Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

DIAGNOSA MEDIS:
HYPERBILIRUBIN
(Di Ruang NICU Rumah Sakit Muhammadiyah
Lamongan)

Oleh :
LELLI WIDIAWATI
NIM. 20192046011079

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
I. Definisi

Menurut Slusher (2013) Hiperbilirubin merupakan suatu


kondisi di mana produksi bilirurin yang berlebihan di dalam
darah. Menurut Lubis (2013), Hiperbilirubinemia merupakan
salah satu fenomena klinis tersering ditemukan pada bayi baru
lahir, dapat disebabkan oleh proses fisiologis, atau patologis, atau
kombinasi keduanya.
Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir
dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada
minggu pertama dengan ditandai adanya ikterus yang bersifat
patologis (Alimun,H,A. 2005). Jadi, dari beberapa pengertian di
atas dapat di simpulkan bahwa hiperbilirubin merupakan suatu
kondisi dimana kadar bilirubin yang berlebihan dalam darah yang
biasa terjadi pada neonatus baik secara fisologis, patologis
maupun keduanya.

II. DERAJAT HIPERBILIRUBIN MENURUT KRAMER

RATA-RATA
ZONA BAGIANs TUBUH SERUM INDIREK
(Umol/L)
1 Kepala sampai leher 100
Kepala, leher, sampai
2 150
umbilikus
Kepala, leher, pusar sampai
3 200
paha
4 Lengan + tungkai 250
5 Kepala sampai ke tumit kaki >250
(Sumber : Pengantar Ilmu Kesehatan Anak I, 2005)
IIIKLASIFIKASI
 Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua
dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak
melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi
menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai
dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang
disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus
fisiologis adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai
berikut menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan,
2003) dalam (Schwats, 2005):
a Timbul pada hari kedua - ketiga.
b Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg
% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang
bulan.
c Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%
perhari.
d Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
g Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau
hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut
Menurut (Surasmi, 2003) bila:
 Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
 Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24
jam.
 Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus
< bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
 Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
 Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36
minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan,
infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
h. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana
kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai
yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus
kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai
hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada
cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
(Sumber: Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I, 2005)
IV ETIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi
karena keadaan sebagai berikut;
1. Polychetemia (Peningkatan jumlah sel darah merah).
2. Isoimmun Hemolytic Disease
3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah.
4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid,
kloramfenikol).
5. Hemolisis ekstravaskuler.
6. Cephalhematoma.
7. Ecchymosis.
8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase,
obstruksi empedu (atresia biliari), infeksi, masalah metabolik
galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI.
9. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi.
Menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis.
(Sumber: IDAI, 2011)
V. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita
hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran
mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu
dengan diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan
mencapai puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan
menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya
merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit
yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus
pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna
kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat
pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja
pucat, seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati.
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar.
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap.
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental.
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai
spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai
ketegangan otot.
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)

VI. PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal
dari pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak
maka produknya kan masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah
menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan kembali
oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin
unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang
terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya
umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber
lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar
protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada
bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan
gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii
transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya
penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu
intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan
merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada
bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek
patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus
sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut
kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata
tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi
tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek
akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat
keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena
trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada
beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah
apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan
pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila
kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia,
asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar
atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya
sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini
akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila
Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang
terjadi pada otak disebut kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek
lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati
sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan
neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak
apabila bayi terdapat keadaan BBLR , hipoksia, dan hipoglikemia.
(Sumber: IDAI,2011)
VII.  PATHWAY

(Sumber: Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I, 2005)


VIII. KOMPLIKASI
1. Bilirubin encephahalopathi.
2. Kernikterus ;kerusakan neurologis ; cerebral palis, retardasi
mental, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinat otot
dan tangisan yang melengking.
3. Asfiksia.
4. Hipotermi.
5. Hipoglikemi
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)
IX. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
 Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar
billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar
billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
 Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
 Protein serum total.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong
empedu..
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu
membedakan hapatitis dan atresia billiari.
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)
X. PENATALAKSANAAN
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan
sejak dini (pemberian ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa
kelahiran, misalnya sulfa furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik
glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan
billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam
empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin
patologis dan berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit
melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari
billiverdin.
7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani
dengan foto terapi.
(Sumber: IDAI, 2011).

XI. DIAGNOSA KEPERAWATAN

SDKI SLKI SIKI

Ikterik Neonatus Setelah dilakukan


b/d usia kurang dari tindakan keperawatan
7 hari (D.0024) 1x jam, integritas
Gejala dan Tanda kulit dan jaringan
Mayor: meningkat (L.14125)
S: Kriteria Hasil:
(Tidak Tersedia) Elastisit Mening
O: as kat
- Profil darah Hidrasi Mening
abnormal kat
(hemolysis, Perfusi Mening
bilirubin serum jaringan kat
total >2mg/dl, Kerusak Menuru
bilirubin serum an n
total pada jaringan
rentang resiko Kerusak Menuru
tinggi menurut an n
usia pada lapisan
normogram kulit
spesifik waktu) Kemera Menuru
- Membran han n
mukosa kuning. Suhu Membai
- Kulit kuning kulit k
- Sklera kuning Tekstur Membai
k
Resiko Ikterik Setelah dilakukan
Neonatus dengan tindakan keperawatan
faktor resiko selama 1x jam,
prematuritas (<37 Adaptasi Neonatus
minggu) (D.0035) Membaik (L.10098).
Kondisi klinis Kriteria hasil:
terkait: Berat Mening
- Neonatus badan kat
- Bayi Prematur Membran Menuru
mukosa n
kuning
Kulit Menuru
kuning n
Sklera Menuru
kuning n
Keterlamb Menuru
atan n
pengeluar
an fases
Aktivitas Membai
ekstermita k
s
Respon Membai
terhadap k
stimulus
sensorik
Resiko Hipotermia Setelah dilakukan
dengan faktor tindakan keperawatan
resiko bayi baru selama 1x jam,
lahir (D.0140) Termoregulasi
Neonatus Membaik
(L.14135).
Kriteria hasil:
Menggigi Menurun
l
Akrosian Menurun
osis
Konsumsi Menurun
oksigen
Subuh Meningk
tubuh at
Suhu Meningk
kulit at
Frekuens Meningk
i nadi at
Kadar Meningk
glukosa at
darah
Pengisian Meningk
kapiler at

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak


I. Jakarta: Salemba medika.

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J.


McCloskey. 2012.Nursing Interventions Classification
(NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby Elsavier.

Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana


Perawatan Maternal / Bayi. EGC. Jakarta
Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification
(NOC). St. Louis ,Missouri ; Mosby.

Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta

Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina


Pustaka. Jakarta.

Pedoman Praktek Klinik: Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011)

Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental 


Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktis Volume 2. EGC
:Jakarta

Slusher, et all (2013). Treatment Of Neonatal Jaundice With Filtered


Sunlight In Nigerian Neonates: Study Protocol Of A Non-
Inferiority, Randomized Controlled
Trial. http://www.trialsjournal.com/content/14/1/446: TRIALS

Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I.


Fajar Inter Pratama. Jakarta.

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan


Kesehatan Maternal Dan Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan
Bina Pustaka. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai