Anda di halaman 1dari 12

PELESTARIAN

SUMBERDAYA PERIKANAN

BALAI PENYULUHAN KECAMATAN BANJANG


KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
2015
Warisan Anak Cucu

Sumber daya ikan dan lahan pembudidayaan ikan yang

potensial di tanah air kita, merupakan berkah dari Allah SWT

yang diamanahkan kepada kita. Oleh pengelolaan sumber daya

ikan perlu dilakukan sebaik-baiknya demi kesejahteraan

masyarakat serta

terbinanya

kelestarian sumber

daya ikan dan

lingkungannya.

Lingkungan yang

kita tempati dan sumber daya ikan yang ada saat ini bukanlah

warisan leluhur namun merupakan titipan dan amanah dari

anak cucu yang harus kita jaga kelestariannya. Memang,

pemerintah telah mengeluarkan berbagai produk hukum yang

mengatur pelestarian lingkungan dan sumber daya ikan. Selain

1
itu upaya pelestarian sumber daya ikan dan lingkungan

peraiaran umum selama ini juga telah banyak dilakukan oleh

berbagai pihak. Baik itu pemerintah, LSM, maupun elemen

masyarakat lainnya. Pemkab Hulu Sungai Utara melalui Dinas

Perikanan dan Perternakan Kabupaten Hulu Sungai Utara

misalnya, berkali-

kali telah

melakukan

restocing dengan

menebarkan

berbagai jenis

benih ikan di peraiaran umum seperti perairan sungai, danau,

dan Rawa, ribuan ekor setiap tahunnya. Demikian juga halnya

yang dilakukan oleh LSM, Civitas Akademika serta komponen

masyarakat lainnya. Berbagai produk hukum yang telah

dibuat dan upaya pelestarian sumber daya ikan dan

lingkungan perairan umum tersebut tentu akan sia-sia bila

2
masih ada kelompok atau oknum masyarakat yang melakukan

penangkapan ikan secara illegal menggunakan alat dan bahan

terlarang seperti potas, setrum atau bahan peledak. Lihat saja,

akibat perbuatan illegal tersebut berbagai jenis ikan lokal

endemik di Paminggir belakangan sudah sulit ditemukan

karena semakin langka, bahkan beberapa jenis di antaranya

nyaris punah. Sebut saja ikan jenis Belida (pipih) lokal

Paminggir (Nopterus notopterus) yang merupakan ikan

endemik di Sungai dan rawa, Hulu Sungai Utara, yang kini

nyaris punah. Demikian juga dengan jenis ikan lokal lainnya

seperti Jelawat (Leptobarbus hoevenil) yang merupakan titipan

anak cucu kita, sulit ditemukan lagi dan sudah nyaris punah di

alam aslinya.

3
Apakah mereka kelak masih bisa melihatnya lagi?

Dasar Hukum

Dalam rangka pelestarian sumber daya ikan, khususnya di

Kabupaten Hulu Sungai Utara paling tidak ada lima dasar

hukum yang dapat dijadikan pedoman di antaranya adalah:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun

2004 tentang Perikanan

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

1997 tentang Lingkungan Hidup

3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang

Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

4. Perda Provinsi Kalimatan Selatan Nomor 24 Tahun

2009 tentang Perlestarian Sumber Daya Ikan

5. Perda Hulu Sungai Utara Nomor 10 Tahun 2002 tentang

Perlestarian Sumber Daya Ikan.

4
Meski banyak produk hukum yang bisa dijadikan

pedoman, dalam brosur ini lebih difokuskan pembahasannya

dengan mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Beberapa

Pengertian Pada UU RI No: 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,

pada pasal

1 tercantum beberapa pengertian sebagai berikut :

A. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubu-ngan

dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan

dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,

pengolahan sampai dengan pemasaran yang

dilaksanakan dalam suatu bisnis perikanan

B. Sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan

Lingkungan sumber daya ikan adalah perairan tempat

kehidupan sumber daya ikan termasuk biota dan faktor

alamiah sekitarnya Ikan adalah segala jenis organisme

5
yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya di

dalam lingkungan perairan.

C. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh

ikan di perairan yang tidak dalam keadaan

dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk

kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat,

mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani,

mengolah dan/atau mengawetkannya.

D. Kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung

lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan

ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,

pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan

ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi

perikanan.

Petikan Pasal

6
Berikut ini petikan beberapa pasal pada UU No.31

Tahun 2004 tentang Perikanan.

Pasal 8

1. Setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan

dan/atau pembudidayaan ikan dengan

menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan

peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan

yang dapat merugikan dan/atau mem-bahayakan

kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkun-

gannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik

Indonesia.

2. Nahkoda atau pemimpin kapal perikanan, ahli

penangkan ikan, dan anak buah kapal yang

melakukan penangkapan ikan dilarang

menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan

peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan

7
yang dapat merugikan dan/atau membahayakan

kelestarian sumber daya ikan dan/atau

lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia.

Pasal 12

1. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang

mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan

sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di

wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.

Ketentuan Pidana

8
Pasal 84

1. Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah

pengelolaan perikanan Republik Indonesia

melakukan penangkapan ikan dan/atau melakukan

pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan

kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau

cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan

dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya

ikan dan/atau lingkungannya sebagaimana

dimaksud dalam pasal 8 ayat (1), dipidana dengan

pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan

denda paling banyak Rp 1.200.000.000 (satu miliar

dua ratus juta rupiah)

2. Nahkoda atau pemimpin kapal perikanan, ahli

penangkapan ikan dan anak buah kapal yang

9
dengan sengaja melakukan penangkapan ikan

dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis,

bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau

bangunan yang dapat merugikan dan/atau

membahayakan kelestarian sumber daya ikan

dan/atau lingkungannya sebagaimana dimaksud

dalam pasal 8 ayat (2) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda

paling banyak Rp 1.200.000.000 (satu miliar dua

ratus juta rupiah)

Pasal 86

1. Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah

pengelolaan perikanan Republik Indonesia

melakukan perbuatan yang mengakibatkan

pencemaran dan/atau kerusakan sumber daya ikan

10
dan/atau lingkungannya sebagai-mana dimaksud

dalam Pasal 12 ayat 91) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda

paling banyak Rp. 2.000.000.000 (dua miliar

rupiah).

11

Anda mungkin juga menyukai