I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Transportasi laut merupakan angkutan massal penting yang tidak bisa dilakukan
oleh jenis transportasi lain. Baik untuk keperluan angkutan orang maupun barang,
jenis transportasi ini mampu mengangkut hingga ribuan penumpang dan ratusan
ribuan matrik ton kargo. Semakin penting bagi Indonesia yang merupakan negara
kepulauan terbesar dunia untuk pemerataan ekonomi dan pengembangan sosial
budaya nusantara.
Transportasi laut memiliki peranan sangat penting dalam menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Masyarakat Indonesia yang tersebar di
berbagai pulau mampu melakukan silaturahmi melalui angkutan laut secara terus
menerus sehingga menjadi perekat bagi hubungan mereka antar pulau.
Karenanya, isu keselamatan merupakan hal yang sangat penting dalam transportasi
di perairan, baik di laut maupun sungai dan danau. Keselamatan menyangkut jiwa
manusia dan barang angkutan yang pada gilirannya berdampak kepada lingkungan
perairan. Dengan demikian, transportasi laut perlu mendapatkan perhatian khusus,
terutama dari sisi keselamatan dan keamanan pelayaran. Selain itu, isu terorisme
merupakan hal lain yang tidak dapat diabaikan dalam konteks keselamatan.
2. Permasalahan
Keselamatan merupakan isu utama yang harus menjadi perhatian bersama oleh
semua stake holder transportasi perairan, terutama oleh pemerintah, asosiasi
pelayaran (INSA), dan pengusaha pemilik kapal. Keselamatan harus mencakup
keselamatan orang, barang dan lingkungan sehingga segala dampak menyangkut
ketiga hal tersebut bisa diminimalisir demi kepentingan bersama.
Namun demikian, isu keselamatan selalu menjadi perhatian mengingat masih saja
terjadi berbagai kasus keselamatan transportasi di perairan Indonesia. Sejauh
manakah efektifitas penerapan hukum keselamatan internasional terhadap
transportasi laut di Indonesia?
Bila kita berbicara hukum tentang kelautan dan kemaritiman, kita tidak akan terlepas
dari hukum nasional dan internasional. Kedua hukum tersebut harus saling
bersinergi dan saling mendukung satu sama lain. Negara yang wilayah teritorialnya
berada di suatu perairan tidak memiliki kepentingan eksklusif terhadap perairan
tersebut. Sebaliknya, negara-negara lain diperbolehkan memanfaatkan suatu
perairan dengan syarat-syarat tertentu, misalnya dimanfaatkan untuk lalu lintas
damai (Innocent Passage)1, kenavigasian dan kepentingan lainnya. Bahkan negara-
negara Land Locked2, seperti Luksemburg, Ethiopia, dan Laos, boleh
memanfaatkan laut di negara yang berbatasan dengannya.
1
UNCLOS Part III Section 3 Innocent Passage
2
UNCLOS Part X RIGHT OF ACCESS OF LAND-LOCKED STATES TO
AND FROM THE SEA AND FREEDOM OF TRANSIT
3
International Maritime Organization (IMO)
http://www.imo.org/en/KnowledgeCentre/ReferencesAndArchives/HistoryofSafetyatSea/Documents/P.
%20Boisson%20History%20of%20safet%20at%20sea%20extract.htm
II.1.2. Abad Pertengahan
II.1.4. Abad 19
II.1.5. Abad 20
4
https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Maritim_Internasional
terus berkembang, sampai adanya Amandemen SOLAS tahun 2002 dengan
menetapkan ISPS Code sebagai instrumen keselamatan sebagai akibat
serangan terorisme kepada World Trade Centre (Twin Tower) New York
tanggal 11 September 2001 dan diberlakukan efektif di seluruh dunia di bulan
Juli tahun 2004.
IMO, yang saat ini beranggotakan 168 negara, dijalankan oleh sebuah
majelis dan dibiayai oleh sebuah dewan yang beranggotakan badan-badan
yang tergabung di dalam majelis tadi. Dalam melaksanakan tugasnya, IMO
memiliki lima komite.
5
http://jurnalmaritim.com/2015/11/sekilas-international-maritime-organizatiom-imo/
Kelima komite ini dibantu oleh beberapa sub-komite teknis. Organisasi-
organisasi anggota PBB boleh meninjau cara kerja IMO. Status peninjau
(observer) bisa diberikan juga kepada LSM yang memenuhi syarat tertentu.
IMO didukung oleh sebuah kantor sekretariat yang para pegawainya adalah
wakil-wakil dari para anggota IMO sendiri. Sekretariat terdiri atas seorang
Sekretaris Jendral yang secara berkala dipilih oleh Majelis, dan berbagai
divisi termasuk Inter-Alia, Keselamatan Laut (Marine Safety), Perlindungan
Lingkungan dan sebuah seksi Konferensi. 6
Indonesia mulai meratifikasi konvensi IMO pada tahun 1966, yaitu Solas
1960. Selanjutnya dilakukan ratifikasi terhadap konvensi-konvensi yang
terasa sangat diperlukan dalam upaya keselamatan transportasi laut. SOLAS
dan Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers
(STCW) merupakan konvensi Kunci dari IMO di bidang keselamatan.
Amandemen SOLAS 1974 yang dikenal dengan International Ship and Port
Security Code (ISPS Code 2002) yang diberlakukan sejak tanggal 1 Juli 2004
memiliki aturan yang lebih ketat terhadap usaha-usaha keselamatan
transportasi laut yang juga mencakup pelabuhan. Negara-negara penanda
tangan konvensi diwajibkan melaksanakan ISPS Code secara ketat untuk
mencegah hal-hal yang mengancam keselamatan, terutama ancaman
terorisme.
II.3. Konvensi United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)
6
https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Maritim_Internasional
Dari sisi keamanan transportasi laut (pelayaran), konvensi ini tidak secara
detil mengatur tentang keamanan kapal, namun lebih kepada:
a. kenavigasian yang mesti dipenuhi oleh negara-negara penanda tangan
konvensi demi keamanan pelayaran,
b. Tugas dan fungsi Otoritas negara-negara maritim; Coastal State, Port
State, dan Flag State.7
2. Load Line 1966, berlaku secara international, mulai tanggal 21 Juli 1968,
diratifikasi dengan Keppres no. 47/1976, 2 Nopember 1976.
6. Special Trade Pass Ships 1971, berlaku secara international, mulai tgl. 2
Jan. 1972, diratifikasi dengan Keppres no. 73 / 1972, 21 Desember 1972.
7
UNCLOS III
8. Solas 1974, berlaku secara international, mulai tanggal 25 Mei 1980, dan
diratifikasi dengan Keppres no. 65 / 1980, 25 Mei 1980.
11. Amandemen Solas 1974 (ISPS Code 2002) yang berlaku secara
internasional pada tanggal 1 Juli 2004.
1. Hingga saat ini, penegakan hukum di perairan masih dilaksanakan oleh berbagai
instansi pemerintah, total ada 13 instansi yang diberi wewenang oleh undang-
undang. Hal ini sangat tidak efektif dan bahkan menjadi kontra produktif bagi
penegakan hukum karena masing-masing instansi lebih mengutamakan
kepentingan instansinya.
2. Hal yang sama juga terjadi di pelabuhan, penegakan hukum di pelabuhan masih
dijalankan secara koordinatif. Padahal otoritas lokal pelabuhan harus dijalankan
oleh Syahbandar sebagaimana dinyatakan oleh Peraturan Bandar 1925 (Reden
Reglement 1925) Pasal 2. Undang-undang peninggalan Belanda ini belum
dicabut dan masih berlaku efektif.
V. KESIMPULAN
VI. SARAN
Indonesia sebagai negara kepulauan, negara maritim, sangat jauh tertinggal dari
negara-nagara lain dalam berbagai aspek kemaritiman. Sudah saatnya Indonesia
melakukan pembenahan di sektor ini agar kita mampu melakukan pemberdayaan
sumber-sumber kelautan yang berlimpah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Kita
sudah saatnya memiliki komitmen dengan merestrukturisasi sistem pemerintahan di
laut dan menjadikan kemaritiman sebagai salah satu mata pelajaran dari Sekolah
Dasar hingga Sekolah Menengah serta membangun pendidikan tinggi di bidang
kemaritiman yang akan menyediakan SDM yang mumpuni.
Muhammad Ihsan