Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

‘’Peraturan Perundang - Undangan‘’

“Makalah ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Kewarganegaraan”

Dosen pengampuh: Edison, M. Tpd

Disusun oleh : Kelompok 3

Deni Setiawan (17591153)

Ilma Safitri (17591057)

Mustika linti Rezeki (17591087)

Yadi Saputra (17591144)

Lokal : PGMI 6A

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) CURUP

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAYAH

TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ilmu
Perundang – undangan tentang Mekanisme Pembuatan Undang – Undang dan Perda.Makalah
ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
   
                                                                                     

  

Curup 21 Maret 2020

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUl………………………………………………………........i

KATA PENGANTAR……………………………………………………….....i

DAFTAR ISI………………………………………………………......……....iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………...4

A. Latar Belakang……………………………………………………………….4

B. Rumusan Masalah ………………………………………………….………..5

C. Tujuan Penulisan …………………………………………………………….5

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………6

A. Pengertian Peraturan Perundang - Undangan……….....…………………....6

B. Sumber Peraturan Perundang Undangan.......………………………………..7

C. Fungsi Peraturan Perundang – Undangan............................…..……….....11

D. Perumusan Peraturan Perundang – Undangan...........................................15

BAB III PENUTUP …………………………………………………………...22

A.Kesimpulan……………………………………………………………..........22

B. Saran …………………………………………………………………..........22

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………....23

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekuasaan negara pada tingkat peradaban dunia yang semakin modern telah
merumuskan pemisah ketiga fungsi besar menampilkan kekuasaan membentuk undang –
undang (Legislation), pemerintah (executive), dan peradilan (yudiciary). Khusus pada
pembentukan undang – undang mempunyai asas akan mengatur seluruh aspek kehidupan
bernegara dalam melaksanakan seluaruh aktivitasnya. Oleh karena itu, tugas berat sang
legislator yang akan menjabarkan setiap kebutuhan masyarakat kedalam rumusan undang –
undang dan selalu mengalami perubahan setiap saat.

Jeremy Bentham, memyatakan bahwa pembuatan undang – undang adalah suatu seni
yaitu seni menemukan cara – cara mewujudkan ”The True Good of The Comunity”. Kajian
Bentham mengenai pembuatan undang – undang harus keluar dari analisis teknis legalisasi
kepada pembahasannya di dalam kerangka yang lebih besar. Ukuran – ukuran serta
formatyang digunakan juga bukan lagi rasional, logika, dan prosedural

4
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan maka beberapa masalah yang
dapat penulis rumuskan dan akan dibahas dalam laporan ini adalah:
1. Apa Pengertian Peraturan Perundang - Undangan?
2. Apa Saja Sumber Peraturan Perundang Undangan?
3. Apa Saja Fungsi Peraturan Perundang – Undangan?
4. Bagaimana Perumusan Peraturan Perundang – Undangan?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui perkembangan
demokrasi di Indonesia .
1. Untuk Mengetahui Pengertian Peraturan Perundang - Undangan?
2. Untuk Menetahui Sumber Peraturan Perundang Undangan?
3. Untuk Mengetahui Fungsi Peraturan Perundang – Undangan?
4. Untuk Mengetahui Perumusan Peraturan Perundang – Undangan?

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Peraturan Perundang Undangan

  Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga


negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Jenis dan hierarki Hierarki
maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.berikut adalah hieraki peraturan
perundang-undangan di indonesia menurut Undang-Undang No 10/2004 tentang
pembentukan peraturan perundang – undangan.

Pengertian tentang peraturan perundang-undangan dalam hukum positif Indonesia


sebenarnya sudah tercantum dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010
yang menyatakan bahwa “Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang
dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara hukum.”1

Sebagai sebuah terminologi, frasa “peraturan” dan"perundang-undangan" merupakan


sebuah frasa yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat umum. Penggunaan frasa
yang sudah umum ini, secara tidak disadari membentuk sebuah opini dan pemikiran dalam
masyarakat bahwa peraturan dan undang-undang memiliki kesan sama. Padahal jika ditelaah
lebih lanjut, dari segi bentuknya sebuah “peraturan” bukanlah sebuah undang-undang,
begitupun sebaliknya sebuah “undang-undang” bukanlah sebuah peraturan.

Kekacauan tersebut memiliki akibat yang sangat fundamental tetapi masih dapat
dimengerti. Pola pikir yang terbentuk dalam masyarakat umum mengenai peraturan
perundang-undangan selalu bukan merupakan pemahaman yang diartikan dalam arti teknis.
Selain itu, masyarakat umum pun tidak bisa secara dipaksa harus memahami sebuah
peraturan perundang-undangan dalam arti teknis.

Jika dikenali lebih lanjut, apa ciri yang paling dominan jika masyarakat umum ditanya
mengenai sebuah perundang-undangan? Jawabannya adalah selalu perundang-undangan itu
identik dengan negara hukum. Hal ini menampakkan seolah-olah negara hukum selalu identik
dengan peraturan perundang-undangan. Padahal, sebuah negara hukum bukan hanya identik
1
Prof Dr Jimly Asshiddiqi, (Jakarta: Konstitusi Press,2010), hlm 32.

6
dengan peraturan perundang-undangan, meskipun pada faktanya akan selalu ada peraturan
perundang-undangan yang mengikat didalamnya, melainkan akan sangat bahaya bila persepsi
dalam masyarakat tentang sebuah negara hukum identik dengan perundang-undangan
tersebut semakin meluas.

Fenomena diatas juga sama halnya degan penyelenggaraan pemerintahan daerah.


Penyelenggaraan pemerintahan daerah seringkali diidentikkan oleh masyarakat umum dengan
otonomi daerah. Padahal, dalam praktiknya penyelengaraan otonomi daerah tidak selalu
identik dengan pemerintah daerah. Otonomi daerah memiliki perbedaan yang fundamental
dengan daerah otonom. Pada batas-batas tertentu, terdapat berbagai undang-undang yang
dinyatakan tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, tatkala
undang-undang tersebut diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut,
dapat juga ditandai sebagai penyebab dari pembatalan beratus-ratus peraturan daerah oleh
pemerintah pusat. Hal tersebut dapat terjadi, bisa jadi karena kompleksitas teknis dalam
perumusannya atau juga disebabkan oleh pergeseran tatanan konstitusionalisme Indonesia
pasca perubahan UUD 1945.2

B. Sumber Peraturan Perundang – Undangan

Sumber secara literal berarti tempat keluar, atau tempat di mana sesuatu itu diambil atau
berasal. Jika demikian, sumber pembentuk peraturan perundang-undangan adalah segala
sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, keyakinan, dan lain sebagainya yang dapat
dijadikan dasar bagi perumusan norma-norma hukum yang kemudian diadopsi menjadi
muatan peraturan perundang-undangan

Secara teoritik, sumber peraturan perundang-undangan jika mengacu pada asas hirarkhi
adalah bersumber pada peraturan perundang-undangan yang berada pada jenjang di atasnya.
Namun demikian, dalam praktiknya, perdebatan dan kerja pembentukan peraturan
perundang-undangan bisa mengacu pada segala macam diskursus, keyakinan, agama, dan
lain sebagainya. Pada dasarnya, sebagai konsekuensi sosiologis dan keberagaman yang
dimiliki oleh suatu bangsa, berbagai kehendak dan aturan yang bersumber pada keyakinan
idiologisnya sah-sah saja menjadi sumber hukum. Akan tetapi semua itu harus mengacu pada
konsensus yang telah disepakati dan dijadikan state ground norm, norma dasar negara.
Indonesia di awal kemerdekaannya hingga kini telah menyepakati bahwa Pancasila adalah
2
Ismali Husni, Prof Ghani Abdulah (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,2012), hlm 15

7
hasil dan produk konsensus nasional yang telah disepakati oleh semua elemen bangsa
melintasi batas wilayah, idiologi, agama, suku, dan lain sebagainya.

Sumber peraturan perundang-undangan dengan kata lain bisa disebut dengan landasan
peraturan perundang-undangan. Amiroeddin Syarief menyebut tiga kategori landasan:

a. Landasan filosofis, di mana norma-norma yang diadopsi menjadi materi muatan


peraturan perundang-undangan mendapat justifikasi atau pembenaran secara filosofis

b. Landasan sosiologis, di mana rumusan norma-norma hukum mencerminkan kenyataan,


keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat

c. Landasan yuridis, di mana norma-norma yang tertuang merujuk pada ketentuan


peraturan perundang-undangan yang derajat hirarkhinya lebih tinggi. Landasan yuridis dibagi
menjadi dua (1) landasan yuridis formal, yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang memberi
kewenangan kepada organ pembentuknya; dan (2) landasan yuridis materil, yaitu ketentuan-
ketentuan hukum tentang masalah atau materi-materi yang harus diatur dalam peraturan
perundang-undangan.3

1.Pancasila
Pancasila merupakan pedoman sekaligus ajaran yang telah diakui dan diyakini
sebagai pandangan dan falsafah hidup bangsa Indonesia serta sebagai dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara adalah mengikat seluruh tatanan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap
sila Pancasila itu memberikan arah bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-
cita dan tujuan nasional. Penegasan di atas mengandung arti bahwa secara idiil tatanan
masyarakat Indonesia telah dirumuskan dalam nilai-nilai yang terkandung pada setiap sila
Pancasila. Posisinya yang demikian kuat, Pancasila menjadi sumber bagi pembentukan
peraturan perundang-undangan.

Di samping sebagai sumber, Pancasila juga merupakan instrumen penyaring nilai,


norma, dan keyakinan yang lain yang hendak dijadikan peraturan perundang-undangan
nasional. Misalnya sebagian orang hendak menyusun peraturan perundang-undangan

3
Ismali Husni, Prof Ghani Abdulah (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,2012), hlm 32

8
berdasarkan nilai tertentu, yang bersumber dari agama dan keyakinan tertentu, di sini tugas
Pancasila adalah menakar apakah ia sesuai dengan sila-sila Pancasila atau tidak. Jika tidak
sesuai maka demi keutuhan nasional dan konsensus, memilih dan menjadikan Pancasila
sebagai dasar negara harus tetap dijaga. Meskipun Pancasila tidak lagi disebut sebagai
sumber segala sumber pascalahirnya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
perundang-undangan, karena isi Pancasila melekat dalam UUD 1945 yang menempati
hirarkhi teratas peraturan perundang-undangan, maka sesungguhnya Pancasila tetap
merupakan dasar dan inspirasi pembangunan hukum nasional.

2. Undang-Undang Dasar 1945

Sebagai landasan konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 merupakan norma dasar


yang harus dipedomani dalam merumuskan berbagai peraturan perundang-undangan. Ia
menempati urutan pertama dalam hirarkhi peraturan perundang-undangan. Karakter
konstitusi di manapun, ia merupakan prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan negara yang
menuntut penjabaran lebih lanjut dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang di
bawahnya. Di dalam diri UUD 1945 misalnya, terdapat lebih kurang 53 perintah langusng
perumusan peraturan perundang-undangan. Karena itu UUD 1945 tidak hanya
mendelegasikan pembentukan perundang-udangan, menuntut atribusi, tapi juga menjadi
sumber bagi perumusan peraturan perundang-undangan itu4

3.Yurisprudensi
Yurisprudensi atau keputusan-keputusan lembaga peradilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap, juga bisa dijadikan sebagai sumber pembentukan peraturan
perundang-undangan. Meskipun keputusan hakim itu perlu diuji kebenarannya, akan tetapi
secara umum ijtihad-ijtihad (usaha penemuan hukum, rechfinding) yang dilakukan para
hakim bisa kemudian dijadikan sumber bagi perumusan peraturan perundang-undangan.

4. Hukum Agama

Indonesia memiliki berbagai agama dan kepercayaan. Keberadaan agama-agama dan


kepercayaan itu diakui keberadaannya oleh konstitusi. Secara sosiologis ia juga memiliki
penganut sendiri-sendiri. Setiap agama memiliki ajaran dan norma yang diyakini dan dipeluk
oleh pemeluknya masing-masing. Berbagai nilai kebenaran tersimpan di dalam agama-agama
4
Ismali Husni, Prof Ghani Abdulah (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,2012), hlm 67

9
itu. Karena keyakinannya, tak pelak, dalam praktik pembentukan peraturan perundang-
undangan, dipastikan dimensi agama akan merasuk di dalam setiap perspektif dan pendapat
pada pembuat peraturan perundang-undangan. Namun demikian, karena tidak semua norma
agama dapat dikuailfikasi sebagai norma hukum yang diyakini kebenarannya oleh semua
orang, maka kalaupun agama menjadi sumber pembentuk peraturan perundang-undangan, ia
harus dipastikan tidak memaksakan norma non hukum dijadikan norma hukum.

Pilihan untuk tidak memaksakan norma non hukum yang bersumber dari agama-
agama dan kepercayan adalah sebagai konsekuensi politik dan sosiologis berbangsa dan
bernegara. Banyak norma hukum yang terkandung di dalam agama-agama yang bisa diadopsi
menjadi materi muatan peraturan perundang-undangan, tapi tidak sedikit juga norma non
hukum dalam agama-agama dan kepercayaan yang justru lebih mulia dan tetap dipatuhi oleh
pemeluknya, dibandingkan jika ia dipaksakan untuk ditampilkan secara formal dalam sebuah
kebijakan negara.5

5. Hukum Adat

Sama dengan agama-agama dan kepercayaan pada uraian di atas, bangsa ini juga
memiliki beragama hukum adat yang masih hidup di tengah masyarakat. Hukum adat, kecuali
yang sudah menjadi sistem dan diadopsi secara nasional, ia juga tidak bisa semuanya
digeneralisir sebagai suatu norma yang dapat ditampilkan di aras publik dan mengikat semua
orang. Karena fakta sosiologisnya bangsa Indonesia terdiri dari beragam adat. Meskipun
demikian tidak menutup kemungkinan kearifan adat dan nilai serta norma yang dimiliki oleh
sebuah komunitas adat dapat diobyektivikasi dan diakui oleh semua orang sehingga ia bisa
dikualifikasi sebagai norma hukum, dan kemudian diadopsi menjadi muatan peraturan
perundang-undangan.

6. Hukum Internasional

Hukum internasional, baik berupa perjanjian internasional, ratifikasi kovenan dan


konvensi yang dikeluarkan oleh badan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau badan internasional
lainnya, merupakan sumber atau referensi yang bisa dirujuk dalam merumuskan peraturan
perundang-undangan. Bahkan untuk beberapa kovenan dan konvensi yang sudah diratifikasi,

5
Ibid

10
sesungguhnya ia telah mengikat secara hukum (legally binding), yang harus dirujuk dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan.

C. Fungsi Undang – Undang


a. Fungsi Penciptaan Hukum

Penciptaan hukum (rechtschepping) yang melahirkan sistem kaidah hukum yang


berlaku umum  dilakukan atau terjadi melalui  beberapa cara yaitu melalui putusan hakim
(yurisprudensi). Kebiasaan yang tumbuh sebagai praktek dalam kehidupan masyarakat atau
negara, dan peraturan perundang-undangan sebagai keputusan tertulis pejabat atau
lingkungan jabatan yang berwenang yang berlaku secara umum. Secaratidak langsung,
hukum dapat pula terbentuk melalui ajaran-ajaran hukum (doktrin) yang diterima dan
digunakan dalam pembentukan hukum.
Di Indonesia, peraturan perundang-undangan merupakan cara utama penciptaan
hukum. Peraturan perundang-undangan merupakan sendi utama sistem hukum nasional.
Pemakaian peraturan perundang-undangan sebagai sendi utama sistem hukum nasional
karena:

1. Sistem hukum Indonesia – sebagai akibat sistem hukum Hindia Belandia – lebih
menampakkan sistem hukum kontinental yang mengutamakan bentuk  sistem hukum
tertulis (geschrevenrecht, written law).
2. Politik pembangunan hukum nasional mengutamnakan penggunaan peraturan perundang-
undangan sebagai Instrumen utama. Bandingkan dengan hukum yurisprudensi dan 
hukum kebiasaan. Hal ini antara lain karena pembangunan hukum nasional yang
menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai instrument dapat disusun secara
berencana (dapat direncanakan).6

b. Fungsi Pembaharuan Hukum

Peraturan perundang-undangan merupakan instrumen  yangefektif dalam


pembaharuan hukum (law reform) dibandingkan dengan penggunaan hukum kebiasaan atau
hukum yurisprudensi. Telah dikemukakan, pembentukan peraturan perundang-undangan
dapat direncanakan, sehingga pembaharuan hukum dapat pula direncakan. Peraturan
perundang-undangan tidak hanya melakukan fungi pembaharuan terhadap peraturan

6
Maria Ferida Indarti, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm 46.

11
perundang-undangan (yang telah ada). Peraturan perundang-undangan dapat pula
dipergunakan Sebagai sarana memperbaharui yurisprudensi.

Hukum kebiasaan atau hukum adat. Fungsi pembaharuan terhadap peraturan


perundang-undangan antara lain dalam rangka mengganti peraturan perundang-undangan dari
masa pemerintahan Hindia Belanda. Tidak pula kalah pentingnya memperbaharui peraturan
perundang-undangan nasional  (dibuat setelah kemerdekaan) yang tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan dan perkembangan baru. Di bidang hukum kebiasaan atau hukum adat. Peraturan
perundang-undangan berfungsi mengganti hukum kebiasaan atau hukum adat yang
tidaksesuai dengan kenyataan-kenyataan baru. Pemanfaat peraturan perundang-undangan
sebagai instrumen pembaharuan hukum kebiasaan atau hukum adat sangat bermanfaat,
karena dalam hal-hal tertentu kedua hukum yang disebut belakangan tersebut sangat rigid
terhadap perubahan.7
  c. Fungsi Integrasi Pluralisme Sistem Hukum
Pada saat ini, di Indonesia masih berlaku berbagai system hukum (empat macam
sistem hukum), yaitu: “sistem hukumkontinental (Barat), sistem hukum adat, sistem hukum
agama (khususnya lslam) dan sistem hukum nasional”.
Pluralisme sistem hukum yang berlaku hingga saat ini merupakan salah satu warisan
kolonial yang harus ditata kembali. Penataan kembali berbagai sistem hukum tersebut
tidaklah dimaksudkan meniadakan berbagai sistem hukum – terutama sistem hukum yang
hidup sebagai satu kenyataanyang dianut dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.
Pembangunan sistem hukum nasional adalah dalam rangka mengintegrasikan berbagai
sistem hukum tersebut sehingga tersusun dalam satu tatanan yang harmonis satu sama
lain. Mengenai pluralisme kaidah hukum sepenuhnya bergantung pada kebutuhan hukum
masyarakat. Kaidah hukum dapat berbeda antara berbagai kelompok masyarakat, tergantung
pada keadaan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.8
d. Fungsi kepastian hukum
Kepastian hukum (rechtszekerheid, legal certainty) merupaken asas penting dalam
tindakan hukum (rechtshandeling) dan penegakan hukum (hendhaving, uitvoering). Telah
menjadi pengetahuan umum, bahwa peraturan perundang-undangan depat memberikan
kepastian hukum yang lebih tinggi dan pada hukum kebiasan, hukum adat, atau hukum

7
Ibid
8
Maria Ferida Indarti, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm 49.

12
yurisprudensi. Namun, perlu diketahui, kepastian hukum peraturan perundang-undangan
tidak semata-mata diletakkan pada bentuknya yang tertulis (geschreven, written).
Untuk benar-benar menjamin kepastian hukum, peraturan perundang-undangan selain
harus memenuhi syarat-syarat formal, harus memenuhi syarat-syarat lain, yaitu:
1. Jelas dalam perumusannya (unambiguous).
2. Konsisten dalam perumusannya -baik secara intern maupun ekstern. Konsisten secara
intern mengandung makna bahwa dalam peraturan perundang-undangan yang sama harus
terpelihara hubungan sietematik antara kaidah-kaidahnya, kebakuan susunan dan  bahasa.
Konsisten secara eketern, adalah adanya hubungan “harmonisasi” antara herbagrii
peraturan perundang-undangan.
3. Penggunaan bahasa yang tepat dan mudah dimengerti.Bahasa peraturan perundang-
undangan haruslah bahasayang umum dipergunakan masyarakat. Tetapi ini tidakberarti
bahasa hukum tidak penting. Bahasa hukum –baikdalam  arti struktur, peristilahan, atau
cara penulisan tertentu harus dipergunakan secara ajeg karena merupakan bagian dan
upaya menjamin kepastian hukum Melupakan syarat-syarat di atas, peraturan perundang-
undangan mungkin menjadi lebih tidak pasti dibandingkan dengan hukum kebiasaan,
hukum adat, atau hukum yurisprudensi.9

e. Fungsi Peraturan Perundang - Undangan dari Sisi Lain

Secara umum, peraturan perundang-undangan fungsinya adalah “mengatur” sesuatu


substansi untuk memecahkan suatu masalah yang ada dalam masyarakat. Artinya, peraturan
perundang-undanganadalah sebagai instrumen kebijakan (beleids instrument) apapun
bentuknya ,apakah bentuknya penetapan, pengesahan, pencabutan, maupun perubahan.
Secara khusus fungsi peraturan perundang-undangan dirinci sebagai berikut Fungsi
Perundang-undangan adalah sebagai:

1. Memberikan Jaminan Perlindungan bagi hak-hak kemanusiaan;


2. Memastikan posisi hukum setiap orang sesuai dengan kedudukan hukumnya masing-
masing;
3. Sebagai Pembatasan Larangan, perintah tertentu yang harus dipatuhi dalam berperilaku.

Fungsi Aturan Perundang-undangan dalam Sistem Hukum Indonesia:

9
Maria Ferida Indarti, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm 120.

13
1.  Fungsi Undang Undang Dasar

Berfungsi sebagai hukum dasar bagi pembentukan lembaga-lembaga negara, fungsi,


dan hubungannya antara satu dengan yang lain, mengatur hubungan antara Negara dengan
warga negara, dan memuat cita-cita serta tujuan Negara.
Fungsi UUD 1945 yang utama adalah membatasi dan membagi kewenangan para
penyelenggara pemerintahan negara,sehingga dapat tercipta keterkendalian dan
keseimbangan (checks andbalances) diantara para penyelenggara pemerintahan negara
sesuai denganasas trias politica (distribution of powers) dan menciptakanpenyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bersih (cleangovernance/goverment).

2. Fungsi Undang-Undang

Dasar Hukum : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945 Undang-undang adalah
peraturan perundang-undangan yang tertinggi di Negara Republik Indonesia, yang di dalam
pembentukannya dilakukan oleh dua lembaga, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dengan
Persetujuan Presiden.Undang-undang dapat diartikan menjadi 2 yakni Undang-undang dalam
arti material serta Undang-undang dalam arti formil. Di Indonesia hanya dikenal Undang-
Undang dalam arti formal.10
Undang-undang pokok, di Belanda dikenal sebagai Undang-Undang yang mendasari
Undang-undang Lain, sementara UU Pokok ini tidak dikenal sebab kedudukan Undang-
Undang di Indonesia adalah sejajar.

Fungsi Undang-undang(UU) adalah menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut


ketentuan dalam UUD 1945(dan Perubahannya) baik yang tersurat (paling tidak ada 18 hal
sebagaimanadiuraikan oleh A. Hamid, SA [10]) maupun yang tersirat sesuai dengan negara
berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan asas konstitusionalisme, serta yang diperintahkan oleh
TAP MPR yangtegas-tegas menyebutnya (sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 ayat (3)
TAP MPRNo. III/MPR/2000).
Bahwa pengertian Dewan Perwakilan Rakyat sebagai “memegang kekuasaan
membentuk” Undang-undang, maka dapat diartikan dengan “memegang kewenangan”,
karena suatu kekuasaan (macht), dalam hal ini kekuasaan membentuk Undang-Undang
(wetgeven demacht), memang mengandung kewenangan membentuk Undang-UndangBahwa

10
Maria Ferida Indarti, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm 129.

14
pengertian “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”. Fungsi Undang-Undang:

1. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-Undang Dasar


1945 yang tegas-tegas menyebutnya;
2. Pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam Batang Tubuh UUD
1945;
3. Pengaturan lebih lanjut dalam ketetapan MPR yang tegas-tegas menyebutnya;
4. Pengaturan di bidang materi konstitusi, seperti organisasi, Tugas dan Wewenang
Susunan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.11

D. Perumusan Peraturan Perundang – Undangan

UU NO 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan


Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan merupakan pelaksanaan dari perintah Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pembentukan undang-undang diatur lebih lanjut dengan undang-undang.” Namun,
ruang lingkup materi muatan Undang-Undang ini diperluas tidak saja Undang-Undang tetapi
mencakup pula Peraturan Perundang-undangan lainnya, selain Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan ini merupakan penyempurnaan terhadap kelemahan- kelemahan dalam Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389), yaitu antara lain:

a. materi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 banyak yang menimbulkan kerancuan
atau multitafsir sehingga tidak memberikan suatu kepastian hukum;
b. teknik penulisan rumusan banyak yang tidak konsisten;
c. terdapat materi baru yang perlu diatur sesuai dengan perkembangan atau kebutuhan
hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan

11
ibid

15
d. penguraian materi sesuai dengan yang diatur dalam tiap bab sesuai dengan sistematika

Materi muatan baru dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai penyempurnaan terhadap Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389), yaitu:

a. penambahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai salah satu jenis


Peraturan Perundang-undangan dan hierarkinya ditempatkan setelah Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. perluasan cakupan perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang tidak hanya untuk
Prolegnas dan Prolegda melainkan juga perencanaan Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, dan Peraturan Perundang- undangan lainnya;
c. pengaturan mekanisme pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. pengaturan Naskah Akademik sebagai suatu persyaratan dalam penyusunan Rancangan
Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota;
e. pengaturan mengenai keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang- undangan, peneliti,
dan tenaga ahli dalam tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan

f.  penambahan teknik penyusunan Naskah Akademik dalam Lampiran I Undang-Undang


ini.12

Sistematisasi materi pokok dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah:

a. asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan;


b. jenis, hierarki, dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan;
c. perencanaan Peraturan Perundang-undangan;
d. penyusunan Peraturan Perundang-undangan;
e. teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan; pembahasan dan pengesahan
Rancangan Undang-Undang;

12
Ibid

16
f. pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
g. pengundangan Peraturan Perundang-undangan;
h. penyebarluasan;
i. partisipasi masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
j. dan ketentuan lain-lain yang memuat mengenai pembentukan Keputusan Presiden dan
lembaga negara serta pemerintah lainnya.13

Selain hal diatas dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undanganjuga dilakukan penyempurnaan teknik penyusunan Peraturan
Perundang-undangan beserta contohnya yang ditempatkan dalam Lampiran II.
Penyempurnaan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan dimaksudkan
untuk semakin memperjelas dan memberikan pedoman yang lebih jelas dan pasti yang
disertai dengan contoh bagi penyusunan Peraturan Perundang-undangan, termasuk Peraturan
Perundang-undangan di daerah.

  Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan disahkan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta pada tanggal 12
Agustus 2011. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan berlaku setelah diundangkan oleh Menkumham Patrialis Akbar pada
tanggal 12 Agustus 2011 di Jakarta.

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82.
Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan diundangkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5234.

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan

Mencabut

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan mencabut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
13
Ibid

17
Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389).

Latar Belakang

Pertimbangan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-Undangan adalah:

a. bahwa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban


melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu,
dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan
kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang
baik, perlu dibuat peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang
dilaksanakan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua
lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan;
c. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung
perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan
huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.14

Dasar Hukum

Dasar hukum Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-Undangan adalah Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22A Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penjelasan Umum

14
Maria Ferida Indarti, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm 75.

18
Berikut adalah penjelasan umum Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan


pelaksanaan dari perintah Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembentukan undang-undang diatur lebih lanjut dengan undang-undang.” Namun, ruang
lingkup materi muatan Undang-Undang ini diperluas tidak saja Undang-Undang tetapi
mencakup pula Peraturan Perundang-undangan lainnya, selain Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan didasarkan


pada pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum,
segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan
termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum
nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua
elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan
mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.15

Undang-Undang ini merupakan penyempurnaan terhadap kelemahan- kelemahan


dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yaitu antara lain:

a. materi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 banyak yang menimbulkan kerancuan
atau multitafsir sehingga tidak memberikan suatu kepastian hukum;
b. teknik penulisan rumusan banyak yang tidak konsisten;
c. terdapat materi baru yang perlu diatur sesuai dengan perkembangan atau kebutuhan
hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan
d. penguraian materi sesuai dengan yang diatur dalam tiap bab sesuai dengan sistematika.

Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya, terdapat materi


muatan baru yang ditambahkan dalam Undang-Undang ini, yaitu antara lain:

15
Ibid

19
a. penambahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai salah satu jenis
Peraturan Perundang-undangan dan hierarkinya ditempatkan setelah Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. perluasan cakupan perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang tidak hanya untuk
Prolegnas dan Prolegda melainkan juga perencanaan Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, dan Peraturan Perundang- undangan lainnya;
c. pengaturan mekanisme pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. pengaturan Naskah Akademik sebagai suatu persyaratan dalam penyusunan Rancangan
Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota;
e. pengaturan mengenai keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang- undangan, peneliti,
dan tenaga ahli dalam tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan
f. penambahan teknik penyusunan Naskah Akademik dalam Lampiran I Undang-Undang
ini.16

Secara umum Undang-Undang ini memuat materi-materi pokok yang disusun secara
sistematis sebagai berikut: asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan; jenis, hierarki,
dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan; perencanaan Peraturan Perundang-
undangan; penyusunan Peraturan Perundang-undangan; teknik penyusunan Peraturan
Perundang-undangan; pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang- Undang;
pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota; pengundangan Peraturan Perundang-undangan; penyebarluasan;
partisipasi masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan ketentuan
lain- lain yang memuat mengenai pembentukan Keputusan Presiden dan lembaga negara
serta pemerintah lainnya.

Tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan penetapan, serta


pengundangan merupakan langkah-langkah yang pada dasarnya harus ditempuh dalam
Pembentukan Peraturan Perundang- undangan. Namun, tahapan tersebut tentu dilaksanakan
sesuai dengan kebutuhan atau kondisi serta jenis dan hierarki Peraturan Perundang- undangan
tertentu yang pembentukannya tidak diatur dengan Undang- Undang ini, seperti pembahasan

16
Ismali Husni, Prof Ghani Abdulah (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,2012), hlm 87

20
Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan Peraturan Presiden, atau pembahasan
Rancangan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).

Selain materi baru tersebut, juga diadakan penyempurnaan teknik penyusunan


Peraturan Perundang-undangan beserta contohnya yang ditempatkan dalam Lampiran II.
Penyempurnaan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan dimaksudkan
untuk semakin memperjelas dan memberikan pedoman yang lebih jelas dan pasti yang
disertai dengan contoh bagi penyusunan Peraturan Perundang-undangan, termasuk Peraturan
Perundang-undangan di daerah.17

BAB III
17
Ibid

21
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam pembahasan Ilmu Perundang – Undangan yang telah dipaparkan diatas dapat
dirumuskan dimana pengertian Ilmu Perundang – Undangan ialah mempelajari seluk beluk
peraturan perundang – undangan dimana dalama tekniknya sama dengan cara mempelajari
Ilmu Tata Negara baik itu asas – asas, materi muatan dan bahasa hukumnya.

Disinilah terdapat kaitan Ilmu Perundang – undangan dengan Hukum Tata Negara
dimana dalam pembahasan dikaji tentang teknik yang sama dan beberapa ruang lingkup
untuk pembahasan Ilmu Perundang – Undangan dan ruang lingkup ini dapat ditemukan
dalam 7 UU Nomor 10 Tahun 2004.

B. Saran
Manusia tidak luput dari keslahan dan rasa khilaf. Barangkali hanya ini yang dapat saya
ungkapkan. Jika ada kesalahan materi maupun merugikan pihak-pihak tertentu saya meminta
kritik dan sarannya, kritik maupun sarannyan sangatlah penting untuk pengintrospesikan diri
melengkapi makalah ini. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

22
2. Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang – Undangan : Jenis, Fungsi, Dan Materi
Muatan. Yogyakarta. 2007. Kanisius.

3. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang –


Undangan pasal 1 angka 3.

4. Ismail Hasni Dan Prof. Dr. A. Gani Abdullah, SH. Pengantar Ilmu Perundang –
Undangan, FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

5. Prof. Dr. Jimliy Asshiddiqqi, SH. Hukum Acara Pengujian Undang – Undang, Jakarta :
Konstitusi Press, 2006.

23

Anda mungkin juga menyukai