Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAPAS

Oleh:

ZULFIA RISDA

1912101020016

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S)


KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS GAGAL NAFAS

A. KONSEP

1. Definisi

Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk

mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida

(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau

perfusi (Susan, 2007). Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh dalam

mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. Gagal

nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen

dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi

metabolisme tubuh. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh

gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan


tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. Kegagalan pernafasan adalah

pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia

(peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis. Ventilator adalah

suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi

untuk mempetahankan oksigenasi (Price & Wilson,2006).

Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan

pertukaran oksigen dan karbondioksida yang dapat mengakibatkan gangguan pada

kehidupan). Gagal napas merupakan kondisi di mana kadar oksigen yang masuk

ke dalam darah melalui paru sangat rendah. Sementara itu, untuk bekerja dengan

baik, organ tubuh seperti jantung dan otak memerlukan darah yang kaya oksigen.

Tak hanya itu, gagal napas juga terjadi lantaran kadar karbon dioksida dalam
darah lebih tinggi dari pada kadar oksigen. Gagal napas terjadi karena adanya

kegagalan dalam proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kantung-

kantung udara kecil di paru-paru (alveoli), atau ketidakmampuan paru-paru untuk

melakukan tugas dalam proses pertukaran gas. Pertukaran gas yang dimaksud

adalah mengirim oksigen dari udara yang dihirup ke dalam darah dan

menyingkirkan karbon dioksida dari darah ketika mengembuskan napas. Gagal

napas juga dapat disebabkan oleh gangguan pada pusat pernapasan di otak, atau

pun kegagalan otot-otot pernapasan untuk mengembangkan paru-paru.

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida

dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan

karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen

kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida

lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia) (Brunner & Sudarth, 2010).

2. Klasifikasi

a. Tipe I atau gagal nafas hipoksik

Tipe ini merupakan tipe yang paling umum terjadi dan didefinisikan sebagai

hipoksemia arteri berat yang refrakter terhadap oksigen (PaO2 < 60 mmHg).

b. Tipe II atau gagal nafas hiperkarbik


Ciri khas kegagalan ventilasi atau gagal nafas hiperkarbik adalah peningkatan

PaCO2 > 50 mmHg. Hal ini dapat terjadi secara akut atau superimposed akut

pada hiperkapnia kronis. Pasien dengan gagal nafas tipe II ini tidak dapat

mengeluarkan CO2, dan PaCO2 akan naik dalam proporsi terbalik dengan

ventilasi, asalkan CO dalam tubuh tidak berubah. Ventilasi yang tidak

emmadai dapat disebabkan oleh berkurangnya dorongan pernafasan atau

peningkatan CO2.
(Lamba, T.S., Rihab, S.S., Anil, S.,& Marvin, B., 2016)

3. Etiologi

a. Kelainan di luar paru-paru


b. Penekanan pusat pernapasan

c. Takar lajak obat (sedative, narkotik)

d. Trauma atau infark selebral

e. Poliomyelitis bulbar

f. Ensefalitis

g. Kelainan neuromuscular

h. Trauma medulaspinalis servikalis

i. Sindroma guilainbare

j. Sklerosis amiotropik lateral

k. Miastenia gravis

l. Distrofi otot

m. Kelainan Pleura dan Dinding Dada

n. Cedera dada (fraktur iga multiple)

o. Pneumotoraks tension

p. Efusi leura

q. Kifoskoliosis (paru-paru abnormal)

r. Obesitas: sindrom Pickwick

s.  Kelainan Intrinsic Paru-Paru\


t. Kelainan Obstruksi Difus

-  Emfisema, Bronchitis Kronis (PPOM)

- Asma, Status asmatikus

- Fibrosis kistik

Kelainan Restriktif Difus

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari gagal nafas sebagai berikut :

a. Gagal nafas total

b. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan


c. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta

tidak ada pengembangan dada pada inspirasi

d. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan

e. Gagal nafas parsial

f. Terdenganr suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing

g. Ada retraksi dada

h. Hiperkapnia, yaitu penurunan kesadaran (PCO2)

i. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)

5. Patofisiologi

Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,

frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan

yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi

tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal

10-20 ml/kg).

Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak adekuat

dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan

pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien

dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia
dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga

pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan

anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan

pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari

analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke

gagal nafas akut (Prince & Wilson, 2006).


6. pathway

7. Komplikasi

a. Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator

(seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).

b. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia,

perikarditis dan infark miokard akut.

c. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan

pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.


d. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang

memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya

kurang dari normal).

e. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.

f. Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.

g. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian

nutrisi enteral dan parenteral (Alvin Kosasih, 2008).

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

1). Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3- meningkat, PaCO2 meningkat,

PaO2 menurun) dan kadar elektrolit (kalium).

2). Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa menyebabkan hipoksia jaringan,

polisitemia bisa trejadi bila hipoksia tidak diobati dengan cepa.

3). Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari etiologi atau identifikasi komplikasi

yang berhubungan dengan gagal napas.

4). Serum kreatininin kinase dan troponin1: untuk menyingkirkan infark

miokard akut.
b. Radiologi:

1). Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal

nafas seperti atelektasis dan pneumoni.

2). EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal napas akut disebabkan olehcardiac.

3). Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik (volume

tidal < 500ml, FVC (kapasitas vital paksa) menurun,ventilasi semenit (Ve)

menurun (Lewis, 2011).

9. Penatalaksanaan Medis

a. Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O2 akan memperbaiki

PaO2, sampai sekitar  60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan

pecegahan hipertensi pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberian


FiO2<40% menggunakan kanul nasal atau masker. Pemberian O2 yang

berlebihan akan memperberat keadaan hiperkapnia.Menurunkan kebutuhan

oksigen dengan memperbaiki dan mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis dll

usahakan Hb sekitar 10-12g/dl.

b. Dapat digunakan tekanan positif  seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki

elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik.

Ganguan pH dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki

ventilasi alveolar dengan memberikan bantuan ventilasi mekanis, memasang

dan mempertahankan jalan nafas yang adekuat, mengatasi bronkospasme dan

mengontrol gagal jantung, demam dan sepsis.

c. Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, sekret

trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.

d. Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid Metilpretmisolon

bisa digunakan bersamaan dengan bronkodilator ketika terjadi bronkospasme

dan inflamasi. Ketika penggunaan IV kortikoteroid mempunyai  reaksi onset

cepat. Kortikosteroid dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal

terapy dan tidak digunakan untuk gagal napas akut. Hal yang perlu

diperhatikan dalam penggunaan IV kortikosteroid, Monitor tingkat kalium


yang memperburuk hipokalemia yang disebabkan diuretik. Penggunaan jangka

panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin.

e. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan

volume paru yang ekuivalan dengan 5-12 cm H2O PEEP.

f. Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian

mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi

dada dan latihan batuk yang efektif.

g. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.

h. Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.

i. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan

disfungsi sirkulasi yang prospektif (Lewis, 2011).


B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Airway

1). Peningkatan sekresi pernapasan

2). Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi

b. Breathing

1). Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,

retraksi.

2). Menggunakan otot aksesori pernapasan

3). Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis

c. Circulation

1). Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia

2). Sakit kepala

3). Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk

4). Papiledema

5). Penurunan haluaran urine

d. Pemeriksaan fisik
1). System pernafasaan

- Inpeksi: kembang kembis dada dan jalan nafasnya

- Palpasi: simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernafasaan

tertinggal

- Perkusi: suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak)

- Auskultasi: suara abnormal (wheezing dan ronchi)

2). System Kardiovaskuler

- Inspeksi: adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah

trauma

- Palpasi: bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral


- Auskultasi: suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah

denyut jantung paradok

3). System neurologis

- Inpeksi:  gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala

- Palpasi: kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak.

- Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan

Glasgow Coma Scale

4). Pemeriksaan sekunder

a. Aktifitas

Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap.

Tanda : takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas

b. Sirkulasi

Gejala: riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah

tekanan darah, diabetes mellitus, gagal nafas.

Tanda: tekanan darah dapat normal / naik / turun, perubahan postural

dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri, nadi dapat normal ,

penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian

kapiler lambat, tidak teratus (disritmia), bunyi jantung ekstra S3 atau


S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits

atau komplain ventrikel, bila ada menunjukkan gagal katup atau

disfungsi otot jantung, irama jantung dapat teratur atau tidak teratur,

edema, pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau

bibir.

c. Eliminasi

Tanda: bunyi usus menurun.

d. Integritas ego

Gejala: menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,

perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan,

khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.


Tanda: menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,

marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.

e. Makanan atau cairan

Gejala: mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar

Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,

perubahan berat badan

f. Hygiene

Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan

g. Neurosensori

Gejala: pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau

istrahat Tanda: perubahan mental, kelemahan

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi

sekunder terhadap hipoventilasi

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas

dan ventilasi sekunder terhadap retensi lendir.

d. Gangguan perfusi jaringan selebral berhubungan dengan Vasodilatasi


pembuluh darah otak

e. Resiko perfusi miokard tidak efektif berhubungan dengan rbeban jantung

bertambah

3. Intervensi keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas


1) Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
2) Kaji tekanan darah, nadi apical dan tingkat kesadaran setiap jam
3) Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan
kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2Bantu dengan
pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi
4) Tinjau Kembali pemeriksaan sinar X thorax harian, perhatikan peningkatan
atau penyimpangan
5) Berikan cairan parenteral sesuai instruksi
6) Berikan obat-obatan sesuai instruksi : bronkodilator, antibiotic, dan steroid
b. Ketidakefektifan pola nafas
1). Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernafasan
2). Kaji tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran setiap jam
3). Monitor pemberian trakeostomi bila PaCO2 > 50 mmHg atau PaO2 < 60
mmHg
4). Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan
indikasi
5). Pantau dan catat gas darah sesuai indikasi. Kaji kecenderungan kenaikan
PaCO2 atau kecenderungan penurunan PaCO2
6). Berikan bantuan venilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg, PaO2 dan PCO2
meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/Jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan
pada 60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau
depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.

DAFTAR PUSTAKA

Alvin. K,. (2008). Diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan paru dalam praaktik sehari-
hari. Jakarta : Sagung Seto
Brunner & Sudarth, (2010).Medical surgical nursing 12 th ed. China : LWW. Carpenito-
Moyet, L. J.
Lamba, T.S., Rihab, S.S., Anil, S., & Marvin, B., (2016). Pathophysiology and classification
of respiratory failure. Critical Care Nurse. 39 (2). 85-93.
Lewis. (2011).Medical surgical nursing volume I. USA : Elsevier Mosby

Hudak & Gallo. (2010). Keperawatan kritis Edisi 6. Jakarta : EGC

Nurarif, Huda, & Kusuma. (2015). Asuhan keperawatan praktis : berdasarkan penerapan
diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam berbagai kasus. Jogjakarta : Mediaction
Price & Wilson. (2006). Konsep klinis proses-proses penyakit, edisi IV. Jakarta : EGC
Susan. (2007).Clinical application of nursing diagnosis. Philadelphia : F.A Davis Company

Anda mungkin juga menyukai