Anda di halaman 1dari 14

A.

Pengertian Konfl ik

Konfl ik adalah ketidaksesuaian pandangan antara satu pihak

dengan pihak lainnya karena menggunakan sumber daya yang

sama atau karena mempunyai pandangan yang berbeda mengenai

nilai, moral, tatanan, aturan, pendapat, dan sebagainya. Dari defi nisi

tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa surnber konfi k ada dua,

yaitu persamaan dan perbedaan. Digunakannya suatu surnber

saya yang sama berpeluang menimbulkan konfl ik, terutama bila

sumber tersebut mengalami masalah, masing-rnasing pihak saling

menyalahkan. Perbedaan pandangan juga berpeluang tinggi

menimbulkan konfl ik. Tidak semua orang menerima perbedaan

dengan lapang dada. Ego dan harga diri selalu mengutamakan

pendapatnya sehingga meremehkan pandangan pihak lain. Pada

kondisi inilah konfl ik berpeluang tinggi untuk muncul.

Mengapa konfl ik dipelajari pada mata bahasan negosiasi?

Karena negosiasi adalah proses merundingkan kepentingan

antara berbagai pihak, dan seperti tergambar di atas konfl ik tidak

dapat dihindari. Tujuan utama adalah agar mahasiswa mampu

mengidentifi kasi dan menyelesaikan konfl ik dengan resiko seminim

mungkin. Di samping itu ada beberapa alasan yang mendasarinya,

di antaranya:

• untuk mempersiapkan mahasiswa dalam persaingan di dunia

kerja, karena persaingan berpeluang tinggi menimbulkan

konfl ik, sehingga mahasiswa dapat bersiap menghadapinya,

• untuk mengingatkan kembali, bahwa kekerasan dan

pertentangan tidak dapat menyelesaikan masalah dengan

baik,

• Sebagai bahan persiapan sebagai penengah, bila suatu waktu

dibutuhkan penengah konfl ik yang dapat dipercaya kedua


belah pihak,

• Untuk menghindari kesalahan persepsi, bahwa konfl ik selalu

merugikan karena ada beberapa jenis konfl ik yang justru

meningkatkan produktivitas kerja.

Dengan pemahaman itu diharapkan mahasiswa tidak perlu

terjebak di dalam konfl ik yang dipandang tidak perlu apalagi

sebagai pihak pemicunya. Permasalahan di masyarakat umum kita

adalah seringkali kita memasuki wilayah konfl ik yang sebenarnya

tidak perlu. Atau bahkan penyelesaian konfl ik justru memancing

peluang terjadinya konfl ik yang lebih besar. Kejadian tersebut

terutama berada pada masyarakat kecil di mana sebenarnya mereka

ingin menyelesaikan konfl ik secara cepat dan praktis tetapi justru

berakibat sebaliknya.

Contoh sederhana, ada kecenderungan masyarakat akan

merusak kendaraan bila kendaraan tersebut menabrak orang.

Apakah terjadi penyelesaian masalah di sini? Justru sebaliknya.

Penabrak, bila memungkinkan akan memacu kendaraan setelah

kejadian. Mengapa? Apakah ia takut bertanggung jawab? Ada

sebagian benar. Tetapi sebagian lagi justru suka karena sebaliknya.

Ia takut bila berhenti kendaraannya akan dirusak massa,

sehingga beban tanggung jawabnya bertambah. Bahkan

ada peluang massa yang marah justru akan menghakiminya

sehingga peluang untuk kehilangan benda (kendaraan rusak dan

mengganti biaya pengobatan) masih ditambah lagi peluang negatif

keselamatannya.

Bila ia berhasil meninggalkan lokasi kejadian, maka pikiran

pertama si pengendara adalah menyerahkan diri kepada pihak

berwajib. Apakah ini menyelesaikan masalah? Adanya anggapan

sebagian masyarakat, bahwa berhubungan dengan aparat akan


justru akan menimbulkan permasalahan yang mengakibatkan ia

berubah pikiran dari menyerahkan diri menjadi yang melarikan diri.

Dari kasus tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa

penanganan konfl ik bukan merupakan pekerjaan sederhona.

Diperlukan dukungan dan kerja sama dan dukungan berbagai

pihak untuk merealisasinya. Untuk itu, tim penulis berharap, buku

sederhana ini dapat dijadikan suatu referensi dalam penyelesaian

konfl ik sehingga konfl ik tidak berlanjut kegiatan destruktif (merusak

dan merugikan).

Ada beberapa anggapan mengenai konfl ik. Anggapan tersebut

tentu saja disebabkan oleh pengalaman dan pola pikir penganutnya.

Anggapan terhadap konfl ik adalah:

1. Pandangan tradisional

Penganut pandangan tradisional berpendapat bahwa konfl ik

sebaiknya tidak terjadi karena konfl ik terbukti hanya akan

memperburuk keadaan dan berpengaruh negatif terhadap

kinerja. Penganut teori ini berpendapat bahwa organisasi

harus mengupayakan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi

konfl ik di dalamnya.

2. Pandangan hubungan kemanusiaan

Penganut pandangan hubungan kemanusiaan mempunyai

pandangan berbeda dengan pandangan tradisional. Ia

berpendapat bahwa konfl ik merupakan kejadian yang

tidak mungkin dihindari dalam setiap kegiatan. Yang harus

dilakukan adalah bagaimana mengupayakan konfl ik sehingga

tidak mengganggu kinerja.

3. Pandangan lnteraksi

Penganut pandangan interaksi mempunyai perbedaan

pandangan yang radikal. Ia berpandangan bahwa konflik


justru perlu dikembangkan agar terjadi produktivitas tinggi.

Tidak ada produktivitas tanpa konfl ik. Pihak manajemen justru

harus berperan menciptakan konfl ik-konfl ik baru. Satu sisi lagi

yang harus diperbuat adalah membuat aturan main (rule of

the game) yang jelas dan adil.

B. Macam-Macam Konfl ik

Setelah kita pelajari beberapa teori mengenai konfl ik, hal lain yang

perlu kita pahami adalah macam-macam konfl ik. Pemahaman ini

akan menuntun kita mengetahui sumber permasalahannya. Dilihat

dari penyebabnya pada diri individu konfi k dapat dibagi menjadi

empat jenis yaitu:

1. Konfl ik peranan (person rote confl ict)

Konfl ik peranan adalah konfl ik yang terjadi bila seseorang

tidak menerima aturan atau pedoman organisasi sehingga

ia memutuskan tidak menggunakan peraturan yang berlaku.

Jenis konfl ik ini dapat diatasi dengan pemahaman tujuan

peraturan perusahaan dan upaya peneguhan loyalitas pada

organisasi. Hal itu tentu saja lebih dipermudah jika aturan

yang ada tidak bertentangan dengan aturan umum atau

hukum yang berlaku.

Contoh konfl ik ini, seorang pegawai bagian kepegawaian

(personalia) mendapatkan perintah dari alasan untuk

melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) kepada

pegawai yang melakukan pelanggaran berat. Terjadi konfl ik di

dalam dirinya. Bagaimana nasib anak istrinya? Apa yang harus

dikatakan? Apakah ia akan mudah mendapatkan pekerjaan

lagi? Bagaimana bila hal itu terjadi pada saya? Dan seterusnya.

2. Konfl ik antar peranan (inter role confl ict)

Konfl ik antar peranan adalah konfl ik yang terjadi bila


seseorang memegang peranan yang fungsinya bertentangan.

Konfl ik terjadi karena sebagai A ia harus A, sementara sebagai

B ia harus B. Konfl ik ini dapat diatasi dengan menata ulang

organisasi sehingga tidak terjadi pertentangan fungsi di

dalamnya.

Contoh konfl ik ini misalnya di dalam pertandingan sepak bola,

seseorang bertugas sebagai wasit sekaligus pemain. Sebagai

wasit ia harus bersikap jujur dan adil, sementara sebagai

pemain ia harus berusaha sekuat tenaga akan timnya menang.

Bila kondisi ini terjadi, hampir dipastikan terjadi konfl ik. Inilah

alasan mengapa bila dua tim olahraga bertanding, wasit

tidak boleh yang berasal dari negara-negara tersebut karena

ditakutkan tidak dapat menjaga keobyektifan penilaian.

3. Konfl ik karena harapan harapan beberapa pihak (lntersender

confl ict)

Konfl ik ini timbul bila seseorang harus memenuhi harapan

beberapa pihak. Harapan pihak-pihak tersebut dapat sama

dapat pula bertentangan. Contoh yang sering terjadi adalah

bila seseorang mempunyai beberapa atasan. Penyelesaian

konfl ik ini dapat dilakukan dengan memperlakukan sama

pihak-pihak tersebut di atas.

4. Konfl ik karena informasi (information confl ict)

Konfl ik karena informasi adalah konfl ik yang timbul karena

suatu pihak mendapatkan informasi yang saling bertentangan.

Konfl ik ini dapat diselesaikan dengan pedoman dasar pihak

yang informasinya dapat dijadikan dasar dalam pengambilan

keputusan. Contoh information confl ict adalah pada waktu

kita mengendara bertemu dengan dua jalan tanpa penunjuk

arah. Anda menanyakan mana arah anda sebenarnya kepada


dua orang. Orang A menunjukkan jalan ke kiri, sementara

orang B menunjukkan jalan ke kanan.

Sementara dilihat dari sumber utama terjadinya konfl ik pada

suatu organisasi March dan Simon mengungkapkan ada enam

sumber utama konfl ik, yaitu:

1. Kebutuhan untuk membagi sumber daya yang terbatas

Kebutuhan untuk membagi sumber daya terbatas terjadi

bila suatu sumber dipergunakan oleh dua pihak atau lebih.

Contoh satu mata air diperebutkan dua daerah, satu komputer

digunakan dua orang, satu ruangan dipergunakan dua

bagian atau lebih. Konfl ik timbul jika satu pihak merasa lebih

memiiiki dan pada pihak lain, sumber tersebut bermasalah,

dan sebagainya.

2. Perbedaan tujuan

Perbedaan tujuan berpeluang tinggi menimbulkan konfl ik,

terutama bila pihak pihak yang terlibat menemukan sumber

daya tertentu. Contoh dua pihak mencari harta rampokan.

Satu pihak polisi dengan tujuan untuk dikembalikan kepada

yang berhak. Sementara di pihak lain penjahat dengan tujuan

untuk keperluan dirinya sendiri. Mungkin di antara mereka

dapat bekerja sama sebelumnya, tetapi bila harta rampokan

ditemukan kemungkinan terjadinya konfl ik sangat tinggi.

3. Saling ketergantungan pada kegiatan-kegiatan kerja

Ketergantungan dalam kegiatan kerja dilihat dari proses

terjadinya dibagi dua, yaitu karena pekerjaan tidak dapat

dilakukan sendiri atau karena tugas rnengharuskannya. Apapun

penyebabnya, bila terjadi kesalahan selalu dilakukan evaluasi,

di pos mana kemungkinan kemacetan terjadi. Peluang konfl ik

terjadi karena masing-masing pihak cenderung membela


kinerjanya dan menyalahkan pihak lain.

4. Perbedaan nilai-nilai dan persepsi-persepsi

Setiap individu mempunyai pedoman nilai dan persepsi

sendiri-sendiri. Nilai dan persepsi tersebut merupakan hasil

didikan, bimbingan, dan budaya selama ini sehingga di bawah

sadarnya timbul ego bahwa nilai dan persepsi dirinyalah yang

paling baik. Kerjasama dan negosiasi memerlukan kompromi,

bila kompromi tidak tercapai, konfl ik dapat ditimbulkan. Sering

timbul di bawah sadar bahwa karena orang suku ---- lah yang

sulit diajak bekerja sama sehingga tujuan tidak tercapai.

5. Fungsi ganda organisasi

Fungsi ganda organisasi sering terjadi pada organisasi

yang mempunyai tujuan ganda, contohnya Badan Usaha

Milik Negara (BUMN). Satu sisi karena badan tersebut milik

negara ia bertujuan memberikan pelayanan pada masyarakat

(public service). Sementara sisi lainnya sebagai badan usaha

mencari keuntungan. Peluang konfl ik terjadi di suatu kondisi

di mana secara bisnis menguntungkan, tetapi dari sisi public

service tidak memperbolehkan upaya kompromi dilakukan,

yaitu secara bisnis menguntungkan, sementara pelayanan

masyarakat pun tidak terlalu ditinggalkan. Upaya seperti ini

sering sekali menjadi penyebab konfl ik tinggi di antara pihak-

pihak di sana. Contoh Perumka dan Damri pada waktu lebaran

dengan kebijaksanaan toeslag (kenaikan tarif tertentu karena

kembalinya angkutan dalam keadaan kosong).

6. Gaya-gaya individual

Gaya individual biasanya relatif sama untuk golongan usia

tertentu. Golongan muda dengan gayanya sendiri, demikian

pula golongan tua. Konfl ik terjadi bila terjadi pandangan


berbeda di antara kedua belah pihak yang bersifat prinsip.

Kaos yang memperlihatkan pusar misalnya, bagi golongan

muda dianggap sebagai gaya dinamis dan sensual. Sementara

bagi golongan tua dianggap gaya yang tidak sopan dan tidak

pantas dalam pergaulan

Dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam konfl ik, konfl ik

dapat dibedakan menjadi kelompok lima bear, yaitu:

1. konfl ik dalam diri individu

2. konfl ik antara individu dalam organisasi

3. konfl ik antara individu dengan kelompok

4. konfl ik antarkelompok di dalam organisasi yang sama

5. konfl ik antarorganisasi

Bila dilihat dari hasil yang didapatkan dari sebuah konfl ik,

konfl ik dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Konfl ik fungsional

Konfl ik fungsional adalah konfl ik yang mendukung kinerja

organisasi. Konfl ik fungsional sering pula disebut dengan

kompetisi. Konfl ik fungsional timbul pada organisasi yang

relatif matang sehingga rule of the game atau aturan main

menjadi acuan dan anutan pihak-pihak yang berkonfl ik.

Contoh nyata ada di dunia olah raga. Liga Inggris, Liga Italia,

Liga Jerman, piala Davis, Turnamen ATP, dan sejenisnya menjadi

menarik dan berprestasi tinggi karena persaingan atau

konfl ik antar eserta begitu tingginya. Masing-masing pihak

ingin lebih baik daripada lainnya dengan tetap berpedoman

terhadap sportivitas

Sanksi terhadap pelanggaran sportivitas, seperti dopping,

pelanggaran aturan main, dan sebagainya diterapkan dan

dipatuhi oleh masing-masing pihak. Mengapa liga Indonesia


contohnya, tidak dapat meniru hal tersebut? Permasalahan

yang paling mendasar adalah pada keberanian untuk

menerima kekalahan dan memenuhi aturan setiap pihak yang

berkompetisi. Keragu-raguan terhadap efektivitas rule of the

game merupakan embrio konfl ik disfungsional.

2. Konfl ik disfungsional

Konfl ik disfungsional adalah konfl ik yang menurunkan kinerja

organisasi. Ada beberapa alasan mengapa konfl ik menjadi

disfungsional, di antaranya:

• Tidak adanya aturan main atau rule of the game yang

jelas sehingga masing-masing pihak memberikan

pembenarannya terhadap tindakannya.

• Tingkat emosional yang begitu tinggi sehingga

menghilangkan sifat sportivitas.

• Belum siapnya salah satu atau kedua belah pihak

menerima perbedaan, sehingga perbedaan dianggap

sebagai perlawanan.

• Berperannya faktor eksternal di luar konfl ik yang membuat

konfl ik yang terjadi mempunyai intensitas lebih.

Apapun jenis konfl ik yang terjadi, setiap konfl ik atau

ketegangan menimbulkan gejala-=gejala yang relatif sama. Gejala

tersebut di antaranya:

1. Timbulnya kekompakan di antara anggota-anggota kelompok

yang terlibat di dalam konfl ik.

2. Munculnya pimpinan dengan sendirinya di antara kelompok-

kelompok tersebut.

3. Ada gangguan terhadap persepsi atau nilai yang dianut

kelompok lain.

4. Perbedaan pandangan di antara masing-masing kelompok


yang berkonfl ik semakin tinggi, sementara perbedaan antara

individu-individu di dalam kelompok semakin kecil.

5. Terpeliharanya “wakil-wakil” yang mewakili masing-masing

kelompok, dan

6. Ketidakmampuan berpikir dan menganalisis masalah secara

jernih dan objektif.

C. Cara Penyelesaian Konfl ik

Konfl ik, terutama konfl ik disfungsional harus dikelola dengan

baik tujuannya adalah agar efek merugikannya semakin sedikit.

Sementara konfl ik fungsional harus dijaga jangan sampai berubah

menjadi konfl ik disfungsional. Di bawah ini merupakan teknik-teknik

penyelesaian konfl ik yang biasanya dilakukan. Harap diingat, bahwa

tidak ada satupun metode yang paling baik, dan tidak ada pula yang

paling buruk.

Semua metode baik jika diterapkan secara tepat sesuai

kebutuhan organisasi, sementara metode disebut tidak tetap bila

dilakukan sebaliknya. Untuk itu pemahaman mengenai SWOT

(Streght, Weekness, Opportunity, dan Threath atau kekuatan,

kelemahan, kesempatan, dan ancaman) pihak penyelesaian konfl ik

sangat berperan. Teknik-teknik yang sering dipergunakan sebagai

dasar penyelesaian konfl ik di antaranya:

1. konfrontasi,

2. menggunakan tujuan,

3. pembahasan sumber daya

4. penghindaran,

5. penghalusan,

6. kompromi,

7. pemaksaan,

8. mengubah struktur organisasi yang menimbulkan konfl ik.


1. Konfrontasi,

Teknik konfrontasi dilakukan dengan cara menghadapkan

pihak-pihak yang berkonfl ik Di dalam pertemuan tersebut

dibahas mengenai sebab, alasan, dan cara menyelesaikan

konfl ik yang disetujui oleh pihak-pihak yang terlibat. Ada

beberapa kondisi yang memungkinkan penggunaan teknik

ini, di antaranya:

a. Adanya kepercayaan terhadap penyelenggara dari pihak

yang berkonfl ik,

b. pihak penyelenggara mempunyai kemampuan diplomasi

yang cukup sehingga mampu menjadi penengah,

c. perlu adanya kesadaran untuk take and give atau memberi

dan menerima dari pihak-pihak yang bertikai,

d. perlu adanya jaminan terhadap hasil-hasil kompromi.

Teknik konfrontasi banyak dipergunakan oleh atasan kepada

dua kelompok bawahan yang berkonfl ik. Ini terjadi karena

ada kecenderungan untuk lebih menghargai kepada atasan

dibandingkan kepada pegawai pada tingkat yang setara.

2. Menggunakan tujuan

Pada teknik ini pihak-pihak yang berkonfl ik diingatkan

kembali mengenai tujuan awal. Tujuan awal dapat berupa

persahabatan, saling pengertian, meningkatkan produktivitas,

dan sejenisnya. Pengingatan kembali tujuan diharapkan

menimbulkan kesadara bahwa konfl ik yang terjadi tidak

dapat menodai tujuan awal. Teknik ini cenderung efektif

untuk meredakan konfl ik pada kegiatan yang bersifat sosial

kemasyarakat, tetapi kurang berhasil pada konfl ik dalam

bidang ekonomi

3. Penambahan sumber daya


Teknik penambahan sumber daya dilakukan untuk konfl ik

dengan sebab digunakannya sumber daya oleh dua kelompok

atau lebih. Permasalahan di sini adalah dibutuhkan biaya

mahal untuk penyelesaiannya, bahkan tidak jarang sumber

daya tersebut tidak dapat ditambahkan seperti sumber air,

sumber daya alam, orang, dan sejenisnya. Penambahan

diharapkan dapat menghindari benturan-benturan yang

selama ini terjadi.

4. Penghindaran

Teknik penghindaran merupakan suatu teknik penyelesaian

konfl ik sementara karena akar permasalahn tidak tersentuh.

Teknik penghindaran dilakukan dengan menarik pihak-

pihak yang berseteru. Pihak-pihak tersebut dikembalikan

lagi bila situasi sudah berlangsung normal dan emosi telah

stabil. Teknik penghindarn yang dilakukan terlalu sering

dilakukan dapat menjadi bom waktu di masa datang karena

akar permasalahan belum tersentuh. Pengelola konfl ik harus

menyadari benar hal ini.Sebaliknya, setelah kondisi stabil

konfl ik dibicarakan kembali untuk mencari dan menyelesaikan

masalah sebenarnya.

5. Penghalusan

Sama dengan teknik penghindaran,t eknik penghalusan belum

menyelesaikan akar permasalahan konfl ik. Teknik penghalusan

dilakukan dengan berusaha melupakan perbedaan dan

masing-masing pihak difokuskan lagi pada tujuan semula.

Menciptakan musuh bersama, juga merupakan bentuk lain

pengelolaan konfl ik ini. Permasalahan baru timbul jika tujuan

bersama atau musuh bersama telah tercapai, perbedaan di

antara pihak-pihak yang bertikai mulai terlihat. Inilah salah


satu sisi lemah dari penangangan konfl ik cara ini. Tetapi,

kita masyarakat timur yang sangat membanggakan gotong-

royong dan musyawarah-mufakat ada kecenderungan untuk

memilih cara penyelesaian konfl ik ini. Alasan penggunaannya

adalah karena sifat fl eksibilitas dan menjaga muka masing-

masing pihak, walaupun bersifat temporer.

6. Kompromi

Teknik kompromi memerlukan pihak ketiga sebagai penengah

atau arbiter pihak penengah ditentukan oleh kedua belah

pihak dengan pertimbangan tingkat kepercayaan dan tidak

terlibatnya kepentingan di sana. Teknik kompromi dilakukan

dengan saling memberi dan menerima atau take and give.

Masing-masing pihak menurunkan syaratnya sebagai anti,

penurunan syarat yang lain. Pihak ketiga, selain bertindak

sebagai penengah juga bertindak pula sebagai pengawas

dan pengadil terhadap kemungkinan pelanggaran Untuk

memudahkan tugasnya, di dalam kompromi perlu ditegaskan

apa yang disebut pelanggaran kesepakatan, bagaimana cara

mengadukannya, dan apa sanksi yang harus diterapkan pada

pihak pelanggar.

Teknik kompromi paling berhubungan dengan negosiasi. Di

dalam negosiasi selalu ada kompromi di mana satu pihak

menurunkan syarat-syarat tertentu sebagai imbalan penurunan

syarat pihak lain. Seorang negosiator yang berhasil, bukan

orang yang dapat memaksakan syarat-syarat kepada pihak

lain, karena dipastikan pihak lain tidak mau dipaksa, tetapi

seorang yang dapat memberikan bentuk kompromi terbaik

bagi kepentingan organisasinya.

7. Pemaksaan
Teknik pemaksaan bukan dalam pengertian negatif di mana

tidak ada nuansa demokratis di sana. Teknik pemaksaan

kadang diperlukan karena kalau konfl ik dibiarkan berlanjut

akan mengganggu kinerja seharusnya. Teknik pemaksaan

hanya efektif bila ditengahi oleh pihak ketiga yang mempunyai

kekuasaan (power) kuat untuk melakukan pemaksaan. Power

dapat berupa atasan, hukum, perangkat hukum, pihak yang

dapat dijadikan ketergantungan, dan sejenisnya.

Teknik pemaksaan, tentu saja sulit untuk menyenangkan pihak

yang bertikai, tetapi bila konfl ik berlarut-larut lebih merugikan

lagi. Pihak pemaksa harus memperhitungkan dampak apa

yang timbul dari pemaksaan? Sebaiknya, bila memungkinkan,

setelah situasi terkendali pihak-pihak yang bertikai diajak

berbicara empat mata untuk menyelesaikan konfl ik. lngat,

semakin lama konfl ik dipendam, semakin berpeluang menjadi

konfl ik yang lebih besar di kemudian hari.

8. Mengubah struktur organisasi yang menimbulkan konfl ik

Sama dengan teknik pemaksaan, teknik mengubah struktur

organisasi yang menimbulkan konfl ik juga hanya dapat

dilakukan oleh pihak yang mempunyai (power) kuat. Teknik ini

tepat bila penyebab konfl ik struktur organisasi. Permasalahan

dalam struktur organisasi biasanya berupa ketidakjelasan

pembagian wewenang, penggunaan sarana dan prasarana,

pelaksanaan tugas, dualisme kepemimpinan dan sejenisnya.

Bila sebab konfl ik telah ditemukan, struktur organisasi dirubah

sedemikian rupa sehingga menghindari benturan-benturan

kepentingan.

Anda mungkin juga menyukai