Anda di halaman 1dari 32

Maulydia Tasya Novella

1807101030001

KISTA OVARIUM

Kista ovarium disebut juga kistoma ovarii, yaitu suatu


kantong abnormal berisi cairan atau setengah cair yang
tumbuh dalam indung telur (ovarium). Dengan istilah
lain kista ovarium adalah tumor neoplastik jinak
ovarium yang bersifat kistik.

Gambaran klinis :

1. a)  Benjolan perut bagian bawah

2. b)  Nyeri perut bagian bawah (karena peregangan


kapsula, torsi, atau ruptur)

3. c)
Gangguanpenekanan(ureter,vesikaurinaria,rektum)

4. d)  Gejala endokrin (maskulinisasi atau


feminimisasi)

ANATOMI

Ovarium merupakan sepasang organ pada sistem


reproduksi wanita. Ovarium terletak pada rongga
pelvis, masing-masing terletak di samping uterus dan
berukuran kira-kira sebesar biji almond. Ovarium
memproduksi
Ovarium merupakan sepasang organ pada
sistem reproduksi wanita. Ovarium terletak pada
rongga pelvis, masing-masing terletak di
samping uterus dan berukuran kira-kira sebesar
biji almond. Ovarium memproduksi sel telur dan
hormon-hormon yang akan mengatur fungsi
organ reproduksi.
Setiap bulan, selama siklus menstruasi, sel telur
dilepaskan dari salah satu ovarium dalam suatu
proses yang disebut sebagai ovulasi. Telur
tersebut melakukan perjalanan sepanjang tuba
fallopi menuju uterus. Ovarium juga merupakan
sumber utama penghasil hormone estrogen dan
progesterone. Hormon-hormon juga berperan
dalam berkembangnya organ seks sekunder
wanita, seperti payudara, bentuk tubuh, dan
rambut dibeberapa lokasi tubuh, dan juga dapat
mengontrol siklus menstruasi dan kehamilan.
Salah satu bagian ovarium yang penting adalah
yang berada di dalam cavum peritonei dilapisi
oleh epitel kubik silindrik, disebut epitelium
germinativum. Dibawah epitel ini terdapat tunika
albuginea dan dibawahnya lagi baru ditemukan
lapisan tempat folikel primordial. Pada wanita
diperkirakan terdapat banyak folikel. Tiap bulan
satu folikel, kadang-kadang dua folikel,
berkembang menjadi folikel de graaf. Folikel-
folikel ini merupakan bagian ovarium yang
terpenting, dan dapat ditemukan di korteks ovarii
dalam letak yang beraneka ragam, dan pula
dalam tingkat-tingkat perkembangan dari satu
sel telur yang dikelilingi oleh suatu lapisan sel-sel
saja sampai folikel de graaf yang matang. Folikel
yang matang ini terisi likuor folikuli yang
mengandung estrogen, dan siap untuk
berovulasi.
Klasifikasi
A.Tumor non-neoplastik
1.Tumor akibat radang
2.Tumor lain
1. a)  Kistafolikel
2. b)  Kistakorpusluteum
3. c)  Kistalutein
4. d)  Kistainklusigerminal
5. e)  Kistaendometrium
6. f)  Kista Stein-Leventhal
Tumor neoplastik jinak
1.Kistik
A.Kistoma ovarii simpleks
B.Kistoma ovarii serosum
C.Kistoma ovarii epidermoid
D.Kista dermoid
2. Solid
A.Fibroma, Leiomioma, Fibriadenoma, Papiloma,
Angioma
B.Tumor Brenner
C.Tumor sisa adrenal

Jenis Kistoma Ovarii


1.Berdasarkan letak
a-Intraligamenter
-gerak terbatas
-gambaran pembuluh darah (+)
-terdapat diantara ligamentum latum
b.Bertangakai
-batas jelas, gerak bebas
-perlengketan (-)
-dapat berubah mengakibatkan torsi
- dapat tumbuh intraligamenter sebagai kistoma
ovarii intraligamenter
c.Pseudo Intraligamenter
-gerak terbatas
-terletak diluar ligamentum latum
2.Berdasarkan histopatologi
a. Kistoma Ovarii Simpleks
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus,
biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan
dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan
cairan di dalam kista jernih, serous, dan
berwarna kuning. Pada dinding kista tampak
lapisan epitel kubik. Berhubungan dengan
adanya tangkai, dapat terjadi torsi (putaran
tangkai) dengan gejala-gejala mendadak. Diduga
bahwa kista ini suatu jenis kistadenoma serosum,
yang kehilangan epitel kelenjarnya berhubungan
dengan reseksi ovarium, akan tetapi jaringan
yang dikeluarkan harus segera diperiksa secara
histologik untuk mengetahui apakah ada
keganasan.
b. Kistadenoma Ovarii Musinosum
Asal tumor ini belum diketahui dengan pasti.
Menurut Meyer, kista ini berasal dari suatu
teratoma di mana dalam pertumbuhannya satu
elemen mengalahkan elemen-elemen lain. Ada
penulis yang berpendapat bahwa tumor berasal
dari epitel germinativum, sedang penulis lain
menduga tumor ini mempunyai asal yang sama
dengan tumor Brenner. Tumor lazimnya
berbentuk multilokuler, oleh karena itu,
permukaan berlobus (lobulated). Kira-kira 10%
dapat mencapai ukuran yang amat besar, lebih-
lebih pada penderita yang datang dari pedesaan.
Pada tumor yang besar tidak lagi dapat
ditemukan jaringan ovarium yang normal. Tumor
biasanya unilateral, akan tetapi dapat juga
dijumpai yang bilateral.
Dinding kista agak tebal dan berwarna putih
keabu-abuan, yang terakhir ini khususnya bila
terjadi perdarahan atau perubahan degeneratif di
dalam kista. Pada pemeriksaan makroskopis
(Intraoperatif) dapat ditemukan cairan lendir
yang khas, kental seperti gelatin, melekat, dan
berwarna kuning sampai coklat, tergantung dari
percampurannya dengan darah. Pada
pemeriksaan mikroskopis tampak dinding kista
dilapisi oleh epitel torak tinggi pada dasar sel,
terdapat di antaranya sel- sel yang membundar
karena terisi lendir (sel goblet).

Sel-sel epitel yang terdapat dalam satu lapisan


mempunyai potensi untuk tumbuh seperti
struktur kelenjar. Kelenjar-kelenjar menjadi kista-
kista baru, yang menyebabkan kista menjadi
multilokuler. Jika terjadi robekan atau ruptur
pada dinding kista, maka sel-sel epitel dapat
tersebar pada permukaan peritoneum rongga
perut, dan dengan sifatnya yang menghasilkan
sekresi maka dapat menyebabkan
pseudomiksoma peritonei.
Akibat pseudomiksoma peritonei ialah timbulnya
penyakit menahun dengan musin terus
bertambah dan menyebabkan banyak
perlekatan. Akhirnya, penderita meninggal
karena ileus. Pada kista kadang-kadang dapat
ditemukan daerah padat, dan pertumbuhan
papiler. Tempat-tempat tersebut perlu diteliti
dengan seksama oleh karena disitu dapat
ditemukan tanda- tanda ganas. Keganasan ini,
terdapat dalam kira-kira 5-10% dari kistadenoma
musinosum.
c. Kistadenoma Ovarii Serosum
Pada umumnya para penulis berpendapat bahwa
kista ini berasal dari epitel permukaan ovarium
(germinal epithelium). Pada umumnya kista jenis
ini tidak mencapai ukuran yang amat besar
dibandingkan dengan kistadenoma musinosum.
Permukaan tumor biasanya licin, akan tetapi
kista serosum pun dapat berbentuk multilokuler,
meskipun lazimnya berongga satu. Warna kista
putih keabu-abuan, ciri khas kista ini ialah
potensi pertumbuhan papiler ke dalam rongga
kista sebesar 50%, dan keluar pada permukaan
kista sebesar 5%. Isi kista cair, kuning, dan
kadang-kadang coklat karena campuran darah.
Tidak jarang kistanya sendiri kecil, tetapi
permukaannya penuh dengan pertumbuhan
papiler (solid papilloma). Pada umumnya dapat
dikatakan bahwa tidak mungkin membedakan
gambaran makroskopis kistadenoma serosum
papiliferum yang ganas dari yang jinak, bahkan
pemeriksaan mikroskopis pun tidak selalu
memberi kepastian. Pada pemeriksaan
mikroskopis terdapat dinding kista yang dilapisi
oleh epitel kubik atau epitel torak yang rendah,
dengan sitoplasma eosinofil dan inti sel yang
besar dan gelap warnanya. Karena tumor ini
berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal
epithelium), maka bentuk epitel pada papil dapat
beraneka ragam, tetapi sebagian besar epitelnya
terdiri atas epitel bulu getar, seperti epitel tuba.
Pada jaringan papiler dapat ditemukan
pengendapan kalsium dalam stromanya yang
dinamakan psamoma. Adanya psamoma
biasanya menunjukkan bahwa kista adalah
kistadenoma ovarii serosum papiliferum, tetapi
tidak berarti bahwa tumor itu ganas. Perubahan
kearah ganas apabila ditemukan pertumbuhan
papilifer, proliferasi dan stratifikasi epitel, serta
anaplasia dan mitosis pada sel-sel, kistadenoma
serosum secara mikroskopis digolongkan
kedalam kelompok tumor ganas. Akan tetapi,
garis pemisah antara kistadenoma ovarii
papiliferum yang jelas ganas kadang-kadang
sukar ditentukan. Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan bahwa potensi keganasan yang
dilaporkan sangat berbeda-beda. Walaupun
demikian, dapat dikatakan bahwa 30%-35% dari
kistadenoma serosum mengalami perubahan
keganasan. Bila pada suatu kasus terdapat
implantasi peritoneum disertai dengan asites,
maka prognosis penyakit itu kurang baik,
meskipun diagnosis histopatologis pertumbuhan
itu mungkin jinak (histopatologically benign).
Klinik kasus tersebut menurut pengalaman harus
dianggap sebagai neoplasma ovarium yang
ganas (clinically malignant).
D.Kista endometrioid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan
licin, pada dinding dalam terdapat satu lapisan
sel-sel, yang menyerupai lapisan epitel
endometrium. Kista ini, yang ditemukan oleh
Sartesson dalam tahun 1969, tidak ada
hubungannya dengan endometriosis ovarii.
E.Kista dermoid
Sebenarnya kista dermoid ialah suatu teratoma
kistik yang jinak dimana struktur-struktur
ektodermal dengan diferensiasi sempurna,
seperti epitel kulit, rambut, gigi, dan produk
glandula sebasea berwarna putih kuning
menyerupai lemak nampak lebih menonjol
daripada elemen-elemen dan mesoderm.
Tentang histogenesis kista dermoid, teori yang
paling banyak dianut ialah bahwa tumor berasal
dari sel telur melalui proses parthenogenesis.
Tidak ada ciri-ciri yang khas pada kista dermoid.
Dinding kista terlihat putih keabuan, dan agak
tipis. Konsistensi tumor sebagian kenyal,
dibagian lain padat, sekilas terlihat seperti kista
berongga satu, akan tetapi jika dibelah akan
tampak suatu kista besar dengan ruangan kecil-
kecil di dalam dindingnya. Pada umumnya
terdapat satu daerah pada dinding bagian dalam,
yang menonjol dan padat. Kista dermoid terdiri
atas elemen ektodermal, mesodermal dan
entodermal, maka dapat ditemukan kulit,
rambut, kelenjar sebasea, gigi (ektodermal),
tulang rawan, otot dan jaringan ikat
(mesodermal), mukosa traktus gastrointestinal,
epitel saluran pernafasan, dan jaringan tiroid
(entodermal). Bahan yang terdapat dalam
rongga kista ialah produk dari kelenjar sebasea
berupa massa lembek seperti lemak, bercampur
dengan rambut. Rambut ini terdapat beberapa
serat, tetapi dapat pula merupakan gelondongan
seperti konde/kumparan. Pada kista dermoid
dapat terjadi torsi tangkai dengan gejala nyeri
mendadak diperut bagian bawah. Ada
kemungkinan pula terjadinya sobekan dinding
kista dengan akibat pengeluaran isi kista
kedalam rongga peritoneum.
Perubahan ke arah ganas agak jarang, kira-kira
dalam 1,5 % dari semua kista dermoid, dan
biasanya terjadi pada wanita lewat menopause.
Yang tersering adalah karsinoma epidermoid
yang tumbuh dari salah satu elemen ektodermal.
Ada kemungkinan pula bahwa satu elemen
tumbuh lebih cepat dan menyebabkan terjadinya
tumor yang khas, termasuk disini adalah :
   Stroma ovarium
Tumor ini terutama terdiri atas jaringan
tiroid, dan terkadang dapat menyebabkan
hipertiroid.
   Kistadenoma ovarii musinosum dan
kistadenoma ovarii serosum Kista dapat
dianggap sebagai adenoma yang berasal dari
satu elemen dari epithelium germinativum.
   Koriokarsinoma
Tumor ganas ini jarang ditemukan dan untuk
diagnosis harus dibuktikan adanya hormon
koriogonadotropin.

 Diagnosis
o Berdasarkan gambaran klinis
o Pemeriksaan fisik

Pada palpasi teraba massa kistik, permukaan


halus, mobile, pada perut bagian bawah
(biasanya di lateral tetapi bila besar sulit
dibedakan karena memenuhi seluruh abdomen),
pada pemeriksaan bimanual serviks tidak ikut
bergerak bila massa tersebut digerakkan.
c. Pemeriksaan penunjang

 -  Sondase
Pada kistoma ovarii sondase normal karena
tidak ada pembesaran uterus.

 -  Ultrasonografi
Tampak gambaran uterus normal, namun
tampak massa pada adneksa, sering
bersekat-sekat, atau multilokuler dan pada
kecurigaan keganasan dapat dijumpai
gambaran papiler dan neovaskularisasi.
 -  BNO-IVP
Pada kistoma ovarii yang besar atau dengan
perlekatan dapat merubah topografi ureter.

Diagnosa Banding
1.Kista mesenterial
Merupakan neoplasma jinak yang bersifat kistik,
yang terdapat pada mesenterium.
2.Mioma uteri degenerasikistik
Mioma uteri degenerasi kistik dapat meliputi
daerah kecil maupun luas, sebagian dari mioma
manjadi cair, terbentuk ruangan- ruangan yang
tidak teratur berisi cairan yang kental seperti
agar- agar, dapat terjadi pembengkakan luas dan
bendungan limfe sehingga menyerupai
limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini
tumor sukar dibedakan dari kista ovarium.
3.Tubaovarialabses
-  Biasanya terjadi bersama dengan salpingitis
-  Besarnya dapat sampai 15-20 cm
-  Sering bilateral
-  Konsistensi bisa kistik atau padat
-  Dapat menyebabkan menometrorhargia,
demam
-  Pada pemeriksaan lab terdapat leukositosis

Komplikasi
a. Torsi
1. -  Terjadi warna biru karena tekanan vena
2. -  Menimbulkan akut abdomen
b. Ruptur
3. -  Menimbulkan perdarahan intra abdominal
(dari arteri
Ovarica) sehingga menimbulkan akut
abdomen.
4. -  Peritoneum dan rongga abdomen terisi
cairan gelatinosa
(Pseudomiksoma Peritonei) d. Infeksi
5. -  Panas, nyeri, leukositosis, peritonitis
6. -  Defans muscular e. Keganasan
- 25 % regresi ganas sebagai
Cystadenocarsinoma (terjadi ascites)

Keganasan
Kistoma ovarii dicurigai ganas apabila :
1.Terdapatbagianyangpadat
2.Permukaanberbenjol-benjol
3.Pertumbuhannya cepat
4.Perlekatan(sulitdigerakkan)
5.Disertaiascites
6.Disertai penurunan berat badan (kakesia)
Penanganan
a. Kistektomi+potongbeku(FrozenSection)
b. Ooforektomiunilateral+potongbeku
c. Panhisterektomi + Omentektomi pada
keganasan
Potong beku (frozen section) adalah pemeriksaan
histopatologi hasil operasi yang dilakukan
durante operasi yang berfungsi untuk
menentukan ganas atau tidaknya sediaan
tersebut sehingga dapat dipergunakan sebagai
pedoman untuk menentukan jenis tindakan atau
operasi yang dilakukan serta tindakan lanjut
pesca operasi (radioterapi / kemoterapi).

TORSIO KISTA OVARIUM


Sebagian besar massa ovarium, baik jinak
maupun ganas, terbentuk dari kista. Insidensi
kista ovarium di berbagai tempat sedikit
bervariasi tergantung pada faktor demografi
penduduk, yaitu sekitar 5-15 persen.
Secara histologi, kista di ovarium terbagi atas
dua bagian besar yaitu; (1) kista neoplasma
ovarium yang berasal dari pertumbuhan
neoplastik, dan (2) kista ovarium fungsional yang
diakibatkan oleh gangguan proses ovulasi
normal. Pembedaan kedua jenis kista ini, baik
dengan pencitraan maupun penanda tumor, pada
umumnya tidak begitu penting secara klinis.
Kedua jenis kista ovarium tersebut seringkali
ditangani sebagai satu kesatuan klinis.
Pada kasus torsio, umumnya ovarium dan tuba
falopii berputar mengelilingi ligamen latum
sebagai sebuah unit tunggal. Namun terkadang,
hanya ovarium yang berputar mengeliling
mesovarium ataupun tuba falopii mengeliling
mesosalfing. Torsio bisa terjadi pada jaringan
adneksa normal, namun dalam 50-80% kasus
ditemukan massa ovarium unilateral.
Insiden torsio adneksa paling sering terjadi pada
usia reproduksi. Hibbard et al (1985) menemukan
bahwa 70% kasus torsio terjadi pada wanita usia
20-39 tahun. Sebagian kasus torsio juga terjadi
pada masa kehamilan dan kasus ini merupakan
20-25% dari seluruh kasus torsio.

MANIFESTASI KLINIS
A. Anamnesa
Pada umumnya, wanita yang mengalami torsio
kista ovarium akan datang dengan keluhan
utama nyeri akut abdomen. Oleh karena itu,
keterangan-keterangan mengenai karakteristik
nyeri (lokasi, onset, migrasi, radiasi, kualitas,
tingkat keparahan, serta faktor yang
memperberat atau memperingan nyeri) harus
dapat digali melalui proses anamnesa.
Pasien torsio kista ovarium biasanya merasakan
nyeri yang tajam di daerah abdomen bagian
bawah. Nyeri tersebut terlokalisir pada lokasi
ovarium yang mengalami gangguan dan
terkadang dapat menjalar ke daerah pinggang
dan paha (nyeri referal/referred pain) (Hoffman,
2008). Hal ini disebabkan karena serabut saraf
viseral dari ovarium memasuki tulang belakang
di tingkatan yang sama dengan serabut saraf
somatik yang mempersarafi daerah pinggang
dan paha, yaitu setingkat T9-T10.
Onset nyeri terjadi mendadak dan mengalami
perburukan secara intermitten dalam beberapa
jam (Hoffman, 2008). Onset nyeri biasanya
muncul pada saat pasien mengangkat beban
berat, melakukan latihan fisik, maupun ketika
berhubungan intim (Rapkin & Howe, 2007). Nyeri
yang ditimbulkan cukup berat sehingga
terkadang digambarkan sebagai nyeri yang
dapat membangunkan pasien dari tidurnya. Nyeri
dengan tingkat keparahan seperti ini biasanya
berhubungan dengan kasus torsio yang telah
mengalami iskemia.
Suatu torsio yang menyebabkan obstruksi tuba
falopii juga dapat menghasilkan nyeri kolik. Nyeri
kolik pada dasarnya adalah suatu nyeri viseral
dan berhubungan dengan peregangan organ
berongga (hollow organ) dalam rongga abdomen.
Nyeri kolik ini menghadirkan suatu gambaran
awitan nyeri yang timbul secara bergelombang.
Selain nyeri, keluhan penyerta yang sering
didapatkan pada pasien torsio kista ovarium
adalah gejala-gejala refleks autonom seperti
mual dan muntah. Di samping itu, kadang
terdapat keluhan demam yang tidak begitu tinggi
yang menandakan sudah terjadinya proses
nekrosis.
Diagnosa banding kasus torsio ovarium dengan
keluhan utama nyeri akut abdomen dapat dilihat
pada tabel berikut.

B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kasus torsio, dari status
generalis dapat ditemukan tanda-tanda demam
jika sudah terjadi proses nekrosis. Selain itu, bila
nyeri yang ditimbulkan sangat hebat, dapat
timbul syok neurogenik yang bisa terlihat dari
perubahan tanda- tanda vital, seperti takikardia
dan hipotensi.
Pada pemeriksaan status lokalis, dari
pemeriksaan abdomen akan ditemukan abdomen
terasa sangat lembut, khususnya di daerah kista
ovarium. Tanda paling penting adalah
ditemukannya massa intra abdomen. Namun,
pemeriksaan di daerah ini harus dilakukan
dengan lembut dan hati-hati agar kenyamanan
pasien dapat terjaga. Jika kista ovarium telah
menyebabkan peradangan peritonuem,
terkadang bisa ditemukan tanda-tanda rangsang
peritoneal, seperti nyeri tekan dan nyeri lepas.

Pada pemeriksaan ginekologis, dari pemeriksaan


panggul biasanya akan dapat ditemukan adanya
massa dan rasa nyeri di daerah ovarium yang
mengalami torsio. Namun demikian, menurut
beberapa hasil penelitian, pemeriksaan panggul
pada pasien dengan keluhan nyeri akut abdomen
memiliki tingkat spesifisitas dan sensitifitas yang
rendah. Oleh karena itu, masih dibutuhkan
beberapa pemeriksaan penunjang lainnya agar
diagnosa torsio kista ovarium dapat ditegakkan.
C. Pemeriksaan Penunjang
Keluhan nyeri yang dialami oleh pasien pada
kasus torsio kista ovarium, khususnya pada
kasus yang telah mengalami iskemia, memiliki
persamaan dengan keluhan yang terjadi pada
kasus-kasus kehamilan ektopik. Oleh karena itu,
pada pasien yang datang dengan keluhan
tersebut dianjurkan untuk dilakukan tes
kehamilan agar dugaan kehamilan ektopik dapat
disingkirkan.
Pemeriksaan ultrasonografi juga memiliki
peranan penting dalam evaluasi pasien dengan
persangkaan torsio. Namun demikian, tanda
yang ditemukan pada pemeriksaan sonografi
dapat sangat bervariasi tergantung pada derajat
gangguan vaskuler, karakterisitik massa, serta
ada atau tidaknya perdarahan adneksa. Pada
pemeriksaan sonografi, suatu kasus torsio dapat
menyerupai gambaran kehamilan ektopik, abses
tubo-ovarium, kista ovarium hemoragik, dan
endometrioma. Menurut kepustakaan, tingkat
keakuratan dignosa dengan pemeriksaan
sonografi sekitar 50-75 persen.

Beberapa gambaran spesifik kasus torsio


ovarium yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan adalah ditemukannya gambaran
folikel multipel mengelilingi sebuah ovarium yang
mengalami pembesaran memiliki tingkat
keakuratan diagnosa sampai 64 persen. Tanda
ini menggambarkan proses kongesti dan edema
yang terjadi di ovarium. Pedikulum yang
terpelintir kemungkinan juga akan memberikan
gambaran yang dikenal dengan sebutan bull’s-eye
target, whirlpool, maupun snail shell. Gambaran
tersebut berupa sebuah struktur bulat
hiperekhoik dengan cincin hipoekhoik multipel
yang tersusun secara konsentrik ke bagian
dalam. Selain itu, pemeriksaan Transvaginal Color
Doppler Sonography (TV- CDS) bisa menambahkan
informasi penting dalam evaluasi klinis kasus
torsio. Umumnya, melalui pemeriksaan ini akan
dapat ditemukan gangguan pada aliran darah
normal adneksa. Pada sebagian besar kasus
tidak ditemukan gambaran aliran darah vena
intraovarium. Seiring dengan perjalanan kasus
torsio, maka aliran darah arteri selanjutnya juga
akan mengalami penurunan. Namun demikian,
meski memiliki angka keakuratan yang tinggi
bagi sebagian besar kasus, kasus torsio adneksa
inkomplit atau intermitten dapat memberikan
gambaran masih adanya aliran vena maupun
arteri. Oleh karena itu, torsio tidak dapat
disingkirkan bila hanya berdasarkan gambaran
normal dari pemeriksaan Doppler. Pemeriksaan
CT-Scan atau MRI kemungkinan juga dapat
membantu untuk kasus-kasus torsio inkomplit
dan kronik serta pada kasus-kasus yang memiliki
presentasi klinis yang ambigu.

MANAJEMEN
Tujuan tindakan manajemen pada kasus torsio
adalah untuk menyelamatkan jaringan adneksa,
reseksi terhadap jaringan kista, dan
kemungkinan ooporeksi. Namun demikian, pada
penemuan keadaan nekrosis adneksa maupun
perdarahan, harus dilakukan pengangkatan
struktur yang mengalami torsio.
Torsio dapat dievaluasi dengan teknik
laparoskopi maupun laparotomi. Pada awalnya,
saat dilakukan tindakan bedah eksplorasi,
biasanya dilakukan adneksektomi guna
menghindari terjadinya trombus ketika dilakukan
detorsi dan emboli. Bukti ilmiah ternyata tidak
mendukung tindakan ini. Kepustakaan
menyatakan bahwa pada hampir 1000 kasus
torsio hanya terdapat 0,2% kasus emboli paru.
Sebagai catatan, kasus emboli paru tersebut
berhubungan dengan tindakan eksisi adneksa
dan bukan dengan tindakan pelepasan pelintiran
secara konservatif. Pada sebuah studi dengan 94
orang subjek penelitian, Zweizig et al (1993)
melaporkan bahwa tidak terdapat peningkatan
morbiditas pada pasien yang dilakukan tindakan
pelepasan pelintiran adneksa jika dibandingkan
dengan pasien yang dilakukan adneksektomi.

Dengan alasan ini, maka tindakan detorsi pada


umumnya direkomendasikan. Dalam beberapa
menit setelah tindakan detorsi, biasanya
kongesti menjadi berkurang, begitu juga dengan
sianosis dan volume ovarium. Pada beberapa
kasus, tidak adanya tanda-tanda ini merupakan
patokan untuk dilakukannya pengangkatan
adneksa. Ovarium yang berwarna hitam kebiruan
menetap bukanlah suatu tanda patognomonik
nekrosis sehingga masih ada kemungkinan
ovarium untuk kembali berfungsi. Cohen et al
(1999) melakukan tinjauan ulang terhadap 54
kasus dimana adneksa tetap dipertahankan
tanpa memperhatikan keadaannya pada saat
dilakukan detorsi. Mereka melaporkan bahwa
integritas fungsional dan kehamilan berikutnya
dapat terjadi pada 95 kasus. Bidar et al (1991)
melaporkan bahwa tidak terdapat peningkatan
kejadian infeksi post-operatif pada tindakan yang
sama. Namun demikian, karena nekrosis masih
memiliki kemungkinan untuk terjadi, maka
setelah tindakan masih diperlukan pengawasan
terhadap demam, leukositosis, dan tanda-tanda
peritoneal.
Lesi ovarium yang spesifik seharusnya dilakukan
eksisi. Namun demikian, tindakan sistektomi
pada sebuah ovarium yang telah mengalami
iskemik dan edematous kemungkinan
merupakan suatu tindakan yang sulit. Oleh
karena itu, beberapa penulis menyarankan untuk
melakukan penundaan sistektomi hingga 6-8
minggu setelah tindakan penanganan pertama.
Setelah detorsi, belum terdapat konsensus
mengenai manajemen lanjutan adneksa. Setelah
perkembangan tindakan konservatif, resiko
terjadinya torsio berulang mengalami
peningkatan. Ooporopeksi unilateral maupun
bilateral telah dinyatakan mampu meminimalisir
resiko terjadinya torsio ipslateral dan
kontralateral yang berulang. Penanganan torsio
pada kehamilan tidak berbeda dengan
diluar kehamilan. Jika korpus luteum
diangkat sebelum usia kehamilan 10 minggu,
maka direkomendasikan untuk diberikan 17-
hidroksiprogesteron kaproat dengan dosis 150
mg secara intramuskular guna mempertahankan
kehamilan. Jika terjadi antara 8-10 minggu, maka
hanya dibutuhkan satu kali dosis pemberian
segera setelah operasi. Namun jika korpus
luteum dieksisi antara 6-8 minggu, maka
dibutuhkan tambahan 2 dosis yang harus
diberikan pada 1 dan 2 minggu setelah dosis
pertama diberikan.
RUPTUR KISTA
Ruptur kista dan perdarahan kista ovarium merupakan
keadaan yang dapat menyebabkan hemoperitoneum signifikan
dan membutuhkan intervensi pembedahan segera. walaupun
demikian, protokol standar untuk   penatalaksanaan ruptur
kista ovarium belum jelas hingga saat ini.
Kista pecah (ruptur) termasuk dalam salah satu komplikasi
dari kista ovarium, yakni terjadinya peristiwa pecahnya
kantung kista yang berisi cairan atau darah.
Anamnesis
a.Nyeri abdomen dapat timbul mendadak ataupun
berkembang perlahan-lahan, tergantung pada jenis kelainan,
perdarahan bertahap atau perdarahan akut, ruptur meendadak
Nyeri dapat terlokalisir pada salah satu kuadran atau
menyeluruh pada abdomen bagian bawah. Rasa iritasi
peritoneum dengan cairan atau darah, rasa nyeri cenderung
konstan dan diperhebat oleh pergerakkan. Nyeri yang
berkaitan dengan rupturnya kista folikel biasanya membaik
dalam beberapa jam.
bMual dan muntah dapat terjadi segera atau beberapa jam
setelah timbulnya nyeri mendadak.
b.Riwayat menstruasi. Pada umumnya tumor ovarium tidak
mengubah pola haid, kecuali jika tumor itu sendiri
mengeluarkan hormon. Kelainan dapat terjadi pada wanita
hamil maupun tidak hamil. Perdarahan dari korpus luteum
yang ruptur terjadi kapan saja setelah ovulasi, termasuk pada
awal kehamilan. Kemungkinan ruptur endometrioma harus
dipertimbangkan bila pasien mempunyai riwayat dismenorhea
sekunder yang terjadi selama siklus menstruai sebelumnya.
c.Gejala lainya berupa sinkope atau syok atau kedua-duanya
yang memberi kesan perdarahan intraperitoneum yang hebat
ataupun suatu torsi akut. Sering miksi dan defekasi
menunjukkan iritasi peritoneum. Nyeri pundak memberi
kesan iritasi diafragma dari perdarahan yang hebat atau isi
kista yang ruptur.
 Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit, sehingga berangsur-
angsur menyebabkan pembesaran kista, dan hanya
menimbulkan gejala klinis yang minimal. Jika
perdarahannya banyak, akan terjadi distensi cepat dari
kista yang menimbulkan nyeri perut mendadak.
 Robekan dinding kista
Terjadi akibat trauma seperti jatuh, atau pukulan pada
perut, dan lebih sering pada persetubuhan. Jika kista
mengandung cairan serus, rasa nyeri akibat robekan dan
iritasi peritoneum segera mengurang. Tetapi apabila
disertai oleh perdarahan hemorhagi yang timbul akut,
maka perdarahan dalam rongga peritoneum
menimbulkan rasa nyeri terus-menerus disertai tanda-
tanda abdomen akut. Robekan kistadenoma musinosum
perlengketan dalam rongga perut.
Pemeriksaan Fisik
a.Tanda Vital
Suhu biasanya normal atau sedikit meningkat, denyut nadi
biasanya cepat, tekanan darah dan pernafasan dalam batas
normal, kecuali apabila terdapat perdarahan
intraperitoneum yang hebat sehingga menyebabkan gejala-
gejala syok hipovolemik.
b.Pemeriksaan abdomen
Nyeri tekan unilateral pada kuadran bagian bawah dengan
atau tanpa nyeri lepas, rigiditas dan pergeseran memberi
kesan adanya proses terlokalisasi. Bising usus biasanya
normal. Perdarahan yang lebih ekstensif atau rupturnya isi
kista menyebabkan peritonitis abdominalis bagian bawah
yang biasanya diserta oleh rigiditas, nyeri lepas, bising
usus menurun atau negatif, dan distensi abdomen. Jarang
teraba massa lunak pada palpasi abdomen.
c.Pemeriksaan pelvis
Ukuran uterus biasanya normal kecuali bila pasien hamil.
Apabila serviks digerakkan terdapat rasa nyeri. Daerah
adneksa yang terkena cenderung menjadi sangat lunak, dan
pada perdarahan intraperitoneum suatu massa diskret tidak
dapat diidentifikasi. Apabila ditemukan suatu massa atau
tumor, diteliti sifatsifatnya( besarnya, lokalisasi,
permukaaan, konsistensi, dan apakah dapat digerakkan atau
tidak). Sering pasien mengalami nyeri tekan yang sangat
hebat sehingga pemeriksaan bimanual yang adekuat tidak
mungkin dilakukan kecuali pasien sudah diberikan
analgesia sistemik atau bahkan anestesia. Penonjolan
dalam kavum Douglasi memberi kesan perdarahan
intraperitoneum yang ekstensif.
Pemeriksaan Penunjang
-Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas
tumor, apakah tumor berasal dari uterus, ovarium atau
kandung kencing, apakah tumor solid atau kistik, dapat
dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang
bebas dan yang tidak.
PENATALAKSANAAN
-Baku emas penanganan ruptur kista ovarium ialah
laparoskopi
-Reseksi total tuba/ovari/keduanya dilakukan ketika
jaringan telah gangren atau curiga keganasan atau wanita
yang telah cukup anak.
DAFTAR PUSTAKA
Close, R & Tintinalli, JE. 2004. Acute Abdominal
Pain in Women of Childbearing Age. In: Pearlman,
MD et al (Editors). Obstetric & Gynecologic
Emergencies: Diagnosis and Management. 1st
Edition. Section VII. Chapter 28. New York: The
McGraw-Hill Companies.
Hoffman, BL. 2008. Pelvic Mass. In: Schorge, JO
et al (Editors). Williams Gynecology. Section 1.
Chapter 9. New York: The McGraw-Hill
Companies.
Rapkin, AJ & Howe, CN. 2007. Pelvic Pain and
Dysmenorrhea. In: Berek, JS et al (Editors). Berek
& Novak’s Gynecology. 14th Edition. Section IV.
Chapter 15. Massachusetts: Lippincott Williams &
Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai