Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Rekayasa
Ide ini. Pembuatan makalah ini dilakukan sebagai tugas kelompok mata kuliah
Pendidikan Pancasila. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak selaku
dosen pengampu mata kuliah,yang telah memberikan bimbingannya selama
proses pengerjaan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa tugas ini masih terdapat banyak kekurangan.


Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun Penulis
nantikan guna perbaikan tugas selanjutnya.Akhir kata Penulis ucapkan terima
kasih dan semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah wawasan bagi pembaca.

Medan, 29 November 2018

Kelompok 3

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... 1

DAFTAR ISI .................................................................................................. 2

BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................ 3

BAB II : URAIAN MATERI ........................................................................ 6

BAB III : PEMBAHASAN ........................................................................... 12

BAB IV : PENUTUP ..................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17

2
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah Negara kebangsaan yang besar dengan kemajemukan


penduduk, budaya, bahasa, dan tentunya juga agama yang beragam. Akan tetapi
keberagaman ini terintegrasi dalam satu pemikiran, satu jiwa yang melandasi
setiap nilai kehidupan penduduk Indonesia yaitu Pancasila.
Kesetiaaan ,nasionalisme, dan patriotis mewarga Negara kepada bangsa
dan negaranya dapat diukur dalam bentuk kesetiaan mereka terhadap filsafat
negaranya secara formal diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-
undangan (Undang-undang Dasar 1945, dan peraturan perundang-undangan
lainnya). Kesetiaan warga Negara tersebut tampak dalam sikap dan tindakan,
menghayati, mengamalkan dan mengamankan peraturan Perundangan-Undangan
itu. Pancasila adalah sendi, asas, dasar atau peraturan tingkah laku yang penting
dan baik. Secara singkat dapat diuraikan bahwa kedudukan pancasila adalah
sebagai dasar Negara RI. Untuk mengatur pemerintahan dan penyelenggaraan
Negara, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan sebagai ligature bangsa
Indonesia. Kesetiaan ini akan semakin kokoh apabila mengakui dan menyakini
kebenaran, kebaikan dan keunggulan pancasila sepanjang masa. Pancasila dalam
kedudukannya sebagai ideology Negara, di harapkan mampu filter untuk
menyerap pengaruh perubahan zaman di era globalisasi ini.
Negara Indonesia tidak menganut paham teokrasi yang mendasarkan pada
ideologi agama, karena Negara berideologikan agama hanya mendasarkan diri
pada satu agama tertentu. Tidak juga beraliran Negara sekuler yang hampa agama
dan tidak mau peduli dengan urusan agama. Relasi agama dan negara di
Indonesia yang berasaskan Pancasila amat sinergis dan tidak pada posisi dikotomi
yang memisahkan antara keduanya, karenanya, Indonesia sering juga disebut
religious nation state atau Negara kebangsaan yang dijiwai oleh agama.
Pada arah pendidikan, semua guru, dosen, widyaiswara, pelatih, mampu
menerapkan nilai-nilai Pancasila, khususnya nilai Ketuhanan dan nilai
Kemanusiaan.

3
Pertama, pada aras ketuhanan, manusia Indonesia selain mencintai Tuhan,
juga sanggup mencintai sesame tanpa memandang suku, agama, ras, dan
golongan. Butir sila Ketuhahan Yang Maha Esa
(1) hormat dan menghormati serta bekerja sama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina
kerukunan hidup;
(2) saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing, dan
(3) tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang
lain, Nampaknya masih sebatas retorika.
Ketiga, setiap warga Negara harus berlomba-lomba member contoh baik
dalam kegiatan berbangsa dan bernegara. Menghormati antar pemeluk agama,
menghormati perbedaan sebagai suku bangsa, menghormati perbedaan ras, dan
golongan. Berlomba-lomba untuk mengasihi sesame umat manusia, sesame
bangsa Indonesia, khususnya mereka yang miskin dan papa. Jangan hanya merasa
kasihan dengan mereka yang miskin, tetapi dapat berbuat untuk menolong.
Menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunanhidup. Simpul-simpul
keagaamaan yang diyakini setiap warga Negara makin memperkuat persaudaraan
sebagai bangsa.
Keempat, pada aras kemanusiaan, nilai-nilai kemanusiaan seperti saling
mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena-
mena terhadap orang lain, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan
tidak hanya dipahami tetapi diaplikasikan dalam kehidupan. Nilai-nilai tersebut
sangat subur dalam kultur masyarakat Indonesia. Setiap terjadi bencana nasional
seperti gempa bumi, erupsi gunung berapi, banjir, tanah longsor, rakyat sigap
mengekspresikan nilai Pancasila tersebut secara nyata. Masyarakat membuat
dapur umum, membungkusi nasi, mendistribusikan kepada korban tanpa
dikomando. Para dokter baik secara perorangan maupun lembaga, bersatu padu
menolong mereka yang sakit dan terluka. Lembaga masyarakat non pemerintah
membangun barak, bahkan memulihkan trauma pasca benacana. Semua yang

4
dilakukan itu adalah gaya khas bangsa Indonesia, ketika melihat penderitaan
bersama.

2. Rumusan Masalah
- Apa saja masalah yang di hadapi dalam mengimplementasi nilai
ketuhanan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara?
- Bagaimana cara mengimplementasi nilai ketuhanan dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara?
- Apa saja manfaat mengimplementasi nilai ketuhanan dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara?

3. Tujuan Penelitian
- Mengetahui masalah yang di hadapi dalam mengimplementasi nilai
ketuhanan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara
- Mengetahui cara- cara mengimplementasi nilai ketuhanan dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara

- Mengetahui manfaat mengimplementasi nilai ketuhanan dalam


kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara

5
BAB II

URAIAN MATERI

Dimensi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Pancasila sebagai falsafah negara merupakan hasil dari sebuah proses


negosiasi dan kompromi antara kalangan yang beragam latar belakang agama dan
suku bangsa lewat mekanisme demokrasi. Pancasila tidak menghendaki
perwujudan negara agama sebagai representasi salah satu aspirasi keagamaan
yang dapat mematikan pluralitas kebangsaan. Pancasila juga tidak menghendaki
perwujudan negara dengan beraliran sekuler yang hampa agama dan tidak mau
peduli dengan urusan agama. Dari itu, sila ke satu “Ketuhanan Yang Maha Esa”
dalam kerangka Pancasila merupakan usaha pencarian titik temu dalam
mengamalkan komitmen etis Ketuhanan dalam semangat gotong royong untuk
menyediakan landasan moral yang kuat bagi peran publik dan politik berdasarkan
moralitas, pluralitas, dan mutikultural, Menghormati hak asasi manusia adalah
merupakan agenda bersama umat manusia tanpa pandangan “bulu”
keagamaannya. Maka lewat Pancasila Sila Pertama “Ketuhanan Yang maha Esa”
ini, seluruh penganut agama-agama dapat tersentuh “religiusitas”nya, untuk tidak
hanya menonjolkan “having a religion”nya. Lewat “Ketuhanan Yang maha Esa”
juga, dimensi spiritualitas keberagamaan lebih terasa promising and challenging
dan bukannya hanya terfokus pada dimensi formalitas lahiriyah kelembagaan
agama.

Dalam kerangka pencarian titik temu antara agama dan negara, sekalipun
Indonesia dapat digolongkan sebagai negara "sekuler", namun bukanlah negara
sekular ekstrem yang berpretensi menyudutkan agama ke ruang privat, karena sila
pertama Pancasila (sebagai konsensus publik), jelas-jelas menghendaki agar nilai-
nilai Ketuhanan mendasari kehidupan publik - politik, pada saat yang sama negara
juga diharapkan melindungi dan mendukung pengembangan kehidupan beragama
sebagai wahana untuk menyuburkan nilai-nilai etis dalam kehidupan publik.
Dalam sebuah negara yang tidak berasaskan agama mau pun sekuler an sich
seperti Indonesia, di mana dalam dasar negaranya sila kesatu agama dijadikan
pondasi pertama. Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam urutan pertama

6
Pancasila mengisyaratkan bahwa Indonesia adalah negara yang secara etis dan
moral yang luhur mengakui akan keberadaan Tuhan. Pengakuan akan ke-Maha
hadiran Tuhan dalam denyut perjuangan negara, secara ekplisit tertuang dengan
sangat nyata dalam pembukaan alinea ketiga, "Atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa", kemudian menjadi satu dari empat pokok pikiran dalam penjelasan
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang secara sadar juga dinyatakan
"Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa" menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.

Ketika Indonesia menyatakan kemerdekaannya, dalam sidang BPUPKI


yang dilanjutkan dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI),
kemudian lebih mengerucut menjadi Panitia Sembilan10 membahas dasar negara,
kelompok Islami menginginkan agar negara Indonesia berdasar atas “Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya”. Namun
kelompok nasional sekuler12 menolak keinginan tersebut dengan alasan adanya
keberatan dari wakil-wakil Indonesia bagian timur atas rumusan “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut
disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru
diproklamasikan, Soekarno-Hatta menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula,
wakil golongan Islam, keberatan dengan usul penghapusan itu. Namun setelah
diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui rumusan tujuh kata
yang dikenal dengan Piagam Jakarta tersebut diganti dengan kata “Ketuhanan
Yang Maha Esa” sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945.

Ketuhanan yang Maha Esa dan Hak Asasi Manusia

Pengakuan terhadap kemajemukan agama di Indonesia adalah menerima


dan meyakini bahwa agama yang kita peluk merupakan jalan keselamatan yang
paling benar, tetapi bagi penganut agama lain sesuai dengan keyakinan mereka
agama mereka pulalah yang paling benar. Dari kesadaran inilah akan lahir sikap
toleran, inklusif, saling menghormati dan menghargai, serta memberi kesempatan
kepada orang lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. Hal
ini sesuai dengan sila pertama Pancasila “Ketuhanan yang Maha Esa”, dan

7
UUD’45 Pasal 29 ayat (2) yang menjamin kebebasan beragama dan beribadah
sesuai menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Konstitusi Indonesia
sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 bangsa Indonesia sangat
menentang segala bentuk penjajahan di atas dunia sebagai implementasi
penghormatan terhadap hak asasi manusia, juga dalam batang tubuh UUD 1945
memuat beberapa pasal sebagai implementasi hak asasi manusia, seperti; Pasal 27
ayat (1) tentang kesamaan kedudukan warga negara di muka hukum, Pasal 27 ayat
(2) tentang hak warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan
yang layak, Pasal 28 tentang kebebasan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan, Pasal 29 ayat (1) tentang kebebasan memeluk
agama, dan Pasal 33 mengatur tentang kesejahteraan sosial. Pemberian
perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut dapat dilakukan melalui
pembentukan Komisi Nasional HakAsasi Manusia dan Pengadilan HAM serta
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Aktualisasi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa di Era Reformasi

Pancasila terdiri dari lima sila yang terkait, karena masing-masing sila
saling meliputi dan menjiwai serta diliputi dan dijiwai oleh sila-sila yang lainnya.
Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila kedua yaitu
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Sila ketiga Persatuan Indonesia, Sila
keempat Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kabijaksanaa dalam
Permusyawaratan Perwakilan serta sila kelima yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia. Sila-sila Pancasila sebagaimana kita ketahui bersama pada
awalnya sila ke-satu dari Pancasila hasil rumusan panitia sembilan adalah
Ketuhanan dengan Kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya. Akan tetapi atas kesepakatan anggota PPKI sila pertama tersebut
kemudian mengalami perubahan menjadi Ketuhanan yang Maha Esa.

Implementasi Ketuhanan Yang Maha Esa

Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan


kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya
manusia Indonesia percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan

8
yang adil dan beradab.Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan
sikap hormat-menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan penganut
yang berbeda-beda, sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup di antara
sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sadar
bahwa agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa yang
dipercayai dan diyakini, maka dikembangkanlah sikap saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya dan tidak
memaksanakan suatu agama dan kepercayaan itu kepada orang lain.

Menyosialisasikan nilai-nilai Pancasila tidak hanya dilakukan dengan


berbicara, namun juga dengan contoh, dengan gaya hidup manusia Pancasila.
Pada aras pendidikan, semua guru, dosen, widyaiswara, pelatih, mampu
menerapkan nilai-nilai Pancasila, khususnya nilai Ketuhanan dan nilai
Kemanusiaan. Pertama, pada aras ketuhanan, manusia Indonesia selalin mencintai
Tuhan,juga sanggup mencintai sesama tanpa memandang suku, agama, ras, dan
golongan. Butir sila Ketuhahan Yang Maha Esa

(1) hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan
hidup;

(2) saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan


agama dan kepercayaan masing-masing, dan

(3) tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang


lain, nampaknya masih sebatas retorika. Pelarangan pendirian tempat ibadah,
pemaksaan kehendak seperti menutup usaha di bulan puasa, bahkan memaksakan
kehendak dengan kekerasan yang dilaksanakan orang yang mengatasnamakan
agama, tentu bertentangan dengan niai-nilai Pancasila seperti yang disebutkan di
atas.

Kesadaran berketuhanan untuk mendahulukan kaum miskin yang tidak


berdaya, berarti juga memperjungkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan
dan merupakan wujud kesetiaan pada Tuhan. Kaum miskin yang tidak memiliki

9
akses mudah memenuhi kebutuhanpokok, memperoleh fasilitas kesehatan dan
pendidikan, harus diberdayakan untuk memperoleh pendapatan. Mencintai sesama
berarti menjadi sesama bagi orang yang setengah mati, tak berdaya, tanpa
pertolongan. Preferential option (love) for the poor, tidak lain adalah wujud
mencintai sesama sebagaimana Tuhan mencintai. Dengan demikian, kita juga
harus berkarakter baik, dimana hal tersebut dapat kita lakukan dilingkungan kita
berada terutama pada pelajar.

Dampak Nyata Dari Keberadaan Tuhan Di hati Masyarakat

Keberadaan Tuhan dalam kehidupan manusia tidak hanya sebuah


formalitas belaka. Sebab orang yang memiliki Allah dalam hatinya (focus Tuhan),
memiliki kemampuan mengendalikan diri yang mengampuni saat menghadapi
berbagai-bagai masalah. Tidak hanya sampai disitu saja, kemampuan focus
kepada Tuhan juga membuat seseorang mampu tetap damai ditengah perbedaan
dan gejolak sosial yang sedang berlangsung. Aktivitas ini juga turut membuat
seseorang tetap bahagia sekalipun kemampuan materinya biasa saja bahkan
kurang. Bisa dikatakan bahwa kebiasaan mengkonsentrasikan pikiran kepada
Sang Khalik merupakan suatu cara untuk mengendalikan sifat konsumtif dan
menghilangkan kecanduan akan kenikmatan dan kemuliaan duniawi.

Penerapan sila, “Ketuhanan Yang Maha Esa”

Pancasila sebagai dasar Negara telah menjamin setiap orang untuk


memeluk agama tertentu sesuai keyakinan yang dimilikinya. Tidak hanya itu saja,
ideology Negara kita juga memiliki tujuan untuk membangun kehidupan
bermasyarakat yang menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan
ibadahnya sesuai dengan keyakinan masing-masing. Keadaan ini sudah sangat
sesuai dengan keberadaan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk mulai dari
sabang sampai merauke. Ada beberapa keyakinan yang diizinkan di Indonesia,
yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Buddha.

Pancasila, khususnya sila pertama tentang “Ketuhanan Yang Maha Esa”


juga menegaskan bahwa Indonesia tidak memperkenankan warganya untuk tidak

10
memiliki agama. Sebab Pancasila juga bersifat memaksa dalam pelaksanaannya
sehingga mengharuskan seseorang memilih salah satu dari kelima agama tersebut.
Keadaan ini jelas saja menunjukkan bahwa status yang tidak beragama adalah
tidak sah. Artinya, Negara tidak mengenal dan tidak memperbolehkan warganya
tidak punya agama alias ateis. Bahkan sila pertama ini juga menunjukkan bahwa
keberadaan, penyebaran dan perkembangan paham ateis tidak diperkenankan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

11
BAB III

PEMBAHASAN

Solusi Perbaikan Dalam Implementasi Nilai Ketuhanan

Ini harus menjadi perhatian kita, jangan berpikir bahwa semua pandangan
yang diajarkan oleh keyakinan yang kita miliki diperbolehkan secara ideologi.
Pada dasarnya, semua sila di dalam dasar Negara kita, tidak bisa berdiri sendiri.
Artinya, di dalam penerapan sila yang satu harus juga memperhatikan sila yang
lain. Sebab jika satu sila berdiri sendiri maka beresiko menyebabkan
ketidakseimbangan manakala hal tersebut bertentangan dengan butir yang lainnya.

Sekalipun demikian ideology Negara kita juga menjamin kekhasan setiap


agama dan aturan-aturan yang diajarkan didalamnya. Sebab masing-masing
keyakinan memiliki cara-cara tersendiri untuk menyembah Tuhannya. Kekhasan
yang semacam inipun telah dijamin secara konstitusional. Akan tetapi nilai-nilai
agama yang bertentangan dengan sila/ azas lainnya di dalam Pancasila jelas tidak
diperkenankan atau disebut juga sebagai sebuah tindakan yang inkonstitusional.

Kami berpendapat bahwa pengertian dan penerapan sila pertama ini


tidaklah jauh berbeda. Oleh karena itu, apa pengertian yang kami hubungkan
dengan sila yang lainnya dapat juga menjadi sesuatu yang dapat diterapkan/
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini akan kami berikan
selengkapnya.

1. Setia warga Negara diharuskan untuk memiliki salah satu dari lima agama
yang dilegalkan di Indonesia.

Artinya, tidak ada satupun penduduk yang berstatus sebagai Warga Negara
Indonesia (WNI) yang tidak memiliki keyakinan kepada Tuhan. Harus
memilih agamanya sesuai dengan pilihan hati masing-masing. Pilihannya
yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha dan Kong
Hu Cu.

12
2. Negara menjamin pelaksanaan ibadah setiap warga menurut keyakinan
masing-masing.

Bermakna bahwa setiap umat yang beragama berhak untuk menjalankan


ibadahnya sesuai dengan keyakinan masing-masing tanpa harus takut
ditekan, digusur dan diusir oleh orang-orang yang tidak bertanggung
jawab.

3. Pemerintah sebagai pelaksana harus mengawasi dan mengantisipasi


keberadaan paham ateis di Indonesia.

Berarti aparat pemerintah harus mengawasi dan memantau keberadaan


paham ateis di Indonesia bahkan bila perlu melakukan tindakan tegas
untuk membubarkan organisasi yang berhubungan dengan hal-hal tersebut.

4. Tidak memperkenankan setiap ajaran agama yang mengedepankan


kebinatangan alias kekerasan.

Pengertiannya adalah melarang setiap ajaran agama yang berusaha


mendoktrin para pengikutnya untuk mengedepankan kekerasan dalam
menyelesaikan masalah.

5. Mengharuskan setiap umat beragama untuk berbagi kasih tidak hanya


dengan orang yang sekeyakinan dengannya tetapi juga dengan mereka
yang berbeda keyakinan.

Berarti bahwa setiap manusia di Indonesia diwajibkan untuk memiliki


sikap-sikap yang lebih manusiawi saat menjalin hubungan dengan orang
lain. Sikap yang manusiawi/ humanisme/ kemanusiaan ini bisa dilatih
lewat kebaikan yang diberikan/ dibagikan kepada sesama. Sebaiknya hal
tersebut dimulai dari hal-hal kecil, yaitu ramah tamah.

6. Mewajibkan umat beragama untuk tabah dan kuat menjalani ujian


kehidupan.

13
Pada dasarnya, ujian social melatih sisi kemanusiaan/ manusiawi/
humanism dalam diri seseorang. Ini adalah salah satu cara untuk
membentuk umat agar tidak temperamen dan mampu mengendalikan diri
saat menghadapi masalah besar ataupun masalah kecil. Hanya saja sebatas
persoalan tersebut tidak merugikan secara materi.

7. Mengedepankan cara-cara kekeluargaan untuk menyelesaikan persoalan


baik antar orang seagama maupun antar mereka yang berbeda agama.

Berarti menjauhkan cara-cara yang keras saat menyelesaikan masalah.


Melainkan mengedepankan penyelesaian persoalan dengan cara
kekeluargaan baik antar orang-orang yang seagama maupun antar manusia
yang berbeda agama.

8. Memberi kebebasan bagi umat untuk berdemokrasi memilih pemimpin


sesuai dengan pilihan hatinya tanpa mengharuskan agar memilih agama
tertentu.

Maknanya adalah menjamin kebebasan setiap umat beragama untuk


berpartisipasi dalam pesta demokrasi. Setiap umat diberi kebebasan
memilih seturut kata hatinya tanpa mengharuskan/ mengarahkan mereka
untuk memilih agama tertentu.

9. Mengajarkan umat untuk menjunjung tinggi keadilan sosial.

Berarti bahwa setiap umat yang beragama mengedepankan kesetaraan di


dalam mengambil keputusan, baik antara orang-orang sekeyakinan
maupun antara mereka yang berbeda keyakinan.

10. Mengarahkan warga untuk melayani sesame secara sejajar tanpa


membeda-bedakan keyakinannya.

Bermakna bahwa setiap umat beragama yang bekerja dan berhubungan


langsung dengan bidang pelayanan kepada masyarakat wajib melayani

14
warga secara adil/ setara baik antar sesame warga yang seagama maupun
antarwarga yang berlainan keyakinannya.

15
BAB IV

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Pancasila, khususnya sila pertama tentang “Ketuhanan Yang Maha Esa”


juga menegaskan bahwa Indonesia tidak memperkenankan warganya untuk tidak
memiliki agama. Sebab Pancasila juga bersifat memaksa dalam pelaksanaannya
sehingga mengharuskan seseorang memilih salah satu dari kelima agama tersebut.
Sekalipun demikian ideology Negara kita juga menjamin kekhasan setiap agama
dan aturan-aturan yang diajarkan didalamnya. Sebab masing-masing keyakinan
memiliki cara-cara tersendiri untuk menyembah Tuhannya. Kekhasan yang
semacam inipun telah dijamin secara konstitusional. Akan tetapi nilai-nilai agama
yang bertentangan dengan sila/ azas lainnya di dalam Pancasila jelas tidak
diperkenankan atau disebut juga sebagai sebuah tindakan yang inkonstitusional.

Kami berpendapat bahwa pengertian dan penerapan sila pertama ini


tidaklah jauh berbeda. Oleh karena itu, apa pengertian yang kami hubungkan
dengan sila yang lainnya dapat juga menjadi sesuatu yang dapat diterapkan/
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini akan kami berikan
selengkapnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aristin, Ririn. (2016). Aktualisasi Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa Di Era
Reformasi.Vol.1. No.2

Juniar, Suhendra. (2014). Implementasi Dalam Kehidupan Berbangsa Dan


Berbenegara

Suroso. (2009). Implementasi Nilai Ketuhanan Dan Kemanusiaan Pancasila.

17

Anda mungkin juga menyukai