Tugas Pembelajaran Kewarganegaraan Kel 3
Tugas Pembelajaran Kewarganegaraan Kel 3
“Makalah ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Kewarganegaraan”
Lokal : PGMI 6A
TAHUN 2020
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ilmu
Perundang – undangan tentang Mekanisme Pembuatan Undang – Undang dan Perda.Makalah
ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUl………………………………………………………........i
KATA PENGANTAR……………………………………………………….....i
DAFTAR ISI………………………………………………………......……....iii
A. Latar Belakang……………………………………………………………….4
A.Kesimpulan……………………………………………………………..........22
B. Saran …………………………………………………………………..........22
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekuasaan negara pada tingkat peradaban dunia yang semakin modern telah
merumuskan pemisah ketiga fungsi besar menampilkan kekuasaan membentuk undang –
undang (Legislation), pemerintah (executive), dan peradilan (yudiciary). Khusus pada
pembentukan undang – undang mempunyai asas akan mengatur seluruh aspek kehidupan
bernegara dalam melaksanakan seluaruh aktivitasnya. Oleh karena itu, tugas berat sang
legislator yang akan menjabarkan setiap kebutuhan masyarakat kedalam rumusan undang –
undang dan selalu mengalami perubahan setiap saat.
Jeremy Bentham, memyatakan bahwa pembuatan undang – undang adalah suatu seni
yaitu seni menemukan cara – cara mewujudkan ”The True Good of The Comunity”. Kajian
Bentham mengenai pembuatan undang – undang harus keluar dari analisis teknis legalisasi
kepada pembahasannya di dalam kerangka yang lebih besar. Ukuran – ukuran serta
formatyang digunakan juga bukan lagi rasional, logika, dan prosedural
4
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan maka beberapa masalah yang
dapat penulis rumuskan dan akan dibahas dalam laporan ini adalah:
1. Apa Pengertian Peraturan Perundang - Undangan?
2. Apa Saja Sumber Peraturan Perundang Undangan?
3. Apa Saja Fungsi Peraturan Perundang – Undangan?
4. Bagaimana Perumusan Peraturan Perundang – Undangan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui perkembangan
demokrasi di Indonesia .
1. Untuk Mengetahui Pengertian Peraturan Perundang - Undangan?
2. Untuk Menetahui Sumber Peraturan Perundang Undangan?
3. Untuk Mengetahui Fungsi Peraturan Perundang – Undangan?
4. Untuk Mengetahui Perumusan Peraturan Perundang – Undangan?
5
BAB II
PEMBAHASAN
Kekacauan tersebut memiliki akibat yang sangat fundamental tetapi masih dapat
dimengerti. Pola pikir yang terbentuk dalam masyarakat umum mengenai peraturan
perundang-undangan selalu bukan merupakan pemahaman yang diartikan dalam arti teknis.
Selain itu, masyarakat umum pun tidak bisa secara dipaksa harus memahami sebuah
peraturan perundang-undangan dalam arti teknis.
Jika dikenali lebih lanjut, apa ciri yang paling dominan jika masyarakat umum ditanya
mengenai sebuah perundang-undangan? Jawabannya adalah selalu perundang-undangan itu
identik dengan negara hukum. Hal ini menampakkan seolah-olah negara hukum selalu identik
dengan peraturan perundang-undangan. Padahal, sebuah negara hukum bukan hanya identik
1
Prof Dr Jimly Asshiddiqi, (Jakarta: Konstitusi Press,2010), hlm 32.
6
dengan peraturan perundang-undangan, meskipun pada faktanya akan selalu ada peraturan
perundang-undangan yang mengikat didalamnya, melainkan akan sangat bahaya bila persepsi
dalam masyarakat tentang sebuah negara hukum identik dengan perundang-undangan
tersebut semakin meluas.
Sumber secara literal berarti tempat keluar, atau tempat di mana sesuatu itu diambil atau
berasal. Jika demikian, sumber pembentuk peraturan perundang-undangan adalah segala
sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, keyakinan, dan lain sebagainya yang dapat
dijadikan dasar bagi perumusan norma-norma hukum yang kemudian diadopsi menjadi
muatan peraturan perundang-undangan
Secara teoritik, sumber peraturan perundang-undangan jika mengacu pada asas hirarkhi
adalah bersumber pada peraturan perundang-undangan yang berada pada jenjang di atasnya.
Namun demikian, dalam praktiknya, perdebatan dan kerja pembentukan peraturan
perundang-undangan bisa mengacu pada segala macam diskursus, keyakinan, agama, dan
lain sebagainya. Pada dasarnya, sebagai konsekuensi sosiologis dan keberagaman yang
dimiliki oleh suatu bangsa, berbagai kehendak dan aturan yang bersumber pada keyakinan
idiologisnya sah-sah saja menjadi sumber hukum. Akan tetapi semua itu harus mengacu pada
konsensus yang telah disepakati dan dijadikan state ground norm, norma dasar negara.
Indonesia di awal kemerdekaannya hingga kini telah menyepakati bahwa Pancasila adalah
2
Ismali Husni, Prof Ghani Abdulah (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,2012), hlm 15
7
hasil dan produk konsensus nasional yang telah disepakati oleh semua elemen bangsa
melintasi batas wilayah, idiologi, agama, suku, dan lain sebagainya.
Sumber peraturan perundang-undangan dengan kata lain bisa disebut dengan landasan
peraturan perundang-undangan. Amiroeddin Syarief menyebut tiga kategori landasan:
1.Pancasila
Pancasila merupakan pedoman sekaligus ajaran yang telah diakui dan diyakini
sebagai pandangan dan falsafah hidup bangsa Indonesia serta sebagai dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara adalah mengikat seluruh tatanan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap
sila Pancasila itu memberikan arah bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-
cita dan tujuan nasional. Penegasan di atas mengandung arti bahwa secara idiil tatanan
masyarakat Indonesia telah dirumuskan dalam nilai-nilai yang terkandung pada setiap sila
Pancasila. Posisinya yang demikian kuat, Pancasila menjadi sumber bagi pembentukan
peraturan perundang-undangan.
3
Ismali Husni, Prof Ghani Abdulah (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,2012), hlm 32
8
berdasarkan nilai tertentu, yang bersumber dari agama dan keyakinan tertentu, di sini tugas
Pancasila adalah menakar apakah ia sesuai dengan sila-sila Pancasila atau tidak. Jika tidak
sesuai maka demi keutuhan nasional dan konsensus, memilih dan menjadikan Pancasila
sebagai dasar negara harus tetap dijaga. Meskipun Pancasila tidak lagi disebut sebagai
sumber segala sumber pascalahirnya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
perundang-undangan, karena isi Pancasila melekat dalam UUD 1945 yang menempati
hirarkhi teratas peraturan perundang-undangan, maka sesungguhnya Pancasila tetap
merupakan dasar dan inspirasi pembangunan hukum nasional.
3.Yurisprudensi
Yurisprudensi atau keputusan-keputusan lembaga peradilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap, juga bisa dijadikan sebagai sumber pembentukan peraturan
perundang-undangan. Meskipun keputusan hakim itu perlu diuji kebenarannya, akan tetapi
secara umum ijtihad-ijtihad (usaha penemuan hukum, rechfinding) yang dilakukan para
hakim bisa kemudian dijadikan sumber bagi perumusan peraturan perundang-undangan.
4. Hukum Agama
9
itu. Karena keyakinannya, tak pelak, dalam praktik pembentukan peraturan perundang-
undangan, dipastikan dimensi agama akan merasuk di dalam setiap perspektif dan pendapat
pada pembuat peraturan perundang-undangan. Namun demikian, karena tidak semua norma
agama dapat dikuailfikasi sebagai norma hukum yang diyakini kebenarannya oleh semua
orang, maka kalaupun agama menjadi sumber pembentuk peraturan perundang-undangan, ia
harus dipastikan tidak memaksakan norma non hukum dijadikan norma hukum.
Pilihan untuk tidak memaksakan norma non hukum yang bersumber dari agama-
agama dan kepercayan adalah sebagai konsekuensi politik dan sosiologis berbangsa dan
bernegara. Banyak norma hukum yang terkandung di dalam agama-agama yang bisa diadopsi
menjadi materi muatan peraturan perundang-undangan, tapi tidak sedikit juga norma non
hukum dalam agama-agama dan kepercayaan yang justru lebih mulia dan tetap dipatuhi oleh
pemeluknya, dibandingkan jika ia dipaksakan untuk ditampilkan secara formal dalam sebuah
kebijakan negara.5
5. Hukum Adat
Sama dengan agama-agama dan kepercayaan pada uraian di atas, bangsa ini juga
memiliki beragama hukum adat yang masih hidup di tengah masyarakat. Hukum adat, kecuali
yang sudah menjadi sistem dan diadopsi secara nasional, ia juga tidak bisa semuanya
digeneralisir sebagai suatu norma yang dapat ditampilkan di aras publik dan mengikat semua
orang. Karena fakta sosiologisnya bangsa Indonesia terdiri dari beragam adat. Meskipun
demikian tidak menutup kemungkinan kearifan adat dan nilai serta norma yang dimiliki oleh
sebuah komunitas adat dapat diobyektivikasi dan diakui oleh semua orang sehingga ia bisa
dikualifikasi sebagai norma hukum, dan kemudian diadopsi menjadi muatan peraturan
perundang-undangan.
6. Hukum Internasional
5
Ibid
10
sesungguhnya ia telah mengikat secara hukum (legally binding), yang harus dirujuk dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan.
1. Sistem hukum Indonesia – sebagai akibat sistem hukum Hindia Belandia – lebih
menampakkan sistem hukum kontinental yang mengutamakan bentuk sistem hukum
tertulis (geschrevenrecht, written law).
2. Politik pembangunan hukum nasional mengutamnakan penggunaan peraturan perundang-
undangan sebagai Instrumen utama. Bandingkan dengan hukum yurisprudensi dan
hukum kebiasaan. Hal ini antara lain karena pembangunan hukum nasional yang
menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai instrument dapat disusun secara
berencana (dapat direncanakan).6
6
Maria Ferida Indarti, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm 46.
11
perundang-undangan (yang telah ada). Peraturan perundang-undangan dapat pula
dipergunakan Sebagai sarana memperbaharui yurisprudensi.
7
Ibid
8
Maria Ferida Indarti, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm 49.
12
yurisprudensi. Namun, perlu diketahui, kepastian hukum peraturan perundang-undangan
tidak semata-mata diletakkan pada bentuknya yang tertulis (geschreven, written).
Untuk benar-benar menjamin kepastian hukum, peraturan perundang-undangan selain
harus memenuhi syarat-syarat formal, harus memenuhi syarat-syarat lain, yaitu:
1. Jelas dalam perumusannya (unambiguous).
2. Konsisten dalam perumusannya -baik secara intern maupun ekstern. Konsisten secara
intern mengandung makna bahwa dalam peraturan perundang-undangan yang sama harus
terpelihara hubungan sietematik antara kaidah-kaidahnya, kebakuan susunan dan bahasa.
Konsisten secara eketern, adalah adanya hubungan “harmonisasi” antara herbagrii
peraturan perundang-undangan.
3. Penggunaan bahasa yang tepat dan mudah dimengerti.Bahasa peraturan perundang-
undangan haruslah bahasayang umum dipergunakan masyarakat. Tetapi ini tidakberarti
bahasa hukum tidak penting. Bahasa hukum –baikdalam arti struktur, peristilahan, atau
cara penulisan tertentu harus dipergunakan secara ajeg karena merupakan bagian dan
upaya menjamin kepastian hukum Melupakan syarat-syarat di atas, peraturan perundang-
undangan mungkin menjadi lebih tidak pasti dibandingkan dengan hukum kebiasaan,
hukum adat, atau hukum yurisprudensi.9
9
Maria Ferida Indarti, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm 120.
13
1. Fungsi Undang Undang Dasar
2. Fungsi Undang-Undang
Dasar Hukum : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945 Undang-undang adalah
peraturan perundang-undangan yang tertinggi di Negara Republik Indonesia, yang di dalam
pembentukannya dilakukan oleh dua lembaga, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dengan
Persetujuan Presiden.Undang-undang dapat diartikan menjadi 2 yakni Undang-undang dalam
arti material serta Undang-undang dalam arti formil. Di Indonesia hanya dikenal Undang-
Undang dalam arti formal.10
Undang-undang pokok, di Belanda dikenal sebagai Undang-Undang yang mendasari
Undang-undang Lain, sementara UU Pokok ini tidak dikenal sebab kedudukan Undang-
Undang di Indonesia adalah sejajar.
10
Maria Ferida Indarti, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm 129.
14
pengertian “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”. Fungsi Undang-Undang:
a. materi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 banyak yang menimbulkan kerancuan
atau multitafsir sehingga tidak memberikan suatu kepastian hukum;
b. teknik penulisan rumusan banyak yang tidak konsisten;
c. terdapat materi baru yang perlu diatur sesuai dengan perkembangan atau kebutuhan
hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan
11
ibid
15
d. penguraian materi sesuai dengan yang diatur dalam tiap bab sesuai dengan sistematika
12
Ibid
16
f. pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
g. pengundangan Peraturan Perundang-undangan;
h. penyebarluasan;
i. partisipasi masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
j. dan ketentuan lain-lain yang memuat mengenai pembentukan Keputusan Presiden dan
lembaga negara serta pemerintah lainnya.13
Selain hal diatas dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undanganjuga dilakukan penyempurnaan teknik penyusunan Peraturan
Perundang-undangan beserta contohnya yang ditempatkan dalam Lampiran II.
Penyempurnaan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan dimaksudkan
untuk semakin memperjelas dan memberikan pedoman yang lebih jelas dan pasti yang
disertai dengan contoh bagi penyusunan Peraturan Perundang-undangan, termasuk Peraturan
Perundang-undangan di daerah.
Mencabut
17
Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389).
Latar Belakang
Dasar Hukum
Penjelasan Umum
14
Maria Ferida Indarti, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm 75.
18
Berikut adalah penjelasan umum Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan:
a. materi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 banyak yang menimbulkan kerancuan
atau multitafsir sehingga tidak memberikan suatu kepastian hukum;
b. teknik penulisan rumusan banyak yang tidak konsisten;
c. terdapat materi baru yang perlu diatur sesuai dengan perkembangan atau kebutuhan
hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan
d. penguraian materi sesuai dengan yang diatur dalam tiap bab sesuai dengan sistematika.
15
Ibid
19
a. penambahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai salah satu jenis
Peraturan Perundang-undangan dan hierarkinya ditempatkan setelah Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. perluasan cakupan perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang tidak hanya untuk
Prolegnas dan Prolegda melainkan juga perencanaan Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, dan Peraturan Perundang- undangan lainnya;
c. pengaturan mekanisme pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. pengaturan Naskah Akademik sebagai suatu persyaratan dalam penyusunan Rancangan
Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota;
e. pengaturan mengenai keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang- undangan, peneliti,
dan tenaga ahli dalam tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan
f. penambahan teknik penyusunan Naskah Akademik dalam Lampiran I Undang-Undang
ini.16
Secara umum Undang-Undang ini memuat materi-materi pokok yang disusun secara
sistematis sebagai berikut: asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan; jenis, hierarki,
dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan; perencanaan Peraturan Perundang-
undangan; penyusunan Peraturan Perundang-undangan; teknik penyusunan Peraturan
Perundang-undangan; pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang- Undang;
pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota; pengundangan Peraturan Perundang-undangan; penyebarluasan;
partisipasi masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan ketentuan
lain- lain yang memuat mengenai pembentukan Keputusan Presiden dan lembaga negara
serta pemerintah lainnya.
16
Ismali Husni, Prof Ghani Abdulah (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,2012), hlm 87
20
Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan Peraturan Presiden, atau pembahasan
Rancangan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
BAB III
17
Ibid
21
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pembahasan Ilmu Perundang – Undangan yang telah dipaparkan diatas dapat
dirumuskan dimana pengertian Ilmu Perundang – Undangan ialah mempelajari seluk beluk
peraturan perundang – undangan dimana dalama tekniknya sama dengan cara mempelajari
Ilmu Tata Negara baik itu asas – asas, materi muatan dan bahasa hukumnya.
Disinilah terdapat kaitan Ilmu Perundang – undangan dengan Hukum Tata Negara
dimana dalam pembahasan dikaji tentang teknik yang sama dan beberapa ruang lingkup
untuk pembahasan Ilmu Perundang – Undangan dan ruang lingkup ini dapat ditemukan
dalam 7 UU Nomor 10 Tahun 2004.
B. Saran
Manusia tidak luput dari keslahan dan rasa khilaf. Barangkali hanya ini yang dapat saya
ungkapkan. Jika ada kesalahan materi maupun merugikan pihak-pihak tertentu saya meminta
kritik dan sarannya, kritik maupun sarannyan sangatlah penting untuk pengintrospesikan diri
melengkapi makalah ini. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
22
2. Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang – Undangan : Jenis, Fungsi, Dan Materi
Muatan. Yogyakarta. 2007. Kanisius.
4. Ismail Hasni Dan Prof. Dr. A. Gani Abdullah, SH. Pengantar Ilmu Perundang –
Undangan, FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.
5. Prof. Dr. Jimliy Asshiddiqqi, SH. Hukum Acara Pengujian Undang – Undang, Jakarta :
Konstitusi Press, 2006.
23