Anda di halaman 1dari 14

ISSN 2337-6686

ISSN-L 2338-3321

DAMPAK HOSPITALISASI TERHADAP


PERKEMBANGAN ANAK

Yuli Utami
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Binawan
E-mail: yuli@binawan-ihs.co.id

Abstrak: Hospitalisasi pada anak merupakan pengalaman yang penuh dengan stress, baik bagi anak itu sendiri maupun orang tua.
Banyaknya stressor yang dialami anak ketika menjalani hospitalisasi menimbulkan dampak negatif yang mengganggu perkembangan anak.
Sejalan dengan peningkatan jumlah anak yang dirawat di rumah sakit akhir-akhir ini, beresiko terjadi peningkatan populasi anak yang
mengalami gangguan perkembangan. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan membahas tentang: (1) Stressor hospitalisasi (2) Respon
anak ketika menjalani hospitalisasi (3) Respon keluarga terhadap hospitalisasi (4) Dampak hospitalisasi (5) Cara meminimalkan dampak
hospitalisasi. Metode penulisan ini adalah kajian kepustakaan dengan pendekatan deskriptif eksploratif. Dapat disimpulkan bahwa (1)
lingkungan rumah sakit dapat merupakan penyebab stress dan kecemasan pada anak. Stressor yang ada di rumah sakit ini, akan dihadapi oleh
anak ketika menjalani hospitalisasi, (2) dengan keterbatasan koping yang dimiliki menimbulkan beragam respon anak ketika menghadapi
stresor yang ada, (3) keluarga sebagai unit terkecil sangat rentan dan terpengaruh ketika anak menjalani hospitallisasi, (4) terdapat resiko
dampak negatif terhadap perkembangan anak dan (5) membutuhkan penanganan secara tepat, terencana dan terorganisir.

Kata kunci: hospitalisasi, anak, perkembangan anak.

Abstract: Hospitalization in children is a stressful experience for both the children themselves and their parents. The number of stressors
experienced by children when undergoing hospitalization interfere adversely affecting the child's development. The hospital environment can
be a cause of stress and anxiety in children.In line with the increase in the number of children who were hospitalized late population at risk
of an increase in children who have developmental disorders. The objective of this research are to identify and discuss discuss : (1) stressors
of hospitalization (2) the child's response when undergoing hospitalization (3) the family's response to hospitalization (4) Impact of
hospitalization (5) Minimize the impact of hospitalization. The method used is the study of literature with descriptive exploratory approach. It
can be concluded that: (1) there are stressors in the hospital will be faced by children when undergoing hospitalization, (2) with limited
coping owned subsidiary raises a variety of responses when faced with stressors that exist, (3) the family as the smallest unit that is very
vulnerable affected by the presence of hospitallisasi, (4) negative impact on the development of children at risk appear and (5) require
proper handling, planned and organized.

Key words: hospitalization, children, child development.

PENDAHULUAN Sejalan dengan peningkatan jumlah anak yang


Latar belakang penulisan artikel ini adalah dirawat di rumah sakit akhir-akhir ini beresiko terjadi
semakin meningkatnya populasi anak yang dirawat di peningkatan populasi anak yang mengalami gangguan
rumah sakit, dimana hospitalisasi pada anak perkembangan. Risiko disfungsi perkembangan pada
merupakan pengalaman yang penuh dengan stress, anak merupakan dampak hospitalisasi sejalan dengan
baik bagi anak itu sendiri maupun orang tua. bertambahnya jumlah populasi anak yang dirawat di
Banyaknya stressor yang dialami anak ketika rumah sakit.
menjalani hospitalisasi menimbulkan dampak negatif Anak merupakan populasi yang sangat rentan
yang mengganggu perkembangan anak. Lingkungan terutama ketika menghadapi situasi yang membuat
rumah sakit dapat merupakan penyebab stress dan stres. Hal ini dikarenakan kemampuan koping yang
kecemasan pada anak. Berdasarkan data Perhimpunan digunakan oleh orang dewasa pada anak-anak belum
Nasional Rumah Sakit Anak di Amerika, sebanyak 6,5 berkembang dengan sempurna.
juta anak/tahun yang menjalani perawatan di rumah Kondisi anak yang dirawat di rumah sakit saat ini
sakit dengan usia kurang dari 17 tahun banyak mengalami masalah yang lebih serius dan
(McAndrews,2007, dalam Roberts,2010). kompleks dibandingkan kejadian hospitalisasi pada
tahuntahun sebelumnya. Timbul tantangan-tantangan

Jurnal Ilmiah WIDYA 9 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli


2014
Yuli Utami, 9 - 20 Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak
yang harus dihadapi anak, seperti mengatasi suatu 3. Faktor kurangnya informasi yang didapat
perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan yang anak dan orang tuanya ketika akan menjalani
asing baginya, penyesuaian dengan banyak orang yang hospitalisasi. Hal ini dimungkinkan mengingat proses
mengurusnya, dan kerap kali harus berhubungan dan hospitalisasi merupakan hal yang tidak umum di alami
bergaul dengan anak-anak lain yang sakit serta oleh semua orang. Proses ketika menjalani
pengalaman mengikuti terapi yang menyakitkan. hospitalisasi juga merupakan hal yang rumit dengan
Tujuan penelitian ini untuk membahas lebih berbagai prosedur yang dilakukan (Gordon dkk,2010).
detail tentang: (1) Stressor hospitalisasi (2) Respon 4. Faktor kehilangan kebebasan dan
anak ketika menjalani hospitalisasi (3) Respon kemandirian;Aturan ataupun rutinitas rumah sakit,
keluarga terhadap hospitalisasi (4) Dampak prosedur medis yang dijalani seperti tirah baring,
hospitalisasi (5) Meminimalkan dampak hospitalisasi. pemasangan infus dan lain sebagainya sangat
Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan mengganggu kebebasan dan kemandirian anak yang
dengan pendekatan deskriptif eksploratif. sedang dalam taraf perkembangan (Price &
Gwin,2005).
PEMBAHASAN Hospitalisasi 5. Faktor pengalaman yang berkaitan dengan
Menurut Supartini (2004), hospitalisasi pelayanan kesehatan; semakin sering seorang anak
merupakan suatu proses dimana karena alasan tertentu berhubungan dengan rumah sakit, maka semakin kecil
atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di RS, bentuk kecemasan atau malah sebaliknya (Pelander &
menjalani terapi perawatan sampai pemulangannya Leino-Kilpi,2010).
kembali ke rumah. Hospitalisasi adalah bentuk stressor 6. Faktor perilaku atau interaksi dengan
individu yang berlangsung selama individu tersebut petugasrumah sakit; khususnya perawat; mengingat
dirawat di rumah sakit (Wong,2003). Menurut WHO, anak masih memiliki keterbatasan dalam
hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam perkembangan kognitif, bahasa dan komunikasi.
ketika anak menjalani hospitalisasi karena stressor Perawat juga merasakan hal yang sama ketika
yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak berkomunikasi, berinteraksi dengan pasien anak yang
aman. menjadi sebuah tantangan, dan dibutuhkan sensitifitas
Beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres yang tinggi serta lebih kompleks dibandingkan dengan
ketika anak menjalani hospitalisasi seperti: pasien dewasa. Selain itu berkomunikasi dengan anak
1. Faktor Lingkungan rumah sakit; Rumah sakit juga sangat dipengaruhi oleh usia anak, kemampuan
dapat menjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat kognitif, tingkah laku, kondisi fisik dan psikologis
dari sudut pandang anak-anak. Suasana rumah sakit tahapan penyakit dan respon pengobatan (Pena &
yang tidak familiar, wajah-wajah yang asing, berbagai Juan,2011).
macam bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau
yang khas, dapat menimbulkan kecemasan dan Respon Anak ketika Menjalani Hospitalisasi
ketakutan baik bagi anak ataupun orang tua. (Norton- Hospitalisasi dapat dianggap sebagai suatu
Westwood,2012). 2. Faktor Berpisah dengan orang pengalaman yang mengancam dan merupakan sebuah
yang sangat berarti; Berpisah dengan suasana rumah stressor, serta dapat menimbulkan krisis bagi anak dan
sendiri, benda-benda yang familiar digunakan sehari- keluarga. Hal ini mungkin terjadi karena anak tidak
hari, juga rutinitas yang biasa dilakukan dan juga memahami mengapa di rawat, stress dengan adanya
berpisah dengan anggota keluarga lainnya (Pelander & perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan
Leino-Kilpi,2010). kebiasaan sehari-hari dan keterbatasan mekanisme
koping. Menurut Alimul (2005) anak akan
memberikan reaksi saat sakit dan mengalami proses

Jurnal Ilmiah WIDYA 10 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli 2014


Yuli Utami, 9 - 20 Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak
hospitalisasi. Reaksi tersebut dipengaruhi oleh tingkat perkembangannya seperti: (a) Kehilangan kendali
perkembangan, pengalaman sebelumnya, support pada bayi; bayi sedang mengembangkan ciri
system dalam keluarga, ketrampilan koping dan berat kepribadian sehat yang paling penting yaitu rasa
ringannya penyakit. percaya yang dibangun melalui pemberian kasih
Menurut Wong (2003) berbagai perasaan sayang secara terus menerus dari orang yang
merupakan respons emosional seperti: mengasuhnya. Bayi berusaha mengendalikan
1. Cemas akibat Perpisahan lingkungannya dengan ungkapan emosional seperti
Kecemasan yang timbul merupakan respon menangis dan tersenyum. Asuhan yang tidak konsisten
emosional terhadap penilaian sesuatu yang berbahaya, dan penyimpangan dari rutinitas harian bayi tersebut
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak dapat menyebabkan rasa tidak percaya dan
berdaya (Stuart & Sundeen, 1998). Menurut Wong menurunkan rasa kendali (Wells dkk,1994 dikutip oleh
(2003), Stres utama dari masa bayi pertengahan Wong,2003), (b) Kehilangan kendali pada Toddler;
sampai usia prasekolah, terutama untuk anak-anak sesuai dengan teori Ericson dalam Price & Gwin
yang berusia 6 bulan sampai 30 bulan adalah (2005), bahwa pada fase ini anak sedang
kecemasan akibat perpisahan yang disebut sebagai mengembangkan kemampuan otonominya. Akibat
depresi anaklitik. Pada kondisi cemas akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan kehilangan
perpisahan anak akan memberikan respon berupa kebebasan dalam mengembangkan otonominya.
perubahan perilaku. Keterbatasan aktifitas, kurangnya kemampuan untuk
Manifestasi kecemasan yang timbul terbagi memilih dan perubahan rutinitas dan ritual akan
menjadi tiga fase yaitu: (a) fase protes (phase of menyebabkan anak merasa tidak berdaya. Toddler
protest); anakanak bereaksi secara agresif dengan bergantung pada konsistensi dan familiaritas ritual
menangis dan berteriak memanggil orang tua, menarik harian guna memberikan stabilitas dan kendali selama
perhatian agar orang lain tahu bahwa ia tidak ingin masa pertumbuhan dan perkembangan. Area toddler
ditinggalkan orang tuanya serta menolak perhatian dalam hal ritual mencakup makan, tidur, mandi,
orang asing atau orang lain dan sulit ditenangkan. (b) toileting dan bermain. Jika rutinitas tersebut terganggu,
fase putus asa (phase of despair); dimana tangisan maka dapat terjadi kemunduran terhadap kemampuan
akan berhenti dan muncul depresi yang terlihat adalah yang sudah dicapai atau disebut dengan regresi
anak kurang begitu aktif, tidak tertarik untuk bermain (Wong,2003), (c) Kehilangan kendali pada anak
atau terhadap makanan dan menarik diri dari orang prasekolah; anak usia prasekolah menerima keadaan
lain.dan (c) fase menolak (phase of denial); masuk rumah sakit dengan rasa ketakutan. Jika anak
merupakan fase terakhir yaitu fase pelepasan atau sangat ketakutan, ia dapat menampilkan perilaku
penyangkalan, dimana anak tampak mulai mampu agresif, dari menggigit, menendang-nendang, bahkan
menyesuaikan diri terhadap kehilangan, tertarik pada berlari keluar ruangan. Selain itu ada sebagian anak
lingkungan sekitar, bermain dengan orang lain dan yang menganggapnya sebagai hukuman sehingga
tampak membentuk hubungan baru, meskipun perilaku timbul perasaan malu dan bersalah, dipisahkan, merasa
tersebut dilakukan merupakan hasil dari kepasrahan tidak aman dan kemandiriannya terhambat (Wong,
dan bukan merupakan kesenangan. 2003). Beberapa di antaranya akan menolak masuk
rumah sakit dan secara terbuka menangis tidak mau
2. Kehilangan Kendali dirawat. Ekspresi verbal yang ditampilkan seperti
Kurangnya kendali akan mengakibatkan persepsi mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja
ancaman dan dapat mempengaruhi ketrampilan koping sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang
anak-anak. Kehilangan kendali pada anak sangat tua. Biasanya anak akan bertanya karena bingung dan
beragam dan tergantung usia serta tingkat tidak mengetahui keadaan di sekelilingnya. Selain itu,

Jurnal Ilmiah WIDYA 11 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli 2014


Yuli Utami, 9 - 20 Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak
anak juga akan menangis, bingung, khususnya bila
keluar darah atau

Jurnal Ilmiah WIDYA 12 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli 2014


Yuli Utami, 9 - 20 Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak

mengalami nyeri pada anggota tubuhnya. Ditambah memukul-mukul (Tamowski dan Brown,1995 dikutip
lagi, beberapa prosedur medis dapat membuat anak oleh Wong,2003).
semakin takut, cemas, dan stres, (d) Kehilangan Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan tampak
kendali pada anak sekolah; banyak rutinitas di rumah tidak memiliki ingatan yang nyata tentang pengalaman
sakit seperti tirah baring yang dipaksakan, penggunaan nyeri sebelumnya. Sedangkan bayi yang lebih tua
pispot, ketidakmampuan memilih menu, kurangnya bereaksi lebih intens, disertai resistensi fisik dan tidak
privasi, kegiatan mandi di tempat tidur, penggunaan kooperatif. Mereka menolak berbaring diam, berusaha
kursi roda atau brankar dapat menyebabkan ancaman mendorong orang tersebut agar menjauh, atau mencoba
dan kehilangan kendali pada anak sekolah melarikan diri dengan aktifitas motorik apa pun yang
(Wong,2003). Akan tetapi jika anak-anak tersebut telah mereka capai.
diizinkan memegang kendali dengan cara 2. Reaksi Toddller Cedera Tubuh dan Nyeri
melibatkannya dalam setiap prosedur yang Pemahaman toddler tentang citra tubuh, terutama
memungkinkan, mereka akan berespon dengan sangat definisi batasan tubuh, perkembangannya masih sangat
baik terhadap prosedur apa pun. Hal ini biasanya buruk. Pengalaman intrusif seperti pemeriksaan telinga
terjadi akibat perasaan berguna dan produktif untuk atau mulut atau pemeriksaan suhu rektal merupakan
anak-anak yang sedang belajar "bertindak dewasa", (e) prosedur yang sangat mencemaskan dan toddler
Kehilangan kendali pada remaja; segala sesuatu bereaksi sama kerasnya dengan prosedur yang
yang mempengaruhi kemandirian, pengakuan diri, dan menyakitkan.
kebebasan dalam pencarian identitas diri pada remaja Secara umum, anak dalam kelompok usia ini terus
akan menimbulkan ancaman dan kehilangan kendali. bereaksi dengan kemarahan emosional yang kuat dan
Penyakit yang membatasi kemampuan fisik seseorang resistensi fisik terhadap pengalaman nyeri baik yang
dan hospitalisasi yang memisahkan seseorang dari aktual maupun yang dirasakan. Perilaku yang
sistem pendukungnya merupakan krisis situasional mengindikasikan nyeri antara lain, meringis kesakitan,
yang utama. Remaja dapat bereaksi terhadap mengatupkan gigi dan atau bibir, membuka mata
ketergantungan dengan penolakan, tidak mau lebarlebar, mengguncang-guncang, menggosok-gosok,
bekerjasama atau menarik diri. Mereka dapat berespon dan bertindak agresif, seperti menggigit, menendang,
terhadap depersonalisasi dengan pengkuan diri, marah memukul, atau melarikan diri. Tidak seperti orang
atau frustasi sehingga staf rumah sakit sering dewasa yang biasanya mengurangi aktifitasnya pada
menganggap remaja sebagai pasien yang sulit dan tidak saat nyeri, anakanak cenderung lebih gelisah dan
dapat diatur. sangat aktif, seringkali respon ini tidak diketahui
sebagai akibat dari nyeri. Di akhir periode ini, toddler
Cedera Tubuh dan Nyeri 1. Reaksi Bayi terhadap biasanya mampu mengkomunikasikan nyeri dengan
Cedera Tubuh dan Nyeri cara menunjuk area spesifik nyeri yang mereka
Respon bayi terhadap nyeri setelah lahir hampir rasakan, meskipun begitu anak belum mampu
serupa, meskipun terdapat keberagaman yang jelas menggambarkan jenis dan intensitas nyeri.
dalam pengukuran distres terutama pada tangisan awal 3. Reaksi Anak Pra Usia Sekolah terhadap Cedera
dan frekuensi jantung, yang dapat menurun pada Tubuh dan Nyeri
beberapa bayi. Indikator distres yang paling kosisten Anak pra usia sekolah sulit membedakan antara
adalah ekspresi wajah terhadap ketidak nyamanan. kenyataan dan khayalan, dimana mereka percaya
Gerakan tubuh termasuk menggeliat, menyentak dan bahwa sakit yang alami disebabkan pikiran atau

Jurnal Ilmiah WIDYA 13 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli 2014


Yuli Utami, 9 - 20 Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak

tindakannya sendiri. Perasaan bersalah timbul ketika 4. Reaksi Anak Usia Sekolah terhadap Cedera
mengalami suatu kecelakaan yang akibat kelalaian Tubuh dan Nyeri
seperti ketika terjatuh atau terbakar. Pemikirannya Ketakutan mendasar terhadap sifat fisik dasar
mereka difokuskan pada kejadian eksternal yang penyakit timbul pada saat anak usia sekolah tidak
dirasakan dan kausalita dibuat berdasarkan kedekatan begitu khawatir terhadap nyeri jika dibandingkan
antara dua kejadian. Akibatnya, anak-anak dengan disabilitas, pemulihan yang tidak pasti atau
mendefinisikan penyakit berdasarkan apa yang kemungkinan kematian. Anak usia sekolah mulai
diberitahukan atau bukti eksternal yang diberikan, menunjukkan kekhawatiran terhadap: (a) kemungkinan
seperti "Kamu sakit karena kamu menderita demam". efek prosedur yang dilakukan, (b) tahu apakah prosedur
Prosedur intrusif, baik yang menimbulkan nyeri tersebut akan menyakitkan atau tidak, (c) untuk apa dan
maupun yang tidak merupakan ancaman bagi anak bagaimana prosedur tersebut dapat membuat mereka
prasekolah yang konsep integritas tubuhnya belum lebih baik dan cedera atau bahaya apa yang dapat
berkembang baik. Mereka bereaksi terhadap injeksi terjadi. Seperti contoh tindakan anestesi, dimana anak
sama khawatirnya dengan nyeri saat jarum dicabut dan usia prasekolah takut terhadap masker atau lingkungan
takut intrusi atau pungsi pada tubuh tidak akan yang asing sedangkan anak usia sekolah merasa takut
menutup kembali dan "isi tubuh" mereka akan keluar. terhadap apa yang akan terjadi pada saat mereka tidur,
Reaksi terhadap nyeri cenderung sama dengan apakah mereka akan bangun kembali dan apakah
reaksi anak usia toddler, akan tetapi anak usia pra mereka akan mati.
sekolah memiliki respon yang lebih baik ketika Anak usia sekolah mampu mengkomunikasikan
diberikan penjelasan dan distraksi terhadap prosedur secara verbal nyeri yang mereka alami berkaitan
yang dilakukan. Pada umumnya anak berespon dengan dengan letak, intensitas dan deskripsinya. Secara
mendorong orang yang akan melakukan prosedur agar umum, mereka telah mempelajari koping menghadapi
menjauh, mencoba mengamankan peralatan atau nyeri seperti berpegangan erat, mengepalkan tangan
berusaha mengunci diri di tempat yang aman. Mereka atau mengatupkan gigi atau mencoba bertindak berani
lebih banyak memikirkan untuk menyerang dan dengan meringis atau berteriak. Pada anak yang berusia
melarikan diri. di atas 8 tahun sudah mampu menggambarkan nyeri
Ekspresi verbal anak usia pra sekolah dengan berbagai kata atau frase seperti, menyakitkan,
menunjukkan kemajuan dalam berespon terhadap stres. luka, terbakar, tersengat, sakit dan seperti pisau tajam
Anak dapat menganiaya perawat secara verbal dengan (Tesler dkk,1991 dikutip oleh Wong,2003).
mengatakan "Pergi dari sini" atau "Saya benci kamu". Anak usia sekolah juga menggunakan kata-kata
Anak juga menggunakan pendekatan yang cerdik untuk untuk mengendalikan reaksi mereka terhadap nyeri.
mempengaruhi orang agar menyerah dalam melakukan Mereka dapat meminta perawat untuk berbicara
prosedur. Permintaan yang banyak digunakan adalah, dengannya selama prosedur, sebagian memilih
"Tolong saya jangan disuntik; Saya akan bersikap baik berpartisipasi selama prosedur, ada yang memilih
bila tidak disuntik". Anak pra sekolah dapat menjauhkan diri dengan tidak melihat pada apa yang
menunjukkan letak nyeri mereka dan dapat sedang terjadi. Sebagian besar menghargai penjelasan
menggunakan skala nyeri dengan yang tepat. prosedur yang diberikan dan tampak tidak begitu takut
jika mereka mengetahui apa yang akan terjadi dan
sebaliknya anak yang lain berusaha untuk mendapatkan
kendali dengan berupaya menunda kejadian tersebut.

Jurnal Ilmiah WIDYA 14 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli 2014


Yuli Utami, 9 - 20 Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak

5. Reaksi Anak Usia Remaja terhadap Cedera seperti keterbatasan gerak, ketenangan yang berlebihan
Tubuh dan Nyeri atau iritabilitas.
Meskipun perkembangan citra tubuh dimulai pada
saat lahir, namun relevansinya memuncak selama masa Respon Keluarga terhadap Hospitalisasi 1. Respon
remaja. Perubahan apapun yang membedakan remaja Orang Tua
dari teman sebayanya dianggap sebagai suatu tragedi Beberapa penelitian menunjukkan, orang tua
besar. Oleh karena itu sifat cedera tubuh dalam merasakan kecemasan yang tinggi terutama ketika
persepsi remaja tentang penyakit dianggap lebih pertama kali anaknya dirawat di RS, orang tua yang
penting dibandingkan tingkat keparahan. kurang mendapat dukungan emosi dan sosial keluarga,
Citra tubuh remaja yang berubah dengan cepat kerabat dan petugas kesehatan dan saat orang tua
membuat mereka sangat khawatir terhadap mendengar keputusan dokter tentang diagnosa penyakit
abnormalitas yang dapat disebabkan oleh penyakit anaknya (Frieddman,1997).
yang diderita. Mengajukan banyak pertanyaan, menarik Reaksi orang tua terhadap penyakit anak sangat
diri, menolak orang lain, atau mempertanyakan bergantung kepada keberagaman faktor-faktor yang
keadekuatan perawatan merupakan respon terhadap mempengaruhinya antara lain: (1) keseriusan ancaman
kekhawatiran tersebut. Mereka juga terkadang bersikap terhadap anak, (2) pengalaman sebelumya dengan sakit
terlalu percaya diri, sombong dan sok tahu sebagai atau hospitalisasi, (3) prosedur medis yang terlibat
manifestasi dari kehilangan kendali dan perubahan citra dalam diagnosis dan pengobatan, (4) sistem pendukung
tubuh. yang ada, (5) kekuatan ego pribadi, (6) kemampuan
Perubahan seksual menyebabkan remaja sangat koping sebelumnya, (7) stres tambahan pada sistem
khawatir tentang privasi. Hal ini menjadi stres yang keluarga, (8) keyakinan budaya dan agama, serta (9)
sangat besar daripada nyeri fisik. Remaja juga aktif pola komunikasi di antara anggota keluarga
mencari informasi terkait perkembangan normal dan (Wong,2003).
sesuai dengan standar. Jika menderita suatu penyakit, 2. Respon Sibling
mereka takut pertumbuhan mereka akan mengalami Sibling sangat terpengaruh dalam menghadapi
kemunduran, sehingga mereka tertinggal dari teman- anggota keluarga yang sedang di rawat dirumah sakit.
teman sebayanya. Sibling akan merasa cemburu, marah, benci, iri dan
Remaja sudah memiliki pengendalian diri yang merasa bersalah. Hal tersebut dikarenakan secara tiba-
lebih baik ketika berespon terhadap nyeri. Resistensi tiba perhatian keluarga sedang tertuju kepada
dan agresi fisik berkurang pada usia ini kecuali jika saudaranya yang sakit sehingga sibling akan merasa
remaja tersebut tidak disiapkan secara total untuk terabaikan. Menurut pendapat Simon, (1993) yang di
menghadapi prosedur. kutip oleh Wong, (2003), berdasarkan pengalaman 45
Sejalan dengan perkembangan kognitif, remaja sibling yang dikaji persepsinya, mereka mengalami
sudah mampu menggambarkan pengalaman nyeri yang stres yang sama tingkatannya dengan stres pada anak
dirasakan dan menggunakan alat pengkajian nyeri yang menjalani hospitalisasi. Untuk mengatasi hal ini,
untuk orang dewasa. Akan tetapi remaja terkadang perawat dapat membantu orang tua mengidentifikasi
merasa enggan mengungkapkan nyeri mereka sehingga dan memenuhi kebutuhan sibling antara lain: (1)
mengharuskan perawat untuk mendengarkan keluhan memberikan informasi tentang kondisi penyakit
dengan cermat dan mengobservasi tanda-tanda fisik saudara kandung dan sejauh mana perkembangannya,
(2) membiarkan sibling untuk mengunjungi saudaranya

Jurnal Ilmiah WIDYA 15 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli 2014


Yuli Utami, 9 - 20 Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak

yang dirawat, (3) anjuran untuk memberikan perhatian dijalani di rumah sakit. Hospitalisasi berulang dan
seperti membuatkan gambar atau kartu serta (4) lama rawat lebih dari 4 minggu dapat berakibat
menelpon saudaranya yang dirawat, membiarkan gangguan dimasa yang akan datang.
sibling untuk terlibat dalam perawatan saudara Gangguan perkembangan juga merupakan dampak
kandung semampunya (Price & Gwin,2005). negatif lain dari hospitalisasi. Penelitian yang
dilakukan oleh Lilis Murtutik dan Wahyuni (2013)
Perubahan Peran Keluarga pada anak pre school penderita leukemia di RSUD Dr.
Selain dampak perpisahan terhadap peran Moewardi menunjukkan bahwa semakin sering anak
keluarga, kehilangan peran orang tua, sibling dan peran menjalani hospitalisasi beresiko tinggi mengalami
keturunan dapat mempengaruhi setiap anggota gangguan pada perkembangan motorik kasar.
keluarga dengan cara berbeda. Salah satu reaksi orang
tua yang paling banyak terjadi adalah perhatian khusus Meminimalkan Dampak Hospitalisasi
dan intensif terhadap anak yang sedang sakit. Sehingga Mempersiapkan anak menghadapi pengalaman
sibling menganggap hal ini sebagai sesuatu yan tidak rumah sakit dan prosedur merupakan hal yang
adil dan menginterpretasikan sikap orang tua terhadap dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif yang
mereka sebagai penolakan. ditimbulkan karena hospitalisasi. Semua tindakan atau
prosedur di rumah sakit dilakukan berdasarkan prinsip
Dampak Hospitalisasi bahwa ketakutan akan ketidaktahuan (fantasi) lebih
Anak-anak dapat bereaksi terhadap stres besar daripada ketakutan yang diketahui. Oleh karena
hospitalisasi sebelum mereka masuk, selama itu, mengurangi unsur ketidaktahuan dapat mengurangi
hospitalisasi, dan setelah pemulangan. Konsep sakit ketakutan tersebut.
yang dimiliki anak bahkan lebih penting dibandingkan Perawat memiliki peranan penting dalam
usia dan kematangan intelektual dalam memperkirakan memberikan dukungan bagi anak dan keluarga guna
tingkat kecemasan sebelum hospitalisasi (Carson, mengurangi respon stres anak terhadap hospitalisasi.
Gravley, dan Council,1992; Clatworthy, Simon, dan Intervensi untuk meminimalkan respon stres terhadap
Tiedeman,1999; Wong,2003). hospitalisasi menurut Hockenberry dan Wilson (2007),
Sejumlah faktor resiko membuat anak-anak dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: (1)
tertentu lebih rentan terhadap stres hospitalisasi meminimalkan pengaruh perpisahan, (2)
dibandingkan dengan lainnya. Mungkin karena meminimalkan kehilangan kontrol dan otonomi, (3)
perpisahan merupakan masalah penting seputar mencegah atau meminimalkan cedera fisik, (4)
hospitalisasi bagi anak-anak yang lebih muda, anak mempertahankan aktivitas yang menunjang
yang aktif dan berkeinginan kuat, cenderung lebih baik perkembangan, (5) bermain, (6) memaksimalkan
ketika hospitalisasi dibandingkan anak yang pasif. Hal manfaat hospitalisasi anak, (7) mendukung anggota
ini mengharuskan perawat harus mewaspadai anak- keluarga, (8) mempersiapkan anak untuk dirawat di
anak yg pasif karena membutuhkan dukungan yang rumah sakit.
lebih banyak daripada anak yang aktif. Persiapan yang dibutuhkan anak pada saat masuk
Berkembangnya gangguan emosional jangka rumah sakit bergantung pada jenis konseling pra rumah
panjang dapat merupakan dampak dari hospitalisasi. sakit yang telah mereka terima. Jika mereka telah
Gangguan emosional tersebut terkait dengan lama dan dipersiapkan dalam suatu program formal, mereka
jumlah masuk rumah sakit, dan jenis prosedur yang biasanya mengetahui apa yang akan terjadi dalam

Jurnal Ilmiah WIDYA 16 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli 2014


Yuli Utami, 9 - 20 Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak

prosedur medis awal, fasilitas rawat inap dan staf menjalani pembedahan elektif melaporkan jika
keperawatan. Persiapan pemberian informasi yang kecemasan berkurang setelah mendapat informasi yang
akurat akan membantu anak mengurangi jelas sebelum operasi dilakukan (Shirley et al.1998;
ketidakpastian, meningkatkan kemampuan koping, Gordon dkk.2010).
meminimisasi stres, mengoptimalkan hasil pengobatan, Pemberian informasi yang adekuat terbukti dapat
dan waktu penyembuhan (Jaaniste dkk.2007, dalam menurunkan kecemasan orang tua dan ketakutan anak
Gordon dkk.2010). yang akan menjalani hospitalisasi. Meskipun begitu,
Penelitian (Schmidt 1990; Margolis dkk. 1998; masih sedikit literatur yang menjelaskan tentang hal-
Claar dkk. 2002; Gordon dkk. 2010) membuktikan jika hal apa saja yang ingin diketahui baik oleh orang tua
seorang anak mendapat informasi yang jelas terlebih dan anak yang akan menjalani perawatan di rumah
dahulu sebelum prosedur dilakukan, pada umumnya sakit, dan informasi apa saja yang sudah mereka
akan memiliki hasil yang baik (stres berkurang dan terima. Berdasarkan penelitian Gordon dkk, (2010),
penyesuaian lebih baik) selama dan setelah tindakan. para orang tua mencatat sebanyak 163 pertanyaan yang
Oleh sebab itu, jika informasi yang diberikan konsisten ingin diketahui anak mereka sebelum masuk dan
dengan pengalaman rumah sakit yang nantinya akan dirawat di rumah sakit. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
benar-benar dialami oleh anak, anak akan cenderung berhubungan dengan waktu seperti durasi dan lamanya
memiliki rasa percaya yang lebih besar terhadap prosedur dilakukan, nyeri, detail prosedur, anestesi,
pemberi informasi dan pemberi pelayanan yang terlibat jarum suntik, kemungkinan kehadiran orang tua,
(Gordon dkk, 2010). aktifitas yang dapat dilakukan di rumah sakit, meminta
Penelitian (Kain dkk,1997; Chapados dkk,2002; penjelasan dan alasan lebih detail, lingkungan rumah
Franck & Spencer 2005; Spencer & Franck 2005; sakit, mencari kepastian contoh: apakah aku akan
Gordon dkk,2010) menunjukkan jika orang tua pada meninggal?, dan pertanyaan pelengkap apakah aku
umumnya menginginkan dan menghargai informasi mendapatkan libur dari sekolah?. Anak yang merasa
yang jelas dan lengkap mengenai hospitalisasi yang puas dengan penjelasan yang diberikan sebelum
akan dialami oleh anak mereka. Melnyk (1994) di kutip menjalani hospitalisasi, mengungkapkan perasaan takut
oleh Gordon dkk (2010), juga berpendapat jika orang yang berkurang jika suatu saat mereka dirawat kembali
tua diinformasikan tentang kemungkinan respon anak di rumah sakit untuk menjalani prosedur lanjutan. Dari
ketika menjalani prosedur dan peran optimal orang tua total 46.7% anak menerima informasi dari kedua orang
saat itu akan sangat mendukung selama anak menjalani tua dan selanjutnya 12% berasal dari dokter dan
tindakan instrusif. Di sisi lain, kepuasan orang tua perawat.
terhadap perawatan medis anak juga sangat berkaitan Meskipun persiapan untuk hospitalisasi
dengan persepsi orang tua setelah mendapatkan merupakan praktek yang umum, namun belum ada
informasi secara adekuat (Kvaerner et al.2000; standar atau program universal yang di anjurkan untuk
Margaret et al.2002; Gordon dkk.2010). Orang tua semua. Tidak ada kesepakatan yang tegas tentang
merasakan kecemasan yang tinggi terhadap tindakan waktu persiapan tersebut. Proses persiapan dapat
anestesi yang akan dilakukan terhadap anak mereka dilakukan dengan: (1) tur, pertunjukan boneka, dan
(Thompson et al. 1996; Gordon dkk. 2010), meskipun bermain dengan miniatur peralatan rumah sakit. (2)
begitu orang tua mampu mengatasinya setelah menggunakan buku-buku, video atau film atau terbatas
mendapatkan informasi yang lebih jelas dari dokter dan pada deskripsi singkat aspek utama tentang dirawat di
perawat. 40% orang tua dengan anak yang akan

Jurnal Ilmiah WIDYA 17 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli 2014


Yuli Utami, 9 - 20 Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak

rumah sakit (Stewart, Algren dan Arnold, 1994 dalam dapat dilakukan sebagai pengganti ketidakhadiran
Wong,2003). orang tua.
Beberapa pihak berwenang menganjurkan untuk Lingkungan yang akrab juga meningkatkan
menyiapkan anak usia 4 sampai 7 tahun sekitar 1 penyesuaian anak terhadap perpisahan. Jika orang tua
minggu sebelumnya agar mereka dapat memahami tidak dapat melakukan rawat gabung, mereka harus
informasi yang diberikan dan mengajukan pertanyaan. membawa barang-barang kesukaan anak dari rumah ke
Akan tetapi untuk anak yang lebih kecil, yang mulai rumah sakit seperti selimut, alat bermain, botol,
berfantasi tentang apa yang mereka observasi, satu atau peralatan makan, atau pakaian. Kehadiran benda-benda
dua hari sebelum masuk rumah sakit merupakan waktu mati tersebut dapat memberikan rasa nyaman dan
yang tepat untuk persiapan antisipasi. Lamanya sesi ketenangan pada anak. Anak akan menghubungkan
persiapan tersebut harus sesuai dengan rentang kehadiran benda-benda mati tersebut bahwa jika orang
perhatian anak. Semakin kecil usia anak, semakin tua meninggalkan barangbarang tersebut maka orang
singkat program yang diberikan. tua mereka pasti akan kembali. Benda lain yang dapat
dibawa dari rumah di antaranya foto dan audiotape
Mencegah dan Meminimalkan Perpisahan atau rekaman video anggota keluarga yang sedang
Meminimalkan perpisahan pada anak yang melakukan aktifitas seperti membaca cerita,
dirawat di rumah sakit penting dilakukan terutama pada menyanyikan lagu, menceritakan kejadian-kejadian
anakanak yang berusia kurang dari 5 tahun, mengingat atau memperlihatkan suasana di rumah. Untuk anak
anak masih sangat membutuhkan dukungan dari orang- yang lebih besar, memiliki benda favorit yang berharga
orang terdekat terutama orang tuanya. Begitu besarnya juga dapat untuk membantu agar merasa lebih aman di
peran keluarga dalam kehidupan anak-anak, pada saat lingkungan yang asing.
ini sebagian besar rumah sakit bersedia menerima Efek perpisahan juga dapat diminimalisasi dengan
kehadiran orang tua setiap waktu dan banyak mempertahankan kontak anak dengan kegiatan selain
diantaranya yang menyediakan fasilitas seperti bangku kegiatan rumahan seperti melanjutkan pelajaran
atau tempat tidur untuk sedikitnya satu orang tua per sekolah selama sakit dan terisolasi, mengunjungi teman
anak. baik secara langsung maupun melalui surat tertulis atau
Menurut Price & Gwin (2005), seorang perawat telepon dan berpartisipasi dalam proyek yang
harus mengerti akan tahap-tahap perpisahan pada anak menstimulasi jika memungkinkan.
yang sedang menjalani hospitalisasi dan mengerti akan
keterbatasan anak mentoleransi ketidakhadiran orang Meminimalkan Kehilangan Kendali
tua. Ia akan melihat bahwa kunjungan orang tua adalah
Perasaan kehilangan kendali terjadi akibat
hal yang sangat penting, meskipun di sisi lain
perpisahan, restriksi fisik, perubahan rutinitas,
teridentifikasi bahwa proses perpisahan dan pertemuan
pemaksaan ketergantungan dan pemikiran magis.
kembali juga merupakan hal yang sangat menyakitkan.
Untuk meminimalkan kehilangan kendali pada anak
Mempertimbangkan kondisi tersebut, maka pendidikan
ketika hospitalisasi dapat dilakukan dengan beberapa
kesehatan pada orang tua perlu dilakukan untuk
cara antara lain: (1) Meningkatkan kebebasan
menfasilitasi agar kunjungan orang tua dapat teratur
bergerak; bagi anak kecil terutama bayi dan toddler,
dan menimalisasi perasaan tidak adekuat. Selain
(2) memelihara kontak orang tua-anak merupakan
kunjungan orang tua, kehadiran orang dekat lainnya
cara terbaik untuk mengurangi kebutuhan akan restriksi
fisik atau stres yang disebabkan karena restriksi fisik.

Jurnal Ilmiah WIDYA 18 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli 2014


Yuli Utami, 9 - 20 Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak

Seperti, hampir seluruh pemeriksaan fisik dapat fisik, komunikasi / bahasa, mobilitas, pembelajaran,
dilakukan di pangkuan orang tua, dengan orang tua dan ketergantungan dapat menjadikan perhatian khusus
memeluk anak untuk beberapa prosedur seperti ketika menjalani hospitalisasi. Untuk meningkatkan
otoskopi. Sedangkan prosedur yang menimbulkan rasa komunikasi, distrasksi, dan menurunkan kecemasan
nyeri, orang tua dapat diberikan beberapa pilihan serta tingkah laku yang ekstrem membutuhkan
seperti membantu, mengobservasi atau menunggu di penggunaan alat-alat tertentu. Coping kit dengan kartu
luar ruangan. Kebebasan bergerak juga dapat dilakukan komunikasi sederhana, social script book, dan alat
meskipun anak dalam kondisi imobilisasi. Modifikasi distraksi (alat bermain) ditengarai mampu
lingkungan dengan menempakan anak di dalam boks meningkatkan komunikasi dan distraksi pada anak
bermain memang tidak menimbulkan imobilisasi dalam dengan gangguan tumbuh kembang (termasuk autisme)
bentuk konkret, tetapi hal ini dapat membatasi ketika menjalani prosedur di rumah sakit (Drake
stimulasi sensorik tertentu, (3) mempertahankan dkk,2012)
rutinitas anak ketika hospitalisasi; Perubahan jadwal
harian dan hilangnya ritual dapat menimbulkan stres Mencegah atau Meminimalkan Ketakutan akan
terutama pada toddler dan anak prasekolah awal. Salah Cedera Tubuh
satu teknik yang dapat meminimalkan perubahan pada Anak-anak di atas usia satu tahun akan merasa
rutinitas anak adalah penstrukturan waktu. Pendekatan takut jika mengalami cedera tubuh baik akibat mutilasi,
ini paling sesuai untuk anak usia sekolah atau remaja intrusi tubuh, perubahan citra tubuh, disabilitas atau
yang mengerti konsep waktu. Dalam membuat jadwal kematian. Secara umum, persiapan anak-anak untuk
harus melibatkan perawat, anak dan orang tua dan menghadapi prosedur yang menyakitkan dapat
dalam membuat jadwal juga harus mencakup semua menurunkan ketakutan mereka. Oleh karena itu teknik
aktifitas yang penting bagi anak dan perawat, seperti prosedural dimanipulasi sedemikian rupa dan
prosedur pengobatan, tugas-tugas sekolah, latihan, disesuaikan dengan kelompok usia anak sehingga
menonton televisi, bermain dan hobi, (4) Mendorong mampu meminimalkan ketakutan mereka akan cedera
kemandirian; dalam hal perawatan diri menjadi satu tubuh.
hal yang sangat menguntungkan, meskipun perawatan Pada anak usia toddler dan prasekolah, trauma
diri terbatas pada usia dan kondisi fisik anak. akan pengukuran suhu melalui rektal dapat diganti
Umumnya anak diatas usia bayi dapat melakukan dengan melakukan pengukuran suhu melalui aksila
beberapa aktifitas dengan sedikit atau tanpa bantuan atau telinga agar lebih efektif. Kapanpun prosedur
sama sekali. Jika memungkinkan, aktifitas-aktifitas dilakukan pada anak-anak, sebaiknya dilakukan secepat
tersebut dianjurkan di rumah sakit, (5) Meningkatkan mungkin sambil tetap mempertahankan kontak orang
pemahaman; pada umumnya anak merasa lebih tua-anak.
terkendali jika mereka mengetahui apa yang akan Untuk anak-anak yang merasa takut terhadap
terjadi, karena elemen dari rasa takut sudah berkurang. mutilasi bagian tubuh, penting bagi perawat untuk
Persiapan antisipasi dan pemberian informasi sangat berulang kali menekankan alasan dilakukan prosedur
membantu mengurangi stres dan mencegah kurangnya dan mengevaluasi pemahaman anak. Sebagai contoh,
pemahaman (Wong,2003). menjelaskan pelepasan gips pada anak prasekolah
Kehilangan kendali pada anak dengan gangguan tampak cukup sederhana, tetapi pemahaman tentang
perkembangan juga menjadi tantangan tersendiri bagi detail tindakan sangat bervariasi tergantung penjelasan
perawat. Keterbatasan pada aspek mental dan atau yang diberikan. Contoh lain tentang penggunaan

Jurnal Ilmiah WIDYA 19 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli 2014


Yuli Utami, 9 - 20 Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak

perban untuk menutupi luka yang sebenarnya / nyata memiliki fasilitas ruangan khusus untuk anak. Perlu
atau yang hanya pada dipikiran anak. Akan sangat mempertimbangkan kebutuhan dan perkembangan
efektif karena pemikiran anak prasekolah terhadap anak, dengan mempersiapkan sarana di unit perawatan
ketakutan adanya cedera tubuh sangat dominan (Price anak dengan perabotan yang berwarna cerah dan sesuai
& Gwin (2005). dengan usia anak, dekorasi ruangan yang menarik dan
Salah satu dari beberapa cara untuk mengurangi familiar bagi anak, serta adanya ruang bermain yang
nyeri dan ketakutan akan cedera tubuh adalah dengan dilengkapi berbagai macam alat bermain (Price &
distraksi aktif dan pasif ketika dilakukan prosedur. Gwin,2005). Menurut Marks (1998), tempat bermain
Nilson dkk (2013), meneliti tentang bagaimana sebaiknya memiliki area yang luas untuk menfasilitasi
distraksi aktif dan pasif mempengaruhi nyeri, perasaan mobilitas kursi roda, standar infus dan anak yang
tertekan dan kecemasan pada anak usia 5-12 tahun terpasang traksi.
selama menjalani prosedur ganti balutan luka. Hasil Keberagaman alat bermain sesuai dengan usia dan
penelitian tersebut menunjukkan jika anak yang terlibat kebutuhan anak penting dimiliki untuk melengkapi
permainan yang membutuhkan keseriusan (distraksi tempat bermain tersebut. Meskipun tempat bermain
aktif) mengalami penurunan yang cukup signifikan penting disediakan di setiap bangsal anak, terdapat
dalam merasakan nyeri, tertekan dan kecemasan jika beberapa kondisi yang memungkinkan anak tidak dapat
dibandingkan dengan distraksi pasif. terlibat di dalam tempat bermain. Situasi ini
Colwell dkk (2013) meneliti tentang cara lain mengharuskan perawat lebih kreatif untuk memberikan
yang terkait untuk mengurangi nyeri dan ketakuan akan kesempatan bermain pada anak.
cedera tubuh yaitu dengan terapi musik Ketika mengembangkan ruang anak, perlu
(mendengarkan, menyusun lagu, Orff-Based). dipertimbangkan memisahkan ruang tindakan, dengan
Pengaruh interfensi terapi musik terhadap kondisi ruang perawatan. Hal ini dilakukan agar tidak
fisiologis dan tingkah laku psikososial anak yang mengganggu dan membuat anak lain ketakutan ketika
menjalani hospitalisasi mengindikasikan bahwa nyeri sedang dilaksanakan sebuah prosedur (Price &
dan kecemasan sangat menurun, meskipun tidak Gwin,2005). Dengan penataan ruang anak seperti
berpengaruh terhadap kondisi fisiologis (tekanan darah, tersebut di atas, diharapkan anak mampu meningkatkan
denyut jantung dan saturasi oksigen). koping strategi selama menjalani hospitalisasi
Sumber ketakutan lain yang dipersepsikan (Norton,2012).
anakanak antara lain penggunaan mesin-mesin di Perawat dapat menggunakan terapi bermain untuk
rumah sakit seperti mesin sinar-X dan penggunaan alat- membantu menurunkan kecemasan pada anak ketika
alat asing dapat menyebabkan cedera tubuh. Hal ini dirawat di rumah sakit. Menurut Ron (1993), bahwa
menyebabkan anak-anak merasa tidak berdaya. bermain dapat digunakan sebagai alat untuk
Penggunaan teknikteknik proyektif seperti mengurangi stres dan kecemasan yang berhubungan
menggambar atau bermain boneka dapat mengurangi dengan hospitalisasi. Bermain yang dimaksudkan
konsep keliru yang tidak diketahui sebelumnya. adalah permainan terapeutik (therapeutic play), yaitu:
(1) upaya yang dilakukan untuk membantu
Penataan Ruang Rawat dan Program Bermain di melanjutkan perkembangan normal yang
Rumah Sakit
memungkinkan anak berespon lebih efektif terhadap
Anak yang sakit dimungkinkan dirawat di rumah
situasi yang sulit seperti pengalaman pengobatan, (2)
sakit khusus anak atau di rumah sakit umum yang
merupakan permainan bentuk yang kecil, berfokus

Jurnal Ilmiah WIDYA 20 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli 2014


Yuli Utami, 9 - 20 Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak

pada bermain sebagai mekanisme perkembangan dan mengancam dan merupakan sebuah stressor (b) dapat
peistiwa yang kritis seperti hospitalisasi, (3) terdiri dari menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga.
aktivitas-aktivitas yang tergantung dengan kebutuhan 4. Hospitalisasi merupakan proses yang
perkembangan anak maupun lingkungan, dan dapat menimbulkandampak negatif terhadap perkembangan
disampaikan dalam berbagai bentuk yang di antaranya anak. Jika tidak di tangani secara serius, tepat dan
adalah pertunjukan wayang interaktif, seni ekspresi terencana akan mengarah kepada disfungsi
atau kreatif, permainan boneka, dan lain-lain perkembangan yang dapat mengancam kehidupan
permainan yang berorientasi pengobatan (Koller,2008). anak.
Hasil penelitian tentang manfaat dari pelaksanaan 5. Meminimalkan dampak hospitalisasi
permainan terapeutik yaitu: (1) permainan terapeutik melaluimembutuhkan penanganan secara tepat,
dapat menurunkan ketakutan terhadap rumah sakit pada terencana dan terorganisir.
anak yang dirawat dengan penyakit akut Saran-saran
(Rae,dkk,1989), (2) merupakan faktor utama untuk 1. Agar petugas kesehatan pada khususnya
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan menyadaripentingnya tindakan-tindakan nyata di
normal dan dapat digunakan sebagai terapi untuk lapangan untuk berperan dalam meminimalkan dampak
membantu anak meneghadapi stres lingkungan ketika hospitalisasi pada anak.
dirawat (Ron, 1993), dan (3) menurunkan kecemasan 2. Pentingnya keterlibatan keluarga untuk
secara signifikan pada pre dan post operasi (William, berperan sertameminimalkan dampak hospitalisasi
Lopez, dan Lee (2004). (5) permainan terapeutik dapat pada anak.
menurunkan stres fisiologis dan psikologis 3. Perlu perhatian dan peran serta rumah sakit
(Koller,2008). dalam halpenyediaan fasilitas yang memadai untuk
meminimalkan dampak hospitalisasi.
PENUTUP Kesimpulan
1. Terdapat beberapa faktor yang dapat DAFTAR PUSTAKA
menimbulkanstres ketika anak menjalani hospitalisasi Colwell., C., M, Edwards., R, Hernandez., E , & Brees., K. “Impact
of Music Therapy Interventions (Listening, Composition,
seperti: (a) Lingkungan Rumah sakit, (b) Berpisah Orff Based) on the Physiological and Psychosocial Behaviors
dengan orangorang yang berarti, (c),Kehilangan of Hospitalized Children: A Feasibility Study”. Journal of
Pediatric Nursing. 2013
kendali, (d) Cedera tubuh dan nyeri. Drake, J., N., AN. Johnson,. A..V. Stoneck,., D.M., Martinez, dan
2. Respon anak ketika menjalani hospitalisasi: (a) M. Massey. Evaluation of a Coping Kit for Children With
Challenging Behaviors In a Pediatric Hospital. Pediatric
merasacemas, marah sedih, takut dan rasa bersalah, (b) Nursing, 2012.
memiliki keterbatasan koping terhadap stres dan sakit Friedman, M., M. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek. EGC,
Jakarta. 1998
yang dirasakan yang dipengaruhi oleh tingkat Gordon B. K., T. Jaaniste , K. Bartlett , M. Perrin, A. Jackson, A.
perkembangan, pengalaman sebelumnya, support Sandstrom , R. Charleston, dan S. Sheehan . Child and
parental surveys about pre-hospitalization information
system dalam keluarga,ketrampilan koping dan berat provision. Child: care, health and development, 2010.
ringannya penyakit. H. Alimul dan A. Aziz, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak (Edisi
1). SalembaMedika. Jakarta. 2005.
3. Respon keluarga sangat bervariasi bergantung M. Lilis & Wahyuni. Hubungan Frekuensi Hospitalisasi Anak
kepadakeberagaman faktor-faktor yang dengan Kemampuan Perkembangan Motorik Kasar pada
Anak Pra Sekolah penderita Leukemia di RSUD Dr.
mempengaruhinya. (a) Hospitalisasi bagi keluarga dan Moewardi. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia. 2013
anak dapat dianggap sebagai suatu pengalaman yang Marks, Margaret G., Broadribb's Introductory Pediatric Nursing
(ed.,5th). Lippincot-Raven Publishers, Philadelphia. 1998

Jurnal Ilmiah WIDYA 21 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli 2014


Yuli Utami, 9 - 20 Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak

Nilsson., S, K. Enskär., C. Hallqvist., & E. Kokinsky. “Active and


Passive Distraction in Children Undergoing Wound
Dressing”. Journal of Pediatric Nursing, 2013.
Norton-Westwood, D. “The health-care environment through the
eyes of a child—Does it soothe or provoke anxiety?”.
International Journal of Nursing Practice, 2012.
Pelander, T., & H. Leino-Kilpi. “ Empirical Studies; Children’s best
and worst experiences during hospitalization”. Finland Scand
J Caring Sci, 2010
Pena., A., L., N, & Juan, L., C. The experience of hospitalized
children regarding their interactions with nursing
professionals. Enfermagem Original Article, 2011
Price, D.,L, & J.F. Gwin,. Thompson’s Pediatric Nursing, an
Introductory Text (ed., 9th). Elsevier Inc, St Louis. 2005.
Roberts, C., A. “Unaccompanied Hospitalized Children: A Review
of the Literature and Incidence Study”. Journal of Pediatric
Nursing, 25, 470–476. 2010
Tassoni, P., H. Elridge, & K. Beith. Nursery Nursing: A Guide to
Work in Early Years (ed., 1st). Heinemann Educational
Publisher, Chicago. 1999.
Wong, D., L.. Whaley and Wong’s nursing care of infants and
children. (7th ed.). St. Louis: Mosby. 2003.
Y. Supartini. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC,
Jakarta. 2004.

Jurnal Ilmiah WIDYA 22 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli 2014

Anda mungkin juga menyukai