Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN TEORETIS DAN LEGALISTIK

2.1. Tinjauan Teoretis

2.1.1. Peran

Dalam kamus bahasa Indonesia ada dua arti yaitu yang pertama

adalah bagian yang dimainkan seorang pemain, sedangkan arti kedua

adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa.

Dalam pendapat lain yang dikemukakan oleh Soekanto (2012) :

Peranan (Role) yakni merupakan aspek kedudukan (status). Apabila

seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara

kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan

keduanya tak dapat dipisahkan, karena yang satu tergantung dengan

yang lainnya.

Melihat dari artian peranan diatas maka antara kedudukan dengan

peranan tidak bisa dipisahkan. Jadi peranan seseorang dapat dilihat dari

keberadaan dia dalam masyarakat baik secara struktural maupun kultural,

yaitu dari poisisi seseorang dalam masyarakat ( social position ).

Soekanto mengatakan lebih lanjut (2012) bahwa : peranan

mencakup tiga hal sebagai berikut :

13
14

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat.

b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat diiakukan oleh

individu dalam hidup bermasyarakat sebagai suatu organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan perilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat.

Peranan yang melekat pada individu-individu dalam masyarakat

penting bagi hal-hal sebagai berikut :

a. Peranan harus dilaksanakan jika ingin mempertahankan

kelangsungan struktur masyarakat.

b. Peranan melekat pada individu-individu yang mampu

melaksanakannya.

c. Belum tentu semua orang mampu melaksanakan peranannya secara

baik karena terbentur dengan kepentingan-kepentingan pribadi dan

kepentingan orang lain.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa peranan adalah hak dan

kewajiban yang harus dilakukan oleh seseorang berkaitan dengan

kedudukan, tugas dan fungsinya dalam masyarakat.

2.1.2. Konflik

Hayat menjelaskan bahwasanya Konflik adalah sebuah c. Konflik

menurut Hambali Thalib (1986) dalam Ngadisah (2015:172) yaitu:

“Perbedaan pendapat, perselisihan paham, sengketa antara dua pihak

tentang hak dan kewajiban pada saat keadaan yang sama”.


15

Menurut Rusdiana (2015 :68) konflik dalam bahasa latin, yaitu:

“Configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik

diartikan sebagai proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa

juga kelompok), salah satu pihak besrusaha menyingkirkan pihak

lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya”.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa

individu dalam suatu interaksi. Perbedaan tersebut menyangkut ciri fisik,

kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan dan sebagainya.

Konflik berlawanan makna dengan integrasi. Konflik dan integrasi

berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol

akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna

dapat menciptakan konflik.

Konflik tidak selalu dimaknai buruk karena konfliklah yang menjadi

instrument perubahan. Paradigma pluralis memberikan dasar pada

paradigm kritis yang terkait dengan asumsinya bahwa manusia

merupakan sosok independen, bebas dan memiliki otoritas untuk

menafsirkan realitas. Paradigma konflik mempertajam paradigm kritis

dengan asumsinya tentang adanya pembongkaran atau dominasi suatu

kelompok dengan kelompok lain.

Konflik dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu hal yang

mendasar dan esensial. Konflik mempunyai kekuatan yang membangun

adanya variable yang bergerak bersamaan secara dinamis. Oleh karena


16

itu, konflik adalah suatu proses yang wajar terjadi dalam suatu kelompok

atau masyarakat.

Menurut Killman dan Thomas dalam Rusdiana (2015 :162), konflik

adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antara nilai dan tujuan yang

ingin dicapai, baik dalam diri individu maupun hubungannya dengan

oranglain.

Menurut Taquiri dalam Rusdiana (2015 :68), konflik merupakan

warisan kehidupan sosial yang berlaku dalam berbagai keadaan akibat

bangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan antara

dua belah pihak atau lebih secara berterusan.

Dari pendapat ahli di atas mengenai konflik, para ahlipun

memberikan ragam jenis mengenai konflik. Menurut Polak M., konflik

antar kelompok, konflik intern dalam kelompok; konflik antarindividu untuk

mempertahankan hak dan kekayaan; dan konfli intern individu untuk

mencapai tujuan.

Menurut Handoko dalam Rusdiana (2015 :141) jenis konflik antara

lain “konflik dalam diri individu, konflik antar individu dalam organisasi dan

konflik antar organisasi”.

Keberagaman peristiwa dari wujud konflik sosial tersebut

sesungguhnya dapat diklasifikasikan ke dalam enam kelompok konflik

sosial, yaitu sebagai berikut;


17

a. Konflik Pribadi

Konflik pribadi merupakan pertentangan yang terjadi secara

individual yang melibatkan dua orang yang bertikai. Misalnya,

pertentangan yang terjadi antardua teman, perselisihan suami

istri, pertentangan antara pimpinan dan salah seorang stafnya.

b. Konflik Kelompok

Konflik ini terjadi karena adanya pertentangan antara dua

kelompok dalam masyarakat. Misalnya, pertentangan antara

dua perusahaan yang memproduksi barang sejenis dalam dua

perusahaan yang memproduksi barang sejenis dalam

memperebutkan daerah pemasaran, pertentangan antara dua

kesebelasan olahraga.

c. Konflik Antarkelas Sosial

Konflik antarkelas sosial dapat terjadi pada status sosial yang

berbeda, yang dapat disebabkan oleh perbedaan kepentingan

atau perbedaan pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari

sering ditemukan bentuk konflik ini, seperti pertentangan antara

majikan dan buruh, pertentangan antara yang kaya dan yang

miskin, antara petani dan tuan tanah.

d. Konflik Rasial

Ras, yaitu sekelompok manusia yang memiliki ciri-ciri badaniah

yang sama dan berbeda dengan kelompok lainnya. Ciri-ciri

tersebut dapat dilihat dari bentuk tubuh, warna kulit, corak


18

rambut, bentuk muka, dan lain-lain yang sifatnya kasat mata

sehingga dengan mudah dapat dibedakan dengan kelompok

lain. Jadi, konflik rasional ini adalah pertikaian yang terjadi

karena didasarkan perbedaan pandangan terhadap ciri-ciri

jasmaniah tersebut. Misalnya, ras kaukasoid negroid sehingga

sering terjadi pertikaian yang terjadi oleh perbedaan ras

tersebut, seperti apartheid dan diskriminasi di Amerika.

e. Konflik Politik

Politik adalah salah satu aspek dalam sistem sosial yang

menyangkut masalah kekuasaan, wewenang dan

pemerintahan. Konflik politik adalah pertentangan yang terjadi

dalam masyarakat karena perbedaan pendapat atau ideology

yang dianut oleh masing-masing kelompok. Misalnya, pertikaian

antara kaum penjajah dan pribumi, pertentangan antardua

partai politik, pertentangan antar pemerintah dan rakyat.

f. Konflik Budaya

Konflik Budaya adalah pertentangan yang terjadi dalam

masyarakat yang disebabkan oleh adanya perbedaan budaya.

Bentuk konflik ini sering terjadi pada penduduk pluralistik

dengan latar belakang budaya yang berbeda sehingga dapat

menimbulkan pertentangan budaya yang satu dan lainnya.

Selain itu, dapat pula terjadi antara budaya daerah dan budaya
19

yang berasal dari luar atau pertentangan antara budaya barat

dan timur.

Dalam kehidupan sehari-hari sulit membedakan antara bentuk

konflik sosial yang satu dan yang lainnya karena konflik pribadi

dapat memicu terjadinya konflik politik, konflik rasial ataupun ras

kelompok.

jadi, teori konflik merupakan sebuah teori tentang perbedaan

substantif dari masyarakat yang juga berkaitan dengan sebuah struktur

fungsional, dapat berupa perbedaan atau perselisihan pribadi atau

kelompok.

2.2. Tinjauan Legalistik

2.2.1. Camat dan Kecamatan

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pada Bab VIII

pasal 209 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa Kecamatan

adalah Perangkat Daerah kabupaten/kota, sebagaimana dijelaskan pada

ayat (2) huruf f, Perangkat Daerah kabupaten/kota terdiri atas:

a. Sekretariat Daerah;

b. Sekretariat DPRD;

c. Inspektorat;

d. Dinas;

e. Badan;

f. Kecamatan,
20

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah menyatakan pada Bab VIII pasal 221 ayat (1) bahwa “Daerah

kabupaten/kota membentuk Kecamatan dalam rangka meningkatkan

koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan

pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan”.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

19 Tahun 2008 tentang Kecamatan dalam Penjelasan terhadap

Peraturan Pemerintah ini yaitu Camat juga berperan sebagai

kepala wilayah (wilayah kerja, namun tidak memiliki daerah dalam

arti daerah kewenangan), karena melaksanakan tugas umum

pemerintahan di wilayah kecamatan, khususnya tugas-tugas

atributif dalam bidang koordinasi pemerintahan terhadap seluruh

instansi pemerintah di wilayah kecamatan, penyelenggaraan

ketenteraman dan ketertiban, penegakan peraturan perundang-

undangan, pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa

dan/atau kelurahan, serta pelaksanaan tugas pemerintahan lainnya

yang belum dilaksanakan oleh pemerintahan desa/kelurahan

dan/atau instansi pemerintah lainnya diwilayah kecamatan. Oleh

karena itu, kedudukan camat berbeda dengan kepala instansi

pemerintahan lainnya di kecamatan, karena penyelenggaraan

tugas instansi pemerintahan lainnya di kecamatan harus berada

dalam koordinasi Camat


21

pasal 15 disebutkan bahwa camat dalam penyelenggaraan tugas

umum pemerintahan meliputi :

a. Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;

b. Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan

ketertiban umum;

c. Mengoordinasikan penerapan dan penegakkan peraturan

perundang-undangan;

d. Mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas

pelayanan umum;

e. Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan

di tingkat kecamatan;

f. Membina penyelenggaran pemerintahan desa dan/atau

kelurahan;

g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang

lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan

pemerintahan desa atau kelurahan.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18

Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah Bab III pasal 50 ayat (2) bahwa

“Kecamatan dipimpin oleh Camat atau sebutan lain yang berkedudukan di

bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris

Daerah kabupaten/kota”.
22

Pada ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18

Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah Bab III pasal 50 menyatakan

bahwa tugas camat adalah :

a. Menyelenggarakan Urusan Pemerintahan umum;

b. Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;

c. Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan

ketertiban umum;

d. Mengoordinasikan penerapan dan penegakan Peraturan

Daerah dan Peraturan Bupati/Wali kota;

e. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan sarana

pelayanan umum;

f. Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan

yang dilakukan oleh Perangkat Daerah di tingkat kecamatan;

g. Membina dan mengawasi penyelenggaraan kegiatan desa

atau sebutan lain dan/atau kelurahan;

h. Melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi

kewenangan kabupaten/kota yang tidak dilaksanakan oleh

unit kerja Pemerintahan Daerah kabupaten/kota yang ada di

kecamatan; dan

i. Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh peraturan

perundang-undangan.

Pada ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18

Tahun 2016 Bab III pasal 50 tentang Perangkat Daerah menyatakan


23

bahwa “Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat

(3), camat melaksanakan tugas yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota

untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi

kewenangan Daerah kabupaten/kota”.

2.2.2. Penanganan Konflik Sosial

Termuat dalam pembukaan Undang-undang dasar 1945 Alinea 4

bahwa salah satu tujuan Negara Indonesia adalah melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta termuat

dalam sila ketiga Pancasila yaitu persatuan Indonesia dimana Negara

sangat tidak menginginkan adanya perpecahan yang terjadi antara

sesama warga Negara dengan alas an apapun sebisa mungkin Negara

menjunjung tinggi perdamaian yang abadi dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Maka salah satu agenda pemerintah yaitu,

menangani segala jenis konflik yang terjadi di seluruh pelosok tanah air.

Termasuk konflik sosial yang terjadi ditingkat daerah bahkan di kecamatan

jika tidak ditangani sedari pencegahan maka dapat dapat mempengaruhi

stabilitas keamanan bangsa Indonesia.

Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 tahun 2012 tentang

Penanganan Konflik Sosial adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik

sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya konflik mencakup 3

kegiatan yaitu :
24

a. Pencegahan Konflik,

Pencegahan konflik dapat dilakukan dengan beberapa cara

menurut peraturan perundang-undangan yaitu; (1)memelihara

kondisi damai dalam masyarakat; (2)mengembangkan sistem

penyelesaian perselisihan secara damai; (3) meredam potensi

Konflik; dan (4) membangun sistem peringatan dini

b. Penghentian Konflik

Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan dalam tahap

penghentian konflik yakni; (1) penghentian kekerasan fisik; (2)

penetapan Status Keadaan Konflik; (3) tindakan darurat

penyelamatan dan pelindungan korban; dan/atau (4) bantuan

penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI

c. Pemulihan Pascakonflik.

Pemulihan pascakonflik dapat dilakukan dengan beberapa cara,

antara lain; (1)rekonsiliasi; (2) rehabilitasi; dan (3) rekonstruksi

Undang-undang ini, dalam penanganan konflik harus

mencerminkan asas kemanusiaan, hak asasi manusia, kebangsaan,

kekeluargaan, mengacu pada bhinneka tunggal ika, keadilan, keseteraan

gender, ketertiban dan kepastian hukum juga mencerminkan

keberlanjutan, kearifan local, tanggung jawab Negara, partisipatif, tidak

memihak dan membeda-bedakan.

Tujuan Penanganan Konflik sosial, menurut pasal 3 Undang-

undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial adalah


25

menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai dan

sejahtera. Lalu memelihara kondisi damai dan harmonis dalam hubungan

sosial kemasyarakatan. Meningkatkan tenggang rasa dan toleransi,

memelihara fungsi pemerintahan, melindungi jiwa, harta benda, serta

sarana dan prasarana umum. Serta memberikan perlindungan dan

pemenuhan hak korban, memulihkan kondisi fisik dan mental masyarakat

serta sarana dan prasarana umum.

Bab 3 pasal 6 menjelaskan apa yang dilakukan dalam pencegahan

konflik serta pasal 9 yaitu pemerintah dan pemerintah daerah dalam hal ini

peran Camat Pujut sebagai pompinan di wilayah kecamatan dalam upaya

meredam dan meminimalisir potensi konflik dalam masyarakat maka

camat harus (1) melakukan perencanaan serta pelaksanaan

pembangunan yang mengedepankan aspirasi masyarakat Kecamatan

Pujut, (2) merealisasikan program perdamaian di daerah potensi konflik,

(3) mengaplikasikan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik pada

struktur organisasi kecamatan sehingga setiap bagian paham akan tugas

pokok dan fungsinya, (4) sesering mungkin mengadakan dialog

antarkelompok masyarakat atau perwakilan dari tokoh masyarakat dan

kelurahan sehingga masyarakat merasa diperhatikan oleh pemerintah.

Pemerintah juga menerbitkan peraturan pemerintah Nomor 2

Tahun 2015 tentang peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 7

Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Pemerintah

sangatmenaruh perhatian penuh terhadap ancaman serta dampak konflik


26

yang terjadi sehingga menerbitkan peraturan pemerintah ini dengan tujuan

melaksanakan fungsi Negara yaitu perlindungan serta memberikan rasa

aman terhadap masyarakat semaksimal mungkin dan menangani konflik

sosial dengan terintegrasi, komprenshif dan terkoordinasi. Peraturan

Pemerintah tentang peraturan pelaksanaan penanganan konflik sosial ini

diatur juga mengenai ketentuan pencegahan konflik, tindakan darurat

penyelamatan dan perlindungan korban, bantuan penggunaan dan

kekuatan TNI, pemulihan pascakonflik, peran serta masyarakat,

pendanaan penanganan konflik dan monitoring serta evaluasi. Untuk itu

masyarakat kecamatan pujut yang berada dilingkungan konflik dapat

berpartisipasi untuk meringankan tugas pemerintah daerah dengan tidak

berbuat kekacauan dan selalu menjaga ketertiban di lingkungan

berdampingan saat menyelenggarakan acara-acara hiburan maupun

hajatan.

Diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun

2015 tentang Pelaksanaan Koordinasi Penanganan Konflik Sosial,

disebutkan pada pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015

tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012

tentang Penanganan Konflik Sosial. Yang mana hal ini termasuk dalam

program strategis nasional. Untuk itu, sebagai upaya mengefektifkan

penanganan konflik sosial, perlu adanya peningkatan kualitas, sinergi dan

keterpaduan dalam mengantisipasi konflik, penghentian konflik dan


27

pemulihan pasca konflik dengan sistem koordinasi secara terpadudimulai

dari tingkat nasional, provinsi hingga kabupaten/kota.

Pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk

menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Sebagaimana termuat dalam Peraturan Bupati Nomor 36 Tahun 2013

tentang Pendelegasian Sebagian Kewenangan Bupati Kepada Camat.

Kemajuan dan perkembangan yang terjadi di Kabupaten Lombok tengah

semakin pesat didukung ole potensi-potensi pariwisata yang dimiliki,

selain telah membawa dampak positif dalam beragai bidang. Namun dilain

pihak menimbulkan dampak sosial yaitu konflik dan ketertiban umum di

Kabupaten Lombok tengah sehingga perlu diatasi. Sebagaimana tertuang

pada BAB II pasal 9 dalam Peraturan Bupati tersebut bahwasanya Camat

mempunyai tugas dalam memfasilitasi kerjasama dan penyelesaian

konflik yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai