Anda di halaman 1dari 13

PARASITOLOGI VETERINER

CESTODA : TAENIASIS PADA RUMINANSIA

 Dosen Pembimbing : drh. Eliawardani, M.Si.

Oleh :

Nama : Husnul khatimah

Nim : 1802101010014

Kelas : 02

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA


BANDA ACEH

2020
1. Pendahuluan 

Taeniasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing pita yang tergolong dalam
genus taenia pada manusia. Cacing pita yang dikenal sampai saat ini yaitu Taenia saginata,
Taenia solium, dan Taenia asiatica. Infeksi oleh bentuk larva Taenia solium (sistiserkus
selulosa) pada manusia disebut sistiserkosis. Sedangkan istilah neurosistiserkosis digunakan
untuk infeksi oleh larva yang mengenai sistem saraf pusat.
Taeniasis merupakan penyakit yang menyerang manusia dan sering dijumpai dimana
orang-orang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi daging sapi mentah atau yang dimasak
kurang matang dan dapat mengandung Cysticercus T. saginata. Cysticercus pada manusia
umumnya disebabkan infeksi larva Taenia saginatayang dapat menyebabkan infeksi saluran
pencernaan (Nelky,2014).
Cacing pita (Taenia saginata) termasuk genus cestoda usus. Penetasan perkembangan
dan kelangsungan hidup telur cacing pita (Taenia saginata) sangat bergantung pada suhu dan
kelembaban. Proses yang cepat akan terjadi jika lingkungan hangat dan melambat selama
lingkungan dalam keadaan dingin. Salah satu upaya untuk mengetahui adanya cacing pita
pada ternak adalah dengan cara melakukan uji feses sapi (Brooker, 2008)
                Taenia saginata atau cacing pita sapi baru dapat teridentifikasi secara jelas setelah
pada tahun 1782 berkat Goeze dan Leuckart. Pada saat itu diketahui adanya hubungan antara
infeksi cacing Taenia saginata dengan larva Sistisercus bovis yang ditemukan pada daging
babi dan daging sapi. Hospes definitive dari cacing pita Taenia saginata adalah manusia,
sedangkan hewan memamah biak dari keluarga Bovidae, seperti sapi dan kerbau adalah
hospes perantaranya . Nama penyakitnya disebut taeniasis. Taenia saginata bersifat
kosmopolit. Paling banyak terdapat di daerah Afrika, Timur Tengah, Eropa Barat, Meksiko
dan Amerika Selatan . 
T. saginata adalah cacing pita pada sapi dan T. solium adalah cacing pita pada babi,
merupakan penyebab taeniasis pada manusia. Manusia adalah induk semang definitif dari T.
solium dan T. saginata, dan juga sebagai induk semang definitif dari T. asiatica (OIE, 2005).
Sedangkan, hewan seperti anjing dan kucing merupakan induk semang definitif dari T. ovis,
T. taeniaeformis, T. hydatigena, T. multiceps, T. serialis dan T. brauni. Pada T. solium dan T.
asiatica, manusia juga bisa berperan sebagai induk semang perantara. Selain manusia, induk
semang perantara untuk T. solium adalah babi, sedangkan induk semang perantara T.
saginata adalah sapi (Estuningsih, 2009).
2. Nomenklatur

Kerajaan     :   Animalia                                             
Filum          :   Platyhelminthes
Kelas           :   Cestoda
Ordo            :   Cyclophyllidea
Famili          :  Taeniidae
Genus          :  Taenia
Spesies          :  Taenia crassicep
                                Taenia pisiformi
Taenia saginata
Taenia solium
Taenia asiatica
Taenia taeniaeformis

3. Morfologi
Ukuran cacing ini tergolong dalam kategori besar. Ukuran tubuhnya yang panjang
dapat mencapai 4-12 meter. Terdiri dari kepala yang disebut skoleks, leher dan strobila yang
merupakan rangkaian ruas-ruas proglotid sebanyak 1000-2000 buah. Skoleks hanya
berukuran 1-2 milimeter, mempunyai empat batil isap dengan otot-otot yang kuat tanpa kait-
kait. Bentuk leher sempit, ruas-ruas tidak jelas dan di dalamnya tidak terlihat struktur
tertentu.
Morfologi Taaenia saginata cacing dewasa berwarna putih, dan panjangnya dapat
mencapai 4-25 meter. Cacing pita dapat hidup 5 sampai dengan 20 tahun (CFSPH, 2005;
Marianto, 2011). Cacing Pita (Taenia saginata) dewasa terdiri dari skoleks (kepala)
berbentuk segiempat yang berukuran 1-2 mm dan dilengkapi dengan empat buah alat
penghisap (sucker) menyerupai mangkuk, sebuah leher dan sebuah strobila yang panjangnya
berkisar dari 35 mm sampai 6 mm (Hartono, 2005). Tidak ada rostelum maupun kait pada
skoleks. Leher cacing pita (Taenia saginata) berbentuk segi empat menunjang dengan lebar
sekitar 0,5 milimeter. Ruas-ruas tidak jelas dan di dalamnya tidak terlihat struktur. Segmen
cacing ini dapat mencapai 2000 buah. Segmen mempunyai ukuran panjang 3-4 kali ukuran
lebar. Segmen gravid paling ujung berukuran 0,5 cm x 2 cm. Lubang genital terletak di dekat
ujung posterior segmen. Uterus pada segmen gravid uterus berbentuk batang memanjang di
pertengahan segmen, mempunyai 15–30 cabang di setiap sisi segmen. Segmen gravid
dilepaskan satu demi satu, dan tiap segmen gravid dapat bergerak sendiri di luar anus
(Handojo dan Margono, 2008). Telur Taenia saginata. berbentuk bulat dengan diameter
antara 31-43 mikron (Soedarto, 1991). Telur ini memiliki embriopor yang bergaris radier,
dengan ukuran 30-40 x 20-30 m, mengelilingi embrio heksasan (Natadisastra, 2009).

4. Siklus Hidup

Cacing dewasa hidup di dalam bagian atas jejunum. Cacing dapat hidup selama 25
tahun. Proglotidnya dilepaskan satu persatu bergerak keluar dengan aktif melalui anus dan
dikeluarkan melalui tinja, kemudian proglotid keluar cairan seperti susu yang penuh dengan
telur dari pinggiran anterior dimana cabang-cabang uterus anterior telah pecah dengan
terpisahnya proglotid dari strobila. Menetasnya telur menembus dinding usus dalam waktu 10
sampai 40 menit, masuk ke dalam saluran darah dan dibawa ke jaringan ikat dalam otot dan
tumbuh menjadi cacing gelembung matang, Cysticercus bovis dalam waktu 12 sampai 15
minggu. Kista matang mempunyai leher dan scolexnya dengan empat batil isap. Larva ini
mengalami degenerasi dalam waktu kira-kira satu tahun, walaupun Cysticercus yang
ditemukan 150 minggu setelah infeksi pada ternak. Bila Cysticercus yang hidup ditelan oleh
manusia, scolexnya megadakan evaginasi (penonjolan keluar) dan melekatkan diri pada
mukosa jejunum dan tumbuh menjadi cacing dewasa dalam waktu 8 sampai 10 minggu
(Harold, 1979). Suhu tinggi dan kekeringan di musim panas dapat secara efektif membunuh
telur dan larva di lingkungan, ini sering mengakibatkan berkurangnya transmisi parasit
selama periode ini. Selain itu, pergantian musim antara panas dan basah akan lebih buruk
terhadap Cestoda yang hidup bebas di lingkungan daripada saat musim dingin. Kehidupan
dasar siklus cacing parasit dari waktu penyimpanan telur dalam feses di lingkungan sampai
larva infektif siap untuk menginfeksi tubuh sapi.
Sebuah proglotid gravid berisi kira-kira 100.000 buah telur. Pada saat proglotid
terlepas dari rangkaiannya dan menjadi koyak, terdapat cairan putih susu yang mengandung
banyak telur mengalir keluar dari sisi anterior proglotid tersebut, terutama jika proglotid
berkontraksi pada saat bergerak. Telur-telur ini akan melekat pada rumput bersama dengan
tinja, bila orang berdefekasi di padang rumput atau karena tinja yang hanyut dari sungai pada
saat banjir. Ternak yang makan rumput ini akan terkontaminasi dan dihinggapi cacing
gelembung, karena telur yang tertelan bersama rumput tersebut akan dicerna dan embrio
heksakan akan menetas di dalam tubuh ternak. Embrio heksakan yang menetas di saluran
pencernaan ternak akan menembus dinding usus, masuk ke saluran getah bening atau darah
dan ikut dengan aliran darah ke jaringan ikat di sela-sela otot untuk tumbuh menjadi cacing
gelembung yang disebut sistiserkus bovis, yaitu larva Taenia saginata yang terbentuk setelah
12 s.d. 15 minggu.

5. Patogenesa
Cara infeksinya melalui oral karena memakan daging babi atau sapi yang mentah atau
setengah matang dan mengandung larva cysticercus. Di dalam usus halus, larva itu menjadi
dewasa dan dapat menyebabkan gejala gastero intestinal seperti rasa mual, nyeri di daerah
epigastrium, napsu makan menurun atau meningkat, diare atau kadang-kadang konstipasi.
Selain itu, gizi  penderita bisa menjadi buruk se-hingga terjadi anemia, malnutrisi. Pada kasus
yang lebih berat dapat terjadi, yaitu apabila proglotid menyasar masuk apendiks, atau terdapat
ileus yang  disebabkan  obstruksi  usus oleh strobilla cacing. Berat badan tidak jelas menurun.

Menurut Symons (1989) jumlah cacing  pita  dalam usus kurang berpengaruh


terhadap perubahan patologis dibandingkan dengan ukuran tubuh cacing.Walaupun hanya
terdapat 1-2 ekor dan ukurannya besar dampak patologisnya lebih nyata. Penderita taeniasis
jarang menunjukkan gejala yang khas walaupun di dalam ususnya terdapat cacing taenia
selama bertahun-tahun, tetapi biasanya hanya terdapat satu ekor. cysticercosis pada manusia
sangat bergantung pada organ serta jumlah cysticercus yang tinggal. Infeksi berat pada otot
menyebabkan peradangan (myocitis) yang bisanya menimbulkan demam. Jika menyerang
organ mata ( Ocular- Cysticercosis) gejala yang paling berat adalah kebutaan (Smyth, 2004).
Gejala-gejala syaraf seperti kelumpuhan, kejang,hingga epilepsi, dapat dipastikan bahwa
larva tersebut menempati organ-organ yang saratdengan jaringan syaraf seperti otak/selaput
otak atau sumsum tulang belakang.

6. Gejala Klinis

Gejala klinis taeniasis sangat bervariasi dan tidak patognomosnis (khas). Sebagian
kasus tidak menunjukkan gejala (asimptomatik). gejala klinis dapat timbul sebagai akibat
iritasi mukosa usus atau toksin yang dihasilkan cacing. Gejala tersebut antara lain rasa tidak
enak pada lambung , nausea (mual), badan lemah, berat badan menurun, nafsu makan
menurun, sakit kepala, konstipasi (sukar buang air besar), pusing, diare, dan pruiritus ani
(gatal pada lubang pelepasan). Pada pemeriksaan darah tepi (hitung jenis) terjadi peningkatan
eosinofil (eosinofilia) Gejala klinis taeniasis solium hampir tidak dapat dibedakan dari gejala
klinis taeniasis saginata. Secara psikologis penderita dapat merasa cemas karena adanya
segmen/ proglotid pada tinja dan pada Taenia saginata segmen dapat lepas dan bergerak
menuju sphincter anal yang merupakan gerakan spontan dari segmen. Segmen/Proglotid ini
dikenal dengan istilah ampas nangka (bali), banasan (toraja), dan manisan (Sumatera Utara).
Gejala- gejala orang yang terinfeksi cacing pita Taenia saginata terbagi menjadi dua
macam, yaitu : (1) Infeksi usus, jika tanda-tandanya yaitu mual, lemas, kehilangan selera
makan, nyeri perut, diare, dan berat badan turun dan penyerapan nutrisi dari makanan yang
tidak memadai; dan (2) Infeksi invasif, jika tanda-tandanya yaitu demam, benjolan atau kista,
muncul reaksi alergi terhadap larva, rentan terkena infeksi bakteri, dan adanya gejala-gejala
neurologis seperti kejang (Wanzala, 2003). Proglotid dapat menyumbat appendix
menimbulkan appendisitis, diare, berat badan menurun. Sering kali penderita datang berobat
karena proglotid bergerak sendiri menuju anus (Natadisastra, 2009). Telur Taenia saginata
tidak dapat menimbulkan sistiserkosis pada manusia (Depkes, 2013).

7.Diagnosa
Diagnosa taeniasis dapat ditegakkan dengan 2 (dua) cara yaitu :
a.       Menanyakan riwayat penyakit (anamnesis)
Di dalam anamnesis perlu ditanyakan antara lain apakah penderita pernah mengeluarkan
proglotid (segmen) dari cacing pita baik pada waktu buang air besar maupun secara spontan.
bila memungkinkan sambil memperhatikan contoh potongan cacing yang diawetkan dalam
botol transparan.
b.      Pemeriksaan tinja
Tinja yang diperiksa adalah tinja sewaktu berasal dari defekasi spontan. Sebaiknya
diperiksa dalam keadaan segar. Bila tidak memungkinkan untuk diperiksa segera, tinja
tersebut diberi formalin 5 – 10% atau spiritus sebagai pengawet. Wadah pengiriman tinja
terbuat dari kaca atau bahan lain yang tidak dapat ditembus seperti plastik. Kalau konsistensi
padat dos karton berlapiskan parafin juga boleh dipakai.
Pemeriksaan tinja secara mikroskopis dilakukan antara lain dengan metode langsung
(secara natif), bahan pengencer yang dipakai NaCL 0,9 % atau lugol. Dari satu spesimen tinja
dapat digunakan menjadi 4 sediaan. Bilamana ditemukan telur cacing Taenia sp, maka
pemeriksaan menunjukkan hasil positif taeniasis. Pada pemeriksaan tinja secara makroskopis
dapat juga ditemukan proglotid jika keluar.
Pemeriksaan dengan metode langsung ini kurang sensitif dan spesifik, terutama telur yang
tidak selalu ada dalam tinja dan secara morfologi sulit diidentifikasi metode pemeriksaan lain
yang lebih sensitif dan spesifik misalnya teknis sedimentasi eter, anal swab, dan coproantigen
(paling sensitif dan spesifik).
Dinyatakan penderita taeniasis, apabila ditemukan telur cacing Taenia sp pada
pemeriksaan tinja secara mikroskopis dan / atau adanya riwayat mengeluarkan progloid atau
ditemukan proglotid pada pemeriksaan tinja secara makroskopis dengan atau tanpa disertai
gejala klinis.

8.Prognosis 
Taeniasis usus baik, tetapi infeksi ini harus diakhiri untuk mengurangi bahaya
cystiserkosis.

9.Pengobatan
Penderita Taeniasis diobati (secara massal) dengan Praziquantel, dosis 100 mg / kg, dosis
tunggal. Cara pemberian obat praziquantel adalah sebagai berikut:
 Satu hari sebelum pemberian obat cacing, penderita dianjurkan untuk makan makanan
yang lunak tanpa minyak dan serat.
 Malam harinya setelah makan malam penderita menjalani puasa.

 Keesok harinya dalam keadaan perut kosong penderita diberi obat cacing. Dua sampai
dua setengah jam kemudian diberikan garam Inggris ( MgS O4 ), 30 gram untuk dewasa dan
15 gram atau 7,5 gram untuk anak anak, sesuai dengan umur, yang dilarutkan dalam sirop
(pemberian sekaligus). Penderita tidak boleh makan sampai buang air besar yang pertama.
Setelah buang air besar, penderita diberi makan bubur,

 Sebagian kecil tinja dari buang air besar pertama dikumpulkan dalam botol yang
berisi formalin 5-10 % untuk pemeriksaan telur Taenia sp.

 Tinja dari buang air besar pertama dan berikutnya selama 24 jam ditampung dalam
baskom plastik dan disiram dengan air panas/ mendidih supaya cacingnya relaks. Kemudian
diayak dan disaring untuk mendapatkan proglotid dan skoleks Taenia sp.

 Proglotid dan skoleks dikumpulkan dan disimpan dalam botol yang berisi alkohol 70
% untuk pemeriksaan morfologi yang sangat penting dalam identifikasi spesies cacing pita
tersebut.

 Pengobatan taeniasis dinyatakan berhasil bila skoleks taenia sp. Dapat ditemukan utuh
bersama proglotid.

 Nanas dan papaya, nanas bekerja sebagai diuretik dan melancarkan pencernaan. Ini
mengandung enzim yang dikenal sebagai bromelin, yang menghancurkan cacing pita,
menurut Phyllis A. Balch, CNC, dan Dr. James F. Balch. Jika kamu mau
mengeluarkan cacing pita dalam tubuh, Balch menyarankan untuk mengonsumsi
nanas selama tiga hari. Selain nanas, kamu juga dapat menggunakan pepaya karena
kandungan lateks yang dikenal sebagai papayotin. Papayotin digunakan untuk
mengobati cacing pita.

 Labu sering dipakai sebagai pengobatan cacing pada orang asli Amerika. Biji labu
dianggap sebagai anthelminthic atau vermifuge, dapat mengusir cacing parasit dari
saluran pencernaan. Phyllis A. Balch, CNC, dan Dr. James F. Balch
merekomendasikan ekstrak labu karena mengandung seng, yang membantu
mengeluarkan cacing. Sedangkan, sebuah penelitian oleh Obregon Diaz dan rekannya,
yang diterbitkan dalam edisi Oktober 2004 dari “Revista de gastroenterología del
Peru,” menemukan bahwa sekitar 73 biji labu dicampur dengan air efektif terhadap
cacing pita dewasa dan telurnya.
10.Pencegahan/Preventif
Cara untuk mencegah agar tidak menderita gangguan yang disebabkan oleh Taenia
saginata antara lain sebagai berikut :
 Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan dagiikan), buah
dan melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.

 Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.

 Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan menjelang
makan atau sesudah buang air besar.

 Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja segar
sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.

 Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan
parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan
obat cacing.

 Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah
sakit.

 Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali, tetapi
mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing akan secara sporadik
keluar dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan, maka
sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.

11.Kerugian
Dampak ekonomi yang disebabkan oleh penyakit ini adalah meruginya berbagai
pihak. Kerugian terbesar dialami oleh produsen daging, karena menurut Prasad, et al (2008)
sistiserkosis dapat menurunkan nilai jual daging karena daging yang mengandung
sistiserkosis harus diafkir dan tidak boleh dikonsumsi. Mengingat kerugian ekonomi serta
kemungkinan kerugian berupa ancaman bagi kesehatan masyarakat yang mungkin
ditimbulkan oleh adanya taeniasis. Selain dapat merugikan di sector ekonomi di sector
kesehatan juga sangat merugikan, baik itu merusak organ, merusak sistem pencernaan dan
sebagainya, serta juga akan merugikan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, C. (2008). Ensiklopedia keperawatan. EGC, Jakarta.

Center for Food Security and Public Health (CFSPH). 2005. Taenia Infections.
http://www.cfsph.iastate.edu. (06 Januari 2017).
Departemen Kesehatan. 2013. Penyebab Terinfeksi Cacing Pita. [serial online].
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=15013000002. [diakses 17 Mei 2017].
Estuningsih, S. E. (2009). Taeniasis dan sistiserkosis merupakan penyakit zoonosis parasite.
WARTAZOA, 19(2): 84-92.
Handjojo dan Margono, S.S., Wandra., Swasono. 2008. Taeniasis cysticercosis in
Papua (Irian Jaya), Indonesia. Parasitol. Intl. 55: S143-S148.
Hartono. 2005. Penyakit Bawaan Makanan. Jakarta: EGC.
Harold, E. 1979. Parasitology. EGC. Jakarta.
Nelky. 2014. Penyakit Taeniasis pada Manusia. Jurnal Veteriner. Vol 1(2): 42-44.

Natadisastra, D dan Agoes, R. 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ


Tubuh yang Diserang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Prasad KN, Prasad A, Verma A, Singh AK. 2008, Human cysticercosis and Indian scenario: a
review. J Biosci 33 (4): 571- 582.
Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik. Airlangga University Press. Surabaya.
Wanzala, W. 2003. Control of Taenia saginata by post-mortem examination of
carcasses. African Health Sciences Vol 3 No 2 August 2003.
LAMPIRAN:

A. GAMBAR PARASIT (CESTODA)

B. GAMBAR ORGAN NORMAL

C. GAMBAR ORGAN TERINFEKSI

Anda mungkin juga menyukai