Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS

EFUSI PLEURA

Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada Program Pendidikan Profesi
Ners: Keperawatan Gawat dan Darurat

Oleh:
Elyka Friskila Nababan
30190119119

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG 2020
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura yang disebabkan oleh
produksi berlebihan cairan ataupun berkurangnya absorpsi. Efusi pleura merupakan
manifestasi penyakit pada pleura yang paling sering dengan etiologi yang bermacam-macam
mulai dari kardiopulmoner, inflamasi, hingga keganasan yang harus segera dievaluasi dan
diterapi.

Infeksi pleura (baik efusi parapneumonik maupun empyema) telah ada sejak dulu, dilaporkan
dalam teks-teks medis Yunani Kuno. Diperkirakan 4 juta orang terkena pneumonia setiap
tahunnya, dengan hampir separuhnya terkena efusi parapneumonik. Infeksi pleura merupakan
komplikasi pneumonia, dilaporkan menyerang 65 ribu pasien per tahunnya di AS dan Inggris
(Rosenstengel dan Lee, 2012) dengan perkiraan total belanja kesehatan mencapai USD $320
juta. Infeksi pleura meningkatkan morbiditas dan mortalitas infeksi paru, dengan angka
mortalitas pada orang dewasa mencapai 20% (

Rosenstengel dan Lee, 2012).

Efusi pleura digolongkan dalam tipe transudat dan eksudat, berdasarkan mekanisme
terbentuknya cairan dan biokimiawi cairan pleura. Transudat timbul karena akibat
ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dan tekanan hidrostatik, sementara eksudat timbul
akibat peradangan pleura atau berkurangnya drainase limfatik. Pada beberapa kasus, cairan
pleura yang dihasilkan dapat saja menunjukkan kombinasi sifat transudat dan
eksudat(Rubins, 2011).

Penyakit paru dan saluran pernapasan seperti efusi pleura dikarenakan menghirup udara kotor
akibat polusi kendaraan bermotor sebanyak 20% penduduk di dunia. Kasus efusi pleura
menjadi salah satu masalah utama di Indonesia dan negara berkembanglainnya. Jumlah
prevalensi kasus efusi pleura pada perempuan 66,7% dan laki-laki 33,3% di RS Dokter
Kariadi Semarang (Tobing, 2013).

Pada tahun 2015 penyebab efusi pleura terbanyak di kota Metro Lampung adalah keganasan
(33%), efusi cardiac menempati posisi kedua 2 yaitu (27%), tuberkulosis sebanyak (22,9%)
pneumonia (14,3%), sirosis hepatis (1,1%), uremia (0,9%), dan penyebab paling sedikit
adalah systemic lupus erythematosus (0,7%) (Puspita, 2017).

Karakteristik tanda dan gejala dari efusi pleura yang sering terjadi seperti sesak nafas, batuk
kering, dan nyeri dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan bunyi redup saat
dilakukan perkusi, berkurangnya taktil vokal fremitus saat dilakukan palpasi, dan penurunan
bunyi napas pada auskultasi paru (Karkhanis, 2012).

Pleura seringkali mengalami patogenesis seperti terjadinya efusi cairan, misalnya hidrotorak
dan pleuritis eksudativa karena infeksi, hemotoraks bila rongga pleura berisi darah, kilotoraks
(cairan limfe), piotoraks atau empiema thoracis bila berisi nanah, pneumotoraks bila berisi
udara. Penyebab dari kelainan patologi pada rongga pleura bermacam-macam,terutama
karena infeksi tuberkulosis atau non tuberkulosis, keganasan, trauma, dan lain-lain.

A. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Efusi Pleura ?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi paru?
3. Bagaimana etiologi Efusi Pleura?
4. Apa saja klasifikasi Efusi Pleura ?
5. Apa saja tipe-tipe Efusi Pleura?
6. Apa saja manifestasi klinis pada Efusi Pleura?
7. Bagaimana patofisiologi Efusi Pleura ?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik Efusi Pleura ?
9. Apa saja komplikasi pada Efusi Pleura ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada Efusi Pleura?

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi Efusi Pleura.
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi Paru.
3. Untuk mengetahui etiologi Efusi Pleura.
4. Untuk mengetahui klasifikasi Efusi Pleura.
5. Untuk mengetahui tipe-tipe Efusi Pleura.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada Efusi pleura.
7. Untuk mengetahui patofisiologi Efusi Pleura .
8. Untuk mengetahuipemeriksaan diagnostik Efusi Pleura.
9. Untuk mengetahui komplikasi pada Efusi Pleura.
10. Untuk mengetahuiasuhan keperawatan pada Efusi Pleura.

C. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini, menggunakan penulisan deskripsi. Dengan
studi keperawatan, borowsing internet.

D. Sistematika Penulisan
BAB I merupakan pendahuluan dalam penulisan atau penyusunan
makalah.BAB I ini terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode
penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II berisi tentang definisi Efusi pleura, anatomi dan fisiologi Paru., etiologi
Efusi Pleura, klasifikasi Efusi Pleura, manifestasi klinis pada Efusi Pleura.
patofisiologi Efusi pleura., pemeriksaan diagnostic Efusi Pleura, komplikasi pada
Efusi Pleura, Untuk mengetahuiasuhan keperawatan pada Efusi Pleura BAB III
memuat pengamatan kasus, yang berisikan pengkajian, diagnosa, perencanaan,
pelaksana
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian

Effusi pleura merupakan akumulasi cairan pleura yang tidak semestinya yang disebabkan
oleh pembentukan cairan pleura lebih cepat dari proses absorbsinya. Sebagian besar effusi
pleura terjadi karena meningkatnya pembentukan cairan pleura dan penurunan kecepatan
absorpsi cairan pleura tersebut.Pada pasien dengan daya absorpsi normal, pembentukan
cairan pleura harus meningkat 30 kali lipatsecara terus menerus agar mampu menimbulkan
suatu effusi pleura. Di sisi lain, penurunan daya absorpsi cairan pleura saja tidak akan
menghasilkan penumpukan cairan yang signifikan dalam rongga pleura mengingat tingkat
normal pembentukan cairan pleura sangat lambat. (Lee YCG, 2013)

Menurut Mansjoer (2010) efusi pleura adalah terkumpulnya cairan pleura yang abnormal di
dalam cavum pleura. Pengumpulan cairan yang abnormal dan berlebih di dalam rongga
pleura, rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru – paru dan rongga dada
(Abata, 2014). Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan
bisa disebut juga dengan penumpukan cairan dalam rongga pleura (Soemantri, 2010).

B. Anatomi dan Fisiologi


ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU-PARU

Paru-paru adalah dua organ yang berbentuk seperti bunga karang besar yang terletak
di dalam torak pada sisi lain jantung dan pembuluh darah besar. Paru-paru memenjang dari
akar leher menuju diafragma dan secara kasarberbentuk kerucut dengan puncak di sebelah
atas dan alas di seblah bawah. Tulang rusuk, tulang rawan kosta, dan tulang rawan interkosta
terletak dibelakang paru-paru dan dibelakang mereka adalah tulang rusuk, otot interkosta, dan
proseus transversal vertebra torasik. Diantara paru-paru terdapat mediastinum, yang dengan
sempurna memisahkan satu sisi rongga torasik dari sisi lainnya, yang merntang dari vertebra
dibelakang sampai sternum disebelah depan. Di dalam mediastinum terdapat jantung dan
pembuluh darah besar, trakea dan esophagus, duktus toraik dan kelenjar timus. Paru-paru
dibagi menjadi lobus-lobus.Paru-paru sebelah kiri mempunyai dua lobus, yang dipisahkan
oleh “belahan yang miring”. Lobus superior terletak di atas dan di depan lobus inferior yang
berbentuk kerucut. Paru-paru sebelah kanan memiliki tiga lobus. Lobus bagian bawah
dipisahkan oleh fisura oblik dengan posisi yang sama terhadap lobus inferior kiri. Sisa paru

lainnya dipisahkan oleh suatu fisura horizontal menjadi lobus atas dan lobus tengah. Setiap
lobus selanjutnya dibagi menjadi segmen-segmen yang disebut bronco-pulmoner,mereka
dipisahkan satu sama lain oleh sebuah dinding jaringan konektif, masing-masing satu arteri
dan satu vena. Masing-masing segmen juga dibagi menjadi unit-unit yang disebut lobules.

Bronkus
Dua bronkus utama dimulai pada trakea yang bercabang dua. Setiap cabang tersebut
masuk kedalam setiap paru. Bronkus utama sebelah kiri lebih sempit, lebih panjang, dan lebih
horizontal daripada bronkus utama sebelah kanan karena jantung terletak agak kekiri dan
garis tengah. Setiap bronkus dibagi kedalam cabang-cabang, satu cabang untuk setiap lobus.
Setiap cabang kemudian dibagi menjadi cabang-cabang, satu cabang untuk setiap semen
bronkopulmoner dan kemudian dibagi lagi menjadi bronkus yang lebih kjecil dalam paru-
paru. Stuktur bronkus mirip trakea, tetapi tulang rawannya kurang teratur.

Bronkiolus

Bronkus yang paling halus disebut bronkiolus. Mereka tidak memiliki tulang rawan,
tetapi disusun oleh muskulus, fibrosa, dan jaringan elastic yang dihubungkan dengan kuboid
epiteulium. Apabila bronkus mengecil, jaringan fibrosa, dan muskulus menjadi tidak tampak
dan salurannya yang paling kecil, bronkiolus ialah suatu lapisan tunggal sel-sel epitel yang
diratakan.

Duktus Alveolar dan Alveoli

Bronkus terminal bercabang secara berulang untuk membentuk saluran yang disebut
duktus alveolar. Disinilah kantung alveolar dan alveoli terbuka. Alveoli dikelilingi suatu
jaringan kapiler. Darah yang mengalami deoksigenasi memasuki jaringan kapiler arteri
pulmoner dan darah yang mengandung oksigen meninggalkannya untuk memasuki vena
pulmoner. Di jaringan pipa kapier ini berlangsung pertukaran gas antara udara di dalam
alveoli dan darah di dalam pembuluh darah.

Hilum Paru

Hilum adalah cekungan berbentuk segitiga pada prmukaan medial cekung paru-paru.
Stuktur yang membentuk akar paru memasuki dan meninggalkan hilum, yang terletak sejajar
vertebra torasik kelima sampai ketujuh. Stuktur ini mencangkup bronkus utama, arteri
pulmoner, vena bronkiolus dan pembuluh darah limfatik, yang meninggalkan akar paru-pru.
Terdapat juga banyak nodus limfe di sekitar akar paru-paru.

Pleura
Pleura adalah satu membrane serosa yang mengelilingi paru-paru. Pleura disusun oleh
sel-sel epitel datar pada dasar membrane dan memiliki dua lapisan. Pleura visceral melekat
kuat pada paru-paru, meliputi permukaan paru-paru dan masuk kedalam fisura inter-lobus.
Pada akar paru, lapisan visceral sirefleksikan kembali menjadi lapisan parietalis yang
menghubungkan dinding dada dan membungkus lapisan diafragma superior. Kedua lapisan
pleura tersebut bersentuhan, dinding yang satu dengan dinding lain hanya dipisahkan oleh
satu film cair yang memungkinkan mereka menggelinding satu sama lain tanpa terjadi
gesekan. Ruang yang terdapat di antara lapisan ini disebut rongga pleura.

Dari segi anatomis ,permukaan rongga pleura berbatasan dengan paru sehingga cairan pleura
mudah bergerak dari satu rongga ke rongga lainnya. Dalam keadaan normal seharusnya tidak
ada rongga kosong di antara kedua pleura ,karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc
cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur .Setiap
saat,jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan
kedua pleura.Jika terjadi maka kelebihan terebut akan dipompa keluar oleh pembuluh
limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke mediastinum. Permukaan
superior diafragma dan permukaan lateral pleura parietalis dan absorpsi oleh pleura viselaris.
Oleh karena itu rongga pleura disebut sebagai ruang potensial karena ruang ini normalnya
begitu sempit,sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas (Guyton dan Hall,1997).

Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara
pleura viseralis dan parietalis, diantaranya:

1) Pleura Vicerallis:

a) Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis <30 mm.

b) Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit

c) Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endo pleura yang berisi fibrosit dan
histiosit.

d) Di bawahnya terdapat lisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik

e) Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial sub pleura yang banyak


mengandung pembuluh darah kapieler dari arteri pulmonalis dan arteri brakialis
serta pembuluh limfe.

f) Menempel kuat pada jaringan paru


g) Fungsi: untuk mengabsorbsi cairan pleura.

2) Pleura parietalis

a) Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan
elastis)

b) Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari arteri intercostalis
dan arteri mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris
yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperature.

c) Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya.

d) Fungsi: untuk memproduksi cairan pleura

Fisiologi pleura

Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks kedalam paru-paru,
sehingga paru-paru yang elastis dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat
(resting pressure) dalam posisi tiduran pada adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit bertambah
negatif di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negatif meningkat menjadi
-25 sampai -35 cm H2O.

Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas, rongga pleura steril karena mesothelial
bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan yang diproduksinya bertindak sebagai
lubrikans.Cairan rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik dengan
konsentrasi protein 1 g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut
mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan rongga pleura. Resorbsi terjadi terutama pada
pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0.1 sampai 0.15 ml/kg/jam. Bila terjadi
gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan terjadinya pleural effusion.

C. Etiologi

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk ,cairan pleura dibagi lagi menjadi
transudat,eksudat,dan hemoragi.

1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal


jantung kiri),sindrom nefrotik,asites (oleh karena sirosis hepatis), sindrom
vena kava superior, tumor, dan sindrom Meigs.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi,TB,pneumonia,tumor,infark paru,radiasi
dan penyakit kolagen.

3) Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor ,trauma,infark paru


dan tuberkolosis.

D.Klasifikasi

a. Transudat

Transudat biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru
(Abata, 2014). Kondisi akibat proses bukan radang oleh gangguan keseimbangan cairan
sistemik akan mengubah gaya hidrostatik atau gaya osmotik yang masuk ke membran pleura.
Ukuran transudat di batasi oleh tekanan struktural dan pelebaran kandungan protein cairan,
jika terjadi luka, cairan akan cepat diserap dan penyembuhan selesai tanpa meninggalkan
jaringan parut (Gandasoebrata, 2007; Millard dan Pepper, 2013).

Efusi transudat terjadi ketika faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura berubah, penyebab di Amerika terbanyak adalah gagal ventrikel kiri
dan sirosis ( Ward et al, 2008). Penyakit penyebab transudat dapat terjadi pada kegagalan
jantung kongestif, Sindroma Nefrotik, asites oleh sirosis hepatis, Sindroma Vena Cava
Superior, glomerulonephritis akut, tumor dan Sindroma Meig’s yang dapat menyebabkan
hipoproteinemia (Alsagaff dan Mukty, 2008; Millard dan Pepper, 2013). Keadaan transudat
terjadi dalam kasus, sebagai berikut :

1) Gagal jantung

Penyebab tersering efusi pleura adalah gagal ventrikel kiri, efusi pleura meningkatnya jumlah
cairan ruang interstisium paru dan sebagian menembus pleura viseralis, menyebabkan
kelebihan penyerapan jumlah kapasitas di pembuluh limfe pleura parietalis. Pasien gagal
jantung, torakosentesis dilakukan diagnosis jika tidak terjadi efusi bilateral dan setara
ukurannya. Pasien mengalami demam atau nyeri dada pleuritic dengan tujuan untuk
memastikan ada atau tidaknya efusi transudat (Loscalzo, 2015).

2) Hidrotoraks

hati Efusi terjdi pada sekitar 5% pasien dengan sirosis dan asites. Mekanisme utama dengan
perpindahan lagsung cairan peritoneum melalui lubang – lubang kecil di diafragma ke dalam
rongga pleura. Efusi ini terjadi di sisi kanan dan sering cukup banyak menimbulkan dispneu
berat (Loscalzo, 2015).

3) Empiema

Empyema merupakan transisi dari efusi para pneumoni ke empiema melibatkan timbulnya
organisme dalam cairan, peningkatan polimorf dan penurunan pH dan glukosa (Millard dan
Pepper, 2013)

b. Eksudat

Eksudat terjadi akibat peradangan pada pleura yang sering kali disebabkan oleh penyakit
paru-paru ( Alsagaff dan Mukty 2008 ), atau penyakit lokal paru-paru yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler atau obstruksi limfatik dan kadar protein cairan pleura
yang meningkat. Efusi pleura eksudat terjadi ketika faktor lokal yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura

perubahan, penyebab yang sering terjadi adalah infeksi bakteri, keganasan dan emboli paru
(Ward et al, 2008). Mekanisme peningkatan permeabilitas kapiler tidak semua bisa diketahui,
kemungkinan terbesar berasal dari racun bakteri dan endapan kompleks imun yang mengarah
ke inflamasi. Penyebab paling umum dari eksudat adalah protein yang diserap melalui
limfatik, protein pleura parietal, obstruksi limfatik pleura, peningkatan permeabilitas kapiler
(Millard dan Pepper, 2013). Ukuran eksudat dibatasi oleh refluks protein, peningkatan
tekanan intrapleural yang memungkinkan berkurangnya filtrasi pada permukaan pleura yang
sakit. Penyembuhan eksudat akan lebih lama, karena pengangkatan tergantung pada
reabsorbsi protein oleh limfatik yang lambat dibandingkan dengan transfer cairan melalui
pleura yang memungkinkan terjadi penebalan residual pleura dan adesi antara lapisan pleura.
Eksudat terjadi unilateral namun ada pengecualian, yaitu: mestastasis dari kanker tertentu,
limfoma, emboli paru, dan lupus erythematosus bilateral (Millard dan Pepper, 2013). Eksudat
biasa terjadi pada keadaan infeksi : tuberkulosis, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi,
penyakit kolagen ( Alsagaff dan Mukty 2008 ).

Keadaan eksudat terjadi dalam kasus, sebagai berikut :

1) Efusi parapneumonia

Efusi ini berkaitan dengan pneumonia bakteri, abses paru, atau bronkiektasis, pasien
pneumonia bakteri aerob dan efusi pleura memperlihatkan gejala demam akut, nyeri dada,
produksi sputum, dan leukositosis. Pasien dengan infeksi anaerob mengalami sub akut
dengan penurunan berat badan, leukositosis aktif, anemia ringan, dan riwayat pedisposisi
aspirasi. Cairan bebas yang akan memisahkan paru dari dinding dada sebesar > 10 mm
( Loscalzo, 2015).

2) Efusi embolisasi

paru Cairan pleura hampir semua eksudat, diagnosis di tegakkan dengan CT scan atau
ateriografi paru. Efusi ini terjadi secara unilateral. Beberapa indikasi tidak ada efusi yang
disebabkan oleh emboli paru yang berhubungan dengan area infark (Millard dan Pepper,
2013; Kasper et al, 2005). Albumin pada infark paru akan meningkat, dengan masuknya
albumin kedalam ruang pleura, tetapi tidak ada gangguan dari reabsorbsi limfatik (Millard
dan Pepper, 2013).

3) Efusi tuberkulosis

Efusi ini berkaitan dengan TB primer diduga penyebab utama adalah rekasi hipersensitivitas
terhadap protein TB di rongga pleura. Gejala dari efusi ini adanya demam, penurunan berat
badan, dispneu, nyeri dada pleuritik. Cairan efusi eksudat disertai dominasi sel limfosit kecil,
basil pada hapusan ini sulit ditemukan. Diagnosis dapat ditegakkan jika ada penanda
peningkatan adenosin deaminase (ADA) >40 IU/L atau interferon γ > 140 pg/mL, biopsy
jarum, biakan cairan positif

(Kasper et al, 2005; Loscalzo, 2015).

4) Metastases Keganasan paru primer sebagian besar efusi pleura yang eksudatif (90%) yang
dsiebabkan oleh invasi langsung atau obstruksi drainase limfatik parietal. Penanda metastasis
dengan LDH yang sangat tinggi, pH rendah, glukosa rendah ( Ward et al, 2007). Metastase
ini sering dijumpai pada ca mamae dan tumor primer pleura, yaitu mesothelioma yang
sebagian besar karena abses (Alsagaff dan Mukty, 2008).

5) Penyakit Pembuluh Darah Kolagen Penyakit kolagen ini terjadi pada komplikasi pleura
dari penyakit Systemic lupus erythematosus (SLE) dengan Rheumatoid arthritis (RA)
sebagian mengalami efusi. Penderita SLE mengalami riwayat nyeri pleuritik pada waktu yang
lama bilateral dengan gejala radang selaput dada, sesak napas dan demam ( Millard dan
Pepper, 2013 ).
E. Patofisiologi

Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1- 20 ml, cairan di rongga pleura
jumlahnya tetap karena terjadi keseimbangan antara produksi oleh pleura parietal dan
absorbsi oleh pleura viseral. Keseimbangan dapat di pertahankan antara tekanan hidrostatik
pleura parietalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotik pleura viseralis 10 cm H2O)

Alsagaff dan Mukty, 2008). Pasien dengan efusi pleura terjadi gagal jantung, jantung tidak
dapat memompakan darah secara maksimal keseluruh tubuh, terjadilah peningkatan
hidrostatik kapiler yang menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada di
dalam pembuluh darah akan bocor dan masuk ke dalam pleura (Soemantri, 2008).

Efusi disebabkan oleh pembentukan cairan berlebih atau bersihan cairan yang tidak adekuat.
Gejala timbul jika cairan bersifat inflamasif, berupa nyeri dada pleuritik, nyeri tumpul, rasa
penuh dalam dada. Pemeriksaan fisik menunjukkan penurunan bunyi napas, pekak pada
perkusi, penurunan fremitus vokal (Ward et al, 2007). Pertukaran cairan yang melintasi

memban pleura memiliki dua mekanisme yaitu pertukaran transkapiler dan limfatik.
Kekuatan pendorong pleura parietal adalah tekanan kapiler sistemik bersamaan dengan
tekanan intra pleura regular, dilanjutkan dengan tekanan osmotik protein plasma di kurangi
tekanan osmotik cairan pleura memberikan pergerakan ke ruang pelura (Millard dan Pepper,
2013).

F. Manifestasi klinis

a. Batuk

b. Dispnea bervariasi

c. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pieuritik)

d. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta

e. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi

f. Perkusi meredup diatas efusi pleura

g. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura

h. Fremitus fokal dan raba berkurang

G. Komplikasi
Komplikasi pada efusi pleura adalah:

1) Infeksi

2) Fibrosis paru

3) Pneumotoraks (Karena udara masuk melalui jarum)

4) Hemotoraks (Karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)

5) Emboli udara ( karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara
dan alveoli masuk ke vena pulonalis)

6) Laserasi pleura viseralis

H. Tes diagnostik

1. Rontgen dada

Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untukmendiagnosis efusi
pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.

2.CT scan dada

CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisamenunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor

.3.USG dada

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit,
sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

4.Torakosentesis

Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui denganmelakukan pemeriksaan
terhadap contoh cairan yang diperoleh melaluitorakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkandiantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal)

5.Biopsi

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, makadilakukan biopsi,


dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untukdianalisa.Pada sekitar 20% penderita,
meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,penyebab dari efusi pleura tetap tidak
dapat ditentukan.

6.Bronkos kopi

Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairanyang terkumpul

7. Analisa cairan pleura

Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan dikonfirmasi
dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitusdapat diketahui adanya
cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50ml, sedangkan dengan posisi AP atau
PA paling tidak cairan dalam rongga pleurasebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP
atau PA ditemukan adanyasudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah
didiagnosis penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan
jarum,tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi
dilakukanpemeriksaan seperti:

a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin,amylase, pH, dan
glucose.

b.Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahuikemungkinan terjadi


infeksi bakteri

c.Pemeriksaan hitung sel

8.Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan

Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakanapakan cairan
tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleuratransudatif disebabkan oleh
faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antarapembentukan dan penyerapan cairan
pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantungkiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan
efusi pleura eksudatif disebabkan olehfaktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura. Efusipleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru,
pneumonia bakteri,infeksi virus, dan keganasan

I. Penatalaksanaan Medis

1. Aspirasi cairan pleura

Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yangdilanjutkan dengan
pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi ditujukanpula untuk melakukan
aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atauterjadinya desakan pada alat-alat
mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasiditentukan atas pertimbangan keadaan umum
penderita, tensi dan nadi. Makinlemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah cairan
pleura yang bisadiaspirasi untuk membantu pernafasan penderita. Komplikasi yang dapat
timbuldengan tindakan aspirasi :

a.Trauma

Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluhdarah, saraf
atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan pneumo
thorak.

b.Mediastinal Displacement

Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleuratersebut.


Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernyakembali struktur
mediastinal. Tekanan negatif yang berlangsung singkatmenyebabkan pergeseran struktur
mediastinal kepada struktur semula atau strukturyang retroflux dapat menimbulkan
perburukan keadaan terutama disebabkanterjadinya gangguan pada hemodinamik.

c.Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia Pada aspirasi
pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapatmenimbulkan tiga pengaruh pokok :

1)Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapatmenyebabkan


anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolitdalam tubuh.

2) Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang negatifsebagai faktor
yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebihbanya

2.Water Seal Drainage


Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikanmaka akan
terjadi kembali pembentukan cairan.

3.Penggunaan Obat-obatan

Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yangkontraversi juga
mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan pembentukan cairankarena malignancy adalah
karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itupenggunaan citostatic misalnya
tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, danpenggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine
atau penggunaan talc poudrage tidakmemberikan hasil yang banyak oleh karena tidak
menyentuh pada faktor patofisiolgidari terjadinya cairan pleura.

Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pulamenimbulkan


gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang berulangkali, dikenal ula berbagai
cara lainnya yaitu :

4.Thoracosintesis

Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula denganWSD atau
dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk melakukantorasentesis adalah :

a.Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalamrongga pleura.

b.Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.

c.Bila terjadi reakumulasi cairan.Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000
cc, karenapengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang
banyakdapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak. Kerugian :

1) Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang beradadalam cairan pleura.

2) Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.

3) Dapat terjadi pneumothoraks.

5.Radiasi

Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karenakerusakan aliran
limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapatlaporan berkurangnya cairan
setelah radiasi pada tumor mediastinum
Konsep dasar Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Identitas PasienPada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin,alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,status
pendidikan dan pekerjaan pasien

b.Keluhan Utama

1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencaripertolongan atau
berobat ke rumah sakit.

2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa :sesak nafas, rasa
berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yangbersifat tajam dan terlokasilir
terutama pada saat batuk dan bernafas sertabatuk non produktif.

c.Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatandaseperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badanmenurun dan sebagainya.

d.Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,pneumoni, gagal
jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukanuntuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi

e.Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderitapenyakitpenyakit yang


disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru,asma, TB paru dan lain sebagainya

f.Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinyaserta


bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadapdirinya

g.Pengkajian Pola Fungsi


1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Adanya tindakan medis danperawatan di rumah
sakit mempengaruhiperubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga
memunculkanpersepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.

2) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol danpenggunaan obat-


obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

h.Pola nutrisi dan metabolisme

1) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukanpengukuran tinggi
badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisipasien,

2) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasiendengan
effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesaknafas dan penekanan
pada struktur abdomen.

3) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien denganeffusi pleura
keadaan umumnyalemah.

i. Pola eliminasi

1) Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasisebelum


dan sesudah MRS.

2) Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed restsehingga
akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada strukturabdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.

j.Pola aktivitas dan latihan

1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi

2) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.

3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada

4) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantuoleh perawat dan
keluarganya.

k.Pola tidur dan istirahat

1) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruhterhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat.
2) Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yangtenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,berisik dan lain
sebagainya.

l.Pemeriksaan Fisik

1)Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secaraumum, ekspresi
wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilakupasien terhadap petugas,
bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkatkecemasan dan ketegangan pasien.

2) Sistem Respirasi

a) Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakitmencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasanmenurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yangdiketahui dari posisi trakhea dan ictus
kordis. RR cenderung meningkat danpasien biasanya dyspneu.

b) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya> 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dindingdada yang tertinggal pada
dada yang sakit

c) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bilacairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atascairan berupa garis lengkung
dengan ujung lateral atas ke medical penderitadalam posisi duduk. Garis ini disebut garis
Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.

d) Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi dudukcairan makin ke
atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dariparenkian paru, mungkin saja
akan ditemukan tanda tanda auskultasi dariatelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.

3) Sistem Cardiovasculer

a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS –

5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuanuntuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harusdiperhatikan kedalaman
dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu jugamemeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictuscordis.

c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengarpekak. Hal ini
bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atauventrikel kiri.

d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop danadakah bunyi
jantung III yang merupakan gejala payah jantung sertaadakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensidarah.

4) Sistem Pencernaan

a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepiperut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perludi inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa.

b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya5-35kali per
menit.

c) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakahmassa (tumor,
feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasipasien, apakah hepar teraba.

d) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akanmenimbulkan
suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).

5) Sistem Neurologis

a) Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukanpemeriksaan GCS.
Adakah composmentis atau somnolen atau comma

b. Diagnosa keperawatan

1. Ketedak efektifan pola nafas

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan memasukkan, mencerna dan mengabsorpsi makanan.

4. intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dengan kebutuhan


oksigen
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan in

vasive: pemasangan WSD (Water Seal Drainage)

6. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan
napas

7.Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru,


kerusakan membran alveolar kapiler 

8.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan


keseimbangan makan sekunder akibat dispnea

9.Kurang pengetahuan berhubungan dengan intormasi yang tidak adekuat mengenai


proses penyakit dan pengobatan.

10. Nyeri akut berhubungan dengan efusi pleura

RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


keperawatan
1. Ketidak efektifan Setelah dilakukan a. Posisikan pasien - Agar spo2 pasien
pola nafas tindakan untuk baik
keperawatan selama memaksimalkan
3x24 jam pasien ventilas - agar tidak terjadi
menunjukkan b. Identifikasi pasien gagal napas pada
keefektifan jalan perlunya pasien
nafas dibuktikan pemasangan alat - memberikan pasien
dengan kriteria hasil jalan nafas buatan kenyamanan dan
: c. Lakukan fisioterapi mengencerkan dahak
a. Frekuensi dada jika perlu
pernafasan d. Keluarkan sekret - mengurangi adanya
sesuai yang dengan batuk atau penumpukan sekret
diharapkan suctio dalam klien
b. Ekspansi dada e. Auskultasi suara
- terpantau ttv klien
simetris. nafas, catat adanya
c. Bernafas mudah. suara tambahan - posisikan klien
d. Pengeluaran f. Monitor respirasi
posisi semi flower
sputum dan status oksigen.
e. Tidak g. Posisikan pasien agar pasien tidaak
didapatkan untuk mengurangi mengalami sesak
penggunaan otot dispneu. napas
tambahan.
f. Tidak Respiratory
didapatkan monitoring
ortopneu a. Monitoring
frekuensi, irama
g. Tidak didapatkan
dan kedalaman
nafas pendek. nafas.
b. Monitoring
gerakan dada, lihat
kesimetrisan.
c. Monitor pola
nafas : takipneu
d. Beri terapi
pengobatan respirasi.
Pain management :

2. . Nyeri akut
Setelah dilakukan - mengethaui riwayat
berhubungan dengan a. Kaji pengalaman dan mengethui skala
tindakan
agen injury fisik
keperawatan selama nyeri pasien nyeri pasien
3 x 24 jam, nyeri sebelumnya, gali
hilang/terkendali pengalaman - mengethaui skala
dengan kriteria pasien tentang nyeri pasien
hasil: nyeri dan - mengunagi
a. Mengenali tindakan apa yang ketidaknyaman
faktor penyebab dilakukan pasien pasien
b. Mengenali b. Kaji intensitas,
lamanya sakit karakteristik, - mengetahui
(skala, onset, durasi penyebab nyeri klien
intensitas, nyeri. dan agar dpaat diatasi
frekuensi dan c. Kaji
- mengetahui tingkat
tanda nyeri) ketidaknyamanan
kesdaran pasien
c. Menggunakan , pengaruh
metode non- terhadap kualitas - pasien lebih nyaman
analgetik untuk istirahat, tidur, dan tidak merasakan
mengurangi ADL. nyeri
nyeri d. Kaji penyebab
d. Melaporkan dari nyeri
nyeri berkurang e. Monitoring
dengan respon verbal/non
menggunakan verbal
manajemen f. Atur posisi yang
nyeri senyaman
e. Menyatakan rasa mungkin,
nyaman setelah lingkungan
nyeri berkurang nyaman
f. Tanda vital dalam
rentang normal Pain control :
Ajarkan teknik
relaksasi

Management terapi :
Kelola pemberian
analgetik

3. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh menghindari pasien
berhubungan dengan dari resiko alergi
ketidakmampuan
memasukkan, mencerna mkanan
dan mengabsorpsi
makanan - nutrisi pasien dapat
NIC seimbang
NOC Nutritional - agar terpenuhinya
Setelah dilakukan management gizi pasien
tindakan Aktifitas:
keperawatan selama a. Kaji adanya alergi - agar terpenuhinya
2x24 jam makanan gizi pasien
diharapkan klien b. Kolaborasi dengan
dapat terpenuhi ahli gizi untuk
kebutuhan menentukan
nutrisinya, dengan jumlah kalori dan
kriteria hasil: nutrisi yang
a. Intake zat gizi dibutuhkan pasien
(nutrien) c. Berikan makanan
b. Intake zat yang terpilih
makanan dan d. Monitor jumlah
cairan nutrisi dan
c. Berat badan kandungan kalori
normal e. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi

Nutritional
management:
a. Timbang berat
badan secara rutin
b. Monitor turgor
kulit
4. 4.Intoleransi aktivitas c. Monitor mual dan
berhubungan dengan muntah
Monitor kalori dan - pasien dapat
ketidakseimbangan
intake nutrisi teratasi emosinya
suplai dengan
- pasien dpat
kebutuhan oksigen
mengontrol emosinya
NIC
Activity therapy
Observasi :
a. Monitor respon
fisik, emosi, social
dan spiritual
b. Sediakan
penguatan positif
bagi yang aktif
beraktivitas.

Mandiri :
NOC : a. Bantu klien untuk
Setelah dilakukan mengidentifikasi
tindakan aktivitas yang
keperawatan selama mampu dilakukan
3 x 24 jam, klien b. Bantu untuk
dapat melakukan memilih aktivitas
aktivitas dengan konsisten yang
baik dengan kriteria sesuai dengan
hasil: kemampuan fisik,
a. Berpartisipasi psikologis dan
dalam aktivitas sosial.
fisik tanpa c. Bantu untuk
disertai mengidentifikasi
penignkatan aktivitas yang
tekanan disukai
darah,nadi dan d. Bantu pasien untuk
RR mengembangkan
b. Mampu motivasi diri dan
melakukan penguatan.
aktivitas sehari-
hari secara Health education :
mandiri a. Ajarkan untuk
c. Tanda-tanda penggunaan teknik
vital normal relaksasi
d. Level kelemahan b. Ajarkan Tindakan
e. Status untuk mengehemat
kardiopulmonar energi.
y adekuat
f. Status respirasi : Kolaborasi :
pertukaran gas a. Kolaborasikan
dan ventilasi dengan tenaga
adekuat rehabilitasi medik
dalam
merencanakan
5. Resiko infeksi program terapi - pasien dapat
berhubungan dengan yang tepat terpantau jika adanya
Rujuk pasien ke tnada infeksi
tindakan invasive:
pemasangan WSD pusat - menghindari
(Water Seal Drainage) terjadinya infeksi
NIC - agar terlhat jika
Observasi adanya infeksi dari
a. Pantau tanda dan umlah leukosit yang
gejala infeksi meingkat
(misalnya, suhu
tubuh, denyut - alat alat yang bersih
jantung, drainase, dapat meminimalisr
penampilan luka, terajdinya infeksi
sekresi, pada pasien
penampilan urin,
suhu kulit, lesi
kulit, keletihan,
dan malise)
b. Kaji faktor yang
dapat
NOC :
meningkatkan
Setelah dilakukan
kerentanan
tindakan
terhadap infeksi
keperawatan selama
(misalnya, usia
3 x 24 jam, infeksi
lanjut, usia kurang
tidak terjadi dengan
dari 1 tahun, luluh
kriteria hasil:
imun, dan
a. Tanda – tanda
malnutrisi )
vital klien
c. Pantau hasil
terutama suhu
laboratorium
dalam batas
(hitung darah
normal
lengkap, hitung
b. Tidak terdapat
granulosit, absolut,
tanda – tanda
hitung jenis,
infeksi pada
protein serum, dan
daerah
algumin)
pemasangan
d. Amati penampilan
WSD
praktik higiene
c. Nilai
Personal untuk
laboratorium
perlindungan
terutama
terhadap infeksi
leukosit dalam
batas normal
( leukosit normal Mandiri
: 5000 – 10.000 a. Lindungi pasien
rb/ul ). terhadap
kontaminasi silang
dengan tidak
menugaskan
perawat yang sama
untuk pasien lain
yang mengalami
infeksi dan
memisahkan ruang
perawatan pasien
dengan pasien yang
terinfeksi
b. Bersihkan
lingkungan dengan
benar setelah
dipergunakan
masing-masing
pasien

Kolaborasi
Ikuti protokol
institusi untuk
melaporkan suspek
infeksi
a. atau kultur positif
b. Berikan terapi
antibiotik, bila di
perlukan

Health education
a. Jelaskan kepada
pasien dan
keluarga mengapa
sakit atau terapi
meningkatkan
resiko terhadap
infeksi
b. Instruksikan untuk
menjaga higiene
personal untuk
melindungi tubuh
terhadap infeksi
(misalnya, mencuci
tangan)

Anda mungkin juga menyukai