Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN MODUL KIMIA BAHAN

MAKANAN
OLEH

SUSANTI ABAS

442416035

S1-KIMIA A

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2020

1
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL....................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................2

MODUL I PENENTUAN KADAR VITAMIN C METODE TITRASI...........Error!


Bookmark not defined.

MODUL II ANALISIS PENGAWET NATRIUM BENZOAT PADA MAKANAN


.............................................................................................Error! Bookmark not defined.

MODUL III ENZIM DALAM PENGOLAHAN MAKANAN.................................25

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................37

2
MODUL 1
PENENTUAN KADAR VITAMIN C METODE TITRASI
A. Tujuan :
Menentukan kadar vitamin C pada suatu sampel dengan metode titrasi
B. Dasar Teori
Vitamin C disebut juga asam askorbat, struktur kimianya terdiri dari rantai 6 atom C
dan kedudukannya tidak stabil (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O2 di udara
menjadi asam dehidroaskorbat merupakan vitamin yang paling sederhana. Sifat vitamin
C adalah mudah berubah akibat oksidasi namun stabil jika merupakan kristal (murni).
mudah berubah akibat oksidasi, tetapi amat berguna bagi manusia (Safaryani, dkk.,
2007).
Vitamin C adalah salah satu vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Vitamin
C mempunyai peranan yang penting bagi tubuh. Vitamin C mempunyai sifat sebagai
antioksidan yang dapat melindungi molekul-molekul yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh. Vitamin C juga mempunyai peranan yang penting bagi tubuh manusia seperti
dalam sintesis kolagen, pembentukan carnitine, terlibat dalam metabolism kolesterol
menjadi asam empedu dan juga berperan dalam pembentukan neurotransmitter
norepinefrin. (Arifin, dkk., 2007).
Pemberian kombinasi vitamin C dengan bioflavonoid dapat menghalangi dan
menghentikan pembentukkan superoksida dan hydrogen peroksida, sehingga dapat
mencegah terjadinya kerusakan jaringan akibat oksidan. Suplemen vitamin C
diantaranya adalah kombinasi vitamin C dan bioflavonoid, dipasaran diantaranya adalah
Ester C®. Bioflavonoid berfungsi meningkatkan efektivitas kerja vitamin C sehingga
dapat mengurangi konversi asam askorbat menjadi dehidroaskorbat. Vitamin C juga
mengandung likopen, likopen merupakan senyawa potensial untuk antikanker dan
mempunyai aktifitas antioksidan dua kali lebih kuat dari beta karoten (Wahyuni, dkk.,
2008).

3
Asam askorbat terbukti berkemampuan memerankan fungsi sebagai inhibitor.
Kristal asam askorbat ini memiliki sifat stabil di udara, tetapi cepat teroksidasi dalam
larutan dan dengan perlahan-lahan berdekomposisi menjadi dehydro-ascorbic acid
(DAA). Selanjutnya secara berurutan akan berdekomposisi lagi menjadi beberapa
molekul asam dalam larutan sampai menjadi asam oksalat (oxalic acid) dengan pH di

atas 4. Pengaruh perubahan lingkungan asam askorbat tertentu tidak berfungsi sebagai
inhibitor (Tjitro, dkk., 2000).
Gambar 1. Rumus Struktur L-asam askorbat
Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan menggunakan
iodium. Iodimetri ini terdiri dari 2, yaitu a. Iodimetri metode langsung, bahan
pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan baku Iodium. Contohnya pada penetapan
kadar Asam Askorbat. b. Iodimetri metode residual ( titrasi balik), bahan pereduksi
dioksidasi dengan larutan baku iodium dalam jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan
dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar
Natrium Bisulfit (Rahma G.M, 2010).
Kelarutan iodide adalah serupa dengan klorida dan bromide. Perak, merkurium (1),
merkurium (II), tembaga (I), dan timbel iodide adalah garam- garamnya yang paling
sedikit larut. Reaksi-reaksi ini dapat dipelajari dengan larutan kalium iodide KI 0,1
N(G.Svehla, 1987:350).
Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk
dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arsenic (III), antimon (III), sulfide,
sulfit, timah (II), dan ferosianida. Kekuatan reduksi yang dimiliki oleh beberapa dari

4
substansi ini tergantung pada konsentrasi ion hydrogen, dan reaksi dengan iodin baru
dapat dianalisis secara kuantitatif hanya bila kita melakukan penyesuaian pH yang repot
(Underwood. 2002 : 296).
Iodin hanya larut sedikit dalam air (0,00134 mol/liter pada 25◦C) namun larut
dalam larutan – larutan yang mengandung ion iodide. Iodin ebentuk kompleks triiodida
dngan iodide.
I2 + I- → I3-
Dengan konstanta kesetibangan sekitar 710 pada 25◦C. Suatu kelebihan kalium
iodide ditabahkan untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan keatsirian
iodin. Biasanya sekitar 3 sampai 4% berat KI ditambahkan kedalam larutan 0,1 N dan
botol yang mengandung larutan ini disumbat dengan baik (Underwood. 2002 : 296).
Titrasi redoks adalah titrasi yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi. Kedua
proses ini selalu terjadi secara bersamaan. Dalam titrasi redoks biasanya menggunakan
potensiometri untuk mendeteksi titik akhir. Untuk mengetahui kadar vitamin C metode
titrasi redoks yang digunakan adalah titrasi langsung yang menggunakan iodium.
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang
lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil
daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Pendeteksian
titik akhir pada titrasi iodimetri ini adalah dilakukan dengan menggunakan indikator
amilum yang akan memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir (Gandjar,
dkk., 2007).

5
C. Alat dan Bahan
1. Alat

No Nama Alat Kategori Gambar Fungsi

Untuk mengukur Volume


1. Gelas ukur I
larutan

2. Gelas Kimia I Sebagai wadah aquadest

Untuk mengukur volume


3. Buret I larutan pada proses titrasi

Untuk mengambil bahan


padatan

4. Spatula I

Untuk mengaduk larutan

5. Batang Pengaduk I

Tempat untuk
mendiamkan larutan
6. Erlenmeyer I

6
Untuk mengambil larutan
dalam dalam jumlah
7. Pipet Tetes I sedikit

Untuk mengukur bahan


(sampel), atau zat kimia

8. Neraca Analitik II

Untuk menjepit buret


pada proses titrasi

9. Statif dan Klem I

Digunakan pada saat


memasukkan cairan
dalam suatu wadah
10. Corong I

Digunakan sebagai
wadah menimbang

11. Kaca Arloji I

2. Bahan
No. Nama Bahan Kategori Sifat Fisik Sifat Kimia
- Berwujud cair - merupakan agen
- Tidak berwarna pengoksidasi
1. KIO3 Khusus
- mudah terbakar - digunakan untuk
atau agen mengurangi iodination garam meja

7
- Bentuk: Kristal - Larut dalam air
- pH: 7 sampai 9 - Tidak bersifat reaktif
- Titik didih: 1330 - Stabil di bawah suhu
deg C normal dan tekanan
2. KI Khusus
- Gravity / Densitas - Zat pengoksidasi kuat
spesifik: 3.13
- Molekul Berat:
166.0028 g/mol
- Warna: tak - pH (1% soln / air):
berwarna menyala Asam.
kuning. - Bau: asam Bau
- Penampilan: tidak Threshold: 0,25-
3. HCl Khusus
berwarna untuk - Fungsi : Zat pemisah
cairan kuning golongan I
sedikit
- Densitas :1,18
- Penampilan bubuk - Tidak larut dalam air
putih - Kelebihan glukosa
- Densitas 1,5 gr/cm3 (produk fotosintesis)
4. Amilum Khusus - Tidak Berasa - Merupakan
- Tidak Berbau karbohidrat kompleks
- Sebagai pengubah
kadar pH larutan
- Berwujud cair - Pelarut universal
- Titik beku : 0oC - Bersifat polar
5. Aquadest Umum - Titik didih : 100oC - Elektrolit kuat
- Tidak berwarna dan
berbau
- Berbentuk bubuk - Rumus kimia C6H8O6
Kristal kuning - Larut dalam air
keputihan - Tak larut dalam
6. Asam Askorbat Khusus
- Massa molar 176,12 dietileter, kloroform,
g.mol-1 benzene, minyak,
- Densitas 1,65 g/cm3 lemak
- Berwarna Orange - Mengandung Vitamin
C
7. Jeruk Nipis Umum

8
D. Prosedur kerja
1. Sampel jeruk nipis

Sampel

Mengencerkan sampel 10 mL dengan 5 mL


aquadest
Menambahkan KI 0,6 M, HCl 1 M, sebanyak 10
tetes
Menambahkan indikator amilum 3 tetes
Menitrasi dengan menggunakan KIO3 0,002 M
Melakukan duplo
Volume titrasi
Sampel 1 = 0,4 mL
Sampel 2 = 0,6 mL

2. Standar Vitamin C merek Vitacimin

Standar

Mengencerkan sampel 0,5 g dengan 150 mL


aquadest
Menambahkan KI 0,6 M, HCl 1 M, sebanyak 5
mL
Menambahkan indikator amilum 1 mL
Menitrasi dengan menggunakan KIO3 0,002 M

9
E. Hasil pengamatan dan Perhitungan
No Perlakuan Hasil pengamatan
Analisis vitamin C pada sampel

1. Menyaring sampel untuk menghilangkan - Sampel terpisah dari


bulir bulir
2. Mengencerkan 100 mL sampel dengan
aquades sebanyak 50 mL
3. Menambahkan 1 mL larutan KI 0,6 M dan 1 - Larutan tercampur
mL HCl dan 1 mL indikator amilum
4. Menintrasi campuran larutan KIO3 - Larutan berubah
warna menjadi
Ungu kehitaman
5. Mencatat volume KIO3 - Volume titrasi 1 =
0,4 mL
- Volume titrasi 2 =
0,6 mL

 Perhitungan

1. KIO3 V =0,2ml 2. KIO3 V= 0,6 ml


= 0,0002l = 0,0006 ml
M= n M = n/v
V
n = m.v n = m.v
=0,002 mol 1 l x 0,0002 l = 0,002 mol l x 0,0006 l
=0,0000004 mol = 0,00000012 mol

1. Vit. C 2. Vit. C
n = 3x0,0000004 mol n = 3x0,00000012 mol
n = massa mr = 0,0000036 mol
massa = n x mr massa = n x mr
= 0,0000012 mol x179 g/mol = 0,0000036 mol x 17691 mol
=0,0006336 g
= 0,6336 mg

10
F. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan tentang penentuan kadar asam
askorbat (Vitamin C) dari sampel jeruk nipis dan standar Vitamin C merek Vitacimin
dengan metode titrasi iodimetri. Dalam reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan
reduktor , sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan
elektron), maka harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun
(menangkap elektron). Dalam bidang farmasi penetapan ini dilakukan bertujuan untuk
mengetahui kadar yang terkandung di dalam suatu sediaan, apakah sudah sesuai dengan
aturan atau tidak. Pada percobaan titrasi ini menggunakan amilum sebagai indicator.
Sebelum melakukan pentitrasian sampel dan standar vitamin C yang telah digerus dan
diencerkan, terlebih dahulu dicampur dengan larutan asam pekat. asam pekat yang
digunakan disini adalah asam klorida encer (HCl). Hal ini dilakukan karena vitamin C
yang telah diencerkan dengan aquades, kadar keasamannya akan menurun, sehingga
harus ditambahkan dengan larutan asam agar vitamin C selalu berada dalam keadaan
asam, sebab jika tidak maka hasil titrasi tidak akan maksimal.
Kemudian larutan sampel dan standar vitamin C dititrasi secara perlahan-lahan
dengan larutan iodium. Ketika akan mencapai batas akhir titrasi larutan vitamin C
hingga berubah warna. Hal ini menandakan bahwa vitamin C telah habis bereaksi dan
titik akhir titrasi telah tercapai. Hasil penitrasian menghasilkan warna ungu kehitaman
sebanyak 0,4-0,6 mL KIO3. Hal ini menunjukan bahwa pada sampel jeruk nipis hanya
mengadung sedikit vitamin C dibanding dengan standar vitamin C merek Vitacimin.
Titrasi dilakukan secara duplo atau dilakukan sebanyak dua kali. Berikut ini reaksi
yang terjadi antara vitamin C dengan iodium :
C6H8O6 + I2 C6H6O6 + 2I- + 2H+
Penambahan larutan HCl dan larutan amilum yaitu untuk menandakan proses akhir
titrasi dengan membentuk iod-amilum. Berdasarkan hasil praktikum kadar vitamin C
dalam sampel jeruk nipis adalah 0,6336 mg.

11
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa iodimetri adalah suatu
metode titrasi secara langsung dimana yang menjadi penitrasinya adalah iodinnya
langsung. Pada percobaan ini kadar vitamin C dalam sampel jeruk nipis adalah Hasil
titik akhir titrasi yaitu ditunjukkan dengan adanya ungu kehitaman.

12
MODUL 2
ANALISIS PENGAWET NATRIUM BENZOAT PADA MAKANAN
A. Tujuan :
Untuk Mengetahui Adanya Pengawet Natrium Benzoat pada Sampel
Makanan yang Beredar Dipasaran
B. Dasar Teori
Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau
menghambat peruraian terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Bahan tambahan makanan ini ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau
makanan yang disukai sebagai medium tumbuhnya bakteri atau jamur (Winarno dan
Titi, 1994). Apabila pemakaian bahan pegawet dan dosisnya tidak diatur dan diawasi,
kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat
langsung misalnya keracunan ataupun yang bersifat tidak langsung misalnya apabila
bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2006).
Jenis pengawet yang sering digunakan pada makanan adalah asam benzoat.
Benzoat yang umum digunakan adalah benzoat dalam bentuk garamnya karena lebih
mudah larut dibanding asamnya. Menurut persyaratan SNI (Standar Nasional
Indonesia) 01-0222-1995 batas maksimum penggunaan natrium benzoat adalah 1 g/kg.
Ambang penggunaan bahan pengawet yang diijinkan adalah batasan dimana konsumen
tidak menjadi keracunan dengan tambahan pengawet tersebut. Penambahan pengawet
memiliki resiko bagi kesehatan tubuh, jika terakumulasi secara terus menerus dan
dalam waktu yang lama (Afrianti, 2008).
Asam benzoat pertama kali ditemukan pada abad ke-16. Distilasi kering getah
kemenyan pertama kali dideskripsikan oleh Nostradamus (1556), dan selanjutnya
olehAlexius Pedemontanus (1560) dan Blaise de Vigenère (1596).Justus von
Liebig dan Friedrich Wöhler berhasil menentukan struktur asam benzoat pada tahun
1832.  Mereka juga meneliti bagaimana asam hipurat berhu-bungan dengan asam

13
benzoat.Pada tahun 1875, Salkowski menemukan bahwa asam benzoat memiliki akti-
vitas anti jamur.
Penggunaan pengawet Benzoat dimaksudkan untuk mencegah kapang dan
bakteri. Benzoat sejauh ini dideteksi sebagai pengawet yang aman. Di AS, benzoat
termasuk senyawa kimia pertama yang diizinkan untuk makanan. Senyawa ini
digolongkan dalam Generally Recognized as Safe (GRAS). Bukti-bukti menunjukkan
pengawet ini mempunyai toksisitas yang sangat rendah terhadap hewan maupun
manusia. Ini karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi benzoat
yang efisien.
Benzoat merupakan unsur alami yang terdapat dalam beberapa tumbuhan. Dan
sering digunakan sebagai anti bakteri atau anti jamur untuk mengawetkan makanan.
Penambahan ini menghasilkan dalam penurunan kapasitas buffer diet, dan setelah itu
akan meningkatkan keasaman dari urin. Batas atas benzoat yang diijinkan dalam
makanan 0,1% di Amerika Serikat, sedangkan untuk negara-negara lain berkisar antara
0,15-0,25%. Untuk negara-negara Eropa batas benzoat berkisar antara 0,015-0,5%.
Sedang di Indonesia, berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan No.
1168/ Menkes/Per/X/1999 batas maksimal penggunaan asam benzoat dan natrium
benzoat adalah 0,1% atau 1 gram asam benzoat setiap 1 kg bahan makanan.
Sodium benzoat diproduksi dengan menetralisasi dari asam benzoat dengan
sodium hidrosida. Dunia mulai memproduksi sodium benzoat tahun 1997 yang
diperkirakan sekitar 55000-60000 ton. Produsen sodium benzoat terbesar adalah
Netherlands, Estonia, Amerika Serikat, dan Cina. Walaupun tidak disosialisasikan asam
benzoat agen yang efektif untuk antimikrobia untuk tujuan pengawetan, sodium benzoat
lebih disukai dalam penggunaannya karena 200 kali lebih mudah larut dibandingkan
asam benzoat. Asam benzoat dan sodium benzoat atau yang dikenal dengan Natrium
benzoat (C6H5COONa) secara luas dapat diterapkan sebagai bahan pengawet dalam
sejumlah produk yang dikonsumsi oleh manusia.

14
Gambar 1. Struktur Natrium Benzoat
Penggunaan asam benzoat pada produk pangan antara lain pada minuman buah-
buahan segar, squash buah-buahan, sirup, minuman bersoda/soft drink, bir, cita rasa
buah-buahan imitasi, kecap, acar timun botol, margarin, selai dan saus. Sedangkan
Kalium benzoat dan sodium benzoat biasa digunakan pada margarin, selai nanas,
apriket yang dikeringkan, jelli, sirup, saus tomat, anggur, dan minuman beralkohol
lainnya.
Sodium benzoat juga digunakan dalam pembuatan obat dengan tujuan
pemeliharaan (batas atas 1,0% dalam larutan obat) dan mengobati cara hidup dalam
perlakuan dari pasien dengan peredaran urea enzymopathies. Efektifitas (daya guna)
asam benzoat berkurang jika makanan mengandung lemak. Efektifitas benzoat
bertambah jika bahan banyak mengandung garam dapur (NaCl) dan gula pasir.
Penambahan senyawa belerang (SO2) atau senyawa sulfit (SO3-2 ) dan gas karbon (CO2)
dapat meningkatkan efektifitas senyawa benzoat dalam menghambat pertumbuhan
mikroba. Senyawa benzoat dapat digunakan pada makanan dan minuman pada
konsentrasi 400 sampai 1000 mg per kg bahan.
Untuk keperluan pengolahan saus ini, jumlah asam atau sodium benzoat yang
digunakan adalah 8 gram. Asam benzoat termasuk salah satu jenis zat pengawet
organik. Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang organik karena
bahan ini lebih mudah dibuat dan dipakai dalam bentuk asam maupun garamnya seperti
asam sorbat, asam propionat, asam benzoat dan asam asetat (Munthe, 2016).

15
C. Alat dan Bahan
1. Alat
No Nama Alat Kategori Gambar Fungsi Alat
1. Gelas kimia 1 Sebagai wadah
100 mL untuk menampung
larutan

2. Buret 25 Ml 1 Sebagai tempat


titran pada proses
titrasi

3. Labu takar 1 Sebagai alat untuk


100 mL mengencerkan
larutan

4. Pipet tetes 1 Sebagai alat untuk


mengambil larutan
dalam jumlah
sedikit
5. Erlenmeyer 1 Sebagai alat untuk
menampung hasil
filtrat

6. Gelas ukur 1 Sebagai alat untuk


mengukur volume
larutan

7. Kaca arloji 1 Sebagai tempat


bahan yang akan
ditimbang

16
8. Neraca 2 Sebagai alat untuk
analitik menimbang suatu
bahan

9. Corong 1 Untuk memisahkan


pisah larutan yang tidak
saling campur

10. Penangas air 2 Sebagai alat untuk


memanaskan
larutan

11. Tabung 1 Sebagai alat untuk


reaksi mereaksikan
larutan

12. Rak tabung 1 Sebagai tempat


reaksi tabung reaksi

13. Statif dan 1 Sebagai alat untuk


klem menyangga larutan

14. Batang 1 Sebagai alat untuk


pengaduk mengaduk larutan

15. Corong 1 Untuk menyaring


larutan

17
2. Bahan
N Nama Kategor Sifat fisik Sifat kimia
o bahan i
1 Aquadest Umum - Berbentuk cair - Bisa bersifat asambila
padasuhukama direaksikan dengan basa
r - Bisa bersifat basa bila direaksikan
- Titik didih dengan asam
0
100 c - Pelarut universal
- Titik beku
0
0c
- Tidak berbau
- Bersifat polar
2 Klorofor Khusus Cairan Non polar
m berwarna Sebagai pelarut untuk lemak
bening Tidak larut dalam air
Berbau khas

3 Indikator Khusus - Berwarna - Suasana asam : tidak berwarna


pp merah muda - Suasana basa : berwarna merah muda
- Berwujud terang
cairan - Netral merupakan asam lemah
- Sebagai zat
pewarna.
4 NaOH Khusus - Wujud cairan - Merupakan senyawa yang bersifat 
- Berwarna basa kuat
bening - Mudah larut dalam air dan etanol tapi
- Mudah tidak larut dalam eter
teroksidasi - Mudah terionisasi membentuk Na+ +
- Berwarnaputi OH-
h
- Keras
- Rapuh
- Menunjukkan
pecahan hablur
5 Asam Umum - Berbentuk - Mampu mengikat ion-ion logam
Sitrat kristal sehingga dapat digunakan sebagai
berwarna putih, pengawet dan kesadahan dalam air
tidak berbau,
dan memiliki
rasa asam

18
- Berat
molekul : 192
gr/mol
- Spesific
Gravity : 1,54 (
20° C )
- Titik Lebur :
153° C
- Titik didih :
175° C
6 Natrium Khusus - Zat ini dapat - sebagai pengatur keasaman, atau zat
Sitrat berupa asam pemantau pH, merupakan aditif
atau basa makanan yang ditambahkan untuk
organik, mengubah atau mem-pertahankan pH
mineral, zat (keasaman atau kebasaan)
penetral, atau
zat
pembuffer
7 Ammonia Khusus - Mr : 17 g/mol - Dapat bereaksi dengan karbon
- Titik didih : dioksida dan klor
239 K
- Dalam suhu
kamar
berwujud
gas, tidak
berwarna
8 FeCl3 Khusus - Titik didih - Besi(III) klorida bereaksi
315ºC dengan garam klorida lainnya
- Berbentuk membentuk iontetrahedral FeCl4− ya
kristal ng berwarna kuning

19
D. Prosedur kerja
1. Ektraksi

sampel
Menambahkan 50 mL buffer sitrat kedalam
Erlenmeyer dan menambahkan 25 ml buffer
sitrat dan mengocoknya
Memindahkan campuran kedalam corong pisah
Memasukkan 25 mL kloroform dalam campuran
Mengocok corong pisah
Memisahkan lapisan yang terbentuk

Lapisan atas Lapisan bawah

Mengekstraksi kembali dengan kloroform


(mengulangi sebanyak 3 kali)

Filtrate
20
2. Uji Kualitatif Natrium Benzoat

1 mL filtrat

21
Memasukkan 5 mL filtrate kedalam tabung reaksi
3. Uji Kuantitatif Natrium Benzoat
Menambahkan 1 5mL larutan NH3
Mengocok campuran filtrate dan larutan NH3
Filtrat sampel
Memanaskan campuran hingga terbentuk residu
Memasukkan 10 mL flltrat kedalam labu Erlenmeyer
Residu Menambahkan 5 mL buffer sitrat
Menguapkan campuran pada oven suhu 80oC hingga mongering
Mendinginkan residu
Melarutkan residu dengan
dalam 5 mL aqadest
alcoholpanas
Menambahkan 33-5tetes FeCl
tetes 3 0,5% 3-4
indikator PP tetes
Mendiamkan beberapa
Menitrasi dengan NaOHmenit0,05Mhingga terbentuk endapan
(triplo)
cokelat
Mencatat volume larutan NaOH

Prosedur II

Sampel

Memasukkan filtrate kedalam tabung reaksi


Menambahkan 1 mL larutan NH3
Mengocok campuran filtrate dan larutan NH3
Memanaskan campuran hingga terbentuk residu

22
E. Hasil Telaah Menimbang sbanyak 100 gr sampel ,menghaluskan
Natrium benzoat dengan aquadest
merupakan sebnyak
garam atau 300
estermldari asam benzoat (C6H5COOH)
Menambahkan NaOH 10% dan NaCL 30% masing-
yang secara komersial dibuat dengan sintesis kimia. Natrium benzoat dikenal juga
masing 10ml
dengan nama Sodium Benzoat selama
Mengaduk atau Soda
2 jamBenzoat. Bahan pengawet ini merupakan
garam asam Sodiummenyring
Benzoic, yaitu lemak tidak jenuh ganda yang telah disetujui
filtrat
penggunaannya oleh FDA dan telah digunakan oleh para produsen makanan dan
minuman selama lebih dari 80  
Memasukkan 100mltahun   untuk   pisah
kedalamcorong menekan   pertumbuhan  
dan menambahkan
mikroorganisme. HCL 1M
Menambahkan 5Oml eter klorofor dan mengocok
Penggunaan bahan pengawet Natrium Benzoat tidak selalu aman terutama jika
Mengeksrak sebanyak duplo
digunakan dalam jumlah yang berlebihan. Jumlah maksimum penambahan Natrium
eksrak
Benzoat sebagai pengawet makanan dalam yang direkomendasikan adalah 1 g/kg bahan
makanan. Melarutkan dengan aquadest
Menambahkan 80-85ºc selama 10 menit
Penentuan kadar asam benzoate
Menambahkan pada makanan
beberapa menggunakan
tetes NH3sampai larutanspektrofotometer
menjadi
UV-VIS. Spektrofotometri basa
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik
Menguapkan untuk dilarutkan kembali dengan aquadest
secara kuantitatif dan kualitatif ang didasarkan pada interaksi antara materi dengan
Menambahkan beberapa tetes FeCL3 0,5 %
cahaya.
Mengamati perubahan yang terjadi

23
F. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan pengawet Natrium Benzoat tidak
selalu aman terutama jika digunakan dalam jumlah yang berlebihan.

24
MODUL 3
ENZIM DALAM PENGOLAHAN MAKANAN
A. Tujuan :
Mempelajari peran enzim dalam produksi/pengolahan bahan
makanan
B. Dasar Teori
Dewasa ini enzim telah dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan
berbagai proses kimiawi dalam bidang industri. Protease merupakan salah satu enzim
yang menguasai 60% total pemasaran enzim dunia yang banyak digunakan dalam
bidang industri makanan, kulit, detergen, farmasi, tekstil, dan lain-lain (Kamelia, dkk.,
2005). Industri tekstil memanfaatkan enzim protease sebagai bahan penghilang gum
pada serat sutera sehingga membuat sutera menjadi lebih lembut dan berkilau
(Sasithorn dan Luepong, 2008). Protease juga banyak digunakan sebagai katalis untuk
reaksi yang menggunakan pelarut organik. Ogino, et al., (2001) melaporkan bahwa
protease yang diisolasi dari Pseudomonas aeruginosa PST-01 dalam reaksi sintesis
peptida memiliki kestabilan yang baik dalam pelarut organik seperti dimetil sulfoxida,
N,Ndimetilformamida, dan metanol. Beberapa reaksi sintesis peptida yang dikatalisis
protease yaitu regioselektif, stereoselektif, serta rasemisasi bebas (racemization free).
Enzim protease yang telah digunakan untuk sintesis peptida dengan keberadaan pelarut
organik adalah α-kimotripsin, papain, pepsin, subtilisin, termolisin, dan tripsin (Ogino
dan Ishikawa, 2001).
Protease dapat diperoleh dari jaringan tumbuhan. Salah satu jenis tumbuhan yang
mengandung enzim protease adalah pepaya (Carica papaya L.). Pepaya adalah
tumbuhan penghasil enzim papain yang merupakan golongan enzim protease sulfihidril
(Dongoran, 2004) dan termasuk golongan tiol protease eukariotik yang mempunyai sisi
aktif sistein (Sadikin, 2002). Papain terkandung pada berbagai bagian tumbuhan
pepaya, termasuk pada daunnya. Potensi papain dalam daun pepaya ini perlu

25
dieksplorasi lebih lanjut karena Indonesia merupakan salah satu negara penghasil
pepaya dengan produksi mencapai 200.000 ton per tahun. (Warsino, 2003).
Papain merupakan enzim proteolitik yang terkandung dalam getah pepaya (Carica
papaya). Papain biasa diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih kekuningan dan harus
disimpan dibawah temperatur 4°C. Kelebihan papain dibandingkan proteolitik yang lain
adalah lebih tahan terhadap proses suhu, mempunyai kisaran pH yang luas dan lebih
murni dibandingkan bromelin dan ficin. Kisaran pH optimum papain berkisar antara 5 -
7,5 dan stabil pada suhu 40 - 60°C. (Fitriani, 2006) Enzim papain atau enzim proteolitik
berfungsi untuk mengkatalisis pemecahan ikatan peptida, polipeptida dan protein
dengan menggunakan reaksi hidrolisis menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana
seperti peptida rantai pendek dan asam amino. (Savitri, 2014) Konsentrasi enzim akan
berpengaruh terhadap aktivitas enzim itu sendiri, pada suatu konsentrasi substrat
tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Jika
konsentrasi enzim yang digunakan tetap, sedangkan substrat dinaikkan maka pada
penambahan pertama kecepatan reaksi naik dengan cepat. Tetapi jika penambahan
substrat dilanjutkan, maka tambahan kecepatan mulai menurun sampai pada titik batas.
Bagaimanapun tingginya konsentrasi substrat setelah titik ini tercapai, kecepatan reaksi
akan mendekati garis maksimum. Pada batas kecepatan maksimum (Vmaks), enzim
menjadi jenuh oleh substratnya dan tidak dapat berfungsi lebih cepat. Dalam reaksi
enzimatik, bila konsentrasi substrat tetap maka kenaikan laju reaksi berbanding lurus
dengan konsntrasi enzim. Sedangkan bila konsentrasi enzim yang tetap, maka kenaikan
laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi substrat. Suhu sangat mempengaruhi
aktivitas enzim pada waktu mengkatalisis suatu reaksi. Seluruh enzim memerlukan
panas terutama untuk dapat aktif. Sejalan dengan meningkatnya suhu, makin meningkat
pula aktifitas enzim. Secara umum, setiap peningkatan sebesar 10°C di atas suhu
minimum, aktifitas enzim akan meningkat sebanyak dua kali lipat. Aktivitas enzim
meningkat pada kecepatan ini hingga mencapai kondisi optimum. Peningkatan suhu

26
yang melebihi suhu optimumnya menyebabkan lemahnya ikatan di dalam enzim secara
struktural. (Vina, 2015)
Papain merupakan salah satu protein yang memiliki fungsi sebagai enzim golongan
protease. Papain memiliki berat molekul sebesar 23406 DA dan tersusun atas 212 asam
amino dengan empat jembatan disulfida dan residu yang berperan pada proses
katalitiknya adalah Gln19, Cys25, His158, dan His159. Papain merupakan jenis sistein
hidrolase yang stabil dan aktif dalam rentang kondisi yang luas, bahkan pada suhu yang
cukup tinggi. pH optimum untuk aktivitas papain berkisar antara 3.0-9.0 yang berbeda
untuk tiap substrat (Amri et al. 2012). Aktivitas proteolitik enzim pada getah pepaya
yang diuji dengan menggunakan substrat kasein menunjukkan hasil optimum pada pH 8
dan suhu 75 (Chaiwut et al. 2007).

27
C. Alat dan Bahan
1. Alat
No Nama Alat Kategori Gambar Fungsi Alat
1. Gelas kimia 1 Sebagai wadah
100 Ml untuk
menampung
larutan

2. Buret 25 Ml 1 Sebagai tempat


titran pada proses
titrasi

3. Labu takar 1 Sebagai alat


100 Ml untuk
mengencerkan
larutan

4. Pipet tetes 1 Sebagai alat


untuk mengambil
larutan dalam
jumlah sedikit

5. Erlenmeyer 1 Sebagai alat


untuk
menampung hasil
filtrat

6. Gelas ukur 1 Sebagai alat


untuk mengukur
volume larutan

28
7. Cawan petri 1 Sebagai tempat
bahan yang akan
ditimbang

8. Neraca 2 Sebagai alat


analitik untuk
menimbang suatu
bahan

9. Corong 1 Untuk
pisah memisahkan
larutan yang tidak
saling campur

10. Penangas 2 Sebagai alat


air untuk
memanaskan
larutan

11. Statif dan 1 Sebagai alat


klem untuk menyangga
larutan

15. Batang 1 Sebagai alat


pengaduk untuk mengaduk
larutan

16. Corong 1 Untuk menyaring


larutan

29
17 Blender 2 Untuk
menghaluskan
bahan

2. Bahan
No. Nama Bahan Kategori Sifat Fisik Sifat Kimia
- Bentuk: Kristal - Larut dalam air
- pH: 7 sampai 9 - Tidak bersifat reaktif
- Titik didih: 1330 - Stabil di bawah suhu
deg C normal dan tekanan
1. KI Khusus
- Gravity / Densitas - Zat pengoksidasi kuat
spesifik: 3.13
- Molekul Berat:
166.0028 g/mol
- Warna: tak - pH (1% soln / air):
berwarna menyala Asam.
kuning. - Bau: asam Bau
- Penampilan: tidak Threshold: 0,25-
2. HCl Khusus
berwarna untuk - Fungsi : Zat pemisah
cairan kuning golongan I
sedikit
- Densitas :1,18
- Penampilan bubuk - Tidak larut dalam air
putih - Kelebihan glukosa
- Densitas 1,5 gr/cm3 (produk fotosintesis)
3. Amilum Khusus - Tidak Berasa - Merupakan
- Tidak Berbau karbohidrat kompleks
- Sebagai pengubah
kadar pH larutan
- Berwujud cair - Pelarut universal
- Titik beku : 0oC - Bersifat polar
4. Aquadest Umum - Titik didih : 100oC - Elektrolit kuat
- Tidak berwarna dan
berbau
- pH di bawah8,2 - rumus molekul
- Tidak Berwarna C20H14O4
5. Fenoftalein Khusus
- - sebagai indikator dalam

30
titrasi asam–basa
- sedikit larut dalam air
dan biasanya dilarutkan
dalam alkohol
- padatan tak - Kelarutan dalam air
berwarna merupakan sangat
6. KOH Khusus - sebagai pelet tembus eksotermik
pandang - suatu basa kuat
- berwujud cairan - Air dan alkohol
kental dan beberapa mengandung gugus –
isomer yang OH sehingga keduanya
7. Alkohol Khusus
bercabang berwujud dapat membentuk
padat pada suhu ikatan hidrogen.
kamar.
- cairan higroskopis - rumus empiris C2H4O2
tak berwarna, dan - komponen utama cuka
memiliki titik beku (3–9%) selain air
8. CH3COOH Khusus
16,7°C. - asam karboksilat paling
- berasa asam dan sederhana, setelah asam
berbau menyengat format
- Wujudnya pada suhu - rumus kimia CHCl3
ruang berupa cairan - pembuatan plastik,
9. Kloroform Khusus bening, mudah pendingin, dan pelarut.
menguap, dan - melepaskan uap bila
berbau khas terkena udara
- berbentuk padatan, - rumus kimia Na2SO4
yang akan berubah - dikenal dengan nama
menjadi mirabilit garam Glauber atau
10. Na2SO4 Khusus
ketika didinginkan sal mirabilis
- berbentuk padatan
kristal putih
- Berat Molekul - Reaksi enzim
21000 berlangsung dalam
- Titik Isoelektrik suhu dan pH optimum,
11. Enzim Papain Umum
8,75 enzim menaikkan laju
- % dalam getah 10 reaksi karena dengan
adanya enzim
- lemak sebesar - mudah rusak jika
88,3%, protein dipanaskan pada suhu
12. Santan kelapa Umum sebesar 6,1% dan yang relatif tinggi.
karbohidrat sebesar

31
5,6%.

D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan krim santan
Buah Kelapa

Mengambil daging buah kelapa


Mencuci bersih kemudian diparut
Mencampur dengan air hangat (1:1) kemudian
diperas
Mendiamkan selama 4-5 jam sehingga terpisah
krim dan air
Mengambil krim santan

32
Krim santan

2. Ekstraksi enzim papain


Sampel
Mengambil daun papaya dan mencuci bersih
Mencampur dengan air (1:1)
Menghaluskan campurang dengan cara diblender
Memeras dan menampung filtrat dalam gelas beker

filtrat daun
pepaya

3. Pembuatan minyak kelapa secara enzimatis

Krim santan

Menimbang krim santan dan memasukkan dalam


corong pisah
Menambahkan ekstrak kasar enzim papain
(perbandingan krim:ekstrak enzim = 1:4)
Mengocok campuran dan mendiamkan pada suhu
40-50 0 C selama 24 jam sehingga terbentuk tiga
lapisan
Mengambil lapisan minyak dan memanaskan
selama 5 menit pada suhu 650C

33
Minyak kelapa

4. Karakterisasi sifat fisiko-kimia minyak kelapa

Minyak kelapa

Mencatat berat minyak dan menghitung %


rendemen
Mencatat aroma,rasa, tekstur dan warna yang
diperoleh
Menganalisis kadar air, bilangan penyabunan,
bilangan asam dan bilangan peroksida

% rendemen = Bilangan kadar air : Bilangan Bilangan


asam= penyabunan= peroksida =

E. Hasil Telaah
Enzim papain atau enzim proteolitik berfungsi untuk mengkatalisis pemecahan
ikatan peptida, polipeptida dan protein dengan menggunakan reaksi hidrolisis menjadi
molekul-molekul yang lebih sederhana seperti peptida rantai pendek dan asam amino.
Papain biasa diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih kekuningan dan harus
disimpan dibawah temperatur 4°C. Kelebihan papain dibandingkan proteolitik yang lain
adalah lebih tahan terhadap proses suhu, mempunyai kisaran pH yang luas dan lebih
murni dibandingkan bromelin dan ficin.
Pembuatan minyak dengan enzimatis merupakan pemisahan minyak dari santan
tanpa pemanasan melainkan dengan bantuan enzim. Enzim bisa disintetis atau disuplai
dari alam. Beberapa jenis enzim yang bisa digunakan untuk memecah ikatan lipoprotein

34
dalam emulsi lemak yaitu papain (pepaya), bromelin (nanas), melon, lidah buaya dan
enzim protease yang berasal dari kepiting sungai. Enzim papain mampu mendegradasi
komponen protein.

F. Kseimpulan
pembuatan minyak dengan enzimatis merupakan pemisahan minyak dari santan
tanpa pemanasan melainkan dengan bantuan enzim. Enzim bisa disintetis atau disuplai
dari alam.

35
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, L.H. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung: Penerbit Alfabeta


Arifin, Helmi, Vivi Delvita, dan Almahdy A. 2007. Pengaruh Pemberian Vitamin C
terhadap Fetus pada Mencit Diabetes. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. Vol.
12 No. 1 : Andalas
Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta:
Penerbit Bumi Aksara
Day & Underwood . 2001 . Analisis Kimia Kunatitatif Edisi Keenam . Jakarta:
Erlangga Gandjar, Ibnu G. dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Fitriani,V. 2006. Getah Sejuta Manfaat . PT. Trubus Swadaya. Edisi April 2006.
Jakarta

36
Kamelia, R., M. Sindumarta, dan D. Natalia, 2005, Isolasi dan Karakterisasi Protease
Intraselular Termostabil dari Bakteri stearothermophilus RPI, Departemen Kimia
ITB, Bandung
Munthe, Samarida. 2016. Program Studi Teknologi Hasil Perkebunan. Samarinda:
Politeknik Pertanian Negeri
Rahma,G.M Iodometri dan Iodimetri .
http://rgmaisyah.files.wordpress.com/2011/04/iodi-iodometri.pdf. (Diakses pada
tanggal 13 Maret 2019 pukul 21.00 WITA)
Safaryani, Nurhayati, Sri Haryanti, dan Endah Dwi Hastuti. 2007. Pengaruh Suhu dan
Lama Penyimpanan terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica
oleracea L). Buletin Anatomi dan Fisiologi. Vol. XV. No. 2 : Semarang
Sasithorn, N. dan K. Luepong, 2008, Silk Degumming with Dried Latex of Carica
Papaya Linn, RMUTP Research Journal, Vol. 2, No. 1
Svehla.G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima.
Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka
Tjitro, soejono, Juliana Anggono, Adriana Anteng Anggorowati, dan Gatut
Phengkusaksomo, 2000. Studi Prilaku Korosi Tembaga dengan Variasi
Konsentrasi Asam Askorbat (Vitamin C) dalam Lingkungan Air yang
Mengandung Klorida dan Sulfat. Jurnal Teknik Mesin. Vol. 2. No. 1 : Surabaya
Wahyuni, Sri Raharjoe Asj’ari, dan Ahmad Hamim sadewa. 2008. Kajian Kemampuan
Jus Buah Tomat (Solanum lycopersicum) dalam Menghambat Peningkatan
Kadar Malondyaldehide Plasma Setelah Latihan Aerobik Tipe High Impact.
Jurnal Kesehatan. Vol. 1. No. 2 : Yogyakarta.
Winarno, F.G.dan Titi S.R. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Minuma.
Jakarta: Penerbit PT Pustaka harapan

37

Anda mungkin juga menyukai