Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MATERNITAS

DIAGNOSA MEDIS:
Servix Incompetence
(Di Ruang Poli Obgyn Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan)

Oleh :
LELLI WIDIAWATI
NIM. 20192046011079

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS
LAPORAN PENDAHULUAN

SERVIX INCOMPATENCE

DI POLI OBGYNE
RS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

DISUSUN OLEH:
LELLI WIDIAWATI
201920461011079

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING LAHAN

(………………………..) (………………………….)
LAPORAN PENDAHULUAN
SERVIX INCOMPETENCE
1.1 Definisi
Serviks berasal dari bahasa latin yang artinya leher. Serviks adalah salah satu bagian
dari Rahim. Serviks terdiri dari dua bagian yaitu mulut rahim dan leher rahim, secara
keseluruhan keduanya disebut serviks. Serviks adalah organ yang menghubungkan rahim
dengan vagina. Leher rahim terletak lebih rendah, bagian sempit rahim bergabung dengan
ujung atas vagina berbentuk silinder atau kerucut dan menonjol bagian atas. Panjang
serviks atau leher rahim diperkirakan 2 inci. Mulut rahim adalah bagian terendah rahim
dikalangan medis disebut sebagi porsio. Leher rahim adalah bagian sempit dari bagian
baawah Rahim diatas porsio (Nurwijaya, Andrijono, 2010).
Insufisiensi serviks merupakan kelemahan fungsional leher rahim, dengan
ketidakmampuan untuk mencapai usia kehamilan penuh oleh karena defek fungsi maupun
struktur pada serviks. Inkompetensi serviks menyebabkan kehilangan kehamilan yang
berulang disebabkan oleh faktor intrinsik atau diperoleh kelemahan pada integritas
jaringan serviks dimana leher rahim mengalami penipisan dan dilatasi sebelum waktunya
tanpa rasa sakit, dengan prolaps dan ballooning membrane ke dalam vagina, diikuti oleh
pengeluaran janin belum matang. Inkompetensi serviks terjadi sehingga menyebabkan
persalinan prematur, ketuban pecah dini, dan kelahiran premature (Norwitz, et al, 1999)
Inkompeten serviks adalah pelenturan, pengenduran, dan pelebaran serviks sebelum
waktu persalinan. Biasanya inkompeten serviks mengakibatkan kelahiran premature dan
keguguran (Anggarani, subekti, 2013).
2.1 Etiologi
Servix inkompeten ditandai oleh pembukaan servix tanpa nyeri pada trimester kedua
atau mungkin awal trimester ketiga, disertai prolaps dan penggelembungan membra
kedalam vagina, diikuti oleh ruptur membrane dan ekspulasi janin imatur. Kecuali jika
terapi dengan efektif, rankaian kejadian ini cenderung berulang pada kehamilan
berikutnya. Meskipun penyebab inkompetensi servix belum jelas, namun riwayat pada
servix (dilatasi dan kuretase, konisasi, kauterisasi, atau amputasi) tampaknya merupakan
faktor pada banyak kasus. Pada kasus – kasus lain yang berperan adalah kelainan
perkembangan servix, termasuk akibat pajanan diestilstilbestrol in utero (Kenneth,
2009).
Sebuah cacat fungsional pada serviks dapat disebabkan oleh kelainan anatomi (seperti
anomali kongenital duktus Müllerian), paparan dietilstilbestrol (DES) pada rahim, atau
gangguan kolagen (misalnya sindrom Ehlers-Danlos), penyebab insufisiensi serviks
lainnya antara lain trauma pada serviks uteri yang mencapai ostium uteri internum
misalnya pada persalinan normal, tindakan cunam yang traumatik, kesulitan ekstraksi
bahu, seksio sesaria di daerah serviks yang terlalu rendah, dilatasi dan kuretase
berlebihan, amputasi serviks, pelebaran mekanik dari leher rahim selama prosedur
ginekologi, biopsi serviks, ablasi laser, prosedur loop electrosurgical excision (LEEP),
atau konisasi dengan pisau dingin, namun di banyak pasien penyebab insufisiensi serviks
masih belum diketahui (Nohr, et al, 2007).
3.1 Insiden
Insiden inkompetensi serviks masih belum diketahui secara pasti karena diagnosisnya
ditegakkan secara klinis dan belum ada kriteria objektif yang disetujui secara umum
untuk mendiagnosis keadaan tersebut. Secara kasar, suatu studi epidemiologi
menunjukkan insiden terjadinya serviks inkompeten adalah sekitar 0,5% pada populasi
pasien obstetri secara umum dan 8% pada wanita dengan abortus trimester kedua
sebelumnya.
4.1 Anatomi Serviks
Serviks adalah bagian bawah dari uterus dan merupakan suatu struktur fibromuskuler
berbentuk silindris dengan panjang 3-4 cm dan diameter 2.5 cm. Serviks disokong oleh
ligamentum kardinalis serta ligamentum uterosakral. Sebagian bawah dari serviks yang
menonjol ke dalam vagina disebut portio vaginalis, dan muara serviks ke dalam vagina
disebut ostium serviks. Bagian eksterior dari ostium serviks disebut ektoserviks
sedangkan bagian proximal dari ostium serviks disebut endoserviks, yang
menghubungkan kavum uteri dengan vagina. Ruang vagina yang mengelilingi serviks
disebut forniks, dan terbagi menjadi forniks anterior, posterior, dan lateral sesuai dengan
kedudukannya masing-masing terhadap serviks.
Gambar 1.1 Anatomi servix

Gambar 1.2 Tampak logitudinal dari servix

1. Stroma serviks terbentuk atas jaringan fibromuskuler padat yang diselingi oleh
struktur vaskuler, saraf, dan limfatik:
2. Vaskularisasi serviks: serviks divaskularisasi oleh arteri uterina yang merupakan
cabang arteri iliaka interna. Drainase vena akan menuju ke pleksus hipogastrikus.
3. Persarafan serviks: terdapat perbedaan persarafan pada ektoserviks dengan
endoserviks. Pada ektoserviks, jumlah ujung saraf sensoris kurang dibandingkan
dengan endoserviks yang memiliki banyak ujung saraf sensoris serta ujung saraf
simpatik dan parasimpatik. Oleh karena itu, harus berhati-hati dengan endoserviks
saat melakukan kuretase sebab ada kemungkinan untuk mencetuskan reaksi
vasovagal. Beda halnya dengan ektoserviks dimana wanita dapat mentoleransi
beberapa tindakan seperti biopsi, elektrokoagulasi dan cryotherapy.
4. Drainase limfatik serviks: sistem limfatik serviks mengalami 3 jalur drainase yaitu
dari bagian lateral ke nodus iliaka eksterna, posterior ke nodus sakral, dan
posterolateral ke nodus iliaka internal.

Gambar 1.3 : perbedaan dilatasi serviks pada inkompetensi serviks dan pada persalinan
normal. Pada persalinan normal dilatasi disertai His atau kontraksi uterus.

5.1 Patofisiologi Terjadinya Pelunakan Serviks Prematur


Perubahan patofisiologi jaringan serviks yang disebut pelunakan serviks, adalah
kompleks dan tidak dipahami. Apa yang diketahui adalah serviks adalah struktur anatomi
dinamik yang berfungsi selama kehamilan sebagai pertahanan bagi janin dan sekitarnya,
dengan vagina dan dunia luar. Pada waktu gestasi ini, ia terdiri dari struktur yang kuat
yang terdiri dari kolagen, tetapi ketika tiba masanya persalinan, kolagennya mengalami
degradasi dan serviks menjadi lunak dan memulai proses untuk dilatasi. Ini
mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam proses ini dan; atau waktu pelunakan yang
tidak sesuai waktunya dan menjadikan serviks tidak kompeten lagi sehingga terjadinya
kelahiran prematur atau kesulitan dalam persalinan (distosia).
Leher rahim berkembang dari fusi dan rekanalisasi dari saluran distal paramesonefrik
(Müllerian Ducts), yang berkembang secara lengkap setelah usia kehamilan mencapai
sekitar 20 minggu, dan terdiri dari otot dan jaringan ikat fibrosa. Komponen fibrosa, yang
bertanggung jawab untuk kekuatan penyempitan serviks. Pada serviks insufisiensi, diduga
terkait dengan adanya defek pada kekuatan penyempitan di cervicoisthmic junction
(Danforth, 2007)
Infeksi dan inflamasi sangat berhubungan dengan kelahiran prematur dan pelunakan
serviks. Ini berhubungan dengan sifat serviks, dimana peluang untuk terjadinya persalinan
premature berbanding terbalik dengan panjang kanalis servikalis, yang berisi lender yang
bersifat antibakteri. Jika sifat mekanik atau antibakteri leher rahim secara antomi atau
fungsional terganggu, misalnya dengan paparan dietilstilbestrol intra-uterin atau dengan
operasi atau trauma pada serviks, kekuatan serviks mungkin tidak cukup untuk
mempertahankan kehamilan.
6.1 Diagnosis
Diagnosis insufisiensi serviks hanya dapat dilakukan secara retrospektif pada wanita
yang telah mengalami keguguran pada pertengahan trimester sebelumnya. Pasien
biasanya hadir dengan selaput ketuban yg menonjol disertai dilatasi serviks stadium lanjut
pada trimester pertengahan, yang mengarah ke ketuban pecah dini prematur (PPROM).
Kontraksi rahim biasanya jarang atau tidak ada. Pada wanita tanpa riwayat keguguran,
kombinasi dari presentasi klinis, pemeriksaan fisik, dan temuan USG yang digunakan.
Meskipun sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala, mereka mungkin hadir
dengan rasa tekanan pada panggul, kram, sakit punggung, atau peningkatan keputihan
(Norwitz, 2012)
Diagnosis inkompetensi serviks ditegakkan berdasarkan riwayat satu atau lebih
kegagalan kehamilan pada trimester kedua atau riwayat keguguran berulang pada
trimester kedua, dengan kerugian masing-masing terjadi pada usia kehamilan lebih awal
dari yang sebelumnya dan kurang kontraksi yang menyakitkan atau peristiwa berkaitan
lainnya. Namun, dalam penemuan ultrasonografi terakhir, definisi ini sedang ditantang.
Terdapat keraguan bahwa pemeriksaan ultrasonografi, terutama transvaginal, bermanfaat
sebagai alat bantu untuk mendiagnosis pemendekan serviks atau pencorongan ostium
interna dan mendeteksi secara dini serviks yang inkompeten. Secara umum, panjang
serviks sebesar 25 mm atau kurang antara 16 dan 18 minggu gestasi dibuktikan secara
prediktif untuk kelahiran prematur pada wanita dengan riwayat penghentian kehamilan
pada midtrimester.

Gambar 1.4 : Ultrasonografi menunjukkan Ostium Serviks Interna dan Ostium Serviks
Eksterna yang terbuka.
Ultrasonografi transvaginal adalah metode yang aman untuk secara objektif menilai
panjang serviks dan lebih unggul berbanding pemeriksaan vagina digital atau USG perut
dalam hal ini. Ultrasonografi transvaginal telah menjadi standar emas atau “gold
standard” untuk evaluasi serviks. Leher rahim pada kehamilan mengikuti pola penipisan
dimulai ostium servikal internal dan berlangsung dalam cara menyalurkan menuju ostium
serviks eksternal. Pada sonogram ini awalnya muncul sebagai “beaking” atau bentuk
mencuih dibentuk dinding samping saluran leher rahim yang berkembang dari “Y”
menjadi ruang berbentuk “U”. Panjang leher rahim biasanya tetap stabil hingga awal
trimester ketiga dan memendek secara progresif setelah itu.
Gambar 1.5 : Funneling dari serviks yang membentuk huruf T, Y, V, U (korelasi antara
panjang serviks dengan perubahan pada ostium uteri internum)

Temuan ultrasonografi :
1. Penyempitan atau funneling serviks yang membentuk huruf T, Y, V, U (hubungannya
dengan panjang serviks dengan perubahan pada ostium uteri internum).
2. Panjang serviks < 25 mm
3. Protusi membran amnion
4. Adanya bagian fetus dalam serviks atau vagina.

Gambar 1.6 : Hasil USG yang menunjukkan gambaran funnelling pada serviks uteri
Test Fetal Fibronectin
Fibronektin janin (fFN) adalah glikoprotein janin yang mempromosikan adhesi selular
pada antarmuka membran uterus-plasenta dan desidua-janin dan dilepaskan kedalam
sekresi servikovaginal ketika matriks ekstraselular tersebut terganggu, hal ini menjadi
dasar pemikiran sebagai prediktor kelahiran prematur (Feinberg et al,1991)
Pemeriksaan fFN dapat dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 22-34 minggu
dengan menempatkan swab dalam forniks posterior vagina. Beberapa penelitian telah
menunjukkan manfaat dari pengukuran fFN di samping penilaian panjang serviks, dengan
peningkatan yang signifikan dalam memprediksi kelahiran prematur pada wanita dengan
fFN positif dan panjang serviks kurang dari 30 mm (Schmitz et al, 2006).
7.1 Penatalaksanaan
Terapi untuk inkompetensi serviks adalah dengan cara bedah dan non-bedah. Pilihan
terapi non-bedah dapat mengurangi risiko kelahiran prematur pada wanita dengan
inkompetensi serviks. Pengurangan aktivitas atau istirahat total di tempat tidur,
menghindari hubungan seksual, dan penghentian penggunaan narkotin atau rokok telah
direkomendasikan. Penggunaan indomethasin (100mg sekali, diikuti dengan 50mg setiap
6 jam selama 48jam telah dihubungkan denganpenurunan persalinan sebelum 35 minggu
dan penurunan kelahiran prematur sebesar 86% pada wanita dengan pemendekan serviks
menjelang usia kehamilan 24 minggu.
Penatalaksanaan inkompetensi serviks adalah dengan cara bedah yaitu penguatan
serviks yang lemah dengan jahitan yang di sebut “cerclage”. Perdarahan, kontraksi uterus,
atau ruptur membran biasanya merupakan kontraindikasi untuk pembedahan. Terdapat
beberapa tehnik “cerclage” yang pernah dilakukan seperti McDonalds dan modifikasi
Shirodkar. Waktu terbaik untuk prosedur cerclage serviks adalah pada bulan ketiga (12-
14 minggu) kehamilan . Namun, beberapa wanita mungkin perlu dipasangkan cerclage
darurat pada kehamilan lanjut jika terjadi perubahan seperti pembukaan atau pemendekan
serviks. Jika sudah ada riwayat pemasangan cerclage darurat, pada kehamilan selanjutnya
juga wanita ini akan memerlukan pemasangan cerclage pada serviksnya.

Gambar 1. 7 : Tipe dari Cerclage


Gambar 1.8 : Tipe jahitan Cerclage
Pemasangan cerclage adalah andalan untuk pencegahan kelahiran prematur pada
wanita dengan insufisiensi atau inkompetensi serviks. Pendekatan dan penempatan dari
jahitan cerclage ada berbagai macam dan tidak ada tehnik tunggal yang terbukti lebih
unggul dari yang lainnya.
Pendekatan transvaginal yang paling popular adalah tehnik McDonald, yang
menggunakan anestesi local atau regional untuk menempatkan jahitan monofilament
(polypropylene) atau tape serat polyester di persimpagan cervicovaginal. Sebuah
speculum tertimbang dimasukkan ke dalam vagina, dan Sims retractor digunakan untuk
retraksi anterior vagina. Serviks ini digenggam lembut dengan penjepit atau forsep Allis
cincin untuk traksi. Dimulai pada posisi jam 12, 4 atau 5 gigitan berurutan yang diambil
secara “tas-string”. Jahitan terikat anterior dan dipangkas.
Gambar 1.9: Cerlage tipe jahitan McDonald (dengan jahitan seperti dompet, tidak ada
diseksi dan terletak pada os serviks eksterna)dan Shirodkar (dengan
jahitan tunggal, memerlukan diseksi dan letaknya berdekatan os serviks
interna)

Manakala prosedur Shirodkar melibatkan penempatan jahitan yang sehampir mungkin


pada os interna setelah diseksi pada rectum dan kandung kemih dari leher rahim. Setelah
jahitan dimasukkan, mukosa ditempatkan diatas simpul jahitan. Prosedur McDonald lebih
menjadi favorit berbanding Shirodkar kerana penempatan jahitan yang lebih mudah.
Dalam pendekatan transabdominal melalui laparotomi atau laparoskopi, jahitan
ditempatkan di wilayah cervicoisthmic setelah pembedahan kandung kemih jauh dari
segmen bawah uterus. Prosedur invasif ini mempunyai risiko tinggi terjadinya
komplikasi, misalnya perdarahan. Umumnya dijadikan pilihan bagi pasien yang gagal
bagi penempatan transvaginal, mempunyai penyakit bawaan dengan serviks hipoplasia,
atau memiliki jaringan parut besar dari operasi sebelumnya atau trauma.
Gambar 1.10 Alur untuk penatalaksanaan inkompetensi serviks dengan cerclage
elektif dan cerlage darurat berdadarkan riwayat kelahiran premature dan
panjang serviks.

Cerclage Darurat dilakukan pada wanita yang datang dengan gejala inkompetensi
serviks, misalnya nyeri panggul, keputihan dengan cairan bening, dilatasi serviks dari
2cm atau lebih, tidak adanya kontraksi rahim yang teratur. Pada tahap ini, membrane
atau selaput ketuban sering berada pada atau diluar os serviks eksternal. Ada berbagai
metode untuk mendorong membrane atau selaput ketuban ini kembali ke rongga
intrauterine. Menggunakan sebuah kateter Foleydapat ditempatkan dalam kandung
kemih atau os serviks untuk mendorong membrane ke atas. Atau balon dapat disisipkan
dibawah pengaruh anestesi epidural dengan pasien dalam posisi Tredelenburg.
Amniosentesis untuk analisa gula darah, kultur Gram, dan interleukin harus
dipertimbangkan untuk menyingkirkan infeksi intra-amnion subklinis. Amniosentesis
transabdominal juga berfungsi untuk mengurangi membranevia amnioreduksi.

 Pengikatan Serviks Darurat


Tindakan cerclage yang dilakukan pada akhir midtrimester setelah terjadi pembukaan
dan pendataran serviks sering disebut tindakan “darurat” atau “penyelamatan”.
Selaput ketuban yang menonjol dilaporkan berkaitan dengan peningkatan bermakna
angka kegagalan, dan selalu terdapat ancaman infeksi. Amnioreduksi (mengganti
membrane hingga ke segmen bawah uterus) pada saat pengikatan darurat ini mungkin
dapat memperlama kehamilan. Jika terdapat keraguan perlu tidaknya dilakukan
cerclage, wanita yang bersangkutan perlu dihindarkan dari aktivitas fisik. Pasien
dianjurkan tidak melalukan seks, dan harus sering menjalani pemeriksaan serviks
untuk menilai pendataan dan pembukaan serviks. Pada sebagian wanita, surveilans
ultrasonografis setiap minggu terhadap segmen bawah uterus antara 14 dan 27
minggu terbukti bermanfaat. Bahkan dengan tindakan pencegahan ini dapat
pendataran dan pembukaan serviks secara mendadak.
 Cerclage Transabdomen
Memasang jahitan melalui suatu insisi diperut setinggi ismus uterus, dianjurkan pada
beberapa keadaan, terutaa pada kasus cacat anatomis serviks atau kegagalan
pengikatan serviks transvagina. Tindakan ini memelurkan laparatomi untuk
memasang jahitan dan laparotomy yang lain untuk mengangkatnya, melahirkan janin,
atau keduanya. Potensi trauma dan penyulit lain pada permulaan dan tahap
selanjutnya jauh lebih besar pada tindakan ini dibandikan tindakan per vagina.
 Penyulit
Penyulit, terutama infeksi, diketahui jauh lebih rendah jika pengikatan dilakukan pada
18 minggu. Jika dilakukan jauh setelah 20 monggu, terjadi peningkatan.

Cerclage Shirodkar modifikasi. A. Setelah insisi serviks transversal, kandung kemih


telah didorong kearah kepala. Dilakukan penjahitan dengan benang dua jarum dari
anterior ke posterior di kedua sisi serviks. B jahitan diikat dibagian posterior, biasanya
mengelilingi dilator ukuran 10 mm. C mukosa serviks dijahit jelujur dengan benang
kromik untuk mengubur jahitan tali-kantong disebelah anterior (Anggarani, subekti,
2013).
8.1 Komplikasi
Komplikasi dari tindakan cerclage ini adalah pecahnya ketuban, korioamnionitis, dan
perpindahan dari jahitan. Insiden bervariasi dengan prosedur tindakan dan waktu.
Pecahnya membrane telah dilaporkan 1-18% dari pemasangan elektif, 3- 65% dari
pemasangan cerclage urgensi dan 0- 51% dari penempatan darurat. Korioamnionitis
dikembangkan dalam 1-60%, 30-35% dan 9-37% dari prosedur, masing-masing.
Perpindahan jahitan terjadi pada 3% sampai 13% dari prosedur pemasangan elektif.

9.1 Diagnosis banding


Kelahiran prematur dapat terjadi akibat berbagai penyebab, termasuk persalinan
prematur spontan, PPROM, dan indikasi ibu / janin untuk persalinan prematur iatrogenik
(misalnya, preeklamsia, pertumbuhan janin terhambat, perdarahan antepartum dan
kehamilan ganda). Insufisiensi serviks berperan untuk hanya 8-9% dari semua kelahiran
prematur dibandingkan dengan persalinan prematur spontan yang mencapai 40-50% dan
PPROM dengan 20-30%. Penelitian secara klinis dan laboratorium menunjukkan bahwa
persalinan prematur merupakan hasil akhir dari beberapa proses patogen, termasuk
aktivasi secara prematur dari sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal janin,
infeksi/peradangan intrauterin, abrupsi plasenta (perdarahan desidua), dan distensi uterus
patologis (Slattery et al, 2002).
Diagnosis banding insufisiensi serviks antara lain :
 Abrupsio plasenta
 Pertumbuhan janin terhambat
 Ketuban pecah dini
Diagnosis serviks inkompeten umumnya ditegakkan berdasarkan riwayat atau lebih
kegagalan kehamila pada midtrimester. Akan tetapi, terdapat sedikit keraguan bahwa
pemeriksaan ultrasografi, terutama transvagina, bermanfaat sebagai alat bantu untuk
mendiagnosis pemendekan serviks atau pencorongan os internus dan mendeteksi seacara
dini serviks inkompeten. Secara umum, panjang serviks sebesar 25 mm atau kurang
antara 16 dan 18 minggu gestasi dibuktikan bersifat prediktif untuk pelahiran prematur
pada wanita dengan riwayat penghentikan kehamilan pada midtrimester (Kenneth,
2009).
10.1 Prognosis
Dengan penatalaksanaan yang tepat, angka keberhasilan untuk mencapai kehamilan
aterm tinggi.
 Pathway

Pekerjaan Merokok
Difisiensi Usia ibu < 20 Hamil usia tua
pengetahuan tahun

Bekerja terlalu berat


Selaput ketuban (≥3 jam/hari) Vaskulopati Me↓ kadar asam
Jarang memeriksaan Keadaan serviks kurang kuat desidua amino, asam
kehamilan ke fasilitas kurang matur askorbat
kesehatan
Kelelahan Iskemi &
nekrosis selaput Mengganggu
Kurang pengetahuan amnion pembentukan
tetang cara merawat & Lemahnya kolagen pada
menjaga kehamilan karionamnion karionamnion

Risiko tinggi ketuban


pecah sebelum waktu Dinding ketuban paling bawah
persalinan Inkompetensi serviks mendapatkan tekanan yang semakin
tinggi

Membrane amnion tipis


dan mudah pecah

KETUBAN PECAH DINI


(PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANE)

Cairan amnion merembes dari jalan lahir Ansietas

Terjadi perubahan flora Oligohidramnion Tali pusat terdorong ke arah


normal di vagina menjadi (cairan amnion ≤500 cc vagina
bakteri patogen
Bakteri pathogen masuk ke Mengurangi cairan Janin tidak dapat Kompresi tali pusat Prolapse tali pusat
rongga intrauterine dan amoniak bergerak dengan langsung
berada di desidua leluasa dalam rongga
intrauterine
Berkurangnya aliran
Infeksi & inflamasi Terhambatnya Fetal distress darah pada uterus
Terjadi inflamasi lokal umbilical cord pertumbuhan janin pert
Menekan organ-organ
janin
Risiko Infeksi Berkurangnya aliran
Desiduitis
oksigen ke placenta
Cacat dan/atau dan janin
Deformitas janin
Bakteri masuk ke karion
dan amnion
Kelahiran premature Hipoksia & Asfiksia

Infeksi menyebar ke
pembuluh darah Risiko cideran pada
(kardiovaskulitis)/melalui janin Gangguan
amnion (amnionitis) ke Pertukaran Gas
dalam amnion

Invasi mikroba pada Infeksi menyebar


ruang amnion/infeksi
intra amnion

Sepsis & fetal


Bakteremia
Aspirasi cairan amnion
yang terinfeksi oleh fetus

Pneumonia congenital
FORMAT RESUM

SUBYEKTIF OBYEKTIF SDKI (SLKI & SIKI) IMPLEMENTASI EVALUASI


- - Resiko cidera (SLKI)  Mengidentifikasi S: Pasien mengeluh ketuban
pada janin Setelah dilakukan tindakan status obstetric merembes
dengan faktor keperawatn selama 1x1 jam  Mengidentifikasi
resiko riwayat tingkat infeksi menurun riwayat obstetric O
persalinan (L.14137)  Mengidentifikasi 1. Kebersihan Meningkat
sebelumnya Kriteria hasil : adanya penggunaan tangan
(D.0138) 1. Kebersihan Meningkat obat, diet dan 2. Kebersihan Meningkat
tangan merokok badan
2. Kebersihan Meningkat  Mengidentifikasi 3. Demam Sedang
badan pemeriksaan 4. Kadar sel Sedang
3. Demam Menurun kehamilan darah putih
4. Kadar sel Membaik sebelumnya
darah putih  Memeriksa denyut A: masalah teratasi sebagian
jantung janin selama
(SIKI) 1 menit P: lanjutkan intervensi
Pemantauan Denyut Jantung  Memonitor denyut
Janin (1.02056) jantung janin
Observasi :  Memonitor tanda
 Identifikasi status obstetric vital ibu
 Identifikasi riwayat obstetric  Mengatur posisi
 Identifikasi adanya pasien
penggunaan obat, diet dan  Melakukan
merokok maneuver leopoid
 Identifikasi pemeriksaan untuk menentukan
kehamilan sebelumnya posisi janin
 Periksa denyut jantung janin  Menjelaskan tujuan
selama 1 menit dan prosedur
 Monitor denyut jantung pemantauan
janin  Menginforasikan
 Monitor tanda vital ibu hasil pemantauan,
Terapeutik : jika perlu
 Atur posisi pasien
 Lakukan maneuver leopoid
untuk menentukan posisi
janin
Kolaborasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Inforasikan hasil
pemantauan, jika perlu
- Merasa - Tampak Ansietas (SLKI)  Mengidentifikasi S: Pasien sangat cemas
bingung gelisah berhubungan saat tingkat ansietas terhadap keadaan yang
- Merasa - tampak tegang dengan kurang Setelah dilakukan tindakan berubah (mis, dialaminya saat ini
khawatir - Sulit tidur terpapar keperawatn selama 1x1 jam kondisi, waktu,
dengan akibat informasi tingkat ansietas menurun stresor) O
dari kondisi (D.0080) (L.09093)  Mengindetifikasi 1. Verbalisasi Menurun
yang dihadapi Kriteria hasil : kemampuan kebingungan
- Sulit 1. Verbalisasi Menurun mengambil 2. Verbalisasi Menurun
berkonsentrasi kebingungan keputusan khawatir
2. Verbalisasi Menurun  Memonitor tanda- akibat
khawatir tanda ansietas kondisi yang
akibat (verbal dan non dihadapi
kondisi yang verbal) 3. Perilaku Menurun
dihadapi  Menciptakan gelisah
3. Perilaku Menurun suasana terapeutik 4. Perilaku Menurun
gelisah untuk tegang
4. Perilaku Menurun menumbuhkan 5. Tekanan Sedang
tegang kepercayaan darah
5. Tekanan Sedang  Menemani pasien 6. Frekuensi Sedang
darah untuk mengurangi pernapasan
6. Frekuensi Sedang kecemasan, jika 7. Pola tidur Membaik
pernapasan memungkinkan
7. Pola tidur Membaik  Memahamkan A: masalah teratasi
situasi yang
(SIKI) membuat ansietas P: hentikan intervensi
Reduksi Anseitas (109314) dengarkan dengan
Observasi penuh perhatian.
 Identifikasi saat tingkat  Mengunakan
ansietas berubah (mis, pendekatan yang
kondisi, waktu, stresor) tenang dan
 Indetifikasi kemampuan menyakinkan
mengambil keputusan  Memotivasi
 Monitor tanda-tanda ansietas mengindentifikasi
(verbal dan non verbal) situasi yang memicu
Terapeutik kecemasan
 Ciptakan suasana terapeutik  Mendiskusikan
untuk menumbuhkan perencenaan realistis
kepercayaan tentang peristiwa
 Temani pasien untuk yang akan datang
mengurangi kecemasan, jika  Menginfomasikan
memungkinkan secara faktual
 Pahami situasi yang mengenai diagnosa,
membuat ansietas dengarkan pengobatan, dan
dengan penuh perhatian. prognosis
 Gunakan pendekatan yang  Mengajurkan
tenang dan menyakinkan mengunakan
 Motivasi mengindentifikasi perasaan dan
situasi yang memicu persepsi
kecemasan  Melatih teknik
 Diskusikan perencenaan relaksasi
realistis tentang peristiwa  Mengkolaborasi
yang akan datang pemberian obat
Edukasi antiansietas, jika
 Infomasikan secara faktual perlu
mengenai diagnosa,
pengobatan, dan prognosis
 Ajurkan mengunakan
perasaan dan persepsi
 Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
- - Resiko cedera (SLKI)  Mengidentifikasi S: -
pada janin status obstetrik
dengan faktor Setelah dilakukan tindakan  Mengidentifikasi O
resiko usia ibu keperawatn selama 1x1 jam riwayat obstetrik 1. Kejadian Menurun
(<15 tahun atau tingkat cidera menurun  Mengidentifikasi 2. Perdarahan Menurun
>35 tahun) (L.14136) adanya penggunaan 3. Tekanan sedang
(D.0138) Kriteria hasil : obat, diet dan darah
1. Kejadian Menurun merokok 4. Pola Membaik
2. Perdarahan Menurun  Mengidentifikasi istirahat/tidur
3. Tekanan sedang pemeriksaan
darah kehamilan A: masalah teratasi
4. Pola Membaik sebelumnya
istirahat/tidur  Memeriksa denyut P: hentikan intervensi
jantung janin selama
(SIKI) 1 menit
 Memonitor denyut
Pemantauan Denyut Jantung jantung janin
Janin (1.01056)  Memonitor tanda
Observasi vital ibu
 Identifikasi status obstetrik  Mengatur posisi
 Identifikasi riwayat obstetrik pasien
 Identifikasi adanya  Melakukan manuver
penggunaan obat, diet dan leopoid untuk
merokok menentukan posisi
 Identifikasi pemeriksaan janin
kehamilan sebelumnya  Menjelaskan tujuan
 Periksa denyut jantung janin dan prosedur
selama 1 menit pemantaun
 Monitor denyut jantung  Menginformasikan
janin hasil pemantauan,
 Monitor tanda vital ibu jika perlu
Terapeutik
 Atur posisi pasien
 Lakukan manuver leopoid
untuk menentukan posisi
janin
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantaun
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
ANALISIS JURNAL
Mitric, Cristina., ponette, Vincent. 2017. Successful Rescue Cerclage In An
Monochorionic Diamniotic Twin Pregnancy At 20 Weeks: Case Report And
Overview Of Literature. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29503249

Kasus seorang pasien berusia 33 tahun dengan hamil kembar diamniotik


monochorionic atau monochorionic diamniotic twins (MCDA) ditemukan memiliki
serviks yang melebar sekitar 3,5 cm dengan membrane terbuka pada pemeriksaan fisik
kehamilan 19 minggu 3 hari dengan bercak di vagina. Riwayat kehamilan sebelumnya,
pernah operasi Caesar pada 32 minggu karena pre-eklampsia, keguguran trimester
pertama dan aborsi terapeutik pada 26 + 1 minggu untuk sindrom jantung kiri
hipoplastik. Riwayat medisnya biasa saja, tanpa prosedur serviks sebelumnya.
Kehmilan lancer dengan panjang serviks 42 mm pada 16 + 5 minggu. Setelah itu
pasien mengalami satu episode perdarahan vagina dalma jumlah kecil tanpa rasa sakit,
tanpa kontraksi atau keputihan abnormal lainnya. Pada pemeriksaan spekulum, serviks
melebar sekitar 3,5 cm dengan membrane utuh yang menggembung. Pemeriksaan
ultrasonografi transabdominal mengkonfirmasi lokasi plasenta tinggi dan membran 4x
4 cm tanpa tali pusat, serta dilatasi serviks 3,5 cm. pasien dirawat dan diistirhatkan
secara ketat. Hasil dari manajemen konservatif dan risiko serta manfaat penyelamatan
dengan metode cerclage, setelah 2 hari diberikan indometasin, ampisilin, san
eritomisin intravena, McDonald carclage diberikan 20+0 minggu tanpa komplikasi
intra pasca operasi. Pasien selama 24 jam menerima tambahan indometasin, serta
delapan hari tambahan ampisilin dan eritomisin dan hari ke 7 pasien mendapat
metronidazole. Pasien mulai menggunakan 200mg progestin vaginal dua kali sehari
dan tetap dirawat dan istirahat total dengan profilaksis heparin. Pasien dipulangkan ke
rumah pada 30 minggu dan kembali lagi ke RS pada 35+6 minggu untuk operasi
Caesar yang berulang dijadwalkan dengan ligase tuba. Berat twin A 2550 gram dan
twin B 2610 gram. APGAR skor kedua kembar 9 dan 9 pada 1 dan 5 menit pada
masing masing twin. PH tali 7,27 twin A dan twin B 7,31. Cerclage dikeluarkan pada
saat operasi Caesar tanpa komplikasi. Kasus postpartum diperumit dengan pre-
eklampsia ringan yang diselesaikan dengan obat antihipertensi.
Kesimpulan
McDonald Cerclage darurat dilakukan pada usia kehamilan 20 minggu dengan
pelebaran serviks 3,5 cm dan metode tersebut bertahan selama usia kehamilan 35
minggu 6 hari. Penyelamatan kehamilan dengan cerclage merupakan opsi penting
untuk pertimbangan dalam menjaga kehamilan kembar tanpa memandang korionisitas.
DAFTAR PUSTAKA

Anggarani, D,R., Subakti, Yazid. 2013. Kupas Tuntas Seputar Kehamilan. Jakarta :
Agro Medika Pustaka.

Danforth DN. The fibrous nature of the human cervix, and its relation to the isthmic
segment in gravid and nongravid uteri. Am J Obstet Gynecol. April/1947;53:541-
560.

Feinberg RF, Kliman HJ, Lockwood CJ. Is oncofetal fibronectin a trophoblast glue for
human implantation?. Am J Pathol. Mar 1991;138(3):537-43. [Medline].

Kenneth J, Leveno et al. 2009. Williams Manual Of Obstetrics. Jakarta : EGC

Mitric, Cristina., ponette, Vincent. 2017. Successful Rescue Cerclage In An


Monochorionic Diamniotic Twin Pregnancy At 20 Weeks: Case Report And
Overview Of Literature. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29503249

Nurwijaya, Hartati., Andrijono.2010. Cegah Dan Deteksi Kanker Serviks. Jakarta :


Gramedia.

Norwitz ER GM, Repke JT. Cervical Cerclage - Elective and Emergent. ACOG.
1999;24:1-11.

Norwitz ER, Ramus RM. 2012. Cervical Insufficiency. Medscape. Available at


http://emedicine.medscape.com/article/1979914-overview

Nohr B, Tabor A, Frederiksen K, Kjaer SK. Loop electrosurgical excision of the


cervix and the subsequent risk of preterm delivery. Acta Obstet Gynecol Scand.
2007;86(5):596-603. [Medline].

PPNI. 2016. Standar Diagnose Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator


Diagnostik edisi 1 Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator


Diagnostik edisi 1 Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator


Diagnostik edisi 1 Jakarta: DPP PPNI.

Slattery MM, Morrison JJ. Preterm delivery. Lancet. Nov 9 2002;360(9344):1489-97.


[Medline].

Schmitz T, Maillard F, Bessard-Bacquaert S, Kayem G, Fulla Y, Cabrol D, et al.


Selective use of fetal fibronectin detection after cervical length measurement to
predict spontaneous preterm delivery in women with preterm labor. Am J Obstet
Gynecol. Jan 2006;194(1):138-43. [Medline].

Anda mungkin juga menyukai