Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari
sumsum tulang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan
manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah. Pada leukemia ada
gangguan dalam pengaturan sel leukosit. Leukosit dalam darah berpoliferasi
secara teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi tidak normal.
Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dalam sel darah normal juga
terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik.
Leukemia akut dibagi atas leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia
mieloblastik akut (LMA).
Leukemia akut pada masa anak-anak merupakan 30-40% dari
keganasan. Insidens rata-rata 4-4.5 kasus/tahun/100.000 anak dibawah 15
tahun. Dinegara berkembang 83% ALL, 17% AML, lebih tinggi pada anak
kulih putih dibandingkan kulit hitam di asia kejadian leukemia pada anak
lebih tinggi daripada anak kulit putih. DiJepang mencapai 4/100.000 anak,
dan diperkirakan tiap tahun terjadi 1000 kasus baru. Sedangkan di Jakarta
pada tahun 1994 insidens nya mencapai 2.76/100.000 anak usia 1-4 tahun.
Pada tahun 1996 didapatkan 5-6 pasien leukemia baru setiap bulan di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta, sementara itu di RSU Dr. Soetomo sepanjang tahun
2002 dijumpai 70 kasus leukemia baru.
Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia pada
anak, dan terdiri dari 2 tipe yaitu leukemia limfoblastik akut (LLA) 82% dan
leukemia mieloblastik akut (LMA) 18%. Lekemia kronik mencapai 3% dari
seluruh Leukemia pada anak. Di RSU Dr. Sardjito LLA 79%, LMA 9% dan
sisanya leukemia kronik, sementara itu di RSU Dr. Soetomo tahun 2002 LLA
88%, LMA 8% dan 4% leukemia kronik.
Rasio laki-laki dan perempuan adalah 1.15 untuk LLA dan mendekati
1 untuk LMA. Puncak kejadian pada umur 2-5 tahun, spesifik untuk anak
kulit putih dengan ALL, hal ini disebabkan banyak nya kasus pre B-LLA
pada rentan usia ini. Kejadian ini tidak tampak pada kulit

1
hitam.Kemungkinan puncak tersebut merupakan pengaruh factor-faktor
lingkungan dinegara industri yang belum diketahui.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini :
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada anak dengan
leukemia.
2. Tujuan Khusus
Mahasiwa dapat :
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian leukemia
b. Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi leukemia
c. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi leukemia
d. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi leukemia
e. Mahasiswa mampu menyebutkan tanda dan gejala leukemia
f. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik leukemia
g. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan leukemia
h. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian keperawatan leukemia
i. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan leukemia
j. Mahasiswa mampu melaksanakan perencanaan keperawatan
k. Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan
l. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan

C. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulis dalam penulisan makalah maka makalah
ini disusun secara sistematis. Penyusunan makalah ini terdiri dari 4 (empat)
bab pokok pembahasan, dan daftar pustaka.
Bab I. Pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan penulisan
makalah, serta sistematika penulisan.
Bab II. Tinjauan Teori meliputi Pengertian leukemia, anatomi
fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, pemeriksaan diagnostik,
dan penatalaksaan.

2
Bab III. Asuhan Keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi.
Bab VI. Penutup meliputi kesimpulan dan saran yang berkaitan
dengan isi makalah.
Daftar Pustaka

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Leukemia
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang berarti putih
dan haima yang berarti darah. Leukemia adalah proliferasi sel darah putih
yang masih imatur dalam jaringan pembentuk darah (Suriadi & Rita, 2001).
Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih
kurang 33% dari keganasan pediatrik, Leukemia Limfloblastik Akut (LLA)
berjumlah kira kira 75% dari semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada
umur 4 tahun, Leukemia Miomelid Akut (LMA) berjumlah, kira-kira 20%
dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun.
Meningkat sedikit pada masa remaja, leukemia sisanya adalah bentuk kronis.
Leukemia Limfostik Kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak, insidensi
tahunan keseluruhan dari leukemia adalah 42,1 tiap juta anak kulit putih dan
24,3 tiap juta anak kulit hitam, perbedaan itu terutama disebabkan oleh
rendahnya kejadian LLA pada kulit hitam, gambaran klinis umum dari
leukemia adalah serupa karena semuanya melibatkan kerusakan hebat fungsi
sumsum tulang. Gambaran klinis dan laboraturium spesifik berbeda danada
perbedaan dalam respons terhadap terapi dalam perbedaan dalam pronogsis.
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari
sumsum tulang,ditandai oleh peliforasi sel-sel darah putih, dengan
manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi, pada leukemia adanya
gangguan dalam pengaturan sel leukosit, leukosit dalam darah berpoliferasi
secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi tidak
normal, oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah normal
juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam
klinik. Leukemia akut dibagi atas Leukemia Limflobastik Akut (LLA) dan
Leukemia Mieblobastik Akut (LMA).
1. Leukemia Mieloblastik Akut (LMA)
Angka kejadia 80% leukemia akut pada orang dewasa. Permulaannya
mendadak atau progresif dalam masa 1-6 bulan, jika tidak diobati
kematian kira-kira 3-6 bulan. Insiden pada pria dan wanita 3 : 2.

4
2. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Insidensi Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) merupakan1/60.000
orang per tahun dengan 75% kanker darah yang paling sering menyerang
anak-anak berumur dibawah umur 15 tahun, dengan puncak insidens
antara 3-5 tahun, insiden lebih banyak ditemukan pada pria dari pada
wanita 5 : 4. Saudara dari kandung pasien LLA mempunyai resiko 4 kali
lebih besar untuk berkembang menjadi LLA. Sedangkan kembar
monozigot dari pasien LLA mempunyai resiko 20% untuk berkembang
menjadi LLA. Leukimia Limfloblastik Akut (LLA) adalah kegiatan
kolonal dari sel-sel prekusor limfoid, lebih dari 80% kasus, sel sel ganas
berasal dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia
ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak pada anak anak
walaupun demikian 20% dari kasus (LLA) adalah dewasa jika tidak
diobati leukemia ini bersifat fatal.

B. Anatomi Fisiologi
C. Etiologi
Walaupun pada sebagian besar penderita leukemia faktor-faktor
penyebabnya tidak dapat diidentifikasi, namun terdapat beberapa faktor risiko
tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia.
1. Host
a. Umur, Jenis kelamin, Ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur.
LLA merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak,
dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada
umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur
30-50 tahun. LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata
60 tahun). Insiden leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada
wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia
(kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.Leukemia
menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker
b. Faktor Genetik

5
Insiden leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom
down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Dari data ini
ditambah kenyataan bahwa saudara kandung penderita leukemia
mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita sindrom down. Dan
dapat diambil kesimpulan bahwa kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. leukemia akut juga meningkat pada
penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis
kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom
Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom
Kleinefelter dan sindrom trisomi D. Pada sebagian penderita dengan
leukemia, insiden leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan
untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4
kali.19 Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik.
2. Agent
a. Virus
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan
etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan
retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan
kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T
yang umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat
lain, khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat
b. Sinar radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas
dapat menyebabkan leukemia pada binatang maupun pada manusia.
Angka kejadian leukemia mieloblastik akut (LMA) dan leukemia
granulosistik kronik (LGK) jelas meningkat sesudah sinar radioaktif,
sedangkan pada leukemia limfoblastik akut (LLA) tidak begitu jelas.
Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli
radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10kali lebih besar.
Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa penderita-penderita yang diobati
dengan sinar radioaktif atau obat-obat alkilating akan menderita
leukemia pada 6%pasien dan terjadinya sesudah umur 5tahun.
c. Zat Kimia

6
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol,
fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.18
Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia
(misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia
nonlimfoblastik akut. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan
desain case control menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene
dapat meningkatkan risiko terkena leukemia terutama LMA.
d. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk
berkembangnya leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang
potensial untuk menderita leukemia terutama LMA. Banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko
LMA. Faktor risiko terjadinya leukemia pada orang yang merokok
tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok
e. Lingkungan (Pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara
pajanan pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah
penelitian yang dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus berasal dari
rumah tangga dan kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan
desain case control meneliti hubungan ini, pasien termasuk
mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani dan pekerja di bidang
lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19% adalah
ibu rumah tangga, dan 17% adalah petani. Berdasarkan hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja di pertanian
atau peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia.

D. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah,
dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan
produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka
terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya.
Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh

7
terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada
sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada jaringan.
Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang
menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan
struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan
insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik,
dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya
proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari sistem sel menjadi sel
darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah
keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali
bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks).
Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari
pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas.
Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat
dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga
bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah
bening, ginjal, dan otak.

E. Tanda dan Gejala


Gejala yang khas adalah pucat (dapat terjadi mendadak), panas dan
pendarahan (pendarahan dan anemia adalah manifestasi utama) disertai
splenomegaly, dan kadang-kadang heptomegali serta limfadenopati.
1. Anemia
Anemia disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat
dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai
dengan berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematrokrit,
jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita leukemia
mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang mengalami sesak napas.
2. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi disebabkan karena adanya
penurunan leukosit secara otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh

8
karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh
tidak dapat bekerja secara optimal.
3. Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya
perdarahan mukosa seperti gusi, ekomosis, perdarahan gastrointestinal,
hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut
petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma,
apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara
spontan.
4. Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel
abnormal ke otak dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang
sampai koma.
5. Anoreksia
6. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel
leukemia)
7. Infeksi mulut, saluran napas atas dan bawah, selulitis, atau sepsis.
Penyebab yang paling sering adalah stafilokokus, streptokokus, dan
bakteri gram negative usus, serta berbagai spesies jamur.
8. Hepatomegali
9. Splenomegali
10. Limfadenopati
11. Massa di mediastinum (sering pada LLA sel T)
Leukimia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi
intracranial), perubahan dalam status mental. Kelumpuhan saraf otak
terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic fokal
12. Keterlibatan organ lain: testis, retina, kulit, pleura, pericardium, tonsil.
(Aru W, Sudoyo, 2009)

Kira-kira 66% anak dengan LLA mempunyai gejala dan tanda


penyakitnya kurang dari 4 minggu pada waktu diagnosis. Gejala pertama
biasanya nonspesifik dan meliputi anoreksia, iritabel, dan letargi.
Mungkin ada riwayat infeksi virus atau eksantem dan penderita seperti

9
tidak mengalami kesembuhan sempurna. Kegagalan sumsum tulang yang
progresif sehingga timbul anemia, perdarahan (trombositopenia) dan
demam (neutropenia, keganasan).
Pada pemeriksaan inisial, umumnya penderita, dan lebih
kurang 50% menunjukkan petekie atau perdarahan mukosa. Sekitar 25%
demam, yang mungkin disebabkan oleh suatu sebab spesifik seperti
infeksi saluran napas atau otitis media . limfadenopati biasanya nyata dan
splenomegaly (biasanya kurang dari 6cm di bawah arkus kosta) dijumpai
lebih kurang 66% . hepatomegali kurang lazim. Kira-kira 25% ada nyeri
tulang yang yang nyata dan arthralgia yang disebabkan oleh infiltrasi
leukemia pada tulang perikondrial atau sendi atau oleh ekspansi rongga
sumsum tulang akibat sel leukemia. Jarang, ada gejala kenaikkan
intracranial seperti nyeri kepala dan muntah, yang menunjukkan
keterlibatan selaput otak. Anak dengan LLA sel-T umumnya dari
kelompok umur lebih tua dan lelaki lebih banyak. (Arvin, Kliegman
Behrman, 2012)
Gejala yang khas ialah pucat, panas, dan perdarahan disertai
splenomegali dan kadang-kadang hepatomegalia serta limfadenopatia.
Penderita yang menunjukkan gejala lengkap seperti diatas, secara klinis
dapat didiagnosis loeukimia. Pucat dapat terjadi mendadak, sehingga bila
pada seorang anak terdapat pucat yang mendadak dan sebab terjadinya
sukar diterangkan , waspadalah terhadap leukemia. Perdarahan dapat
berupa ekimosis , petekia, epitaksis, dan perdarahan pada gusi dan
sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat
splenomegali. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi, atau sakit tulang
yang dapat disalahtaksirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat
timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada tubuh, kejang pada
leukemia serebral dan sebagainya (Bambang Permono, 2012).

F. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan laboratoriun diperlukan untuk konfirmasi
diagnostic LLA, klasifikasi prognostic dan perencanaan terapi yang tepat
yaitu:

10
1. Hitung Darah Lengkap (Complete Blood Count) dan Apus Darah Tepi
Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat
diagnosis. Hiperleukositosis (>100.000mm3) terjadi pada kira-kira
15%pasien dan dapat melebihi 200.000mm3. pada umumnya terjadi
anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada hitung leukosit
bervariasi dari 0 sampai 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai
hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3.
2. Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang
Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan
klasifikasi, sehingga semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini.
Specimen yang didapat harus diperiksa untuk analisis histologi.
Sitogenetik dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak
hiperseluler dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel
berinti. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel leukemia,
maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil sehingga touchimprint
dari jaringan biopsy penting untuk gambaran sitology.
3. Sitokimia
Gambaran morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum
tulang kadang-kadang tidak dapat membedakan LLA dari
leukemimieloblastik akut (LMA). Pada LLA, pewarnaan sudan black dan
mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmic yang ditemukan pada granula
primer dari perkursor gfranulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas
LMA. Sitokimia juga berguna untuk membedakan precursor B dan B-
ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T
yang ganas sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang posutuf pada
pewarnaan Periodic Acis Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh
limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau
flowcytometry
4. Imunofenotip (dengan sitometri arus atau flowsitometri)
Pemeriksaan ini berguna dalam pemeriksaan diagnosis dan klasifikasi
LLA reagen yang dipaki untuk diagnosis dan identifikasi subtype
imunologi adalah antibodi terhadap :

11
a. Untuk sel precursor B: CD10 (common ALL antigen), CD 19, CD
79A, CD 22, sitoplasmik m-heavy chain, dan TdT
b. Untuk sel T CD 1a, CD 2, CD3, CD 4. CD,5, CD 7,CD 8 dan TdT
c. Untuk sel B: kappa atau lambda, CD 19, CD 20, CD 22
Pada sekitar 15-50% LLA didapatkan ekspersi antigen myeloid
antigen myeloid yang biasa dideteksi adalah CD 13, CD 15, CD 33
ekspresi yang bersamaan dari antigen limfoid dan myeloid dapat
ditemukan di leukemia bifenotip akut. Kasus ini jarang dan perjalanan
penyakitnya buruk
5. Sitogenetik
Analisis sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan
sitogenetik berhubungan dengan subtype LLA tertentu, dan dapat
memberikan informasi prognostik.
6. Pemeriksaan lainnya
Parameter koagulasi biasanya normal dan koagulasi intravascular
diseminata jarang terjadi. Kelainan metabolic seperti hiperurikemia dapat
terjadi trutama pada pasien dengan sel-sel dengan leukemia yang cepat
membelah dan tumor burden yang tinggi. Pungsi lumbal dilakukan pada
saat diagnosis untuk memeriksa cairan serebrospinal. Perlu atau tidknya
tindakan ini dilakukan pada pasien dengan banyaknya sel blas yang
bersirkulasi masih kontroversi. Definsi keterlibatan susunan syaraf pusat
(SSP) adalah bila ditemukan lebih dari 5 leukosit/ml cairan serebrospinal
dengan morfologi sel blas pada specimen sel yang disentrifugasi.

G. Penatalaksanaan
1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 gram %.
Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan
transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan
heparin.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dsb) setelah dicapai
remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih

12
poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin,
arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dsb.
Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan
prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping
berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis,
hendaknya lebih berhati-hati bila jumlah leukosit kurang dari 2000/mm3 .
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam
yang suci hama).
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi
mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian
imunisasi BCG atau dengan corinae bakterium dan dimaksudkan agar
terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yg telah di radiasi.
Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibody yang spesifik
terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan
sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.

Cara pengobatan
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada
pengalamannya. Umumnya pengobatan ditunjukkan terhadap pencegahan
kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama.
Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar
pengobatan sebagai berikut :
1. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian
berbagai obat tersebut diatas, baik secara sistemik maupun intratekal
sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri
lagi
3. Rumat (maintenance)

13
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian titostatika
separuh dosis biasa.
4. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian oabt-obat seperti pada induksi
selama 10-14 hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-
2.500 rad. Untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia
serebral radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
6. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali
dan dengan demikian diharapkan penderita sembuh dapat sempurna.
Cra pengobatan yang dilakukan dibagian ilmu kesehatan anak FKUI
terhadap leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan
protokol sebagai berikut :
a. Induksi sistemik :
1) VCR (vinkristin : 2mg/m2/minggu, intravena, diberikan 6 kali
2) ADR (adriamisin) : 40 mg/m2/2 minggu intravena,diberikan 3
kali, dimulai pada hari ketiga pengobatan.
3) Pred (predmison): 50mg/m2/hari per oral diberikan selama 5
minggu, kemudian taperingoff selama 1 minggu.
4) SSP: profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu
intratekal, diberikan 5 kali dimulai bersamaan dengan atau
setelah VCR pertama.
5) Radiasi kranial : dosis total 2.400 rad. Dimulai setelah
konsolidasi terakhir (siklofosfamida)
b. Konsolidasi
1) MTX : 15mg/m2/hari intravena, diberikan 3 kali dimulai satu
minggu setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan 6-

14
mp (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral, diberikan 3
kali.
2) CPA (siklofosfamida) : 800 mg/m2/kali diberikan sekaligus
pada akhir minggu ke 2 dari konsolidasi.
c. Rerinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama re induksi
obat-obat rumat dihentikan.
Sistemik:
1) VCR: dosis sama dengan dosis induksi diberikan 2 kali.
2) Pret: dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu
penuh dan satu minggu kemudian taperingoff
3) SSP: MTX intratekal: dosis sama dengan dosis profilaksis,
diberikan 2 kali
d. Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada re induksi
pertama. Dosis 0,6 ml intra kutan, diberikan pada 3 tempat
masing-masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan
interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumat
diteruskan.
e. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus
menerus. Fungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah
induksi pengobatan (setelah 6 minggu).

15
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data Demografi
a. Usia : lebih sering terjadi pada anak yang berusia 2-5 tahun
b. Ras : lebih banyak terkena pada kulit putih
c. Lingkungan : banyak polutan
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
1) kemungkinan klien pernah terpajan zat kimiawi atau mendapatkan
pengobatan seperti benzol, arsen, preparat sulfat.
2) Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan
kadar ionisasi yang lebih besar.
3) Kemungkinan klien pernah menderita demam tinggi yang tidak
diketahui penyebabnya.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit leukemia tidak diwariskan, tapi sejumlah individu memiliki
faktor predisposisi, misalnya kembar satu telor.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Adanya perdarahan seperti : ptekie, purpura, dan epistaksis
2) Nyeri sendi dan tulang
3) Peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, anoreksia, mual, dan
muntah
4) Mengeluh tidak enak pada perut dan BAB tidak teratur.
3. Data fokus
a. Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas biasanya.
Tanda : kelelahan otot, peningkatan kebutuhan tidur, somnolen.
b. Sirkulasi
Tanda : palpitasi, takikardi, mur-mur jantung, membran mukosa
pucat, dan tanda pendarahan serebral.

16
c. Eliminasi
Gejala : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang pada tisu,
feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urin.
d. Integritas ego
Gejala : perasaan tak berdaya atau tidak ada harapan
Tanda : depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah
tersinggung, perubahan alam perasaan, kacau.
e. Nutrisi dan Cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, anoreksia, mula, muntah,
penurunan berat badan, perubahan rasa,
Tanda : distensi abdominal, penurunan bising usus, disfagia,
pharingitis, spenomegali, hepatomegali, ikterus, stomatitis, hipertropi
gusi.
f. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi atau kesadara, perubahan alam
perasaan, kacau, disorientasi/kurang konsentrasi, pusing, kebas,
kesemutan.
Tanda : otot mudah terangsang, aktivitas kejang
g. Nyeri dan Kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang dan sendi, kram
otot, nyeri tekan pada sternum.
Tanda : gelisah, fokus pada diri sendiri
h. Pernafasan
Tanda : dispneu, takipnea, batuk, ronkhi, napas pendek, batuk,
penurunan bunyi nafas.
i. Kemanan
Tanda : gangguan penglihatan, jatuh, injuri, demam, dan infeksi.
j. Seksualitas
Penurunan libido, perubahan siklus menstruasi, menorragia, impoten.
4. Data penunjang
a. Hitung darah lengkap
1) Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
2) Jumlah trombosit : sangat rendah (kurang dari 50.000/mm)

17
3) Sel darah putih : lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan sel
darah putih imatur
b. Pemeriksaan sel darah tepi : biasanya menunjukan anemia dan
rombositopenia tetapi juga dapat menunjukan leucopenia, leukositosis
tergantung pada jumlah sel beredar.
c. Asam urat serum/ urine : meningkat.
d. Biopsi sumsum tulang : sel darah merah abdormal biasanya lebih dari
50% atau lebih dari sel darah putih pada sumsum tulang. Sering 60%-
90% dari sel blast, dengan prekusor eritrosit, sel matur, dan mega
kariositis menurun.
e. Biopsi nodus limfa : pemeriksaan ini akan memperlihatkan peliferasi
sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limfa akan terdesak
seperti limfosit normal dan granulosit.
(Andra & Yessie, 2013).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah, efek samping agen kemoterapi
4. Resiko terhadap cedera / pendarahan yang berhubungan dengan
penurunan jumlah trombosit
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi, dan
stomatitis.
6. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan cepat pada
penampilan.
(Andra & Yessie, 2013).

C. Perencanaan Keperawatan
1. Resiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh

18
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak mengalami gejala-gejala infeksi.

INTERVENSI RASIONAL
a. Pantau suhu dengan teliti a. Untuk mendeteksi
kemungkinan infeksi
b. Tempatkan anak dalam b. Untuk meminimalkan
ruangan khusus terpaparnya anak dari
sumber infeksi
c. Anjurkan semua c. Untuk meminimalkan
pengunjung dan staff rumah pajanan pada organisme
sakit untuk menggunakan infektif
teknik mencuci tangan
dengan baik
d. Gunakan teknik aseptik d. Untuk mencegah
yang cermat untuk semua kontaminasi silang /
prosedur invasif menurunkan resiko infeksi.
e. Evaluasi keadaan anak e. Untuk intervensi dini
terhadap tempat-tempat penanganan infeksi
munculnya infeksi seperti
tempat penusukan jarum
ulserasi mukosa, dan
masalah gigi.
f. Inspeksi membran mukosa f. Rongga mulut adalah
mulut. Bersihkan mulut medium yang baik untuk
dengan baik. pertumbuhan organisme
g. Berikan periode istirahat g. Menambah energi untuk
tanpa gangguan penyembuhan dan
regenerasi seluler
h. Berikan diet lengkap nutrisi h. Untuk mendukung
sesuai usia pertahanan tubuh
i. Berikan antibiotic sesuai i. Diberikan sebagai
ketentuan profilaktik atau mengobati
infeksi khusu.

19
2. Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan akibat anemia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan terjadi peningkatan toleransi aktivitas.

INTERVENSI RASIONAL
a. Evaluasi laporan a. Menentukan derajat dan efek
kelemahan, perhatikan ketidakmampuan.
ketidakmampuan untuk
berpatisipasi dalam
aktifitas sehari-hari.
b. Berikan lingkungan b. Menghemat energi untuk
tenang dan perlu istirahat aktifitas dan regenerasi
tanpa gangguan seluler atau penyambungan
jaringan.
c. Kaji kemampuan untuk c. Mengidentifikasi kebutuhan
berpatisipasi pada aktifitas individual dan membantu
yang diinginkan atau pemilihan intervensi
dibutuhkan
d. Berikan bantuan dalam d. Memaksimalkan sediaan
aktifitas sehari-hari dan energi untuk tugas perawatan
ambulasi diri.

3. Resiko terhadap cedera/pendarahan yang b.d. penurunan jumlah trombosit


Tujuan : setelah dilakuka tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien tidak terjadi pendarahan.

INTERVENSI RASIONAL
a. Gunakan semua tindakan a. Karena pendarahan
untuk mencegah perdarahan memperberat kondisi anak
khususnya pada daerah dengan adanya anemia
ekimosis.
b. Cegah ulserasi oral dan rectal b. Karena kulit yang luka
cenderung untuk berdarah.
c. Gunakan jarum yang kecil c. Untuk mencegah
pada saat melakukan injeksi penderahan
d. Menggunakan sikat gigi yang d. Untuk mencegah

20
lunak dan lembut pendarahan
e. Laporkan setiap tanda-tanda e. Untuk memberikan
perdarahan (tekanan darah intervensi dini dalam
menurun, denyut nadi cepat mengatasi perdarahan.
dan pucat).
f. Hindari obat-obat yang f. Karena aspirin
mengandung aspirin. mempengaruhi fungsi
trombosit
g. Ajarkan orang tua dan anak g. Untuk mencegah
yang lebih besar untuk perdarahan.
mengontrol perdarahan
hidung.

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. mual dan muntah, dengan
efek samping kemoterapi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan tidak terjadi kekurangan volume cairan, dan klien tidak
mengalami mual dan muntah.

INTERVENSI RASIONAL
a. Berikan antiemetic awal a. Untuk mencegah mual dan
sebelum dimulainya muntah
kemoterapi.
b. Berikan antiemetic secara b. Untuk mencegah episode
teratur pada waktu dan berulang
program kemoterapi.
c. Kaji respon anak terhadap c. Karena tidak ada obat
antiemetic antiemetic yang secara
umum berhasil
d. Hindari memberikan d. Bau yang menyengat dapat
makanan yang beraroma menimbulkan mual dan
menyengat. muntah.
e. Anjurkan makan dalam e. Karena jumlah kecil
porsi kecil tapi sering biasanya ditoleransi dengan
baik.
f. Berikan cairan intravena f. Untuk mempertahankan

21
sesuai ketentuan hidrasi.

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia, malaise,


mual dan muntah, efek samping kemoterapi, dan stomatitis.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat.

INTERVENSI RASIONAL
a. Dorong orang tua untuk a. Jelaskan bahwa hilangnya
tetap rileks pada saat anak nafsu makan adalah akibat
makan. langsung dari mual dan
muntah serta kemoterapi.
b. Izinkan anak memakan b. Untuk mempertahankan
semua makanan yang dapat nutrisi yang optimal.
ditoleransi, rencanakan
untuk memperbaiki kualitas
gizi pada saat selera makan
anak meningkat.
c. Berikan makanan yang c. Untuk memaksimalkan
disertai suplemen nutrisi kualitas intake nutrisi
gizi, seperti susu atau
suplemen yang dijual
bebas.
d. Izinkan anak untuk terlibat d. Untuk mendorong agar anak
dalam persiapan dan mau makan.
pemilihan makanan.
e. Dorong masukan nutrisi e. Karena jumlah yang kecil
dengan jumlah sedikit tapi biasanya ditolansi dengan
sering. baik.
f. Dorong pasien untuk f. Kebutuhan jaringan
makan diet tinggi kalori metabolik ditingkatkan
kaya nutrient. begitu juga cairan untuk
menghilangkan produk sisa
suplemen dapat memainkan
peranan penting dalam

22
mempertahankan masukan
kalori dan protein yang
adekuat.
g. Timbang BB, ukur TB, dan g. Membantu dalam
ketebalan lipatan nutrisi. mengidentifikasi malnutrisi
protein kalori, khusunya bila
BB dan pengukuran
antropometri kurang dari
normal.

6. Nyeri b.d. efek fisiologis dari leukemia


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai
tingkat yang dapat diterima anak.

INTERVENSI RASIONAL
a. Mengkaji tingkat nyeri a. Informasi memberikan data
dengan skala 0 – 10 dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan atau keefektifan
intervensi.
b. Jika mungkin, gunakan b. Untuk meminimalkan rasa
prosedur-prosedur tidak aman
(misalkan pemantauan suhu
non invasif, alat akses
vena).
c. Evaluasi efektifitas c. Untuk menentukan
penghilang nyeri dengan kebutuhan perubahan dosis.
derajat kesadaran dan Waktu pemberian atau obat.
sedasi.
d. Lakukan teknik d. Sebagai analgetik
pengurangan nyeri non tambahan.
farmakologis yang tepat.
e. Berikan obat-obat anti nyeri e. Untuk mencegah
secara teratur. kambuhnya nyeri.

23
7. Gangguan citra tubuh b.d. perubahan cepat pada penampilan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif.

INTEVENSI RASIONAL
1. Dorong anak untuk memilih 1. Untuk membantu
wig (anak perempuan) yang mengembangkan
serupa gaya dan warna penyesuaian rambut
rambut anak sebelum terhadap kerontokan
rambut mulai rontok. rambut.
2. Berikan penutup kepala 2. Karena hilangnya
yang kuat adekuat selama perlindungan rambut
pemajanan pada sinar
matahari, angin atau dingin
3. Jelaskan bahwa rambut 3. Untuk menyiapkan anak dan
mulai tumbuh dalam 3 keluarga terhadap
hingga 6 bulan dan perubahan penampilan
mungkin warna atau rambut baru
teksturnya agak berbeda

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan
keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai hasil yang efektif. Dalam
pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan
pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang
diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dari rencana yang telah
ditentukan dapat tercapai (Wong.D.L. 2004).

E. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana
keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Menurut Wong.
D.L (2004) hasil yang diharapkan pada klien dengan leukemia adalah :
1. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

24
2. Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan,
adanya laporan peningkatan toleransi aktifitas.
3. Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan
muntah
4. Anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.
5. Masukan nutrisi adekuat
6. Anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan
bukti-bukti ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman.
7. Anak mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan kerontokan
rambut, anak membantu menentukan metode untuk mengurangi efek
kerontokan rambut dan menerapkan metode ini dan anak tampak bersih,
rapi, dan berpakaian menarik.

25
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal
dari sumsum tulang,ditandai oleh peliforasi sel-sel darah putih,
dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi, pada
leukemia adanya gangguan dalam pengaturan sel leukosit, leukosit
dalam darah berpoliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan
fungsinya pun menjadi tidak normal, oleh karena proses tersebut
fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga
menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. Leukemia
akut dibagi atas Leukemia Limflobastik Akut (LLA) dan Leukemia
Mieblobastik Akut (LMA).
Sebagian besar penderita leukemia faktor-faktor penyebabnya
tidak dapat diidentifikasi, namun terdapat beberapa faktor risiko
tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia yaitu
Host (Umur, Jenis kelamin, Ras, dan faktor genitik) Agent (Virus,
Sinar radioaktif, Kimia, Merokok, Lingkungan). Gejala yang khas
adalah pucat (dapat terjadi mendadak), panas dan pendarahan
(pendarahan dan anemia adalah manifestasi utama) disertai
splenomegaly, dan kadang-kadang heptomegali serta limfadenopati.
Pemeriksaan pada leukimia bisa dilakukan Hitung Darah Lengkap
(Complete Blood Count) dan Apus Darah Tepi, Aspirasi dan Biopsi
Sumsum Tulang, Sitokimia, Imunofenotip (dengan sitometri arus atau
flowsitometri), Sitogenetik. Pengobtaan pada leukimia yaitu Transfusi
darah, Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dsb),
Sitostatika, Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita
diisolasi dalam yang suci hama), Imunoterapi
B. Saran
Seluruh mahasiswa keperawatan agar meningkatkan
pemahamannya terhadap penyakit asuhan keperawatan anak dengan
leukimia sehingga dapat dikembangkan dalam tatanan layanan
keperawatan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Brtunner., Sudadarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku


Kedokteran. EGC, Jakarta.

Hidayat Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Edisi Pertama
Salemba Medika, Jakarta.

Long., Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Volume 2. Yayasan Alumni


Pendidikan Keperawatan, Bandung.

Suriadi., Yuliani., &Rita.2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Sagung


Seto. CV, Jakarta.

Wijaya Andra., Putri Yessie. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah


(Keperawatan Dewasa). Cetakan Pertama. Nuha Medika, Yogyakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai