Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN PUSTAKA

Burger

Hamburger merupakan olahan daging cacah yang dibuat dalam bentuk

bulat pipih, dimasak dengan cara digoreng ataupun dipanggang dan biasanya

dinikmati dengan penambahan roti bulat serta dilengkapi dengan daun selada,

saus tomat, serta bumbu-bumbu penambahan lainnya (Setiawan, 2011).

Burger merupakan salah satu ikon makanan fast food yang terkenal di

Indonesia. Saat ini, burger tidak hanya dijual di restoran besar dan mewah namun

burger telah masuk ke dalam pasar bawah seperti penjualan burger di gerobak

keliling maupun tetap. Oleh karena itu, masyarakat tidak sulit lagi mencari

makanan fast food yang satu ini. Selain itu, burger cepat diterima oleh masyarakat

karena rasa burger yang enak, gurih dan sesuai dengan selera konsumen

(Alamsyah, 2011).

Burger biasanya terbuat dari bahan makanan yang berprotein tinggi seperti

daging yaitu daging sapi, ikan, ayam serta jenis daging lainnya. Selain dari protein

hewani, burger ini dapat dibuat dari protein nabati seperti dari kacang-kacangan,

tahu dan tempe, burger seperti ini disebut sebagai burger vegetarian. Burger

vegetarian juga ada yang diberi penambahan sayur (Astawan, 2008).

Dalam pembuatan burger terdapat beberapa bumbu yang ditambahkan ke

dalamnya antara lain bawang merah, bawang putih, merica, gula serta garam

(Indriani, 2006). Tepung juga ditambahkan dalam pembuatan burger yang

bertujuan untuk meningkatkan kualitas burger tersebut baik itu segi tekstur,

warna, rasa serta nilai gizinya (Astawan, 2008). Nampa menyatakan di dalam

5
Universitas Sumatera Utara
6

websitenya bahwa pada dasarnya buger dan sosis sama, yang berbeda yaitu

ukuran selonsong dan tekstur sosis lebih lembut dibandingkan burger (Nampa,

2015). SNI burger dapat dilihat dari SNI sosis daging. Syarat mutu sosis daging

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persyaratan mutu sosis berdasarkan SNI 01-3820-1995


No Kriteria uji satuan Persyaratan
1 Keadaan:
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
1.4 Tekstur - Normal
2 Air %b/b Maks. 67,7
3 Abu %b/b Maks. 3,0
4 Protein %b/b Min. 13,0
5 Lemak %b/b Maks. 25,0
6 Karbohidrat Maks. 8
7 Bahan tambahan makanan
7.1 Pengawet Sesuai dengan SNI 01-0222-1995
7.2 Pewarna Sesuai dengan SNI 01-0222-1996
8 Cemaran logam
8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
8.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2,0
8.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 4,0
8.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 (250*)
8.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,03
9 Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
10 Cemaran mikroba
10.1 Angka total lempeng koloni/g Maks. 105
10.2 Bakteri bentuk koloni APM/g Maks. 102
10.3 Eschericia coli APM/g 3
10.4 Enterococci koloni/g 102
10.5 Clostridium perfingens - Negatif
10.6 Salmonella - Negatif
*Kemasan kaleng
(Sumber: BSN 1995)

Bahan pengisi dan pengikat pada burger merupakan bahan bukan daging

yang digunakan untuk memperbaiki stabilitas emulsi, memperbaiki kapasitas

Universitas Sumatera Utara


7

pengikat air dan pembentukan cita rasa, serta mampu mengurangi penyusutan

dalam proses pemasakan (Astawan, 2008). Saat pemasakan, warna produk akan

berubah warna, hal ini karena terjadi reaksi Maillard yaitu adanya interaksi antara

karbohidrat khususnya gula pereduksi dan asam amino. Dari reaksi ini akan

menghasilkan bahan berwarna coklat (Winarno, 1997).

Daging yang digunakan dalam pembuatan burger biasanya memiliki kadar

lemak dan kalori yang tinggi. Seperti yang tercantum pada Tabel 2 bahwa kalori

dari daging sapi dan ayam lebih tinggi dibanding tempe. Kalori yang berlebih

memberikan kontribusi pada kenaikan berat badan dan obesitas. Obesitas

merupakan faktor risiko penyakit jantung dan diabetes (Wahyuningsih, 2010).

Oleh karena itu untuk menanganinya adalah dengan cara mengganti burger yang

terbuat dari protein hewani menjadi protein nabati seperti burger vegetarian.

Burger vegetarian memiliki beberapa keuntungan antara lain kandungan lemak,

kolesterol yang rendah namun memiliki serat yang tinggi. Hal ini akan

mengurangi angka obesitas pada masyarakat (Rohall, dkk., 2009). Perbedaan nilai

gizi pada tempe, daging sapi dan daging ayam dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan nilai gizi antara tempe dengan bahan makanan sumber
protein lainnya
Komponen Tempe Daging Sapi Daging Ayam
Kalori (kal) 149,0 207,0 302,0
Protein (g) 18,3 18,8 18,2
Lemak (g) 4,0 14,0 25,0
Karbohidrat (g) 12,7 0 0
Kalsium (mg) 129,0 11,0 14,0
Fosfor (mg) 154,0 170,0 200,0
Besi (mg) 10,0 2,8 1,5
(Sumber : BKPPP, 2014).

Universitas Sumatera Utara


8

Tepung Tempe

Tempe merupakan salah satu produk pangan hasil fermentasi yang sangat

terkenal di Indonesia. Produk fermentasi dari kedelai ini sangat digemari oleh

masyarakat Indonesia, hal ini karena harganya yang murah tetapi memiliki nilai

kandungan gizi yang tinggi. Tempe memiliki kandungan protein yang cukup

tinggi dan gizi lain seperti vitamin dan mineral serta juga memiliki kandungan

senyawa isoflavonoid yang bersifat bioaktif yang banyak dimanfaatkan dalam

bidang kesehatan karena memiliki manfaat sebagai antioksidan, antikolesterol dan

antikanker (Sulchan dan Nur, 2007).

Untuk lebih memanfaatkan tempe secara optimal, agar tempe semakin

disukai oleh masyarakat maka perlu diciptakan variasi dari tempe tersebut baik

dilihat dari warna, bentuk, aroma serta rasa. Tepung tempe lebih fleksibel untuk

digunakan dalam pembuatan beberapa produk, seperti bubur bayi, pembuatan kue

kering maupun kue basah, serta bahan tambahan dalam pembuatan selai,

nugget¸dan produk lainnya (Murni, 2013). Berikut komposisi dan nilai gizi yang

terdapat pada tepung tempe dapat diliat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia dan nilai gizi tepung tempe


Komposisi Gizi Tepung Tempe
Protein (%bk) 12,57
Lemak (%bk) 28,76
Karbohidrat (%bk) 49,75
Serat (%bk) 3,47
Abu (%bk) 2,3
Kadar air (%bk) 6,92
(Sumber : Yunita, 2015).

Daya cerna dari tempe lebih tinggi dibanding dengan kedelai. Hal ini

karena proses fermentasi pada tempe berguna untuk mengubah senyawa-senyawa

makromolekul pada kedelai seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi

Universitas Sumatera Utara


9

senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti monosakarida, asam lemak serta

asam-asam amino (Tabel 4). Namun apabila fermentasi berlangsung terlalu lama

dapat membuat tempe menjadi bau busuk karena terjadi proses degradasi protein

yang akan membentuk amoniak. Tempe dapat disimpan dalam jangka waktu yang

cukup panjang yaitu dengan cara mengubah tempe menjadi tepung tempe. Dari

bentuk tepung tempe juga dapat dibuat beberapa produk. Hanya saja tepung tempe

yang dihasilkan masih memiliki aroma langu tempe (Bastian, dkk., 2012).

Tabel 4. Kandungan asam amino pada tempe


Jenis asam amino Jumlah
Total nitrogen (g/100gram bahan) 8,52
Asam amino (mg/g total nitrogen)
Asam aspartat 715,0
Threonin 245,0
Serin 271,0
Asam glutamat 987,0
Prolin 308,0
Glisin 266,0
Sistin 100,0
Valin 332,0
Metionin 71,0
Isoleusin 333,0
Leusin 529,0
Fenilalanin 305,0
Triptofan 77,0
Lisin 370,0
Histidin 169,0
Arginin 407,0
(Sumber: Santoso, 1993).

Tidak hanya di Indonesia, di negara lain seperti Jepang, tempe juga

populer. Terdapat beberapa produk tempe yang diolah di negeri sakura tersebut

seperti tempura, tempe bakar, burger, sup tempe (miso), kroket serta tempe sake

yaitu jenis tempe dalam bentuk minuman alkohol. Namun tempe memiliki rasa

yang getir, sehingga untuk menanggulangi rasa getir pada tempe, sebaiknya tempe

dikukus ataupun direbus (Tarwotjo, 2008).

Universitas Sumatera Utara


10

Tapioka

Tapioka adalah pati yang berasal dari ubi kayu atau singkong. Pati adalah

homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik dan disusun oleh unit D-

glukopiranosa. Pati tersusun oleh tiga komponen utama yaitu amilosa,

amilopektin dan material lain seperti lemak dan protein. Amilosa (Gambar 1)

merupakan fraksi yang memiliki struktur yang lurus dominan dengan ikatan α-

(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin (Gambar 2) merupakan fraksi yang

memiliki cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa. Pada serealia, jumlah amilosa

dan amilopektin berpengaruh terhadap kelekatan beras setelah dimasak. Semakin

tinggi kandungan amilopektin pada beras maka beras tersebut semakin lekat

setelah dimasak (Winarno, 1997).

Gambar 1. Struktur molekul amilosa

Gambar 2. Struktur molekul amilopektin (Budiman, 2009)

Universitas Sumatera Utara


11

Dalam pembuatan produk, tapioka biasa digunakan sebagai bahan pengisi

dan pengental (Suprapti, 2005). Penggunaan pati pada produk makanan akan

membentuk tekstur menjadi lebih baik. Sifat pada pati yaitu thickening

(mengentalkan) dan gelling (pembentuk gel) akan meningkatkan karateristik

sensori produk yang lebih baik. Kandungan amilosa pada pati yang akan

mempengaruhi tekstur produk yang dihasilkan (Imanningsih, 2012).

Amilosa pada pati akan mempengaruhi stabilitas gel, semakin banyak

amilosa maka tekstur gel yang terbentuk semakin kuat karena saat proses

retrogadasi amilosa akan membentuk jaringan pada pati yaitu amilosa akan

berikatan kembali dengan amilosa yang lain serta berikatan dengan amilopektin.

Sedangkan amilopektin membuat tekstur menjadi lekat (Copeland, dkk., 2009).

Tapioka mengandung beberapa komposisi kimia, berikut komposisi kimia pada

tapioka dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi kimia tapioka per 100 gram bahan


Komposisi Jumlah
Protein (g) 0,50
Lemak (g) 0,30
Karbohidrat (g) 86,90
Serat (%) 0,20
Fosfor (mg) 0,30
Kalsium (mg) 0,50
Vitamin B1 (mg) 0,07
Air (g) 12,00
(Sumber : Direktorat Gizi Departeman Kesehatan R.I., 1996).

Gugus hidroksil pada tapioka mampu mengikat air. Tapioka yang

ditambahkan air kemudian dipanaskan maka granula tapioka akan mengalami

pembengkakan dan volumenya membesar. Selain itu, air yang berada di sekitar

granula akan masuk ke dalam granula. Air yang terikat pada struktur gel tapioka

Universitas Sumatera Utara


12

tersebut akan lebih mudah menguap karena hanya air bebas yang terserap sebagai

air imbibisi pada saat pemanasan (Winarno, 1997).

Di air dingin pati akan menyerap air mencapai 30%, namun apabila

dipanaskan maka pati akan lebih banyak menyerap air sehingga pati akan

mengalami pembengkakan dan apabila suhu dinaikkan terus maka pati akan

mengalami pembengkakan yang besar serta tidak dapat kembali ke bentuk

semula. Peristiwa ini disebut gelatinisasi. Pada pati tapioka suhu gelatinisasinya

berkisar antara suhu 52-64 °C. Proses gelatinisasi dapat dilihat dari warna suspensi

pati yang awalnya keruh menjadi jernih dan terjadi pembesaran volume pati

akibat pembengkakan granula pati. Pembengkakan terjadi karena energi molekul-

molekul air lebih kuat dibandingkan daya tarik menarik antarmolekul pati

sehingga menyebabkan air masuk ke dalam butir-butir pati. Apabila kondisi telah

dingin atau suhu telah turun, molekul-molekul amilosa cenderung akan bersatu

kembali dan disertai dengan amilopektin yang berikatan dengan amilosa pada

pinggir-pinggir luar granula (Winarno, 1997).

Wortel

Wortel adalah salah satu jenis tanaman subtropis yang tumbuh pada suhu

22-24 °C, lembab serta mendapatkan sinar matahari yang cukup. Wortel dipanen

pada umur 100 hari tergantung jenisnya. Pemanenan wortel ini dengan cara

dicabut. Wortel yang terlalu lama dipanen akan membuat umbi menjadi keras

sehinga kurang disukai konsumen (Iptek, 2005). Wortel merupakan salah satu

jenis bahan pangan mengandung beberapa zat gizi yang penting bagi tubuh.

Kandungan zat-zat gizi pada wortel diantaranya dapat dilihat pada Tabel 6.

Universitas Sumatera Utara


13

Tabel 6. Komposisi wortel per 100 gram bahan


Komposisi Jumlah
Kalori (kal) 42,00
Protein (g) 1,20
Lemak (g) 0,30
Karbohidrat (g) 9,30
Kalsium (mg) 39,00
Fosfor (mg) 37,00
Besi (mg) 0,80
Vitamin A (IU) 12.000,00
Vitamin B (mg) 0,06
Vitamin C (mg) 6,00
Air (g) 88,22
(Sumber: Cahyono, 2002).

Sayuran jenis umbi ini merupakan sayuran yang mengandung serat yang

cukup tinggi yaitu pektin yang bersifat larut air (soluble dietary fiber), selain itu

antioksidan pada wortel juga tinggi yang terkandung pada ß-karoten. Wortel ini

juga kaya akan vitamin A, B kompleks, C, D, E, serta K (Lavabetha, dkk, 2012).

Anjuran pengonsumsian vitamin A tiap harinya adalah berkisar antara 3.500-

4.000 IU per hari (Winarno, 1997).

Beberapa peranan penting wortel bagi tubuh, yaitu β-karoten pada wortel

merupakan sumber provitamin A yang nantinya akan diubah menjadi vitamin A

yang berperan dalam kesehatan mata (Nariswara,dkk., 2013), kekebalan tubuh,

kesehatan kulit, paru-paru, serta membantu pertumbuhan sel-sel baru. Wortel

memiliki senyawa bioaktif yaitu karatenoid dan serat yang cukup yang dapat

mengurangi resiko penyakit jantung serta melancarkan pencernaan (Nocolle, dkk.,

2003). Selain itu, wortel mengandung vitamin B dan C serta mineral seperti

kalsium dan fosfor yang sangat baik untuk tubuh (Febrihantana, dkk., 2013).

Adapun kadar abu basis kering wortel yang dilakukan oleh Setyawan dan

Widaningrum yaitu sebanyak 12,49% (Setyawan dan Widaningrum, 2013).

Universitas Sumatera Utara


14

Sebelum wortel digunakan, sebaiknya wortel diblansing. Adapun tujuan

dari blansing adalah menginaktifkan enzim pada wortel, mengurangi jumlah

mikroba, serta menghentikan reaksi-reaksi seperti respirasi pada wortel. Suhu

yang digunakan dalam proses blansing wortel ini adalah 80-90 °C selama 10

menit (Asgar dan Musaddad, 2006). Blansing tertutup sangat dianjurkan agar

wortel tidak terkena oksidasi (Novary, 1999).

Karagenan

Karagenan ialah salah satu jenis polisakarida galaktosa yang diperoleh dari

proses ekstraksi rumput laut jenis ganggang merah (Rhodophyta). Salah satu jenis

rumput laut yang sering digunakan adalah Eucheuma cottonii. Eucheuma cottonii

banyak digunakan dalam pembuatan bahan dasar kappa karagenan. Karagenan

biasanya digunakan sebagai pengental, penstabil dan pembentuk gel pada produk

(Velde, dkk., 2002).

. Rumput laut yang digunakan dalam pembuatan karagenan merupakan

bahan pangan yang mengandung mineral yang cukup tinggi seperti Na, Ca, K, Cl,

Mg, Fe dan S (Bunga, dkk., 2013). Adapun komposisi kimia rumput laut

Kappaphycus alvarezii atau yang sering dikenal dengan nama Eucheuma cottonii

dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi kimia rumput laut Kappaphycus alvarezii


Komponen Jumlah
Protein (%) 0,7
Lemak (%) 0,2
Abu(%) 3,4
Serat pangan tidak larut (g/100g)* 58,6
Serat pangan larut (g/100g)* 10,7
Keterangan * = basis kering
(Sumber : Santoso, dkk., 2004).

Universitas Sumatera Utara


15

Beberapa jenis karagenan yang sering digunakan adalah karagenan iota,

kappa serta lambda. Kappa-karagenan tersusun dari α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat

dan β(1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Iota karaginan tersusun dari gugusan 4 sulfat

ester pada setiap residu D-galaktosa dan gugusan 2 sulfat ester pada setiap

gugusan 3,6 anhidro–D galaktosa. Lambda karaginan berbeda dari Kappa dan Iota

karaginan, karena memiliki sebuah residu disulfat α (1-4) D galaktosa (Loupatty,

2010). Lamda karaginan tersusun dari ikatan 1,3-D-galaktosa-2-sulfat dan 1,4-D-

galaktosa-2,6-disulfat (Glicksman, 1983). Berikut ini bentuk dan struktur dari

karagenan dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Bentuk dan struktur karagenan (Imeson, 2000).

Penggunaan karagenan pada bahan pangan tidak dilihat dari segi

nutrisinya melainkan dari sifat fungsionalnya. Sifat fungsional karagenan adalah

bersifat hidrokoloid yang dapat mengikat air pada bahan sehingga dapat

membentuk gel, perbaikan tekstur serta pengental (Distantina, dkk., 2012). Hal ini

karena karagenan mampu membentuk jala tiga dimensi yang dapat memerangkap

air dan menyebabkan tekstur menjadi padat dan tidak keras seiring dengan

bertambahnya karagenan (Milani dan Maleki, 2012).

Universitas Sumatera Utara


16

Pembentukan gel pada karagenan dipengaruhi antara lain jenis karagenan,

adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat terbentuknya hidrokoloid.

Karagenan dapat memperkuat jaringan sel dengan cara mengikat jumlah air

sehingga membentuk gel dan mampu memperkuat jaringan protein dan mencegah

pengerasan. Dari ketiga jenis karagenan tersebut, karagenan jenis kappa

merupakan hidrokoloid dengan pembentuk gel yang paling kuat (Loupatty, 2010).

Bahan Tambahan Burger

Susu skim

Susu skim merupakan salah satu jenis susu yang lemak susu tersebut telah

diambil sehingga lemak serta vitamin yang larut lemak pada susu skim menjadi

sedikit, hal ini membuat susu skim memiliki kalori yang cukup rendah, namun zat

gizi lain pada susu skim masih lengkap (Buckle, dkk., 2009). Pemberian susu

skim ke dalam produk memiliki beberapa fungsi, diantaranya dapat memperkuat

pembentukan gel karena mengandung WPC (whey protein concentrate),

menambah nilai gizi, serta organoleptik produk (Bennion dan Scheule, 2004)

Garam

Garam merupakan bahan penting yang ditambahkan dalam pembuatan

produk ataupun masakan lainnya. Garam memiliki fungsi untuk menambah

citarasa produk sehingga produk tidak terasa hambar. Garam akan membuat

makanan menjadi lebih gurih (Sompotan, 2012).

Gula

Gula merupakan bahan tambahan yang berfungsi untuk memberikan rasa

manis pada produk. Oleh karena itu gula juga akan menambah citarasa pada

Universitas Sumatera Utara


17

produk karena gula mampu menetralisir rasa asin pada garam pada produk

(Buckle, dkk., 2009).

Bawang putih

Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah citarasa,

aroma serta berfungsi untuk mengawetkan. Bawang putih mengandung senyawa

allicin yang membuat aroma menjadi khas, karena senyawa ini bersifat volatil dan

mengandung sulfur (Wirakusumah, 2000).

Bawang merah

Bawang merah juga memiliki seyawa volatil (minyak atsiri) yang

membuat bawang merah memiliki flavor atau aroma khas. Senyawa tersebut

disebut lakrimator, senyawa ini juga membuat mata perih saat mengupas bawang

merah (Rabinowitch dan Brewster, 1989).

Merica (lada)

Merica atau lada merupakan salah satu jenis bumbu yang sangat digemari

untuk ditambahkan saat pembuatan produk atau makanan. Hal ini karena merica

memiliki rasa yang pedas serta aroma yang khas. Adapun senyawa pembentuk

rasa pedas serta pembentuk aroma pada merica adalah zat piperin, piperanin, dan

chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida

(Rismunandar, 1993)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai