Anda di halaman 1dari 30

Journal Translate

Manajemen Malformasi Anorektal Dengan Fistula

Oleh :
Suelsa Haya s.nur 150100081

Nama Pembimbing :

dr. Adi Muradi Muhar, Sp.B-KBD

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
Kelainan anorektal dengan rektovestibular fistula: perbandingan historis
anorektoplasti anterior sagital neonatal tanpa menutup kolostomi dan
dilatasi anal paska operasi dengan tiga tahap klasik anorektoplasti sagital
posterior

Dayang Anita Abdul Aziz, Ramamoorthy Velayutham, Marjmin Osman, Zarina


Abdul Latiff, Felicia SK Lim, Mahmud Mohd Nor

Latar Belakang : Traditional three-stage posterior sagittal anorectoplasty


(PSARP) secara luas digunakan sebagai Teknik operasi untuk rektovestibular
fistula dimana didalamnya termasuk pembentukan stoma, operasi definitif, dan
selanjutnya penutupan stoma. PSARP ini biasanya sudah dilakukan saat bayi.
Banyak dokter spesialis bedah anak di suluruh dunia yang telah melakukan
anterior sagittal anorectoplasty (ASARP) sebagai teknik alternatif untuk
mengurangi diseksi dasar panggul dan kebutuhan untuk beroperasi dengan pasien
dalam posisi tengkurap. ASARP dilakukan dengan pasien berbaring dalam posisi
terlentang dan dapat dilakukan sebagai perbaikan satu tahap selama periode
neonatal. Laporan awal dari banyak tempat menunjukkan hasil yang menjanjikan.
Perbandingan hasil dari kedua teknik tersebut sangat penting untuk membantu ahli
bedah mempertimbangkan pendekatan baru ini dalam rektovestibular fistula.

Metode dan pasien : Ini adalah perbandingan studi retrospektif, Dimana 9 bayi
dengan rektovestibular fistula yang menjalani ASARP dan tidak terdapat dilatasi
anal paska operasi dibandingkan dengan 25 pasien dengan rektovestibular fistula
yang menjalani PSARP dengan dilatasi anal paska operasi. Hasil pembedahan
segera ditinjau dari catatan dan lembar follow-up dari masing-masing individu dan
hasil fungsional dinilai dengan mewawancari orang tua. Hasil dibandingkan
secara statistic; dimana nilai P ≤ 0.05 dan dianggap signifikan.

Hasil : Komplikasi bedah lebih tinggi pada kelompok PSARP (40%)


dibandingkan kelompok ASARP (22%). Secara keseluruhan hasil fungsional
ASARP menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan PSARP. Pasien dari
kedua kelompok tersebut tidak mengalami stenosis, walaupun hanya pada
kelompok yang menjalani PSARP mangalami dilatasi anal harian.
Kesimpulan : ASARP primer tanpa dilatasi adalah teknik yang baik dilakukan
untuk rektovestibular fistula pada anak perempuan. Tingkat kejadian komplikasi
lebih rendah pada PSARP. Namun, baik hasil bedah dan fungsional langsung
antara kelompok ASARP dan PSARP tidak menunjukkan tidak menunjukkan
hasil statistic yang signifikan dalam penelitian ini. Namun, teknik ASARP dapat
meningkatkan perawatan pada kesuluruhan anak dengan kondisi ini.

Kata kunci : Neonatus, kelainan anorektal, ASARP, PSARP

Definisi

Anterior sagittal anorectoplasty (ASARP)

Okade et al1 berpendapat pada perbaikan rektovestibular atau anovestibular


fistula, pasien yang di operasi dengan posisi litotomi; dibuat sayatan kulit di
median perineum kemudian otot-otot sfingter dipotong. Rektum kemudian
dikeluarkan melalui otot sfingter ekternal sentral.

Rektovestibular fistula

Rektum berakhir pada atau tepat di bawah garis pubococcygeal, dengan fistula
anterior, 1-2 cm di sepanjang vestibula, dan kemudian menyilang dan berbatasan
langsung dengan dinding vagina posterior. Terminal gut adalah supralevator, atau
disebut fistula translevator. Vagina terkadang menjadi ganda. Diagnose dibuat
berdasarkan hal berikut :

1. 3 orifisium dalam vestibula, uretra, vagina, dan rektal fistula dalam fossa
navikularis. Orifisium total dikelilingi oleh mukosa vestibular yang
kemerahan.
2. Menjajakin fistula hanya dapat melalui kranial.

Posterior sagittal anorectoplasty (PSARP)

PSARP adalah tindakan operasi yang paling umum dilakukan untuk perbaikan
kelainan anorektal. Pada prosedur ini, posisi pasien adalah posisi prone.
Kontraksi kompleks anal ditentukan selektrostimulasi untuk membuat sayatan
garis tengah. Lapisan pada otot dibelah dengan hati hati hingga menjadi
beberapa lapis sebelum ke rectum bagian bawah, seperti yang dijelaskan oleh
de Vries dan Pena.

Kata pengantar

Kelainan anorektal pada anak perempuan mencakup defek yang dimulai dari
membran anus imperforata sampai kloaka yang tidak berdiferensiasi.
Rektovestibular ataupun anovestibular adalah fistula yang paling umum pada
pasien dengan kelainan anorektal. Pada kondisi ini, anal yang terbuka
(vestibula) berada pada vagina dan fourchette.

Dilaporkan insidensi terjadinya kelainan anal pada bayi 2,0-2,5 dari 10.000
kelahiran. Terdapat variasi prevalensi pada beberapa area geografi di dunia.
Louw melaporkan insidensi penyakit ini di afrika selatan adalah 5,5 dari
10.000 kelahiran. Di British Columbia, insidensinya adalah 4.0 per 10.000
kelahiran. Di india, beberapa penelitian telah menunjukkan prevalensi yang
tinggi, dengan kelainan anorektal; namun, angka kejadian keseluruhan tidak
tersedia saat ini. Di bagian timur, dilaporkan prevalensinya antara 3,38 dan
5,04 per 10.000 kelahiran di korea selatan, jepang, dan cina. Insidensi di
singapura sekitar 0.86 per 10.000 kelahiran. Di Malaysia, tidak terdapat data
lokal yang terpublikasi yang menyediakan data tentang kelainan anorektal. Di
Rumah Sakit di kuala lumpur, dari audit internal yang dilakukan pada 2007,
ada sekitar 10 kelainan anorektal dalam satu tahun- dengan sepertiganya
adalah rektovestibular fistula.

Dalam sejarah, terdapat beberapa teknik operasi yang dapat dilakukan untuk
pengobatan pasien dengan rektovestibular fistula, yaitu anal cutback,
transplantasi perineal anal, Y-V dan X-Z plasti, kolostomi dan diikuti oleh
PSARP terbatas dan perbaikan sakroperineal. Namun, hasil dari prosedur ini
tidak selalu memuaskan, baik secara fungsional maupun kosmetik. Hasil yang
buruk diakitkan dengan berbagai masalah yang berkaitan dengan kegagalan
untuk mengenali anatomi yang benar, masalah dengan menurunkan rektum,
gambaran perineum yang buruk, dengan hasil jangka Panjang dari migrasi
anterior anus.

Sejak de Vries dan Pena mengenalkan PSARP, teknik ini menjadi teknik
pembedahan utama untuk rektovestibular fistula karena peningkatan hasil
paska operasi yang signifikan dalam tingkat klinis, dan fungsional. PSARP
klasik adalah teknik perbaikan dengan tiga tahap dimana termasuk kolostomi,
yaitu prosedur yg biasanya digunakan untuk mengalihkan aliran fekal untuk
dekompresi, dan untuk melindungi anastomosis anokutaneus setelah perbaikan
rekonstruktif. Kemudian, kebanyakan pasien pembedahan secara rutin
dilakukan program dilatasi anal setiap hari untuk mencegah striktur ano-
anastomotik sebelum akhirnya dilakukan punutupan stoma.

Meskipun demikian, baru – baru ini, ASARP dengan atau tanpa kolostomi di
gunakan sebagai alternatif untuk tiga tahap perbaikan PSARP di berbagai
tempat dan menunjukkan hasil yang menjanjikan.

PSARP dan ASARP telah menjadi revolusi dalam pendekatan pembedahan


untuk kelainan anorektal pada dekade terakhir. ASARP adalah teknik yang
paling optimal untuk kelainan anorektal dan menunjukkan hasil kosmetik dan
fungsional yang lebih baik dengan mengurangi konstipasi paska operasi
dibandingkan dengan PSARP.

Mirip dengan PSARP, sayatan pada ASARP berorientasi sejalan dengan garis
sagital. Namun, keuntungan utama dari ASARP adalah, hanya aspek anterior
dari kompleks otot sfingter yang terbagi dan mekanisme kontinuitas di
pertahankan. Selain itu, seperti yang sudah disinggung oleh Wakhlu et al
“ASARP memungkinkan untuk penempatan dan menahan dari pergerakan
rektum dengan kompleks otot; otot sfingter dan badan perineum disusun
kembali secara tepat dan perineum normal dapat direkonstruksi.

Banyak ahli bedah anak melakukan perubahan dengan memperbaiki kelainan


anorektal tanpa penutupan kolostomi, berdasarkan dari pemahaman dari
komplikasi yang berhubungan dengan kolostomi dan bukti dari beberapa
literatur. Namun perbedaan pendapat tetap muncul, teknik ASARP primer
baik dan dapat diterima untuk rektivestibular fistula.

ASARP primer sangat mudah di aplikasikan dan aman untuk neonatus.


Selanjutnya, bukti yang ada menunjukkan hasil fungsional yang lebih baik jika
perbaikan dilakukan secepat mungkin. Hasil yang lebih baik juga tampak pada
pasien yang lebih muda, jarak antara kulit perineum dan rektum yang lebih
pendek, dan tingkat tekanan yang lebih rendah dalam anastomosis rektoanal.
Perbaikan segera dapat mencegah kehilangan integrase kortikal dari
pemasukan somatosensori dari kulit anal dan menambah perkembangan pola
kotoran yang baik pada waktu yang tepat.

umumnya, dilatasi neonal paska operasi adalah kegiatan rutin yang dilakukan
ahli bedah anak untuk menghindari striktur anokutaneus untuk memastikan
patensi prior anus untuk penutupan kolostomi. Namun, tidak ada bukti yang
jelas yg membuktikan bahwa hal ini penting untuk mencegah penyempitan
anastomotik anokutaneus ketika efek dari dilatasi saat bayi.

Sebagai gantinya, yang berpotensial dalam menyebabkan striktur anastomik


anokutaneus adalah komplikasi anastomik, dimana termasuk suplai darah yang
adekuat, tekanan yang berlebihan saat penjahitan, teknik yang salah pada letak
jahitan, atau cedera fisik dari anastomosis pada masa paska operasi. ASARP
primer, dilakukan secara rutin dapat menurunkan sayatan jaringan, dan
menyebabkan penurunan cedera vascular, sehingga mencegah terjadinya
striktur.

Penelitian ini juga memasukkan penilaian tentang kontinuitas paska ASARP


primer tanpa adanya dilatasi anal paska operasi. ASARP meminimalisir
kerusakan nervus erigentes dan mencegah kerusakan yang berlebihan pada
puborectalis dan sfingter internal dan eksternal untuk mempertahankan refleks
rektoanal yang normal.
Tidak jelas dikatakan dari ketiga metode yaitu metode pembedahan segera,
ditunda, ataupun jangka panjang yang dapat menghasilkan hasil fungsional
yang lebih baik pada pasien rektovestibular vistula. Neonatus dengan tindakan
ASARP tanpa kolostomi dan dilatasi (grup intervensi) adalah teknik baru;
dimana, tidak ada penelitian yang jelas menjelaskan tentang hasil jangka
pendek atau panjang pada prosedur ini. Disisi lain, PSARP adalah teknik yang
terbukti baik dan memiliki catatan yang terbukti tentang hasil klinis; angka
infeksi luka; komplikasi kolostomi; angka striktur, dan kontinuitas.

Berdasarkan dari penelitian sebelumnya, kita dapat melakukan sebuah


perbandingan retrospektif dari parameter umum pada kedua teknik. Tujuan
dari perbandingan ini adalah untuk mendemonstrasikan hasil fungsional
segera, tertunda, atapun jangka panjang pada ASARP primer dan PSARP pada
neonatus dan menunjukkan bukti tentang teknik pembedahan mana yang lebih
baik.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil segera,
tertunda, ataupun jangka panjang dari ASARP tanpa penutupan kolostomi dan
dilatasi anal paska operasi pada perbaikan tiga tahap klasik PSARP.

Tujuan spesifik primer

1. Untuk membandingkan tingkat kejadian komplikasi segera, dimana,


kerusakan pada badan perineum dan lokasi infeksi pembedahan antara
ASARP tanpa kolostomi dan tiga tahap klasi PSARP pada perbaikan
neonatus dengan rektovestibular fistula.
2. Untuk membandingkan tingkat kejadian striktur pada neonatus dengan
ASARP primer tanpa kolostomi dan tiga tahap klasik PSARP pada
perbaikan dengan dilatasi regular.
3. Untuk membandingkan fungsi pencernaan antara pasien paska perbaikan
dengan primer ASARP dan tiga tahap klasik PSARP.

Tujuan spesifik sekunder

Untuk menilai secara objektif kontraksi badan perineum, kontraksi neoanus,


dan ukuran dan posisi neoanus paska pembedahan pada pasien ASARP primer.

Bahan dan Metode

Desain penelitian

Ini adalah pembandingan penelitian retrospektif sebelumnya, hal ini telah


disetujui oleh UKM Medical Centre (UKMMC) penilitian medis dan komite
etik (kode persetujuan ; FF-2013-349). Komite membebaskan kebutuhan
untuk izin orang tua untuk pengambilan catatan sebelumnya selama
kerahasiaan pasien dipertahankan. Namun, untuk wawancara orang tua
meliputi penilaian fungsi pencernaan anak mereka, semua orang tua diberikan
persetujuan tertulis sebelum masuk kriteria inklusi penelitian ini.

Kita tidak dapat melakukan percobaan kontrol randomisasi karena hal itu akan
mengurangi insidensi lokal dari retrovestibular fistula di berbagai tempat di
negara saat penelitian berlangsung. Data didapat dari catatan dan follow up
yang di simpan di departemen rekam medis, UKMMC.

Populatsi penelitian

Semua neonatus dengan rektovestibular fistula yang telah menjalani ASARP


primer dan tiga tahap PSARP masuk kedalam penelitian ini.

1. Kriteria inklusi
 Semua neonatus dengan rektovestibular fistula yang telah
menjalani ASARP primer atau tiga tahap PSARP.
2. Kriteria eksklusi
 Gagal mendapatkan persetujuan dari orang tua, untuk melakukan
wawancara di klinik untuk penilaian kontinuitas.
 Neonatus yang tidak menjalani ASARP primer atau tiga tahap
primer PSARP

Standarisasi

Sehubungan dengan ASARP pada neonatus, teknik operasi ini sesua dengan
tindakan ASARP yang menggunakan prinsip dasar yang telah dijelaskan oleh
Okada et al, Wakhlu et al, Aziz et al. Tindakan bedah dilakukan oleh konsultan
bedah anak di unit bedah anak, UKMMC. Setelah menjalani operasi, luka
perineum di irigasi dengan salin secara regular setiap 6 jam dan neonatus
diperbolehkan untuk mendapat asupan oral segera setelah operasi.

Catatan tentang laporan segera paska operasi ditelusuri dan ditinjau, khususunya
untuk menilai parameter yang telah disebutkan di bagian B pada performa
ASARP (bahan pelengkap) untuk mengevaluasi kontraksi dari kompleks anal dan
keadaan luka. Selanjutnya, catatan pada pemeriksaan anastesia yang diperoleh 1
bulan setelah operasi ditinjau untuk menilai parameter spesifik yang sama seperti
yang disebutkan di bagian B proforma pada ASARP (bahan tambahan).

Pasien dengan tiga tahap klasik PSARP semestinya sudah melalui beberapa
tindakan pembedahan sebelumnya. Mula-mula, adanya pembentukan stoma saat
periode neonatus. Selanjutnya, mereka akan melakukan tindakan PSARP saat
bayi. Kasus dengan PSARP di tangani oleh ahli bedah anak senior yang memiliki
pengalaman >10 tahun sebagai konsultan bedah anak. Standar teknik operasi
untuk PSARP diikuti oleh prinsip dasar yang sama yang telah dijelaskan de Vries
dan Pena. Setelah operasi, orang tua/wali dari neonatus dapat melakukan dilatasi
anal sekali sehari dengan menggunakan jari atau lilin yang sudah dikalibrasi untuk
mempertahankan patensi dari neoanus. Segera sesudah neoanus telah mencapai
tenaga yang adekuat, penutupan stoma dapat dilakukan. Semua parameter yang
didapat seperti yang telah disebutkan di bagian B proforma dengan PSARP (bahan
tambahan) didokumentasi setelah peninjauan pencatatan klinis yang hati hati.
Orang tua diberikan sejumlah pertanyaan untuk dijawab tentang keadaan
pencernaan kontinuitas anak mereka (bahan tambahan). Pertanyaan terhadap
orang tua ini di sebarkan peneliti, sebagian besar melalui telefon. Data tentang
pertanyaan untuk orang tua dimasukkan dalam bagian C dari proforma (bagian
ambahan; gambar 1). Namun, hanya anak yang berumur >2 tahun yang telah
menjalani toilet training yang dapat dimasukkan kedalam analisis statistik.

Gambar 1. Flow chart penelitian.

Singkatan : ASARP, anterior sagittal anorectoplasty; PSARP, posterior sagittal


anorectoplasty.
Sampling data dan analisis data

E-version dari Power and sample size program (Power and sample size
calculating version 3.1.2, 2014 Dupont WD, Plummer WD, Jr.; Vanderbilt
University, Nashville, TN, USA) digunakan untuk menentukan ukuran jumlah
sampel. Pada penelitian ini terdapat kasus individu dan dengan control dimana
setiap kasus memiliki tiga control. Data sebelumnya mengindikasikan bahwa
adanya kemungkinan paparan pada control adalah 0,6. Jika kemungkinan paparan
terhadap control adalah 0,05, maka kita membutuhkan 7 kasus pasien dan 21
subjek control yang dapat menolak kegagalan hipotesis dimana angka kegagalan
untuk eksperimen dan subjek control adalah sama dengan kemungkinan (power)
0,8. Kemungkinan kesalahan tipe 1 berhubungan dengan gagalnya hipotesis pada
tes ini adalah 0,05. Kita menggunakan statistik chi-squared untuk mengevaluasi
hipotesis yang gagal.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan IBM Statistical Program for Social
Science, versi 20 ((IBM Corporation, Armonk, NY, USA). Analisis statistik
dilakukan menggunakan 2x2 atau Fisher’s exact test untuk mengkategorikan data,
nilai P<0,05 dikategorikan signifikan. Ukuran sampel didapatkan dengan melalui
diskusi dengan kepala Clinical Epidemiology Unit (CEU) di UKMCC. Penelitian
ini menggunakan analisis dichotomous. Desain dari penelitian ini adalah
independent, case control. Nilai yang bermakna (α) apabila 0,05. Kekuatan
ditetapkan sebagai 1 − β dengan (β = 20) = 0,8. Standar deviasi diperoleh dengan
membandingkan kejadian komplikasi terkait kolostomi berkisar Po (60%; Nour et
al) dengan pasien tanpa kolostomi di mana komplikasi didokumentasikan sebagai
P1 (5% pasien; Wakhlu et al). Dengan demikian, nilai-nilai yang dimasukkan
adalah sebagai berikut :

α -0.05

β -0.8

Po -0.6 (60%)
P1 -0.05 (5%)

m kontrol rasio untuk penelitian adalah 3:1 (pada tindakan ASARP, sampai saat ini
hanya sembilan kasus yang terdokumentasi telah dilakukan di UKMMC)

Ukuran sampel yang berasal dari perangkat lunak kemudian diverifikasi oleh
Kepala CEU UKMMC.

Hasil dan analisis

Umur

Terdapat 9 pasien dengan rektovestibular fistula dan neonatus tesebut ditangani


dengan ASARP di UKMCC, dalam 4 tahun ini. Tindakan ASARP dilakukan
ketika pasien berumur antara 2 sampai 4 hari (gambar 2).

Gambar 2. Distribusi umur pasien dengan ASARP

Singkatan: ASARP, Anterior sagittal anorectoplasty.

Dari tahun 1997 hingga 2013 terdapat 23 pasien yang melakukan perbaikan
dengan tiga tahap. 92% pasien berumur ≤ 1 tahun, dengan usia rata rata adalah
7 bulan
dengan median pada umur 6 bulan. Kebanyakan pasien di operasi antara umur 3
sampa 7 bulan (64%). Pasien yang paling muda yang menjalani PSARP berumur
2 bulan dan yang paling tua adalah 2 tahun 3 bulan (gambar 3).

Gambar 3 distribusi umur pasien PSARP pada titik operasi definitif

singkatan: PSARP, Posterior Sagittal Anorectoplasty.

Berat badan

Kebanyakan pasien memiliki berat berdasarkan usia kehamilan yang baik, dimana
77,7% pasien memiliki berat antara 2,6 sampai 3,5 kg (gambar 4). Berat rata rata
dan media adalah 3 kg. Bayi dengan berat badan paling rendah adalah 2,5 kg dan
yang paling tinggi adalah 3,7 kg.
Gambar 4 distribusi berat badan pasien dengan ASARP.

Singkatan: ASARP, Anterior sagittal anorectoplasty.

Kami mencatat grup pasien dengan PSARP memiliki berat badan yang lebih
tinggi dibandingkan pasien ASARP, dimana, berat rata rata adalah 6,45 kg dan
median adalah 6,15 kg. Beratbadan pasien yang paling rendah adalah 4,2 kg dan
yang paling tinggi adalah 11 kg (gambar 5).
Gambar 5 Distribusi berat badan pasien dengan PSARP.

Singkatan: PSARP, posterior sagittal anorectoplasty.

Kelainan lainnya

Pada grup ASARP, 2 pasien memiliki kelainan lain; diamana keduanya memiliki
kelainan jantung. Satu pasien memiliki small patent ductus arteriosus dan satu
pasien lain memiliki atrioseptal defect (tabel 1).

Tabel 1 kelainan lain pada pasien ASARP dan PSARP


Singkatan: ASARP, anterior sagittal anorectoplasty; PSARP, posterior sagittal
anorectoplasty.

Pada grup pasien PSARP, dalam 25 pasien, diantaranya 15 pasien memiliki


kelainan lainnya. Diantara 15 pasien ini, 3 pasien memiliki satu kelainan organ, 4
pasien memiliki 2 kelainan organ, 3 pasien memiliki kelainan organ multipel. 3
pasien memiliki veterbral anorectal cardiac tracheoesophageal renal limbs
(VACTERL) dimana 2 dari pasien ini mengidap down sindrom. 7 dari pasien ini
memiliki kelainan neurologis yang berhubungan dengan otak atau tulang
belakang, contohnya, holoprosencephaly, spinal vertebrae deformities (tabel 1).

Temuan EUA pasien ASARP

Saat pemeriksaan segera paska operasi, sementara pasien masih dalam anastesia
umum, semua pasien memiliki badan perineum dan kontraksi neoanal yang baik.
Neoanus untuk semua pasien dikalibrasi dengan ukuran 9 dilator Hegar. Segera,
setelah operasi, dua pasien pertama mengalami kerusakan luka pada badan
perineum (tabel 2). Namun, tidak ada kerusakan luka pada neoanus. Pemberian
makan dilakukan pada hari pertama paska operasi .

Tabel 2 komplikasi saat periode paska operasi


Singkatan: ASARP, anterior sagittal anorectoplasty; PSARP, posterior sagittal
anorectoplasty; GA, general anesthesia; NS, normal saline; URTI, upper
respiratory tract infection.

EUA pada 1 bulan paska operasi muncul pada semua pasien, yang memiliki
gambaran badan perineum dan kontraksi neoanus yang baik dan termasuk 2
pasien yang mengalami kerusakan badan perineum segera setelah operasi. Tidak
ada pasien yang mengalami fistula yang berulang. Ukuran neoanus pada semua
pasien dikurangi menjadi ukuran 8 dilator Hegar tetapi masih sesuai untuk usia
(untuk bayi berumur 1 bulan). Semua pasien tetap memiliki kontraksi neoanus
yang baik.

Komplikasi

Kami membagi komplikasi dari PSARP berdasarkan tahap pembedahan,


kolostomi loop (tahap pertama), pembedahan definitif (tahap kedua), dan
penutupan stoma (tahap ketiga). 3 pasien mengalami komplikasi setelah menjalani
operasi tahap pertama; 2 pasien masing masing mengalami satu komplikasi,
dimana pasien pertama mengalami prolapsus stoma, pasien kedua mengalami
stoma yang tertarik kembali, dan pasien yang ketiga mengalami beberapa
komplikasi, dimana terjadi adanya perdarahan, obstruksi intestinal akibat
laparotomi, dan herniasi parastomal (tabel 2).

Segera setelah menjalani pembedahan definitif, satu pasien mengalamai keruskan


pada badan perineum ketika salah satu pasien lain mengalami kerusakan neoanus.
Keduanya di tatalaksana secara konservatif dengan pembalutan luka dan
pemberian antibiotik.

Setelah tahap ketiga yaitu penutupan stoma dilakukan, 2 pasien memerlukan


operasi perbaikan yang besar akibat komplikasi yang disebabkan oleh penutupan
stoma. Pasien lain yang termasuk mengalami komplikasi perioperative menjalani
pembedahan tahap ketiga dua kali karena kotoran yang menumpuk dan infeksi
pernapasan.

Durasi dari dilatasi anal pasien dengan PSARP


Kebanyakan pasien PSARP (84%) menjalani dilatasi anal antara 1 sampai 6 bulan
sebelum melakukan kolostomi untuk penutupan (gambar 6).

Gambar 6 Durasi dilatasi neoans pada pasien dengan ASARP

Singkatan: ASARP, anterior sagittal anorectoplasty

Durasi pembentukan stoma hingga penutupan stoma

Keseluruhan interval dari pembentukan stoma hingga penutupan berkisar 4


sampai 34,2 bulan. Durasi rata-rata untuk menyelesaikan 3 tahap perbaikan adalah
11,4 bulan dimana hal ini hamper mencapai 1 tahun (gambar 7).
Gambar 7 Durasi pembentukan stoma hingga penutupan stoma

Penilaian pola pencernaan

Penialaian fungsional setelah umur 2 tahun.

Saat follow-up, semua pasien ASARP sudah menginjak umur 2 tahun dan sudah
terlatih menggunakan toilet. Semua kecuali satu pasien memiliki pola pencernaan.
Hanya satu pasien yang dilaporkan mengalami kesulitan ketika buang air besar.
Selebihnya semua anak mempunyai dorongan untuk buang air besar ketika
dilakukan penilaian.

Dari 25 total pasien dalam grup pasien PSARP, hanya 22 pasien yang dapat
dilakukan penilaian. Dimana umur mereka > 2 tahun dan sudah terlatih
menggunakan toilet ketika penelitian ini dilakukan. Fungsi pencernaan mereka
lebih bervariasi. 3 pasien masih terlalu muda sehingga tidak memiliki dorongan
untuk pergerakan pencernaan saat dilakukannya wawancara.

Kepuasan orang tua


15 orang tua dari grup pasien ASARP mengaku puas dengan pembukaan usus
anak anak mereka, namun 7 orang tua mengaku tidak puas. Diantara 7 orang tua
yang mengaku tidak puas tersebut memiliki 2 anak mengaku sulit buang air besar,
2 anak memerlukan manuver manual, 2 anak mengeluh tinja yang sangat keras,
dan satu anak mengalami mengotori (gambar 8).

Gambar 8 Proporsi orang tua yang anaknya menjalani ASARP dan PSARP yang
merasa puas dengan hasil fungsional anak mereka paska operasi.

Singkatan: ASARP, anterior sagittal anorectoplasty; PSARP, posterior sagittal


anorectoplasty.

Penggunaan obat pencahar

Berkenaan dengan penggunaan obat pencahar atau pelunak kotoran pada anak
PSARP, 14 anak telah memiliki pembukaan usus yang biasa dengan diet biasa, 5
dari 22 anak menggunakan obat pencahar, dimana 3 anak lainnya mendapatkan
obat pencahar secara pro re nata. Dimana frekuensi dari pembukaan usus, 10 anak
mengalami pembukaan usus 1 kali dalam sehari, dan sisanya ≥2 kali dalam satu
hari; satu anak mengalami pembukaan usus setiap 3 hari sekali (gambar 9).
Gambar 9 Jumlah pasien ASARP dan PSARP yang menggunakan obat pencahar.

Singkatan: ASARP, anterior sagittal anorectoplasty; PSARP, posterior sagittal


anorectoplasty.

Perbandingan hasil awal pembedahan antara ASARP dan tiga tahap PSARP

Tidak ada hubungan statistic yang signifikan antara hasil awal pembedahan antara
ASARP dan PSARP, walaupun PSARP memiliki hasil yang kurang baik
(P=0,439) (gambar 10; tabel 3).
Gambar 10 Persentase keseluruhan dari komplikasi perioperatif.

Singkatan: ASARP, anterior sagittal anorectoplasty; PSARP, posterior sagittal


anorectoplasty.

Tabel 3 Perhitungan dari statistik yang signifikan dari komplikasi perioperatif.

Catatan: Jarak yang kosong dalam tabel berarti nilai tidak tersedia.

Singkatan: ASARP, anterior sagittal anorectoplasty; PSARP, posterior sagittal


anorectoplasty; Asymp, asymptotic; sig, significance.

Perbandingan penilaian fungsional awal antara pasien ASARP dan tiga tahap
PSARP
Secara keseluruhan, tidak ada signifikansi statistik antara hasil fungsional ASARP
dan kelompok PSARP, kecuali penilaian frekuensi (P=0,032)(tabel 4).

Tabel 4 Perhitungan signfikansi statistik dari penilaian fungsional awal.

Singkatan: ASARP, anterior sagittal anorectoplasty; PSARP, posterior sagittal


anorectoplasty.

Diskusi

Dalam penatalaksanaan kelainan anorektal, pengembalian kontinuitas anorektal


yaitu dengan fungsi sfingter yang optimal, adanya sinyal dari otak untuk refleks
buang air besar - segera setelah operasi, menurunkan stress fisik ataupun
psikologis pasien maupun keluarga pasien. Berdasarkan penelitian sebelumnya,
menunjukkan bahwa ASARP primer cukup untuk mencapai tujuan dari
pengobatan rektovestibular fistula. Hal ini disebabkan karena rektovestibular
fistula, kantung rektal telah di transversikan otot levator ani dan ASARP cukup
untuk memobilisasi kantung rektal tanpa memotong otot levator ani yang penting
untuk menjaga mekanisme menahan buang air besar. Kami melakukan penelitian
ini untuk menilai penatalksanaan masa kini, yaitu melakukan ASARP pada
neonatus. Kami juga melakukan perbandingan pada penelitian retrospektif
terdahulu mengenai hasil awal operasi neonatus dengan ASARP primer dan tiga
tahap PSARP. Perbandingan dalam penelitian ini adalah perpanjangan dari
pengalaman tentang ASARP tanpa dilatasi pada neonatus yang baru baru ini
dilakukan oleh Dayang et al. Sampai saat ini tidak ada penelitian retrospektif
ataupun prospektif untuk menilai hasil jangka pendek ataupun jangka panjang
pada neonatus yang menjalani ASARP primer dan tiga tahap PSARP
konvensional.

Hasil awal pembedahan

Pada penelitian ini, kami menunjukkan ASARP primer tanpa dilatasi anal dapat
dilakukan pada neonatus yang memiliki komplikasi minimal. Selain waktu yang
dibutuhkan untuk anastesia penundaan pemberian asupan oral segera setelah
operasi tidak dibutuhkan. Meskipun tidak mengalami dilatasi, EUA yang
dilakukan 1 bulan paska operasi menunjukkan penurunan ukuran neoanus namun
yang masih sesuai untuk usia. Infeksi luka paska operasi dilaporkan dua kali pada
masing masing kelompok ASARP dan PSARP dan semuanya di tatalaksana
secara konservatif tanpa gejala sisa. Dalam seri ini tingkat infeksi pada ASARP
adalah 22%, dimana hal ini lebih tinggi dari seri sebelumnya. Namun, kerusakan
luka dilaporkan pada kelompok ASARP yang melibatkan badan perineum hanya
untuk dua kasus pertama, hal ini mungkin mencerminkan kurva yang dipelajari
oleh ahli bedah saat tahap inisiasi. Pasien di tatalaksana secara konservatif dengan
pemberian antibiotic selama 1 minggu dan pembilasan dengan normal salin
selama 3 jam dalam 1 minggu. Faktor yang bertanggung jawab dalam peningkatan
hasil termasuk
di dalamnya teknik pembedahan dan sayatan yang dilakukan oleh yang
berpengalaman, trauma jaringan yang lebih sedikit, mobilisasi rektal yang cukup,
dan tidak adanya perdarahan yang dapat menyebabkan hematoma. Tidak ada
dehiscence total pada luka di kedua kelompok. Pada perbandingan sebelumnya
tidak ada data statistic yang signifikan tentang perbandingan hasil awal
pembedahan pada kedua grup. Berdasarkan hasil ini, kita dapat menyimpulkan
ASARP sama baiknya dengan PSARP dalam tatalaksana rektovestibular fistula.

Kebutuha untuk kolostomi pelindung

Secara tradisional, kolostomi pelindung dianjurkan dalam perbaikan


rektovestibular fistula. Alasan hal ini dilakukan adalah untuk mencegah
komplikasi utana seperti kebocoran anastomosis atau dehiscence pada luka yang
terjadi segera paska operasi. Saat komplikasi utama muncul, kolostomi pelindung
bertujuan untuk mencegah 3 operasi tambahan, dimana, kolostomi yang dilakukan
segera setelah operasi diikuti dengan perbaikan ulang, dan akhirnya penutupan
kolostomi. Operasi ulangan diketahui dapat menimbulkan hasil fungsional yang
lebih buruk. Kedua, sayatan yang dilakukan pada rektovestibular fistula hampir
seluas lesi yang lebih tinggi sehingga membenarkan tidakan kolostomi pelindung.

Namun, berdasarkan penelitian, kami memperhatikan bahwa kolostomi dapat


menghasilkan tingkat morbiditas yang signifikan jika tidak dilakukan dengan
cermat. Melalui ASARP, perbaikan total dapat dilakukan hanya dengan satu tahap
dan tidak dengan tiga tahap. Dalam penelitian ini tidak ada luka utama yang
menyebabkan sepsis pada ASARP primer. Kebutuhan untuk kolostomi
disingkirkan karena mobilisasi dari rektum divisualisasikan lebih baik dan
kompleks otot sfingter terbatas hanya pada aspek anterior, hal ini menurunkan
manipulasi jaringan dan infeksi jaringan. Kami dapat menyimpulkan bahwa
keuntungan lain dari ASARP adalah dapat menghindari kolostomi proksimal
pelvis (terdapat pada teknik klasik PSARP) tanpa resiko luka sepsis. Selain itu,
tindakan ASARP yang hanya satu tahap dapat mencegah pengulangan
hospitalisasi, dimana hal ini diartikan dapat menurunkan total pengeluaran dari
pengobatan dan
menghindari komplikasi utama yang berhubungan dengan pembentukan
kolostomi dan penutupannya.

Haruskah orang tua melakukan dilatasi anal setiap hari ?

Dalam penelitian besar besaran yang dilakukan Wakhlu et al yang


mengikutsertakan 49 pasien, stenosis anal dilaporkan 1,44% kasus pada pasien
ASARP. Pada penelitian yang kami lakukan, tidak ada pasien yang menjalani
ASARP yang kemudian berkembang menjadi stenosis meskipun melakukan
program dilatasi. Kelompok pasien tiga tahap PSARP juga tidak ada yang
melaporkan terjadinya stenosis. Namun, pada kelompok tersebut, pasien
melakukan anal dilatasi sekali setiap hari dalam waktu yang lama. Penelitian kami
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan anata dua pendekatan tersebut
yang dapat berkembang menjadi striktur. Biarpun demikian, kami menyimpulkan
dengan melakukan ASARP, dilatasi anal dapat dihindari. Hal ini tentunya dapat
meringankan orang tua atau yang merawat pasien paska operasi. Hal ini lebih
bersahabat dengan anak, dimana kita tidak harus melakukan dilatasi anus dan kita
tetap mendapatkan hasil yang sama dengan tiga tahap PSARP.

Hasil funsi usus

Usus yang terkontrol dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mendeteksi


dorongan untuk flatus atau buang air besar dan dapat mengeluarkannya di saat
yang tepat. Anak anak dengan kelainan anorektal, memiliki fungsi usus yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor kompleks yang saling mempengaruhi yaitu
fungsi sfingter, sensasi anorektal, motilitas usus. Penilaian fungsional dari 22
kasus kelompok PSARP dan 9 kasus dari kelompok ASARP yang dapat melewati
24 bulan paska operasi dan patuh dating untuk follow-up.

Dilaporkan 67% kelompok pasien ASARP dengan perilaku usus yang normal
tanpa penggunaan obat pencahar ketika dilakukan follow malampaui usia 2 tahun.
Hanya 1 pasien yang mengalami kesulitan dalam buang air besar yang dicurigai
adanya striktur atau stenosis. Namun, pemeriksaan digital saat follow up didapati
normal.
Hasil ini hampir mirip dengan hasil yang dilaporkan Wakhlu et al. Pada
perbandingan, pasien PSARP, didapati perilaku usus yang normal tanpa
punggunaan obat pencahar hanya 45%. Dampak fekal tidak dilaporkan dalam
penelitian ini walaupun ASARP dihubngkan dengan masalah aneh ini karena
pinggiran anal posterior yang menonjol; konsisi ini dapat di deteksi dengan
pemeriksaan rektal. Hanya ada satu kasus anak yang mengalami soiling dari
kelompok PSARP. Anak yang malang ini tidak memiliki komplikasi sebelumnya.
Soiling normalnya muncul pada anak yang memiliki komplikasi paska operasi dan
medapatkan operasi perbaikan.

Hanya ada satu parameter dengan data statistik yang signifikan antara kedua grup
ini, dimana kelompok ASARP memiliki lebih banyak frekuensi pembukaan usus
dibandingkan dengan kelompok PSARP (P=0,032). Walaupun cukup memuaskan,
kesimpulan yang lebih baik tentang penilaian fungsi usus bias didapati dengan
jumlah sampel yang lebih besar dari kedua kelompok dan foloow up yang lebih
lama.

Kesimpulan

Untuk pengetahuan kita, ini adalah penelitian dengan desain retrospektif pertama
yang membandingkan hasil awal pembedahan dan fungsional dari ASARP primer
pada neonatus yang tidak dilakukan penutupan stoma dan anal dilatasi paska
operasi untuk tiga tahap PSARP pada perawatan anak perempuan dengan
rektovestibular fistula. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ASARP
primer pada neonatus dapat dilakukan dan teknik yang layak untuk pengobatan
rektovestibular fistula. Keseluruhan hasil awal dari pembedahan menunjukkan
bahwa ASARP lebih baik dibandingkan PSARP. Pembatasan yang sangat baik
didapati pada kebanyakan kasus dengan teknik ASARP bahkan yang tidak
melakukan dilatasi anal. Hasil fungsional jangka pendek dinilai setelah 2 tahun
menunjukkan bahwa ASARP memperlihatkan hasil yang terus menerus membaik.
Namun, tidak ada data statistic yang menunjukkan secara signifikan antara kedua
teknik ini.
Referensi

1. Okada A, Shinkichi K, Imura K, et al. Anterior sagittal anorectoplasty for


rectovestibular and anovestibular fistula. J Pediatr Surg. 1992;27:85–88.

2. Rintala RJ. Anorectal malformations management and outcome. Semin Fetal


Neonatol Med. 1996;1:219– 230.

3. Pakarinen MP, Rintala RJ. Management and outcome of low anorectal


malformations. Pediatr Surg Int. 2010;26:1057–1063.

4. Peῇa A, Devries P. Posterior sagittal anorectoplasty: important technical


considerations and new applications. J Pediatr Surg. 1982;17:796–811.

5. de Vries PA, Pena A. Posterior sagittal anorectoplasty. J Pediatr Surg.


1982;17:638–643.

6. Günşar C, Genc A, Şencan A, Daǧlar Z, Alparslan O, Mir E. Association and


rectovestibular fistula: case report of a patient treated with one-stage posterior
sagittal anorectoplasty and sigmoid loop vaginoplasty. J Pediat Surg.
2003;38(2):262–264.

7. Stephens FD, Smith ED. Operative management of rectal deformities. In:


Anorectal Malformations in Children. Chicago, IL: Year Book Medical
Publishers; 1971:212–257.

8. Murphy F, Puri P, Hutson JM, Holschneider AM. Incidence and Frequency of


Different Types and Classification of Anorectal Malformations. Berlin,
Heidelberg: Springer Verlag; 2006:163–184.

9. Louw JH. Congenital abnormalities of the rectum and the anus. Curr Probl
Surg. 1965;31:1–64.

10.Spouge D, Baird PA. Imperforate anus in 700,000 consecutive liveborn


infants. Am J Med Genet Suppl. 1986;2:151–161.
11.Hashmi MA, Hashmi S. Anorectal malformations in female children – 10 years
experience. J R Coll Surg Edinb. 2000;45:153–158.

12.Chowdhary SK, Chalapathi G, Narasimhan KL, et al. An audit of neonatal


colostomy for high anorectal malformation: the developing world perspective.
Pediatr Surg Int. 2004;20:111–113.

13.Yang JH, Kim YJ, Chung JH, et al. A multi-center study for birth defect
monitoring systems in Korea. J Korean Med Sci. 2004;19:509–513.

14.Borman B. Annual report with data for 2000, International Clearinghouse for
Birth Defects Monitoring Systems. Roma, Italy: International Centre for Birth
Defects; 2000.

15.Tong MC. Anorectal anomalies: a review of 49 cases. Ann Acad Med


Singapore. 1981;10:479–484.

16.Chatterjee SK. Lesions in the wingspread list management in the neonatal


period. In: Chatterjee SK, editor. Anorectal Malformations: A Surgeon’s
Experience. Chap 8. New Delhi, India: Oxford University Press; 1991:48–64.

17.Smith ED. The bath water needs changing, but don’t throw out the baby: an
overview of anorectal anomalies. J Pediatr Surg. 1987;22:335–348.

18.Wakhlu A, Pandey A, Prasad A, et al. Anterior sagittal anorectoplasty for


anorectal malformations and perineal trauma in the female child. J Pediatr Surg.
1996;31(9):1236–1240.

19.Tsuji H, Okada A, Nakai H, Azuma T, Yagi M, Kubota A. Follow-up studies


of anorectal malformations after posterior sagittal anorectoplasty. J Pediatr Surg.
2002;37:1529–1533.

20.Rintala R, Lindahl H. Is normal bowel function possible after repair of


intermediate and high anorectal malformations. J Pediatr Surg. 1995;30:491–494.
21.Javid PJ, Barnhart DC, Hirschl RB, Coran AG, Harmon CM. Immediate and
long term results of surgical management of low imperforate anus in girls. J
Pediatr Surg. 1998;33:198–203.

22.Waheeb SM. The anterior sagittal anorectoplasty technique (ASARP) for


treatment of recto-vestibular fistulae and vestibular anus in children and neonates.
Ann Pediatr Surg. 2005;1:54–58.

23.Wakhlu A, Kureel SN, Tandon RK, Wakhlu AK. Long-term results of anterior
sagittal anorectoplasty for the treatment of vestibular fistula. J Pediatr Surg.
2009;44:1913–1919.

24.Shehata SM. Prospective long-term functional and cosmetic results of ASARP


versus PSARP in treatment of intermediate anorectal malformations in girls.
Pediatr Surg Int. 2009;25:863–888.

25.Kulshrestha S, Kulshrestha M, Singh B, Sarkar B, Chandra M, Gangopadhyay


AN. Anterior sagittal anorectoplasty for anovestibular fistula. Pediatr Surg Int.
2007;23:1191–1197.

26.Rangel SJ, de Blaauw I. Advances in pediatric colorectal surgical techniques.


Semin Pediatr Surg. 2010;19(2):86–95.

27.Adeniran JO, Abdur-Rahman L. One-stage correction of imperforate anus and


rectovestibular fistula in girls: preliminary results. J Pediatr Surg. 2002;37(6):E16.

28.Adeniran J. One-stage correction of intermediate imperforate anus in males.


Pediatr Surg Int. 2005;21:88–90.

29.Albanese C, Jennings RW, Lopoo JB, Bratton BJ, Harrison MR. One-stage
correction of high imperforate anus in the male neonate. J Pediatr Surg.
1999;34:834–836.

30.Patwardhan N, Kiety EM, Drake DP, Spitz L, Pierro A. Colostomy for


anorectal anomalies: high incidence of complications. J Pediatr Surg.
2001;36:795–798.

Anda mungkin juga menyukai