Anda di halaman 1dari 18

PAPER

PENERAPAN SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT


PADA PRODUK KERIPIK TEMPE
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Ekologi Pangan dan Gizi

Dosen Pengampu :

Dianti Ias Oktaviasari, S.KM., M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 2 :


1. Annisa Novia. M (10317008)
2. Bety lania A (10317016)
3. Dinda Ayu M.M (10317021)
4. Fazal Efendi (10317030)
5. Gasela Febrianti (10317034)
6. Lady Raka Satya E. (10317040)
7. Masniyah (10317044)
8. Muhammad Amir H (10317045)
9. Safira Rahma Hidayati(10317061)
10. Vinasty Hernanda D (10317066)

PROGRAM STUDI S1- KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI
2019
A. Pengertian HACCP
Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and
Critical Control Points, HACCP) didefinisikan sebagai suatu pendekatan ilmiah, rasional,
dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya.
Pendekatan HACCP ini akan membantu dalam perencanaan berbagai kegiatan
keamanan makanan dan pendidikan kesehatan yang memusatkan perhatian pada berbagai
bahaya yang berhubungan dengan jenis makanan yang dikonsumsi dan makanan yang
diolah dan disiapkan.
B. Pengertian Hazard Analysis
Analisis bahaya atau kemungkinan adanya risiko bahaya yang tidak dapat diterima.
Bahaya disini adalah segala macam aspek mata rantai produksi pangan yang tidak dapat
diterima karena merupakan penyebab masalah keamanan pangan. Bahaya tersebut
meliputi :
a. Keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau fisik pada
bahan mentah.
b. Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasilperubahan kimiawi
yang tidak dikehendaki (misalnya nitrosamin) pada produk antara atau jadi, atau
pada lingkungan produksi.
c. Kontaminasi atau kontaminasi ulang ( cross contamination) pada produk antara atau
jadi, atau pada lingkungan produksi.
C. Pengertian Critical Control Point
(CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah dimana pengendalian dapat
diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau menghilangkan bahaya atau
menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995). Titik pengendalian kritis (CCP) dapat
berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian
dapat diterapkan untuk mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian
kritis:
a. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat
dihilangkan.
b. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya dikurangi.
D. Elemen HACCP
Secara singkat, HACCP terdiri dari elemen -elemen sebagai berikut:
a. Identifikasi bahaya
b. Aktivitas Penentuan Titik Pengendalian Kritis (CCP)
c. Spesifikasi Batas Kritis
d. Aktivitas Penyusunan Sistem Pemantauan
e. Pelaksanaan Tindakan Perbaikan.
f. Aktivitas Sistem Verifikasi
g. Penyimpanan Data atau Dokumentasi
E. Manfaat HACCP
• Meningkatkan volume penjualan:
 Konsumen yakin bahwa tingkat keamanan yang diingini telah tercapai
• Efisiensi biaya
 Mengurangi pemborosan sumber daya dengan memusatkan faktor-faktor yang
relevan (Cost effectiveness and efficiency)
 Penolakan lebih sedikit
• Meningkatkan kepuasan pelanggan
• Marketing:
 Selling point
• Sumberdaya manusia:
 Memberikan kepercayaan diri yang tinggi pada bisnis dan dan karyawan
 Memperbaiki pengertian dan motivasi kerja tim
• Otoritas berwenang yakin bahwa tingkat keamanan sesuai standar
F. Keripik Tempe
a. Deskripsi produksi kripik tempe

Spesifikasi Keterangan
Nama Produk Keripik Tempe
Bahan Baku Tempe
Pengolahan Proses penggorengan
Jenis Kemasan Plastik
Fisik : padat dan aroma normal 100gr
Karakteristik Produk Kimia : -
Biologi : -
Umur Simpan 2 bulan dengan kondisi tertutup
Penggunaan Produk Konsumsi langsung
b. Cara Pembuatan Keripik Tempe
 Bahan:
• Tempe: 1 kg
• Tepung beras: 250 gram
• Bawang putih: 5 siung
• Kencur: 2 ruas
• Kemiri: 5 butir
• Daun jeruk: 2 lembar
• Bubuk ketumbar: 1 bungkus
• Kaldu ayam atau sapi: 2 bungkus
• Garam: secukupnya
• Air: 1 liter
 Cara Membuat:
• Iris tempe tipis-tipis, sisihkan.
• Haluskan bawang putih, kemiri, kencur, dan daun jeruk.
• Campurkan bumbu halus, tepung beras, ketumbar bubuk, dan air, aduk hingga
rata.
• Panaskan minyak goreng dalam wajan dengan sedang.
• Celupkan tempe iris satu demi satu ke dalam adonan tepung berbumbu.
• Segera masukkan tempe yang sudah dicelup ke dalam minyak panas.
• Goreng hingga kering dan berwarna kuning kecoklatan, angkat dan tiriskan.
• Agar lebih awet, simpan keripik tempe yang sudah dingin di dalam toples.
G. Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Pada Proses
Pembuatan Keripik Tempe
Sistem manajemen mutu berfungsi sebagai kerangka acuan yang didalamnya setiap
kegiatan proses dapat dikelola, termasuk sistem HACCP (Nurmawati, 2012). Maka dari
itu, untuk meningkatkan keamanan pangan pada proses pembuatan keripik tempe ini
diperlukan pengamatan dan penerapan HACCP. Pengamatan dan penerapan ini
diharapkan mampu mengidentifikasi, menganalisis serta mengendalikan bahaya yang
mungkin terjadi pada proses pembuatan keripik tempe.
a. Identifikasi kondisi produksi kripik tempe terhadap pelaksanaan SSOP
Aspek SSOP Penyimpangan
Perlunya pemilihan alternatif sumber air
Keamanan air yang lain untuk digunakan sebagai
pencampur bumbu
Penggunaan kertas koran sebagai pelapis
tempat
Kondisi/kebersihan permukaan
penyimpanan sementara saat produk keluar
yang kontak dengan makanan
dari
proses penggorengan
Pelabelan dan penyimpanan Pelabelan yang digunakan tidak
yang tepat mencatumkan
keterangan yang jelas mengenai tanggal
produksi
komposisi bahan dan tanggal kadaluarsa
Tidak ada pengawasan terhadap kesehatan
Pengendalian kesehatan
pekerja
Tidak ada penghalang atau pelindung
dalam
Pemberantasan hama mencegah serangga masuk ke dalam
ruangan
produksi

Pengamatan juga dilakukan terhadap proses produksi yang dilakukan oleh kelompok
kami, untuk menilai praktek pembuatan yang telah dilakukan dengan didasarkan pada standar
Good Manufacture Practice (GMP). Kondisi produksi kripik tempe dilihat berdasar standar
GMP (Sonaru, 2014)
b. Identifikasi penyimpangan aspek GMP pada produksi keripik tempe

Aspek GMP Penyimpangan Kategori


Pintu ruangan dan ventilasi
Bangunan tidak memiliki Medium
tirai atau kasa
Sarana westafel sudah baik
namun
Fasilitas sanitasi penempatannya terlalu Medium
dekat dengan ruang
produksi
Karyawan tidak
menggunakan penutup
Karyawan kepala, masker, dan sarung High
tangan dalam
melakukan proses produksi
Tidak tertulis keterangan
yang jelas pada
Label atau keterangan
label produksi, seperti High
produk
keterangan halal dan
tanggal kadaluarsa
Penyimpanan produk
Penyimpanan dengan menggunakan Low
plastik di dalam etalase
Debu dan asap dapat masuk
Pemeliharaan dan dikarenakan
Medium
program sanitasi pintu dan ventilasi selalu
terbuka
Belum memiliki
dokumentasi dan
pencatatan
yang lengkap dan teratur
Dokumentasi dan
mengenai inspeksi, Low
pencatatan
kegiatan kebersihan, dan
ketentuan lain yang
berkaitan dengan proses
produksi
Karyawan belum memiliki
Pelatihan pelatihan terfokus Medium
terhadap GMP

Keterangan :
 Low : Tingkat penyimpangan yang kurang serius dan tidak menyebabkan risiko
terhadap kualitaskeamanan pangan produk.
 Medium : Tingkat penyimpangan yang dapat menyebabkan risiko terhadap kualitas
keamanan produk.
 High : Tingkat penyimpangan yang serius dan dapat menyebabkan risiko terhadap
kualitas keamanan produk pangan dan segera ditindaklanjuti.
Dari tabel diatas, terlihat masih ada beberapa aspek GMP yang dinilai memiliki
penyimpangan serius yang dapat menyebabkan resiko terhadap kualitas keamanan produk
pangan. Aspek tersebut meliputi karyawan dan label atau keterangan produk. Perbaikan
terhadap kondisi ketiga aspek tersebut perlu segera ditindaklanjuti.
Setelah itu, pengamatan dilakukan pada pelaksanaan pemenuhan standar keamanan
pangan, dengan Hazard Analysis and Critical Control Process (HACCP). HACCP
dilakukan pada sistem produksi kripik tempe, dengan hasil analisis sebagai berikut:
1. Identifikasi rencana penggunaan
Konsumen produk keripik tempe adalah dari kalangan anak-anak hingga orang
tua. Produk ini tidak cocok untuk bayi. Keripik tempe ini merupakan jenis produk
siap makan atau tanpa ada pengolahan lebih lanjut.
2. Penyusunan bagan alir (flow chart)
Bagan alir yang dibuat berdasarkan pengamatan terhadap proses produksi
keripik tempe dapat dilihat pada peta proses operasi atau Operation Process Chart
(OPC) dari keripik tempe.

3. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan


Konfirmasi bagan alir merupakan pengecekan ulang antara diagram alir yang
sudah dibuat dengan proses produksi yang terjadi sesungguhnya.
4. Identifikasi Bahaya
Tahap identifikasi bahaya digunakan untuk memberi gambaran mengenai
potensi bahaya yang mungkin dapat terjadi dari keseluruhan sistem produksi.
Identifikasi bahaya pada proses pembuatan keripik tempe .
c. Identifikasi bahaya pada proses pembuatan keripik tempe
Tahapan Proses PotensiBahaya Keterangan
Pengirisantempe Biologis: - Sarana westafel sudah baik
- Kontaminasi tangan pekerja, namun
Mengandung bakteri penempatannya terlalu dekat
Staphylococcus aureus dengan ruang
- Kontaminasi kayu sebagai produksi
alas pemotongan - Karyawan tidak
menggunakan
Fisik: Penutup kepala, sarung
Debu, serangga, asap tangan
Kendaraan bermotor dari dan masker sesuai dengan
Lingkungan luar tempat produksi pada saat
Kimia:
proses pemotongan
Tidakada
- Alas pemotongan
menggunakan kayu yang
belum terjamin
kebersihannya
- Pintu ruangan dan ventilasi
tidak memiliki tirai atau kasa
Biologis: Kontaminasi tangan - Karyawan tidak
pekerja, mengandung bakteri menggunakan
Staphylococcus aureus Penutup kepala, sarung
Pemindahan tempe
tangan
Menuju dapur Fisik:serangga
dan masker sesuai dengan
tempat produksi pada saat
Kimia:Tidakada
proses pemindahan
Biologis: - Karyawan tidak
- Kontaminasi tangan pekerja, menggunakan
Mengandung bakteri Penutup kepala, sarung
staphylococcus aureus tangan
Pelapisan tempe - adonan tepung dan masker sesuai dengan
Dengan adonan Terkontaminasi dengan tempat produksi pada saat
tepung bakteri pathogen proses pencelupan tempe ke
Fisik: Tidak ada cemaran fisik
adonan
Kimia: Tidak ada
- Air yang digunakan pada
adonan tepung berasal dari
air mentah
Penggorengan Biologis: Tidak ada
Fisik: Tidak ada
Kimia: Tidak ada
Penirisan Biologis: Tidak ada -Alas yang digunakan
Fisik: Tidak ada
sebagai tempat penirisan
Kimia:Cemaran timbal
minyak berasal dari Koran
bekas
Biologis: - Karyawan tidak
Kontaminasi tangan pekerja, menggunakan
Mengandung bakteri Penutup kepala, sarung
staphylococcus aureus tangan
Pengemasan dan masker sesuai dengan
Fisik:Debu, serangga, asap
tempat produksi pada saat
kendaraan bermotor dari
proses pengemasan
Lingkungan luar
- Proses pengemasan masih
sederhana yaitu
Kimia:Tidak ada
menggunakan lilin sehingga
keamanannya belum terjamin
Biologis:Tidak Ada Penyimpanan dilakukan di
ruang biasa dengan
Penyimpanan Fisik:Debu
menggunakan kardus dan
Kimia:Tidak Ada
plastik

d. Tabel Critical Control Point (CCP) Pembuatan Keripik Tempe:


Tahap Q1: Q2: Q3: Q4: Ket.
proses
Pengirisan Y(biologi) Y Y Y T CCP
tempe Y(fisik) Y

Pemindahant Y (fisik) Y T Y T CCP


empemenuju Y(biologi) Y
dapur

Pelapisantem Y(fisik) Y Y Y Y CCP


pedenganado Y(biologi) Y
nantepung

Penggorenga T - - - - -
n
Penirisan Y(kimia) Y T T Bukan
Y(biologi) Y CCP
Pengemasan Y(fisik) Y T Y T CCP
Y(biologi) Y

Penyimpanan Y(fisik) Y Y Y Y Bukan


CCP

Berdasarkanidentifikasi CCP, didapatkanempat proses yang memiliki CCPyaitu:


1. Proses pengirisantempe
2. Proses pemindahan tempe ke dapur
3. Pencelupantempekeadonantepung
4. Pengemasan

Identifikasi penentuan titik kendali kritis atau critical control point pada proses
produksi keripik tempe dilakukan mulai dari pengirisan tempe hingga penyimpanan. CCP
dapat ditentukan dengan menggunakan pohon keputusan.
e. Berdasarkan identifikasi CCP, didapatkan tiga proses yang memiliki CCP yaitu proses
pengirisan tempe, pencelupan tempe ke adonan tepung dan penirisan. Berikut ini
penjelasannya:
1. Proses pengirisan tempe.
Proses ini memiliki potensi bahaya besar, Pintu ruangan dan ventilasi
tidak memiliki tirai atau kasa, sehingga menyebabkan banyak debu dan asap
kendaraan bermotor yang berterbangan. Selain itu, kontaminasi pekerja juga
terjadi, karena kurang lengkapnya atribut saat produksi. Hal ini bisa saja
memunculkan sejumlah bakteri yang berbahaya.
Kemudian alas yang digunakan untuk mengiris tempe pun juga belum
terjamin kebersihannya, pergantian alat yang tepat (sesuai fungsi awalnya) dan
perancangan ulang tata letak fasilitas, seperti peralihan fungsi ruang.
2. Pencelupan tempe ke adonan tepung.
Proses ini terjadi 2 kesalahan yang berawal dari ketidakdisiplinan
pekerja. Pertama, pekerja tidak memakai K3 lengkap yang seharusnya dipakai
pada saat proses produksi suatu makanan seperti masker, penutup kepala dan
sarung tangan. Akibatnya makanan yang dibuat nantinya akan terkontaminasi
dengan pekerja. Kedua, pemilik memutuskan untuk memakai air mentah
sebagai air untuk mencampur adonan. Seharusnya kami sadar akan bahaya
panjangnya yang dimiliki oleh air mentah untuk dicampurkan pada adonan ,
bahkan sesungguhnya air PDAM pun juga tak layak konsumsi. Mungkin
dengan alasan untuk meminimalkan efisien waktu produksi maka sang kami
memutuskan untuk menggunakan air mentah. Pada proses ini perlu dilakukan
pendisiplinan pekerja dan sosialisasi akan bahaya air mentah ataupun hal-hal
lain yang bisa membahayakan suatu makanan apabila dikonsumsi.
3. Penirisan.
Proses ini pekerja tidak memakai K3 lengkap yang seharusnya dipakai
pada saat proses produksi makanan. Selain itu terdapat pula potensi bahaya
besar yang mengancam yaitu penggunaan media kertas koran sebagai alas
untuk meniriskan keripik tempe dari minyak. Kertas koran yang digunakan
sebagai alas atau bungkus makanan berpotensi akan menyebarkan timbal yang
dikandungnya sehingga makanan tersebut akan sangat berbahaya bila
dikonsumsi.
4. Pengemasan
Proses ini kami hanya menggunakan plastik tanpa kedap udara. Dan
hanya menggunakan lilin untuk menutup plastik tersebut. Bahaya yang bisa
terjadi yaitu dari plastik yang kami pakai dan sisa pembakaran lilin untuk
merekatkan plastik tersebut.
Proses yang merupakan CCP harus dilakukan dengan benar sesuai SSOP, agar
menghilangkan bahaya yang terjadi. Kelalaian pada saat melakukan beberapa proses dapat
menimbulkan bahaya pada sistem produksi. Proses yang merupakan CP juga tetap
memerlukan kontrol untuk pencegahan potensi bahaya.
Produksi keripik tempe masih terdapat beberapa proses pengerjaan yang dapat
menimbulkan terjadinya risiko terhadap olahan pangan. Risiko yang dapat terjadi antara lain,
yaitu tercemarnya olahan pangan dikarenakan karyawan yang tidak higienis, penggunaan alat
yang kurang mendukung, dan tata letak ruang produksi yang kurang baik.
Berdasarkan identifikasi bahaya dan titik kendali kritis pada produksi keripik tempe,
maka batas kritis untuk mencegah bahaya biologis, fisik dan kimiawi pada proses pengolahan
pangan dapat dilihat di bawah ini.
f. Batas kritis yang ditetapkan pada CCP
Jenis Bahaya CCP Batas Kritis
Bahaya fisik berupa asap Pada tahap pengirisan tempe,
Penggunaan kasa atau
debu dan serangga yang pemindahan tempe menuju
tirai pelindung
dapat menyebarkan bakteri dapur, dan pengemasan
Bahaya biologis berupa Menggunakan
tercemarnya olahan pangan pelindung heigene
Pada tahap pelapisan tempe
oleh bakteri Staphylococcus karyawan seperti
dengan adonan tepung
aureus dan bakteri pathogen penutup kepala, sarung
lainnya. tangan, dan masker
Bahaya kimiawi berupa
tercemarnya olahan pangan Pada tahap penirisan keripik Mengeringkan minyak
oleh senyawa timbal pada tempe dengan mesin pemutar
kertas koran

g. Pemantauan (Monitor CCP)

PROSES PRODUKSI PEMANTAUAN


Pada proses pengirisan tempe ketebalan
Pengirisan tempe
tempe yang diiris harus seragam (sama).
Pemindahan tempe menuju dapur harus
menggunakan kasa atau tirai pelindung
Pemindahan tempe menuju dapur diatas wadah tempe untuk menutupi dan
melindungi tempe dari pencemaran
kontaminasi seperti debu.
Sebelum dilakukan pelapisan, pembuatan
adonan untuk pelapisan ini perlu dilakukan
pengadukan adonan berulang-ulang supaya
Pelapisan tempe dengan adonan tepung
adonan merata, dan proses pencelupan
harus meratapada seluruh tempe supaya
hasilnya bagus.
Penggorengan keripik tempe harus sampai
Penggorengan matang kurang lebih 10 menit dan warna
keripik kuning keemasan.
Penirisan harus dilakukan untuk
mengurangi minyak yang ada pada tempe,
Penirisan proses penirisan harus sampai minyak yang
ada pada tempe benar-benar tiris supaya
tempe tidak cepat berjamur.
Proses pengemasan dilakukan supaya
produk terlindungi dari ancaman
kontaminasi udara luar dan memperpanjang
Pengemasan umur simpan. Pengemasan juga
mempermudah produk dipasarkan dan lebih
mudah saat dikonsumsi serta menambah
nilai daya tarik tersendiri bagi konsumen.
Penyimpanan harus dilakukan ditempat
yang kering dan tidak lembab, dijauhkan
Penyimpanan
dari benda-benda yang berbau tajam, serta
benda tajam agar tidak merusak kemasan.

h. Tindakan Perbaikan
Berikut merupakan rekomendasi perbaikan yang dapat diberikan terhadap kondisi
kerja yang ada di proses pembuatan keripik, yaitu:
1. Rekomendasi terkait hygiene karyawan.
Karyawan sebaiknya menggunakan penutup kepala sebagai pelindung olahan
pangan dari rambut, masker dan sarung tangan untuk melindungi olahan
pangan dari pencemaran bakteri yang tidak diinginkan.
2. Rekomendasi terkait peralatan penunjang.
Untuk menghindari terjadinya reaksi kimia yang tidak diinginkan antara miyak
dengan senyawa timbale pada koran, maka sebaiknya keripik tempe ditiriskan
dengan menggunakan mesin pemutar minyak sebelum dikemas.
3. Rekomendasi terkait analisis 5 S:
 Seiri: pemilahan barang yang berguna dan tidak berguna dengan menandai
barang-barang yang sudah tidak berguna dengan label merah (red tag)
kemudian disingkirkan dari tempat kerja. Juga dapat memberikan penanda
berupa label merah seperti pada kain – kain tak terpakai danserokan yang
tidak seharusnya diletakkan di lantai produksi. Benda-benda seperti itu dapat
pula mengganggu kenyamanan dan kebersihan produk makanan yang
diproduksi nantinya.
 Seiton: penataanbarang yang berguna agar mudah dicari, dan aman, serta
diberi indikasi atau penjelasan tentang tempat, nama barang, dan jumlah
barang tersebut, agar pada saat akan digunakan barang tersebut mudah dan
cepat. Untuk menempatkan semua peralatan masak memasak kedalam suatu
lemari tertentu. Harapannya ketika dibutuhkan peralatan tersebut dapat
dicari, ditemukan dan diambil dengan mudah sehingga produktivitas dapat
meningkat.
 Seiso: pembersihan barang yang telah ditata dengan rapi agar tidak kotor,
termasuk tempat kerja dan lingkungan. Menata kembali barang-barang yang
telah diberi label merah sepeti kain – kain tak terpakai dikumpulkan
kesesama peralatan kebersihan seperti serokan, sapu ijuk, sapu lidi dan lain-
lain. Untuk kebersihan lantai produksi juga harus diperhatikan dengan cara
menyapu sisa keripik tempe yang tercecer di lantai.
 Seiketsu: penjagaan lingkungan kerja yang sudah rapi dan bersih menjadi
suatu standar kerja. Keadaan yang telah dicapai dalam proses seiri, seiton,
dan seiso harus distandarisasi. Standar standar ini harus mudah dipahami,
diimplementasikan keseluruh anggota organisasi, dan diperiksa secara
teratur dan berkala. Tetap menjaga 3S yang telah dibahas sebelumnya,
sepertinya: menjaga kebersihan di lantai produksi, disiplin mengembalikan
alat yang telah digunakan ketempat semula, dan menjauhkan barang-barang
yang seharusnya tidak berada ditempatnya.
 Shitsuke: penyadaran diri akan etika kerja seperti disiplin terhadap standar,
malu melakukan pelanggaran dan senang melakukan perbaikan. Perlu audit
rutin tiap bulan atau tiap minggu, sehingga dapat menjaga lingkungan kerja
tetap bersih, kondusif, dan nyaman bagi pekerja dan dapat menjaga
kehigienisan produk yang diproses
i. Verifikasi Pemantauan
 Memastikan dan melakukan pengecekan ulang bahwa alat dan bahan yang
digunakan sudah steril dari semua sumber kontaminan.
 Memberikan peringatan pada karyawan yang tidak memakai APD secara
lengkap.
 Menutup produk yang akan dikemas dengAn bAhAn kedap udara, menjaga
sirkulasi ruangan tetap terjaga dengan penggunaan kasa atau tirai pelindung dan
tidak membuka dan tutup ruangan.
j. Dokumentasi Proses Pembuatan Keripik Tempe
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:

1. Selama tahap proses pembuatan keripik tempe mulai dari pengirisan tempe, pemindahan
tempe menuju dapur, pelapisan tempe dengan adonan tepung, penggorengan, penirisan,
pengemasan, sampai penyimpanan terdapat 3 jenis potensi bahaya yang ditinjau dari segi
biologis, fisik, dan kimia.

2. Berdasarkan identifikasi CCP, didapatkan tiga proses yang memiliki CCP yaitu proses
pengirisan tempe, pencelupan tempe ke adonan tepung dan penirisan.

3. Rekomendasi untuk pengembangan sistem HACCP sehingga menghasilkan produk yang


aman untuk dikonsumsi meliputi rekomendasi terkait kehigienisan karyawan, rekomendasi
terkait peralatan penunjang, rekomendasi terkait analisis 5 S, dan rekomendasi terkait tata
letak ruang produksi.
REFERENSI

 HACCP dan Implementasinya Dalam Industri ... PDFwww.kemenperin.go.id ›


download › H...
 11 - BAB III CARA PENGOLAHAN MAKANAN YANG BAIK Pengelolaan ...
UKM Indonesia PDFhttps://www.ukmindonesia.id › doc › doc...
 Cara Membuat Keripik Tempe oleh Wahyu Pujiyono - Kompasiana.com
https://www.kompasiana.com › cara-me...

Anda mungkin juga menyukai