Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rafhaela Mumtaz Tahani

Nim : 1183070164

Kelas : MKS 3 D

Matkul : Kapita Selekta Pemikiran Ekonomi Islam

WAKAF

Bila mengingat sejarah, wakaf menjadi salah satu instrumen yang banyak memberikan
kesejahteraan bagi umat. Salah satu yang paling terkenal adalah wakaf sumur Usman bin Affan.
Wakaf tersebut adalah hasil negosiasi Usman bin Affan dengan seorang Yahudi yang menguasai
sebuah sumur. Saat itu semua warga yang ingin memperoleh air, ia harus membelinya dari orang
yahudi tersebut. Melihat kondisi tersebut, Usman bin Affan hendak membeli sumur tersebut.
Karena orang yahudi melarang keseluruhan sumur di jual akhirnya disepakati setengahnya untuk
Usman bin Affan. Dikarenakan setengah kepemilikan milik Usman, maka operasionalisasi dari
sumur tersebut diselang-seling setiap harinya. Sehari milik Yahudi sehari milik Usman. Pada saat
harinya Usman, ia menggratiskan sumur tersebut. Seiring berjalannya waktu, masyarakat tidak
ada lagi yang mengambil air dihari miliknya Yahudi. Semua menunggu hari kepemilikannya
Usman. Alhasil sumur menjadi sepi dan Yahudi menjual semua kepemilikan sumur kepada
Usman bin Affan. Sumur tersebut hingga saat ini banyak menghasilkan manfaat. Hasil dari
kebermanfaatan sumur tersebut kemudian disisihkan sebagian untuk umat dan sebagian lagi
ditabung untuk menghasilkan wakaf baru. Bahkan, Usman bin Affan kini memiliki rekening atas
nama dirinya di salah satu Bank di Saudi. Selain Usman bin Affan, kebermanfaatan wakaf juga
dihasilkan oleh khalifah lain seperti Umar bin Khattab yang mewakafkan tanah di khaibar. Ali
bin Abi Thalib mewakafkan hartanya di Yanbu dan Khaibar.

Definisi

Wakaf secara bahasa berasal dari kata waqafa yang memiliki arti yaitu berhenti, diam, atau
menahan. Ulama Yusuf bin Hasan mendefinisikan dari segi bahasa yaitu menahan sesuatu.

Definisi menurut syara‘ adalah menahan harta-benda yang memungkinkan untuk mengambil
manfaatnya beserta kekalnya dzat harta-benda itu sendiri, dilarang untuk menasaharrufkan
dzatnya. Sedang menasharrufkan kemanfaatannya itu dalam hal kebaikan dengan tujuan
mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Menurut Imam An-Nawawi penulis kitab Riyadhus Shalihin dan Hadist al-arbain wakaf adalah
menahan harta yang dapat diambil manfaatnya untuk orang lain serta menggunakannya untuk
kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.

Landasan Hukum

Terdapat pada QS. Al-Baqarah ayat 267 yang artinya,

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.“

Meskipun tidak secara tersurat disebutkan “wakaf” tapi secara substansial ayat tersebut memiliki
inti yang sama.

Lalu pada terdapat pula pada hadist yaitu Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
“Umar pernah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, lalu ia menghadap Nabi SAW mohon
petunjuk beliau tentang pengelolaannya seraya berkata,

“Wahai Rasulullah, saya mendapatkan tanah di Khaibar. Yang menurut saya, saya belum pernah
memiliki tanah yang lebih baik daripada tanah tersebut. Beliau bersabda, “Kalau engkau mau,
kau tahan pohonnya dan sedekahkan buahnya”

Lalu Umar mewakafkan tanahnya dengan syarat pohonnya tidak boleh dijual, tidak boleh
dihadiahkan, dan tidak boleh diwarisi. Hasil dari pohon tersebut disedekahkan kepada kaum
fakir, kerabat-kerabat, budak-budak, orang-orang yang membela agama Allah, tamu, dan musafir
yang kehabisan bekal. Namun tidak masalah bagi pengurus wakaf untuk memakan hasilnya
dengan baik dan memberi makan teman-temannya yang tidak memiliki harta. (Muttafaq
‘alaih. HR. Bukhari, no. 2772; Muslim, no. 1632).

Secara landasan hukum yang legal di Indonesia, telah ada undang yang mengatur tentang ini.
Yaitu Undang-Undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 2004.
Rukun dan Syarat

Adapun sama halnya seperti ibadah-ibadah lain, wakaf memiliki rukun-rukun yang harus di taati,
yaitu :

Menurut jumhur ulama kebanyakan, mereka sepakat bahwa rukun wakaf ada empat, yaitu:

1. Wakif (orang yang berwakaf)

2. Mauquf ‘alaih (orang yang menerima wakaf)

3. Mauquf (harta yang diwakafkan)

4. Sighat (pernyataan wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan harta bendanya).

Menurut pasal 6 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, wakaf dilaksanakan dengan memenuhi
unsur wakaf sebagai berikut:

1. Wakif

2. Nadzir

3. Harta Benda Wakaf

4. Ikrar Wakaf

5. Peruntukkan Harta Benda Wakaf

6. Jangka Waktu Wakaf

Anda mungkin juga menyukai