Berdasarkan asuhan keperawatan pada Tn S dengan diagnosa keperawatan
utama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral di Ruang Yosef 3 Dago RS Sanbor Borromeus yang telah diberikan melalui pendekatan proses keperawatan selama dua hari terhitung mulai tanggal 15-16 Januari 2020, penulis akan membahas beberapa hal antara konsep teori meningitis dan kasus sebenarnya.
Dari hasil pengkajian yang didapat, alasan keluarga membawa klien ke RS
tanggal 10 Januari 2020 karena klien tiba-tiba pingsan dirumah dan tidak sadarkan diri ± satu jam sebelum dibawa ke RS pukul 21.00. Hal ini sejalan dengan Machfoed MH (2012) mengemukakan bahwa gejala klinis utama dari meningitis yang sering dijumpai yaitu penurunan kesadaran. Hal tersebut didapat pada kasus Tn S terjadi penurunan kesdaran dengan tingkat kesadaran sopor, nilai GCS 8.
Diagnosa keperawatan yang diangkat pada Tn S dengan meningitis yaitu:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral atau penyumbatan aliran darah 2. Risiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru 3. Peningkatan tekanan intrakranian berhubungan dengan akumulasi cairan serebrospinal 4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan nerumuskular
Diagnosa yang pertama diangkat pada Tn S yaitu ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral hal ini sejalan dengan data yang didapat bahwa terjadi penurunan kesadaran pada Tn S dengan tingkat kesadaran sopor dan nilai GCS 8. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Giok (2013) bahwa pasien dengan kasus meningitis tuberkulosis akan mengalami ketidakefektifan perfusi jaringan otak yang disebabkan oleh kerusakan adrenal sehingga terjadi hiperperfusi. Diagnosa kedua yaitu risiko tinggi gangguan pertukaran gas. Terdapat kesenjangan pada diagnosa kedua dengan teori dikarenakan pada teori asuhan keperawatan meningitis tidak didapatkan diagnose tersebut, namun penulis tetap mengangkat diagnosa risiko tinggi gangguan pertukaran gas berdasarkan hasil radiologi yang didapat yaitu Chest AP Supine dengan hasil gambaran TB paru miller dana CT scan kepala dengan hasil korelasi foto thorax curiga tuberculosis, sehingga klien mengangkat diagnosa yang ada pada kasus TB yaitu risiko tinggi gangguan pertukaran gas.
Diagnosa yang ketiga yaitu peningkatan tekanan intrakranial, sama halnya
dengan diagnosa kedua bahwa penulis mengangkat diagnosa berdasarkan kasus yang didapat pada pasien. Pada kasus meningitis sudah dapat dipastikan akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme ke pembuluh darah samapai ke serebral terjadi tromboemboli dan menyebar ke cairan serebrospimal sehinga terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Diagnosa terakhir yaitu hambatan mobilitas fisik yang diangkat berdasarkan
data yang didapat pada pasien yaitu kekuatan otot Tn S yaitu 1-1-1-1 nilai kekuatan otot 5 (0-5). Sehingga penulis mengangkat diagnosa hambatan mobilitas fisik pada Tn S.