. Ketersediaan sabut kelapa ditunjukkan dengan persamaan:
KS i = 35% x KK i ............................................................................. (6)
Ketersediaan tempurung kelapa untuk unit pengolah Arang tempurung (KTi)
Ketersediaan tempurung kelapa juga didasarkan pada persentase
komposisi tiap butiran kelapa. Ketersediaan tempurung kelapa yaitu:
KT i = 12% x KK i ............................................................................. (7)
Identifikasi Variabel Keputusan
Keputusan dalam rantai pasokan ini meliputi keputusan-keputusan berupa:
1. Jumlah pasokan buah kelapa butiran yang akan disalurkan kepada unit
agroindustri kelapa terpadu (SKi)
2. Jumlah pasokan daging kelapa yang akan diolah (SD i )
3. Jumlah pasokan air kelapa yang akan diolah (SAi)
4. Jumlah pasokan sabut kelapa yang akan diolah ( SSi )
5. Jumlah pasokan tempurung kelapa yang akan diolah (STi)

100
6. Jumlah persediaan bahan baku buah kelapa butiran sebelum diproses yang
terdapat di unit pengolah (IKi)
7. Jumlah persediaan bahan baku air kelapa sebelum diproses yang terdapat di
unit pengolah (IAi)
8. Jumlah persediaan bahan baku sabut kelapa sebelum diproses yang terdapat di
unit pengolah (ISi)
9. Jumlah persediaan bahan baku tempurung kelapa sebelum diproses yang
terdapat di unit pengolah (ITi)
10. Jumlah persediaan produk minyak kelapa yang terdapat di unit pengolah
(IMKi)
11. Jumlah persediaan produk nata de coco yang terdapat di unit pengolah (INDi)
12. Jumlah persediaan produk serat sabut kelapa yang terdapat di unit pengolah
(ISSi)
13. Jumlah persediaan produk arang tempurung yang terdapat di unit pengolah
(IATi)
14. Jumlah produk minyak kelapa yang akan disalurkan dari unit pengolah ke
permintaan (XMKi)
15. Jumlah produk nata de coco yang akan disalurkan dari unit pengolah ke
permintaan (XNDi)
16. Jumlah produk serat sabut yang akan disalurkan dari unit pengolah ke
permintaan (XSSi)
17. Jumlah produk arang tempurung yang akan disalurkan dari unit pengolah ke
permintaan (XATi)
18. nilai i > 0

Penentuan Kapasitas Produksi


Kapasitas Produksi dari masing-masing unit produksi ini cukup kecil,
yaitu dengan kondisi sebagai berikut:
1. Unit pengolah minyak kelapa unit kecil dengan kapasitas produksi 200 kg
minyak kelapa per hari diperoleh dari 2.000 butir kelapa per hari atau setara
dengan 700.000 butir per tahun. Kapasitas produksi dalam satu tahun dengan
20 hari kerja akan menghasilkan minyak kelapa 48.000 kg. Penentuan

101
kapasitas ini didasarkan pada penilaian kelayakan investasi yang dilakukan
oleh Bank Indonesia. Oleh sebab itu dapat dirumuskan bahwa kapasitas
produksi minyak kelapa (Cap_MKi) yaitu :
Cap_MKi ≤ 48000 kg .................................................................................... (8)
Dengan i = periode 1,2,3, … n
2. Unit pengolah nata de coco dengan kapasitas produksi maksimum 700-800
liter air kelapa setiap hari dari 2.000 butir kelapa per hari akan mampu
menghasilkan 50 kg nata de coco setiap hari dalam satu tahun dengan 20 hari
kerja akan menghasilkan 12.000 kg.
Kapasitas produksi nata de coco (Cap_NDi) ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Cap_NDi ≤ 12000 kg ..................................................................................... (9)
Dengan i = periode 1, 2, 3, …, n
3. Unit pengolah serat sabut dengan kapasitas produksi 400-600 kg serat per hari
Hasil studi pada industri serat sabut kelapa di wilayah Kabupaten Ciamis,
tingkat produksi maksimum serat sabut kelapa terutama ditentukan oleh
kapasitas mesin pemisah serat dan mesin sortasi / pengayak serta jam kerja
mesin atau jumlah shift kerja. Industri manufaktur yang lain juga
menunjukkan bahwa kapasitas mesin pada setiap tahapan atau rangkaian
proses produksi harus seimbang. Unit usaha industri kecil serat sabut kelapa di
Kabupaten Ciamis menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas mesin maksimum
adalah berkisar 400 - 600 kg serat per hari (@ 8 jam/hari). Kondisi kapasitas
tersebut tidak menguntungkan dan tidak layak jika tingkat produksi
dilaksanakan di bawah 350 kg serat per hari. Semakin besar tingkat produksi
sampai batas maksimum kapasitas mesin, maka tingkat keuntungan dan
kelayakan usaha semakin baik. Oleh sebab itu, kapasitas produksi yang
digunakan untuk unit pengolah serat sabut ini dengan kapasitas produksi pada
kisaran 400-600 kg serat per hari. Kapasitas produksi serat sabut kelapa
(Cap_SSi) ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
96000≤ Cap_SSi ≤ 144000 kg ................................................................... (10)
Dengan i = periode 1, 2, 3, …, n

102
4. Unit pengolah arang tempurung dengan kapasitas produksi 1,2 ton arang
tempurung sampai dengan 3 ton arang tempurung per hari.
Kapasitas produksi masing-masing unit tanur pengarangan adalah 1,2 ton
arang sampai dengan 3 ton arang tempurung per hari. Total produksi arang
tempurung kelapa yang dihasilkan oleh unit usaha ini adalah 1,2 ton setiap
hari. Tingkat produksi maksimum arang tempurung terutama ditentukan oleh
kapasitas tanur pembakaran. Rata-rata kapasitas tanur menghasilkan
maksimum 1.200 kg arang per hari dalam satu tahun diproduksi 374.400 kg
arang per tahun. Kapasitas produksi arang tempurung kelapa (Cap_ATi) ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Cap_ATi ≤ 374400 kg ................................................................................. (11)
Dengan i = periode 1, 2, 3, …, n
Jika jumlah persediaan bahan baku kurang dari kapasitas produksi maka
langsung diproses menjadi produk akhir. Jumlah produk akhir yang diinginkan
sebanyak 4 macam dan semuanya diproses dari bahan baku yang ada. Permintaan
terhadap produk akhir berfluktuasi. Nilai ekspektasi total permintaan untuk
semua produk setiap tahun.
Simbol-simbol variabel pada notasi numerik formulasi matematika di atas
akan diubah disesuaikan dengan notasi pada pembuatan simulasi dinamis dengan
software stella 9.14. Perubahan simbol dan penjelasan simbol dapat dilihat pada
lampiran.
Identifikasi kendala-kendala
Kendala dalam perancangan model rantai pasokan ini adalah ketersediaan
pasokan bahan baku, kapasitas pemasok bahan baku, kapasitas unit
pengolah/agroindustri, jumlah persediaan dan kebutuhan tiap permintaan.
Kendala-kendala ini diformulasikan sebagai berikut :
1. Kendala kapasitas pasokan bahan baku kelapa butiran
n

∑ Kij ≤ Cap _ SKi ................................................................................ (12)


j =1

Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m

103
Di mana :
Kij = Jumlah pasokan bahan baku berupa kelapa butiran ke unit
pengolahan minyak kelapa j
Cap_SKi = Kapasitas pasokan kelapa butiran ke-i

2. Kendala kapasitas pasokan daging kelapa butiran


n

∑ KDij ≤ Cap _ SDi ................................................................................... (13)


j =1

Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana :
KDij = Jumlah pasokan bahan baku berupa daging buah kelapa ke unit
pengolahan minyak kelapa j
Cap_SDi = Kapasitas pasokan daging buah kelapa ke-i

3. Kendala kapasitas bahan baku air kelapa


n

∑ KAij ≤ Cap _ SAi


j =1
................................................................................... (14)

Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana :
KAij = Jumlah pasokan bahan baku berupa air kelapa ke unit pengolahan
nata de coco
Cap_SAi = Kapasitas pasokan air kelapa ke-i

4. Kendala kapasitas bahan baku sabut kelapa


n

∑ KSij ≤ Cap _ SSi ..................................................................................... (15)


j =1

Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana :
KSij = Jumlah pasokan bahan baku berupa sabut kelapa ke unit
pengolahan serat sabut kelapa
Cap_SSi = Kapasitas pasokan sabut kelapa ke-i

104
5. Kendala kapasitas bahan baku tempurung kelapa
n

∑ KTij ≤ Cap _ STi ..................................................................................... (16)


j =1

Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana :
KTij = Jumlah pasokan bahan baku berupa tempurung kelapa ke unit
pengolahan arang tempurung
Cap_STi = Kapasitas pasokan tempurung kelapa ke-i

6. Kendala kapasitas produksi unit pengolahan minyak kelapa


n

∑ XMKij ≤ Cap _ MKi ≤ 48000 .....................................................


j =1
(17)

Cap _ MKi ≤ 48000 ...................... ............................................................. (18)


Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m

Di mana :
XMKij = Jumlah produk minyak kelapa yang akan disalurkan dari unit
pengolah i ke permintaan j.
Cap_MKi = Kapasitas unit pengolahan minyak kelapa ke-i

7. Kendala kapasitas produksi unit pengolahan nata de coco


Cap _ NDi ≤ 600
..................................................... .............................. (19)

∑ XNDij ≤ Cap _ NDi


j =1
................................................................ (20)

Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana :
XNDij = Jumlah produk nata de coco yang akan disalurkan dari unit
pengolah i ke permintaan j.
Cap_NDi = Kapasitas unit pengolahan nata de coco ke-i

105
8. Kendala kapasitas produksi unit pengolahan serat sabut kelapa

96 ≤ Cap _ SSi ≤ 144


........................................................................... (21)

∑ XSSij ≤ Cap _ SSi ............................................................................ (22)


j =1

Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana :
XSSij = Jumlah produk serat sabut kelapa yang akan disalurkan dari unit
pengolah i ke permintaan j.
Cap_SSi = Kapasitas unit pengolahan serat sabut kelapa ke-i

9. Kendala kapasitas produksi unit pengolahan arang tempurung


Cap _ ATi ≤ 374.4
................................................................................. (23)

∑ XATij ≤ Cap _ ATi ................................................................................. (24)


j =1

Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana :
XATij = Jumlah produk arang tempurung kelapa yang akan disalurkan dari
unit pengolah i ke permintaan j.
Cap_ATi = Kapasitas unit pengolahan arang tempurung kelapa ke-i

10. Kendala inventori unit pengolahan minyak kelapa


Persediaan minyak kelapa merupakan hasil produksi minyak kelapa yang
disimpan di dalam gudang sebelum didistribusikan dan sesudah
didistribusikan. Kendala ini dirumuskan sebagai berikut :
p

IMK j = Cap_MKj - ∑ XMKjk


k =1
……………………………….....(25)

Dengan
IMK j = Jumlah persediaan minyak kelapa
Cap_MKj = Kapasitas unit pengolahan minyak kelapa j (kg)
XMK jk = Jumlah produk minyak kelapa j yang akan disalurkan ke
permintaan k (kg)
J = 1, 2, 3, …n
K = 1, 2, 3, …p

106
11. Kendala Inventori unit pengolahan nata de coco
Persediaan nata de coco merupakan hasil produksi nata de coco yang
disimpan di dalam gudang sebelum didistribusikan dan sesudah
didistribusikan. Kendala ini dirumuskan sebagai berikut :
p

IND j = Cap_ND j - ∑ XNDjk


k =1
……………………… (26)

Dengan
INDj = Jumlah persediaan nata de coco
Cap_ND j = Kapasitas unit pengolahan nata de coco j (kg)
XND jk = Jumlah produk nata de coco j yang akan
disalurkan ke permintaan k (kg)
J = 1, 2, 3, …n
K = 1, 2, 3, …p

12. Kendala Inventori unit pengolahan serat sabut


Persediaan serat sabut merupakan hasil produksi serat sabut kelapa yang
disimpan di dalam gudang sebelum didistribusikan dan sesudah
didistribusikan. Kendala ini dirumuskan sebagai berikut :
p

ISS j = Cap_SS j - ∑ XSSjk ……………………… (27)


k =1
Dengan
ISSj = Jumlah persediaan serat sabut kelapa
Cap_SS j = Kapasitas unit pengolahan serat sabut kelapa j (kg)
XSS jk = Jumlah produk serat sabut kelapa j yang akan
disalurkan ke permintaan k (kg)
J = 1, 2, 3, …n
K = 1, 2, 3, …p

13. Kendala inventori unit pengolahan arang tempurung


Persediaan arang tempurung merupakan hasil produksi arang tempurung
yang disimpan di dalam gudang sebelum didistribusikan dan sesudah
didistribusikan. Kendala ini dirumuskan sebagai berikut :
p

IAT j = Cap_AT j - ∑ XATjk ……………………….. (28)


k =1

107
Dengan
IATj = Jumlah persediaan arang tempurung
Cap_AT j = Kapasitas unit pengolahan arang tempurung j (kg)
XAT jk = Jumlah produk arang tempurung j yang akan
disalurkan ke permintaan k (kg)
J = 1, 2, 3, …n
K = 1, 2, 3, …p

14. Kendala kebutuhan permintaan produk berupa minyak kelapa


Permintaan produk akhir minyak kelapa merupakan total produk minyak
kelapa j yang akan disalurkan ke permintaan k (kg)
p
DMK j = ∑ XMKjk …………………………………………………..(29)
k =1

15. Kendala kebutuhan permintaan produk berupa nata de coco


Permintaan produk akhir nata de coco merupakan total produk nata de coco j
yang akan disalurkan ke permintaan k (kg)
p
DND j = ∑ XNDjk …………………………………………………….(30)
k =1

16. Kendala kebutuhan permintaan produk berupa serat sabut kelapa


Permintaan produk akhir serat sabut kelapa merupakan total produk serat
sabut kelapa j yang akan disalurkan ke permintaan k (kg)
DSS j
p
= ∑ XSSjk ……………………………………………………………(31)
k =1

17. Kendala kebutuhan permintaan produk berupa arang tempurung kelapa


Permintaan produk akhir arang tempurung kelapa merupakan total produk
arang tempurung kelapa j yang akan disalurkan ke permintaan k (kg)
p
DAT j = ∑ XATjk ………………………………………………………….. (32)
k =1

Perumusan Fungsi Tujuan


Tujuan perancangan model ini adalah untuk meminimalkan keseluruhan
biaya rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu dari mulai pasokan bahan baku
berupa kelapa butiran hingga diolah dalam suatu unit pengolahan hingga
menghasilkan empat macam produk yang didistribusikan ke konsumen. Setiap
aliran material dari satu tempat ke tempat yang lain membutuhkan biaya demikian

108
halnya dalam unit pengolah. Total biaya rantai pasokan ini dirumuskan sebagai
berikut:
m n n p n n
Minimisasi Z = ∑ ∑ CS ij S ij + ∑ ∑ CX
i =1 j =1 j =1 k =1
jk X jk
+ ∑ ∑ CI j I j
j =1 j =1

Di mana :
Z = Total biaya rantai pasokan
CS ij = Biaya transportasi setiap unit bahan baku ke unit agroindustri j
Sij = Jumlah pasokan bahan baku ke agroindustri kelapa terpadu
CXjk = Biaya transportasi tiap unit produk dari agroindustri j ke
permintaan k
Xjk = Jumlah produk dari agroindustri j yang akan disalurkan ke
permintaan k
CIj = Biaya penyimpanan untuk tiap produk pada unit agroindustri j
Ij = Jumlah persediaan pada unit agroindustri j

Input-input dalam Pemodelan Sistem

Pemodelan sistem ini dilakukan dengan menggunakan software stella 9.14


dengan didasarkan pada kondisi mekanisme sistem ideal yang diinginkan dan
formulasi model yang dirumuskan. Model yang dirancang, diharapkan dapat
memberikan gambaran proses yang terjadi dalam sistem sehingga dapat
menyerupai sistem nyata. Tabel 15 di bawah ini adalah beberapa asumsi yang
digunakan sebagai input untuk stock flow diagram dalam pemodelan rantai
pasokan ini.
Tabel 15 Input dalam Pemodelan
No Input Nilai Input

1 Persediaan kelapa butiran 12.600.000 kg


2 Konversi daging kelapa dari kelapa butiran 28% Kg
3 Konversi air kelapa dari kelapa butiran 25%
4 Konversi sabut kelapa dari kelapa butiran 35%
5 Konversi tempurung kelapa dari kelapa 12%
butiran
6 Rerata berat butiran kelapa 1,8 kg/butir
7 Persentase distribusi domestik Minyak kelapa 40%
8 Persentase distribusi domestik nata de coco 80%
9 Persentase distribusi domestik serat sabut 5%
10 Persentase distribusi domestik arang 90%
11 Persentase distribusi ekspor Minyak kelapa 60%
Lanjutan……

109
Lanjutan Tabel 15
No Input Nilai Input

12 Persentase distribusi ekspor nata de coco 20%


13 Persentase distribusi ekspor serat sabut 95%
14 Persentase distribusi ekspor arang 10%
15 Rendemen minyak kelapa 12%
16 Rendemen nata de coco 10%
17 Rendemen serat sabut kelapa 30%
18 Rendemen arang tempurung 40%

Tabel 16 Asumsi-asumsi Biaya dalam Pemodelan


No Asumsi Dasar asumsi Besar biaya Dasar Asumsi
per hari per
kg (rupiah)
1 Biaya Didasarkan pada besarnya 750 Harga per butir kelapa
Pembelian besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk membeli
satu butir kelapa di tingkat
petani
2 Biaya Angkut Didasarkan pada besarnya
besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk
mengangkut bahan baku
baik untuk pengangkutan
air kelapa, sabut kelapa,
maupun tempurung
Biaya angkut air kelapa 250 Biaya yang dikeluarkan
selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk mengangkut
1 ton air kelapa sebesar
Rp 6.000.000
Biaya angkut sabut kelapa 2000 Biaya yang dikeluarkan
selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk mengangkut
1 ton sabut kelapa sebesar
Rp 48.000.000
Biaya angkut tempurung 250 Biaya yang dikeluarkan
kelapa selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk mengangkut
1 ton tempurung kelapa
sebesar Rp 6.000.000
Lanjutan ……….

110
Lanjutan Tabel 16
No Asumsi Dasar asumsi Besar biaya Dasar Asumsi
per hari
per kg
(rupiah)
3 Biaya Didasarkan pada
Penyimpanan besarnya besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk
menyimpan produk
akhir berupa minyak
kelapa, nata de coco,
serat sabut, dan arang
tempurung sebelum
didistribusikan ke
konsumen
Biaya penyimpanan 500 Biaya yang dikeluarkan
minyak kelapa selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
menyimpan minyak
kelapa sebesar Rp
1.200.000
Biaya penyimpanan nata 100 Biaya yang dikeluarkan
de coco selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
menyimpan nata de
coco sebesar Rp
2.400.000
Biaya penyimpanan serat 500 Biaya yang dikeluarkan
sabut selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
menyimpan 1 ton serat
sabut sebesar Rp
12.000.000
Biaya penyimpanan 50 Biaya yang dikeluarkan
arang tempurung selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
menyimpan arang
tempurung sebesar Rp
1.200.000
4 Biaya Didasarkan pada
Distribusi besarnya besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk
mendistribusikan produk
berupa minyak kelapa,
nata de coco, serat sabut
dan arang ke konsumen
domestik maupun ekspor
Lanjutan………..

111
Lanjutan Tabel 16
No Asumsi Dasar asumsi Besar Dasar Asumsi
biaya per
hari per
kg
(rupiah)
Biaya distribusi domestik 2000 Biaya yang dikeluarkan
minyak kelapa selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mendistribusikan 1 ton
minyak kelapa sebesar
Rp 48.000.000
Biaya distribusi domestik 500 Biaya yang dikeluarkan
nata de coco selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mendistribusikan 1 ton
Nata de coco sebesar
Rp 12.000.000
Biaya distribusi domestik 2500 Biaya yang dikeluarkan
serat sabut selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mendistribusikan 1 ton
serat sabut sebesar Rp
60.000.000
Biaya distribusi domestik 2000 Biaya yang dikeluarkan
arang selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mendistribusikan 1 ton
arang sebesar Rp
48.000.000
Biaya distribusi ekspor 3000 Biaya yang dikeluarkan
minyak kelapa selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mengekspor 1 ton
minyak kelapa sebesar
Rp 72.000.000
Biaya distribusi ekspor 1000 Biaya yang dikeluarkan
nata de coco selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mengekspor 1 ton nata
de coco sebesar Rp
24.000.000
Lanjutan……..

112
Lanjutan Tabel 16
No Asumsi Dasar asumsi Besar Dasar Asumsi
biaya per
hari per
kg
(rupiah)
Biaya distribusi ekspor 3000 Biaya yang dikeluarkan
serat sabut selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mengekspor 1 ton serat
sabut sebesar Rp
72.000.000
Biaya distribusi ekspor 1000 Biaya yang dikeluarkan
arang selama 1 bulan (24 hari
kerja ) untuk
mengekspor 1 ton nata
de coco sebesar Rp
24.000.000

Simulasi Model dengan Software Stella

Model yang dirancang mengikuti menu-menu yang terdapat dalam


software stella. Stella yang digunakan adalah Stella 9.14. Pembuatan stock flow
diagram untuk model rantai pasokan dengan mensimulasikan beberapa kondisi
dan biaya agar diperoleh biaya total rantai pasokan yang optimal dapat
digambarkan seperti pada gambar stock flow diagram di bawah ini. Rancangan ini
cukup sederhana tanpa menggunakan aplikasi yang variatif namun setidaknya
cukup menjelaskan gambaran kondisi yang diinginkan. Output hasil simulasi
rancangan model dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Ketersediaan Kelapa Butiran

Lj Peny ediaan Pers Klp Btr Lj Konsumsi

Peny Klp Btr Konsumsi Klp Btr

Gambar 21. Stock Flow Diagram Sub Model Ketersediaan Kelapa Butiran

113
Desain model ini hanya diasumsikan untuk kelapa dalam saja. Hal ini
mengingat jenis kelapa dalam inilah yang banyak diusahakan oleh petani di
wilayah Kabupaten Ciamis. Jenis kelapa hibrida sangat jarang yang diusahakan
untuk pasokan industri, namun diusahakan untuk kebutuhan rumah tangga saja.
Output dari simulasi dengan menggunakan Stella dapat menggambarkan
suatu ketersediaan pasokan kelapa di tingkat petani di Kabupaten Ciamis. Secara
rata-rata kebutuhan bahan baku kelapa butiran cukup dengan mengandalkan
pasokan dari satu kabupaten saja.
1: Peny Klp Btr 2: Pers Klp Btr 3: Konsumsi Klp Btr
1: 18000000
2: 80000000
3: 7000000

1 2

1: 10575000
2: 45000000
3: 4000000
3
2
1

3
2
1
1: 3150000 2 3
2: 10000000
3: 1000000 1
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00
Page 1 Time 9:05 AM Fri, Feb 04, 2011
Ketersediaan Bahan Baku

Gambar 22. Grafik Hasil Simulasi Ketersediaan Kelapa Butiran


Gambar 22 menunjukkan hasil simulasi ketersediaan bahan baku kelapa
butiran dengan input yang langsung dilakukan pada model yang dirancang melalui
stock flow diagram yang dibuat. Secara numerik akan menunjukkan hasil yang
cukup variatif dengan berbagai bilangan. Hasil ini seiring dengan nilai input
numerik yang dimasukkan sesuai dengan input untuk perancangan model. Grafik
hasil simulasi di atas menunjukkan nilai yang meningkat sejalan dengan laju
penyediaan dan laju konsumsi. Peningkatan tersebut terjadi karena ada cadangan
persediaan kelapa butiran sebanyak 12.600.000 kg untuk kebutuhan pasokan
sebagai inisiasi awal untuk input simulasi model.

114
Tabel 17. Ketersediaan Kelapa Butiran
Time Penyediaan Kelapa Butir Persediaan Kelapa Butir Konsumsi
0 3,150,000.00 12,600,000.00 1,134,000.00
1 3,654,000.00 14,616,000.00 1,315,440.00
2 4,238,640.00 16,954,560.00 1,525,910.40
3 4,916,822.40 19,667,289.60 1,770,056.06
4 5,703,513.98 22,814,055.94 2,053,265.03
5 6,616,076.22 26,464,304.89 2,381,787.44
6 7,674,648.42 30,698,593.67 2,762,873.43
7 8,902,592.16 35,610,368.65 3,204,933.18
8 10,327,006.91 41,308,027.64 3,717,722.49
9 11,979,328.02 47,917,312.06 4,312,558.09
10 13,896,020.50 55,584,081.99 5,002,567.38
11 16,119,383.78 64,477,535.11 5,802,978.16
Final 74,793,940.73
Sumber : olahan data hasil simulasi
Hasil simulasi menunjukkan dengan laju penyediaan kelapa butiran
sebesar 0.25% hingga tahun ke 12 akan terdapat total persediaan kelapa butiran
sebanyak 74.793.940,73 kg di wilayah Kabupaten Ciamis dengan laju konsumsi
kelapa butiran untuk kebutuhan industri sebanyak 0.9%. Prosentase konsumsi
kelapa butiran untuk kebutuhan industi ini ditunjukkan dengan gambar 28 di
bawah ini. Gambaran konsumsi kelapa butiran ini menunjukkan konsumsi kelapa
butiran terdistribusi untuk tiga pemanfaatan yaitu untuk dijual langsung ke pasar-
pasar tradisional sebanyak 89%, untuk konsumsi industri 9%, dan untuk
konsumen rumah tangga sebanyak 2%.
Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis menunjukkan sebagian besar
kelapa (89% ) dijual dalam bentuk kelapa butiran ke wilayah Bandung, Jakarta,
Cirebon dan beberapa wilayah di Jawa Tengah. Konsumsi lokal untuk rumah
tangga di Kabupaten Ciamis sebanyak 2%, dan yang diolah oleh petani dan
perusahaan sebanyak 9%. Hal ini ditunjukkan pada gambar di bawah ini ;

115
Industri 9%

Rumah Tangga,
2%

Dijual Langsung
89%

Gambar 23. Konsumsi Kelapa (Rinaldi 2008)


Asumsi persediaan kelapa butiran sebanyak 12.600.000 kg kelapa butir
tiap tahun. Oleh sebab itu secara-rata-rata setiap tahun terdapat persediaan kelapa
butir 6.232.828 kg butir kelapa yang dapat dimanfaatkan untuk diproses menjadi
aneka produk agroindustri kelapa terpadu. Hasil simulasi untuk konsumsi kelapa
butiran ini digunakan sebagai dasar nilai untuk menghitung kebutuhan pasokan
kelapa butiran yang akan dikonversi menjadi daging kelapa, air kelapa, sabut
kelapa, dan tempurung kelapa sebagai bahan baku agroindustri kelapa terpadu
dengan output produk berupa minyak kelapa, nata de coco, serat sabut kelapa dan
arang tempurung kelapa.
Hal ini apabila dibandingkan dengan data produksi kelapa butiran di
Kabupaten Ciamis tidak jauh berbeda. Data produksi kelapa butiran di Kabupaten
Ciamis ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 18. Produksi Kelapa Dalam Kabupaten Ciamis
Tahun Produksi Kelapa Dalam (kg)
2001 19.480.000
2002 32.207.000
2003 36.771.000
2004 74.265.000
2005 74.678.000
2006 70.057.000
2007 64.325.000
2008 78.193.000
2009 77.606.553
Sumber : Disbun Jabar (2010)
Propinsi Jawa Barat memiliki luas areal pengusahaan tanaman kelapa
sebanyak 172.500,20 ha yang merupakan perkebunan rakyat. Perkebunan kelapa
ini merupakan areal perkebunan kelapa dalam. Adapun potensi areal perkebunan
kelapa dalam di wilayah Propinsi Jawa barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

116
Tabel 19 Potensi Areal Perkebunan Kelapa Dalam
No Kabupaten/Kotamadya Luas Areal Perkebunan
(Hektar)
1 Bogor 9,041
2 Sukabumi 19,970
3 Cianjur 17,404
4 Bekasi 3,500
5 Karawang 3,565
6 Purwakarta 1,383
7 Subang 4,776
8 Bandung 2,595
9 Sumedang 6,114
10 Garut 5,937
11 Tasikmalaya 34179
12 Ciamis 79,011
13 Majalengka 3,918
14 Cirebon 5,723
15 Kuningan 8,509
16 Indramayu 7,002
17 Kota Banjar 2,500
18 Kota Tasikmalaya 1,700
Sumber: www.disbun.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/458

Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan wilayah penghasil kelapa


terbanyak untuk propinsi Jawa Barat yaitu sebesar 79,011 ha dengan total
produksi buah kelapa butir sebanyak 35.028 ton. Potensi agroindustri pengolahan
kelapa di Kabupaten Ciamis ditunjukkan pada tabel di bawah ini :
Tabel 20 Potensi Agroindustri Pengolahan Kelapa
No Jenis Unit Jumlah Bahan Baku
Produksi
(ton/tahun)
1 Gula kelapa 7933 27,560 137,800,000 liter nira
2 Kopra 92 1,435 7,175,000 butir kelapa
3 Minyak kelapa 53 3,899 38,990,000 butir kelapa
4 Nata de Coco 23 969 581,400 liter air kelapa
5 Serat sabut 8 1,490 13,244,000 sabut
6 Galendo 7 11 220,000 butir kelapa

Data di atas menunjukkan bahwa rata-rata kebutuhan kelapa butiran untuk


agroindustri kelapa terpadu di wilayah kabupaten Ciamis sejumlah 53723,33 ton.
Jumlah ini merupakan jumlah yang cukup banyak dalam upaya memacu
peningkatan produktivitas pertanian di wilayah tersebut. Kebutuhan kelapa

117
butiran tersebut terutama untuk memenuhi permintaan unit pengolahan minyak
kelapa.
Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa di kabupaten Ciamis, selalu
terbentur pada masalah kontinyuitas bahan baku yang tidak terjamin untuk
agroindustri arang dan nata de coco serta serat sabut. Perilaku petani adalah selalu
menjual hasil buah kelapa butiran dalam bentuk buah kelapa segar dan dijual
keluar daerah. Hal ini dilakukan terutama pada saat harga kelapa meningkat
dengan tajam.

Bahan Baku Agroindustri

Dgg Klp
N Kon Dgg Klp
Pasokan Klp Butir

Persediaan BB Konv Dgg Klp


Konsumsi Klp Btr

Proses Konversi Klp Btr


N Konv Sabut
Sabut
N Konv Air Klp

Air Klp Konv Sabut


N Konv Temprng
Tmprng

Konv Air

Konv Tmprng

Gambar 24. Stock Flow Diagram Bahan Baku Agroindustri


Stock flow diagram untuk bahan baku agroindustri menunjukkan aliran
pasokan bahan baku kelapa butir yang akan dikonversi menjadi daging kelapa
terlebih dahulu, selanjutnya by product yang dihasilkan akan dimanfaatkan
sebagai input bahan baku untuk agroindustri. Hasil samping dari proses konversi
kelapa butiran menjadi daging kelapa butiran ini berupa air kelapa, sabut dan
tempurung.
Hasil simulasi untuk bahan baku agroindustri yang dirancang dalam
periode 12 tahun ke depan menunjukkan apabila terdapat pasokan kelapa butiran
sebanyak 4.932.531,44 kg maka jumlah kelapa butiran yang akan dikonversi
sebanyak 4.346.052,35 kg dan akan diperoleh bahan baku berupa daging kelapa
butiran sebanyak 1.051.161,60 kg, air kelapa sebanyak 938.537,14 kg, sabut

118
kelapa sebanyak 1.313.952 kg, dan tempurung 450.497,83 kg. Hasil simulasi ini
dilakukan berdasarkan pasokan kelapa butiran sebanyak 85% dari nilai konsumsi
kelapa butiran untuk industri dan persediaan bahan baku kelapa butiran untuk unit
agroindustri sebanyak 730.000 kg dan proses konversi yang dilakukan dengan
persediaan kelapa butiran yang tidak ikut dalam proses sebanyak 25%.
Persediaan bahan baku ini agar proses produksi untuk unit agroindustri tetap
berlangsung.
Sub model agroindustri kelapa terpadu dirancang untuk menghasilkan
empat output produk yaitu berupa minyak kelapa, nata de coco, serat sabut kelapa
dan arang tempurung. Masing-masing kerangka sektor yang dibuat sebagai
bagian dari sub model ini terdiri atas kerangka sektor agroindustri minyak kelapa,
agroindustri nata de coco, agroindustri serat sabut dan agroindustri arang
tempurung. Masing-masing kerangka sektor ini dirancang untuk memperoleh
nilai output masing-masing produk.
Agroindustri kelapa terpadu akan menghasilkan minyak kelapa sebanyak
633.128,46 kg pada rendemen minyak kelapa sebanyak 12%. Hal ini dapat dicapai
dalam simulasi dinamik dengan periode waktu selama 12 tahun. Output produk
minyak kelapa tersebut akan dapat dipenuhi oleh unit pengolahan minyak kelapa
dalam skala usaha kecil sebanyak 8 unit. Dengan rata-rata masing-masing unit
memiliki kemampuan menghasilkan sebanyak 72.000 kg per tahun. Gambar 30 di
bawah ini menunjukkan stock flow diagram untuk agroindustri minyak kelapa ini.
Daging kelapa sebagai hasil proses konversi merupakan input yang dapat
menghasilkan minyak kelapa ini.

119
Agroindustri M inyak Kelapa

Dgg Klp

Proses M yk Klp M iny ak Klp

~
Input proses Output proses

Rendemen M yk Klp

Gambar 25. Stock Flow Diagram Agroindustri Minyak Kelapa


Unit pengolahan nata de coco dengan input proses berupa air kelapa dari
hasil samping proses konversi kelapa butiran menjadi daging kelapa menghasilkan
nata de coco sebanyak 429.333,08 kg dengan rendemen nata de coco 10%. Hal ini
dapat dicapai dalam simulasi dinamik dengan periode waktu selama 12 tahun.
Output produk nata de coco tersebut akan dapat dipenuhi oleh unit pengolahan
nata de coco dalam skala usaha kecil sebanyak 36 unit. Dengan rata-rata masing-
masing unit memiliki kemampuan menghasilkan sebanyak 12.000 kg per tahun.
Gambar 26 di bawah ini menunjukkan kerangka sektor untuk agroindustri nata de
coco. Secara mekanisme model yang dirancang menyerupai rancangan model
untuk agroindustri minyak kelapa.

Agroindustri Nata de Coco


Air Klp

Proses NdC Nata de Coco

Inp ut NdC Outp ut NdC

Rendemen NdC

Gambar 26. Stock Flow Diagram Agroindustri Nata de Coco

120
Unit pengolahan serat sabut kelapa dengan input proses berupa sabut
kelapa dari hasil samping proses konversi kelapa butiran menjadi daging kelapa
menghasilkan serat sabut kelapa sebanyak 2.040.588,93 kg dengan rendemen
30%. Output produk serat sabut tersebut akan dapat dipenuhi oleh unit pengolahan
serat sabut dalam skala usaha kecil sebanyak 14 unit. Dengan rata-rata masing-
masing unit memiliki kemampuan menghasilkan sebanyak 144.000 kg per tahun.
Gambar 27 di bawah ini menunjukkan kerangka sektor untuk agroindustri serat
sabut kelapa. Secara mekanisme model yang dirancang menyerupai rancangan
model untuk agroindustri minyak kelapa dan agroindustri nata de coco.

Agroindustri Serat Sabut Kelap a

Sabut

Proses Srt Sabut Serat Sabut

~
Inp ut Srt Sabut Outp ut Srt Sabut

Rendemen Srt Sabut

Gambar 28. Stock Flow Diagram Agroindustri Serat Sabut Kelapa


Unit pengolahan arang tempurung dengan input proses berupa tempurung
kelapa dari hasil samping proses konversi kelapa butiran menjadi daging kelapa
menghasilkan arang tempurung sebanyak 1.319.583,51 kg dengan rendemen 40%.
Output produk arang tempurung tersebut akan dapat dipenuhi oleh unit
pengolahan arang tempurung dalam skala usaha kecil sebanyak 4 unit. Dengan
rata-rata masing-masing unit memiliki kemampuan menghasilkan sebanyak
374.400 kg per tahun. Gambar 29 di bawah ini menunjukkan kerangka sektor
untuk agroindustri arang tempurung. Secara mekanisme model yang dirancang
menyerupai rancangan model untuk agroindustri minyak kelapa, agroindustri nata
de coco dan agroindustri serat sabut kelapa.

121
Agroindustri Arang Temp urung
Tmprng

Proses Arang Tmp rng Arang Tmp rng

~
Inp ut Arang Tmp urung Outp ut Arang Tmp rng

Rendemen Arang Tmp rng

Gambar 29. Stock Flow Diagram Agroindustri Arang Tempurung


Sub model ketersediaan produk dirancang agar dapat diketahui berapa
jumlah persediaan produk yang akan didistribusikan untuk memenuhi permintaan
domestik dan ekspor sehingga akan diketahui berapa banyak produk yang akan
didistribusikan. Hasil simulasi dinamik menunjukkan dengan permintaan
domestik sebanyak 40% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang
diperoleh persediaan domestik sebanyak 215.565,55 kg secara rata-rata yang
dapat didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa
output minyak kelapa dari unit pengolahan minyak kelapa sebanyak 633.128,46
kg. Persediaan minyak kelapa untuk permintaan domestik ini dapat dipenuhi dari
3 unit pengolahan minyak kelapa dalam skala usaha kecil. Gambar 30
menunjukkan stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk
minyak kelapa domestik.

Ketersediaan Produk M iny ak Kelap a Domestik

Minyak Klp

Inv Prod M y k Klp Dom Pers Dom M y k Klp

Pasokan Prod M y k Klp Dom Dist Prod M y k Klp Dom

Persen Dist Dom M y k Klp

Gambar 30. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Minyak Kelapa Domestik

122
Hasil simulasi dinamik menunjukkan dengan permintaan ekspor minyak
kelapa sebanyak 60% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang diperoleh
persediaan ekspor sebanyak 323.348,32 kg secara rata-rata yang dapat
didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output
minyak kelapa dari unit pengolahan minyak kelapa sebanyak 633.128,46 kg.
Persediaan minyak kelapa untuk permintaan domestik ini dapat dipenuhi dari 5
unit pengolahan minyak kelapa dalam skala usaha kecil. Gambar 31 menunjukkan
stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk minyak
kelapa ekspor.

Ketersediaan Produk M inyak Kelapa Ekspor

Inv Prod M yk Klp Eksp Pers Eksp M yk Klp

Pasokan Prod M yk Klp EKsp Dist Prod M yk Klp Eksp

Persen Dist Eksp M yk Klp


Minyak Klp

Gambar 31. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Minyak Kelapa Ekspor
Hasil simulasi dinamik untuk nata de coco menunjukkan dengan
permintaan domestik sebanyak 80% dalam periode waktu 12 tahun yang akan
datang diperoleh persediaan domestik sebanyak 299.570,96 kg secara rata-rata
yang dapat didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model
berupa output nata de coco dari unit pengolahan nata de coco sebanyak
429.333,08 kg. Persediaan nata de coco untuk permintaan domestik ini dapat
dipenuhi dari 25 unit pengolahan nata de coco dalam skala usaha kecil. Gambar
31 menunjukkan stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan
produk nata de coco domestik.
Hasil simulasi dinamik untuk nata de coco menunjukkan dengan
permintaan ekspor sebanyak 20% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang
diperoleh persediaan ekspor sebanyak 74.892,74 kg secara rata-rata yang dapat
didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output
nata de coco dari unit pengolahan nata de coco sebanyak 429.333,08 kg.

123
Persediaan nata de coco untuk permintaan ekspor ini dapat dipenuhi dari 6 hingga
7 unit pengolahan nata de coco dalam skala usaha kecil. Gambar 32 menunjukkan
stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk nata de coco
ekspor.

Ketersediaan Produk Nata de Coco Domestik

Inv Prod NdC


Pers Dom NdC
Nata de Coco
Dist Prod NdC Dom
Pasokan Prod NdC Dom

Persen Dist Dom NdC

Gambar 32. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Nata de Coco Domestik

Ketersediaan Produk Nata de Coco Ekspor

Nata de Coco Inv Prod NdC Eksp


Pers Eksp NdC

Pasokan Prod NdC Dist Prod NdC Eksp

Persen Dist Eksp NdC

Gambar 33. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Nata de Coco Ekspor
Hasil simulasi dinamik untuk serat sabut menunjukkan dengan permintaan
domestik sebanyak 5% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang diperoleh
persediaan domestik sebanyak 87.308,42 kg secara rata-rata yang dapat
didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output
serat sabut dari unit pengolahan serat sabut sebanyak 2.040.588,93 kg. Persediaan
serat sabut untuk permintaan domestik ini dapat dipenuhi cukup dari 1 unit
pengolahan serat sabut dalam skala usaha kecil. Gambar 34 menunjukkan stock
flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk serat sabut
domestik.

124
Ketersediaan Produk Serat Sabut Domestik

Inv Prod Srt Sbt Dom Pers Dom Srt Sabut


Serat Sabut

Pasokan Prod Srt Sabut Dom Dist Prod Srt Sabut Dom

Persen Dist Dom Srt Sabut

Gambar 34. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Serat Sabut Domestik
Hasil simulasi dinamik untuk serat sabut menunjukkan dengan permintaan
ekspor sebanyak 95% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang diperoleh
persediaan ekspor sebanyak 1.659.859,51 kg secara rata-rata yang dapat
didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output
serat sabut dari unit pengolahan serat sabut sebanyak 2.040.588,93 kg. Persediaan
serat sabut untuk permintaan ekspor ini dapat dipenuhi dari 11 hingga 12 unit
pengolahan serat sabut dalam skala usaha kecil. Gambar 35 menunjukkan stock
flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk serat sabut ekspor.

Ketersediaan Produk Serat Sabut Ekspor


Serat Sabut

Pers Eksp Srt Sabut


Inv Prod Srt Sbt Eksp

Pasokan Prod Srt Sabut Dist Prod Srt Sabut Eksp

Persen Dist Eksp Srt Sabut

Gambar 35. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Serat Sabut Ekspor
Hasil simulasi dinamik untuk arang tempurung menunjukkan dengan
permintaan domestik sebanyak 90% dalam periode waktu 12 tahun yang akan
datang diperoleh persediaan domestik sebanyak 1.092.810,88 kg secara rata-rata
yang dapat didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model
berupa output arang tempurung dari unit pengolahan arang tempurung sebanyak

125
1.319.582,51 kg. Persediaan arang tempurung untuk permintaan domestik ini
dapat dipenuhi dari 3 unit pengolahan arang tempurung dalam skala usaha kecil.
Gambar 36 menunjukkan stock flow diagram dari model rancangan untuk
ketersediaan produk arang tempurung domestik.

Ketersediaan Produk Arang Tempurung Domestik

Inv Prod Arang Tmprng Dom Pers Dom Arang Tmprng

Pasokan Prod Arang Tmprng Dom Dist Prod Arang Tmprng Dom

Arang Tmprng
Persen Dist Dom Arang Tmprng

Gambar 36. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Arang Tempurung


Domestik
Hasil simulasi dinamik untuk arang tempurung menunjukkan dengan
permintaan ekspor sebanyak 10% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang
diperoleh persediaan ekspor sebanyak 121.423,43 kg secara rata-rata yang dapat
didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output
arang tempurung dari unit pengolahan arang tempurung sebanyak kg. Persediaan
arang tempurung untuk permintaan ekspor ini dapat dipenuhi cukup dari 1 unit
pengolahan arang tempurung dalam skala usaha kecil. Gambar 37 menunjukkan
stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk arang
tempurung ekspor.

Ketersediaan Produk Arang Tempurung Ekspor

Arang Tmprng

Pers Eksp Arang Tmprng


Inv Prod Arang Tmprng

Dist Prod Arang Tmprng Eksp


Pasokan Prod Arang Tmprng

Persen Dist Eksp Arang Tmprng

Gambar 37. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Arang Tempurung Ekspor

126
Gambar 37 menunjukkan stock flow diagram untuk distribusi produk.
Hasil simulasi dinamik dari distribusi produk menunjukkan bahwa jumlah produk
yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik minyak kelapa
sebanyak 195.508,99 kg pada periode tahun ke 12. Hal ini dipenuhi dari 3 unit
pengolahan minyak kelapa. Jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi
permintaan ekspor minyak kelapa sebanyak 330.513,49 kg. Hal ini dipenuhi dari 5
unit pengolahan minyak kelapa. Jumlah produk yang didistribusikan dari target
capaian persentase permintaan domestik minyak kelapa sebanyak 90,6% dan
untuk permintaan ekspor bahkan lebih dari 100%. Jumlah produk yang
didistribusikan dapat memenuhi target capaian persentase permintaan ekspor
minyak kelapa dipenuhi melalui penambahan 2% dari nilai persediaan produk
minyak kelapa.
Hasil simulasi dinamik untuk distribusi produk menunjukkan bahwa
jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik nata de
coco sebanyak 259.347,71 kg pada periode tahun ke 12. Hal ini dipenuhi dari 22
unit pengolahan nata de coco. Jumlah produk yang didistribusikan untuk
memenuhi permintaan ekspor nata de coco sebanyak 64.663,13 kg. Hal ini
dipenuhi dari 6 unit pengolahan nata de coco. Jumlah produk yang didistribusikan
dari target capaian persentase permintaan domestik nata de coco sebanyak 86,57%
dan untuk permintaan ekspor bahkan lebih dari 87,67%.
Hasil simulasi dinamik untuk distribusi produk menunjukkan bahwa
jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik serat
sabut sebanyak 236.732,72 kg pada periode tahun ke 12. Hal ini dipenuhi dari 1
unit pengolahan serat sabut. Jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi
permintaan ekspor serat sabut sebanyak 110.149,21 kg. Hal ini dipenuhi dari 11
unit pengolahan serat sabut. Jumlah produk yang didistribusikan dari target
capaian persentase permintaan domestik serat sabut sebanyak 91,15% dan untuk
permintaan ekspor bahkan lebih dari 91,51%.
Hasil simulasi dinamik untuk distribusi produk menunjukkan bahwa
jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik arang
tempurung sebanyak 989.842,90 kg pada periode tahun ke 12. Hal ini dipenuhi
dari 3 unit pengolahan arang tempurung. Jumlah produk yang didistribusikan

127
untuk memenuhi permintaan ekspor arang tempurung sebanyak 1.517.973,92 kg.
Hal ini dipenuhi dari 1 unit pengolahan arang tempurung. Jumlah produk yang
didistribusikan dari target capaian persentase permintaan domestik arang
tempurung sebanyak 90,58% dan untuk permintaan ekspor bahkan lebih dari
90,71%.

Distribusi Produk

Pers Dom Myk Klp Jml Spply Eksp Myk Klp


Pers Eksp Myk Klp

Tot Spply Myk Klp Demand Eksp Myk Klp


Demand Dom Myk Klp Jml Spply Dom Myk Klp
~ Spply Kons Eksp Myk Klp Pers Eksp NdC
Pers Dom NdC
Spply Kons Dom Myk Klp

Tot Spply NdC


Jml Spply Eksp NdC
Demand Dom NdC Jml Spply Dom NdC
Demand Eksp NdC
~

Spply Kons Dom NdC Pers Dom Srt Sabut


Pers Eksp Srt Sabut Spply Kons Eksp NdC

Demand Dom Srt Sabut Demand Eksp Srt Sabut


Jml Spply Dom Srt Sbt

Tot Spply Srt Sabut Jml Spply Eksp Srt Sabut


Spply Kons Dom Srt Sabut
Spply Kons Eksp Srt Sabut
~

Spply Kons Dom Arng Tmprng


Spply Kons Eksp Arang Tmprng
Tot Spply Arng Tmprng
Demand Dom Arng Tmprng Jml Spply Dom Arng Tmprng Jml Spply Eksp Arang Tmprg Demand Eksp Arang Tmprng
Pers Dom Arang Tmprng

Pers Eksp Arang Tmprng

Gambar 38. Stock Flow Diagram Distribusi Produk


Gambar 39 menunjukkan stock flow Diagram Total Biaya Rantai Pasokan
agroindustri kelapa terpadu dengan berbagai input. Total biaya rantai pasokan ini
menunjukkan pada periode ke 12 akan diperlukan biaya total bahan baku
sebanyak Rp 5.220.623.130,00, biaya inventori total Rp 1.445.771.180,00 dan
biaya distribusi produk sebanyak Rp 6.935.830.575,00 serta biaya total rantai
pasokan sebanyak Rp 13.602.224.880,00.

128
Biaya ini adalah biaya yang ditanggung oleh 8 unit pengolahan minyak
kelapa, 36 unit pengolahan nata de coco, 14 unit pengolahan serat sabut dan 4
unit pengolahan arang tempurung. Perhitungan unit pengolahan didasarkan pada
asumsi kapasitas untuk usaha skala kecil.

Total Biaya Rantai Pasokan

Air Klp Sabut Tmprng Minyak Klp

Proses Konversi Klp Btr Nata de Coco


B Inv Myk Klp

Input BB Klp Btr BB Air Klp


BB Sabut BB Tmprung Serat Sabut
B Inv NdC

B Air Klp B Sabut B Inv Total


B Klp Btr B Inv Srt Sbt
B Tmprung Arang Tmprng

Jml Spply Dom Myk Klp B Tot Bhn Baku


B Inv Arng Tmprng
Domestik Myk Klp Jml Spply Eksp Arang Tmprg

B Dist Dom Myk Klp B Total SC


Eksp Arng Tmprng Jml Spply Eksp Srt Sabut
B Dist Eksp Arng Tmprng
Jml Spply Dom NdC B Dist Dom NdC
Domestik NdC B Dist Dom Total
B Dist Prod Eksp Srt Sbt
B Dist EkspTotal B Dist Eksp Srt Sbt
B Dist Dom Srt Sbt
Jml Spply Dom Srt Sbt
Domestik Srt Sabut B Dist Ekspor NdCEkspor NdC Spply Kons Eksp NdC
B Dist Dom Arang Tmprng
Domestik Arng Tmprng B Dist Ekspor Myk Klp
Ekspor Myk Klp
Jml Spply Dom Arng Tmprng Jml Spply Eksp Myk Klp

Gambar 39. Stock Flow Diagram Total Biaya Rantai Pasokan


Hasil tersebut menunjukkan bahwa apabila agroindustri kelapa terpadu ini
diusahakan di wilayah sentra penghasil yang lain dengan asumsi input masukan
kelapa butiran yang sama akan memperoleh hasil produk sejumlah hasil output
seperti yang nampak pada hasil simulasi. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar
pengambil kebijakan ataupun para penyusun strategi dalam mengembangkan

129
agroindustri kelapa terpadu. Produk prospektif yang dipilih dapat bervariasi
sejalan dengan keinginan para pakar dengan melihat berbagai potensi pasar dan
keterkaitan dengan produk hilir yang lain. Namun, dari sisi kemudahan aplikasi
teknologi di masyarakat, produk-produk olahan primer ini cukup untuk
dikembangkan lebih lanjut dalam agroindustri kelapa terpadu.
Agroindustri kelapa terpadu tidak hanya milik pengusaha besar namun
dapat dimiliki oleh petani yang terhimpun dalam suatu wadah kelembagaan
maupun kemitraan yang meungkin saja tidak terlibat dalam manajemen
pengusahaan namun keterlibatan dalam pengusahaan bahan baku.

Verfikasi dan Validasi Model Simulasi

Verifikasi dilakukan dengan menelusuri keseluruhan stock flow yang


dirancang. Jika seluruh basis program dapat dijalankan sesuai dengan logika maka
desain model ini dianggap berhasil. Pemeriksaan terhadap desain model dilakukan
dengan melihat output keluaran. Jika keluaran mengindikasikan suatu kesalahan
logika maka perlu segera dilakukan perbaikan. Proses verifikasi dianggap telah
dilakukan, karena desain model rancangan sudah berjalan sesuai dengan asumsi
yang dilakukan. Verifikasi model juga dapat dilakukan dengan cara-cara yang
lain namun verifikasi dengan cara ini merupakan verifikasi dengan biaya yang
lebih sedikit dan relatif lebih mudah dilakukan. Model dianggap sahih karena
mengandung beberapa elemen dari model biaya rantai pasokan. Validasi bertujuan
untuk memperoleh kecocokan kondisi nyata dengan model yang dirancang.
Validasi model dicoba dilakukan dengan menggunakan analisis sensitivitas.
Hasil validasi menunjukkan bahwa dengan kenaikan jumlah produk
minyak kelapa yang dihasilkan sebesar 3,6% sebagai akibat dari kenaikan
rendemen minyak kelapa menjadi 13%. Jumlah produk yang dihasilkan juga
mengalami penurunan sebanyak 7,4% dengan penurunan rendemen menjadi 11%.
Kenaikan 1% rendemen minyak kelapa dan penurunan 1% rendemen minyak
kelapa cukup memberikan dampak pada hasil output produk minyak kelapa.
Kenaikan biaya total rantai pasokan juga cukup besar yaitu sebanyak 24%.
Analisis sensitivitas dilakukan pada unit pengolahan minyak kelapa karena
ketersediaan bahan baku untuk unit pengolahan yang lain tergantung pada

130
penyediaan bahan baku dari unit pengolahan ini. Hasil analisis sensitivitas ini
merupakan salah satu cara validasi untuk model yang dirancang. Kenaikan biaya
total rantai pasokan sebanyak 1% juga terjadi seiring dengan kenaikan rendemen
ini menunjukkan bahwa unit pengolahan minyak kelapa sangat besar pengaruhnya
dalam pengembangan agroindustri kelapa terpadu.
Faktor ketersediaan dan pasokan bahan baku secara kontinyu merupakan
faktor yang sangat dominan di dalam menentukan komoditas pertanian unggulan.
Dukungan pasokan bahan baku secara kontinyu ini dilakukan agar agroindustri
dapat bertahan hidup. Pengalaman menunjukkan banyak perusahaan agroindustri
yang tidak dapat bertahan karena kontinyuitas bahan baku yang tidak terjamin.
Faktor penyebaran lokasi komoditas kelapa menjadi suatu faktor penting.
Komoditas yang lebih terpusat akan memudahkan dalam hal pengumpulan bahan
baku sehingga akan menghemat ongkos transportasi, sedangkan komoditas yang
tersebar akan menyulitkan dalam pengumpulannya sehingga akan menyebabkan
biaya transportasisyang semakin besar. Tanaman kelapa di kabupaten Ciamis
meskipun lokasinya menyebar namun, sentra produksi lebih terfokus ke daerah
selatan (daerah-daerah pantai).
Pola pengadaan bahan baku untuk pabrik menunjukkan keterkaitan antara
usaha tani kecil dengan industri pengolahan kelapa. Pola umum pembelian atau
akumulasi bahan baku kelapa oleh pabrik dilakukan melalui pembelian langsung
ke petani dan melalui pedagang perantara. Jaminan pasokan bahan baku untuk
industri diperoleh dari petani dalam pola ikatan yang berbentuk hubungan
informal. Hubungan ini didasari rasa saling percaya antara kedua belah pihak.
Nilai uang panjar yang diberikan pihak pabrik tergantung pada kemampuan
petani, besarnya sekitar 50% dari nilai pasokan.
Bentuk lain pola ikatan yang dipakai oleh pihak pabrik terhadap petani
kelapa yaitu sistem kontrak. Perjanjian ini berlaku untuk masa beberapa tahun
atau beberapa kali jadwal panen. Ikatan kontrak ini juga umumnya tidak
dituangkan dalam bentuk surat perjanjian formal. Persaingan tidak sehat terjadi
karena adanya ikatan ke petani jauh sebelum panen dilakukan dengan modal yang
dimiliki oleh pedagang besar.

131
Konsep Penerapan Model
Usulan skenario untuk penerapan model meliputi beberapa hal terkait
dengan kondisi masyarakat di sentra penghasil kelapa. Usulan ini berupa konsep
perbaikan yang merupakan penerapan model yang dirancang. Hal ini diharapkan
sejalan dengan kondisi wilayah penghasil kelapa butiran.
Pemberdayaan petani/pekebun selaku pemasok utama bahan baku untuk
agroindustri kelapa terpadu di sentra-sentra penghasil kelapa merupakan hal yang
penting untuk dilakukan. Pemberdayaan merupakan suatu upaya dalam
membangun dan mengembangkan agroindustri kelapa terpadu. Hal ini didasari
suatu kondisi bahwa belum ada agroindustri kelapa yang benar-benar terpadu
yang diusahakan oleh petani/pekebun atau kelompokpetani/pekebun.
Pemberdayaan (empowerment) petani (kelompok tani) merupakan upaya
memfasilitasi petani untuk memanfaatkan potensi dan kreativitas sendiri dalam
upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Pemberdayaan ini
menjadi suatu instrumen inti yang dapat digunakan untuk pengembangan
masyarakat. Oleh sebab itu pemberdayaan petani atau kelompok tani tidak hanya
terbatas pada aspek teknik produksi atau pembudidayaan tanaman saja, namun
juga dalam peningkatan sumber daya manusia dan aspek usaha, baik usaha tani
maupun usaha agroindustri. Pemberdayaan petani kelapa bertujuan untuk:
1. mengembangkan kemampuan petani sehingga dapat mengakses permodalan,
teknologi, berbagai input agroindustri dan pemasaran hasil, termasuk
membuat rencana, memproduksi, mengelola, memasarkan serta melihat setiap
peluang yang ada,
2. memanfaatkan sumber daya secara efisien melalui pengembangan sistem
pertanian berkelanjutan dengan usaha pokok tanaman perkebunan,
3. meningkatkan diversifikasi sumber pendapatan sepanjang tahun,
4. menumbuhkembangkan kelembagaan ekonomi petani yang mampu mewakili
kepentingan petani sehingga dapat meningkatkan posisi tawar dan daya saing
hasil usaha tani, dan
5. meningkatkan daya saing hasil usaha tani dan olahannya
Keterlibatan petani dalam pengusahaan agroindustri kelapa terpadu dapat
berupa keterlibatan selaku pemasok maupun keterlibatan sebagai pemilik sebagian

132
andil dalam pengusahaan agroindustri kelapa terpadu. Keterlibatan seperti ini
lebih tepat agar manajemen agroindustri kelapa terpadu dapat dilakukan lebih
profesional.
Pemberdayaan petani agar model yang dirancang ini dapat diterapkan akan
menyentuh beberapa hal yang terkait dengan posisi petani selaku pemasok utama
bahan baku. Posisi dan peranan petani yang terutama adalah dalam penentuan
harga bahan baku. Petani diharapkan juga mampu melakukan bargaining position
dalam penentuan harga bahan baku, yang selama ini didominasi oleh pedagang
pengumpul. Harga bahan baku diharapkan lebih memadai agar petani dapat
mengembangkan usaha tani menjadi lebih produktif dan efisien sehingga mampu
menjamin kontinyuitas pasokan bahan baku. Petani/pekebun dituntut agar dapat
menghasilkan bahan baku yang memenuhi persyaratan mutu industri dan
konsumen sehingga produksi berkelanjutan.
Berbagai langkah strategis operasional dalam pemberdayaan petani selaku
pelaku dalam rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu adalah meliputi:
1. peningkatan produktivitas,
2. diversifikasi/integrasi secara horizontal dan vertikal,
3. penguatan kelembagaan,
4. kemitraan
Langkah strategis operasional tersebut sejalan dengan model yang dirancang.
Upaya untuk minimisasi biaya total rantai pasokan erat kaitannya dengan
pemasokan bahan baku berupa kelapa butiran yang dilakukan oleh petani/pekebun
selaku pemasok utama. Petani/pekebun jangan hanya memasok ke pedagang
pengumpul namun harus berperan langsung dalam agroindustri kelapa terpadu.
Peningkatan produktivitas yang seharusnya dilakukan oleh petani
dimaksudkan agar dapat menjamin kontinyuitas sejalan dengan kebutuhan bahan
baku yang juga meningkat sebagai dampak produksi berbagai produk olehan
kelapa yang semakin diminati pasar. Diversifikasi/integrasi secara horizontal
berupa keberlangsungan jaringan pasokan dari bahan baku hingga menjadi produk
olahan primer dan produk olahan turunan lain yang lebih hilir.
Diversifikasi/integrasi secara vertikal berupa jaringan keterkaitan pemasokan
bahan baku untuk produk-produk primer olahan kelapa. Penguatan kelembagaan

133
berupa kelembagaan petani selaku pemasok ataupun petani selaku pemilik usaha
agroindustri baik dalam bentuk koperasi ataupun bentuk-bentuk yang lain. Jalinan
kemitraan sebagai salah satu langkah strategis operasional dalam implementasi
model dimaksudkan berupa jalinan kemitraan dengan lembaga yang lain selaku
pemodal ataupun kemitraan dengan industri sejenis milik swasta dan industri lain
selaku pasar/pembeli hasil usaha atau hasil produksi.
Petani sudah selayaknya memperoleh beberapa hal yang terkait informasi
pasar untuk produk yang dihasilkan. Informasi pasar merupakan salah satu
kebutuhan penting petani maupun agroindustri pengolah kelapa. Jenis informasi
pasar yang dibutuhkan dapat mencakup :
1. Waktu pemasaran yang tepat agar memperoleh harga yang tepat
2. Jumlah yang tepat sesuai kebutuhan permintaan/pasar
3. Kualitas sesuai permintaan pasar/konsumen
Pengembangan berbagai unit pengolahan dalam bentuk agroindustri
kelapa terpadu untuk Kabupaten Ciamis dapat berupa unit-unit pengolahan dalam
lingkup lokasi yang berdekatan namun masih terkoordinasi karena adanya
keterkaitan pasokan bahan baku dan jaringan pemasaran produk. Hal ini
mengingat bahan baku dari unit-unit pengolahan yang diusahakan berupa kelapa
butiran dengan keseluruhan bagian dari komponen-komponennya yang dapat
dimanfaatkan berdasarkan konsep zero waste.

134

Anda mungkin juga menyukai