Anda di halaman 1dari 5

RESUME DASAR-DASAR KOMUNIKASI

KOMUNIKASI DAN PERANG URAT SARAF

TARA SMANA AMLI


1811122050
A/THP

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


TEKNLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
KOMUNIKASI DAN PERANG URAT SARAF

A. PENGERTIAN PERANG URAT SARAF

Perang urat saraf atau psichological war adalah suatau proses komunikasi yang saling
melakukan kegiatan propaganda antara seorang figur politik dengan figure politik
lainnya, antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya, antara suatu negara dengan
negara laiinnya dengan tujuan untuk saling menekan dan saling menjatuhkan nama
atau kelompok lain.

Istilah propaganda bisa jadi telah mengukir arti yang negatif atau hal yang buruk di
dalam pemikiran seseorang. Akibatnya, mungkin banyak orang yang beranggapan
bahwa mempelajari propaganda adalah sesuatu yang buruk, tidak ada kebaikan
didalamnya. Pada dunia akademis dan jajarannya, kegiatan propaganda memang
sangat terkait dengan kepentingan politik. Penggunaan prpaganda secara
intensifdalam bidang poitik dilakukan oleh Hitler dan menteri propagandanya Joseph
Goebbels.

Kebohongan-kebohongan, ancaman, dilakukan dalam menyebarkan menanamkan


dan menumbuhkembangkan ideologi fasisme nasional scialisme (NAZI) terutaman
untuk merebut, meraih dan memperluas dan mempertahankan kekuasaannya. Menurut
Ardial (2009:186) sejak peristiwa tersebut, istilah propaganda mendapat reaksi negatif
di negara-negara demokrasi.

Didunia ilmu komunikasi pun juga begitu. Ilmu tentang propaganda dianggap
tidak memberi manfaat yang berarti. Barangkali propaganda lebih cocok dipelajari
oleh orang-orang dalam mendalami perang, seperti halnya dunia militer.

Tahun 1937, Lasswell mendefenisikan “propaganda dalam arti paling luas adalah
teknik mempengaruhi tindakan manusia dengan memanipulasi representasi
(penyajian). representasi bisa berbentuk lisan, tulisan, Gambar atau musik”.
Pengungkapan sesuatu yang diharapkan diterima itupun bisa diwujudkan melalui
berbagai bentuk lambang komunikasi seperti kata-kata lisan, tertulis, suara musik,
lagu, coretan, gambar maupun bentuk lain.

Dalam Mempelajari propaganda kita mulai penulusurannya dari “komunikasi”. istilah


komunikasi bagi masyarakat umum mungkin tidak asing lagi, bahkan komunikasi
sudah dianggap sebagai suatu hal yang rutin dalam kegiatan manusia. Penelitian
menunjukkan bahwa 75 persen waktu bangun kita sudah berada dalam kegiatan
komunikasi, dapat dipastikan bahwa kagiatan komunikasi dilakukan secara lisan
(Rakhmat,2002:2).

Dari beberapa definisi komunikasi, dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi


adalah suatu proses yang menggambarkan kegiatan manusia dalam menyampaikan isi
pesan kepada manusia lain.

Propaganda berasla bahasa latin propagare (kata kerja) artinya menyebarkan ,


menaburkan, membibitkan. Dalam bahasa inggris diartikan dengan to propagare,
generate, atau to produce. propagare bermakna menanamkan atau memperbanyak
tanaman. Kata propagare memang banyak digunakan dalam ilmu biologi terutama
bidang pertanian. Kemudian kata ini tumbuh dan berkembang setelah berada dalam
ilmu sosial, dalam arti penyebaran ide atau gagasan, keyakinan, isme tertentu.

Pada dasarnya suatu propaganda sebagai bagian dari limu komunikasi seharusnya
merupakan “symbolic interaction” dengan menggunakan lambang-lambang
komunikasi yang penuh arti, yaitu bahasa(lisan ataupun tulisan), gambar-gambar,
tanda-tanda, isyarat-isyarat, dan telah dirumuskan/di-encode sedemikian rupa
sehingga dapat meradang jiwa komunikan untuk menerima pesan dan kemudian
memberikan reaksinya dan pada akhirnya akan menumbuhkan efek atau hasil seperti
apa yang telah diharapkan oleh komunikator. Kegiatannya bersifat kejiwaan atau
psikologis.

Apabila dikaitkan dengan konteks ilmu maka ilmu propaganda merupakan salah satu
ilmu pratikadari ilmu komunikasi.

Propaganda mempunyai kajian “ how toinfluence and to control the mind’s of men”-
bagaimana mempengaruhi dan menguasai pemikiran manusia. Tindakan ini sebagai
bagian dari upaya membujuk orang lain agar mengikuti atau melakukan sesuai
keinginan propagandis yang telah dilakukan pada awal penciptaan manusia (kisah
adam dan hawa).

B. STRATEGI PERANG URAT SARAF

menurut Onong Uchjana Effendy dalam cara menelaah proses perang urat
saraf untuk menyusun suatu strategi sebaiknya dalam bentuk pertanyaan berikut :

• Siapa yang akan dijadikan sasaran ?


Dapat ditujukan pada pihak musuh, pihak netral, dan pihak yang bersimpati,
tetapi tujuan akhir sasaran (the goals which the communicator sought to achieve)
adalah sama, yaitu mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku mereka.

• Media apa yang akan dipergunakan ?


Pemilihan media disesuaikan dengan sasaran yang akan dituju dan bergantung
pada situasi (situational context). Pada musuh yang dijadikan sasaran parang urat
saraf yang paling efektif dengan radio, karena redio tidak mengenal jarak dan
rintangan, atau dengan komunikasi tatap muka (face to face communication), misal
untuk menyebarkan desas-desus. Pada pihak netral dan pihak sekutu dapat digunakan
semua media den juga dengan diplomasi dan negoisasi.

• Pesan apa yang akan disebarkan ?


Pesan yang akan dilancarkan juga menyangkut devices (muslihat) yang akan
dilakukan serta berkaitan erat dengan tujuan perang urat saraf, siapa yang dijadikan
sasaran, dan efek yang diharapkan.

• Apa yang menjadi tujuan dan efek apa yang diharapkan ?


Tujuan dan efek yang diharapkan dalam rangka melancarkan perang urat saraf
hampir tidak dapat dibedakan. Dalam prosesnya, tujuannya terdapat pada
komunikator, yaitu perencana dan pelaku perang urat saraf, sedangkan efeknya
terdapat pada komunikan, yaitu pihak sasaran perang urat saraf, yaitu untuk
mempengaruhi untuk mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), dan perilaku
(behavior). Sikap komunikan bersifat inwrdly held (bersemi di dalam lubuk hati, tak
tampak oleh orang lain). Baru akan diketahui apabila sikap itu outwardly expressed
(dinyatakan secara verbal dalam bentuk pendapat dan secara non-verbal dalam
perilaku atau tindakan).

• Apa yang harus dilakukan oleh komunikator perang urat saraf ?


Perang urat saraf termasuk kegiatan yang meliputi strategi dan operasi, maka
komunikatornya bersifat kolektif (collective communicator). Dapat berfungsi sebagai
strategist atau penyiasat yang harus memiliki penguasaan ilmu dan teori multi
disipliner, karena sekaligus berfungsi sebagai penangkal perang urat saraf dari pihak
musuh. Untuk itu penyiasat ini harus orang yang : aktif, dinamis, optimis, tenang,
gemar membaca, dan paka terhadap gejala sosial.

C. OPERASI PERANG URAT SARAF

Operasi perang urat saraf merupakan pelaksanaan berdasarkan strategi yang telah
disusun secara luas, mendalam, matang, dan terpadu. Kegiatan yang mermacam-
macam harus simultan, dapat satu persatu dengan prinsip harus tepat waktunya.

Operasi perang urat saraf terdiri atas operasi intelijen dan operasi mempengauhi.
Intelijen (Bahasa Inggris intelligence) berasal dari Bahasa Latin intelligentia yang
berarti kecerdasan, akal budi, nalar. Menurut M. Karyadi yang dikutip Onong
Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi, Teori Dan Praktek, membagi
intelijen ke dalam dua bidang Intelijen Terbuka (open intelligence), dilakukan secara
terang-terangan, misalnya :

 Membaca dan mempelajari buku-buku dan kesusastraan mengenai soal-soal


tertentu;
 Membaca, mempelajari, dan mengikuti secara terus-menerus pengumuman-
pengumuman resmi pemerintah negara-negara lain;
 Membaca dan mempelajari berita-berita dalam surat kabar harian atau majalah
berkala seperti mingguan dan bulanan;
 Mendengarkan, mencatat, dan mempelajari siaran-siaran radio luar dan dalam
negeri, pemerintah maupun swasta, juga radio gelap;
 Membaca dan mempalajari dokumen-dokumen, statistik-statistik, dan
sebagainya;
 Melihat, memperhatikan, dan mempelajari dengan tajam segala sesuatu yang
dialami pada waktu mengadakan peninjauan di suatu tempat atau daerah.

Intelijen Tertutup (secret intelligence), adalah intelijen yang melalukan kegiatannya


secara tertutup atau rahasia, seperti :

 Mencari dan mengumpulkan behan-bahan keterangan dan data-data secara tidak


terang-terangan.
 Membinasakan atau mengurangi kekuatan material lawannya dengan jalan
sabotase dan lain-lain secara tersembunyi.
 Merusak jiwa atau moral lawan dengan jalan propaganda yang menjelek-jelekan,
pengacauan, pembunuhan, penculikan, pembakaran, dan sebagainya bukan
dengan jalan terang-terangan. (1994 : 171 – 172)

Anda mungkin juga menyukai