Management Malformasi Anorektal With Fistulae Journal Translate
Management Malformasi Anorektal With Fistulae Journal Translate
Oleh :
Suelsa Haya s.nur 150100081
Nama Pembimbing :
Metode dan pasien : Ini adalah perbandingan studi retrospektif, Dimana 9 bayi
dengan rektovestibular fistula yang menjalani ASARP dan tidak terdapat dilatasi
anal paska operasi dibandingkan dengan 25 pasien dengan rektovestibular fistula
yang menjalani PSARP dengan dilatasi anal paska operasi. Hasil pembedahan
segera ditinjau dari catatan dan lembar follow-up dari masing-masing individu dan
hasil fungsional dinilai dengan mewawancari orang tua. Hasil dibandingkan
secara statistic; dimana nilai P ≤ 0.05 dan dianggap signifikan.
Definisi
Rektovestibular fistula
Rektum berakhir pada atau tepat di bawah garis pubococcygeal, dengan fistula
anterior, 1-2 cm di sepanjang vestibula, dan kemudian menyilang dan berbatasan
langsung dengan dinding vagina posterior. Terminal gut adalah supralevator, atau
disebut fistula translevator. Vagina terkadang menjadi ganda. Diagnose dibuat
berdasarkan hal berikut :
1. 3 orifisium dalam vestibula, uretra, vagina, dan rektal fistula dalam fossa
navikularis. Orifisium total dikelilingi oleh mukosa vestibular yang
kemerahan.
2. Menjajakin fistula hanya dapat melalui kranial.
PSARP adalah tindakan operasi yang paling umum dilakukan untuk perbaikan
kelainan anorektal. Pada prosedur ini, posisi pasien adalah posisi prone.
Kontraksi kompleks anal ditentukan selektrostimulasi untuk membuat sayatan
garis tengah. Lapisan pada otot dibelah dengan hati hati hingga menjadi
beberapa lapis sebelum ke rectum bagian bawah, seperti yang dijelaskan oleh
de Vries dan Pena.
Kata pengantar
Kelainan anorektal pada anak perempuan mencakup defek yang dimulai dari
membran anus imperforata sampai kloaka yang tidak berdiferensiasi.
Rektovestibular ataupun anovestibular adalah fistula yang paling umum pada
pasien dengan kelainan anorektal. Pada kondisi ini, anal yang terbuka
(vestibula) berada pada vagina dan fourchette.
Dilaporkan insidensi terjadinya kelainan anal pada bayi 2,0-2,5 dari 10.000
kelahiran. Terdapat variasi prevalensi pada beberapa area geografi di dunia.
Louw melaporkan insidensi penyakit ini di afrika selatan adalah 5,5 dari
10.000 kelahiran. Di British Columbia, insidensinya adalah 4.0 per 10.000
kelahiran. Di india, beberapa penelitian telah menunjukkan prevalensi yang
tinggi, dengan kelainan anorektal; namun, angka kejadian keseluruhan tidak
tersedia saat ini. Di bagian timur, dilaporkan prevalensinya antara 3,38 dan
5,04 per 10.000 kelahiran di korea selatan, jepang, dan cina. Insidensi di
singapura sekitar 0.86 per 10.000 kelahiran. Di Malaysia, tidak terdapat data
lokal yang terpublikasi yang menyediakan data tentang kelainan anorektal. Di
Rumah Sakit di kuala lumpur, dari audit internal yang dilakukan pada 2007,
ada sekitar 10 kelainan anorektal dalam satu tahun- dengan sepertiganya
adalah rektovestibular fistula.
Dalam sejarah, terdapat beberapa teknik operasi yang dapat dilakukan untuk
pengobatan pasien dengan rektovestibular fistula, yaitu anal cutback,
transplantasi perineal anal, Y-V dan X-Z plasti, kolostomi dan diikuti oleh
PSARP terbatas dan perbaikan sakroperineal. Namun, hasil dari prosedur ini
tidak selalu memuaskan, baik secara fungsional maupun kosmetik. Hasil yang
buruk diakitkan dengan berbagai masalah yang berkaitan dengan kegagalan
untuk mengenali anatomi yang benar, masalah dengan menurunkan rektum,
gambaran perineum yang buruk, dengan hasil jangka Panjang dari migrasi
anterior anus.
Sejak de Vries dan Pena mengenalkan PSARP, teknik ini menjadi teknik
pembedahan utama untuk rektovestibular fistula karena peningkatan hasil
paska operasi yang signifikan dalam tingkat klinis, dan fungsional. PSARP
klasik adalah teknik perbaikan dengan tiga tahap dimana termasuk kolostomi,
yaitu prosedur yg biasanya digunakan untuk mengalihkan aliran fekal untuk
dekompresi, dan untuk melindungi anastomosis anokutaneus setelah perbaikan
rekonstruktif. Kemudian, kebanyakan pasien pembedahan secara rutin
dilakukan program dilatasi anal setiap hari untuk mencegah striktur ano-
anastomotik sebelum akhirnya dilakukan punutupan stoma.
Meskipun demikian, baru – baru ini, ASARP dengan atau tanpa kolostomi di
gunakan sebagai alternatif untuk tiga tahap perbaikan PSARP di berbagai
tempat dan menunjukkan hasil yang menjanjikan.
Mirip dengan PSARP, sayatan pada ASARP berorientasi sejalan dengan garis
sagital. Namun, keuntungan utama dari ASARP adalah, hanya aspek anterior
dari kompleks otot sfingter yang terbagi dan mekanisme kontinuitas di
pertahankan. Selain itu, seperti yang sudah disinggung oleh Wakhlu et al
“ASARP memungkinkan untuk penempatan dan menahan dari pergerakan
rektum dengan kompleks otot; otot sfingter dan badan perineum disusun
kembali secara tepat dan perineum normal dapat direkonstruksi.
umumnya, dilatasi neonal paska operasi adalah kegiatan rutin yang dilakukan
ahli bedah anak untuk menghindari striktur anokutaneus untuk memastikan
patensi prior anus untuk penutupan kolostomi. Namun, tidak ada bukti yang
jelas yg membuktikan bahwa hal ini penting untuk mencegah penyempitan
anastomotik anokutaneus ketika efek dari dilatasi saat bayi.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil segera,
tertunda, ataupun jangka panjang dari ASARP tanpa penutupan kolostomi dan
dilatasi anal paska operasi pada perbaikan tiga tahap klasik PSARP.
Desain penelitian
Kita tidak dapat melakukan percobaan kontrol randomisasi karena hal itu akan
mengurangi insidensi lokal dari retrovestibular fistula di berbagai tempat di
negara saat penelitian berlangsung. Data didapat dari catatan dan follow up
yang di simpan di departemen rekam medis, UKMMC.
Populatsi penelitian
1. Kriteria inklusi
Semua neonatus dengan rektovestibular fistula yang telah
menjalani ASARP primer atau tiga tahap PSARP.
2. Kriteria eksklusi
Gagal mendapatkan persetujuan dari orang tua, untuk melakukan
wawancara di klinik untuk penilaian kontinuitas.
Neonatus yang tidak menjalani ASARP primer atau tiga tahap
primer PSARP
Standarisasi
Sehubungan dengan ASARP pada neonatus, teknik operasi ini sesua dengan
tindakan ASARP yang menggunakan prinsip dasar yang telah dijelaskan oleh
Okada et al, Wakhlu et al, Aziz et al. Tindakan bedah dilakukan oleh konsultan
bedah anak di unit bedah anak, UKMMC. Setelah menjalani operasi, luka
perineum di irigasi dengan salin secara regular setiap 6 jam dan neonatus
diperbolehkan untuk mendapat asupan oral segera setelah operasi.
Catatan tentang laporan segera paska operasi ditelusuri dan ditinjau, khususunya
untuk menilai parameter yang telah disebutkan di bagian B pada performa
ASARP (bahan pelengkap) untuk mengevaluasi kontraksi dari kompleks anal dan
keadaan luka. Selanjutnya, catatan pada pemeriksaan anastesia yang diperoleh 1
bulan setelah operasi ditinjau untuk menilai parameter spesifik yang sama seperti
yang disebutkan di bagian B proforma pada ASARP (bahan tambahan).
Pasien dengan tiga tahap klasik PSARP semestinya sudah melalui beberapa
tindakan pembedahan sebelumnya. Mula-mula, adanya pembentukan stoma saat
periode neonatus. Selanjutnya, mereka akan melakukan tindakan PSARP saat
bayi. Kasus dengan PSARP di tangani oleh ahli bedah anak senior yang memiliki
pengalaman >10 tahun sebagai konsultan bedah anak. Standar teknik operasi
untuk PSARP diikuti oleh prinsip dasar yang sama yang telah dijelaskan de Vries
dan Pena. Setelah operasi, orang tua/wali dari neonatus dapat melakukan dilatasi
anal sekali sehari dengan menggunakan jari atau lilin yang sudah dikalibrasi untuk
mempertahankan patensi dari neoanus. Segera sesudah neoanus telah mencapai
tenaga yang adekuat, penutupan stoma dapat dilakukan. Semua parameter yang
didapat seperti yang telah disebutkan di bagian B proforma dengan PSARP (bahan
tambahan) didokumentasi setelah peninjauan pencatatan klinis yang hati hati.
Orang tua diberikan sejumlah pertanyaan untuk dijawab tentang keadaan
pencernaan kontinuitas anak mereka (bahan tambahan). Pertanyaan terhadap
orang tua ini di sebarkan peneliti, sebagian besar melalui telefon. Data tentang
pertanyaan untuk orang tua dimasukkan dalam bagian C dari proforma (bagian
ambahan; gambar 1). Namun, hanya anak yang berumur >2 tahun yang telah
menjalani toilet training yang dapat dimasukkan kedalam analisis statistik.
E-version dari Power and sample size program (Power and sample size
calculating version 3.1.2, 2014 Dupont WD, Plummer WD, Jr.; Vanderbilt
University, Nashville, TN, USA) digunakan untuk menentukan ukuran jumlah
sampel. Pada penelitian ini terdapat kasus individu dan dengan control dimana
setiap kasus memiliki tiga control. Data sebelumnya mengindikasikan bahwa
adanya kemungkinan paparan pada control adalah 0,6. Jika kemungkinan paparan
terhadap control adalah 0,05, maka kita membutuhkan 7 kasus pasien dan 21
subjek control yang dapat menolak kegagalan hipotesis dimana angka kegagalan
untuk eksperimen dan subjek control adalah sama dengan kemungkinan (power)
0,8. Kemungkinan kesalahan tipe 1 berhubungan dengan gagalnya hipotesis pada
tes ini adalah 0,05. Kita menggunakan statistik chi-squared untuk mengevaluasi
hipotesis yang gagal.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan IBM Statistical Program for Social
Science, versi 20 ((IBM Corporation, Armonk, NY, USA). Analisis statistik
dilakukan menggunakan 2x2 atau Fisher’s exact test untuk mengkategorikan data,
nilai P<0,05 dikategorikan signifikan. Ukuran sampel didapatkan dengan melalui
diskusi dengan kepala Clinical Epidemiology Unit (CEU) di UKMCC. Penelitian
ini menggunakan analisis dichotomous. Desain dari penelitian ini adalah
independent, case control. Nilai yang bermakna (α) apabila 0,05. Kekuatan
ditetapkan sebagai 1 − β dengan (β = 20) = 0,8. Standar deviasi diperoleh dengan
membandingkan kejadian komplikasi terkait kolostomi berkisar Po (60%; Nour et
al) dengan pasien tanpa kolostomi di mana komplikasi didokumentasikan sebagai
P1 (5% pasien; Wakhlu et al). Dengan demikian, nilai-nilai yang dimasukkan
adalah sebagai berikut :
α -0.05
β -0.8
Po -0.6 (60%)
P1 -0.05 (5%)
m kontrol rasio untuk penelitian adalah 3:1 (pada tindakan ASARP, sampai saat ini
hanya sembilan kasus yang terdokumentasi telah dilakukan di UKMMC)
Ukuran sampel yang berasal dari perangkat lunak kemudian diverifikasi oleh
Kepala CEU UKMMC.
Umur
Dari tahun 1997 hingga 2013 terdapat 23 pasien yang melakukan perbaikan
dengan tiga tahap. 92% pasien berumur ≤ 1 tahun, dengan usia rata rata adalah
7 bulan
dengan median pada umur 6 bulan. Kebanyakan pasien di operasi antara umur 3
sampa 7 bulan (64%). Pasien yang paling muda yang menjalani PSARP berumur
2 bulan dan yang paling tua adalah 2 tahun 3 bulan (gambar 3).
Berat badan
Kebanyakan pasien memiliki berat berdasarkan usia kehamilan yang baik, dimana
77,7% pasien memiliki berat antara 2,6 sampai 3,5 kg (gambar 4). Berat rata rata
dan media adalah 3 kg. Bayi dengan berat badan paling rendah adalah 2,5 kg dan
yang paling tinggi adalah 3,7 kg.
Gambar 4 distribusi berat badan pasien dengan ASARP.
Kami mencatat grup pasien dengan PSARP memiliki berat badan yang lebih
tinggi dibandingkan pasien ASARP, dimana, berat rata rata adalah 6,45 kg dan
median adalah 6,15 kg. Beratbadan pasien yang paling rendah adalah 4,2 kg dan
yang paling tinggi adalah 11 kg (gambar 5).
Gambar 5 Distribusi berat badan pasien dengan PSARP.
Kelainan lainnya
Pada grup ASARP, 2 pasien memiliki kelainan lain; diamana keduanya memiliki
kelainan jantung. Satu pasien memiliki small patent ductus arteriosus dan satu
pasien lain memiliki atrioseptal defect (tabel 1).
Saat pemeriksaan segera paska operasi, sementara pasien masih dalam anastesia
umum, semua pasien memiliki badan perineum dan kontraksi neoanal yang baik.
Neoanus untuk semua pasien dikalibrasi dengan ukuran 9 dilator Hegar. Segera,
setelah operasi, dua pasien pertama mengalami kerusakan luka pada badan
perineum (tabel 2). Namun, tidak ada kerusakan luka pada neoanus. Pemberian
makan dilakukan pada hari pertama paska operasi .
EUA pada 1 bulan paska operasi muncul pada semua pasien, yang memiliki
gambaran badan perineum dan kontraksi neoanus yang baik dan termasuk 2
pasien yang mengalami kerusakan badan perineum segera setelah operasi. Tidak
ada pasien yang mengalami fistula yang berulang. Ukuran neoanus pada semua
pasien dikurangi menjadi ukuran 8 dilator Hegar tetapi masih sesuai untuk usia
(untuk bayi berumur 1 bulan). Semua pasien tetap memiliki kontraksi neoanus
yang baik.
Komplikasi
Saat follow-up, semua pasien ASARP sudah menginjak umur 2 tahun dan sudah
terlatih menggunakan toilet. Semua kecuali satu pasien memiliki pola pencernaan.
Hanya satu pasien yang dilaporkan mengalami kesulitan ketika buang air besar.
Selebihnya semua anak mempunyai dorongan untuk buang air besar ketika
dilakukan penilaian.
Dari 25 total pasien dalam grup pasien PSARP, hanya 22 pasien yang dapat
dilakukan penilaian. Dimana umur mereka > 2 tahun dan sudah terlatih
menggunakan toilet ketika penelitian ini dilakukan. Fungsi pencernaan mereka
lebih bervariasi. 3 pasien masih terlalu muda sehingga tidak memiliki dorongan
untuk pergerakan pencernaan saat dilakukannya wawancara.
Gambar 8 Proporsi orang tua yang anaknya menjalani ASARP dan PSARP yang
merasa puas dengan hasil fungsional anak mereka paska operasi.
Berkenaan dengan penggunaan obat pencahar atau pelunak kotoran pada anak
PSARP, 14 anak telah memiliki pembukaan usus yang biasa dengan diet biasa, 5
dari 22 anak menggunakan obat pencahar, dimana 3 anak lainnya mendapatkan
obat pencahar secara pro re nata. Dimana frekuensi dari pembukaan usus, 10 anak
mengalami pembukaan usus 1 kali dalam sehari, dan sisanya ≥2 kali dalam satu
hari; satu anak mengalami pembukaan usus setiap 3 hari sekali (gambar 9).
Gambar 9 Jumlah pasien ASARP dan PSARP yang menggunakan obat pencahar.
Perbandingan hasil awal pembedahan antara ASARP dan tiga tahap PSARP
Tidak ada hubungan statistic yang signifikan antara hasil awal pembedahan antara
ASARP dan PSARP, walaupun PSARP memiliki hasil yang kurang baik
(P=0,439) (gambar 10; tabel 3).
Gambar 10 Persentase keseluruhan dari komplikasi perioperatif.
Catatan: Jarak yang kosong dalam tabel berarti nilai tidak tersedia.
Perbandingan penilaian fungsional awal antara pasien ASARP dan tiga tahap
PSARP
Secara keseluruhan, tidak ada signifikansi statistik antara hasil fungsional ASARP
dan kelompok PSARP, kecuali penilaian frekuensi (P=0,032)(tabel 4).
Diskusi
Pada penelitian ini, kami menunjukkan ASARP primer tanpa dilatasi anal dapat
dilakukan pada neonatus yang memiliki komplikasi minimal. Selain waktu yang
dibutuhkan untuk anastesia penundaan pemberian asupan oral segera setelah
operasi tidak dibutuhkan. Meskipun tidak mengalami dilatasi, EUA yang
dilakukan 1 bulan paska operasi menunjukkan penurunan ukuran neoanus namun
yang masih sesuai untuk usia. Infeksi luka paska operasi dilaporkan dua kali pada
masing masing kelompok ASARP dan PSARP dan semuanya di tatalaksana
secara konservatif tanpa gejala sisa. Dalam seri ini tingkat infeksi pada ASARP
adalah 22%, dimana hal ini lebih tinggi dari seri sebelumnya. Namun, kerusakan
luka dilaporkan pada kelompok ASARP yang melibatkan badan perineum hanya
untuk dua kasus pertama, hal ini mungkin mencerminkan kurva yang dipelajari
oleh ahli bedah saat tahap inisiasi. Pasien di tatalaksana secara konservatif dengan
pemberian antibiotic selama 1 minggu dan pembilasan dengan normal salin
selama 3 jam dalam 1 minggu. Faktor yang bertanggung jawab dalam peningkatan
hasil termasuk
di dalamnya teknik pembedahan dan sayatan yang dilakukan oleh yang
berpengalaman, trauma jaringan yang lebih sedikit, mobilisasi rektal yang cukup,
dan tidak adanya perdarahan yang dapat menyebabkan hematoma. Tidak ada
dehiscence total pada luka di kedua kelompok. Pada perbandingan sebelumnya
tidak ada data statistic yang signifikan tentang perbandingan hasil awal
pembedahan pada kedua grup. Berdasarkan hasil ini, kita dapat menyimpulkan
ASARP sama baiknya dengan PSARP dalam tatalaksana rektovestibular fistula.
Dilaporkan 67% kelompok pasien ASARP dengan perilaku usus yang normal
tanpa penggunaan obat pencahar ketika dilakukan follow malampaui usia 2 tahun.
Hanya 1 pasien yang mengalami kesulitan dalam buang air besar yang dicurigai
adanya striktur atau stenosis. Namun, pemeriksaan digital saat follow up didapati
normal.
Hasil ini hampir mirip dengan hasil yang dilaporkan Wakhlu et al. Pada
perbandingan, pasien PSARP, didapati perilaku usus yang normal tanpa
punggunaan obat pencahar hanya 45%. Dampak fekal tidak dilaporkan dalam
penelitian ini walaupun ASARP dihubngkan dengan masalah aneh ini karena
pinggiran anal posterior yang menonjol; konsisi ini dapat di deteksi dengan
pemeriksaan rektal. Hanya ada satu kasus anak yang mengalami soiling dari
kelompok PSARP. Anak yang malang ini tidak memiliki komplikasi sebelumnya.
Soiling normalnya muncul pada anak yang memiliki komplikasi paska operasi dan
medapatkan operasi perbaikan.
Hanya ada satu parameter dengan data statistik yang signifikan antara kedua grup
ini, dimana kelompok ASARP memiliki lebih banyak frekuensi pembukaan usus
dibandingkan dengan kelompok PSARP (P=0,032). Walaupun cukup memuaskan,
kesimpulan yang lebih baik tentang penilaian fungsi usus bias didapati dengan
jumlah sampel yang lebih besar dari kedua kelompok dan foloow up yang lebih
lama.
Kesimpulan
Untuk pengetahuan kita, ini adalah penelitian dengan desain retrospektif pertama
yang membandingkan hasil awal pembedahan dan fungsional dari ASARP primer
pada neonatus yang tidak dilakukan penutupan stoma dan anal dilatasi paska
operasi untuk tiga tahap PSARP pada perawatan anak perempuan dengan
rektovestibular fistula. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ASARP
primer pada neonatus dapat dilakukan dan teknik yang layak untuk pengobatan
rektovestibular fistula. Keseluruhan hasil awal dari pembedahan menunjukkan
bahwa ASARP lebih baik dibandingkan PSARP. Pembatasan yang sangat baik
didapati pada kebanyakan kasus dengan teknik ASARP bahkan yang tidak
melakukan dilatasi anal. Hasil fungsional jangka pendek dinilai setelah 2 tahun
menunjukkan bahwa ASARP memperlihatkan hasil yang terus menerus membaik.
Namun, tidak ada data statistic yang menunjukkan secara signifikan antara kedua
teknik ini.
Referensi
9. Louw JH. Congenital abnormalities of the rectum and the anus. Curr Probl
Surg. 1965;31:1–64.
13.Yang JH, Kim YJ, Chung JH, et al. A multi-center study for birth defect
monitoring systems in Korea. J Korean Med Sci. 2004;19:509–513.
14.Borman B. Annual report with data for 2000, International Clearinghouse for
Birth Defects Monitoring Systems. Roma, Italy: International Centre for Birth
Defects; 2000.
17.Smith ED. The bath water needs changing, but don’t throw out the baby: an
overview of anorectal anomalies. J Pediatr Surg. 1987;22:335–348.
23.Wakhlu A, Kureel SN, Tandon RK, Wakhlu AK. Long-term results of anterior
sagittal anorectoplasty for the treatment of vestibular fistula. J Pediatr Surg.
2009;44:1913–1919.
29.Albanese C, Jennings RW, Lopoo JB, Bratton BJ, Harrison MR. One-stage
correction of high imperforate anus in the male neonate. J Pediatr Surg.
1999;34:834–836.